newsletter udik edisi 12 - juni 2015

8
D e d e k . . . P er kum pul an Pen ge mba ng an I ni siat i f &  A d vo k as i R a k y a t N usa T enggar a Ti m ur  PI AR - NTT  Untuk Demokrasi & Kedaulatan Kita  k  k Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 201 5 Media Informasi PIAR NTT dan Komunitas Bersambung ke Hal. 2 Di bulan Juni 2015 ini, Newsletter Udik kembali terbit. Kali ini mendapatkan dukungan dari  AIP J lew at prg oram Pe mbe rd aya an Hukum Masyarakat (PHM). Untuk edisi Juni 2015 ini, redaksi mengangkat soal persiapan PIAR NTT dalam melakukan implementasi program kerjasama dengan AIPJ dengan tema Mengembangkan Akses dan Partisipasi Masyarakat dalam Layanan Publik dan Layanan Bantuan Hukum yang adil dan Berkualitas dari Level Desa sampai Kabupaten. Mendampingi masyarakat dan aparat pemerintah desa merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dimana upaya ini akan mengacu pada implementasi UU Pelayanan Publik, UU Bantuan Hukum dan juga UU Desa.  Aparat pemerintah desa yang kuat, akan memberikan kulitas pelayanan yang baik kepada warga. Sedangkan masyarakat yang berdaya akan memberikan dukungan pengawasan yang kredibel sehingga program pembangunan di level desa dapat berjalan secara adil dan berkualitas. Dalam program ini, PIAR NTT secara konkrit akan berupaya untuk menghadir masyarakat yang memiliki kapasitas untuk melakukan pengawasan maupun menjalankan kerja-kerja paralegal. Dengan demikian maka laju pembangunan di level desa akan berjalan seimbang antara pelaksanaan pembangunan dan pengawasannya. Paralegal akan membantu kerja aparat desa dalam menangani masalah di desa.*** M enggagas Paralegal Udik Kupang  - Penyelengga raan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar  dan hak sipil setiap warga negara merupakan tanggung jawab negara. Ironisnya, dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik yang prima belum dapat berjalan sebagaimana mestinya sehingga masyarakat belum mendapatkan pelayanan yang memuaskan akan kebutuhan dasar dan hak-hak mereka. Hal tersebut di atas merupakan salah satu pokok pikiran PIAR NTT untuk mengembangkan program kerja di level desa. Latar pikir ini berkembang dalam diskusi internal di Kantor PIAR NTT pada awal Juni 2015 yang lalu. Di NTT buruknya pelayanan publik dapat dilihat diberbagai bidang, contohnya bidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan banyak anak dari keluarga yang kurang mampu yang tidak bisa bersekolah serta banyak orangtua/wali murid yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan ditambah lagi dengan berbagai macam pungutan dari pihak sekolah. Sedangkan di bidang kesehatan, terus didapatkan kasus bayi gizi buruk dan kematian ibu melahirkan serta mahalnya Mendor ong K ualitas Pelayanan Publ i k D ar i D esa

Upload: paul-sinlaeloe

Post on 09-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Di bulan Juni 2015 ini, Newsletter Udik kembali terbit. Kali ini mendapatkan dukungan dari AIPJ lewat prgoram Pemberdayaan Hukum Masyarakat (PHM). Untuk edisi Juni 2015 ini, redaksi mengangkat soal persiapan PIAR NTT dalam melakukan implementasi program kerjasama dengan AIPJ dengan tema Mengembangkan Akses dan Partisipasi Masyarakat dalamLayanan Publik dan Layanan Bantuan Hukum yang adil dan Berkualitas dari Level Desa sampai Kabupaten.Mendampingi masyarakat dan aparat pemerintah desa merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dimana upaya ini akan mengacu pada implementasi UU Pelayanan Publik, UU Bantuan Hukum dan juga UU Desa. Aparat pemerintah desa yang kuat, akan memberikan kulitaspelayanan yang baik kepada warga. Sedangkan masyarakat yang berdaya akan memberikan dukungan pengawasan yang kredibel sehingga program pembangunan di level desa dapat berjalan secara adil dan berkualitas Dalam program ini, PIAR NTT secara konkrit akan berupaya untuk menghadir masyarakat yangmemiliki kapasitas untuk melakukan pengawasan maupun menjalankan kerja-kerja paralegal. Dengan demikian maka laju pembangunan di level desa akan berjalan seimbang antara pelaksanaan pembangunan dan pengawasannya. Paralegal akanmembantu kerja aparat desa dalammenangani masalah di desa.

TRANSCRIPT

Page 1: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 1/8

Dedek...

PerkumpulanPengembangan Inisiatif &

 Advokasi Rakyat Nusa Tenggara Timur 

PIAR - NTT 

Untuk Demokrasi & Kedaulatan Kita

 k

 k

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015 Media Informasi PIAR NTT dan Komunitas

Bersambung ke Hal. 2 

Di bulan Juni 2015 ini,Newsletter Udik kembali terbit. Kaliini mendapatkan dukungan dari AIPJ lewat prgoram PemberdayaanHukum Masyarakat (PHM).

Untuk edisi Juni 2015 ini,redaksi mengangkat soal persiapanPIAR NTT dalam melakukanimplementasi program kerjasamadengan AIPJ dengan temaMengembangkan Akses danPartisipasi Masyarakat dalamLayanan Publik dan LayananBantuan Hukum yang adil danBerkualitas dari Level Desa sampaiKabupaten.

Mendampingi masyarakat dan

aparat pemerintah desa merupakansuatu upaya untuk meningkatkankuali tas pelayanan kepadamasyarakat. Dimana upaya ini akanmengacu pada implementasi UUPelayanan Publik, UU BantuanHukum dan juga UU Desa.

 Aparat pemerintah desa yangkuat, akan memberikan kulitaspelayanan yang baik kepadawarga. Sedangkan masyarakatyang berdaya akan memberikan

dukungan pengawasan yangkredibel sehingga programpembangunan di level desa dapatberjalan secara adil dan berkualitas.

Dalam program ini, PIAR NTTsecara konkrit akan berupaya untukmenghadir masyarakat yangmemi l i k i kapas i tas un tukmelakukan pengawasan maupunmenjalankan kerja-kerja paralegal.Dengan demikian maka lajupembangunan di level desa akan

ber ja lan se imbang antarapelaksanaan pembangunan danpengawasannya. Paralegal akanmembantu kerja aparat desa dalammenangani masalah di desa.***

M e n g g a g a s P a r a le g a l

Udik Kupang  - Penyelenggaraan

pelayanan publik yang prima dalam

rangka memenuhi kebutuhan dasar 

dan hak sipil setiap warga negara

merupakan tanggung jawab

negara. Ironisnya, dewasa inipenyelenggaraan pelayanan publik

yang prima belum dapat berjalan

sebagaimana mestinya sehingga

masyarakat belum mendapatkan

pelayanan yang memuaskan akan

kebutuhan dasar dan hak-hak

mereka.

Ha l te rsebut d i a tas

merupakan salah satu pokokp ik i ran P IAR NTT un tuk

mengembangkan program kerja di

level desa. Latar pik ir in i

berkembang dalam diskusi internal

di Kantor PIAR NTT pada awal Juni

2015 yang lalu.

Di NTT buruknya pelayanan

publik dapat dilihat diberbagai

b idang, contohnya b idangpendidikan dan kesehatan. Di

bidang pendidikan banyak anak

dari keluarga yang kurang mampu

yang tidak bisa bersekolah serta

banyak orangtua/wali murid yang

mengeluhkan mahalnya biaya

pendidikan ditambah lagi dengan

berbagai macam pungutan dari

pihak sekolah. Sedangkan dibidang kesehatan, terus didapatkan

kasus bayi gizi buruk dan kematian

ibu melahirkan serta mahalnya

M e n d o r o n g K u a li t a sP e la y a n a n P u b l i k D a r i D e s a

Page 2: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 2/8Halaman 2

Sambungan Hal. 1

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

biaya kesehatan, bahkan sering

terjadi penolakan pasien miskin

di RSUD WZ. Johanes. Minimnya

alokasi anggaran untuk sektor ini

adalah indikator masih kurangnyaperhatian pemerintah terhadap

derajat kesehatan masyarakat.

Paparan fakta di atas,

semakin mendorong PIAR NTT

untuk berupaya menja l in

kerjasama dengan Australia

Indonesia Partnership for Justice

( A I P J ) l e w a t p r o g r a m

P e m b e r d a y a a n H u k u mMasyarakat (PHM).

D a l a m m e n g g a g a s

kerjasama dengan AIPJ dalam

program PHM ini, PIAR NTT

m e n g a m b i l f o k u s t e m a

Mengembangkan Akses dan

Partisipasi Masyarakat Dalam

Layanan Publik dan Layanan

Bantuan Hukum Yang Adil DanBekualitas Dari Level Desa

Sampai Kabupaten.

Koordinator Program PIAR

NTT, Paul SinlaEloE menjelaskan

bahwa program ini pertama-tama

akan membangun kesadaran

kritis masyarakat di sepuluh desa

yang merupakan target programdengan mel iba tkan para

stakeholder dari dalam maupun

luar desa, baik secara aktif 

m a u p u n p a s i f . D a l a m

pendahuluan kegiatan ini juga

bertujuan untuk mengidentifikasi

p e r w a k i l a n m a s y a r a k a t

(community organizer ) yang

kemudian akan dipilih untukdididik menjadi pendamping

masyarakat yang mampu menjadi

penggerak perubahan.

Community Organizer yang

dipilih berdasarkan kriteria yang

disepakati bersama akan

ditingkatkan kapasitasnya dengan

mengikuti kegiatan-kegiatan

peningkatan kapasitas. Paralegal

yang telah memiliki kapasitas

untuk melakukan kerja-kerja

paralegal akan diorganisir dalam

organisasi dengan manajemen

kerja yang terstruktur yang disebut

Klinik Hukum Masyarakat (KHM).

D a l a m t u g a s n y a , K H M

menindaklanjuti berbagai laporan

keluhan dan persoalan pelayanan

hukum maupun pelayanan publik

yang ada di desa dengan maupun

tanpa dampingan dari PIAR NTT,

namun tetap menjalin relasi dan

komunikasi dengan stakeholder di dalam maupun di luar desa.

Pelaksanaan program yang

bertujuan Berkontribusi pada

Menguatnya Ta ta Ke lo la

Penyelenggaraan Pelayanan

Publik dan Layanan Bantuan

Hukum yang Mudah Diakses dan

Partisipatif dari Level Desa

Sampai Kabupaten tersebut, akan

mengambil lokasi implemetasi di

tiga kabupaten yaitu Kabupaten

Kupang, Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS) dan Kabupaten

Timor Tengah Utara (TTU). Untuk

Kabupaten Kupang ada enam

desa dan tersebar di tiga

kecamatan yaitu Desa Bone danDesa Taloitan di Kecamatan

Nekamese, Desa Baumata Utara

dan Desa Kuaklalo di Kecamatan

Taebenu, serta Desa Oebola dan

Desa Ekateta di Kecamatan

Fatuleu. Di Kabupaten TTS ada

di Desa Oehani dan Desa Oebelo

di Kecamatan Kualin. Sedangkan

untuk di Kabupatenj TTU di DesaNaiola Kecamatan Bikomi Selatan

dan Desa Naob Kecamatan

Noemuti Timur.*(YB)

M e n d o r o n g K u a l i t a s P e l a y a n a n .. .

Tim Penyusun Proposal PIAR NTT melakukan diskusi untuk membahassubstansi Proposal PIAR NTT yang akan diajukan ke AIPJ terkait dengan Program Pemberdayaan Hukum Masyarakat (PHM) padaawal Juni 2015 yang lalu

Page 3: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 3/8Halaman 3

Baronda

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan AdvokasiRakyat Nusa Tenggara Timur (PIAR NTT) sementaramembangun relasi dengan Australia IndonesiaPartnership for Justice (AIPJ) untuk pengembanganprogram di masyarakat desa terkait denganPemberdayaan Hukum Masyarakat (PHM). Dalamimplementasi program PHM ini, ada beberapa latar pikir dari PIAR NTT. Latar pikir tersebut adalah :

Pembangunan yang Memiskinan

Pembangunan atau yang disebut dengan istilahapapun, semestinya diarahkan pada penciptaankesejahteraan warganya.Itu berarti, tujuan utamapembangunan adalah kesejahteraan manusia(Human Welfare).Pada konteks NTT, pembangunanuntuk mensejahterakan warga belum berjalanmaksimal.Buktinya, Secara statistik jumlah orangmiskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun.Pada tahun 2009 penduduk miskin di NTT sebanyak

1.013.200 orang (23,31%). Sedangkan pada tahun2010, jumlah penduduk miskin di NTT bertambahmenjadi 1.014.100 orang (23,03%). Pada tahun2011, Secara absolut, angka kemiskinan di NTT naikdari 986.500 jiwa pada September 2011 menjadi1.029.000 jiwa per September 2012. Pada September 2013, persentase penduduk miskin di NTT sebesar 20,24% turun sebesar 0,17% dari 20,41% padaSeptember 2012. Walaupun turun, tetapi secaraabsolut naik sebesar 8,86 ribu orang dari 1.000,29ribu orang menjadi 1.009,15 orang pada periodeyang sama.

Pelayanan Publik Yang KorupPenyelenggaraan pelayanan publik yang prima

dalam rangka memenuhikebutuhan dasar dan hak sipils e t i a p w a r g a n e g a r amerupakan tanggung jawabnegara. Ironisnya, dewasa inipenyelenggaraan pelayananpublik yang prima belum dapatbe r ja lan sebaga imanamestinya. Di NTT, buruknyapelayanan publik dapatdibuktikan dengan melihatmasih banyak anak darikeluarga kurang mampu yangtidak bisa sekolah. Banyaknyaorangtua/wali murid yang

mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan sertaberbagai macam pungutan dari pihak sekolah. Disektor kesehatan, kasus bayi gizi buruk dan kematianibu melahirkan, mahalnya biaya kesehatan danseringnya penolakan terhadap pasien miskin diRSUD WZ Johannes. Minimnya alokasi anggaranuntuk sektor kesehatan adalah indikator masihkurangnya perhatian pemerintah terhadap derajat

kesehatan warga. Pelayanan publik yangmemprihatinkan terjadi juga di bidang administrasidasar. Buruknya pelayanan publik di NTT diperparahlagi dengan maraknya korupsi yang terjadi di sektor pelayanan publik. Data PIAR NTT dalam 3 (tiga)tahun terakhir menunjukan bahwa: PERTAMA, Tahun2011, terdapat 151 kasus Korupsi dengan indikasikerugian daerah sebesar Rp.263.422.745.582,00(Dua Ratus Enam Puluh Tiga Milyar Empat RatusDua Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Empat Puluh LimaRibu Lima Ratus Delapan Puluh Dua Rupiah) denganpelaku bermasalah sebanyak 545 orang dan 76orang yang melakuakan pengulangan tindak korupsi.KEDUA, Tahun 2012, terdapat 135 kasus korupsiyang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasikerugian negara sebesar Rp.449.851.831.680,00(Empat ratus empat puluh Sembilan milyar delapanratus lima puluh satu juta delapan ratus tiga puluhsatu ribu enam ratus delapan puluh rupiah) denganPelaku bermasalah dari ke-1135 kasus korupsiadalah sebanyak 470 orang dan 39 orangdiantaranya melakuakan pengulangan tindak korupsi.KETIGA, Tahun 2013, terdapat 146 (Seratus Tiga

Puluh Lima) kasus korupsi yang dipantau oleh PIARNTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp.326.712.695.340,00 (Tiga ratus dua puluh enammilyar tujuh ratus dua belas juta enam ratus sembilan

Pokok Pikiran PIAR NTT Yang MelatariImplementasi Program PHM

Bersambung ke Hal. 4

Page 4: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 4/8Halaman 4

Baronda

P e n a n g g u n g j a w a b   : P I A R N T T P e m i m p i n U m u m   : S a r a h L . M b o e i kP e m i m p i n R e d a k s i   : P a u l S i n l a E l o E S e k r e t a r i s   : Y u l i B u n g a R e d a k t u r

Pelaksana   : Ad i Nange Redaksi   : Pau l S in laE loE , Ad i Nange , Zevan Aome,Yusak Bi laut, Eston Sanam, Ian H. Ora, Martha Taga, Angky Hanas, LorensMissa, Goris Takene, Viktor Manbait. D i s t r i b u s i   : J u k e f t a P o n o L a y o u t   : ErasA l a m a t R e d a k s i : J l . P e r i n t i s K e m e r d e k a a n I I I , N o . 3 0 R T 2 5 / R w 1 1K e l u r a h a n K e l a p a L i m a - K u p a n g N T T , T e l p / F a x : 0 3 8 0 8 2 7 9 1 7 , E m a i l :p i a r . n t t @ g m a i l . c o m F a c e b o o k   : P I A R N T T , W e b s i t e : w w w . p i a r n t t . o r g

U n t u k D e m o k r a s i & K e d a u l a ta n K i t a

  k k

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

puluh lima ribu tiga ratus empat puluh rupiah) denganpelaku bermasalah dari ke-146 kasus korupsi adalahsebanyak 477 orang dan 36 orang diantaranya

melakuakan pengulangan tindak korupsi. Maraknyakorupsi di NTT yang terjadi pada sektor pelayananpublik dan buruknya pelayanan publik, membenarkanbahwa antara kualitas pelayanan publik denganpraktik korupsi memiliki hubungan kausalitas.

Politik Gender yang TimpangSecara konstitusional, perempuan dan laki-laki

berhak menikmati hak sipil dan politik yang sama.Ironisnya di NTT,subordinasi perempuan dalampolitik pembangunan yang merupakan peninggalan

Orde Baru masih tersisa, walaupun ruang politikformal memungkinkan part is ipasi pol i t ikperempuan.UU Nomor 8 Tahun 2012 tentangPemilihan Umum mensyaratkan keterwakilanperempuan 30 persen bagi setiap parpol. Selain itu,sejak tahun 2000 telah dikeluarkan INPRES No. 9Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang pada intinyamewajibkan analisa gender harus dipergunakandalam program-program kerja dan seluruh kegiataninstansi pemerintah dan organisasi kemasyarakatanlainnya. Salah satu buktinya adalahsejak NTT

dibentuk sebagai provinsi pada 1958, tak ada satupun figur perempuan yang tampil sebagai Gubernur,Bupati, Walikota maupun Wakil Gubernur, WakilBupati, Wakil Walikota. Hal serupa juga terjadi dalamkonteks legislatif baik di tingkat provinsi maupuntingkat kabupaten di NTT pada periode 2009-2014.Dari 55 orang anggota DPRD NTT, jumlah anggotaDPR perempuan hanya empat orang, 7,02 persensedangkan laki-laki berjumlah 51 orang atau sekitar 92,9 persen. Komposisi jumlah anggota DPRDkabupaten di seluruh NTT pun tidak berbeda

jauh.Hanya ada 49 orang perempuan (9,3 persen)dari 525 anggota Dewan. Padahal, bila ditinjau darisegi komposisi penduduk, jumlah pendudukperempuan NTT lebih besar. Dari segi jumlah wajibpilih, jumlah pemilih perempuan lebih darisetengahtotal jumlah pemilih 2.997.628 orang,1.542.535 (51,45 %) adalah pemilih perempuan,dan 1.455.093 (49, 55%). Dari fakta ini, sangat jelaspenyingkiran peran politik permpuan masih terjadi

dan disebabkan oleh adanya diskriminasi kulturaldan struktural yang selama ini sangat dominan danhegemoni dalam masyarakat NTT.

Orang NTT Yang “Gampang” di PerdagangkanPerdagangan orangadalah bentuk modern dari

perbudakan manusia dan merupakan salah satubentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkatdan martabat manusia.Fenomena ini oleh banyakpihak dianggap lebih banyak terjadi di luar negeri.Padahal perbudakan modern ini banyak jugaterjadi di dalam wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.Pada konteks NTT, praktik perdaganganorang begitu subur dan menjamur. Media massa

lokal setiap harinya selalu menyuguhkan berbagaikasus (dugaan) perdagangan orang yang terjadihampir semua wilayah Kab/Kota di NTT. Di tahun2013, PIAR NTT melakukan advokasi terhadap 4kasus perdagangan orang dengan jumlah korbansebanyak 127 orang.Untuk tahun 2014 (Januari-September), PIAR NTT telah melakukan advokasi6 kasus perdagangan orang dengan korbansebanyak 216 orang. Keseluruhan kasus yang diadvokasi oleh PIAR NTT ini belum termasuk kasus327 TKW NTT berusia di bawah 18 tahun yangdiperdagangkan di Papua serta kasus Wilfrida Soik

 belum lagi kasus-kasus yang berkaitan denganhubungan ketenagakerjaan upah buruh dan pekerjaanak.Pengalaman PIAR NTT dalam melakukanadvokasi berbagai kasus perdagangan orang,menunjukan bahwa penyebab utama terjadinyaperdagangan orang di NTT karena Negara Gagaldalam pemenuhan hak konstitusional rakyat di bidangHak-hak ekonomi, sosial dan budaya (EKOSOB).Hak EKOSOB ini merupakan jenis hak asasi manusiayang terkait dengan kesejahteraan material, sosialdan budaya.Merajalelanya praktek perdagangan

orang di NTT ini d i topang juga olehpemprov/pemkab/pemkot beserta jaringan terkaitnya(BNP2TKI/BP3TKI, APJATI dan GUGUS TUGASTRAFFICKING) tidak mampu melakukanpencegahan terjadinya perdagangan orang denganmembiarkan tetap berjalan system pengelolaanketenagakerjaan yang buruk mulai dari rekrutmentenaga kerja, pra penempatan, penempatan sampaidengan purna penempatan.*(AN)

Sambungan Hal. 6 P o k o k P i k i r a n P I A R N T T . . .

Page 5: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 5/8Halaman 5

Baronda

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

Pemerintah Provinsi NTT, dalam

hal ini sekretariat Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan Daerah

( T K P K D ) P r o v i n s i N T T

menyelenggarakan Rapat Koordinasi

dengan Kementrian Pembangunan

Manusia dan Kebudayaan (PMK).

Kegiatan Rapat Koordinasi TKPK

Daerah Tingkat Provinsi Nusa

Tenggara Timur Tahun 2015 dan

Rapat Kerja Regional Program SAPA

Tahun 2015 pada Selasa, 30 Juni2015 yang bertempat di aula El Tari

Kupang ini, mengambil tema; Melalui

Rakor Kita Tingkatkan Kinerja dan

Koordinasi TKPKD untuk Menjamin

Keterpaduan dalam Pelaksanaan

Program/ Kegiatan Penanggulangan

Kemiskinan.

Ketua panitia dalam laporan

yang disampaikan, menyebutkan

bahwa pertemuan ini adalah upaya

membangun komitmen bersamaantara pemerintah dan berbagai

komponen pembangunan dalam

mendukung Penanggulangan

Kemiskinan. Sedangkan tujuannya

adalah membangun sinergi antara

TKPK Provinsi dengan TKPK daerah.

Kemudian mampu terwujudnya

kinerja eleman pemerintah dalam

Penanggulangan Kemiskinan, serta

diperolehnya komitmen dan

rumusan tindak lanjut TKPK daerah.Rapat Koordinasi ini dibuka oleh

Wakil Gubernur NTT, Benny

Litelnoni. Wagub mengapresiasi

forum ini dikarenakan pertemuan

tersebut menjadi sangat penting

untuk mengintegrasikan program

penanggulangan kemiskinan.

Litelnoni mengharapkan TKPKD agar

lebih concern dalam PK. TKPKD agar

menyimak paparan pembicara

dikarenakan ada beberapa catatanpenting yang akan disampaikan

p e m b i c a r a y a n g m e n j a d i

rekomendasi bagi daerah untuk

ditindaklanjuti.

Pada kesempatan ini pun,

Wagub menyayangkan masih adanyasikap dan tidakan yang berbasis padaego sektoral. Selain itu Wagubm e m p r i h a t i n k a n b e b e r a p akabupaten di NTT yang tidakm e l a k s a n a k a n p r o g r a mPenanggulangan Kemiskinan selama2 (dua) tahun ini –salah satunya ialahtidak dilaksanakannya PNPM. Beliau

 juga menyinggung soal implementasip r o g r a m k e g i a t a n u n t u k

penanggulangan kemiskinan yangbelum menjawab persoalankesehatan ibu dan anak. “Kemiskinandi NTT selalu menurun, dapat dilihatdari RPJMD 2013-2018. Namun faktasaat ini gizi buruk melanda daerahNTT. Untuk itu kita perlu melakukanpemetaan misalnya peta daerahyang kekurangan ASI”, harap Wagub.

Wagub memberikan apresiasidari Pusat, terutama dari Kemenko

PMK dan Tim Nasional PercepatanPenanggulangan Kemiskinan(TNP2K) yang berkenan hadir padapertemuan kali ini. Dari Pusatmemang banyak sekali programsektoral yang masuk, akan tetapikoordinasi, evaluasi, dan tingkatkeberhasilan itu yang perlu terusu n t u k d i b e n a h i . W a g u bmengharapkan TKPKD harusmeningkatkan koordinasi dalam

rangka meningkatkan implementasikeberhasilan penanggulangankemiskinan di NTT.

Asisten Deputi Bidang III dariKedeputian VII Kemenko PMK, Drs.Wijanarko Setiawan, M.Sc., dalamm e m b e r i k a n s a m b u t a nmenyampaikan, “Visi Indonesiaselama lima tahun ke depan yangdisampaikan oleh Presiden dan WakilPresiden adalah mewujudkan

Indonesia yang berdaulat, mandirid a n b e r k e p r i b a d i a n d a nberlandaskan gotong-royong. Visitersebut kemudian dijabarkan lagidalam Tujuh Misi Presiden dan 9

(sembilan) agenda strategis yang

disebut dengan Nawa Cita” kataWijanarko.

Selanjutnya bahwa salah satuagenda prioritas dalam Nawa Cita,sebagaimana yang menjadi substansipenting adalah membangunIndonesia dari pinggiran denganmemperkuat daerah-daerah dandesa dalam kerangka Negarakesatuan Republik Indonesia. NawaCita yang ketiga ini juga ditujukan

untuk meningkatkan pemerataanpembangunan dan mengurangikemiskinan sebagaimana telahdituangkan dalam RPJMN 2015-2019. Agenda tersebut menjadiprioritas dan fokus koordinasiKemenko PMK.

Dalam kesempatan tersebutWijanarko Setiawan menyampaikanlima (5) hal penting yang harusm e n j a d i p e r h a t i a n d a l a m

pelaksanaan Undang-Undang Desa,terutama dalam memastikan DanaDesa dapat dikelola secara efektif,yaitu Pertama, Pemerintahan Desasebagai pelaksana UU Desa dilapangan harus dikuatkan. Kedua,Dana Desa harus diprioritaskanuntuk kegiatan pembangunan desadan pemberdayaan masyarakat.Ketiga, agar pengelolaan Dana Desalebih optimal maka aparat desa dan

masyarakat harus diberikanpendampingan. Keempat, untukmemastikan pengelolaan Dana Desatansparan dan akuntabel diperlukanpengawasan yang baik dari lembagaformal dan pengawasan darimasyarakat. Kelima, pemerintahdaerah baik propinsi, kabupatenmaupun kota harus bersinergimendukung upaya pembangunandesa.

Peserta yang diundang padakegiatan rakor tersebut terdiri dariunsur TKPKD Kabupaten/ Kota seNTT,tokoh agama,NGO/LSM dandunia usaha/perbankan.*(ZA)

Tingkatkan Kinerja dan Koordinasi TKPKDuntuk Menjamin Keterpaduan Program

Page 6: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 6/8Halaman 6

Bersambung ke Hal. 7 

Baomong

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

BANTUAN HUKUMOleh. Paul SinlaEloE – Aktivis PIAR NTT

Meskipun Bantuan Hukum

tidak secara tegas dinyatakansebagai tanggungjawab Negara,

namun ketentuan Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

menegaskan bahwa "Negara

Indonesia adalah Negara hukum".

Dalam konteks Negara

hukum, pengakuan, penghormatan

dan perlindungan terhadap Hak Asasi

Manusia bagi setiap individu

termasuk hak atas Bantuan Hukum,

wajib dilakukan oleh negara.

Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum

kepada warga Negara merupakan upaya untuk

memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi

Negara hukum yang mengakui dan melindungi serta

menjamin hak asasi warga Negara akan kebutuhan

akses terhadap keadilan ( Access to Justice) dan

kesamaan di hadapan hukum (Equality Before The

Law ).

Di Indonesia pelaksanaan bantuan hukum

publik Probono (Cuma-Cuma) belum berjalan secara

maksimal. Hal ini ditandai oleh adanya disparitas

kedudukan antara advokat dan lembaga-lembaga

bantuan hokum perguruan tinggi maupun swadaya

masyarakat yang menjadikan proses bantuan hokum

terhenti secara administratif.

Dengan hadirnya UU No. 16 Tahun 2011,

tentang Bantuan Hukum (UU BANKUM), yang

diundangkan pada 2 November 2011 dalam LN-RI

Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan LN-RI Nomor 

5246, beragam harapan mulai muncul demi

terbangunnya sebuah system bantuan hukum yang

dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat,

khususnya kalangan tidak mampu (Miskin).

Bantuan hokum dalam UU BANKUM dimaknai

sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi

bantuan hokum secara cuma-Cuma kepada

penerima bantuan hukum. Bantuan hokum diberikanoleh lembaga bantuan hukum atau organisasi

kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan

hukum, yang meliputi menjalankan kuasa,

mendamping i , mewak i l i ,

membela, dan/atau melakukantindakan hukum lain untuk

kepentingan hokum penerima

bantuan hukum. Da lam

p e l a k s a n a a n n y a ,

p e m b e r i b a n tu a n h o k u m

diberikan hak melakukan

rekrutmen terhadap Advokat,

Pa ra lega l , Dosen , dan

Mahasiswa Fakultas Hukum.

Padasisi yang lain,

hadirnya UU BANKUM ini masih

menyimpan sejumlah cacat

bawaan yang dapat menghambat proses

implementasinya. Secara kontekstual celah

kelemahan yang nampak, antara lain: Pertama,

problematika ruang lingkup bantuan hokum meliputi:

Kasus Perdata, Pidana, dan Tata Usaha Negara,

baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Bantuan

hukum hanya diberikan kepada klien dengan latar 

belakang miskin (aspek ekonomi). Seharusnya kasus

di Mahkamah Konstitusi juga masuk dalam ruang

lingkup bantuan hukum. Kriteria penerima bantuan

hokum sangat sempit dan hanya dilihat dari aspek

ekonomi. Padahal bantuan hokum seharsunya juga

dapat diberikan kepada kelompok rentan seperti

anak, perempuan, penyandang cacat, kelompok

marginal, masyarakat adat.

Bantuan hokum juga tidak mencover kasus-

kasus yang berdimensi struktural, kecuali kasus

structural tersebut dialami oleh masyarakat miskin.

Padahal kasus structural tidak selalu dialami oleh

masyarakat miskin. Dalam penanganan kasus,

apakah lembaga bantuan hokum dapat dieksepsi

 jika menangani kasus yang bukan “orang miskin”?

Kedua, Kewenangan Menteri Hukum dan

HAM di dalam penyelenggaraan bantuan hokum

sangat besar yang meliputi menyusun dan

menetapkan kebijakan penyelenggaraan bantuan

hukum, menyusun dan menetapkan standar BantuanHukum, menyusun dan mengelola anggaran,

melaporkan penyelenggaraan bantuan hokum

kepada DPR serta melakukan verifikasi dan

Page 7: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 7/8Halaman 7

Sambungan Hal. 6 B a n t u a n H u k u m . . .

Baomong

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

akreditasi. Kewenangan tersebut akan melahirkan

abuse of power karena antara pengambil kebijakan,

pelaksanaan dan pemberian anggaran berada di

satu tangan.

Kewenangan menyusun dan menetapkan

kebijakan penyelenggaraan bantuan hokum beserta

anggarannya dapat menyebabkan intervensi dan

ketidak independensian dalam pelaksanaan

pemberian bantuan hukum. Selain itu, terdapat

peluang terjadinya conflict of interest apabila perkara-

perkara yang ditangani oleh lembaga bantuan hokum

berhadapan secara langsung dengan pemerintah

yang memiliki kewenangan akreditasi/verifikasi dan

memberikan dana kepada lembaga tersebut.

Lembaga yang mengkritisi kebijakan Pemerintah

d a p a t d i p e rs u l i t u n tu k m e n d a p a t k a n

akreditasi/verifikasi dan akses dana bantuan hukum.

Mengingat uang yang dikelola dari APBN/APBD

dalam pemberian bantuan hukum cukup besar akan

membuka peluang lahan korupsi baru apabila

pengawasan publik tidak berjalan.

Persoalan lain terkait dengan implementasi

UU BANKUM adalah Apakah advokat yang berada

pada 300-an lebih Organisasi Bantuan Hukum (OBH)

yang telah diakreditasi dan diverifikasi sebelumnya

oleh Kementerian Hukum dan HAM cq BPHN boleh

mendapatkan imbalan dari Negara terkait dengan

layanan bantuan hukum yang di berikan? Pengaturan

tentang persoalan ini pun masih belum ada kepastian

hukumnya. Persoalan ini berawal dari keterbatasan

pemahaman para pembuat UU BANKUM terkait

konsep Probono Publico dan   Legal Aid.

Fakta yang Tidak dapat dipungkiri adalah

stakeholder utama pemberian layanan bantuan

hokum adalah advokat, dan dalam sejarah advokat-lah yang terlebih dahulu memberikan bantuan hokum

terhadap orang miskin, yang disebut dengan Probono

Publico.

Dalam dunia hukum, Probono Publico menjadi

salah satu strategi untuk membela kepentingan

umum, selain Legal Aid . Bantuan hokum dalam

konsep Probono Publico meliputi empat elemen,

yaitu: 1). Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah

hukum; 2). Sukarela; 3). Cuma-Cuma; dan 4). Untuk

Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan.

Kewajiban ini sebagai sebuah konsekuensi ethic

dari profesi advokat sebagai profesi terhormat

(Officium Nobbile). Kewajiban ini diatur melalui UU

No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, PP No. 83 Tahun

2008, tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian

Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dan Peraturan

Peradi No. 1 Tahun 2010, tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara

CumaCuma. Untuk pelaksanaannya dibentuk unit

kerja bernama PBH Peradi. Ketentuan tersebut

menjadi system pemberian bantuan hukum yang

dibangun oleh organisasi advokat sebagai bagiandari gerakan Probono Publico.

Sedangkan konsep Legal Aid merujuk pada

pengertian “State Subsidized ”, pelayanan hukum

yang dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ide bantuan

hukum yang dibiayai negara (Publicly Funded Legal 

 Aid ) pertama kali ditemukan di Inggris dan Amerika

Serikat. Konsep ini lahir sebagai sebuah konsekuensi

dari perkembangan konsep Negara kesejahteraan

(Welfare State) dimana pemerintah mempunyai

kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada

rakyatnya.

Pada akhirnya, terlepas dari segala kekurangan dari

UU BANKUM, inilah produk hukum yang di miliki

dan harus dilaksanakan oleh Indonesia dalam rangka

memenuhi, melindungi serta menjamin hak asasi

warga Negara akan kebutuhan akses terhadap

keadilan ( Access to Justice) dan kesamaan di

hadapan hukum (Equality Before The Law ).***

Page 8: Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

7/17/2019 Newsletter Udik Edisi 12 - Juni 2015

http://slidepdf.com/reader/full/newsletter-udik-edisi-12-juni-2015 8/8Halaman 8

Info

Edisi 12/PHM. 1/30 Juni 2015

Informasi :Terhitung sejak tanggal 25 Juni 2015, PIAR NTT pindah alamat ke kantor baru. Pindah dari Jalan W.J.Lalamentik ke Jalan Perintis Kemerdekaan III di Kelurahan Kelapa Lima. Alamat kantor /alamat barutersebut, sebagaimana pada denah di bawah ini. Demikian informasi kami, atas perhatiannya disampaikanlimpah terima kasih.