newsletter udik edisi 12 - juni 2015
DESCRIPTION
Di bulan Juni 2015 ini, Newsletter Udik kembali terbit. Kali ini mendapatkan dukungan dari AIPJ lewat prgoram Pemberdayaan Hukum Masyarakat (PHM). Untuk edisi Juni 2015 ini, redaksi mengangkat soal persiapan PIAR NTT dalam melakukan implementasi program kerjasama dengan AIPJ dengan tema Mengembangkan Akses dan Partisipasi Masyarakat dalamLayanan Publik dan Layanan Bantuan Hukum yang adil dan Berkualitas dari Level Desa sampai Kabupaten.Mendampingi masyarakat dan aparat pemerintah desa merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dimana upaya ini akan mengacu pada implementasi UU Pelayanan Publik, UU Bantuan Hukum dan juga UU Desa. Aparat pemerintah desa yang kuat, akan memberikan kulitaspelayanan yang baik kepada warga. Sedangkan masyarakat yang berdaya akan memberikan dukungan pengawasan yang kredibel sehingga program pembangunan di level desa dapat berjalan secara adil dan berkualitas Dalam program ini, PIAR NTT secara konkrit akan berupaya untuk menghadir masyarakat yangmemiliki kapasitas untuk melakukan pengawasan maupun menjalankan kerja-kerja paralegal. Dengan demikian maka laju pembangunan di level desa akan berjalan seimbang antara pelaksanaan pembangunan dan pengawasannya. Paralegal akanmembantu kerja aparat desa dalammenangani masalah di desa.TRANSCRIPT
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 1/8
Dedek...
PerkumpulanPengembangan Inisiatif &
Advokasi Rakyat Nusa Tenggara Timur
PIAR - NTT
Untuk Demokrasi & Kedaulatan Kita
k
k
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015 Media Informasi PIAR NTT dan Komunitas
Bersambung ke Hal. 2
Di bulan Juni 2015 ini,Newsletter Udik kembali terbit. Kaliini mendapatkan dukungan dari AIPJ lewat prgoram PemberdayaanHukum Masyarakat (PHM).
Untuk edisi Juni 2015 ini,redaksi mengangkat soal persiapanPIAR NTT dalam melakukanimplementasi program kerjasamadengan AIPJ dengan temaMengembangkan Akses danPartisipasi Masyarakat dalamLayanan Publik dan LayananBantuan Hukum yang adil danBerkualitas dari Level Desa sampaiKabupaten.
Mendampingi masyarakat dan
aparat pemerintah desa merupakansuatu upaya untuk meningkatkankuali tas pelayanan kepadamasyarakat. Dimana upaya ini akanmengacu pada implementasi UUPelayanan Publik, UU BantuanHukum dan juga UU Desa.
Aparat pemerintah desa yangkuat, akan memberikan kulitaspelayanan yang baik kepadawarga. Sedangkan masyarakatyang berdaya akan memberikan
dukungan pengawasan yangkredibel sehingga programpembangunan di level desa dapatberjalan secara adil dan berkualitas.
Dalam program ini, PIAR NTTsecara konkrit akan berupaya untukmenghadir masyarakat yangmemi l i k i kapas i tas un tukmelakukan pengawasan maupunmenjalankan kerja-kerja paralegal.Dengan demikian maka lajupembangunan di level desa akan
ber ja lan se imbang antarapelaksanaan pembangunan danpengawasannya. Paralegal akanmembantu kerja aparat desa dalammenangani masalah di desa.***
M e n g g a g a s P a r a le g a l
Udik Kupang - Penyelenggaraan
pelayanan publik yang prima dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar
dan hak sipil setiap warga negara
merupakan tanggung jawab
negara. Ironisnya, dewasa inipenyelenggaraan pelayanan publik
yang prima belum dapat berjalan
sebagaimana mestinya sehingga
masyarakat belum mendapatkan
pelayanan yang memuaskan akan
kebutuhan dasar dan hak-hak
mereka.
Ha l te rsebut d i a tas
merupakan salah satu pokokp ik i ran P IAR NTT un tuk
mengembangkan program kerja di
level desa. Latar pik ir in i
berkembang dalam diskusi internal
di Kantor PIAR NTT pada awal Juni
2015 yang lalu.
Di NTT buruknya pelayanan
publik dapat dilihat diberbagai
b idang, contohnya b idangpendidikan dan kesehatan. Di
bidang pendidikan banyak anak
dari keluarga yang kurang mampu
yang tidak bisa bersekolah serta
banyak orangtua/wali murid yang
mengeluhkan mahalnya biaya
pendidikan ditambah lagi dengan
berbagai macam pungutan dari
pihak sekolah. Sedangkan dibidang kesehatan, terus didapatkan
kasus bayi gizi buruk dan kematian
ibu melahirkan serta mahalnya
M e n d o r o n g K u a li t a sP e la y a n a n P u b l i k D a r i D e s a
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 2/8Halaman 2
Sambungan Hal. 1
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
biaya kesehatan, bahkan sering
terjadi penolakan pasien miskin
di RSUD WZ. Johanes. Minimnya
alokasi anggaran untuk sektor ini
adalah indikator masih kurangnyaperhatian pemerintah terhadap
derajat kesehatan masyarakat.
Paparan fakta di atas,
semakin mendorong PIAR NTT
untuk berupaya menja l in
kerjasama dengan Australia
Indonesia Partnership for Justice
( A I P J ) l e w a t p r o g r a m
P e m b e r d a y a a n H u k u mMasyarakat (PHM).
D a l a m m e n g g a g a s
kerjasama dengan AIPJ dalam
program PHM ini, PIAR NTT
m e n g a m b i l f o k u s t e m a
Mengembangkan Akses dan
Partisipasi Masyarakat Dalam
Layanan Publik dan Layanan
Bantuan Hukum Yang Adil DanBekualitas Dari Level Desa
Sampai Kabupaten.
Koordinator Program PIAR
NTT, Paul SinlaEloE menjelaskan
bahwa program ini pertama-tama
akan membangun kesadaran
kritis masyarakat di sepuluh desa
yang merupakan target programdengan mel iba tkan para
stakeholder dari dalam maupun
luar desa, baik secara aktif
m a u p u n p a s i f . D a l a m
pendahuluan kegiatan ini juga
bertujuan untuk mengidentifikasi
p e r w a k i l a n m a s y a r a k a t
(community organizer ) yang
kemudian akan dipilih untukdididik menjadi pendamping
masyarakat yang mampu menjadi
penggerak perubahan.
Community Organizer yang
dipilih berdasarkan kriteria yang
disepakati bersama akan
ditingkatkan kapasitasnya dengan
mengikuti kegiatan-kegiatan
peningkatan kapasitas. Paralegal
yang telah memiliki kapasitas
untuk melakukan kerja-kerja
paralegal akan diorganisir dalam
organisasi dengan manajemen
kerja yang terstruktur yang disebut
Klinik Hukum Masyarakat (KHM).
D a l a m t u g a s n y a , K H M
menindaklanjuti berbagai laporan
keluhan dan persoalan pelayanan
hukum maupun pelayanan publik
yang ada di desa dengan maupun
tanpa dampingan dari PIAR NTT,
namun tetap menjalin relasi dan
komunikasi dengan stakeholder di dalam maupun di luar desa.
Pelaksanaan program yang
bertujuan Berkontribusi pada
Menguatnya Ta ta Ke lo la
Penyelenggaraan Pelayanan
Publik dan Layanan Bantuan
Hukum yang Mudah Diakses dan
Partisipatif dari Level Desa
Sampai Kabupaten tersebut, akan
mengambil lokasi implemetasi di
tiga kabupaten yaitu Kabupaten
Kupang, Kabupaten Timor Tengah
Selatan (TTS) dan Kabupaten
Timor Tengah Utara (TTU). Untuk
Kabupaten Kupang ada enam
desa dan tersebar di tiga
kecamatan yaitu Desa Bone danDesa Taloitan di Kecamatan
Nekamese, Desa Baumata Utara
dan Desa Kuaklalo di Kecamatan
Taebenu, serta Desa Oebola dan
Desa Ekateta di Kecamatan
Fatuleu. Di Kabupaten TTS ada
di Desa Oehani dan Desa Oebelo
di Kecamatan Kualin. Sedangkan
untuk di Kabupatenj TTU di DesaNaiola Kecamatan Bikomi Selatan
dan Desa Naob Kecamatan
Noemuti Timur.*(YB)
M e n d o r o n g K u a l i t a s P e l a y a n a n .. .
Tim Penyusun Proposal PIAR NTT melakukan diskusi untuk membahassubstansi Proposal PIAR NTT yang akan diajukan ke AIPJ terkait dengan Program Pemberdayaan Hukum Masyarakat (PHM) padaawal Juni 2015 yang lalu
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 3/8Halaman 3
Baronda
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan AdvokasiRakyat Nusa Tenggara Timur (PIAR NTT) sementaramembangun relasi dengan Australia IndonesiaPartnership for Justice (AIPJ) untuk pengembanganprogram di masyarakat desa terkait denganPemberdayaan Hukum Masyarakat (PHM). Dalamimplementasi program PHM ini, ada beberapa latar pikir dari PIAR NTT. Latar pikir tersebut adalah :
Pembangunan yang Memiskinan
Pembangunan atau yang disebut dengan istilahapapun, semestinya diarahkan pada penciptaankesejahteraan warganya.Itu berarti, tujuan utamapembangunan adalah kesejahteraan manusia(Human Welfare).Pada konteks NTT, pembangunanuntuk mensejahterakan warga belum berjalanmaksimal.Buktinya, Secara statistik jumlah orangmiskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun.Pada tahun 2009 penduduk miskin di NTT sebanyak
1.013.200 orang (23,31%). Sedangkan pada tahun2010, jumlah penduduk miskin di NTT bertambahmenjadi 1.014.100 orang (23,03%). Pada tahun2011, Secara absolut, angka kemiskinan di NTT naikdari 986.500 jiwa pada September 2011 menjadi1.029.000 jiwa per September 2012. Pada September 2013, persentase penduduk miskin di NTT sebesar 20,24% turun sebesar 0,17% dari 20,41% padaSeptember 2012. Walaupun turun, tetapi secaraabsolut naik sebesar 8,86 ribu orang dari 1.000,29ribu orang menjadi 1.009,15 orang pada periodeyang sama.
Pelayanan Publik Yang KorupPenyelenggaraan pelayanan publik yang prima
dalam rangka memenuhikebutuhan dasar dan hak sipils e t i a p w a r g a n e g a r amerupakan tanggung jawabnegara. Ironisnya, dewasa inipenyelenggaraan pelayananpublik yang prima belum dapatbe r ja lan sebaga imanamestinya. Di NTT, buruknyapelayanan publik dapatdibuktikan dengan melihatmasih banyak anak darikeluarga kurang mampu yangtidak bisa sekolah. Banyaknyaorangtua/wali murid yang
mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan sertaberbagai macam pungutan dari pihak sekolah. Disektor kesehatan, kasus bayi gizi buruk dan kematianibu melahirkan, mahalnya biaya kesehatan danseringnya penolakan terhadap pasien miskin diRSUD WZ Johannes. Minimnya alokasi anggaranuntuk sektor kesehatan adalah indikator masihkurangnya perhatian pemerintah terhadap derajat
kesehatan warga. Pelayanan publik yangmemprihatinkan terjadi juga di bidang administrasidasar. Buruknya pelayanan publik di NTT diperparahlagi dengan maraknya korupsi yang terjadi di sektor pelayanan publik. Data PIAR NTT dalam 3 (tiga)tahun terakhir menunjukan bahwa: PERTAMA, Tahun2011, terdapat 151 kasus Korupsi dengan indikasikerugian daerah sebesar Rp.263.422.745.582,00(Dua Ratus Enam Puluh Tiga Milyar Empat RatusDua Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Empat Puluh LimaRibu Lima Ratus Delapan Puluh Dua Rupiah) denganpelaku bermasalah sebanyak 545 orang dan 76orang yang melakuakan pengulangan tindak korupsi.KEDUA, Tahun 2012, terdapat 135 kasus korupsiyang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasikerugian negara sebesar Rp.449.851.831.680,00(Empat ratus empat puluh Sembilan milyar delapanratus lima puluh satu juta delapan ratus tiga puluhsatu ribu enam ratus delapan puluh rupiah) denganPelaku bermasalah dari ke-1135 kasus korupsiadalah sebanyak 470 orang dan 39 orangdiantaranya melakuakan pengulangan tindak korupsi.KETIGA, Tahun 2013, terdapat 146 (Seratus Tiga
Puluh Lima) kasus korupsi yang dipantau oleh PIARNTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp.326.712.695.340,00 (Tiga ratus dua puluh enammilyar tujuh ratus dua belas juta enam ratus sembilan
Pokok Pikiran PIAR NTT Yang MelatariImplementasi Program PHM
Bersambung ke Hal. 4
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 4/8Halaman 4
Baronda
P e n a n g g u n g j a w a b : P I A R N T T P e m i m p i n U m u m : S a r a h L . M b o e i kP e m i m p i n R e d a k s i : P a u l S i n l a E l o E S e k r e t a r i s : Y u l i B u n g a R e d a k t u r
Pelaksana : Ad i Nange Redaksi : Pau l S in laE loE , Ad i Nange , Zevan Aome,Yusak Bi laut, Eston Sanam, Ian H. Ora, Martha Taga, Angky Hanas, LorensMissa, Goris Takene, Viktor Manbait. D i s t r i b u s i : J u k e f t a P o n o L a y o u t : ErasA l a m a t R e d a k s i : J l . P e r i n t i s K e m e r d e k a a n I I I , N o . 3 0 R T 2 5 / R w 1 1K e l u r a h a n K e l a p a L i m a - K u p a n g N T T , T e l p / F a x : 0 3 8 0 8 2 7 9 1 7 , E m a i l :p i a r . n t t @ g m a i l . c o m F a c e b o o k : P I A R N T T , W e b s i t e : w w w . p i a r n t t . o r g
U n t u k D e m o k r a s i & K e d a u l a ta n K i t a
k k
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
puluh lima ribu tiga ratus empat puluh rupiah) denganpelaku bermasalah dari ke-146 kasus korupsi adalahsebanyak 477 orang dan 36 orang diantaranya
melakuakan pengulangan tindak korupsi. Maraknyakorupsi di NTT yang terjadi pada sektor pelayananpublik dan buruknya pelayanan publik, membenarkanbahwa antara kualitas pelayanan publik denganpraktik korupsi memiliki hubungan kausalitas.
Politik Gender yang TimpangSecara konstitusional, perempuan dan laki-laki
berhak menikmati hak sipil dan politik yang sama.Ironisnya di NTT,subordinasi perempuan dalampolitik pembangunan yang merupakan peninggalan
Orde Baru masih tersisa, walaupun ruang politikformal memungkinkan part is ipasi pol i t ikperempuan.UU Nomor 8 Tahun 2012 tentangPemilihan Umum mensyaratkan keterwakilanperempuan 30 persen bagi setiap parpol. Selain itu,sejak tahun 2000 telah dikeluarkan INPRES No. 9Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang pada intinyamewajibkan analisa gender harus dipergunakandalam program-program kerja dan seluruh kegiataninstansi pemerintah dan organisasi kemasyarakatanlainnya. Salah satu buktinya adalahsejak NTT
dibentuk sebagai provinsi pada 1958, tak ada satupun figur perempuan yang tampil sebagai Gubernur,Bupati, Walikota maupun Wakil Gubernur, WakilBupati, Wakil Walikota. Hal serupa juga terjadi dalamkonteks legislatif baik di tingkat provinsi maupuntingkat kabupaten di NTT pada periode 2009-2014.Dari 55 orang anggota DPRD NTT, jumlah anggotaDPR perempuan hanya empat orang, 7,02 persensedangkan laki-laki berjumlah 51 orang atau sekitar 92,9 persen. Komposisi jumlah anggota DPRDkabupaten di seluruh NTT pun tidak berbeda
jauh.Hanya ada 49 orang perempuan (9,3 persen)dari 525 anggota Dewan. Padahal, bila ditinjau darisegi komposisi penduduk, jumlah pendudukperempuan NTT lebih besar. Dari segi jumlah wajibpilih, jumlah pemilih perempuan lebih darisetengahtotal jumlah pemilih 2.997.628 orang,1.542.535 (51,45 %) adalah pemilih perempuan,dan 1.455.093 (49, 55%). Dari fakta ini, sangat jelaspenyingkiran peran politik permpuan masih terjadi
dan disebabkan oleh adanya diskriminasi kulturaldan struktural yang selama ini sangat dominan danhegemoni dalam masyarakat NTT.
Orang NTT Yang “Gampang” di PerdagangkanPerdagangan orangadalah bentuk modern dari
perbudakan manusia dan merupakan salah satubentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkatdan martabat manusia.Fenomena ini oleh banyakpihak dianggap lebih banyak terjadi di luar negeri.Padahal perbudakan modern ini banyak jugaterjadi di dalam wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.Pada konteks NTT, praktik perdaganganorang begitu subur dan menjamur. Media massa
lokal setiap harinya selalu menyuguhkan berbagaikasus (dugaan) perdagangan orang yang terjadihampir semua wilayah Kab/Kota di NTT. Di tahun2013, PIAR NTT melakukan advokasi terhadap 4kasus perdagangan orang dengan jumlah korbansebanyak 127 orang.Untuk tahun 2014 (Januari-September), PIAR NTT telah melakukan advokasi6 kasus perdagangan orang dengan korbansebanyak 216 orang. Keseluruhan kasus yang diadvokasi oleh PIAR NTT ini belum termasuk kasus327 TKW NTT berusia di bawah 18 tahun yangdiperdagangkan di Papua serta kasus Wilfrida Soik
belum lagi kasus-kasus yang berkaitan denganhubungan ketenagakerjaan upah buruh dan pekerjaanak.Pengalaman PIAR NTT dalam melakukanadvokasi berbagai kasus perdagangan orang,menunjukan bahwa penyebab utama terjadinyaperdagangan orang di NTT karena Negara Gagaldalam pemenuhan hak konstitusional rakyat di bidangHak-hak ekonomi, sosial dan budaya (EKOSOB).Hak EKOSOB ini merupakan jenis hak asasi manusiayang terkait dengan kesejahteraan material, sosialdan budaya.Merajalelanya praktek perdagangan
orang di NTT ini d i topang juga olehpemprov/pemkab/pemkot beserta jaringan terkaitnya(BNP2TKI/BP3TKI, APJATI dan GUGUS TUGASTRAFFICKING) tidak mampu melakukanpencegahan terjadinya perdagangan orang denganmembiarkan tetap berjalan system pengelolaanketenagakerjaan yang buruk mulai dari rekrutmentenaga kerja, pra penempatan, penempatan sampaidengan purna penempatan.*(AN)
Sambungan Hal. 6 P o k o k P i k i r a n P I A R N T T . . .
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 5/8Halaman 5
Baronda
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
Pemerintah Provinsi NTT, dalam
hal ini sekretariat Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah
( T K P K D ) P r o v i n s i N T T
menyelenggarakan Rapat Koordinasi
dengan Kementrian Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Kegiatan Rapat Koordinasi TKPK
Daerah Tingkat Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2015 dan
Rapat Kerja Regional Program SAPA
Tahun 2015 pada Selasa, 30 Juni2015 yang bertempat di aula El Tari
Kupang ini, mengambil tema; Melalui
Rakor Kita Tingkatkan Kinerja dan
Koordinasi TKPKD untuk Menjamin
Keterpaduan dalam Pelaksanaan
Program/ Kegiatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Ketua panitia dalam laporan
yang disampaikan, menyebutkan
bahwa pertemuan ini adalah upaya
membangun komitmen bersamaantara pemerintah dan berbagai
komponen pembangunan dalam
mendukung Penanggulangan
Kemiskinan. Sedangkan tujuannya
adalah membangun sinergi antara
TKPK Provinsi dengan TKPK daerah.
Kemudian mampu terwujudnya
kinerja eleman pemerintah dalam
Penanggulangan Kemiskinan, serta
diperolehnya komitmen dan
rumusan tindak lanjut TKPK daerah.Rapat Koordinasi ini dibuka oleh
Wakil Gubernur NTT, Benny
Litelnoni. Wagub mengapresiasi
forum ini dikarenakan pertemuan
tersebut menjadi sangat penting
untuk mengintegrasikan program
penanggulangan kemiskinan.
Litelnoni mengharapkan TKPKD agar
lebih concern dalam PK. TKPKD agar
menyimak paparan pembicara
dikarenakan ada beberapa catatanpenting yang akan disampaikan
p e m b i c a r a y a n g m e n j a d i
rekomendasi bagi daerah untuk
ditindaklanjuti.
Pada kesempatan ini pun,
Wagub menyayangkan masih adanyasikap dan tidakan yang berbasis padaego sektoral. Selain itu Wagubm e m p r i h a t i n k a n b e b e r a p akabupaten di NTT yang tidakm e l a k s a n a k a n p r o g r a mPenanggulangan Kemiskinan selama2 (dua) tahun ini –salah satunya ialahtidak dilaksanakannya PNPM. Beliau
juga menyinggung soal implementasip r o g r a m k e g i a t a n u n t u k
penanggulangan kemiskinan yangbelum menjawab persoalankesehatan ibu dan anak. “Kemiskinandi NTT selalu menurun, dapat dilihatdari RPJMD 2013-2018. Namun faktasaat ini gizi buruk melanda daerahNTT. Untuk itu kita perlu melakukanpemetaan misalnya peta daerahyang kekurangan ASI”, harap Wagub.
Wagub memberikan apresiasidari Pusat, terutama dari Kemenko
PMK dan Tim Nasional PercepatanPenanggulangan Kemiskinan(TNP2K) yang berkenan hadir padapertemuan kali ini. Dari Pusatmemang banyak sekali programsektoral yang masuk, akan tetapikoordinasi, evaluasi, dan tingkatkeberhasilan itu yang perlu terusu n t u k d i b e n a h i . W a g u bmengharapkan TKPKD harusmeningkatkan koordinasi dalam
rangka meningkatkan implementasikeberhasilan penanggulangankemiskinan di NTT.
Asisten Deputi Bidang III dariKedeputian VII Kemenko PMK, Drs.Wijanarko Setiawan, M.Sc., dalamm e m b e r i k a n s a m b u t a nmenyampaikan, “Visi Indonesiaselama lima tahun ke depan yangdisampaikan oleh Presiden dan WakilPresiden adalah mewujudkan
Indonesia yang berdaulat, mandirid a n b e r k e p r i b a d i a n d a nberlandaskan gotong-royong. Visitersebut kemudian dijabarkan lagidalam Tujuh Misi Presiden dan 9
(sembilan) agenda strategis yang
disebut dengan Nawa Cita” kataWijanarko.
Selanjutnya bahwa salah satuagenda prioritas dalam Nawa Cita,sebagaimana yang menjadi substansipenting adalah membangunIndonesia dari pinggiran denganmemperkuat daerah-daerah dandesa dalam kerangka Negarakesatuan Republik Indonesia. NawaCita yang ketiga ini juga ditujukan
untuk meningkatkan pemerataanpembangunan dan mengurangikemiskinan sebagaimana telahdituangkan dalam RPJMN 2015-2019. Agenda tersebut menjadiprioritas dan fokus koordinasiKemenko PMK.
Dalam kesempatan tersebutWijanarko Setiawan menyampaikanlima (5) hal penting yang harusm e n j a d i p e r h a t i a n d a l a m
pelaksanaan Undang-Undang Desa,terutama dalam memastikan DanaDesa dapat dikelola secara efektif,yaitu Pertama, Pemerintahan Desasebagai pelaksana UU Desa dilapangan harus dikuatkan. Kedua,Dana Desa harus diprioritaskanuntuk kegiatan pembangunan desadan pemberdayaan masyarakat.Ketiga, agar pengelolaan Dana Desalebih optimal maka aparat desa dan
masyarakat harus diberikanpendampingan. Keempat, untukmemastikan pengelolaan Dana Desatansparan dan akuntabel diperlukanpengawasan yang baik dari lembagaformal dan pengawasan darimasyarakat. Kelima, pemerintahdaerah baik propinsi, kabupatenmaupun kota harus bersinergimendukung upaya pembangunandesa.
Peserta yang diundang padakegiatan rakor tersebut terdiri dariunsur TKPKD Kabupaten/ Kota seNTT,tokoh agama,NGO/LSM dandunia usaha/perbankan.*(ZA)
Tingkatkan Kinerja dan Koordinasi TKPKDuntuk Menjamin Keterpaduan Program
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 6/8Halaman 6
Bersambung ke Hal. 7
Baomong
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
BANTUAN HUKUMOleh. Paul SinlaEloE – Aktivis PIAR NTT
Meskipun Bantuan Hukum
tidak secara tegas dinyatakansebagai tanggungjawab Negara,
namun ketentuan Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa "Negara
Indonesia adalah Negara hukum".
Dalam konteks Negara
hukum, pengakuan, penghormatan
dan perlindungan terhadap Hak Asasi
Manusia bagi setiap individu
termasuk hak atas Bantuan Hukum,
wajib dilakukan oleh negara.
Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum
kepada warga Negara merupakan upaya untuk
memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi
Negara hukum yang mengakui dan melindungi serta
menjamin hak asasi warga Negara akan kebutuhan
akses terhadap keadilan ( Access to Justice) dan
kesamaan di hadapan hukum (Equality Before The
Law ).
Di Indonesia pelaksanaan bantuan hukum
publik Probono (Cuma-Cuma) belum berjalan secara
maksimal. Hal ini ditandai oleh adanya disparitas
kedudukan antara advokat dan lembaga-lembaga
bantuan hokum perguruan tinggi maupun swadaya
masyarakat yang menjadikan proses bantuan hokum
terhenti secara administratif.
Dengan hadirnya UU No. 16 Tahun 2011,
tentang Bantuan Hukum (UU BANKUM), yang
diundangkan pada 2 November 2011 dalam LN-RI
Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan LN-RI Nomor
5246, beragam harapan mulai muncul demi
terbangunnya sebuah system bantuan hukum yang
dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat,
khususnya kalangan tidak mampu (Miskin).
Bantuan hokum dalam UU BANKUM dimaknai
sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi
bantuan hokum secara cuma-Cuma kepada
penerima bantuan hukum. Bantuan hokum diberikanoleh lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan
hukum, yang meliputi menjalankan kuasa,
mendamping i , mewak i l i ,
membela, dan/atau melakukantindakan hukum lain untuk
kepentingan hokum penerima
bantuan hukum. Da lam
p e l a k s a n a a n n y a ,
p e m b e r i b a n tu a n h o k u m
diberikan hak melakukan
rekrutmen terhadap Advokat,
Pa ra lega l , Dosen , dan
Mahasiswa Fakultas Hukum.
Padasisi yang lain,
hadirnya UU BANKUM ini masih
menyimpan sejumlah cacat
bawaan yang dapat menghambat proses
implementasinya. Secara kontekstual celah
kelemahan yang nampak, antara lain: Pertama,
problematika ruang lingkup bantuan hokum meliputi:
Kasus Perdata, Pidana, dan Tata Usaha Negara,
baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Bantuan
hukum hanya diberikan kepada klien dengan latar
belakang miskin (aspek ekonomi). Seharusnya kasus
di Mahkamah Konstitusi juga masuk dalam ruang
lingkup bantuan hukum. Kriteria penerima bantuan
hokum sangat sempit dan hanya dilihat dari aspek
ekonomi. Padahal bantuan hokum seharsunya juga
dapat diberikan kepada kelompok rentan seperti
anak, perempuan, penyandang cacat, kelompok
marginal, masyarakat adat.
Bantuan hokum juga tidak mencover kasus-
kasus yang berdimensi struktural, kecuali kasus
structural tersebut dialami oleh masyarakat miskin.
Padahal kasus structural tidak selalu dialami oleh
masyarakat miskin. Dalam penanganan kasus,
apakah lembaga bantuan hokum dapat dieksepsi
jika menangani kasus yang bukan “orang miskin”?
Kedua, Kewenangan Menteri Hukum dan
HAM di dalam penyelenggaraan bantuan hokum
sangat besar yang meliputi menyusun dan
menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan
hukum, menyusun dan menetapkan standar BantuanHukum, menyusun dan mengelola anggaran,
melaporkan penyelenggaraan bantuan hokum
kepada DPR serta melakukan verifikasi dan
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 7/8Halaman 7
Sambungan Hal. 6 B a n t u a n H u k u m . . .
Baomong
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
akreditasi. Kewenangan tersebut akan melahirkan
abuse of power karena antara pengambil kebijakan,
pelaksanaan dan pemberian anggaran berada di
satu tangan.
Kewenangan menyusun dan menetapkan
kebijakan penyelenggaraan bantuan hokum beserta
anggarannya dapat menyebabkan intervensi dan
ketidak independensian dalam pelaksanaan
pemberian bantuan hukum. Selain itu, terdapat
peluang terjadinya conflict of interest apabila perkara-
perkara yang ditangani oleh lembaga bantuan hokum
berhadapan secara langsung dengan pemerintah
yang memiliki kewenangan akreditasi/verifikasi dan
memberikan dana kepada lembaga tersebut.
Lembaga yang mengkritisi kebijakan Pemerintah
d a p a t d i p e rs u l i t u n tu k m e n d a p a t k a n
akreditasi/verifikasi dan akses dana bantuan hukum.
Mengingat uang yang dikelola dari APBN/APBD
dalam pemberian bantuan hukum cukup besar akan
membuka peluang lahan korupsi baru apabila
pengawasan publik tidak berjalan.
Persoalan lain terkait dengan implementasi
UU BANKUM adalah Apakah advokat yang berada
pada 300-an lebih Organisasi Bantuan Hukum (OBH)
yang telah diakreditasi dan diverifikasi sebelumnya
oleh Kementerian Hukum dan HAM cq BPHN boleh
mendapatkan imbalan dari Negara terkait dengan
layanan bantuan hukum yang di berikan? Pengaturan
tentang persoalan ini pun masih belum ada kepastian
hukumnya. Persoalan ini berawal dari keterbatasan
pemahaman para pembuat UU BANKUM terkait
konsep Probono Publico dan Legal Aid.
Fakta yang Tidak dapat dipungkiri adalah
stakeholder utama pemberian layanan bantuan
hokum adalah advokat, dan dalam sejarah advokat-lah yang terlebih dahulu memberikan bantuan hokum
terhadap orang miskin, yang disebut dengan Probono
Publico.
Dalam dunia hukum, Probono Publico menjadi
salah satu strategi untuk membela kepentingan
umum, selain Legal Aid . Bantuan hokum dalam
konsep Probono Publico meliputi empat elemen,
yaitu: 1). Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah
hukum; 2). Sukarela; 3). Cuma-Cuma; dan 4). Untuk
Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan.
Kewajiban ini sebagai sebuah konsekuensi ethic
dari profesi advokat sebagai profesi terhormat
(Officium Nobbile). Kewajiban ini diatur melalui UU
No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, PP No. 83 Tahun
2008, tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dan Peraturan
Peradi No. 1 Tahun 2010, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara
CumaCuma. Untuk pelaksanaannya dibentuk unit
kerja bernama PBH Peradi. Ketentuan tersebut
menjadi system pemberian bantuan hukum yang
dibangun oleh organisasi advokat sebagai bagiandari gerakan Probono Publico.
Sedangkan konsep Legal Aid merujuk pada
pengertian “State Subsidized ”, pelayanan hukum
yang dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ide bantuan
hukum yang dibiayai negara (Publicly Funded Legal
Aid ) pertama kali ditemukan di Inggris dan Amerika
Serikat. Konsep ini lahir sebagai sebuah konsekuensi
dari perkembangan konsep Negara kesejahteraan
(Welfare State) dimana pemerintah mempunyai
kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada
rakyatnya.
Pada akhirnya, terlepas dari segala kekurangan dari
UU BANKUM, inilah produk hukum yang di miliki
dan harus dilaksanakan oleh Indonesia dalam rangka
memenuhi, melindungi serta menjamin hak asasi
warga Negara akan kebutuhan akses terhadap
keadilan ( Access to Justice) dan kesamaan di
hadapan hukum (Equality Before The Law ).***
7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015
http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 8/8Halaman 8
Info
Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015
Informasi :Terhitung sejak tanggal 25 Juni 2015, PIAR NTT pindah alamat ke kantor baru. Pindah dari Jalan W.J.Lalamentik ke Jalan Perintis Kemerdekaan III di Kelurahan Kelapa Lima. Alamat kantor /alamat barutersebut, sebagaimana pada denah di bawah ini. Demikian informasi kami, atas perhatiannya disampaikanlimpah terima kasih.