makalah pertanahan

21
Kata Pengantar Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, yang mana atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Hak Atas Tanah . Pembuatan makalah ini adalah sebagian tugas dari pelatihan Pertanahan yang sedang kami pelajari di semester kelima ini. Dalam pembuatan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki dan pembelajaran kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah.. Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Kuburaya, November 2015 Penulis pg. 1

Upload: cimblyn

Post on 17-Feb-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Contoh

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pertanahan

Kata Pengantar

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT Dzat Yang Maha

Pengasih lagi Maha Pemurah, yang mana atas rahmat-Nya maka kami dapat

menyelesaikan penyusunan makalah Hak Atas Tanah .

Pembuatan makalah ini adalah sebagian tugas dari pelatihan

Pertanahan yang sedang kami pelajari di semester kelima ini. Dalam

pembuatan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,

baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan

yang kami miliki dan pembelajaran kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua

pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah..

Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang

setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat

menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Kuburaya, November 2015

Penulis

pg. 1

Page 2: Makalah Pertanahan

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................ i

Daftar Isi ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan Identifikasi ................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 2

BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................ 3

A. Penjelasan ................................................................................... 3

BAB III Analisis ........................................................................................ 6

A. Pengertian – Pengertian ............................................................ 6

B. Contoh Kasus .............................................................................. 9

C. Analisis Kasus ............................................................................ 11

BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 12

A. Kesimpulan ................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 13

pg. 2

Page 3: Makalah Pertanahan

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya diwilayah pedesaan diluar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat tanah milik bersama masyarakat adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal didalam sistem pemilikan komunal.

Situasi ini terus berlangsung didalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan colonial Belanda pada abad ke tujuh belas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.

Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah dibawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan colonial, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat perorangan adalah tanah dibawah penguasaan Negara.

Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah diperkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.

Persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.

Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi. Setelah adanya UUPA masih saja ada masalah yang lingkupnya pada hak atas tanah, seharusnya ada suatu peraturan yang menjelaskan lebih jelas dan mengikat mengenai hak atas tanah.

pg. 3

Page 4: Makalah Pertanahan

Undang-undang pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dan diundangkan agar dapat memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Hak Atas Tanah?2. Apa saja yang termasuk Hak Atas Tanah?3. Bagaimanakah contoh kasus dalam permasalahan Hak Atas Tanah ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Pembuatan makalah yang berjudul Hak Atas Tanah ini memiliki tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

1.Agar kita dapat mengetahui apakah yang dimaksud dengan Hak Atas Tanah

2.Agar kita dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam Hak Atas Tanah

3.Agar kita mengetahui contoh-contoh kasus dalam permasalahan Hak Atas Tanah

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang penyusun dapat setelah menyusun makalah yang berjudul Hak Atas Tanah ini, yaitu :Manfaat teoritis :1. Penyusun mendapat lebih banyak pengetahuan mengenai Hak Atas Tanah2. Penyusun mendapatkan pengetahuan mengenai apa saja yang termasuk

kedalam Hak Atas Tanah

Manfaat Praktis :1. Penyusun dapat memaparkan mengenai Hak Atas Tanah 2. Penyusun dapat mengetahui bagaimana kepemilikan Hak Atas Tanah di

Indonesia3. Jika suatu hari penyusun bekerja pada bidang Hukum Agraria atau yang

berhubungan dengan pertanahan maka penyusun sudah mengetahui bagaimanakah penjelasan mengenai Hak Atas Tanah Tersebut serta dapat pula mengaplikasikannya apabila terjadi masalah yang berhubungan dengan Hak Atas Tanah.

pg. 4

Page 5: Makalah Pertanahan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PENJELASAN

HAK ATAS TANAH Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.

Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:

1. Hak Milik2. Hak Guna Usaha3. Hak Guna Bangunan4. Hak Pakai5. Hak Sewa6. Hak Membuka Tanah7. Hak Memungut Hasil Hutan8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang

ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain :

1. Hak gadai,2. Hak usaha bagi hasil,3. Hak menumpang,4. Hak sewa untuk usaha pertanian.

Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut menimbulkan

pg. 5

Page 6: Makalah Pertanahan

pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang).

Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya.

Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA, hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :

I. Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :

1. Hak Milik2. Hak Guna Usaha3. Hak Guna Bangunan4. Hak Pakai5. Hak Sewa Tanah Bangunan6. Hak Pengelolaan

II. Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :

1. Hak Gadai2. Hak Usaha Bagi Hasil3. Hak Menumpang4. Hak Sewa Tanah Pertanian

pg. 6

Page 7: Makalah Pertanahan

Pencabutan Hak Atas Tanah

Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut Undang–undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda–benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada pengadilan tinggi.

BAB III

pg. 7

Page 8: Makalah Pertanahan

ANALISIS

A. PENGERTIAN-PENGERTIAN :

1. HAK MILIK

Hak milik diatur didalam pasal 20-27 UUPA. Hak milik bersifat turun-temurun, terkuat, dan terpenuh, berfungsi sosial. Maksudnya adalah, turun temurun contohnya dapat diwariskan, terkuat maksudnya dapat dipertahankan, terpenuh maksudnya adalah tidak mengenal jangka waktu, dan berfungsi sosial yaitu harus sesuai dengan sifat dan tujuannya (pasal 6 UUPA).

Hak milik dapat dialihkan kepada siapa saja, dapat didirikan Hak guna bangunan diatasnya.

Subjek hak milik :

a. Warga Negara Indonesiab. Badan hukum tertentu ( PP No. 38 tahun 1963) yaitu, badan hukum

perbankan negara, koperasi pertanian, dan usaha sosial/keagamaan.

Luas kepemilikan hak atas tanah dibatasi oleh CEILING yang dibatasi secara maksimum dan minimum.

Berakhirnya suatu hak milik atas tanah yaitu dapat dengan cara :

a. Pencabutan hakb. Melanggar prisip nasionalitas

c. Terlantar

d. Penyerahan secara sukarela

e. Tanahnya musnah misalnya karena bencana alam longsor

Dasar hak milik :

a. Konversi dari tanah-tanah eks-BW dan dari tanah eks-tanah adatb. Dari hasil pengelolaan yang teruang dalam perjanjian pendirian hak tersebut

c. SK pemberhentian hak oleh pemerintah BPN

2. HAK GUNA USAHA

Hak guna usaha diatur didalam pasal 28-34 UUPA, dan PP No. 40 tahun 1996.

Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara. Obyeknya merupakan tanah negara.

pg. 8

Page 9: Makalah Pertanahan

Subyek hak guna usaha :

1. Warga Negara Indonesia2. Badan HukumIndonesia

Hak guna usaha dapat dapat dialihkan asal kepada WNI. Hal ini berdasarkan prinsip asas nasionalitas.

Penggunaan hak guna usaha dapat digunakan untuk pertanian (perkebunan), perikanan, peternakan. Dan dapat dijadikan objek hak tanggunangan atau dapat dijaminkan.

Jangkau waktunya : Didalam UUPA 25 tahun, diperpanjang maksimal 35 tahun dengan perpanjangan waktu 25 tahun, perpanjangan atau pembaharuan dapat diberikan sekaligus (pasal 11 PP 40 Tahun 1996) 30 tahun diperbaharui.

Berakhirnya hak : waktunya berakhir melanggar syarat pemberian, dilepas haknya, dicabut haknya untuk kepentingan umum, tanahnya musnah, melanggar prinsip nasionalitas.

Dasar hak : PMDN No 6 Tahun 1972 jo. Peraturan kepala BPN No 16 Tahun 1990 sampai dengan 100 HA asal tidak dengan fasilitas penanaman modal oleh Kanwil BPN ; diatas 100 HA oleh Kepala BPN (Pasal 2 s.d 18 PP No 40 Tahun 1996)

3. HAK GUNA BANGUNAN

Hak untuk mengusahakan dan mempunyai bangunan atas tanah bukan milik sendiri

Subyeknya : .

1. WNI 2. Badan Hukum Indonesia

Hak guna Bangunan dapat dialihkan asal kepada WNI, berdasarkan asas nasionalitas

Dapat sebagai objek hak tanggungan

Jangka waktu hak guna bangunan : paling lama 30 tahun dapat diperpanjang 20 tahun, perpanjangan/ pembaharuan dapat diberikan sekaligus

Berakhirnya hak guna bangunan:

pg. 9

Page 10: Makalah Pertanahan

Jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, dilepas oleh pemegang hak, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan, tanah musnah, bukan WNI lagi (pasal 30 ayat 2 jo pasal 20 PP 40/ 1996.

Alas/ dasar hak guna bangunan

1. PMDN 6/1972 sampai 2000m2 oleh kepala BPN ps 22 PP 40/1996 2. Hak pengelolaan Vide PMDN 1/77 jo PMDN 6/1972 jo ps 22 ayat (2) PP

40/1996

3. Konversi tanah ex adat

4. Kinversi tanah ex BW : hak eigendom, hak opstal, hak erfacht

5. Karena perjanjian, pemilik HM dan seseorang untuk menimbulkan hak guna bangunan

4. HAK PAKAI

1) Hak pakai keperdataan

Hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai negara/ tanah yang dikuasai seseorang dengan hak milik

Subjeknya : WNI, Badan Hukum Indonesia, orang asing penduduk Indonesia ( pasal 39 PP 40/ 1996), badan hukum asing yang mempunyai manfaat bagi penduduk Indonesia dan badan hukum asing yang ada ijin operasional

Dapat dialihkan ; dapat menjadi objek tanggungan

Berakhirnya hak : jangka waktu berakhir, tanah musnah, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan

Jangka waktu :

Tidak jelas ( pasal 41-43 UUPA) PMDN 6/1972 = 10 tahun

Pasal 45 PP 40/ 1996 -25 tahun dengan perpanjangan 20 tahun

Hak pakai di atas hak milik = 25 tahun dengan pembaharuan 25 tahun

2) Hak pakai khusus :

Hak milik mempergunakan tanh untuk pelaksanaan tugas yang berasal dari tanah yang dikuasai negara.

pg. 10

Page 11: Makalah Pertanahan

Subjeknya ialah departemen, LPND, PEMDA, perwakilan negara asing, lembaga keagamaan, dan lembaga sosial (Lembaga pemerintah non departemen).

Tidak dapat dialihkan : Tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan

Berakhirnya hak : Jika tidak dapat dipergunakan lagi kembali kepada negara.

Jangka waktu : Tidak terbatas selama masih dipergunakan (pasal 45 ayat 1 PP. 40 tahun 1996).

HAK HAK SEMENTARA

A. PENGERTIAN

Hak hak yang bersifat sementara dikatakan sementara karena mengandung sifat-sifat yang bertentangan dengan UUPA (mengandung unsur pemerasan). Maka hal-hal tersebut diusahakan agar dapat dihapus dalam waktu singkat, sebelum ada peraturan-peraturan yang baru, sementara ketentuan yang sudah ada dianggap masih berlaku. Hak-hak tersebut adalah:

1. Hak Usaha Bagi Hasil, berasal dari hukum adat ”hak menggarap”, yaitu hak seseorang untuk mengusahakan pertanian diatas tanah milik orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi bagi kedua belah pihak berdasarkan perjanjian. Diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, Permenag No. 8 tahun 1964, Inpres No.13 tahun 1980.

2. Hak Gadai, berasal dari hukum adat “Jual Gadai”, yaitu penyerahan sebidang tanah oleh pemilik kepada pihak lain dengan membayar uang kepada pemilik tanah dengan perjanjian, bahwa tanah itu akan dikemalikan apabila pemilik mengembalikan uang kepada pemegang tanah. Hal itu diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No.56/ Prp/ 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian, pasal 7 : “Barangsiapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai, sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajjib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan stelah tanaman selesai dipanen. Dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan.”

Rumus : 7+0.5 – Waktu Berlangsungnya Gadai x Uang gadai

3. Hak Menumpang, yaitu hak yang mengizinkan seseorang untuk mendirikan serta untuk menempati rumah diatas tanah pekarangan orang lain dengan tidak membayar kepada pemilik pekarangan tersebut, seperti hak pakai, tetapi sifatnya sangat lemah, karena setiap saat pemilik dapat mengambil kembali tanahnya.

4. Hak Sewa Tanah Pertanian, bersifat sementara karena berkaitan dengan pasal 10 ayat 1 UUPA yang menghendaki setiap orang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian. Pada asasnya diwajibkan

pg. 11

Page 12: Makalah Pertanahan

mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan cara mencegah cara pemerasan.

B. Contoh Kasus :

Sengketa Lahan Meruya

Kasus ini bermula pada 1972. Waktu itu, Haji Djuhri bin Haji Geni, Yahya bin Haji Geni, dan Muhammad Yatim Tugono membeli tanah-tanah girik dari warga Meruya Udik, yang kini menjadi Kelurahan Meruya Selatan. Seluruh tanah ini mencapai luas 78 hektare dan kemudian dijual dengan harga Rp 300 per meter persegi ke perusahaan properti milik Beny Rachmat itu.

Masalah muncul ketika Portanigra menuduh tiga mandor itu belakangan membuat girik palsu dan menjual lagi tanah tersebut ke beberapa pihak. Kasus pemalsuan girik ini ditemukan oleh Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Pusat pimpinan Laksamana Sudomo pada 1978.

Dalam proses pemeriksaan, tiga mandor tadi mengaku menjual lagi girik tersebut kepada beberapa perusahaan. Di antaranya ke pemerintah DKI Jakarta pada 1974 seluas 15 hektare, kepada PT Intercone (2 hektare) dan PT Copylas (2,5 hektare) pada 1975, serta kepada BRI seluas 3,5 hektare pada 1977.

Pada 1986, Djuhri divonis hukuman setahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Di tingkat banding, Yahya terkena vonis setahun penjara. Adapun Tugono, kasasinya ditolak Mahkamah Agung sehingga ia harus masuk penjara pada 1989.

Berbekal putusan pidana itu, Portanigra kemudian menggugat perdata ketiga mandor tersebut pada 1996. Ketika itu, Pengadilan Negeri Jakarta Barat sudah meletakkan sita jaminan terhadap tanah seluas 44 hektare yang diklaim milik Porta. Gugatan ini sempat ditolak di tingkat pertama dan banding.

Namun, pada 2001, nasib berbalik memihak Porta ketika perkara sampai di Mahkamah Agung. Mahkamah memenangkan Porta. Putusan perkara pidana dan bukti jual-beli yang jadi pegangan putusan kasasi.

Meskipun bukan pihak yang bersengketa, warga kini berusaha melawan putusan Mahkamah Agung dengan mengajukan gugatan perlawanan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Warga juga berusaha menghalangi eksekusi dengan mengadukan Portanigra ke polisi karena adanya sejumlah kejanggalan di berkas perkara.

Kejanggalan itu di antaranya menyangkut domisili perusahaan tersebut di Duta Merlin yang ternyata kosong dan nomor wajib pajak ganda atas nama Portanigra. Dari tiga terpidana, kini cuma Haji Djuhri yang sudah berusia 80 tahun dan pikun itu yang ikut melawan. Sebab, Yahya sudah meninggal dan Tugono pindah entah ke mana.

pg. 12

Page 13: Makalah Pertanahan

Portanigra sendiri kini menunggu upaya Dewan Perwakilan Rakyat mencari solusi untuk tak merugikan pihak ketiga atau warga dalam sengketa tanah tersebut.

Badan Pertanahan Jakarta yang disebut-sebut ikut punya andil membuat masalah ini jadi kisruh sepertinya malah tak diganggu gugat. Padahal jika dokumen tanah berupa hak girik dipegang PT Portanigra dan tanah tersebut berstatus sengketa, mestinya ribuan warga itu tak bisa memiliki sertifikat hak milik. Mestinya BPN tidak mengeluarkan dokumen kepemilikan tanah di atas lahan yang terlibat sengketa.

Nasi telah menjadi bubur. BPN mengeluarkan sertifikat itu dan kini jadi masalah.

Sumber : www.tempointeraktif.com

C. Analisis Kasus

Perspektif Legal

Kasus Meruya sebenarnya adalah persoalan pidana antara PT Porta Nigra dengan Juhri CS. PT Porta Nigra yang dalam hal ini dirugikan dengan penipuan yg dilakukan Juhri CS dalam proses pengambilalihan lahan di Meruya. Secara legal, tanah yang dibeli Porta Nigra dari Juhri CS belum beralih karena dasar hukum atas tanah tersebut, dalam hal ini girik dinyatakan palsu oleh pengadilan pidana dan berdasarkan putusan pengadilan negeri dimusnahkan.

Selain itu, dalam proses peralihan hak atas tanah, PT.Portanigra sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi maka Porta Nigra belum dapat disebut sebagai pemilik secara yuridis atas tanah tersebut.

Perspektif Yurisdiksi

Putusan Mahkamah Agung untuk melakukan eksekusi tanah di Meruya memang patut dipertanyakan karena penerbitan sertifikat tanah adalah putusan dari BPN (pejabat negara). jadi, yang dapat mempertanyakan sertifikat tersebut adalah peradilan Tata Usaha Negara. Seharusnya putusan dari MA adalah memaksa Juhri CS untuk mengganti kerugian akibat penipuan yang dilakukannnya dan bukan menyerahkan tanah yg menjadi objek jual beli pada awalnya. terlebih secara hukum proses peralihan hak atas tanah tersebut belum terjadi. Atau setidaknya tidak ada dokumen hukum yang menunjukkan hal tersebut.

pg. 13

Page 14: Makalah Pertanahan

BAB IVPenutup

A. Kesimpulan

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Di dalam pelaksanaannya banyak terdapat masalah-masalah akibat ketidaktahuan atau ketidakmengertian masyarakat terhadap hak-hak atas tanah.

Masalah tanah bagi manusia seperti tidak ada habisnya karena tanah mempunyai arti yang sangat penting dalam penghidupan manusia

Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan mengerti mengenai hak-hak atas tanah agar kejadian-kejadian persengketaan tanah seperti kasus diatas tidak terulang kembali.

pg. 14

Page 15: Makalah Pertanahan

DAFTAR PUSTAKA

Harsono,Boedi,2008, Hukum Agraria Indonesia ,Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta

Catatan kuliah Hukum Agraria Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah

pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta

Perangin, Effendi, 1986, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

www.google.com/kasushakatastanah www.google.com/hakatastanah http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah " http://dokumen.tips/documents/makalah-hak-atas-tanah-isi.html

pg. 15