documentok
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Y
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal lahir : 19 Desember 2015
Usia : Hari
Agama : Islam
Alamat : KP. BOJONG
No Rekam Medis : RSUS.00-68-41-36
II. ANAMNESIS
Tanggal masuk rumah sakit : Sabtu, 12 Desember 2015 pukul 16.10
Tanggal pemeriksaan : Sabtu, 12 Desember 2015 pukul 19.15
Keluhan Utama
Bayi cukup bulan sesuai masa kehamilan lahir secara Sectio Caesaria dari ibu
atas indikasi polihidramnion, preeclampsia ringan dan ketuban pecah dini.
Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi lahir secara Sectio Caesaria dari ibu dengan indikasi air ketuban berlebih
(polihidramnion), preeclampsia ringan dan ketuban pecah dini 25 jam. Bayi lahir
cukup bulan (37 – 38 minggu) dan sesuai masa kehamilan. Pada saat bayi
dilahirkan air ketuban berwarna jernih, berkonsistensi encer dan tampak mengalir
deras. Bayi lahir langsung menangis kencang , gerak aktif dan disertai dengan kulit
kemerahan. Saat pasien dipindahkan ke penghangat, pasien tampak terus menangis
dengan kencang, gerakan aktif dan tidak didapatkan adanya gangguan pernafasan
seperti tanda – tanda sianosis, nafas cuping hidung dan retraksi. Pada bayi tidak
dilakukan prosedur suction dikarenakan tidak didapatkan adanya kecurigaan
sumbatan pada saluran nafas. Pemeriksaan tanda – tanda vital dan pemeriksaan
fisik pada bayi tidak ditemukan adanya kelainan anatomi bawaan.
Setelah bayi dalam kondisi stabil dilakukan pemotongan tali pusat serta
penyuntikan vit K 1 mg secara intramuscular pada paha kiri pasien. Penilaian
APGAR menit pertama didapatkan nilai 9/10 dan pasien diberikan Cendofenikol
Halaman | 1
tetes mata sebelum dipindahkan ke Neonatus Intensife Care Unit (NICU).
Sebelumnya pihak orang tua pasien menyetujui bahwa setelah dilahirkan pasien
akan menjalani pemeriksaan terlebih dahulu di NICU hingga dapat dipastikan
kondisi pasien dapat dipastikan tidak terdapat adanya gangguan baik structural
maupun fungsional.
Pasien dipindahkan ke NICU untuk penanganan lebih lanjut dikarenakan
pasien dilahirkan dengan indikasi polihidramnion. Selama bayi dalam penanganan
pasca persalinan hingga akan dipindahkan ke NICU belum didapatkan adanya
tanda – tanda buang air besar dan kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang menderita sama seperti pasien. Riwayat
penyakit keturunan, penyakit kuning dan hepatitis disangkal Ayah dan Ibu pasien.
Riwayat Kehamilan
Kehamilan pertama. Selama kehamilan Ibu pasien rutin memeriksakan kondisi
kesehatan kehamilannya di Siloam. Pada kehamilan yang pertama ini pasien
mengaku tidak terlalu banyak keluhan kecuali tekanan darah ibu pasien menjadi
sedikit tinggi menginjak kehamilan. Sebelumnya pasien menyagkal adanya riwayat
penyakit keluarga seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan alergi. Pasien juga
didiagnosis memiliki jumlah volume air ketuban yang terbilang lebih banyak jika
dibandingkan keadaan pada umumnya. Selama kehamilan ibu pasien mengatakan
rutin mengonsumsi vitamin untuk mendukung kehamilannya.
Kesan : Riwayat kehamilan baik
Riwayat Persalinan dan Masa Perinatal
Pasien merupakan anak pertama. Proses persalinan dilakukan secara Sectio
Caesaria dengan bantuan dokter spesialis kebidanan atas indikasi preeclampsia
ringan, polyhidrmnion dan ketuban pecah dini 25 jam. Usia persalian cukup bulan
(37-38 minggu), berat saat lahir : kurang lebih 2955 gram, panjang saat lahir : 48
cm. Tidak ada penyulit dalam proses persalinan, saat bayi keluar bayi langsung
menangis kencang, tidak ada tanda-tanda gangguan pernafasan dan bayi tidak
kuning sehingga bayi langsung dibawa menuju NICU untuk dilakukan penanganan
lebih lanjut.
Kesan : Riwayat persalinan baik.
Halaman | 2
Riwayat Nutrisi
Kesan : Riwayat nutrisi baik.
Riwayat Tumbuh Kembang
Kesan : Riwayat tumbuh kembang baik.
Riwayat Imunisasi
Jenis
Vaksin
Dasar Ulangan
I II III IV V VI
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT
HiB
Campak
Kesan :Riwayat imunisasi tidak diketahui secara jelas.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Kondisi Lingkungan
Kesan : Riwayat kondisi lingkungan baik
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggalan pemeriksaan : Sabtu, 12 Desember 2015
Keadaan Umum : Baik, gerak aktif
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda-tanda Vital
Denyut Nadi : 146 x/menit isi cukup dan regular
Frekuensi Napas : 50 x/menit regular dan kedalaman cukup
Suhu
Saturasi Oksigen
: 37oC
: 95% Room air
Halaman | 3
Status gizi & antropometri
Berat badan = 2955 gram BB/U = 0>BB/U>-2 gizi baik
Tinggi badan = 48 Cm TB/U = 0>TB/U>-2 perawakan normal
Berat badan ideal = Kg BB/TB = -1>BB/TB>0 gizi baik
Lila = Cm
Halaman | 4
Halaman | 5
Kesan : Gizi baik, perawakan baik
Status Generalis
Sistem
Kulit Warna kream agak kemerahan
Tidak terdapat lesi
Tidak terdapat perdarahan
Tidak terdapat jaringan parut
Ikterus (-)
Kepala
Bentuk dan ukuran
Ubun-ubun besar
Rambut
Normosefali
Terbuka, datar
Hitam
Wajah Normal simetris
Mata Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Pupil isokor 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/+
Gerak bola mata bebas ke segala arah
Hidung Sekret -/-, napas cuping hidung (-)
Telinga
Mulut Mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Lidah bersih
Tidak tampak peradangan maupun bengkak pada daerah gusi
Bau napas (-)
Tenggorokan Tonsil T1/T1, faring tenang
Leher Tidak teraba limfadenopati
Dada Bentuk normal simetris
Tidak terdapat retraksi epigastrium, intekostal, dan suprasternal
Precordial bulging (-)
Paru-paru
Jantung Iktus kordis tidak terlihat
Bunyi jantung : S1, S2 normal reguler
Halaman | 6
Murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi : datar, tali pusat (+)
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani pada semua regio abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor baik
Punggung Deformitas (-)
Ekstremitas Akral hangat, capillary refill time <3 detik, edema (-/-)
KGB Limfadenopati (-)
Pemeriksaan neurologis Refleks fisiologis (+) patella, biseps, triseps
Tanda rangsang meningeal :
Kernig (-)
Laseque (-)
Brudzinki I (-)
Brudzinki II (-)
Refleks patologis :
Babinski (+)
Status pubertas Pasien belum masuk dalam masa pubertas
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Full Blood Count (23 November 2015)
Test Result Unit Reference Range
Hemoglobin 13,50() g/dL 15,20 – 23,60
Hematokrit 38,20() % 44,00 – 72,00
Eritrosit 3,80 106/µL 3,60 – 4,30
Leukosit 13,30 103/µL 9,40 – 34,00
Differential Count
Basofil 0 % 0 – 1
Eosinofil 4 % 1 – 3
Netrofil batang 3 % 2 – 6
Netrofil segmen 63 % 50 – 70
Limfosit 24 % 25 – 40
Monosit 6 % 2 – 8
Halaman | 7
Platelet 270,00 103/µL 84.00 – 478.00
Laju endap darah 3 mm/jam 0 – 15
MCV, MCH, MCHC
MCV 100,50 fL 73,00 – 101,00
MCH 35,50 pg 23,00 – 31,00
MCHC 35,30() g/dL 26,00 – 34,00
Blood Group
Blood Group O
Rhesus (+) Positive
Blood Glucose POCT
Date 20/12/15
Performed at
Result 123,0 mg/dL 40,0 – 60,0
Thoracoabdominal (23 November 2015)
Hepar
Besar dan bentuk normal, permukaan rata, liver tip tajam, eko parenkim homogen dan tak
tampak lesi – lesi fokal. Struktur vascular dan biliaris intra / ekstrahepatik normal.
Vesica Fellea
Sulit dinilai (kurang puasa)
Renal Dextra
Ukuran, bentuk, dan permukaan normal, tak tampak tanda bendungan/ batu/ SOL Ratio
parenkim sentral reflex normal.
Renal Sinistra
Ukuran, bentuk, dan permukaan normal, tak tampak tanda bendungan/ batu/ SOL Ratio
parenkim sentral reflex normal.
Spleen
Besar dan bentuk normal, eko parenkim homogeny, tak tampak SOL
Vena lienalis dalam batas normal.
Halaman | 8
Pankreas
Besar, bentuk dan permukaan normal, eko parenkim homogeny, tak tampak SOL
Tak tampak pelebaran duktus pankreatikus mayor
Vesica Urinaria
Besar dan bentuk normal, dinding baik, tak tampak batu/SOL.
Trabekulasi dalam batas normal.
Tak tampak tanda kokarde patologik pada traktus digestivus
Kesan : Tak tampak kelainan pada USG Abdomen dan Pelvis saat ini
V. RESUME
VI. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia DD tuberkulosis paru
Anemia mikrositik hipokrom DD/ anemia defisiensi besi
Gizi kurang
VII. TATA LAKSANA
Rawat inap
Oksigen dengan nasal kanul 2 lpm
Diet Susu FormulaEntramix 12x60 ml peroral
IVFD D5 ¼ NS 500 ml /24 jam
Cefotaxime 200 mg 3dd1 IV
Paracetamol drop 0,8 ml PRN (Setiap suhu >38oC) PO
Saran pemeriksaan konsul dokter THT,pemeriksaan urinalysis, Mantoux test dan
hapusan darah tepi
Observasi rutin tanda-tanda vital terutama saturasi oksigen target lebih dari 95%
Pantau demam, sesak dan toleransi minum
VIII. PROGNOSIS
Halaman | 9
Ad vitam : Dubia Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanactionam : Dubia Ad Bonam
IX. FOLLOW UP
26 November 2015
Immunology/Serology
Anti HBc Igm Non Reactive Non Reactive
STOOL (26 November 2015)
Faeces Feme
Macroscopic
Color Brown
Consistency Smooth
Mucus Negative Negative
Blood Negative Negative
Microscopic
Erythrocyte 0 - 1 /HPF 0 - 1
Leucocyte 2 - 3 /HPF 1 - 5
Amoeba Not Found
Egg Worm Negative Negative
Yeast Negative Negative
Digestive
Amylum Negative
Fat Negative
Fibers Positive
Stool Occult Blood Negative Negative
Halaman | 10
Biochemistry (24 November 2015)
Gamma GT 116() U/L 9,0 – 36,0
Total Cholestrol 118 mg/dL Kosensus Lipid 2004
< 200 Desirabble
200 – 239 Moderate
>= 240 High
Immunology/Serology (24 November 2015)
Anti HBc IgM Pending
HBeAg 0,29
Non Reactive
S/CO < 1,00 : Non Reactive
>= 1,00 : Reactive
Urinalysis (24 November 2015)
Test Result Unit Reference Range
Macroscopic
Color Yellow
Appearance Clear Clear
Specific Gravity 1.010 1.000 – 1.030
pH 6,00 4,50 – 8,00
Leucocyte Esterase Negative Cells/µL Negative
Nitrit Negative Negative
Protein Negative mg/Dl Negative
Glucose Negative mg/dL Negative
Keton Negative mg/Dl Negative
Urobilinogen 0,20 mg/Dl 0,10 – 1,00
Bilirubin *Duplo (1+) Negative
Occult blood Negative Cells/µL Negative
Microscopic
Erythrocyte 1 Cells/µL 0 - 3
Leucocyte 3 Cells/µL 0 - 10
Halaman | 11
Epithel (1+) (1+)
Casts Negative
Crystals Negative
Others Negative
Complete Abdominal US (26 November 2015)
Hepar
Besar dan bentuk normal, permukaan rata, liver tip tajam, eko parenkim homogen dan tak
tampak lesi – lesi fokal. Struktur vaskular dan biliaris intra / ekstrahepatik normal.
Vesica Fellea
Sulit dinilai (kurang puasa)
Renal Dextra et Sinistra
Ukuran, bentuk, dan permukaan normal, tak tampak tanda bendungan/ batu/ SOL
Ratio parenkim sentral reflex normal.
Spleen
Besar dan bentuk normal, eko parenkim homogeny, tak tampak SOL
Vena lienalis dalam batas normal.
Pankreas
Besar, bentuk dan permukaan normal, eko parenkim homogen, tak tampak SOL
Tak tampak pelebaran duktus pankreatikus mayor
Vesica Urinaria
Besar dan bentuk normal, dinding baik, tak tampak batu/SOL.
Trabekulasi dalam batas normal
Tak tampak tanda kokarde patologik pada traktus digestivus
Kesan : Tak tampak kelainan pada USG Abdomen dan Pelvis saat ini
Konfirmasi USG tanggal 26/11/2015 :
Pada keadaan puasa 12 jam :
Halaman | 12
Tampak gambaran vesica fellea dengan bentuk dan dinding normal, tidak tampak batu/SOL
pasca 2 jam pemberian makanan :
Tampak vesica fellea mengecil
X. ANALISA KASUS
Bronkopneumonia merupakan salah satu bentuk infeksi respiratorik bawah akut
(IRBA). Bronkopneumonia termasuk dalam salah satu jenis pneumonia atau yang sering kita
sebut dengan pneumonia lobaris. Bronkopneumonia adalah infeksi akut saluran pernafasan
yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus. Pneumonia hingga sekarang masih
merupakan masalah terbesar di negara berkembang. Tidak ditemukan adanya data mengenai
prevalensi penderita bronkopneumonia secara spesifik di Indonesia namun, diketahui insidens
pneumonia pada anak <5 tahun di negara berkembang mencapai 10-20 kasus/100 anak/tahun
dan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang.
Bronkopneumonia pada anak sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri/jamur) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-
lain). Diketahui penyebab tersering adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri terutama
Streptococcuspneumonia, haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus pada semua
kelompok umur namun, setiap kuman penyebab bronkopneumonia biasanya berbeda sesuai
dengan distribusi umur pasien. Infeksi virus sering menjadi penyebab pada anak kurang dari
5 tahun. Respiratory Syncytial Virus diketahui sering menjadi penyebab pada anak kurang
Halaman | 13
dari 3 tahun sedangkan adenovirus, parainfluenza virus dan influenza virus sering ditemukan
pada umur yang lebih muda. Pada anak lebih dari 10 tahun sering ditemukan penyebab
tersering adalah infeksi Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia.
Pada pasien tidak diketahui penyebab pasti terjadinya bronkopneumonia
namun, berdasarkan anamnesis dan gejala fisis yang didapat kecurigaan terbesar
penyebab infeksi adalah bakteri. Dari anamnesis didapatkan pasien berumur 1 tahun,
awitan muncul secara mendadak 8 hari SMRS, tidak ada anggota keluarga selain
pasien yang sakit, batuk pada pasien bersifat produktif. Pemeriksaan fisis didapatkan
demam hingga 40oC disertai adanya ronkhi pada auskultasi paru.
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), kelengkapan imunisasi, tidak
mendapatkan ASI yang cukup, gangguan imunologi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A,
defisiensi Zinc (Zn), dan riwayat perokok pasif. Penelitian meta analisi menunjukkan
pemberian vitamin A dan dapat menurunkan resiko terjadinya bronkopneumonia pada anak.
Pada pasien didapatkan faktor resiko berupa malnutrisi ringan, riwayat vaksin
tidak lengkap, dan diketahui pasien hampir setiap hari menjadi perokok pasif
dikarenakan ayah pasien selalu merokok seruangan dengan pasien.
Berdasarkan kepustakaan, manifestasi klinis bronkopneumonia sama dengan
manifestasi klinis pada pneumonia. Gejala dan tanda klinis bervariasi pada setiap penderita.
Gejala dan tanda klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas yang
kemudian diikuti dengan munculnya gejala umum infeksi seperti demam (bisa mencapai
40oC), menggigil, pilek, batuk (dahak purulent), sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa pasien
mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit
perut. Setelah gejala awal timbul maka gejala lanjutan seperti sesak nafas, gejala napas
Halaman | 14
cuping hidung, takipnu, penggunaan otot bantu bernafas akan muncul sebagai gejala lanjutan.
Frekuensi napas dan munculnya penggunaan otot bantu napas ditetapkan WHO sebagai
diagnosis klinis tegaknya diagnosis pneumonia. Pada pemeriksaan fisis pertama kali
dilakukan penilaian keadaan umum yang meliputi frekuensi napas, nadi, dan suhu terlebih
dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan yang dapat membuat anak gelisah atau
rewel. Penilaian selanjutnya dilakukan dengan menilai kesadaran dan kemampuan makan
atau minum pasien kemudian dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya gejala
pada pernapasan seperti takipnu, adanya retraksi, suara redup pada perkusi biasanya karena
adanya efusi pleura dan pada auskultasi seringkali didapatkan adanya suara napas tambahan
berupa ronkhi basah halus yang khas. Berdasarkan WHO, manifestasi klinis yang ditemukan
pada pasien dapat digunakan untuk menentukan derajat infeksi menjadi :
Infeksi ringan : napas cepat
Infeksi berat : retraksi
Infeksi sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi.
Pada pasien tidak didapatkan adanya keterangan jelas mengenai adanya tanda-
tanda infeksi saluran pernapasan atas sebelum pasien datang namun, pasien datang ke
RSUS dengan keluhan utama sesak nafas, takipnu (45 x/menit) dan adanya penggunaan
otot-otot bantu pernapasan disertai dengan adanya demam (38,3oC). Demam pada
pasien muncul sejak 8 hari SMRS kemudian diikuti dengan adanya batuk berdahak
dan pilek hingga 2 hari SMRS munculnya adanya sesak diikuti dengan napas cuping
hidung dan adanya retraksi. Demam pada pasien sempat mencapai 40oC tanpa disertai
adanya kejang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya retraksi intercostals diikuti
dengan terdengarnya ronkhi terutama di basal paru sinistra pada pemeriksaan
auskultasi.
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi digunakan sebagai penunjang
diagnosis bronkopneumonia. Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan jumlah
leukosit dan hitung jenis leukosit, pemeriksaan C-reactive protein (CRP), laju endap darah
dan pemeriksaan kultur darah dan sputum direkomendasikan pada pasien dengan pneumonia
berat. Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan kecurigaan
adanya infeksi TBC. Pemeriksaan radiologi dilakukan jika tanda klinis yang ditemukan tidak
begitu jelas, tidak didapatkan perbaikan dengan pengobatan antibiotic, adanya perburukan
dan jika dicurigai adanya komplikasi. Corakan bercak-bercak infiltrat (patchy) yang dapat
meluas hingga daerah perifer paru merupakan gambaran khas pada infeksi bronkopneumonia.
Halaman | 15
Corakan sering kali melibatkan kedua paru (bilateral) dan terkadang diikuti dengan penebalan
hilus.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, urinalysis, dan foto
thorax x-ray AP dan lateral. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan
kadar hemoglobin dan hematokrit disertai dengan peningkatan laju endap darah.
Pemeriksaan urinalysis tidak didapatkan adanya kelainan namun pada pemeriksaan
foto thorax didapatkan kesan infiltrat kasar pada suprahiler, parahiler dan paracardial
bilateral serta retrocardia Suspect TB paru DD/ Pneumonia. Disarankan dilakukan
pemeriksaan kultur bakteri untuk tata laksana yang tepat.
Pasien bronkopneumonia mempunyai indikasi untuk perawatan di rumah sakit.
Infeksi serta sesak yang timbul harus ditangani sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya
perburukan ataupun munculnya komplikasi. Kriteria rawat inap pada pasien dengan
kecurigaan bronkopneumonia adalah
Bayi
Saturasi oksigen < 92%, sianosis
Frekuensi napas < 60 x/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten atau grunting
Tidak mau minum/menetek
Halaman | 16
Keterbatasan keluarga dalam merawat pasien di rumah
Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis
Frekuensi napas >50 x/menit
Distres pernapasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keterbatasan keluarga dalam merawat pasien di rumah
Pada pasien didapatkaan adanya sesak napas dan retraksi tanpa diikuti adanya
sianosis dan gangguan pada saturasi oksigen. Keadaan pasien semenjak demam muncul
8 hari SMRS jadi sulit makan.
Tata laksana pada pasien dengan bronkopneumonia terbagi menjadi dua yaitu terapi
suportif atau umum dan terapi etiologi atau antibiotik. Terapi suportif berupa pemberian
makanan atau cairan serta koreksi asam-basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen
diberikan secara rutin dan harus diobservasi kurang lebih setiap 4 jam sekali, termasuk
pemeriksaan saturasi oksigen. Pada pasien dapat juga diberikan antipiretik dan analgetik
untuk menjaga kenyamanan pasien dan untuk mengontrol batuk. Nebulisasi dengan beta 2
agonis dan NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance.
Terapi etiologi yang sangat penting adalah pemberian antibiotik. Idealnya tata laksana
pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya namun, karena berbagai kendala diagnostik
etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik spektrum luas. Pneumonia viral
seharusnya tidak diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberi antibiotik apabila terdapat
kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri di samping kemungkinan infeksi bakteri
sekunder tidak dapat disingkirkan. Penggunaan antibiotik dengan spektrum luas digunakan
sebagai pengobatan lini pertama hingga hasil kultur bakteri didapatkan. Pengobatan lini
pertama ditujukan untuk melawan mikroorganisem tersering penyebab pneumonia oleh
karena itu, penggunaan ampisilin diketahui memiliki efektivitas yang bagus dalam melawan
kuman gram positif seperti streptokokus dan pneumokokus, sedangkan hemofilus sebagai
kuman negative dapat digunakan ampisilin dan kloramfenikol sebagai lini pertama.Ampisillin
sering digunakan sebagai pilihan lini pertama pada anak <5 tahun dikarenakan efektif
melawan sebagian besar patogen penyebab pneumonia tanpa komplikasi pada anak. Selain itu
ampisillin juga memiliki harga yang cukup murah. Pada pasien yang dicurigai community
Halaman | 17
acquired, umumnya ampisillin dan kloramfenikol masih terbilang efektif. Pilihan berikutnya
jika tidak terdapat adanya perbaikan maka pilihan selanjutnya dapat digunakan obat golongan
sefalosporin. Setiap pemberian antibiotik awal harus kita evaluasi dalam 48 – 72 jam. Bila
tidak ada perubahan klinis maka harus dilakukan perubahan antibiotik. Secara umum
pengobatan antibiotik diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14 hari. Pedoman lain
pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.
Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia telah banyak dilaporkan. Penggunaan
azitromisin dan klaritromisin pada IRBA sama efektifnya dengan pemberian co-amoksiklav.
Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila
dibandingkan dengan co-amoksiklav. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari
efektifitasnya setara dengan pemberian co-amoksiklav selama 10 hari. Penggunaan
klaritromisin secara multisenter pada pneumonia mendapatkan hasil yang cukup baik dalam
hal efektifitas dan efek sampingnya. Efek samping gangguan gastrointestinal seperti mual,
nyeri abdomen didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan
antibiotik lain.
Pada pasien diberikan tatalaksana suportif yaitu
Oksigen dengan nasal kanul 2 lpm saturasi 98%
Diet Susu Formula Entramix 12x60 ml perNGT
IVFD D5 ¼ NS 500 ml /24 jam
Paracetamol drop 0,8 ml PRN (Setiap suhu >38oC) PO
Pantau demam, sesak dan toleransi minum
Disertai dengan tatalaksana etiologi
Cefotaxime 200 mg 3dd1 IV
Perlu disingkirkan pula diagnosis banding bronkopneumonia yaitu tuberkulosis paru
mengingat negara Indonesia merupakan negara endemis kuman TB. Dapat dilakukan
pemeriksaan secara klinis dengan melihat dari parameter TB scoring yang terdiri dari
Halaman | 18
Dengan menggunakan parameter ini, dengan skor yang melebihi 6 sudah dapat
membantu menegakkan diagnosa TB positif.
Pada pasien ditemukan adanya riwayat kontak dengan pasien TB on OAT 3
bulan, didapatkan penurunan berat badan sebanyak 2 Kg dalam sebulan, didapatkan
adanya status gizi pasien kurang, foto dada yang mengarah ke TB dan uji Mantoux test
dengan hasi indurasi 0 mm sehingga skor pada pasien adalah 5. Skor 5 merupakan
indikasi seorang balita untuk dirawat agar mendapat pemeriksaan lebih lanjut.
Dikarenakan pasien memiliki skoring TB 5 dan didapatkan adanya informasi bahwa
pasien sudah sebulan terdapat keringat malam maka disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan IGRA jika biaya memungkinkan untuk mengantisipasi adanya hasil
negative palsu dikarenakan adanya malnutrisi pada pasien.
Anemia merupakan suatu keadaan rendahnya kadar hemoglobin di dalam darah. Pada
anak usia 1 hingga 5 tahun anemia ditegakkan jika kadar hemoglobin dalam darah kurang
dari 11 g/dL. Penyebab anemia sangatlah banyak oleh karena itu, melalui manifestasi klini
dan darah lengkap kita dapat memperkirakan penyebab timbulnya anemia. Gejala klinis yang
sering timbul pada pasien dengan anemia adalah pasien tampak lemas dan pucat serta nafas
menjadi berat ketika pasien melakukan aktivitas berlebih. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan adanya tachycardia, takipnu, konjungtiva pucat, jaundice, glossitis, dan adanya
kelainan pada kuku (kuku sendok pada anemia defisiensi besi). Pemeriksaan darah lengkap
dapat digunakan untuk mengetahui nilai dari Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH).
Halaman | 19
Pada pasien ini didapatkan adanya takipnu, konjungtiva pucat pada kedua mata
tanpa disertai adanya abnormalitas fisik yang lain dengan kadar hemoglobin 9,60 g/dL
dan MCV 68,00 fL dan MCH 21,50 pg, oleh karena itu pasien didiagnosa dengan
anemia mikrositik hipokrom dengan diagnosis banding penyebab terjadinya anemia
adalah defisiensi besi atau anemia dikarenakan penyakit kronis. Diagnosis lebih
mengarah ke defisiensi besi dikarenakan riwayat nutrisi pasien yang sangat jarang
mengonsumsi daging dan ditemukan adanya status gizi kurang pada antropometri.
Namun untuk diagnosis pasti disarankan untuk dilakukan pemeriksaan hapusan darah
tepi serta pemeriksaan serum Fe dan ferritin.
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu
yang singkat (kurang dari 3 minggu). Bakteri yang sering dijumpai pada OMSA dapat
diidentifikasi dengan jelas dari banyak penelitian yang telah dilakukan, yaitu adalah
Streptokokus pneumoni dan Hemofilus influenza. Pada anak seringkali timbulnya OMSA
didahului dengan adanya riwayat batuk diiringi dengan suhu tubuh yang tinggi. Pada OMSA
didapatkan keadaan edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, setra rasa nyeri di telinga berambah hebat. Apabila
tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang berwarna
kekuningan dan lebih lembek. Di tempat ini akan terjadi ruptur dan nanah keluar ke liang
telinga luar. Gejala klinis yang sering timbul yaitu rasa nyeri hebat hingga pasien tidak dapat
tidur, suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran
timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Halaman | 20
TINJAUAN PUSTAKA
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta: IDAI;
2010.
Supriyanto B. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatri September
2006; Edisi 8: 100-6
Said M. Pneumonia Atipik pada Anak. Sari Pediatri Desember 2001; Edisi 3: 141-6
Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto,
Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi Di Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 232-40
Inoue S, Arceci RJ. Pediatric Acute Anemia. Medscape Druugs & Diseases. 2015
October. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/954506-overview
Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007. Kelainan Telinga Tengah Dalam: Soepardi,
A.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakulras Kedokteran Universitas Indonesia, 64-86
Halaman | 21