newsletter tata ruang dan pertanahan edisi juni 2015

4
Perkenalan Produk-Produk PROTARIH di Kalangan Eselon II Sekretariat BKPRN ..... halaman 4 Sumber gambar: tataruangpertanahan.com TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN Sertifikat Tanah Digital Bagi Masyarakat Indonesia MONEV BIDANG TATA RUANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH halaman 2 PERMEN ATR NO.9/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN HAK KOMUNAL halaman 3 RESENSI BUKU PENATAAN RUANG BERBASIS CEKUNGAN AIR TANAH halaman 4 EDISI 6/ JUNI 2015 Di Indonesia, permasalahan sengketa tanah masih marak terjadi. Hal ini antara lain disebabkan oleh para mafia yang ingin mendapatkan tanah yang bukan haknya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pemalsuan dokumen. Namun, hal itu nampaknya tak akan terjadi lagi, atau setidaknya bisa diminimalisir dengan program yang akan segera diluncurkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang yaitu berupa sertifikat tanah digital. Rencananya program anyar dari pemerintah tersebut akan diluncurkan Juli mendatang. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, salah satu keuntungan dalam program sertifikat tanah digital adalah bisa menghindarkan masyarakat dari praktik mafia tanah. Sertifikat digital tersebut nantinya bisa menjadi sebuah dokumen yang sangat kuat, karena terekam dan teradministrasi dengan baik oleh pemerintah. Dengan demikian, diyakini tidak akan terjadi lagi tumpang tindih sertifikat. Disinyalir program sertifikat tanah digital ini turut meminimalisir pemalsuan karena sangat aman. Dengan database digital, pemerintah akan mudah mendeteksi keabsahan dari pemilik tanah di kementeriannya. Kalau ada sertifikat ganda bisa segera dicek dalam beberapa menit dan hasilnya langsung ketahuan keaslian sertifikatnya. Selain menggunakan password, nantinya pengguna juga diharuskan mengisi data selengkapnya dan mencantumkan foto. Masyarakat tidak akan kesulitan untuk mengakses data mengenai bukti kepemilikan tanah. Ketika sertifikat asli hilang, masyarakat bisa mengakses secara digital. Daerah yang menjadi pilot project program tersebut yakni Pulau Jawa, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Pulau berpenduduk terbesar di Indonesia ini dinilai memiliki fasilitas sistem jaringan internet yang memadai yang menjadi dasar utama program sertifikat tanah digital. Ditekankan pula bahwa tugas terpenting Kementerian ATR atas program ini adalah menjamin database status kepemilikan, lokasi, dan luas tanah. Perkuat Database Masyarakat didorong untuk memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Selain itu, seluruh jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) di daerah dihimbau untuk segera menyiapkan dan merapikan seluruh dokumen sertifikat masyarakat. Karena jika databasenya kuat, akan mudah untuk menerapkan sertifikat digital. Sembari mematangkan kebijakan tersebut dan merapikan database sertifikat tanah masyarakat di seluruh Indonesia, pemerintah terus mendorong dilakukannya upaya mediasi terhadap sengketa pertanahan yang masih tinggi. Menurut Ferry, mediasi bisa menjadi solusi untuk mencegah terjadinya konflik horizontal terhadap kedua pihak yang bersengketa. Munculnya konflik pertanahan biasanya juga karena adanya ketidakadilan dalam hal penguasaan dan pengelolaan tanah. Ketidakadilan ini lebih banyak terakumulasi pada pemilik modal daripada untuk kesejahteraan masyarakat. Konflik agraria tidak hanya menyangkut masalah kepemilikan lahan tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sumber kekayaan alam yang di dalamnya terkait erat dengan urusan pertanian, kehutanan, pertambangan dan kelautan. [RA] NEWSLETTER KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN REDAKSI: | Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan | | Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Santi Yulianti, Rini Aditya Dewi | Desain Tata Letak : Indra Ade Saputra dan Rini Aditya Dewi |

Upload: pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp

Post on 13-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Media informasi bidang tata ruang dan pertanahan Bappenas.

TRANSCRIPT

Page 1: Newsletter Tata Ruang dan Pertanahan Edisi Juni 2015

Perkenalan Produk-Produk PROTARIH di Kalangan Eselon II Sekretariat BKPRN ..... halaman 4

Sumber gambar: tataruangpertanahan.com

TATA RUANG PERTANAHANMEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN

Sertifikat Tanah Digital Bagi Masyarakat Indonesia

MONEV BIDANG TATA RUANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAHhalaman 2

PERMEN ATR NO.9/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN HAK KOMUNALhalaman 3

RESENSI BUKUPENATAAN RUANG BERBASIS

CEKUNGAN AIR TANAHhalaman 4

EDISI 6/ JUNI 2015

Di Indonesia, permasalahan sengketa tanah masih marak terjadi. Hal ini antara lain disebabkan oleh para mafia yang ingin mendapatkan tanah yang bukan haknya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pemalsuan dokumen. Namun, hal itu nampaknya tak akan terjadi lagi, atau setidaknya bisa diminimalisir dengan program yang akan segera diluncurkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang yaitu berupa sertifikat tanah digital. Rencananya program anyar dari pemerintah tersebut akan diluncurkan Juli mendatang. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, salah satu keuntungan dalam program sertifikat tanah digital adalah bisa menghindarkan masyarakat dari praktik mafia tanah. Sertifikat digital tersebut nantinya bisa

menjadi sebuah dokumen yang sangat kuat, karena terekam dan teradministrasi dengan baik oleh pemerintah. Dengan demikian, diyakini tidak akan terjadi lagi tumpang tindih sertifikat. Disinyalir program sertifikat tanah digital ini turut meminimalisir pemalsuan karena sangat aman. Dengan database digital, pemerintah akan mudah mendeteksi keabsahan dari pemilik tanah di kementeriannya. Kalau ada sertifikat ganda bisa segera dicek dalam beberapa menit dan hasilnya langsung ketahuan keaslian sertifikatnya. Selain menggunakan password, nantinya pengguna juga diharuskan mengisi data selengkapnya dan mencantumkan foto. Masyarakat tidak akan kesulitan untuk mengakses data mengenai bukti kepemilikan tanah. Ketika sertifikat asli hilang, masyarakat bisa mengakses secara digital. Daerah yang menjadi pilot project program tersebut yakni Pulau Jawa, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Pulau berpenduduk terbesar di Indonesia ini dinilai memiliki fasilitas sistem jaringan internet yang memadai yang menjadi dasar utama program sertifikat tanah digital. Ditekankan pula bahwa tugas terpenting Kementerian ATR atas program ini adalah menjamin database status

kepemilikan, lokasi, dan luas tanah.Perkuat Database Masyarakat didorong untuk memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Selain itu, seluruh jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) di daerah dihimbau untuk segera menyiapkan dan merapikan seluruh dokumen sertifikat masyarakat. Karena jika databasenya kuat, akan mudah untuk menerapkan sertifikat digital. Sembari mematangkan kebijakan tersebut dan merapikan database sertifikat tanah masyarakat di seluruh Indonesia, pemerintah terus mendorong dilakukannya upaya mediasi terhadap sengketa pertanahan yang masih tinggi. Menurut Ferry, mediasi bisa menjadi solusi untuk mencegah terjadinya konflik horizontal terhadap kedua pihak yang bersengketa. Munculnya konflik pertanahan biasanya juga karena adanya ketidakadilan dalam hal penguasaan dan pengelolaan tanah. Ketidakadilan ini lebih banyak terakumulasi pada pemilik modal daripada untuk kesejahteraan masyarakat. Konflik agraria tidak hanya menyangkut masalah kepemilikan lahan tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sumber kekayaan alam yang di dalamnya terkait erat dengan urusan pertanian, kehutanan, pertambangan dan kelautan. [RA]

NEWSLETTER

KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN

REDAKSI:| Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan |

| Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Santi Yulianti, Rini Aditya Dewi | Desain Tata Letak : Indra Ade Saputra dan Rini Aditya Dewi |

Page 2: Newsletter Tata Ruang dan Pertanahan Edisi Juni 2015

Perwakilan dari Bappenas, Bappeda, Dinas PU, BPN dan Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah foto bersama usai acara Monitoring dan Evaluasi Bidang Tata Ruang di kantor Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah (11/6). Sumber: Dokumentasi TRP

Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Monitoring dan Evaluasi Bidang Tata Ruang Provinsi Kalimantan Tengah

Palangkaraya (11/6). Salah satu Kunjungan Lapangan Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RKP 2014 dan RKP 2015 Bidang Tata Ruang adalah ke Provinsi Kalimantan Tengah. Bertempat di kantor Bappeda Provinsi, dilaksanakan rapat yang bertujuan mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan RKP tahun 2014 dan 2015 Bidang Tata Ruang berupa dana dekonsentrasi dari Kementerian ATR kepada Pemprov, dan diharapkan tim Bidang Tata Ruang Direktorat TRP Bappenas memperoleh masukan terkait

Samarinda, (22/6). Pelaksanaan PRODA di Provinsi Kalimantan Timur sudah ber-langsung sejak tahun 2010, dengan fokus pada pengembangan kegiatan pertanian, dan berlangsung di 10 Kabupaten yang ada di provinsi Kalimantan Timur.

Berdasarkan kesepakatan pada bulan September-Oktober 2014 antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten/Kota, secara akumulatif target total lahan yang tersertifikasi pada tahun 2015 mencapai 905 bidang.

Bidang-bidang tersebut terbagi atas, 149 bidang di Kabupaten Kutai Barat, 200 bidang di Penajam Paser Utara, 200 bidang di Berau, 200 bidang di Kutai Kartanegara, 100 bidang di Paser, dan 56 bidang di Kutai Timur.

Realisasi pelaksanaan sertifikasi cukup baik. Seperti contoh kegiatan sertifikasi di Kabupaten Kutai Timur, pada tahun 2015 sebanyak 56 bidang dan realisasi bidang dengan status clean and clear sebanyak 48 bidang.

Pelaksanaan kegiatan sertifikasi Kabupaten Berau sampai bulan juni 2015 dari target 200 bidang, sudah mencapai 166 bidang dengan kondisi clean and clear. Selanjutnya, berkas siap untuk diproses yaitu masuk ke tahap penetapan SPPT PBB dan pemberian sertipikat pada masing-masing bidang tanah tersebut.

Namun masyarakat asli Berau yang berada di pedalaman belum mendapatkan bantuan tersebut. Saat ini, untuk kegiatan tahun 2015 Pemerintah Daerah belum bisa melakukan kegiatan sertifikasi karena masih dalam tahap verifikasi dan koreksi data.

Beberapa permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan PRODA di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur antara lain adalah:

1. Keterbatasan juru ukur di tiap-tiap kantor pertanahan di kabupaten/

kota.

2. Pembiayaan kegiatan pra sertifikasi lahan belum tersedia di kabupaten/kota sebagai dana pendamping.

3. Koordinasi yang belum berjalan dengan baik antarinstansi di kabupaten/kota tentang tumpang tindih ijin perkebunan. [CW,ZH,RA]

Sistem Evaluasi Outcome Bidang Tata Ruang.

Berdasarkan hasil diskusi dengan Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, di dapat beberapa kesimpulan:

• RTRW Provinsi Kalimantan Tengah belum selesai, karena terdapat perbedaan besaran antara kawasan hutan dan non hutan. Menurut Kementerian Kehutanan (dengan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.529/Menhut-II/2012) adalah sekitar 82,46% : 17,54%, sementara menurut Pemprov (yang dinyatakan sesuai dengan kondisi eksisting) adalah sekitar 58% : 42%.

• Salah satu penyebab perbedaan tersebut adalah Tata Guna Hasil Hutan (TGHK) pada tahun 1982, dilakukan paduserasi di seluruh Indonesia pada tahun 1999, namun paduserasi di Provinsi Kalimantan Tengah tidak disahkan dengan formal. Akibatnya yang dianggap sah oleh Kementerian Kehutanan

adalah TGHK tahun 1982, sementara yang digunakan dalam Perda No. 8/2003 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Tengah adalah hasil paduserasi tahun 1999.

• Implikasi dari hal tersebut adalah terdapat banyak kawasan budidaya eksisting misalnya 659,321 km jaringan jalan nasional, 490,201 km jalan provinsi, 177 km trase jalur kereta api yang sedang dalam proses persiapan, masih berada dalam kawasan hutan.

• Pemprov mengharapkan hal ini dibawa ke Rakernas BKPRN untuk mendapatkan solusinya. Secara implisit, Menteri ATR telah menyatakan persetujuan terhadap kawasan non hutan sebesar 42% yang diusulkan oleh Pemprov.

• Dana dekonsentrasi tahun 2014 telah terserap semua, sementara dana dekonsentrasi tahun 2015 belum turun karena belum ada DIPA, sehingga belum ada penunjukan satker pelaksananya. Diprediksi hingga akhir tahun paling banyak terserap 75%. [AS,RA]

POTRET KEGIATAN:

Uke M. Husein selaku Kasubdit Bidang Pertanahan Direktorat TRP (kiri) menjadi salah satu pembicara dalam rapat Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Daerah Provinsi Kalimantan Timur di kantor Bappeda Kalimantan Timur. (22/6). Sumber: Dokumentasi TRP2

Page 3: Newsletter Tata Ruang dan Pertanahan Edisi Juni 2015

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.9 Tahun 2015

Ilustrasi Gambar Penetapan Kawasan Hutan. Sumber: getty image.

Masyarakat hukum adat (MHA) dan hutan adat menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hutan adat menjadi salah satu kekayaan penting bagi masyarakat hukum adat untuk menjamin kesejahteraan hidupnya, tatkala negara justru mengingkari keberadaannya. Hutan menyediakan aneka macam kebutuhan hidup bagi masyarakat hukum adat. Hutan juga menjadi sumber kekayaan alam dan keanekaragaman hayati masyarakat hukum adat yang mereka rawat dan jaga sejak dulu.

Negara harus menjamin kepastian hak masyarakat hukum adat atas hutan. Keberadaan masyarakat hukum adat masih memerlukan perangkat hukum di daerah, baik melalui Peraturan Daerah maupun melalui Surat Keputusan Kepala Daerah.

Pemerintah Daerah perlu menetapkan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum melalui Perda dan atau Surat Keputusan Kepala Daerah yang menjadi elemen utama untuk penetapan hutan adat. Selain itu, diperlukan sinergitas antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Hukum Adat untuk menata dan menginventarisasi kembali hutan adat masyarakat agar pemaknaan dari Putusan MK No.35/2012 dapat diterapkan.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu terbit 12 Mei 2015. Peraturan menteri (permen) ini terbit untuk memenuhi tersedianya suatu pedoman sebagai pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan RI, Menteri Pekerjaan Umum RI, dan Kepala Badan Pertanahan RI Nomor 79 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada dalam Kawasan Hutan, khususnya untuk tanah-tanah masyarakat hukum adat.

TATA CARA

Tata cara penetapan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu memiliki lima tahap, yaitu permohonan; tim IP4T; identifikasi, verifikasi dan pemeriksaan lapangan; analisis data fisik dan data yuridis; serta penyampaian laporan dan penetapan hak komunal.

(1) PERMOHONAN.

MHA mengajukan permohonan ke Bupati/Walikota/Gubernur dengan syarat-syarat tertentu. Setelah permohonan diterima, Bupati/Walikota/Gubernur membentuk Tim IP4T untuk menentukan keberadaan MHA serta tanahnya.

(2) TIM IP4T.

Tim IP4T bertugas melaksanakan seluruh tahapan Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.

(3) IDENTIFIKASI, VERIFIKASI dan PEMERIKSAAN LAPANGAN.

Setelah menerima berkas permohonan, tim IP4T melakukan identifikasi dan verifikasi mengenai identitas pemohon, riwayat tanah, jenis, penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan tanah. Jika berkas sudah lengkap, Tim IP4T melakukan pemeriksaan lapangan untuk mengetahui letak dan batas tanah yang dimohon.

(4) ANALISIS DATA FISIK DAN DATA YURIDIS.

Tim IP4T menyerahkan hasil analisis ke Direktur Jenderal yang bertugas di bidang planologi kehutanan untuk dilepaskan dari kawasan hutan, dan hasil pengintegrasian keputusan perubahan kawasan hutan tersebut berupa diterbitkannya Keputusan Kepala Daerah.

(5) PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENETAPAN HAK KOMUNAL.

Tim IP4T menyampaikan laporan hasil kerja yang memuat ada atau tidaknya MHA, nama pimpinan adat dan para anggotanya, serta data tanah dan riwayat penguasaan tanah kepada Bupati/Walikota/Gubernur. Setelah itu, Bupati/Walikota menetapkan Hak Komunal atas tanah MHA yang terletak pada (1) satu kabupaten/kota; Gubernur menetapkan Hak Komunal atas tanah MHA yang terletak pada lintas kabupaten/kota.

Selain Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No.9/2015 tentang Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu, pengakuan terhadap masyarakat hukum adat maupun penetapan hutan adat bisa menggunakan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat, seperti Peraturan Bersama Tiga Menteri tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di dalam kawasan hutan, serta Peraturan Menteri Desa No.1/2015 tentang Hak Asal Usul Desa. [RA]

WAWASAN

LINK TERKAITDirektorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas Portal Tata Ruang dan PertanahanSekretariat BKPRN

Potret Kegiatan TRPMonitoring dan Evaluasi Bidang Tata Ruang Provinsi Kalimantan TengahMonitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Daerah Provinsi Kalimantan TimurPerkenalan Produk-Produk PROTARIH di Kalangan Eselon II Sekretariat BKPRN

tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu

3

Page 4: Newsletter Tata Ruang dan Pertanahan Edisi Juni 2015

INVENTARISASI PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH (IP4T) DALAM KAWASAN HUTAN

JUDUL BUKU: Inventarisasi Pengua-saan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Dalam Kawasan Hutan

PENYUSUN dan PENERBIT: Ke-menterian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

JUMLAH HALAMAN : 27

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN,BAPPENASJalan Taman Suropati No. 2AGedung Madiun Lt. 3

T : 021 392 7412F : 021 392 6601 E : [email protected]: www.trp.or.idPortal : www.tataruangpertanahan.com

Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami:

Perkenalan Produk-Produk PROTARIH diKalangan Eselon II BKPRN

Jakarta, (30/6). Program Tata Ruang dan Investasi Hijau di Papua (Protarih) adalah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Inggris yang merupakan representasi komitmen kedua pemerintah untuk menurunkan dampak perubahan iklim dengan cara menjaga tutupan hutan. Dalam rangka memperkenalkan produk-produk Protarih di Provinsi Papua, diselenggarakan rapat koordinasi antara Eselon II Badan Koordinasi

Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dengan tim Protarih pada Selasa (30/6) di Hotel Akmani, Jakarta. Diskusi ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi Geospasial (BIG), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Samdhana Institute, serta Administrasi Kerjasama Luar Negeri (AKLN) Kemendagri.

Di Indonesia, Protarih telah berjalan lebih dari dua tahun dan akan selesai pada akhir Juli 2015. Sampai saat ini Protarih telah memfasilitasi Bappeda Papua dalam mengembangkan beberapa produk pengetahuan yang dapat diadopsi menjadi instrumen kebijakan dalam rangka mendukung pelaksanaan RTRW Papua yaitu: (1) Sistem Informasi Manajemen Tata Ruang (SIMTARU); (2) Protokol verifikasi pemanfaatan ruang di Papua; dan (3) Panduan tata ruang

perkampungan di Papua.

Dalam kesempatan tersebut, dijelaskan bahwa Program protarih dalam rangka pembangunan manusia agar mampu mengatasi masalahnya sendiri diantaranya telah dilakukan:1. Program pendidikan populer untuk

membangun kader motivator kampung (pelatihan terhadap kader kampung);

2. Membangun kesadaran bersama melalui forum kampung;

3. Mengembalikan produktivitas tanah, kualitas hutan, laut, dan sungai (mengatur zonasi ruang adat sebagai konservasi dan pertanian, komitmen membuka kebun bersama, menanam hutan kembali, konservasi ikan, dan kampanye anak untuk mengelola sampah);

4. Membangun kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri (sekolah lapang petani, mengembangkan keteram-pilan wirausaha). [OL, RA]

RESENSI BUKU:

Para peserta mengikuti diskusi Perkenalan Produk-Produk PROTARIH di Hotel Akmani, Jakarta (30/6). Rinella Tambunan, Perencana Madya Sekretariat BKPRN menjadi moderator acara. Sumber: Dokumentasi TRP

Kebutuhan terhadap tanah selalu mengalami kenaikan tidak hanya diperkotaan tetapi juga di seluruh pelosok wilayah Indonesia bahkan pada kawasan hutan. Sektor kehutanan memiliki bagian yang diantaranya adalah sektor minerba dan hunian masyarakat. Kenyataannya sudah banyak terjadi alih fungsi lahan dalam kawasan hutan antara lain menjadi permukiman,

perkebunan, tegalan dan sudah dikuasai oleh beberapa masyarakat. 65% wilayah Indonesia adalah kawasan hutan. Dari luas tersebut, banyak lahan yang sudah diduduki dan dikuasai oleh masyarakat namun tidak bisa disertipikatkan.

Bertolak dari Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama dalam percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia oleh 12 kementerian, maka pada 17 Oklober 2014 diundangkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/MENHUT-II/2014,

17.PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang ada di dalam Kawasan Hutan.

Untuk menindaklanjuti Peraturan Bersama tersebut Kedeputian Bidang Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menyusun petunjuk pelaksanaan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) dalam kawasan hutan yang nantinya menjadi acuan bagi Tim IP4T dalam penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan hutan Indonesia. [RA]

4