paper papua gi fix
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
1/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
1
Geologi, Stratigrafi, dan Evolusi Tektonik Daerah Papua, Indonesia:
Potensi Sumber Daya dan Kebencanaan
Adi Fantri Sandhie N., Aditya Setiabudi, Ahmad Muayyid, Alfajry, An Ikhrandi, Arnold
Sintong O. T., Bayu C. Fadhilla, M. Adib S. B., Astin Nurdiana, Rheza Rilo P., Rifqi Aulia
Rahman, Rizky Budiman, Tika Puspyta, Wilsen Supriady Lauwijaya, dan Vani Novita A.
Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
Abstrak
Papua adalah pulau yang berada di timur wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia,
secara administratif terletak pada posisi 130019 BT - 150
048 BT dan 0
019 LS 10
043 LS. Papua
terbentuk akibat dari interaksi yang bersifat konvergen miring (oblique convergence) antara Lempeng
Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline. Konvergensi yang terjadi sejak Eosen
hingga kini menimbulkan produk berupa dua tahapan kolisi yang terjadi pada Kala Oligosen
(Orogenesa Peninsula) dan dikuti kolisi yang terjadi pada Miosen (Orogenesa Melanesia).
Stratigrafi Pulau Papua meliputi sikuen batuan-batuan Pra-Kambrium hingga endapan Kuarter
yang masing-masing tersingkap dari bagian Kepala hingga Badan Burung. Evolusi tektonik yang
berlangsung selama Mesozoikum Akhir hingga Kini menyebabkan struktur geologir yang beragam
pada Pulau Papua, contohnya adalah Sesar Sorong, Antiklin Misool-Onin Kumawa, dan Jalur Sesar
Naik Pegunungan Tengah. Evolusi tektonik yang terjadi tidak hanya menimbulkan struktur geologi,
namun juga beberapa fase magmatisme di sepanjang Pegunungan Tengah Pulau Papua.
Berdasarkan peristiwa-peristiwa geologi yang terjadi, Pulau Papua menyimpan banyak
potensi yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan. Potensi-potensi tersebut berupa potensi migas,
potensi tambang, dan potensi kebencanaan, Potensi migas tersebar pada cekungan-cekungan dewasa,
cekungan semi-mature, dan cekungan frontier pada Pulau Papua. Potensi tambang yang terkenal di
Pulau Papua adalah Tambang Grasberg. Sedangkan, potensi bencana alam Pulau Papua umumnya
tersebar pada zona-zona sebar dengan bahaya bencananya berupa gempa bumi, tsunami, dan longsor.
Kata Kunci
Papua, Sesar Sorong, Kemum, Salawati, Bintuni, Lempeng Indo-Australia, Orogenesa Melanesia,Grasberg
Pendahuluan
Papua adalah pulau yang berada di timur wilayah
kepulauan Indonesia. Bersama dengan Papua
Nugini, pulau ini merupakan pulau terbesar kedua
di dunia, sekaligus merupakan pulau yang
mempunyai puncak tertinggi di Asia Tenggara
dan Australia, yaitu Puncak Jayawijaya (4.884
dpl).
Keadaan geologi Papua cukup kompleks, hal ini
diakibatkan perkembangan geologi Papua pada
Kenozoikum yang melibatkan aktivitas
konvergensi antara Lempeng Australia di bagian
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
2/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
2
selatan-tenggara dan Lempeng Pasifik di bagian
utara-barat laut, serta orogenesa yang terjadi di
sepanjang bagian tengah Pulau. Di pulau ini, hadir
singkapan batuan dari umur Pra-Kambrium
hingga Pleistosen.
Fisiografi Pulau Papua
Pulau Papua secara administratif terletak pada
posisi 130019 BT - 150048 BT dan 0019 LS
10043 LS. Pulau ini terletak di bagian paling
timur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Irian
Jaya (sekarang Papua) merupakan ekspresi
permukaan dari batas utara deformasi blok
kontinen Australia dan Lempeng Pasifik. Secarafisiografi, van Bemmelen (1949) telah membagi
Papua menjadi 3 bagian utama (Gambar 1), yaitu:
a. Bagian Kepala Burung, yaitu bagiansemenanjung di sebelah utara yang terhubung
dengan bagian badan utama oleh bagian leher
yang menyempit. Bagian ini terletak pada
koordinat 1300BT135
0BT.
b.
Bagian Tubuh Burung, merupakan bagiandaratan utama Pulau Papua yang didominasi
oleh struktur berarah barat-baratlaut pada
daerah Central Range. Bagian ini terletak
pada koordinat 1350BT143,5
0BT.
c. Bagian Ekor Burung, terletak pada bagiantimur New Guinea Island. Bagian ini terletak
pada koordinat 143,50BT151
0BT.
Tatanan Tektonik PapuaGeologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik
besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif.
Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-
Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan
kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua
Indo-Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan 10,5 cm/th (Gambar 2). Tumbukan
yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu
tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat
(Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak
Benua Indo-Australia.
Kompresi ini hasil dari interaksi yang bersifat
konvergen miring (oblique convergence) antara
Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng
Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan Sukamto,
1984) (Gambar 3). Konvergensi tersebut diikuti
oleh peristiwa tumbukan yang bersifat kolisi
akibat interaksi pergerakan antara busur
kepulauan dengan lempeng benua yang terjadi
selama Zaman Kenozoikum (Dewey & Bird,
1970; Abers & McCafferey, 1988 dalam Sapiie,
1998). Interaksi kolisi ini pergerakannya hampir
membentuk sudut 246 terhadap Lempeng
Australia (Quarles van Ufford, 1996 dalam Sapiie,
1998).
Visser dan Hermes (1966; Dalam Darman dan
Sidi, 2000) berpendapat bahwa kejadian kolisi
terjadi pada Oligosen setelah pengendapan
sedimen karbonat yang berubah menjadi
pengendapan sedimen klastik akibat proses
pengangkatan. Batuan metamorf yang hadir di
kawasan ini memberikan umur proses kolisi
terjadi pada Miosen (Pigram dkk., 1989 dalam
Darman dan Sidi, 2000). Dow dkk. (1998; dalam
Darman dan Sidi, 2000) menyimpulkan bahwa
Papua merupakan produk dari dua kolisi yang
terjadi pada Kala Oligosen (Orogenesa Peninsula)
dan dikuti kolisi yang terjadi pada Miosen
(Orogenesa Melanesia).
Orogenesa Peninsula bersifat lokal dan terjadi
pada bagian timur Pulau New Guinea, sedangkanOrogenesa Melanesia bersifat regional dan
berpengaruh terhadap seluruh Pulau new Guinea
serta menyebabkan penyebaran sedimentasi
klastik secara luas. Van Ufford (1996) dalam
Sapiie (1998) membagi orogenesa ini menjadi 2
tahap, yaitu tahap pra-kolisi dan tahap kolisi.
Tahap pra-kolisi diawali oleh penunjaman
Lempeng Benua Australia ke bawah Lempeng
Samudera pasihik sehingga terjadi pengangkatan
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
3/17
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
4/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
4
Formasi Modio berumur Silur-Devon yang
didominasi batuan karbonat (anggota A) dan
batupasir (anggota B).
Kelompok Aifam pada bagian Kepala dan Leher
Burung secara tak selaras menumpangi batuan
dasar, dan terpengaruhi oleh siklus transgresif-
regresif pada Karbon Atas-Permian Atas.
Kelompok terbagi menjadi 3 formasi, dari tua ke
muda yaitu Formasi Aimau, Aifat, dan Ainim
yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal di
bagian bawahnya hingga lingkungan fluvio-
deltaik ke arah atas. Formasi Aiduna pada bagian
Badan Burung berumur setara dengan Kelompok
Aifam, dicirikan oleh batuan siliklastik berlapisdengan sisipan batubara, ditafsirkan sebagai
endapan fluvial hingga lingkungan delta.
Regresi yang berlanjut hingga Trias menyebabkan
terendapkannya Formasi Tipuma. Formasi
Tipuma (Trias-Jura Awal) diendapkan pada
lingkungan fluvial selama periode rifting kerak
benua. Formasi Tipuma tersebar dari bagian
Kepala Burung hingga Badan Burung Papua
Di atas Formasi Tipuma, secara tak selaras
terendapkan Formasi Jass di bagian Kepala
Burung yang menjari terhadap Kelompok
Kembelangan yang masing-masing berumur Jura-
Kapur. Formasi dan kelompok ini menandakan
perubahan lingkungan menjadi passive margin
dengan ciri khas sedimen laut. Formasi Waripi
yang melapisi Formasi Jass dan Kelompok
Kembelengan menandakan perubahan klastikPra-
Tersier menjadi sikuen karbonat Tersier.
Sikuen karbonat berumur Eosen-Miosen terdiri
dari 3 formasi, dari tua ke muda yaitu Formasi
Faumai, Sago, dan Kais yang tergabung dalam
Batugamping New Guinea. Formasi tersebut
mencirikan lingkungan pengendapan paparan
karbonat pada laut dangkal. Batugamping Formasi
Yawee di bagian Badan Burung menjari terhadap
konglomerqat Formasi Iwur dan Formasi
Akimeugah.
Pada Pliosen Awal, aktivitas tektonik aktif
mempengaruhi cekungan-cekungan di area kepala
burung, menyebabkan terendapkan-nya Formasi
Klasaman pada Cekungan Salawati dan Formasi
Steenkol pada Cekungan Bintuni, masing-masing
me-wakili lingkungan laut dan transisi. Pada
Formasi Klasaman dijumpai batulempung laut
dalam dan batugamping, sedangkan di Formasi
Steenkol dijumpai batubara.
Formasi Buru hadir tak selaras di atas Formasi
Kais pada wilayah Kepala Burung, terdiri daribatuan siliklastik. Dan di beberapa tempat
ditemukan endapan Mollase berumur resen yang
tak selaras terhadap Formasi Buru. Peristiwa
tektonik Pliosen Akhir-Pleistosen Awal
mengakibat-kan hadirnya ketidakselarasan dan
terendapkannya konglomerat Formasi Sele di
wilayah Kepala Burung.
Struktur Regional Papua
Secara umum struktur regional Papua dapat dibagimenjadi 3 zona struktur (Gambar 5), yaitu:
1. Kepala Bur ung: didominasi oleh struktur sesarberarah Barat-Timur.
2. Leher Burung: didominasi oleh strukturberarah Utara- Barat Laut (Jalur Perlipatan
Lengguru, LFB), yang berhenti pada tinggian
Kemum pada daerah Kepala Burung.
3. Tubuh Burung: didominasi oleh strukturberarah Barat-Barat Laut sepanjang Central
Range (Jalur Mobil Nugini). Diakhiri oleh
sesar mendatar dengan arah Barat-Timur (Zona
Sesar Tarera-Aiduna, TAFZ) pada Leher
Burung.
Sistem Sesar Sorong memanjang dari daratan
Irian Jaya bagian utara yang mengikuti garis
pantai melewati Selat Sele dan bagian utara Pulau
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
5/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
5
Salawati. Lebarnya sampai 10 km dan berarah
barat-baratdaya. Sistem sesar itu berkembang
sebagai hasil proses yang sangat rumit. Strike-slip
dan sesar normal berkembang di sepanjang bidang
sesar yang terputus-putus. Sungai Warsamson
yang berarah timur-barat dan perbukitan sempit
yang memanjang di utaranya dipengaruhi oleh
sesar dan merupakan batas selatan struktur
tersebut. Sistem Sesar Sorong (gambar randang)
merupakan strike-slip bergerak mengiri sebagai
hasil interaksi antara Lempeng Australia-India di
selatan dan lempeng-lempeng di sebelah utara
(Visser & Hermes, 1962; Hamilton, 1979; Dow &
Sukamto, 1984; Pieters dkk, 1983). Pergerakan
Sesar Sorong ditunjukkan oleh kehadiran struktur
yang relatif tegak dan menyamping dan jenis
batuan yang memiliki sejarah geologi yang
berbeda-beda. Pergerakan Sesar Sorong yang
terjadi di sepanjang Sistem Sesar Sorong itu
kemungkinan berlangsung dari Miosen Akhir
sampai Pliosen dan setelah itu terjadi pensesaran
disertai pengangkatan wilayah bagian utara dan
timur Kepala Burung pada kala Pliosen dan
Kuarter. Pada bagian timur Kepala Burung, hadirSesar Yapen sebagai kemenerusan dari Sesar
Sorong.
Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan
dasar, dibatasi oleh Sesar Sorong di utara dan
Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan
metamorf, pada beberapa tempat diintrusi oleh
granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan
oleh kehadiran sedimen klastik tidak
termetamorfosakan berumur Paleozoikum -
Mesozoikum dan batugamping - batugamping
Tersier (Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk.,
1983).
Pada bagian timur Blok Kemum dibatasi oleh
Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Jalur Lipatan
Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara
diperlihatkan oleh suatu seri bentukan ramps dan
thrust. Di bagian selatannya, jalur ini terpotong
oleh Zona Sesar Tarera-Aiduna (Hobson, 1997).
Intensitas perlipatan Lipatan Anjakan Lengguru
cenderung melemah ke arah utara zona perlipatan
dan meningkat kearah timur laut yang berbatasan
dengan zona Sesar Wandemen (Dow dkk., 1984).
Zona Sesar Wandaman pada arah selatan-
tenggara, merupakan jalur sesar yang dibatasi oleh
batuan metamorf dan merupakan kelanjutan dari
belokan Sesar Ransiki ke utara. Geologi daerah
Zona Sesar Wandamen terdiri dari batuan alas
berumur Paleozoikum Awal, batuan penutup
paparan dan batuan sediment yang berasal dari
lereng benua. Zona Sesar Tarera-Aiduna
merupakan zona sesar mendatar mengiri di daerahselatan Leher Burung. Jalur Lipatan Anjakan
Lengguru secara tiba-tiba berakhir di zona berarah
barat-timur ini. Sesar ini digambarkan (Hamilton,
1979 dalam Pigram dkk., 1982) memotong Palung
Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan
zona subduksi di Palung Seram. Pada bagian barat
daya leher, terdapat Antiklin Misol-Onin-
Kumawa yang merupakan bagian antiklinorium
bawah laut yang memanjang dari Peninsula
Kumawa sampai ke Pulau Misool (Pigram dkk.,
1982).
Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG) hadir di
daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini
melintasi seluruh zona yang ada di daerah sebelah
timur New Guinea yang menerus kearah barat dan
dikenal sebagai Jalur Sesar Naik Pegunungan
Tengah (JSNPT). Zona JSNNG-JSNPT
merupakan zona interaksi antara lempengAustralia dan pasifik. Zona JSNPT dibatasi oleh
sesar yapen, sesar sungkup mamberamo di utara.
Batas tepi barat oleh sesar benawi torricelli dan di
selatan oleh sesar naik foreland. Sesar terakhir
yang membatasi JSSNG ini diduga aktif sebelum
Orogen Melanesia.
Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya
pemampatan yang sangat intensif dan kuat dengan
komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
6/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
6
juga menghasilkan beberapa jenis antiklin dengan
kemiringan curam bahkan sampai mengalami
pembalikan (overtuning). Proses ini juga
menghasilkan sesar balik yang bersudut lebar
(reserve fault). Penebalan batuan kerak yang
diduga terbentuk pada awal pliosen ini
memodifikasi bentuk daerah JSNPT. Periode ini
juga menandai kerak yang bergerak ke arah
utara.membentuk sesar sungkup Mamberamo
(Mamberamo Thrust Belt) dan mengawali Gautier
Offset.
Evolusi Tektonik dan Sejarah Geologi Papua
Pembentukan Pulau Papua telah banyak
didiskusikan oleh para ahli geologi dan mendapatperhatian yang cukup besar karena geologinya
yang kompleks tersebut. Pada mulanya pulau
Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling
dalam. Awal terpisahnya benua yang mencakup
Papua di dalamnya (Benua Australia) terjadi pada
masa Kapur Tengah (kurang lebih 100 juta tahun
yang lalu). Lempeng Benua India-Australia (atau
biasa disebut Lempeng Australia) bergerak ke
arah Utara keluar dari posisi kutubnya dan
bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik
yang bergerak ke arah Barat.
Pulau Papua merupakan pulau yang terbentuk dari
sedimentasi dengan masa yang panjang pada tepi
utara kraton Australia yang pasif dimulai pada
Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan
pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air
tawar, laut dangkal, sampai laut dalam dan
mengendapkan batuan klastik kuarsa, termasuk
lapisan batuan klastik karbonat, dan berbagai
batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok
Batugamping New Guinea berumur Miosen.
Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai lebih
dari 12.000 meter.
Selain itu, Papua juga terbentuk berdasarkan
pertumbukan yang dihasilkan dari interaksi
konvergen kedua lempeng yaitu Lempeng Pasifik
dan Lempeng Australia, dijelaskan bahwa
Lempeng Pasifik mengalami subduksi sehingga
lempeng ini berada di bawah Lempeng Australia.
Pada saat dimulainya gerakan ke utara dan rotasi
dari benua super ini, seluruh Papua dan Australia
bagian utara berada di bawah permukaan laut.
Bagian daratan paling Utara pada Lempeng India-
Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada
pada 48 Lintang Selatan yang merupakan titik
pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik.
Ketika Lempeng India-Australia dan Lempeng
Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, Pulau
Papua mulai muncul di permukaan laut pada
sekitar 35 Lintang Selatan, dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa subduksi antara ke-2
lempeng tersebut telah menyebabkan endapan
Benua Australia terangkat sehingga memunculkan
Pulau Papua (Gambar 6). Proses ini berlanjut
selama masa Pleistosen hingga Pulau Papua
terbentuk seperti sekarang ini. Proses
pengangkatan ini berdasarkan skala waktu
geologi, kecepatannya adalah 2,5 km per juta
tahun.
Apabila dijabarkan berdasarkan periode-periodenya, maka aktivitas tektonik penting yang
menjadi cikal bakal Papua saat ini terjadi melalui
beberapa tahap (Gambar 6), yaitu :
1. Pada Kala Oligosen terjadi pergerakan tektonikbesar pertama di Papua, yang merupakan
akibat dari tumbukan Lempeng Australia
dengan busur kepulauan berumur Eosen pada
Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan
deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijauberbutir halus dan turbidit karbonat pada sisi
benua sehingga membentuk Jalur Metamorf
Rouffae yang dikenal sebagai Metamorf
Dorewo". Akibat lebih lanjut dari aktivitas
tektonik ini adalah terjadinya sekresi
(penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur
malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
7/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
7
2. Peristiwa tektonik penting kedua yangmelibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia
yang dimulai pada pertengahan Miosen yang
diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton
Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini
mengakibatkan deformasi dan pengangkatan
kuat dari batuan sedimen Karbon-Miosen (CT)
dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok
Batugamping New Guinea kini terletak pada
Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh
sistem yang kompleks dengan kemiringan ke
arah utara, sesar naik yang mengarah ke
Selatan, lipatan kuat atau rebah dengan
kemiringan sayap ke arah selatan. Orogenesa
Melanesia ini diperkirakan mencapai
puncaknya pada Pliosen Tengah. Dari
pertengahan Miosen sampai Plistosen,
cekungan molase berkembang baik ke Utara
maupun Selatan. Erosi yang kuat dalam
pembentukan pegunungan menghasilkan
detritus yang diendapkan di cekungan-
cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000
12.000 meter. Tumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik yang terusberlangsung hingga sekarang menyebabkan
deformasi batuan dalam cekungan molase
tersebut.
Pemetaan Regional yang dilakukan oleh PT
Freeport menemukan paling tidak pernah terjadi
tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan
Tengah. Secara umum, umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara
dengan polayang dikenali oleh Davies (1990) di
Papua Nugini.
Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan
gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur
Oligosen dan terdapat dalam lingkungan
Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme
berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir
dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan
Sesar Orogenesa Melanesia-Derewo yang
berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal.
Magmatisme termudadan terpenting berupa
instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol
olehsuatu patahan yang aktif mulai Pliosen
Tengah sampai kini. Batuan-Batuan
intrusitersebut menerobos hingga mencapai
Kelompok Batugamping New Guinea,
dimanaendapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk
seperti Tembagapura dan OK Tedi di Papua
Nugini.
Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng
Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang
menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan
molase tersebut. Menurut Smith (1990), sebagaiakibat benturan lempeng Australia dan Pasifik
adalah terjadinya penerobosan batuan beku
dengan komposisi sedang kedalam batuan
sedimen diatasnya yang sebelumnya telah
mengalami patahan dan perlipatan. Hasil
penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan
sedimen danmineralisasi dengan tembaga yang
berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat -
tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar
tinggi diperkiraakan terdapat padalajur
Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek
Tembagapura (Erstberg, Grasberg, DOM, Mata
Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa,
Dawagu, Mogo Mogo Obano, Katehawa, Haiura,
Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan
Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm
Ilaga. Sementara didaerah Kepala Burung terdapat
di Aisijur dan Kali Sute.
Potensi Pulau Papua
Potensi-potensi yang terdapat pada Pulau Papua
dibagi menjadi 3, yaitu potensi migas, potensi
tambang, dan potensi kebencanaan.
Potensi Migas
Potensi migas terbagi menjadi beberapa jenis
cekungan, yaitu cekungan mature, cekungansemi-
mature, dan cekunganfrontier.
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
8/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
8
Cekungan mature merupakan cekungan yang
telah berproduksi dan memiliki sistem petroleum
yang lengkap dan telah berproduksi, contohnya
adalah Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni.
Pada Cekungan Salawati, Formasi Klasafat
bertindak sebagai batuan induk dan reservoirnya
merupakan Formasi Kais, dengan sistem
perangkap berasosiasi dengan struktur sesar
normal yang menghubungkan sikuen Perm
dengan perangkap Kais. Pada Cekungan Bintuni,
potensi batuan induk terbagi dalam 3 zona:
Formasi Ainam, FormasiWaripi, dan kelompok
Batugamping New Guinea. Reservoir utama yang
mengandung hidrokarbon adalah batupasir
Kelompok Kembelangan Bawah dan Formasi
Kais, sedangkan batuan penutupnya adalah
Formasi Stenkool.
Cekungan Biak termasuk dalam cekungan semi-
mature, yaitu cekungan yang belum berproduksi
dikarenakan hidrokarbon yang terkandung belum
cukup matang. Batuan induk yang berpotensi
adalah batulempung dan batulanau dari Formasi
Ambai, batugamping berlempung dan
batugamping berfosil dari Formasi Wainukendi,
dan napal dari Napal Sumboi. Namun, masalah di
Cekungan Biak adalah kurangnya reservoir
berkualitas baik. Pada Cekungan Biak, sedimen
klastik batupasir hanya tipis saja pada data sumur,
sementara reservoir yang terbaik didapatkan
terdapat pada batugamping Formasi Wurui.
Cekungan frontier, yaitu cekungan baru yang
dapat dieksploitasi dan dikembangakan di Papuaadalah Cekungan Akimegah, Sahul, dan Waropen.
Batuan induk dan reservoir pada Cekungan
Akimegah dan Sahul hadir dalam formasi batuan
Tersier dan batuan-batuan Pra-Tersier
(Mesozoikum hingga Paleozoikum Akhir),.
Sedangkan untuk Cekungan Waropen, batuan
induk dan batuan reservoirnya termasuk dalam
batuan-batuan Tersier. Sistem perangkap pada
ketiga cekungan tersebut berupa jebakan struktur,
stratigrafi, maupun gabungannya dengan batuan
penutupnya adalah batulempung dan batuserpih.
Potensi Tambang
Sektor pertambangan dan bahan galian Papua
berpotensi sangat besar (Tabel 1), contohnya
adalah pertambangan emas dan tembaga PT
Freeport di Timika. Potensi pertambangan
terbesar di Papua adalah Grasberg. Tambang
Grasberg adalah tambang emas terbesar di dunia
dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia.
Tambang ini terletak di provinsi Papua di
Indonesia dekat latitude -4,053 dan longitude
137,116, dan dimiliki oleh Freeport yang berbasis
di AS(67.3%), Rio Tinto Group (13%),Pemerintah Indonesia (9.3%) dan PT Indocopper
Investama Corporation (9%). Pada 2004, tambang
ini diperkirakan memiliki cadangan 46 juta ons
emas. Pada 2006 produksinya adalah 610.800 ton
tembaga; 58.474.392 gram emas; dan 174.458.971
gram perak (Gambar 3).
Potensi Kebencanaan
Berdasarkan tatanan tektonik Papua (Gambar 2),
maka Papua memiliki potensi bencana yang cukup
besar, diantaranya adalah potensi gempa bumi,
potensi tsunami, bahkan potensi longsor.
Potensi bencana gempa bumi dapat terjadi di
sepanjang zona sesar (contoh: Zona Sesar Sorong,
Sesar Ransiki, Sesar Yapen). Detachment yang
terjadi pada zona sesar tersebut di wilayah lautan
berpotensi memicu tsunami yang berbahaya bagi
area pesisir pantai Papua.
Potensi longsor dapat dilihat dari banyaknya
daerah-daerah terjal yang terbentuk akibat
tumbukan antara lempeng Australia dengan
lempeng Pasifik. Proses tersebut meng-hasilkan
pegunungan lipatan yang cukup terjal. Akibat hal
tersebut, daerah-daerah rendahan yang berada di
sekitar pegunungan memiliki potensi longsor yang
cukup besar. Potensi tersebut diperkuat jika
daerah pegunungan berada pada zona sesar aktif
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
9/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
9
yang dapat mengganggu kesetimbangan statis
lereng ketika gempa terjadi.
Selain hal tersebut, pengaruh dari adanya
pegunungan lipatan adalah potensi banjir bandang
pada daerah Papua. Potensi tersebut terjadi jika
air yang mengalir di permukaan (runoff) memiliki
debit yang cukup besar sehingga daerah
lembahan yang berada di sekitar pegunungan
merupakan daerah limpasan air.
Kesimpulan
Papua terbentuk akibat dari interaksi yang bersifat
konvergen miring (oblique convergence) antara
Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng
Samudera Pasifik-Caroline. Konvergensi yang
terjadi sejak Eosen hingga kini menimbulkan
produk berupa dua tahapan kolisi yang terjadi
pada Kala Oligosen (Orogenesa Peninsula) dan
dikuti kolisi yang terjadi pada Miosen (Orogenesa
Melanesia).
Stratigrafi regional Papua dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu bagian Kepala Burung, bagian LeherBurung, dan bagian Badan Burung.
Batuan Pra-Tersier pada bagian Kepala Burung
merupakan batuan dasar yang termasuk dalam
sikuen turbidit Formasi Kemum berusia Silur-
Devon. Pada bagian Badan Burung hadir batuan-
batuan Pra-Kambrium, dengan urutan stratigrafi
dari tua ke muda yaitu Formasi Awigatoh,
Formasi Kariem, dan Formasi Tuaba. Masing-
masing formasi tersebut memiliki hubungan tak
selaras. Di atas batuan Pra-Kambrium
terendapkan Formasi Modio berumur Silur-
Devon.
Formasi Aiduna pada bagian Badan Burung
berumur setara dengan Kelompok Aifam yang
berumur Karbon Atas-Perm Atas, hadir
menumpangi batuan dasar secara tak selaras.
Regresi yang berlanjut hingga Trias menyebabkan
terendapkannya Formasi Tipuma pada seluruh
Papua.
Batuan-batuan Mesozoik secara tak selaras hadir
di atas Formasi Tipuma, batuan-batuan fersebut
adalah Formasi Jass dan Kelompok Kembelangan.
Di atas batuan-batuan Mesozoik, hadir sikuen
karbonat Eosen-Miosen yang termasuk dalam
Batugamping New Guinea. Batuan-batuan
berusia Pliosen-Pleistosen menunjukkan
lingkungan pengendapan yang berbeda-beda,
yaitu lingkungan laut (Formasi Klasaman dan
Buru), lingkungan transisi (Formasi Steenkool),
dan lingkungan darat (Formasi Sele dan endapan
Mollase).
struktur regional Papua dapat dibagi menjadi 3
zona struktur (Gambar 5), yaitu:
1. Kepala Bur ung: didominasi oleh struktur sesarberarah Barat-Timur, yaitu Sesar Sorong. dan
Tinggian Kemum.
2. Leher Burung: didominasi oleh strukturberarah Utara- Barat Laut (Jalur Perlipatan
Lengguru), Sesar Ransiki, Aru Through,
Antiklin Misool-Onin Kumawa, dan Sesar
Wandaman, Sesar Tarera-Aiduna.
3. Tubuh Burung: didominasi oleh strukturberarah Barat-Barat Laut sepanjang Central
Range, diantaranya adalah Jalur Sesar Naik
New Guinea (JSNNG), Jalur Sesar Naik
Pegunungan Tengah (JSNPT), Sesar
SungkupMamberamu, dan Sesar Yapen.
Pemetaan Regional yang dilakukan oleh PT
Freeport menemukan paling tidak pernah terjadi
tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan
Tengah. Fase magmatisme tertua terdiri dari
terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan
berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan
Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme
berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir
dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
10/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
10
Sesar Orogenesa Melanesia-Derewo yang
berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal.
Magmatisme termudadan terpenting berupa
instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol
olehsuatu patahan yang aktif mulai Pliosen
Tengah sampai kini.
Potensi Pulau Papua meliputi potensi migas,
potensi mineral, dan potensi kebencanaan. Potensi
migas Papua dikelompokkan menjadi 3, yaitu
cekungan dewasa (Cekungan Bintuni dan
Salawati), cekungan belum dewasa (Cekungan
Biak), dan cekungan frontier (Cekungan Sahul,
Cekungan Akimegah, dan Cekungan Waropen.
Potensi tambang berada di Grasberg, yaitutambang tembaga dan emas. Potensi kebencanaan
Papua meliputi gempa, tsunami, dan longsor yang
dapat terjadi di zona-zona sesar, serta bencana
banjir sebagai bencana permukaan.
Daftar Pustaka
Atasi, R., 2011, Analisis Geometri dan Kualitas
Reservoir Batupasir Daram Waripi Bawah,
Endapan Turbidit. Lapangan Jefta, Cekungan
Bintuni. Papua Barat, Tugas Akhir Sarjana
Strata 1, Program Studi Teknik Geologi,
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of
Indonesia, Batavia: Government Printing
Office, The Hague, 766 hal.
Darman, H. dan Sidi, F. H., 2000, An Outline of
The Geology of Indonesia, Indonesia: IAGI,
205 hal.
Davies, H. L., Winn, R. D., dan KenGemar, P.,
1996, Evolution of the Papian Basin: a view
from the orofen in Buchanan P.G. (ed),
Petroleum, Exploration, Development, and
Production in Papua New Guinea, Prosiding
ketiga Konvensi Petroleum PNG, Port
Moresby, hal 53-62.
Dow, D.B., dan Sukamto, R., (1984), Western
Irian Jaya: the end-product ofoblique plate
convergence in the Late Tertiary,
Tectonophysics, vol. 106, hal. 109-139.
Dow, D. B., Robinson, G. P., Hartono, U., dan
Ratman, N., 1986, Peta Geologi Irian Jaya,
skala 1:1000.000, Bandung: Pusat Sumber
Daya Geologi.
Hamilton, W.R., 1979, Tectonics of The Indonesia
Region. United States Geological Survey.
Mutti, Emiliano, 1992, Turbidite Sandstones :
Instituto di Geologia, Universitas Parma.
Riandini, P dan Sapiie, B., 2011, The Sorong fault
Zone Kinematics: Implication for Structural
Implication on Salawati Basin, Seram and
Misool, West Papua, Indonesia, AAPG Annual
Convention and Exhibition Houston, Texas,
USA.
Sapiie, B. dan Cloos, M., 1998, Strike-slip
deformation, breccia formation and porphyry
Cu-Au mineralization in the Gunung Bijih
(Erstberg) Mining District, Irian jaya,
Indonesia, Disertasi Akhir Ph.D Strata 3,
Geological Sciences Universitas Texas.
Sapiie, B., 2000, Structural geology and ore
deposit: case study of the Grasberg super
porphyry Cu-Au mineralization, Irian Jaya,
Indonesia, Prosiding ke-29 Konvensi Tahunan
Ikatan Alumni Geologi Indonesia, Bandung,Indonesia.
Sapiie, B., Hadiana, M., dan Ibrahim, A. M.,
2007, Strike-slip Deformation and Formation
Hydrocarbon Trap in The Seram Island,
Easter Indonesia, Bandung: Departemen
Geologi Institut Teknologi Bandung.
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
11/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
11
Sapiie, B., 2010, Mesozoic and Paleozoic
Tectonic Evolution of Indonesian Regions :
Fact, Model and Problems. IAGI
Sapiie, B., Naryanto, W., Adyagharini, A. C.,dan Pamumpuni, A., 2012, Geology and
Tectonic Evolution of Bird head Region
Papua, Indonesia: Implication for
Hydrocarbon Exploration in the Eastern
Indonesia, Artikel Search and Discovery
no. 30260.
Pieters P.E., 1983, The Stratigraphy of
Western Irian Jaya. Proceeding 12thAnnual Convention.
Pigram, C.J, Panggabean, H., 1981, Pre
Tertiary Geology of western Irian Jaya
and Misool Island : Implications for The
Tectonic Development of Eastern
Indonesia, Proceeding IPA 10th Annual
Convention.
Syafron, Edward, 2011, Evaluation of The
Mesozoic Stratigraphy of Misool Island
and Implications for Petroleum
Exploration in the Birds Head Region,
West Papua, Indonesia. IPA, 35th Annual
Covention.
Wulandari, S., dan Sulistio, E. B., 2013,
Otonomi Khusus dan DinamikaPerekonomian di Papua,Jurnal Ilmiah
Administrasi Publik dan Pembangunan,
vol. 4., No. 1, Januari-Juni 2013.
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
12/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
12
Gambar 1. Peta lokasi Papua dan fisiografi. (http://en.wikipedia.org/wiki/New_Guinea). Pada peta diatas,
tampak pembagian dari fisiografis regional dari Pulau Papua yang tampak seperti seekor burung. Pulau ini
terbagi menjadi bagian-bagian seperti bagian kepala, badan dan ekor.
Gambar 2. Kondisi tektonik Pulau Papua (Nillandaroe dan Barraclough, 2003; dalam Sapiie dkk., 2007).
Pada gambar di atas tampak struktur sesar geser mengiri hadir sebagai zona-zona sesar utama. Pada bagian
utara Pulau New Guinea terdapat Zona Sesar Sorong yang menerus berarah barattimur. Pada bagian selatan
terdapat Zona Sesar Tarera-Aiduna yang memiliki pola mirip dengan Zona Sesar Sorong.
KEPALA BADAN EKOR
http://en.wikipedia.org/wiki/New_Guineahttp://en.wikipedia.org/wiki/New_Guineahttp://en.wikipedia.org/wiki/New_Guineahttp://en.wikipedia.org/wiki/New_Guinea -
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
13/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
13
Gambar 3. Pembagian geologi Papua menjadi 3 provinsi tektonik : SW atausouthwest cratonic zone, C atau
central collisional zoneatau zona tubrukan tengah NE atau northeastern islands dan jajaran yang terbentuk
akibat aktivitas volkanik Kenozoikum (Dow dkk., 1986)
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
14/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
14
Gambar 4. Stratigrafi di daerah Kepala Burung, Leher Burung, dan Badan Burung Papua. (Sapiie, 2000, dalam Darman dan Sidi, 2000)
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
15/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
15
Gambar 5. Struktur Regional Papua (dimodifikasi dari Sapiie, 2000). Tanda panah
menunjukkan gerakan relatif antara Lempeng Pasifik dan Australia.
Keterangan :
MTFB =Mamberamo Thrust and Fold Belt
WO = Weyland Overthrust
WT = Waipona Trough
TAFZ = Tarera-Aiduna Fault Zone
RFZ =Ransiki Fault ZoneLFB = Lengguru Fault Belt
SFZ = Sorong Fault Zone
YFZ = Yapen Fault Zone
MO = Misool-Onin High
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
16/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
16
Gambar 6. Evolusi Tektonik Papua selama Mesozoik-Kini (dimodifikasi
dari Sapiie dkk., 2009; dalam Sapiie dkk., 2012).
-
7/22/2019 Paper Papua GI FIX
17/17
Tugas Kuliah Geologi Indonesia (GL3203)
17
Gambar 7. Perbandingan Tonase emas di seluruh dunia (Slide Kuliah Endaman Mineral, 2012)
Tabel 1. Perusahaan tambang di Provinsi Papua (Wulandari dan Sulistio, 2013