papua geomorfologi

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130° 19’BT – 150° 48’ BT dan 10° 19’ LS – 10° 43’ LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Irian Jaya merupakan ekspresi permukaan dari batas utara deformasi blok Kontinen Australia dan Lempeng Pasifik. Untuk memahami kondisi geomorfologi di daerah Papua perlu dikemukakan secara global prinsip-prinsip Teori Penggelombangan (undasi) yang secara garis besar menjelaskan tentang proses terbentuknya berbagai deretan pegunungan di dunia diawali oleh peristiwa fisika kimiawi di lapisan substratum yang menyebabkan adanya penggelombangan permukaan bumi. Setelah terjadi proses tersebut, kemudian disusul dengan proses penurunan permukaan bumi yang menyebabkan adanya retakan, yang mana memalui retakan tersebut magma menyususp ke lapisan diatasnya membantuk akar pegunungan (asthenolith). Kenampakan Pulau Papua digambarkan sebagai seekor burung yang terbang ke arah barat dengan mulut terbuka. Pulau papua merupakan daerah yang sangat kompleks secara geologi yang melibatkan interaksi antara 2 lempeng, yaitu lempeng Australia dan lempeng Pasifik. Struktur tertua di Papua berasal dari pergerakan lempeng pada Zaman Paleozoikum dan hanya terdapat sedikit data yang terekam yang dapat 1

Upload: rizal-anggara

Post on 20-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Geomorfologi papua

TRANSCRIPT

Page 1: Papua Geomorfologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130° 19’BT – 150° 48’ BT dan

10° 19’ LS – 10° 43’ LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Irian Jaya

merupakan ekspresi permukaan dari batas utara deformasi blok Kontinen Australia dan

Lempeng Pasifik.

Untuk memahami kondisi geomorfologi di daerah Papua perlu dikemukakan secara

global prinsip-prinsip Teori Penggelombangan (undasi) yang secara garis besar

menjelaskan tentang proses terbentuknya berbagai deretan pegunungan di dunia diawali

oleh peristiwa fisika kimiawi di lapisan substratum yang menyebabkan adanya

penggelombangan permukaan bumi. Setelah terjadi proses tersebut, kemudian disusul

dengan proses penurunan permukaan bumi yang menyebabkan adanya retakan, yang

mana memalui retakan tersebut magma menyususp ke lapisan diatasnya membantuk akar

pegunungan (asthenolith).

Kenampakan Pulau Papua digambarkan sebagai seekor burung yang terbang ke arah

barat dengan mulut terbuka. Pulau papua merupakan daerah yang sangat kompleks

secara geologi yang melibatkan interaksi antara 2 lempeng, yaitu lempeng Australia dan

lempeng Pasifik. Struktur tertua di Papua berasal dari pergerakan lempeng pada Zaman

Paleozoikum dan hanya terdapat sedikit data yang terekam yang dapat menjelaskna fase

tektonik pulau tersebut. Geologi Papua dipengaruhi oleh dua elemen tektonik yang saling

bertumbukan dan serentak aktif pada zaman Kenozoikum. Adanya aktivitas tektonik

pada zaman Miosen Akhir menyebabkan pola struktur pada pulau ini menjadi sangat

rumit dan khas. Fase tektonik pada zaman tersebut menyebabkan terjadinya orogenesa

melanesia dan telah membentuk fisiografi Papua yang ada saat ini.

Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Papua menjadi 3 bagian utama

yaitu: Bagian Kepala Burung, bagian Tubuh Burung dan bagian Ekor Burung.

1

Page 2: Papua Geomorfologi

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kondisi geologi Papua?

2. Bagaimanakah fisiografis Papua pada setiap bagian?

3. Bagaimanakah geomorfologi Kepulauan Aru dan Crhistmast ?

4. Bagaimana potensi fisik Papua ?

C. Tujuan

1. Mengetahui kondisi geologi Papua.

2. Mengetahui fisiografis Papua pada setiap bagian.

3. Mengetahui geomorfologi Kepulauan Aru dan Crhistmast.

4. Mengetahui potensi fisik Papua.

2

Page 3: Papua Geomorfologi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Geologi Papua

Kondisi Umum

Secara umum terbentuknya Pulau Papua (dulunya Irian Jaya) dipengaruhi oleh dua

lempeng yang dominan yaitu lempeng benua Australia di bagian selatan dan lempeng Pasifik

di bagian utara. Pulau Papua pada awalnya diperkirakan merupakan semenanjung utara

dari Australia namun karena adanya pergerakan lempeng benua Australia yang bergeser

ke arah utara mendekati Asia kira – kira 45 juta tahun yang lalu memungkinkan masuknya air

laut ke celah daratan sehingga Papua dan Australia menjadi terpisah. Geologi Papua sangat

kompleks melibatkan interaksi antara lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Hampir

seluruh evolusi tektonik Kenozoikum merupakan hasil interaksi konvergen antara lempeng

Indo-Australia dan lempeng Pasifik (Hamilton, 1979; Dow et al., 1988).

Pulau Papua dapat dibagi ke dalam 3 daerah tektonik yaitu:

Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)

New Guinea Mobile Belt (NGMB)

Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ofiolit Papua )

Kerak kontinen lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah

utara merupakan dasar bagian selatan pegunungan tengah Papua, batuan dasarnya tersusun

oleh batuan sedimen paparan berumur paleozoik sampai kuarter tengah (Visser dan Hermes,

1962, Dow dan Sukamto, 1984).

Daerah tektonik dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa yang didasari oleh

batuan sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km dan berumur eosen sampai

miosen tengah, ditutupi oleh batu gamping berumur pliosen plistisen (Dow dan Sukamto,

1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.

Masuk lebih ke dalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat

dan mengalami penyesesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Gunea Mobil Belt

(Dow, 1977). Kerak kontinen lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang

berada pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km

berupa perlipatan dan persesaran. Bagian ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.

3

Page 4: Papua Geomorfologi

Kompresi, deformasi, dan pengangkatan dari pegunungan tengah disebut oleh Dow

dan Sukamto (1984) sebagai orogenesa melanesia. Proses orogenesa dimulai pada awal

miosen hingga miosen akhir dan mencapai puncaknya selama pliosen akhir hingga awal

pleistosen. Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke barat laut (Minster dan Jordan,

1978), selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55o dari selatan ke

arah barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen

paparan terangkat secara bersamaan sepajang kompleks sistem struktur yang mengarah ke

barat laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah tersebut

mengalami penyesaran dan terkoyak, perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin

sering mengalami pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran

mendatar ke arah kiri (Dow dan Sukamto, 1984).

Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari New Guinea Mobile Belt tersusun oleh

batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi

selama periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu oligosen (Jaques dan

Robinson, 1997; Dow, 1977). Bagian dari mobile belt ini tersusun oleh batuan ultramafik

mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusif dari sabuk ofiolit Papua di bagian

utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api bawah laut yang berumur tersier. Endapan

dari gunungapi bawah laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi selama

pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan pantai utara (Visser dan

Hermes, 1962). Sabuk ofiolit ini di bagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari komplek

patahan terbalikkan sehingga mendekatkan sabuk ofiolit untuk berhadapan dengan sedimen

dari jalur pegunungan tengah. Pergerakan dari kerak samudera pasifik sekarang mempunyai

batas di sebelah utara pantai pulau ini. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini

diterobos oleh suatu grup magma intermediate berumur pliosen berupa kalk alkali stock dan

batolit yang menempati sepanjang jalur struktur regional utama.

Secara regional, Papua terdiri dari dua lempeng, yaitu lempeng benua Australia di

bagian selatan dan lempeng samudera Pasifik di bagian utara. Sedangkan di antara kedua

lempeng adalah lajur sesar Anjak dan lipatan pegunungan tengah atau New Guinea Mobile

Belt (Dow, 1977). Lempeng Benua Australia tersusun oleh batuan sedimen klastik, yang

berumur Mesozoikum yang disebut sebagai kelompok kembelangan. Batu gamping yang

berumur eosin-miosen tengah, yang disebut sebagai kelompok batu gamping New Guinea dan

batuan sedimen klastik plio-plistosen.

4

Page 5: Papua Geomorfologi

Gambar 1. Peta Geologi Papua yang di Sederhanakan

Keterangan:

Warna Biru = Batu gamping atau dolomite

Warna Merah = Batuan beku atau malihan

Warna Abu-abu = Sedimen lepas (kerikil, pasir, lanau)

Warna Kuning = Sedimen Padu (tak terbedakan)

Gambar 2. Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik

5

Page 6: Papua Geomorfologi

Geologi Papua merupakan periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang

pada tepi utara kraton Australia yang pasif yang berawal pada zaman karbon sampai tersier

akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai

laut dalam dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah

karbonan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh kelompok batu gamping New

Guinea yang berumur miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter. Pada

masa oligosen terjadi aktivitas tektonik yang besar pertama di Papua, yang merupakan akibat

dari tumbukan lempeng Australia dengan busur kepulauan pada lempeng Pasifik. Sedangkan

peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah orogenesa melanesia yang

berawal dipertengahan miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan kraton Australia

dengan lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkandeformasi dan pengangkatan kuat batuan

sedimen karbon-miosen (CT), dan membentuk jalur aktif papua. Kelompok batu gamping

New Guinea kini terletak  pada pegunungan tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang

komplek dengan  kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke selatan, lipatan kuat

atau rebah dengan kemiringan sayap ke arah selatan orogenesa melanesia ini diperkirakan

mencapai puncaknya pada pliosen tengah.

Gambar 3. Proses terbentuknya pulau papua

Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan

berumur oligosen dan terdapat dalam lingkungan metamorfik derewo. Fase kedua

magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam kelompok kembelangan

6

Page 7: Papua Geomorfologi

pada sisi selatan patahan orogenesa melanesia derewo yang berumur miosen akhir sampai

miosen awal. magmatisme termuda dan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik

yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai pliosen tengah sampai kini. Batuan-

batuan intrusi tersebut menerobos hingga mencapai kelompok batu gamping New Guinea, di

mana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti di Tembagapura dan Ok Tedi di Papua

Nugini. Tumbukan kraton Australia dengan lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga

sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.

Batuan terobosan di Tembagapura berumur 3 juta tahun (McMahon, 1990, data tidak

dipublikasikan), sedangkan batuan terbosan Ok Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6

sampai 1,1 juta tahun.

Gambar 4. Perkembangan Lempeng di Asia Tenggara Sejak 50 JTL

7

Page 8: Papua Geomorfologi

Gambar 5. Perkembangan lempeng sejak 27 juta tahun lalu

Setting Tektonik

Konfigurasi tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara lempeng

Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara lempeng Australia yang

bergerak ke utara dengan lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini

mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yeng berkaitan erat dengan perkembangan sari

proses magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi

emas phorpir dan emas epithermal (Smith, 1990). Tektonik secara umum daerah Papua

Nugini dapat digambarkan sebagai berikut, arah panah menunjukkan gerakan pada lempeng,

dan lempeng-lempeng kecil tersebut menyusup ke lempeng Australia. Gunungapi pada

Britain Baru merupakan salah satu tanda adanya subduksi ke utara yaitu lempeng samudera

Solomon yang bergerak di bawah lempeng Bismark Selatan. Kejadian itu dapat terjadi karena

gesekan yang ditimbulkan antara Lempeng Bismark Selatan dengan lempeng samudera

Solomon sehingga terjadi adanya zona melting pada daerah subduksi antara dua lempeng

tersebut, karena zona melting itu menembus ke permukaan maka terbentuklah beberapa

gunungapi di pulau Britain Baru. Sedangkan gunungapi di pulau Solomon diasosiasikan

dengan lempeng samudera Solomon yang menyusup di bawah lempeng Pasifik di mana

lempeng pasifik lebih tebal dari pada lempeng samudera Solomon.

Dua pusat penyebarannya yaitu, pertama ke arah bagian tenggara dari lempeng

samudera Solomon dan yang lainnya ke arah tepian utara dari lempeng Bismark Selatan

sehingga mempengaruhi gunungapi di pulau Solomon dan pulau Admiralty. Secara umum

8

Page 9: Papua Geomorfologi

penyebaran gunungapi di Papua Nugini dipengaruhi oleh pergerakan-pergerakan lempeng

tipis yang menyusup kearah lempeng-lempeng yang lebih tebal sehingga terbentuk zona

melting pada daerah-daerah tertentu, dan dengan adanya gunung api tersebut maka muncullah

pulau-pulau kecil di Papua Nugini ini akibat pengangkatan lempeng bersamaan dengan

bergerak keatas material panas (magma) dari daerah zona melting

Gambar 6. Kecenderungan Pergerakan Lempeng

Gambar 7. Pergerakan Lempeng Australia dan Lempeng Samudera Pasifik

B. Keadaan Geomorfologi PapuaSecara astronomis, Pulau Papua terletak pada 0°19' LU – 10°43' LS dan 130°45' –

150°48' BT, mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. Secara administratif pulau ini

terdiri dari Papua sebagai wilayah RI dan Papua Nugini yang terletak di bagian timur.

9

Page 10: Papua Geomorfologi

Gambar 8. Pulau Papua

Kawasan Papua terbentuk dari interaksi Lempeng Australia dan Pasifik yang

menghasilkan bentukan yang khas. Menurut Pigram dan Davies (1987), Konvergensi dan

deformasi bagian tepi utara Lempeng Australia yang berada di bagian timur Papua New

Guinea dimulai sejak Eosen hingga sekarang. Fisiografi di Papua di bagi menjadi itu bagian

yaitu:

Kepala Burung dan Leher

Sejajar dengan pantai utara, pada bagian kepala terdapat rangkaian

pegunungan yang membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Sehingga

wilayah terbagi menjadi bagian utara dan selatan oleh depresi memanjang. Rangkaian

utama tersusun dari batuan volkanis neogen dan kuarter yang diduga masih aktif atau

volkan Umsini pada tingkat solfatar. Rangkaian selatan terdiri dari sedimen tersier

bawah dan per-tersier yang terlipat kuat. Arahnya timur-barat, kemudian melengkung

ke selatan sampai pegunungan lima. Bagian utara kepala dipisahkan terhadap bagian

selatan (Bombarai) oleh teluk Macculer yang luas tetapi dangkal, karena sedimentasi

yang besar dan ditandai dangkalan yang berisi pulau-pulau, parit-parit, dan bukit-

bukit yang terpisah-pisah.

10

Page 11: Papua Geomorfologi

Gambar 9. Bagian Kepala

Batang atau Daratan Utama

Bagian barat pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-

tenggara yang sejajar satu sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari tanah

rendah dan bukit-bukit, yaitu depresi Memberamo-Bewani yang sebagian jalin-

menjalin dengan jalur pantai utara daratan utama. Depresi tersebut membujur dari

pantai timur teluk Geelvink di sepanjang danau Rambebai dan Sentani sampai ke

pantai Finch dengan Aitape. Di sebelah selatan depresi ini terdapat rangkaian

pegunungan kompleks yang disebut rangkaian pembagi utara.

Rangkaian pembagi utara ini merupakan deretan pegunungan dan pegunungan

yang terletak di antara teluk Geelvink di bagian barat dan muara sungai Sepik di

bagian timur. Di bagian barat terdapat Puncak Dom (1.340 m) ke arah timur

pegunungan Van Res yang secara melintang terpotong oleh Sungai Memebramo

yang diikuti oleh Pegunungan Gauttier (>1.000 m), Pegunungan Poya, Karamor, dan

Bongo. Di sebelah selatan Pegunungan Cyclops terdapat sebuah sumbu depresi.

Bagian barat didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan tinggi

dengan lereng di utara dan selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat

laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran

danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah

sampai sedang.

11

Page 12: Papua Geomorfologi

Gambar 10. Daratan Utama

Bagian Ekor

Mulai 143,5o BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-

tenggara. Bagian timur menunjukan beberapa bentang alam yang berbeda dengan

dataran utama. Di antara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah terbentang sebuah

depresi yang ditandai oleh lembah-lembah Ramu dan Markham. Ke arah timur zona

ini melintas sampai Teluk Huon dan rangkaian tengah, dimana rangkaian Victoe

Emanuel merupakan bagian yang relatif sempit dari sistem Pegunungan Lengan

Papua.

Perbedaan antara rangkaian tengah di bagian barat daratan utama pada suatu

pihak dan bagian timur serta ekor di pihak lain adalah dibentuk oleh perluasan

volkanisme tertier dan kuarter di bagian timur tersebut. Pada bagian utara geantiklinal

terdapat unsur volkan lain, seperti Gunung Lamington, Trafalgal, Victory Goropu,

dan Gunung Dayman. Jalur vulkanis membujur sejajar sampai ke ujung tenggara ekor

Papua. Jalur tersebut merupakan zone dalam yang volkanis dari sistem orogen,

sedangkan zone luar yang tidak vulkanis merupakan pulau-pulau Trobriand dan

Eoodlark yang terletak sampai di sebelah utaranya.

12

Page 13: Papua Geomorfologi

Gambar 11. Bagian Ekor

C. Jalur Sesar dan Lipatan

a) Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG) JSNNG merupakan Jalur Lasak Irian (jalasir) yang sangat luas, terutama di

daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona yang ada di

daerah sebelah timur New Guinea yang menerus kearah barat dan dikenal sebagai

Jalur Sesar Naik Pegunungan Tengah (JSNPT). Zona JSNNG – JSNPT merupakan

zona interaksi antara Lempeng Australia dan Pasifik. Lebih dari setengah bagian

selatan New Guinea ini dialasi oleh batuan yang tak terdeformasikan dari kerak

benua. Zone JSNPT di utara dibatasi oleh sesar Yapen dan sesar Sungkup

Mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar Benawi Torricelli dan di selatan oleh sesar

Naik Foreland. Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini diduga aktif sebelum

orogen Melanesia.

b) Jalur Sesar Naik Pegunungan Tengah (JSNPT)

JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan

panjang 100 km, menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya

dicirikan oleh kerak benua yang terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah

menyeret batuan alas yang berumur perm, batuan penutup berumur mesozoikum dan

batuan sedimen laut dangkal yang berumur tersier awal ke arah selatan. Di beberapa

tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan litologi yang paling dominan di

JSNPT ialah batugamping New Guinea dengan ketebalan mencapai 2.000 m. Sesar

sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat intensif dan kuat

dengan komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga menghasilkan

beberapa jenis antiklin dengan kemiringan curam bahkan sampai mengalami

13

Page 14: Papua Geomorfologi

pembalikan (overtuning). Proses ini juga menghasilkan sesar balik yang bersudut

lebar (reserve fault). Penebalan batuan kerak yang diduga terbentuk pada awal pliosen

ini memodifikasi bentuk daerah JSNPT. Periode ini juga menandai kerak yang

bergerak ke arah utara, membentuk sesar Sungkup Mamberamo (The Mamberamo

Thrust Belt) dan mengawali alih tempat gautier (The Gautier Offset).

c) Jalur Sesar Naik Mamberamo

Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak

dan sesar geser (shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi mamberamo

dan batuan kerak Pasifik yang ada di bawahnya. William, (1984) mengenali daerah

luas dengan pola struktur tak teratur. Di sepanjang jalur sesar sungkup dijumpai

intrusi poton-poton batuan serpih (shale diapirs) dengan radius seluas 50 km, hal ini

menandakan zona lemah (sesar

d) Zona Sesar Sorong

Batas lempeng pasifik yang terdapat di Papua barat berupa sesar ke kiri yang

dikenal dengan sistem sesar Sorong-Yapen. Zona sesar ini lebarnya 15 km dengan

pergeseran diperkirakan mencapai 500 km (Dow, 1985). Sesar ini dicirikan oleh

potongan-potongan sesar yang tidak teratur, dan dijumpai adanya bongkahan

beberapa jenis litologi yang setempat dikenali sebagai batuan bancuh. Zona sesar ini

di sebelah selatan dibatasi oleh kerak kontinen tinggian Kemum dan sedimen

cekungan Selawati yang juga menindih kerak di bagian barat. Di utara sesar geser ini

ditutupi oleh laut, tetapi di pantai utara menunjukkan harga anomali positif tinggi. Hal

ini menandakan bahwa dasar laut ini dibentuk oleh batuan kerak samudera. Lima

kilometer kearah barat daya batuan kerak Pasifik tersingkap di Pulau Batanta, terdiri

dari lava bawah laut dan batuan gunung api busur kepulauan.

Peredaran beberapa ratus kilometer dari Zona Sesar Sorong-Yapen pertama

kali dikenal oleh Visser Hermes (1962). Adalah sesar ke kiri dan berlangsung sejak

miosen tengah. Kejadian ini didukung oleh bergesernya anggota batu serpih formasi

Tamrau berumur Jura-Kapur yang telah terseret sejauh 260 km dari tempat semula

yang ada di sebelah timurnya dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat

(allochtonous) yang berumur miosen tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut

Pulau Salawati (Visser & Hermes, 1962).

e) Zona Sesar Wandamen

14

Page 15: Papua Geomorfologi

Sesar Wandamen (Dow, 1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar

Ransiki ke utara dan membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung

memanjang ke barat daya Pantai Sasera, dan dari zona kompleks sesar yang sajajar

dengan leher burung. Geologi daerah zona sesar Wandamen terdiri dari batuan alas

berumur paleozoikum awal, batuan penutup paparan dan batuan sedimen yang berasal

dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh zona dislokasi dengan lebar sampai

ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat curam dan zona perlipatan isoklinal.

Perubahan zona arah sesar Wandamen dari tenggara ke timur di tandai

bergabungnya sesar-sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih

tempat (allochtonous) yang tidak luas tersusun oleh batuan sedimen Mezozoic. Di

atas satuan ini diendapkan kelompok batugamping New Guenia. Jalur Sesar

Wandamen dan sesar sungkup lainnya di zona ini merupakan bagian dari barat laut

JSNPT.

f) Jalur Lipatan Lengguru

Jalur lipatan lengguru adalah merupakan daerah bertopografi relatif rendah

dan jarang yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini dicirikan

oleh pegunungan dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50 km, batuanya

tersusun oleh batu gamping New Guenia yang resistan. Jalur lipatan ini menempati

daerah segitiga leher burung dengan panjang 3000 km dan lebar 100 km di bagian

paling selatan dan lebar 30 km di bagian utara. Termasuk di daerah ini adalah batuan

paparan sedimen klastik mesozoikum yang secara selaras ditindih oleh batugamping

New Guinea (Kapur Awal Miosen). Batuan penutup ini telah mengalami penutupan

dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal dengan thin skin deformation, berarah

barat laut dan hampir searah dengan posisi leher burung. Intensitas perlipatan tersebut

cenderung melemah ke arah utara zona perlipatan dan meningkat kearah timur laut

yang berbatasan dengan Zona Sesar Wandemen (Dow, 1984)

JLL adalah kerak benua yang telah tersungkup-sungkupkan ke arah barat daya

di atas kerak benua Kepala Burung (subduksi menyusut atau oblique subduction).

Jalur ini telah mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-80 km). Porsi bagian

tengah dari JLL ini terlipat kuat sehingga menimbulkan pengerutan. Dow (1985)

menyarankan pengkerutan kerak (crustal shortening) ini sebesar 40-60 km.

diperkirakan proses pemendekan tersebut masih berlangsung hingga sekarang. Jalur

JLL di sebelah timur dibatasi oleh sesar Wandamen di selatan oleh sesar Tarera

15

Page 16: Papua Geomorfologi

Aiduna dan dibagian barat oleh sesar Aguni. Hal ini dapat menutup kemungkinan

bahwa jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon jenis struktur yang melibatkan

batuan alas akibat gaya berat memampat.

D. Morfologi Kepulauan Aru dan Pulau Natal (Crhismast)

Kepulauan Aru terdiri dari empat pulau besar dan 85 pulai kecil disekelilingnya.

Kepulauan ini terletak di laut Arafura (dangkalan Sahul), tetapi merupakan pengecualikan,

karena pemebtukan kepulauan ini dipengaruhi oleh proses-proses orogenetik termuda di

Indonesia. Luas keseluruhan kepulauan ini kurang lebih 8000 km2 sedangkan panjangnya dari

arah timur laut hingga barat daya sekitar 183 km dan lebarnya 92 km. Pulau-pulau tersebut

muncul secara perlahan dari kedalaman 20 m. Sekitar 30 km arah barat kepulauan ini, dasar

lautnya turun dengan curam sampai kedalaman 1000 m dan turun lagi sampai basin Aru yang

mempunyai kedalaman 3650 m.

Pulau-pulau ini mempunyai permukaan yang datar dengan ketinggian beberapa puluh

meter dari permukaan laut. Bentang alam yang paling unik dari empat pulau besar adalah

terdapatnya kanal-kanal yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Pada bagian pantai timur pulau-pulau besar dijumpai rumbai-rumbai karang besar

denganlebar sekitar 40 km, sedangkan di pantai barat hanya dijumpai pada tempat-tempat

tertentu.

Pulau Natal (Crhismast) terletak kurang lebih 300 km arah selatan Pulau Jawa. Pulau

ini mempunyai ketinggian sekitar 364 mdpl, dengan diameter 14.5 – 19 km dan luas 161 km 2

Pulau mempunyai cliff abrasi pada semua pantainya dan merupakan puncak dari kepulauan

vulkanis bawah laut, yang muncul dari kedalaman 4500-5000 m. Karena letak dan

kedalamannya yang berupa pengunungan bawah laut (timur ke barat), maka pulau ini

membatasi palung Jawa sampai ke selatan dan merupakan bagian dari struktur Kepulauan

Indonesia. Pulau-pulau kecil dan pulau Cocos yang termasuk deretan punggung palung

samudra yang membatasi basin Australia barat sampai ke arah barat laut. Oleh Bemmelen

dimasukkan pada bagian sirkum Australia, karena munculnya dasar laut ini merupakan

sebagian dari punggungan sirkum Australia.

E. Potensi Fisik Pulau Papua

Sesuai keadaan fisiografinya, Pulau Papua memiliki potensi fisik yang mempunyai

nilai ekonomi tinggi, terutama pada sektor pertambangan mineral dan energi. Potensinya

yang cukup besar merupakan peluang bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor

16

Page 17: Papua Geomorfologi

ini. Sebagaian besar potensi bahan galian ini belum dimanfaatkan secara optimal. Adapun

bahan galian yang cukup menonjol di Pulau Papua meliputi batu bara, timah, minyak bumi

dan gas alam, seng, tembaga, emas, serta bahan galian golongan C.

1. Potensi Umum

a) Bahan Galian Strategis

1) Minyak dan Gas Alam

Kawasan Teluk Bintuni memiliki kekayaan alam yang besar khususnya

minyak bumi dan gas alam. Potensi minyak bumi di Kawasan Teluk Bintuni tersebar

di Kecamatan Bintuni, Merdey, Aranday, dan Babo. Perusahaan PMA maupun

PMDN antara lain British Gas, Conoco, Arco, Patrindo dll. Selain kaya akan minyak

bumi, kawasan ini juga kaya akan gas bumi. Potensi gas bumi sebesar 13 triliun kaki

kubik dengan volume cadangan sebesar 20 triliun kaki kubik.

2) Batu Bara

Terdapat di Kecamatan Bintuni sekitar daerah Horna dengan volume cadangan

4,5 juta metric ton, dan di daerah Tembuni dengan volume cadangan 14,29 juta metric

ton. Dari hasil analisis, kandungan batubara terdiri dari Belerang: 44,4 – 51,8%, zat

terbang: 40,3 – 49,3%. Nilai kalori yang dihasilkan 5870 – 7935 kalori/kg. Sampai

saat ini potensi batubara belum dimanfaatkan secara komersial.

3) Timah

Terdapat di kecamatan Amberbaken di sepanjang S. Wapai, S. Waituru dan S.

Warsayomi dan di Kecamatan Anggi di kampung Sutera, kampong Bomas, dan

Danau Anggi Gigi. Besarnya deposit mineral ini belum diketahui. Kandungan

timahnya berkisar antara 345 – 685 ppm.

4) Emas

Potensi emas terdapat di Tembagapura, Mimika. Sebagian besar lahan

potensial ini dikelola oleh perusahaan asing PT. Freeport Indonesia. Pengelolaan telah

dimulai sejak tahun 1967.

b) Bahan Galian Vital

1) Seng dan Tembaga

Terdapat di Kecamatan Amberbaken di sepanjang Sungai Wapai, Sungai

Waituri dan Sungai Warsyomi dan di Kecamatan Anggi di Desa Sutera, Desa Bomas,

17

Page 18: Papua Geomorfologi

dan Danau Anggi Gigi. Deposit bahan galian ini belum dimanfaatkan. Tembaga yang

telah diolah ada di Tembagapura (PT. Freeport Indonesia).

c) Bahan Galian Golongan C

1) Batu Gamping

Cadangan batu gamping di Kabupaten Manokwari sangat melimpah, dengan

penyebarannya hampir merata di tiap kecamatan. Di Kecamatan Manokwari volume

cadangan sebesar 13,92 milyar ton, di Kecamatan Ransiki volume cadangan sebesar

18,05 juta ton, di Kecamatan Warmare volume cadangan sebesar 2,5 milyar ton, dan

di Kecamatan Oransbari volume cadangan sebesar 2,83 milyar ton. Sedangkan di

Kecamatan Bintuni, Anggi, Merdey, Wasior, Babo dan Windesi belum dilakukan

penelitian volume cadangannya. Batu gamping dapat digunakan untuk pembuatan

kapur tohor, bahan bangunan, bahan baku semen, industri logam, dan lain-lain.

Sampai saat ini potensi yang melimpah ini baru dimanfaatkan secara terbatas oleh

masyarakat untuk keperluan bahan bangunan.

2) Lempung

Terdapat di Kecamatan Manokwari dengan volume cadangan yang belum

diketahui. Unsur kandungan lempung berdasarkan hasil penelitian terdiri dari SiO

rata-rata 55%, Al2O3 rata-rata 12,3%, MgO rata-rata 1,27% dan Fe2O3 rata-rata 10,4

%. Batu lempung dapat digunakan untuk bahan bangunan, bahan konstruksi jalan, dan

bahan baku semen.

3) Pasir Batu

Terdapat di Kecamatan Manokwari dengan volume cadangan 1,855 juta m3

dan di Kecamatan Warmare sebanyak 12,13 juta m3. Pasir batu dapat digunakan

untuk bahan bangunan dan bahan konstruksi.

4) Granit

Terdapat di Kecamatan Ransiki dengan volume cadangan sebesar 96, 83

milyar ton dan di Kecamatan Kebar volume cadangannya sebesar 136,35 milyar ton.

Sedangkan di Kecamatan Amberbaken belum diketahui cadangannya tetapi

diperkirakan diatas 1 milyar ton. Batu granit dapat dipergunakan untuk bahan ubin,

dinding, dan batu hias.

2. Potensi Daerah Ertsberg dan Sekitarnya

Daerah meneralisasi Ertsberg (Gunung Bijih) menempati lereng selatan Pegunungan

Jayawijaya (Carstensz) yakni daerah yang terangkat paling tinggi dari rangkaian Pegunungan

18

Page 19: Papua Geomorfologi

Tengah Irian Jaya. Puncak tertingginya Cartenz Pyramid mencapai ketinggian 5.200 meter.

Batuan sedimen tertua di daerah ini ialah anggota teratas kelompok Kembelangan, dengan

kisaran umur dari Jura sampai Kapur. Batuannya terutama terdiri dari selang-seling kuarsit

dan batu pasir, dan setempat terubah menjadi hornfels karena metamorfosa oleh intrusi.

Anggota kelompok Kembelangan tersebut tertutup secara selaras oleh Formasi

Faumai berumur Eosen, yaitu Formasi Basal dari kelompok-batugamping Irian Jaya. Formasi

ini terutama terdiri dari berbagai jenis batugamping bioklastik yang mengandung antara lain

fosil milidae, algea dengan ciri khas adanya foraminifera besar. Sebagaimana ditunjukkan di

lapangan, batuan formasi ini peka untuk metasomatisma terhadap intrusi dioritik yang

kemudian dapat termineralisasi. Formasi basal di atas tertutup secara selaras oleh formasi

Ainod berumur Oligocene dari kelompok batugamping yang sama. Batuannya berupa sikuens

tebal dari batu gamping masif, dan di daerah Ertsberg kontaknya dengan formasi faumai

ditanmdai oleh batupasir dengan ketenbalan sampai satu meter.

Lapisan-lapisan sedimen di daerah Ertsberg berjurus barat-laut-tenggara dengan

kemiringan sedang kearah timur laut. Ke arah yang sama, kemiringannya semakin curam dan

terdapat suatu zona dengan sepasang sinklin berjarak rapat dan menghujam akibat kompresi

yang kuat. Sumbu-sumbu sinklinnya hampir sejajar dengan jurus kemiringan lapisan di atas

yang juga menggambarkan arah regional. Di sebelah timur lautnya, tersingkap dengan jelas

suatu sesar naik yang disisi selatannya menyebabkan patahan normal dan patahan-patahan

undak (step fault). Susunan patahan-patahan tersebut mendasari bagian bubungan dari

Pegunungan Tengah Irian Jaya tersebut sebelumnya, sedangkan di permukaan membentuk

lembah lebar berbentuk huruf U. Dimulai dari sesar naik itu, di bagian timur laut daerah

Ertsberg perlipatannya langsung menjadi landai. Beberapa patahan strike-slip tegak

memotong perlipatan-perlipatan tersebut dengan arah timur daya-barat laut.

Intrusi-intrusi berukuran relatif kecil terdapat sebagai stock, retas dan sill yang

melampar sepanjang patahan-patahan utama tersebut atau pada perpotongannya. Batuan

intrusif tersebut berkomposisi diorit sampai monzonit, berbutir sedang yang serba sama

sampai porfiritik dengan hornblende, biotit dan piroksin sebagai mineral mafik. Bijih

tembaga dengan kadar yang tinggi terdapat dalam skarn-xenolitik, skarn-kontak, dan

stockwork. Mineral bijih tembaga yang utama ialah kalkopirit dan bornit, sedang emas

terdapat sebagai inklusi di dalamnya. Di daerah Ertsberg, bentang alam dan endapan glasial

merupakan ciri yang khas.

a) Endapan Bijih Ertsberg

19

Page 20: Papua Geomorfologi

Tubuh bijih Ertsberg terdiri dari skarn magnetit dengan bentuk seperti gigi

yang kearah luar dikelilingi berturut-turut oleh selikat-gamping dan kemudian diorit.

Seluruh skarn magnetite ter-breksi, dengan inklusi berbentuk menyudut dan

berukuran halus sampai beberapa meter yang terdiri dari karn silikat-gamping, batuan

beku, dan kalkopirit masif. Selain itu terdapat banyak rongga dan gua yang dilapisi

oleh kalsit, selikat amorf, dan kalkopirit.

Mineral bijih utamanya ialah kalkopirit dan bornit yang berasosiasi dengan

galena, bismutit, kovelit,digenit, sfalerit, tembaga alami, perak alami, linnacit, dan

tetrahedrit. Umumnya sulfida-sulfida di atas terdapat sebagai hamburan (replacement)

foraminifera besar dan bidang perlapisan, blok sampai berdiameter 3 meter, dan

pengisian rongga. Emas berbutir halus terdapat sepanjang batas bornit dengan kwarsa

atau kalsit.

Ciri-ciri khas dalam skala kecil dan besar menunjukkan bahwa skarn magnetit

Ertsberg adalah pengganti dari skarn silikat-gamping yang terbentuk sebelumnya, dan

batuan intrusif. Keseluruhan bentuk dan ukuran skarn silikat-gamping dan skarn

magnetit mencerminkan suatu potongan besar dari metasoma batugamping

foraminifera besar dolomitan yang tertelan (stoped) oleh intrusi dioritik. Cadangan

geologi endapan bijih Ertsberg lebih dari 35 juta ton, dengan kadar Cu lebih besar dari

2,0%. Produksi dengan metoda tambang terbuka dimulai tahun 1972, dan dewasa ini

tambang sudah ditutup, dengan meninggalkan sedikit sisa cadangan bagian bawah,

yang kemudian hari akan ditambang dengan metoda bawah-tanah. Mineralisasi

tembaga dalam wilayah kontrak karya FIC selain di Ertsberg atau Gunung Bijih (GB),

terdapat pula di daerah sekitarnya, yaitu di Ertsberg East atau Gunung Bijih Timur

(GBT), Dom dan Grassberg.

b) Endapan Bijih Ertsberg Timur

Sekitar 1,5 km sebelah timur endapan skarn senolitik Ertsberg, terdapat

deposit skarn sentuh Ertsberg Timur. Endapan ini terbentuk di antara batugamping

kelompok Irian Jaya terutama dari formasi Faumai dan intrusi dioritik Ertsberg Timur.

Menurut keperluan penambangan, kompleks Ertsberg Timur dibagi dari permukaan

ke bawah menjadi zona-zona bijih atas (Gunung Bijih Timur, GBT), tengah

(intermediate ore zone, IOZ), dan dalam (deep ore zone, DOZ).

Mineral tembaga yang utama ialah bornit dan sedikit kalkopirit, dengan

mineral ikutannya idait, kalkosit, kovelit, galena, pirit, sfalerit, pirargit, dan markasit.

Emas terdapat sebagai inklusi dalam sulfida tembaga, kalsit dan serpentin. Di GBT,

20

Page 21: Papua Geomorfologi

sulfida tembaga terdapat sebagai sebaran dalam antarruang mineral silika-gamping,

isian dalam retakan dan rongga, dan urat. Bentuk mineralisasi tembaga itu lebih

intensif lagi sepanjang breksi patahan sentuh dengan batu gamping yang

termarmerkan.

Di DOZ dan sebagian IOZ, zona bijih utamanya ialah sepanjang breksi

patahan sentuh tersebut yang telah digantikan oleh skarn magnetit. Mineral

tembaganya terdapat sebagai sebaran dalam antarruang mineral magnetit, dan urat

yang seringkali hampir murni/masif. Keseluruhan cadangan Ertsberg Timur

berjumlah lebih dari 100 juta ton dengan kadar tembaga lebih dari 2,0%.

c) Endapan Bijih Dom

Dom ialah endapan skarn sentuh lainnya, tapi mineralogi bijihnya mempunyai

banyak persamaan dengan endapan Ertsberg. Pada bidang datar, bentuk tubuh

bijihnya seperti segitiga yang di bagian tengahnya diterobos oleh diorit tanpa

mineralisasi. Seperti pada kedua endapan yang dibahas terdahulu. Kompleks Dom

juga sedikit banyak mengalami breksiasi. Mineral tembaga yang utama ialah

kalkopirit dengan digenit dan konvelitsebagai ubahan tepi (alteration rim). Mineral

tembaga oksidanya termasuk malakhit, limonit pitch, dan delafosit/fenorit

21

Page 22: Papua Geomorfologi

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pulau Papua terbentuk dari interaksi Lempeng Australia dan Pasifik yang

menghasilkan bentukan yang khas. Lempeng Australia tersusun oleh batuan sedimen klastik,

yang berumur Mesozoikum yang disebut sebagai kelompok kembelangan Terdapat tiga

bagian utama pada Pulau Papua yaitu bagian leher, bagian batang/tubuh, dan bagian ekor.

Bagian leher sejajar dengan pantai utara, terdapat rangkaian pegunungan yang membujur

timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Sehingga wilayah terbagi menjadi bagian utara

dan selatan oleh depresi memanjang. Bagian batang/tubuh berupa zone memanjang dari tanah

rendah dan bukit-bukit, yaitu depresi Memberamo-Bewani yang sebagian jalin-menjalin

dengan jalur pantai utara daratan utama. Sedangkan bagian ekor yaitu diantara rangkaian

timur laut dan rangkaian tengah terbentang sebuah depresi yang ditandai oleh lembah-lembah

Ramu dan Markham. Papua memiliki potensi fisik yang mempumyai nilai ekonomi tinggi

terutama pada sektor pertambangan mineral dan energi. Adapun bahan galian tersebut antara

lain batu bara, timah, minyak bumi dan gas alam, seig, tembaga, emas, serta bahan galian

golongan C.

22