volume 1 no. 2 juni 2020 issn 2722-8959 newsletter...volume 1 no. 2 juni 2020 1 p embaca yang...
TRANSCRIPT
Volume 1 No. 2 Juni 2020 1
Pembaca yang budiman, Newsletter Desentralisasi dan Pelembagaan Demokrasi Lokal di Indonesia terbitan kedua dari volume satu ini merupakan edisi khusus kegiatan
yang dilakukan oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI berkenaan dengan pandemik Covid-19. Pada terbitan kali ini, informasi yang disajikan berupa kegiatan webinar, artikel dan publikasi hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Otonomi Daerah.
Tercatat sejak Maret 2020 pandemik Covid-19 melanda Indonesia. Bahkan virus tersebut telah menyebar luas ke berbagai belahan dunia dan menyebabkan banyaknya korban yang terdampak dan berujung pada kematian. Banyak negara yang terdampak di berbagai belahan dunia mengambil kebijakan-kebijakan krusial untuk mencegah dan mengatasi Covid-19, tak terkecuali Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, penanggulangan Covid-19 terkesan tak mudah. Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan sinergi dan koordinasi antar kelembagaan dan institusi (K/L) terkait serta pemerintah daerah (pemda). Kesemrawutan terbaca ketika K/L dan Pemda jalan sendiri-sendiri dan bahkan saling menegasikan. Nuansa tarik-menarik kepentingan atas nama politik sulit dihindarkan ketika kebijakan pusat dan daerah tidak sinkron. Silang sengkarut relasi pusat-daerah membuat masyarakat bingung. UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah cukup jelas dalam mengatur masalah pelayanan kesehatan. Namun karena Covid-19 dianggap bencana non alam dan extra ordinary sehingga penanggulangannya langsung diambil alih pemerintah pusat. Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah harus mengikuti semua peraturan pusat (gugus tugas Covid-19).
Untuk merespons permasalahan silang sengkarut relasi pusat-daerah tersebut, Tim Otonomi Daerah P2P LIPI melaksanakan kegiatan Webinar Relasi Pusat dan Daerah dalam Mengatasi Covid-19 pada 22 April 2020. Di edisi ini disajikan update informasi dan artikel terkait Covid-19. Pembaca bisa mendapatkan informasi tersebut di edisi ini.
Akhir kata, kami tim redaksi mohon maaf bila ada kekurangan dalam newsletter ini. Saran dan usulan kritis yang konstruktif untuk perbaikan materi newsletter edisi-edisi berikutnya dari para pembaca sangat diharapkan. Terima kasih.
Salam Hangat,
Redaksi
Pengantar Redaksi Daftar IsiPengantar Redaksi 1Berita: Webinar Relasi Pusat dan Daerah dalam Mengatasi Covid-19 2Artikel 4Publikasi Hasil Penelitian 6
DESENTRALISASI, OTONOMI DAERAH DAN PELEMBAGAAN DEMOKRASI LOKAL
Newsletter
Diterbitkan 4 kali setahun oleh Tim Penelitian Otonomi Daerah Pusat Penelitian Politik – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI).
Penanggung Jawab Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A.
Redaktur 1. Nyimas Latifah Letty Aziz, S.E., M.Sc., M.Eng.2. Drs. Heru Cahyono
Editor Yusuf Maulana, S.A.P.
Sekretaris RedaksiDini Rahmiati, S.Sos., M.Si. (Hp. +62 817-763-719)
Desain GrafisAnggih Tangkas Wibowo, S.T., M.MSI.
Alamat: Pusat Penelitian Politik Widya Graha LIPI, Lt.3Jln. Jend. Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan
Email: [email protected]
Website: http://politik.lipi.go.id
TIM PENELITI OTONOMI DAERAH P2P LIPI
Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A. (Politik dan Pemerintahan)Drs. Heru Cahyono (Politik dan Pemerintahan)Nyimas Latifah Letty Aziz, S.E., M.Sc., M.Eng. (Politik Ekonomi dan Pembangunan Wilayah)Yusuf Maulana, S.A.P. (Administrasi Publik)Dini Rahmiati, S.Sos., M.Si. (Politik dan Pemerintahan)
Informasi kerjasama penelitian silahkan menghubungi Sekretaris Redaksi
Volume 1 No. 2 Juni 2020 ISSN 2722-8959
Volume 1 No. 2 Juni 2020 2
Berita Seputar Kegiatan WebinarRelasi Pusat dan Daerah dalam Mengatasi Covid-19
sumbangsih pemikiran bersama, salah satunya di bidang
ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan (IPSK).
Oleh karena itu, Pusat Penelitian Politik LIPI di bawah
Kedeputian IPSK menyelengarakan acara webinar
dengan tema “Relasi Pusat dan Daerah dalam Mengatasi
Covid-19”. Acara ini diselenggarakan secara online
melalui zoom meeting dan disiarkan secara live melalui
youtube. Webinar dilaksanakan pada hari Rabu, 22 April
2020, pukul 19.00 sd 22.30 WIB.
Tujuan dari kegiatan webinar untuk mendapatkan
gambaran/respons yang jelas dari keragaman daerah
dalam mengatasi Covid-19; mendapatkan masukan
penting tentang praktik koordinasi, pembinaan dan
pengawasan (Korbinwas) antara eksekutif (pusat-
daerah), dan legislatif (DPR dan DPD-RI) dalam
mengatasi Covid-19; dan untuk mendapatkan masukan
tentang pola relasi yang ideal antara pusat dan daerah
terkait dengan wewenang, kebijakan, etika, dan norma
dalam mengatasi Covid-19.
Narasumber yang menjadi pembicara pada kegiatan
webinar ini mewakili berbagai bidang ilmu dan profesi,
mulai dari peneliti senior LIPI, Prof. Dr. R. Siti Zuhro; Drs.
Akmal Malik, M.Si (Dirjen Otonomi Daerah Kementerian
Dalam Negeri); Anies Baswedan, PhD (Gubernur DKI
Jakarta); Ir. H. Ruksamin, ST, MSi (Bupati Konawe Utara);
Dr. Ahmad Doli Kurnia Tandjung (Ketua Komisi II DPR
RI); Dr. Agustin Teras Narang (Ketua Komite 1 DPD RI);
Prof. Dr. Eko Prasojo (Dekan Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Indonesia); dan Prof. Dr. Djohermansyah
Djohan (Presiden Institute Otonomi Daerah & Guru
Besar IPDN). Kegiatan dibuka oleh Deputi IPSK-LIPI dan
dengan moderator Prof. Dr. Firman Noor (Kepala Pusat
Penelitian Politik LIPI).
Peserta terdiri dari berbagai profesi yang berasal dari
dalam negeri (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
NTT, Maluku) dan luar negeri (Rusia dan Amerika).
Pendaftaran untuk 500 peserta dan dihadiri sebanyak
270 peserta. Selain itu, sebanyak 2.311 pengunjung
menonton langsung melalui youtube.
Hasil dari kegiatan webinar Relasi Pusat dan Daerah
dalam Mengatasi Covid-19 menyimpulkan bahwa
masalah relasi pusat dan daerah bersifat multidimensi
terkait dengan masalah mindset, regulasi, koordinasi,
hingga masalah pengawasan, norma dan etika. Masalah
koordinasi, komunikasi dan sinergi di awal pandemik ini
Pandemik Covid-19 telah melanda dunia. Wabah
ini menyebar dengan sangat cepat ke berbagai
belahan dunia bahkan sampai ke Indonesia.
Penyebaran wabah ini makin hari makin meluas dan
dampaknya tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi
juga berdampak, terhadap ekonomi, social-politik, dan
hukum. Kekhawatiran atas penyebarannya yang sangat
cepat membutuhkan kesiapan dan ketangkasan dari
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk
segera melakukan pencegahan wabah yang semakin
meluas, salah satunya melalui protokol kesehatan.
Penerapan protokol kesehatan dan antisipasi
pencegahan diterapkan dalam berbagai kebijakan baik
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Namun, dalam implementasinya terkesan adanya ‘tarik-
menarik kewenangan’ antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Koordinasi, komunikasi dan sinergi
antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
tampak tak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal
kondisi saat ini adalah kondisi darurat nasional yang
seharusnya ditangani secara sigap dan tangkas, baik
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Penyebaran yang cepat dan meluas ke daerah-daerah
menuntut kepala daerah (gubernur, bupati/walikota)
segera mengeluarkan kebijakan untuk melindungi
warganya.
Kebijakan lockdown yang diterapkan di luar
negeri diadopsi oleh Pemerintah Indonesia dengan
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ini kemudian turut pula diterapkan di daerah-daerah.
Namun, penerapannya perlu ijin dari Pemerintah Pusat
(melalui Kementerian Kesehatan). Di satu sisi dengan
desentralisasi dan otonomi daerah, daerah memiliki
kewenangan untuk menjalankan urusan wajib pelayanan
kesehatan. Namun, dalam kondisi bencana nasional ini,
kewenangan tersebut ditarik ke pusat sehingga daerah
dalam hal ini harus mematuhi ‘rule of the game’ dari
Pemerintah Pusat. Tarik-menarik kewenangan tersebut
yang tak semestinya terjadi di saat bencana Covid-19,
menimbulkan keprihatinan tersendiri.
Hal tersebut mendorong Tim Otda P2P LIPI berinisiatif
menggelar diskusi untuk membahas topik krusial
tersebut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
sebagai salah satu lembaga pemerintah yang fokus di
bidang riset memiliki tanggung jawab untuk memberikan
DESENTRALISASI, OTONOMI DAERAH DAN PELEMBAGAAN DEMOKRASI LOKAL
Newsletter
Volume 1 No. 2 Juni 2020 3
DESENTRALISASI, OTONOMI DAERAH DAN PELEMBAGAAN DEMOKRASI LOKAL
diakui masih kurang. Meski demikian, terkait masalah
mindset di mana pemerintah harus merespons cepat
pandemi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
seluruh proses penanganan. Pemerintah semakin hari
semakin concern dan menyadari bahwa koordinasi
penting. Salah satunya dicerminkan dengan keberadaan
gugus tugas. Pemda sendiri telah melakukan penafsiran
beberapa kebijakan dan berupaya merespons cepat
untuk menjawab masalah Covid-19 yang mendera
daerahnya.
Sementara untuk DPR, publik meminta agar institusi ini
melakukan pengawasan secara efektif dan konstruktif,
jangan mengesankan pembiaran.
Dalam kaitannya dengan daerah, perlu dilakukan
diskresi kebijakan agar tercipta akselerasi respons yang
taktis oleh pemda terkait pandemik. Hikmah adanya
pandemik Covid-19 ini diharapkan sebagai leverage factor
perbaikan pola hubungan pusat dan daerah. Relasi yang
harmonis sangat diperlukan untuk mengatasi virus secara
bersama. Selain itu, perlu pula menumbuhkan semangat
business not as usual dalam menghadapi extraordinary case
dengan tetap mengedepankan semangat gotong royong
dan memperkuat manajemen krisis.
Urusan pemerintahan umum merupakan salah satu
kunci bagi penguatan dan koordinasi antara pemerintah
pusat dan daerah. Tindak lanjutnya dapat dituangkan
dalam Perpres terkait dengan Manajemen Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat terkait Covid-19 sebagai bencana
nasional. Dalam menangani Covid-19, relasi pusat dan
daerah harus memperhatikan norma dan etika di mana
baik pusat maupun daerah memahami secara benar
kewenangan yang dimiliki. Baik pusat maupun daerah
juga perlu saling mengapresiasi urusan yang menjadi
kewenangannya masing-masing dengan berbagi
tugas dan tanggungjawab yang dilandasi sinergi dan
kooperasi untuk kepentingan negara dan bangsa.
Kegiatan webinar ini diharapkan bisa menghasilkan
suatu rekomendasi kebijakan yang bisa menjadi
pertimbangan bagi eksekutif (Pemerintah Pusat dan
Daerah) dan legislatif dalam menjalin koordinasi,
pembinaan dan pengawasan, khususnya dalam
penanganan wabah penyakit. Selain itu hasil dari
kegiatan webinar ini juga diharapkan bisa memberikan
manfaat bagi masyarakat sebagai bentuk public education.
Di akhir acara webinar, panitia memberikan pooling kepada peserta webinar terkait dengan pertanyaan
“Bagaimana Relasi Pusat Daerah dalam Mengatasi
Covid-19 sejauh ini? Terdapat 13% yang menyatakan
sangat baik; 54% cukup baik; 30% buruk; dan 3% sangat
buruk.
Informasi seputar webinar ini dapat juga dilihat di
http://politik.lipi.go.id/kegiatan/tahun-2020/1377-
webinar-desentralisasi-dan-otonomi-daerah-relasi-
pusat-dan-daerah-dalam-mengatasi-covid-19 dan
prosiding webinar dengan link http://lipi.go.id/
publikasi/editor-prosiding-webinar-relasi-pusat-dan-
daerah-dalam-mengatasi-covid-19/34729
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
Newsletter
Rabu, 22 April 2020
Editor: Nyimas Latifah Letty Aziz
Platform Online Webinar, Jakarta
Desentralisasi dan Pelembagaan Demokrasi Lokal
Webinar Relasi Pusat dan Daerah
Reviewer: R. Siti Zuhro
PROSIDINGWEBINAR
Volume 1 No. 2 Juni 2020 4
DESENTRALISASI, OTONOMI DAERAH DAN PELEMBAGAAN DEMOKRASI LOKAL
Newsletter
Beberapa waktu lalu publik dihebohkan oleh video viral kekesalan Bupati Bolaang Mongondow Timur berkenaan dengan aturan pemerintah
pusat tentang bantuan sosial Covid-19 yang dinilainya
membingungkan dan menyusahkan daerah.
Fenomena tersebut bisa dipahami. Di satu sisi, sebagai
pemimpin yang berhadapan langsung dengan rakyat
dalam menghadapi ”bencana nasional” Covid-19,
para kepala daerah (bupati/wali kota) dituntut untuk
mengambil kebijakan yang tangkas dan memberikan rasa
aman kepada rakyatnya. Di sisi lain, pemerintah pusat—
yang notabene memiliki kendala dalam hal rentang
kendali dengan berbagai pengaturan/norma hukum—
dirasakannya lamban dalam mengambil kebijakan.
Pemerintah pusat sepertinya gamang dalam
mendudukkan persoalan Covid-19: apakah tergolong
wabah penyakit menular (UU No 4/1984), bencana non-
alam (UU No 24/2007), atau kedaruratan kesehatan
masyarakat dan kekarantinaan kesehatan (UU No
6/2018). Selain itu, publik juga melihat tidak tertata/
terbangunnya secara baik hubungan antarkelembagaan,
seperti antara Kemenkes, BNPB, Kemendagri, Kemenlu,
Kemenhub, Kemendesa, Kemenpan-RB, Kemenag,
Kemdikbud, Kemenkeu, Kemperin, Kemendag, BUMN,
Kominfo, TNI, dan Polri dalam penanganan Covid-19.
Kementerian dan lembaga (K/L) belum menjadi satu
kesatuan yang utuh dalam mengatasi Covid-19. Oleh
karena itu, bisa dipahami jika persoalannya menjadi lebih
rumit ketika harus bersinergi dengan pemda (provinsi/
kabupaten/kota).
Pentingnya kebersamaan dan keselarasan pusat-daerah
Dalam mengatasi Covid-19, pemerintah pusat tak
bisa sendiri. Kebersamaan dan keselarasan bertindak
dengan pemda sangat penting. Bahkan, juga dengan
pemerintahan desa (seperti nagari) yang menjadi garda
terdepan dalam melayani rakyat.
Kepala daerah menjadi kepala Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di
daerahnya. Gubernur menjadi kepala gugus tugas di
provinsi, sementara bupati mengepalai gugus tugas di
kabupaten dan wali kota kepala gugus tugas di kota.
Masing-masing bertugas sesuai dengan Keppres
No 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Idealnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 tersebut dikepalai oleh presiden, bukan kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Presiden harus menjadi ”panglima” dalam perang
menghadapi wabah Covid-19. Asumsinya, jika presiden
jadi panglimanya, semua bisa diputuskan lebih cepat,
terarah dan terintegrasi.
Pembagian kewenangan penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang penanganan wabah Covid-19
mengacu pada UU No 23/2014 (tentang Pemda) dan
UU No 6/2014 (tentang Desa). Kedudukan gubernur
sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah pusat
penting dalam urusan penanganan Covid-19, khususnya
terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan
bencana nasional.
Demikian juga kedudukan bupati/wali kota sebagai
kepala daerah otonom dalam menyelenggarakan urusan
penanganan wabah Covid-19. Selain itu, penting pula
pengelolaan alokasi anggaran dikaitkan dengan APBN
2020, APBD 2020, dan APBDesa 2020 serta refocusing
anggaran agar penanganan Covid-19 lebih efektif dan
konkret hasilnya.
Persoalannya adalah kurangnya kejelasan status
apakah penanganan wabah Covid-19 merupakan urusan
bidang kesehatan sebagaimana diatur dalam UU No
23/2014 dan UU No 6/2018 (tentang Kekarantinaan
Kesehatan), atau urusan bencana sebagaimana diatur
dalam UU No 23/2014 (tentang Pemerintahan Daerah)
dan UU No 24/2007 (tentang Penanggulangan Bencana).
Urusan konkuren kesehatan berdasarkan UU
No 6/2018 bersifat sentralistis (Kemenkes) dan
dilaksanakan dengan melibatkan daerah (tugas
pembantuan). Urusan tanggap darurat sesuai UU No
24/2007 bersifat sentralistis melalui presiden (BNPB)
dan dilaksanakan oleh provinsi dan kabupaten/kota
(dengan asas desentralisasi).
Di tataran praksis terjadi ketidaktaatan, inkonsistensi,
dan ketidakharmonisan dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan dari berbagai UU tersebut: asas
tugas pembantuan tak berjalan, demikian pula asas
desentralisasi. Lemahnya koordinasi kelembagaan
membuat eksekusi program lamban.
Persoalan muncul karena pemimpin tertinggi
penanganan wabah Covid-19 sejak Maret tak jelas dan
membingungkan publik: apakah Kemenkes atau BNPB?
Artikel: Relasi Pusat-Daerah dan Korona
Volume 1 No. 2 Juni 2020 5
DESENTRALISASI, OTONOMI DAERAH DAN PELEMBAGAAN DEMOKRASI LOKAL
Newsletter
Keppres No 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-
alam sebagai Bencana Nasional tak mencantumkan soal
tanggap darurat nasional seperti diatur dalam UU No
24/2007. Hal ini bisa jadi karena sudah ditetapkan PSBB
di PP No 21/2020.
Sementara Keppres No 7/2020 (tentang Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease
2019 (Covid-19) dan Keppres No 9/2020 (tentang
Perubahan atas Keppres No 7/2020 tentang Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease
2019/Covid- 19) hanya mengatur tugas gugus tugas
dalam penanganan Covid-19 tanpa disertai kewenangan
membuat keputusan dan tindakan administrasi
pemerintahan.
Karena penanganan wabah ini melibatkan banyak
sekali urusan yang jadi kewenangan K/L/pemda.
Tampaknya Keppres No 7/2020, Keppres No 9/2020,
dan UU No 24/2007 tak cukup menjangkau tugas-tugas
yang dibebankan.
Penguatan urusan pemerintahan umum
Mengingat banyaknya norma hukum dan ketidakjelasan
pemimpin tertinggi dalam penanganan wabah
Covid-19 di tingkat pusat, serta berkaitan dengan
kewenangan provinsi dan kabupaten/ kota, kiranya
penting dipertimbangkan untuk memperkuat urusan
pemerintahan umum sebagaimana diatur dalam UU No
23/2014 (tentang Pemda).
Urusan pemerintahan umum adalah urusan yang jadi
kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan
(Pasal 9), dan dilaksanakan oleh gubernur di tingkat
provinsi dan bupati/wali kota di tingkat kabupaten/
kota (Pasal 25 Ayat 2). Dengan demikian, sinergi pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota dalam penanganan wabah
dapat dilaksanakan dengan baik.
Berkenaan dengan hal ini, diperlukan perpres tentang
manajemen penanganan kedaruratan kesehatan
masyarakat terkait Covid-19 sebagai bencana nasional
dengan fokus pada beberapa hal. Pertama, perlunya
pengaturan mengenai status penanganan wabah sebagai
urusan pemerintahan umum (kelembagaan antar-K/L,
vertikal antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota, dan
pendanaan).
Kedua, sebagai pemimpin tertinggi dalam mengatasi
Covid-19, presiden perlu dibantu menko (ketua harian)
dan tiga gugus tugas yang dipimpin menteri (Menkes,
Mendagri, Kepala BNPB). Ketiga, gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat, bupati/wali kota dan instansi vertikal,
dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah berperan
sebagai pelaksana tugas pembantuan dibantu perangkat
daerah dan dilaksanakan sesuai kondisi daerah.
Keempat, selain APBN, pendanaannya perlu melibatkan
APBD setiap daerah, serta APBDesa. Kelima, perlunya
perubahan produk hukum daerah dan refocusing untuk
melaksanakan urusan pemerintahan umum penanganan
Covid-19.
Pelurusan desentralisasi dan otda
Masalah Covid-19 bisa diselesaikan dengan lebih cepat
jika pemerintah mampu membangun sinergi, sinkronisasi,
kolaborasi, dan komunikasi yang baik antartingkatan
pemerintahan (dengan perspektif yang sama). Setiap
tingkatan pemerintahan tidak boleh jalan sendiri-sendiri
karena ini akan mengganggu kebangsaan dan kesatuan
Indonesia.
Pada saat yang sama bencana Covid-19 harus dijadikan
peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki kualitas
pemerintahan, khususnya pola relasi pusat dan daerah.
Hal ini penting agar tidak muncul ”represi” pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah ataupun ”resistensi/
pembangkangan” pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat.
Pemerintah pusat perlu meluruskan kembali praktik
desentralisasi dan otonomi daerah agar sesuai dengan
prinsip NKRI dan menegaskan kembali bahwa praktik
sistem multipartai tak boleh berpengaruh negatif pada
birokrasi pemerintahan karena birokrasi tak boleh
diintrusi politik. Sifat birokrasi yang pada dasarnya
hierarkis (mulai pusat sampai daerah) seharusnya tak
perlu dibenturkan dengan realitas warna-warni partai
yang memimpin birokrasi.
Birokrasi harus terjaga dan tak boleh dijadikan lahan
tarik-menarik kepentingan. Apalagi dalam melawan
Covid-19. Siapa pun yang memimpin birokrasi harus
taat pada etika pemerintahan dan profesional dalam
menjalankan tugasnya sehingga konflik antar-tingkatan
pemerintahan tak perlu terjadi di era Covid-19 ini.
*Artikel ini diterbitkan di harian Kompas Tanggal 11 Mei 2020
Volume 1 No. 2 Juni 2020 6
DESENTRALISASI, OTONOMI DAERAH DAN PELEMBAGAAN DEMOKRASI LOKAL
Publikasi Hasil-Hasil Penelitian Otonomi Daerah 2005-2017
Publikasi Buku 2005-2009 (Kajian Birokrasi dan Otonomi Daerah)
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
Publikasi Buku 2010-2014 (Kajian Pemekaran dan Relasi Kepala Daerah)
Publikasi Buku 2015-2017 (Kajian Otonomi Khusus)
Policy Paper 2015-2019 (Otonomi Khusus)
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
PUBLIKASI HASIL-HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH 2005-2017 PUBLIKASI BUKU 2005-2009
PUBLIKASI BUKU 2010-2014
PUBLIKASI BUKU 2015-2017 REVIEW BUKU 2018
POLICY PAPER 2015-2019
PROSIDING FGD 1, 11 MARET 2020 PROSIDING WEBINAR, 22 APRIL 2020
Newsletter
Policy Paper 2014 (Daerah Otonom Baru)
Kerjasama P2P LIPI dengan Setwapres 2014