osteoporosis

Upload: bernardus-mario-vito

Post on 06-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sadad

TRANSCRIPT

REFERAT

OSTEOPOROSIS

PEMBIMBING :

dr. Rensa, Sp.PD

OLEH :

Elisa Lyusana

(2013-061-143)

Bernardus Mario Vito (2013-061-144)

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYABAB I

PENDAHULUAN

Osteoporosis atau yang dikenal dengan "tulang keropos" merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, kemunduran mikroarsitektural tulang dan peningkatan fragilitas tulang sehingga risiko terjadinya fraktur lebih besar.1 para ahli tulang Indonesiasepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia, penyakit osteoporosis akan semakin sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang mengalami osteoporosis mencapai 41,4% dan osteoporosis selalu dapat terjadi pada usia lanjut baik wanita maupun pria. 2

Dewasa ini, osteroporosis merupakan salah masalah kesehatan yang banyak ditemukan pada masyarakat, yang mempengaruhi ratusan juta orang di seluruh dunia, terutama pada wanita-wanita pasca menopause. Komplikasi osteoporosis yang paling ditakuti adalah terjadinya patah tulang (fraktur). Kumpulan data-data penelitian menyatakan bahwa satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria dengan usia lebih dari lima puluh tahun di seluruh dunia dapat mengalami fraktur yang disebabkan oleh osteoporosis.3

Prevalensi osteoporosis meningkat dengan bertambahnya usia, dan hal tersebut dangat sering terjadi pada wanita pasca menopause. Osteoporosis menyebabkan kerugian yang besar bagi penderitanya yang berkaitan dengan kualitas hidup dan menyebabkan keterbatasan bagi penderitanya terutama akibat fraktur yang ditimbulkannya.4

Osteoporosisa saat ini digolongkan sebagai masalah medis yang berhubungan dengan bidang sosial dan ekonomi yang ditandai dengan dengan gangguan pada massa tulang, kekuatan, dan mikroarsitektur tulang, yang pada akhirnya akan menyebabkan kecenderungan menjadi patah tulang sehingga muncul kemunduran dalam melakukan kegiatan sosial ekonomi. Osteoporosis ditentukan dengan Bone Mineral Density (BMD) lebih dari 2,5 standard deviasi dibawah rata-rata anak muda yang normal. Perhatian yang tinggi diperlukan untuk diagnosis dini dari osteosporosis terutama pada pasien usia lanjut, karena sering ditemukan adanya komorbiditas lain yang perlu perhatian khusus, seperti penyakit jantung atau keganasan. Selain itu, beberapa faktor risiko, seperti usia, indeks massa tubuh, riwayat fraktur, riwayat keluarga yang pernah mengalami fraktur, penggunaan glukokortikoid, dan perokok aktif harus diperiksa lebih lanjut.5

Referat ini akan memaparkan lebih jauh mengenai osteoporosis yang meliputi definisi, proses perubahan pada tulang yang terjadi dalam osteoporosis, pembagian atau klasifikasi, patofisioogi, faktor risiko, gejala-gejala, cara diagnosis dan penatalaksanaan osteroporosis. Hal ini menjadi perhatian dan pembahasan kami karena saat ini osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan karena peningkatan angka kejadian dan angka mortalitas maupun morbiditas yang berhubungan dengan osteoporosis.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi OsteoporosisOsteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Menurut WHO, osteoporosis adalah penyakit skeletal yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan kemerosotan dari mikroarsitektural pada jaringan tulang, dimana hal ini akan meningkatkan kerapuhan tulang dan beresiko pada terjadinya fraktur. Tempat yang paling sering terjadinya fraktur pada pasien osteoporosis adalah pinggul, tulang belakang, dan bagian distal lengan bawah. 6Osteoporosis sering kali disebut juga sebagai penyakit silent epidemic karena sering kali tidak memberikan gejala yang menonjol hingga akhirnya terjadi fraktur yang disebabkan oleh penipisan atau pengeroposan tulang.3,5,6

Gambar 2.1. Perbandingan gambaran tulang normal dan osteoporosis pada mikroskop 22.2Modeling dan Remodeling Tulang

Tulang merupakan jaringan yang hidup secara terus menerus mengalami pembentukan dan perombakan (resorpsi). Tulang mempunyai kemampuan untuk membentuk dirinya sendiri secara terus menerus melakukan suatu cara yang teratur. Pada usia muda menjelang 20 tahun proses pembentukan tulang sangat aktif, jauh melampaui proses penyerapan tulang. Pada usia 20 - 40 tahun kedua proses hampir sama aktif, sedangkan di atas 40 tahun proses resorpsi lebih aktif dibandingkan proses pembentukan tulang. Akibatnya massa tulang jadi lebih kecil.29,30 Pembentukan tulang terjadi melalui 4 tahap. Pertama-tama tulang yang sudah tua diserap dan kemudian dibentuk tulang baru. Dalam proses ini sel-sel osteoklas dan osteoblas memegang peranan. Adapun proses pada kortikal (compact) bone dan spongios (concellus) bone.7,8,9

A. Pembentukan Osteoblas dan Fungsinya

Sel osteoblas terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel osteoblas matang. Sel prekursor adalah stem sel dari sum-sum tulang yang disebut stem sel mesenkim (mesenchymal stem cell l [MSC]). Beberapa sel osteoblas berdiferensiasi lebih sampai menjadi osteosit. Osteosit membentuk lebih dari 90% sel tulang pada orang dewasa. Osteosit dianggap yang terlibat dalam respon tulang terhadap beban mekanis.7,8,9Beberapa protein dan kelompok protein diperlukan dalam menentukan osteoblas. Tiga protein tersebut adalah 7,8,9a. Bone Morphogenic Proteins (BMP's)

Suatu kelompok protein yang disebut Bone Morphogenic Proteins (BMP's) menarik mesenchymal stem cell (MSC) untuk memulai proses diferensiasi menjadi sel osteoblas yang matang. BMPs tidak bekerja secara langsung terhadap stem sel mesenkim (mesenchymal stem cell [MSC]), tetapi bekerja dengan cara mengaktifkan gen yang lain.

b. Core Binding Factor Alpha (Cbfa 1)

Cbfa 1 merupakan faktor transkripsi yang penting bagi diferensiasi MSC menjadi sel osteoblas yang matang. Cbfa 1 dieksresikan pada osteoblas dan juga terlibat dalam diferensiasi kondrosit. Kondrosit juga diturunkan dari sel mesenkim dan terlibat dalam proses pembentukan tulang. Cbfa 1 mengaktifkan transkripsi dari beberapa gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini akan berikatan pada daerah promotor dari gen osteokalsin. Osteokalsin adalah protein yang disekresikan dari osteoblas dan dapat memiliki efek penghambat pada fungsi osteoblas.

c. Osterix (Osx)

Osterix merupakan protein yang diperlukan pada diferensiasi osteoblas yang bekerja di bawah Cbfa1 (eksresi osterix memerlukan Cbfa1 bukan sebaliknya). Osterix adalah zink yang mengandung faktor transkripsi dan terdapat pada tulang yang sedang berkembang.

B. Pembentukan Osteoklas dan Fungsinya

Sel osteoklas juga terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel osteoklas matang. Sel prekursor adalah stem sel hematopoetik yang disebut monosit. Osteoklas mengabsorbsi tulang dengan cara menempel pada permukaan tulang dan menurunkan pH sekelilingnya sehingga mencapai kadar asam sekitar 4,5. Mineral tulang kemudian menjadi larut dan kolagen menjadi pecah. 7,8,9 Diferensiasi dan fungsi osteoklas terutama diatur dengan: 8,9 a. Macrophage Colony-Stimulating Factor (M-CSF) Macrophage Colony-Stimulating Faktor (M-CSF) diperlukan untuk kelangsungan dan diferensiasi prekursor osteoklas. Zat ini dibentuk oleh sel osteoklas. M-CSF membantu diferensiasi osteoklas dengan cara berikatan pada reseptornya (c-Fms) pada awal prekursor osteoklas. Ketiadaan 1v1-CSF akan menyebabkan terhentinya diferensiasi pada tahap preosteoklas.8,9b. Receptor for Activation of Nuclear Factor Kappa 8 Ligand (RANKL) RANKL merupakan reseptor yang berada pada permukaan sel prekursor osteoklas. RANKL diekspresikan pada permukaan sel osteoblas dan berikatan dengan (merupakan suatu ligand) RANKL. Pengikatan RANKL ke RANKL menyebabkan diferensiasi dan pematangan sel prekursor osteoklas menjadi sel osteoklas matang. Ikatan ini menghasilkan suatu kaskade, yaitu aktivasi Nuclear Factor Kappa B (NF-Kappa B), sesuai dengan namanya. Ketiadaan NF-Kappa dapat menyebabkan penyakit tulang berupa osteoporosis. 8,9c. Osteoprotegerin (OPG) Osteoprotegerin (OPG) dibentuk oleh osteoblas (seperti halnya sejumlah jenis sel lainnya) dan menghalangi pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang. Zat ini juga berkaitan dengan RANKL (Receptor for Activation of Nuclear Faktor Kappa 8 Ligand), Ketika OPG berikatan dengan RANKL maka ini akan mencegah RANKL berikatan dengan RANKL, sehingga menyebabkan hambatan terhadap pembentukan osteoklas. 8,9 2.3Klasifikasi OsteoporosisOsteoporosis diklasifikasikan atas:10,11

1. Osteoporosis primer

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah. 10,11a. Tipe I (post manopausal) Terjadi 5-20 tahun setelah menopause (55-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles' fraktur, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen.b. Tipe II (senile) Terjadi pada pria dan wanita usia 70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan. tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut. 2. Osteoporosis sekunder

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme, multipel mieloma, gagal ginjal kronis, malnutrisi, pemakaian kortikosteroid yang lama. 10,112.4Patofisiologi OsteoporosisOsteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya kerusakan dari arsitektur tulang sehingga terjadi peningkatan kerapuhan tulang yang dapat menyebabkan mudah terjadi fraktur. Massa tulang yang berkurang akan membuat tulang semakin tipis dan rapuh sehingga mudah patah pada trauma yang ringan.12 Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat dewasa (sekitar umur 30 tahun) kemudian menurun sesuai pertambahan umur, kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas osteblastik dan osteoklastik (pembentukan dan resorpsi tulang). Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh hormon estrogen, paratiroid dan kalsitriol.12 Pada pasca menopause, terjadi penurunan estrogen yang dapat menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang, dan diduga berhubungan dengan peningkatan sitokin. Resorpsi tulang tersebut akan meningkatkan kadar kalsium dalam darah dan menyebabkan penekanan terhadap hormon paratiroid. Kadar hormon paratiroid yang rendah sering dijumpai pada penderita osteoporosis, yang juga akan menurunkan kadar 1,25 dehydroxy vitamin D (kalsitriol), sehingga penyerapan kalsium jadi menurun.12,13 Telah banyak diketahui bahwa osteoporosis pasca menopause menunjukkan bahwa ada gangguan penyerapan kalsium serta rendahnya kadar 1,25 Dehydroxy vitamin D dalam darah. 12,13,14 Faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium pada usus adalah12 Vitamin D Hormon paratiroid Diet rendah Kalsium Enzim dan cairan garam empedu Menyusui Kehamilan Laktosa Estrogen Alkalosis

Faktor faktor yang dapat menurunkan penyerapan kalsium adalah 12 Pertambahan umur Glukokortikoid Hormon Tiroid Diet fosfat yang berlebihan Asam lemak yang berlebihan Defisiensi magnesium Reseksi lambung Asidosis metabolik Obat-obat Thiazide

Selain di usus, penyerapan kalsium juga terjadi dilakukan oleh resorpsi dalam tubulus ginjal, baik secara interselular maupun transelular. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resorpsi di tubulus ginjal antara lain: 12 PTH Kalsitonin Estrogen Vitamin D Alkalosis

Sedangkan yang dapat menurunkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal adalah: 12 Glukokortikoid Mineralokortikoid Renal tubular disorder Magnesium Infusion Diuretik

Asidosis Imobilisasi yang lama

Estrogen berperan pada aktivitas skeletal dan ekstraskeletal, dimana kekurangan estrogen berkontribusi sebagai terjadinya osteoporosis. Aktivitas skeletal dibagi menjadi langsung dan tidak langsung. Pada aktivitas langsung, aktivitas didasarkan pada reseptor estrogen pada osteoblas dan osteoklas, sedangkan kegiatan tidak langsung, estrogen dimediasi oleh reseptor estrogen pada berbagai jenis sel lain termasuk sel-sel stroma, yang di regulasi Osteoprotegerin (OPG) pada paparan estrogen, dan sel-sel dari sistem kekebalan tubuh yang berperan pada homeostasis tulang. Defisiensi estrogen pada wanita pasca menopause mengarah pada peningkatan regulasi receptor activator of nuclear factor-kappaB ligand (RANKL) pada sel sumsum tulang, yang merupakan faktor penentu penting dari peningkatan resorpsi tulang, sedangkan estrogen juga merangsang produksi OPG pada osteoblas dan dengan demikian menimbulkan efek anti-resorbsi pada tulang. Pengaruh defisiensi estrogen pada ekstra skeletal terjadi terutama pada peningkatan ekskresi kalsium ginjal dan penurunan penyerapan kalsium di usus. Defisiensi Estrogen juga berkaitan dengan peningkatan kadar serum hormon paratiroid di darah. Hal ini terjadi akibat mekanisme kompensasi hilangnya kalsium akibat proses usia. Sebenarnya estrogen sendiri mempunyai kemampuan untuk mendepresi pada kelenjar paratiroid. Selain itu defisiensi estrogen akan meningkatkan sensitifitas tulang pada PTH yang akibatnya akan menghancurkan tulang untuk melepaskan kalsium ke dalam darah. Mekanisme lain yang bertanggung jawab untuk absorbsi kalsium pada usus yang tidak adekuat pada orang tua adalah defisiensi vitamin D. Gangguan terjadi karena terjadi penurunan metabolisme vitamin D untuk menjadi bentuk aktif dan penurunan reseptor vitamin D di usus. Pemberian estrogen dapat meningkatkan serum vitamin D dan absorbsi kalsium pada wanita pasca menopause dengan osteoporosis.15Selain karena pengaruh dari estrogen, osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan dari resorpsi tulang dan pembentukkan tulang. Hal ini dapat terjadi karena menurunnya formasi tulang yang disebabkan karena berkurangnya sel progenitor dari sel osteoblas yang akhirnya mengganggu pembentukkan tulang. Pengaruh usia juga berefek pada menurunnya absorbsi kalsium di saluran pencernaan dimana hal ini akan menyebabkan dihasilkannya hormon parathyroid untuk mengatasi kekurangan ini. Hormon ini akan meresorbsi tulang untuk melepaskan kalsium di dalam darah. Berkurangnya aktifitas karena pengaruh usia juga menjadi salah satu penyebab osteoporosis pada usia tua.162.5 Faktor Risiko Osteoporosis

Osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut Canadian Medical Association, ada beberapa indikasi untuk menghitung BMD seperti umur, jenis kelamin, dan penggunaan obat-obatan serta zat tertentu (Gambar 2).17a. Umur dan jenis kelamin

Prevalensi osteoporosis pada wanita lebih sering dibandingkan pada pria. Namun pada pria angka mortalitas lebih tinggi jika sudah terjadi fraktur panggul. Beberapa faktor seperti kebiasaan (merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik) juga mempengaruhi kejadian osteoporosis. Produksi estradiol dan testosteron pada pria menurun seiring bertambahnya usia. Pada wanita penurunan estrogen secara cepat saat menopause menyebabkan hilangnya masa tulang lebih cepat dibandingkan pada pria. Indeks masa tubuh juga berperan dalam terjadinya osteoporosis dimana rendahnya BMI menjadi faktor penyebab osteoporosis .

Gambar 2. Indikasi untuk pemeriksaan BMD 17Hormon estrogen berperan penting pada remodelling tulang. Estrogen mempunyai efek antiresorptive yang meningkatkan diferensiasi osteoklas dan mencegah terjadinya remodelling tulang.18b. Faktor nutrisi

Kalsium dan vitamin D berperan penting dalam osteoporosis. Konsumsi kalsium yang kurang meningkatkan resiko osteoporosis. Suatu penelitian menyebutkan konsumsi kalsium 800mg per hari dapat mencegah osteoporosis.19 Sedangkan penelitian lain menyatakan konsumsi 800 mg masih dikatakan suboptimal dan dianjurkan untuk mengkonsumsi 1000-1200 mg kalsium per hari.20 Konsumsi kalsium kurang dari 700 mg tiap hari meningkatkan risiko fraktur panggul. Konsumsi kalsium yang berlebihan tidak mempengaruhi berkurangnya angka osteoporosis, dibutuhkan nutrisi lain seperti vitamin D. Pemberian vitamin D 800-1000 unit dianjurkan terutama pada individu yang jarang terpapar sinar matahari dan menggunakan tabir surya dalam aktivitas hariannya. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan hiperparatiroidisme yang merupakan faktor risiko dari osteoporosis. Zinc penting dalam sintesis metaloenzime untuk produksi matriks tulang, peningkatan absorpsi kalsium dalam lumen usus.21c. Aktivitas fisik dan penyakit

Aktivitas fisik yang kurang, bed rest yang terlalu lama, atau paralisis dapat menyebabkan hilangnya massa tulang secara signifikan. Aktivitas fisik yang rutin hingga usia tua menurunkan risiko fraktur. Penyakit kronis seperti kelainan endokrin dan gangguang penyerapan ataupun malnutrisis meningkatkan risiko osteoporosis (Gambar 4).22

d. Obat-obatan dan rokok

Penggunaan glukokortikoid dalam 3 bulan menurunkan BMD dengan cepat dan mencapai puncak pada 6 bulan. Risiko fraktur vertebral dan bukan vertebral dilaporkan pada penggunaan prednisolone dosis 2,5-7,5 mg tiap hari. Mekanisme yang menyebabkan osteoporosis pada penggunaan GK adalah: 231. Supresi fungsi osteoblast yang secara potensial meningkatkan apoptosis osteoblas

2. Peningkatan resorpsi osteoklas akibat stimulasi resorpsi tulang

3. Gangguan absorpsi kalsium di usus

4. Peningkatan eksresi kalium di urine dan induksi oleh hiperparatiroidisme sekunder

5. Induksi miopati yang menyebabkan risiko mudah jatuh

Selain glukokortikoid juga terdapat obat-obatan yang meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis seperti antikonvulsan, siklosporin, dan tiroxin yang berlebihan. Konsumsi rokok dan alkohol juga merupakan faktor risiko untuk osteoporosis. Toksik dari rokok mempunyai efek langsung pada osteoblast dan pada wanita mempengaruhi metabolisme estrogen. Selain itu risiko penyakit paru dapat menyebabkan seseorang menggunakan glukokortikoid dimana merupakan obat yang paling sering menyebabkan osteoporosis.212.6 Manifestasi Klinis Osteoporosis

Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena pengeroposan tulang terjadi secara progresif selama beberapa tahun tanpa disertai dengan adanya gejala. Beberapa gejala yang terjadi umumnya baru muncul setelah mencapai tahap osteoporosis lanjut. Gejala-gejala umum yang terjadi pada kondisi osteoporosis adalah : fraktur tulang, postur yang bungkuk (Toraks kifosis atau Dowager's hump), berkurangnya tinggi badan, nyeri pada punggung, nyeri leher dan nyeri tulang.8,23,24

Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap. Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi gerak. Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah nyeri punggung, penurunan gerak spinal dan spasme otot di daerah fraktur. Semua keadaan di atas menyebabkan adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.14,23,25,262.7 Diagnosis OsteoporosisA. Anamnesa dan pemeriksaan fisik 22,27Pada anamnesa dapat ditanyakan faktor-faktor risiko terjadinya osteoporosis seperti usia, jenis kelamin, penggunaan glukokortikoid, BMI yang rendah, konsumsi alkohol yang berlebih, dan riwayat merokok serta intake kalsium dan vit D. Tanda-tanda fraktur dapat ditemukan pada pasien dengan osteoporosis seperti nyeri dan kaku pada vertebra yang terkena, adanya perubahan pada bentuk tubuh sepeti kifosis. Pergerakan tubuh terbatas dan adanya gangguan keseimbangan tubuh.

B. Pemeriksaan penunjang 22,271) Bone Mineral Density

Beberapa alat dapat digunakan untuk menghitung massa dan densitas pada tulang. Penghitungan BMD perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis osteoporosis. Indikasi untuk melakukan penghitungan BMD :a. Wanita 65 tahun ke atas dan pria 70 tahun ke atas tanpa melihat faktor risikob. Usia lebih muda 50-69 tahun dengan adanya faktor risiko

c. Wanita menopause jika ada faktor resiko spesifik terjadinya fraktur seperti BMI yang rendah atau riwayat obat-obatan

d. Dewasa yang mempunyai riwayat fraktur di atas 50 tahun

e. Dewasa dengan kondisi seperti rheumatoid arthritis atau penggunaan glukokortikoid 5 mg prednisone selama minimal 3 bulan

f. Setiap individu yang sedang dalam pengobatan osteoporisis

Satuan BMD dalam gram per sentimeter kuadrat (g/cm2) dan berhubungan dengan 2 skor yaitu skor Z (perbandingan BMD yang diharapkan seusai usia dan jenis kelamin) dan skor T (dibandingkan dengan dewasa muda normal yang sama jenis kelaminnya). Biasanya 1 SD sama dengan 10-15 % dari angka BMD. Penurunan angka BMD terjadi secara cepat pada wanita menopause dan pria usia 50 tahun ke atas (Gambar 5). Kriteria osteoporosis menurut WHO dapat dilihat pada (tabel ).

Gambar 5. BMD scoreAlat yang sering digunakan untuk mengukur BMD adalah dual energy x-ray absoprtiometry (DXA). Penggunaan DXA untuk mengukur tulang panggul merupakan yang terbaik untuk memprediksi risiko fraktur panggul. Kritetria diagnosis dari WHO menggunakan DXA pada lumbar spine dan femoral neck. Jika tidak dapat diukur dari tulang panggul dan tulang belakang, dapat dilakukan pengukuran BMD pada daerah sepertiga (33%) jarak dari tulang panggul dan tulang belakang. Beberapa alat lain dapat digunakan untuk menghitung massa tulang dan memprediksi kemungkinan terjadinya fraktur :1. Peripheral DXA (pDXA) : digunakan untuk mengukur densitas tulang area jari, lengan bawah, atau tumit. pDXA tidak dianjurkan untuk menghitung BMD setelah terapi osteoporosis.

2. Quantitative Computed Tomography (QCT) dan peripheral QCT (pQCT) : memberikan paparan radiasi lebih tinggi dibandingkan DXA dan pDXA.

3. Quantitative Ultrasound Densitometry (QUS) : tidak menghitung BMD secara langsung tetapi menghitung speed of sound (SOS) dan broadband ultrasound (BUA). QUS tidak berhubungan dengan paparan radiasi.

Tabel Gambar 5. Kriteria diagnosis osteoporosis dari hasil pemeriksaan BMD (sumber WHO)C. Pemeriksaan penunjang lain22,27Penanda biokimia remodeling tulang seperti penanda resorpsi: serum C-telopeptide, dan urinary N-telopeptide, dan penanda pembentukan: bone specific alkaline phospatase dan osteocalcin dapat diperiksa dari serum dan urin pasien untuk memprediksi risiko fraktur. Pemeriksaan dapat diulang 3-6 bulan setelah terapi antiresoptive. Vertebral fracture assessment dapat dilakukan dengan DXA untuk memprediksi risiko fraktur. Di US sekarang digunakan rumus FRAX untuk menghitung 10 tahun kemungkinan fraktur panggul dan 10 tahun kemungkinan fraktur osteoporotik mayor (vertebral, panggul, forearm, atau proksimal humerus).2.8 Penatalaksanaan Osteoporosisi. Terapi Nonfarmakologis

A. Diet kalsium dan vit D yang adekuat.

Pemberian kalsium dan vit D yang adekuat dapat mengurangi risiko fraktur. Kalsium yang dibutuhkan per hari minimal 1200 mg per hari. Tulang mengandung 99% cadangan kalsium tubuh, jika tubuh kekurangan kalsium maka kalsium diambil dari tulang untuk mempertahankan kadar kalsium dalam tubuh. Dapat diberikan suplementasi jika jumlah kalsium yang adekuat tidak dapat dipenuhi dari makanan. Pemberian vit D 800-1000 unit per hari direkomendasikan pada dewasa usia 50 tahun ke atas. Vit D dapat diperoleh dari putih telur, ikan air laut, hati, dan sereal. Batas atas pemberian vit D sebanyak 2000 IU per hari.

B. Latihan dan mencegah jatuh

Latihan mengangkat beban dan kekuatan otot dapat meningkatkan kekuatan, postur, dan keseimbangan dimana mengurangi risiko jatuh. Contohnya seperti jalan, joging, Tai-Chi, naik tangga, menari, dan tenis. Perlu juga untuk mengevaluasi penglihatan, pendengaran, evaluasi masalah neurologis dapat mencegah risiko jatuh.

C. Menghindari penggunaan tobako dan konsumsi alkohol berlebihanPemberhentian merokok sangat dianjurkan sebagai intervensi osteoporosis. Konsumsi alkohol yang tidak terlalu banyak hanya mempunyai sedikit efek pada tulang. Konsumsi yang berlebihan seperti 3 atau lebih minuman per hari dapat menyebabkan peningkatan resiko jatuh.ii. Terapi Farmakologis 27,28Pemberian obat-obatan diindikasikan untuk wanita postmenopausal dan laki-laki di atas 50 tahun dengan kondisi : Fraktur vertebra atau panggul T score -2,5 pada leher femoral atau tulang belakang setelah evaluasi yang sesuai untuk mengeksklusi penyebab sekunder. Massa tulang rendah ( T score antara -1,0 dan -2,5 di leher femoral atau tulang belakang) dan 10 tahun kemungkinan fraktur panggul 3% atau 10 tahun kemungkinan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis mayor 20% berdasarkan algoritma WHO.Obat-obat yang berhubungan dengan anti fraktur yang disetujui FDA kebanyakan diteliti untuk wanita dengan osteoporosis postmenopausal. Data fraktur pada osteoporosis akibat glukokortikoid terbatas dan pada pria belum ada. Obat-obat untuk osteoporosis :

Bisphosphonates

Alendronate sodium disetujui FDA sebagai terapi preventif (5 mg per hari dan 35 mg per minggu) dan sebagai terapi (10 mg per hari dan 70 mg per minggu dengan 2800 IU atau 5600 IU vit D3). Alendronate disetujui sebagai terapi untuk osteoporosis pada pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid. Ibandronate sodium diberikan untuk wanita post menopausal. Pemberiannya 2,5 mg tablet harian, 150 mg tablet bulanan dan 3 mg setiap 3 bulan secara IV. Risedronate sodium diberikan sebagai terapi dan preventif untuk postmenopausal osteoporosis. Efek samping biphosphonates termasuk masalah GIT seperti sulit menelan, inflamasi pada esofagus, dan ulkus gaster. Dapat juga menyebabkan osteonecrosis pada tulang rahang jika pemberian biphosphonates dalam jangka waktu lama yaitu 5 tahun. Alendronate dan risedronate harus dikonsumsi pada saat lambung ksong pada pagi hari dan diminum hanya dengan air. Pasien harus menunggu 30 menit sebelum makan atau minum dan tetap dalam posisi tegak. Penggunaan ibandronate mirip degan alendronate hanya saja pasien harus menunggu 60 menit sebelum makan atau minum. Pasien harus tegak selama 1 jam. CalcitoninDiberikan pada wanita osteoporosis saat 5 tahun postmenopausal. Diberikan satu kali sehari melalui nasal spray (200 IU). Pemberian secara SC dan IV juga tersedia. Efek samping minimal berupa rinitis.

Estrogen / Hormon Therapy

Hormon terapi diberikan untuk melindungi uterus. Penelitian menunjukkan adanya risiko myocard infark, stroke, kanker payudara, emboli paru, dan deep vein phlebhitis selama terapi dengan estrogen. Beberapa penelitian mengatakan resikonya kecil. Oleh karena itu sebaiknya pemberian estrogen atau terapi hormon diberikan dalam dosis efektif serendah-rendahnya dalam jangka waktu pendek. Untuk prevensi osteoporosis sebaiknya diberikan terapi yang tanpa estrogen. Parathyroid hormone

PTH(1-34), teriparatide, disetujui sebagai terapi osteoporosis pada wanita postmenopausal dan pria dengan risiko fraktur yang tinggi. PTH diberikan secara SC dan merupakan agen anabolik. Dosis 20 g per hari mengurangi risiko fraktur vertebra 65% dan fraktur bukan vertebra 53% setelah 18 bulan terapi. Beberapa efek samping yang timbul seperti kram kaki dan pusing. Penggunaannya maksimum 2 tahun dan kadang pemberiannya disertai pemberian biphosponate untuk meningkatkan BMD.

BAB IIIKESIMPULAN

Osteoporosis atau tulang keropos merupakan penyakit metabolisme tulang yang sering dijumpai pada populasi usia lanjut dan wanita pasca menopause. Osteoporosis merupakan masalah karena penyakit ini dapat menyebabkan patah tulang atau fraktur akibat berkurangnya massa tulang. Fraktur tulang panggul dan vertebra meningkatkan angka mortalitas di dunia. Berbagai macam faktor dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis seperti : faktor usia dan jenis kelamin, nutrisi harian kalsium dan vitamin D, aktivitas fisik, penggunaan obat-obatan seperti glukokortikoid, dan merokok.

Pembentukan tulang selalu disertai penyerapan tulang. Pada usia muda pembentukan tulang melebihi proses penyerapan tulang, hal ini berlawanan pada seseorang yang sudah tua dimana proses penyerapan tulang melebihi proses pembentukan tulang. Osteoporosis dibagi menjadi osteoporosis primer dan sekunder. Osteoporosis primer disebabkan kurangnya asupan kalsium, faktor usia, faktor keluarga, dan riwayat merokok. Osteoporosis sekunder disebabkan adanya kelainan lain seperti hiperparatiroidisme, hipertirodisme, multipel mieloma, gagal ginjal kronis, malnutrisi, dan pemakaian kortikosteroid yang lama.Untuk mencegah terjadinya osteoporisis perlu dilakukan deteksi dini pada setiap orang dengan risiko terjadinya osteoporosis melalui pemeriksaan BMD. Pemeriksaan BMD dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut DXA. Pola hidup dapat diubah untuk mencegah terjadinya osteoporosis seperti meningkatkan aktivitas fisik, meningkatkan konsumsi kalsium dan vitamin D, mengurangi konsumsi rokok dan obat-obatan. Farmakoterapi dapat diberikan sebagai terapi untuk osteoporosis seperti bisphosphonates, calcitonin, dan hormon terapi untuk wanita pasca menopause, dan hormon paratiroid. Deteksi dini dan obat-obatan diharapkan mengurangi risiko terjadinya fraktur terutama tulang panggul dan tulang vertebra.