neuroleptic malignant syndrome

17
Neuroleptic Malignant Syndrome NMS berpotensi berpotensi membahayakan nyawa 1. Insiden NMS sekitar 2% tetapi yang membahayakn nyawa hanya sekitar 5-30 %. Meskipun biasanya tidak disertai agen atipikal, NMS dapat terjadi dengan agen tersebut. 2. Identifikasi. NMS sering salah diagnosis dan harus dipertimbangkan pada pasien dengan antipsikotik yang memburuk dibandingkan dengan perbaikan. Gambaran klinis termasuk: a. Hipertermia b. Rigitas otot yang ekstrim yang tidak membaik dengan antikolinergik c. Instabilitas otonom d. Delirium e. Peningkatan kreatinin fosfokinase (CPK). Pada beberapa pasien CPK dapat meningkat sampai 800 mg/dl jika melakukan injeksi intramuskular dan restraint fisik. Bagaimana pun juga peningkatan terjadi sebagai akibat dari proses patologi 3. Tatalaksana a. NMS ringan dapat membaik spontan dengan menghentikan agen antipsikotik yang mana harus selalu dilakukan sebagai langkah pertama. Perawatan suportif dan hidrasi adekuat juga diindikasikan. b. Amantadine (2x100 mg) sering digunakan pada kasus yang lebih ringan. c. CPK rutin harus dilakukan pada pasien suspek NMS d. Kasus yang lebih serius dapat menyebabkan kematian karena syok, gagal ginjal (dengan mioglobinuria), gagal pernapasan, atau disseminated intravascular coagulation (DIC). Pasien mungkin memerlukan perawatan intensif medik dengan tatalaksana suportif. Tatalaksana farmakologi yang sering digunakan termasuk agonis dopamin seperti bromocriptine atau dantrolene, yang secara langsung menurangi rigiditas otot

Upload: parmadikomalajaya

Post on 29-Nov-2015

55 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Neuroleptic Malignant Syndrome

Neuroleptic Malignant Syndrome

NMS berpotensi berpotensi membahayakan nyawa

1. Insiden NMS sekitar 2% tetapi yang membahayakn nyawa hanya sekitar 5-30 %. Meskipun biasanya tidak disertai agen atipikal, NMS dapat terjadi dengan agen tersebut.

2. Identifikasi. NMS sering salah diagnosis dan harus dipertimbangkan pada pasien dengan antipsikotik yang memburuk dibandingkan dengan perbaikan. Gambaran klinis termasuk: a. Hipertermia b. Rigitas otot yang ekstrim yang tidak membaik dengan antikolinergik c. Instabilitas otonom d. Delirium e. Peningkatan kreatinin fosfokinase (CPK). Pada beberapa pasien CPK dapat

meningkat sampai 800 mg/dl jika melakukan injeksi intramuskular dan restraint fisik. Bagaimana pun juga peningkatan terjadi sebagai akibat dari proses patologi

3. Tatalaksana a. NMS ringan dapat membaik spontan dengan menghentikan agen antipsikotik

yang mana harus selalu dilakukan sebagai langkah pertama. Perawatan suportif dan hidrasi adekuat juga diindikasikan.

b. Amantadine (2x100 mg) sering digunakan pada kasus yang lebih ringan. c. CPK rutin harus dilakukan pada pasien suspek NMS d. Kasus yang lebih serius dapat menyebabkan kematian karena syok, gagal ginjal

(dengan mioglobinuria), gagal pernapasan, atau disseminated intravascular coagulation (DIC). Pasien mungkin memerlukan perawatan intensif medik dengan tatalaksana suportif. Tatalaksana farmakologi yang sering digunakan termasuk agonis dopamin seperti bromocriptine atau dantrolene, yang secara langsung menurangi rigiditas otot

e. Pada kasusu resisten, ECT dilaporkan meningkatkan gejalaf. Ketika pengobatan antipsikotik dilanjutkan, obat-obatan lain di samping agen

pencetus (pilihan atipikal) sebaiknya digunakan pada dosis yang lebih rendah dengan titrassi perlahan.

Efek Neurologik Lain

1. Sedasia. sedasi yang mana berhubungan dengan efek antihistamin mungkin membantu pada

pasien agitasi, namun dapat mempengaruhi kemampuan dan performab. tatalaksana :

1. Menurunkan dosis jika mungkin 2. Pemberian pada waktu tidur

Page 2: Neuroleptic Malignant Syndrome

3. Mengganti dengan obat-obatan yang efek sedasinya lebih rendah2. Efek samping kognitif

a. Confusion, konsentrasi terganggu, gangguan daya ingat, dan deliriumb. efek antipsikotikyang dimediasi antikolinergik dan antihistaminergikc. lebih umum terjadi pada antipsikotik tipikal potensi rendahd. Tatalaksana

1. Menurunkan dosis jika mungkin 2. Mengganti dengan obat-obatan yang berefek rendah pada reseptor kolinergik

dan histaminergik3. Aktivitas antikolinergik

a. Aktivitas antikolinergik Aktivitas antikolinergik bervariasi dan berkebalikan dengan kecenderungan menyebabkan EPS. Hal itu dapat mengganggu kognisi dan mengarah pada komplikasi medis (retensi urin), terutama pada lanjut usia dan memiliki penyakit medis.

b. Tatalaksana1. mengganti dengan agen yang efek antikolinergik lebih rendah2. permen mint rendah gula atau permen karet dapat mengurangi mulut

kering3. Bulk agents dan pelunak feses4. untuk retensi urin, bethanechol dapt membantu.

4. Menurunkan ambang kejang. Semua antipsikotik menurunkan ambang kejang sampai tingkat tertentu

a. hal ini bukan merupakan alasan untuk menghindari penggunaan antipsikotik padapasien epilepsi selama pasien memakai antikonvulsan yang adekuat.

b. clozapine memiliki risiko dose related seizure yang terbukti secara klinis. Dosis kurang dari 300 mg/hari berhubungan dengan insiden kejang 1%, dosis antara 300-600 mg/hari berhubungan dengan insiden kejang 2,7%, dan dosis lebih dari 600 mg/hari berhubungan dengan insiden kejang 4,4,%.

Kardiovaskular

1. Hipotensi ortostatik (berhubungan dengan antaagonis adrenergik α1).a. Pasien dengan antidepresan trisiklik dapat menyebabkan hipotensi ortostatik:

1. Pasien dengan deplesi volume intravaskular 2. Pasien-pasie tirah baring 3. Pada lanjut usia yang dapat jatuh dan terluka

Page 3: Neuroleptic Malignant Syndrome

b. Tekanan darah saat berbaring dan berdiri dan pulsasi dengan gejala yang berhubungan

c. Tatalaksana: 1. Pastikan bahwa pasien terhidrasi2. Memakai stocking mungkin dapat membantu 3. Mengganti dengan medikasi lain

2. Perpanjangan QT berhubungan dengan perkembangan dari torsades de pointesa. Rata-rata interval QT pada dewasa berkisar 400 msec dan risiko torsades de

pointes meningkat sesuai dengan perpanjangan interval. Interval QTc (interval QT terkoreksi untuk heart rate) >500 msec harus dipertimbangkan sebagai risiko substansial untuk torsades de pointes.

b. Sejumlah obat-obatan dapat memperpanjang interval QT termasuk antipsikotik (thioridazine dan pimozide) dan beberapa antidepresan trisiklik. 1. Ziprasidone memperpanjang interval QT lebih lama dibandingkan dengan

atipikal lain (peningkatanrata-rata untuk ziprasidone adalah 20,3 msec; risperidone, 11,6 msec; olanzapine, 6,8 msec; quetiapine, 14,5 msec; thioridazine 35,6 msec; haloperidol, 4,7 msec). Perpanjangan ini tidak dipengaruhi oleh inhibitor P450.

2. Jika tidak adda faktor risiko untuk perpanjangan QT atau aritmia jantung, tidak ada indikasi monitoring jantung spesial.

3. Jika ada penyakit jantung yang diketahui, riwayat sinkop, riwayat keluarga kematian tiba-tiba sebelum usia 40 tahun, atau congenital long QT syndrome, EKG perlu diindikasikan pada pasien yang akan memulai pengobatan ziprasidone, thioridazine, mesoridazine, atau pimozide.

4. Obat penghambat CYP3A4 (tabel 12.6) , mendeplesi potasium atau magnesium (diuretik, siklosporin, aminoglikosida) atau memperpanjang QTc (amiodarone, quinidine, thioridazine, pimozide, gatifloxacin, dan tacrolimus) meningkatkan risiko perpanjangan QTc jika digunakan bersama dengan ziprasidone.

3. Kejadian yang tidak diinginkan dari serebrovaskular dan mortalitas yang berlebihan pada pasien demensia yang lanjut usia. Ada beberapa laporan tentang adanya peningkatan risiko untuk transient ischemic attack (TIA), stroke, dan mortalitas dengan antipsikotik atipikal. Data meta-analisis baru-baru ini terlihat mengkonfirmasi bahwa ada penambahan kecil risiko untuk komplikasi dibandingkan dengan plasebo. Risiko ini juga terlihat ada pada antipsikotik konvensional. Risiko-risiko ini tidak menjadi kontraindikasi untuk menggunakan obat-obatan tersebut, namun menjadi pertimbangan kebutuhan penggunaannya untuk indikasi klinis yang serius dan penting sementara memaksimalkan intervensi psikososial yang sekarang digunakan.

Page 4: Neuroleptic Malignant Syndrome

Endokrin dan Metabolik

1. Terjadi peningkatan prolaktin karena dopamin adalah prolactin-inhibiting factora. Dapat menyebabkan galactorea, pembengkakan payudara, discharge,

iregularitas menstrual dan gangguan fungsi seksual, menurukan produksi testosteron

b. Gejala biasanya membaik berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah penurunan dosis atau pemberhentian obat.

c. Antipsikotik atipikal (kecuali risperidon) menyebabkan sedikit peningkatan prolaktin dibandingkan yang tipikal.

d. Pasien dengan antipsikotik yang diketahui mengalami peningkatan prolaktin harus diskrining untuk gejala-gejala hiperprolaktinemia pada setiap kunjungan hingga stabil.

e. Kadar prolaktin harus dicek dan dimonitor pada pasien yang bergejala dan yang berisiko tinggi dan pada mereka yang memiliki osteopenia attau osteoporosis sebelumnya dan perempuan dengan kanker payudar. Penggunaan antipsikotik dengan efek yang lebih sedikit pada kadar prolaktin diindikasikan untuk kasus-kasus ini, bila menungkinkan.

2. Peningkatan berat badana. Pasien dengan skizofrenik lebih banyak yang overweight. Dengan menggunakan

definisi obesitas bila BMI ≥ 30, diketahui sekitar 25% dari populasi umum dan 42% dari pasien skizofrenik mengalami obesitas.

b. Antipsikotik bertanggung jawab dalam kenaikan berat badan. Ziprasidone dan aripiprazole memiliki risiko rendah, Risperidon dan quetiapine memiliki risiko sedang, olanzapine dan clozapine memiliki risiko tertinggi. Penambahan berat badan merupakan kekurangan yang serius dari terapi antipsikotik dan perlu dimonitor dan ditangani.

c. Lingkar pinggang lebih dari 35 inci untuk wanita dan 40 inci untuk pria berhubungan dengan meningkatnya risiko kesehatan.

d. Fokus dalam mencegah kenaikan berat badan (yang berhubungan dengan peningkatan nafsu makan) dapat menjadi persoalan untuk antipsikotik baik yang tipikal maupun yang atipikal. 1. Penekan nafsu makan sebaiknya tidak digunakan 2. Pembatasan kalori dan konseling untuk pengaturan berat badan lebih tepat

digunakan3. Diabetes

a. Skizofrenik memiliki risiko lebih tinggi untuk perkembangan diabetesb. Semua pasien yang akan memulai antipsikotik harus mempunyai kadar glukosa

darah puasa baseline.c. Monitor untuk gejala diabetes: perubahan berat badan, poliuria, polidipsia.

4. Hiperlipidemia

Page 5: Neuroleptic Malignant Syndrome

a. Skizofrenik rentan terhadap perkembangan sindroma metabolik (termasuk obesitas abdominal, peningkatan kadar glukosa puasa, peningkatan trigliserid, HDL rendah, dan hipertensi)

b. Clozapine dan olanzapine tampaknya berhubungan denganr risiko besar dari dislipidemia. Quetiapine dan risperidone memiliki efek sedang, dan ziprasidone dan aripiprazole memiliki efek yang kecil atau tidak ada efek.

5. Pedoman konsensus (Tabel 12-11) dikembangkan oleh American Diabetes Asssociation, APA, American Association of Clinical Endocrinologists, dan North America Association for the Study of Obesity.a. Pasien dengan SGA harus mendapatkan skrining dasar yang tepat dan monitoring

yang berkelanjutanb. Skrining dasar harus mencakup:

1. Riwayat personal dan keluarga untuk mengetahui faktor risiko yang ada, rokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, obesitas, gaya hidup, penyakit jantung iskemik dan riwayat keluarga dari diabetes dan penyakit kardiovaskular

2. Berat badan dan tinggi badan (untuk perhitungan BMI)3. Lingkar pinggang setinggi umbilikus4. Tekanan darah5. Glukosa plasma puasa dan profil lipid

c. Konseling nutisi dan aktivitas fisik harus disediakan untuk semua pasien yang overweight (BMI 25-29,9) atau obesitas (BMI≥30)

d. Pasien dan keluarganya harus waspada terhadap tanda dan gejala yang berhubungan dengan diabetes khususnya ketoasidosis diabetik

e. Follow up monitoring1. Berat badan pada minggu 4,8 dan 12 dan tiap 4 minggu setelahnya. Jika

pasien mengalami peningkatan lebih dari 5% dari berat badannya, pertimbangkan ganti perlahan ke SGA yang lebih aman.

2. Pemeriksaan darah harus dinilai ulang 3 bulan setelah memulai obat antipsikotik dan tiap tahun setelahnya atau sesuai indikasi klinis.

3. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dl, glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl, atau hemoglobian A1c lebih tinggi dari 6.1% mengarah pada kemungkinan diabetes dan sebaiknya dikonsultasikan.

tabel 12-11 protokol monitoring untuk pasien dengan antipsikotik atipikal

Parameter klinis Baseline 4 minggu

8 minggu

12 minggu

Tiap 3 bulan

Tiap tahun

Tiap 5 tahun

Riwayat diri atau keluarga dengan DM, obesitas, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, hipertensi

X X

Page 6: Neuroleptic Malignant Syndrome

Berat badan (BMI) X X X X XLingkar pinggang X XTekanan darah X X XGlukosa plasma puasa X X XProfil lipid puasa x X X

DM: diabetes mellitus, BMI: body mass index

Disfungsi Seksual

Disfungsi seksual umum terjadi pada penggunaan antipsikotik (50-60% dengan antipsikotik tipikal) dan berkontribusi dalam kepatuahan pengobatan yang buruk. Pasien sering kali malu untuk membicarakan tentang kehidupan seksual mereka; kurang dari 10% pasien yang menyebutkan disfungsi seksual dan dokter harus menanyakan pertanyaan langsung.

1. Penurunan nafsu (libido)a. Dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri (gejala negatif, depresi)b. Mekanisme yang mungkin termasuk adalah peningkatan prolaktin dan

blokade dopamin sentral.2. Impotensi pada laki-laki

a. Mekanisme yang mungkin adalah efek antikolinergik, blokade dopamin sentral, atau hipogonadism karena hiperprolaktinemia

b. Thioridazine, chlorpromaziine, dan obat-obatan yang meningkatkan prolaktin (antipsikotik tipikal, risperidon) dapat menyebabkan disfungsi seksual tipe ini.

3. Gangguan orgasme termasuk anorgasmia dan ejakulasi prematur, kering dan retrograde

a. Mekanisme yang mungkin adalah blokade α adrenergik, efek antikolinergik, dan hiperprolaktinemia

b. Lebih umum terjadi dengan obat-obatan tipikal berpotensi rendah4. Tatalaksana

a. Modifikasi faktor risiko lain (obat-obatan lain, kondisi rendah, depresi)b. Menurunkan dosis antipsikotik jika mungkinc. Mengganti dengan obat atipikal yang efek peningkatan prolaktinnya lebih

rendahd. Bromocriptine dapat membantu namun dapat menyebabkan eksaserbasi

psikosise. Amantadine mungkin bermanfaatf. Mungkin membutuhkan konsulatsi spesialis endokrinologi atau genitourinaria

Page 7: Neuroleptic Malignant Syndrome

Efek samping lain dari antipsikosis

1. Jaundice dari tipe hipersensitivitas kolestatik merupakan efek samping yang tidak biasa yang berhubungan dengan phenotiazine dalam beberapa bulan pertama pengobatan.

a. Pasien mungkin dapat mengganti dengan antipsikotik kelas lainb. Yang lebih umum, peningkatan ringan-sedang dan sementara dari enzim

transaminase pada pasien dengan phenotiazine terlihat pada beberapa minggu pertama pengobatan dan secara gradual kembali ke normal.

2. Retinitis pigmentosa adalah komplikasi yang mungkin terlihat pada pasien dengan dosis phenotiazine harian 800 mg atau lebih.

3. Hal yang menjadi perhatian dengan pengguaan clozapinea. Kontraindikasi

1) Myeloproliferative disorder2) Epilepsi tidak terkontrol3) Riwayat agranulositosis yang diinduksi clozapine atau

granulositopenia beratb. Efek samping yang tidak biasa dari clozapine

1) Sialorrhea dan berliur terjadi karena menurunnya saliva clearance berkaitan dengan gangguan mekanisme menelan.

2) Agranulositosis (didefinisikan sebagai jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm3) terjadi pada sebuah insiden kumulatif sekitar 1.3% dalam 1 tahun. Hal ini merupakan efek samping dari clozapine dan biasanya terjadi pada awal pengobatan. Panduan untuk monitoring harus dilakukan

a) Risiko paling tinggi terjadi dalam 6 bulan pertama pengobatan, oleh karena itu monitoring leukosit dan neutrofil tiap minggu perlu dilakukan.

b) Setelah 6 bulan, monitoring dilakukan tiap 2 minggu, karena risiko agranulositosis muncul berkurang jauh (sekitar 3 kasus/1000 pasien)

c) Jumlah leukosit harus dijaga tetap di atas 3000/mm3 selama pengobatan dengan clozapine, dan jumlah neutrofil absolut harus di atas 1500/mm3

d) Keluhan menggigil, demam, atau sakit tenggorokan meningkatkan kecurigaan terhadap agranulositosis

e) Jumlah leukosit < 2000/mm3 atau jumlah neutrofil absolut < 1000/mm3 mengindikasikan impending atau agranulositosis aktual. Hentikan clozapine segera, periksa leukosit dan hitung jenis tiap hari, monitoring infeksi, dan pertimbangkan bone marrow aspiration dan isolasi proteksi jika ada indikasi

Page 8: Neuroleptic Malignant Syndrome

f) Jumlah leukosit 2000-3000/mm3 atau neutrofil absolut 1000-2000/mm3 menunjukkan risiko tinggi agranulositosis. Segera hentikan clozapine, periksa leukosit dan hitung jenis tiap hari, monitoring infeksi. Clozapine boleh dilanjutkan jika tidak ada infeksi, jumlah leukosit meningkat hingga >3000/mm3 dan jumlah neutrofil absolut >1500/mm3 (lanjutkan pemeriksaan leukosit 2 kali per minggu sampai jumlahnya >3500/mm3)

g) Jika jumlah leukosit antara 3000-3500/mm3, dan kemudian turun sampai 3000/mm3 dalam 1-3 minggu, atau jika terdapat leukosit imatur, ulangi hitung leukosit dengan hitung jenis. Jika jumlah leukosit berikutnya 3000-3500/mm3 dan neutrofil absolut > 1500/mm3, ulangi hitung leukosit dengan hitung jenis 2 kali seminggu samapai jumlah leukosit >3500/mm3

3) Eusinofilia terjadi pada 1% pasien. Terapi sebaiknya dihentikan jika kadar meningkat di atas 4000/mm3

4) Demam. Peningkatan sementara suhu > 100.4 F dapat terjadi, terutama dalam bulan pertama penggunaan. Demam biasanya ringan dan membaik dengan sendirinya namun meningkatkan kemungkinan adanya infeksi yang mendasari atau NMS.

5) Myocarditisa) Gejala termasuk kelelahan yang tidak dapat dijelaskan,

dispnea, takipnea, demam, nyeri dada, palpitasi, dan tanda-tanda gagal jantung lainnya

b) 80% kasus terjadi dalam 6 minggu pertama pengobatanc) Abnormalitas laboratorium temasuk peningkatan jumlah

leukosit, eosinofilia, peningkatan LED, dan abnormalitas gelombang T dan ST.

d) Clozapin harus dihentikan segera dan sebaiknya tidak dicoba lagi

Overdosis Antipsikotik

1. Pasien dapat bertahan hidup dari dosis tinggi antipsikotik2. Masalah yang berkaitan dengan overdosis (tergantung efek samping

obat) dapat termasuk:a. Kejangb. Sindrom antikolinergikc. EPS (extrapiramidal syndrome)d. NMS (neuroleptic malignant syndrome)e. Hipotensi

Page 9: Neuroleptic Malignant Syndrome

f. Aritmia jantungg. Koma

3. Tidak ada antipsikotik yang dapat dihilangkan dengan dialisis. Tatalaksana biasanya termasuk activated charchoal dan terapi suportif untuk gejala.

Penggantian antipsikotik

1. Tidak ada evidence based bethod untuk mengganti antipsikotik yang satu ke antipsikotik lainnya. 3 metode umum yang digunakan:

a. Segera memberhentikan obat A sementara memulai dosis B dengan dosis penuh

b. Perlahan-lahan menurunkan dosis (tapering) obat A sementara memulai obat B dengan dosis penuh

c. Perlahan-lahan menurunkan dosis (tapering) obat A sementara perlahan-lahan meningkatkan obat B tingga dosis penuh (cross-titration)

2. Cross-titration adalah metode yang paling direkomendasikan. Tidak ada bukti yang jelas yang mengindikasikan seberapa cepat untuk memulai transisi. Rekomendari umum adalah 3-7 hari untuk pasien rawat inap dan 1-3 minggu untuk pasien rawat jalan. Jika ingin mengganti clozapine, tapering dilakukan lebih lama, karena insiden terjadinya psikosis akut lebih tinggi jika obat dihentikan dengan cepat.

Penggunaan antipsikotik dalam kehamilan

1. Semua antipsikotik diklasifikasikan sebagai kategori C, kecuali clozapine yang termasuk obat kategori B.

2. Tidak ada deformitas teratogenik yang spesifik yang berhubungan dengan antipsikotik tipikal; bagaimana pun juga harus digunakan apabila mutlak dibutuhkan selama kehamilan treitama selama trimester pertama

3. Jika janin terpapar antipsikotik tipikal selama trimester terakhir, pada minggu pertama setelah lahir dapat terjadi EPS.

4. Chlorptomazine berhubunagn dengan neonatal jaundice.5. Clozapine dan olanzapine rupanya tidak meningkatkan risiko teratogenik. Data

penggunaan obat atipikal lainnya terbatas. Bagaimana pun juga ada laporan mengenai seorang perempuan dengan skizofrenia dan meminum antipsikotik atipikal memiliki risiko yang lebih tinggi untuk neural tube defect pada bayinya karena berhubungan dengan rendahnya asupan folat dan obesitas, meskipun penambahan berat badan tidak selalu tejadi pada semua obat atipikal.

6. Belum diketahui apakah quetiapine, ziprasidone dan aripiprazole disekresikan dalam ASI sedangkan semua antipsikotik lainnya disekresikan. Rekomendasi umum adalah ibu dengan antipsikotik tidak menyusui bayinya.

Page 10: Neuroleptic Malignant Syndrome

Indikasi lain untuk antipsikotik

1. Deliriuma. Meskipun antipsikotik secara luas sering digunakan untuk delirium, tidak ada

antipsikotik yang memiliki indikasi FDA untuk tatalaksana deliriumb. Antipsikotik dosis rendah secara umum membantu mengurangi agitasi,

disorganisasi, dan disfungsi perseptual pada pasien delirium1) Pasien dengan konfusi tetapi tanpa agitasi fisik dapat membaik

dengan penggunaan haloperidol jangka pendek 2x0.5 mg atau risperidone 2x0.5mg

2) Efek kognitif dan tingkah laku dari delirium dapat berlanjut untuk beberapa hari setelah etiologi medis yang mendasari terkoreksi.

c. Sundowning pada orang lanjut usia atau pasien yang sakit secara medis mungkin merespon terhadap antipsikotik, tetapi etiologi yang sebenarnya dari sundowning tidak diketahui.

1) Antipsikotik dosis rendah secra efektif dapat mengurang agitasi dan konfusi yang berhubungan dengan sundowning.

2) Pendekatan seperti itu mungkin dipakai pada pasien panti jompo, nmaun obat harus tetap di tapering atau dikurangi setelah beberapa minggu untuk melihat apakah obat tersebut masih diperlukan.

3) Secara umum, delirium lebih baik ditangani dengan antipsikotik dosis rendah dari pada prn (jika perlu).

d. Delirium dengan agitasi fisik yang signifikan membutuhkan antipsikotik dengan dosis yang lebih tinggi, bersama dengan 1-2 mg lorazepam tiap beberapa jam.

2. Depresi psikotik dan gangguan bipolara. Kombinasi penggunaan antipsikotik dengan antidepresan merupakan pilihan

tatalaksana untuk dpresi mayor dengan tanda-tanda psikotik, meskipun ECT mungkin lebih efektif. Karena berpotensi untuk efek samping, obat ini tidak diindikasikan untuk pengobatan maintenance dan tidak dilanjutkan setelah remisi tercapai.

b. Dari semua atipikal, olanzapine dan quetiapine yang sekarang ini diterima untuk pengobatan maintenance dan akut dari mania bipolar. Ziprasidone dan risperidone hanya digunakan untuk mania bipolar akut.

3. Demensiaa. Penyakit Alzheimer. 20-40% pasien Alzheimer memiliki gejala psikotik, dan

banyak dari pasien tersebut membutuhkan penggunaan yang bijak dari antipsikotik

b. Obat atipikal digunakan dalam dosis rendah agar dapat ditoleransi dengan lebih baik pada populasi ini.

Page 11: Neuroleptic Malignant Syndrome

c. Pasien demensia yang agitasi dapat memanfaatkan risperidone dosis rendah 2x0.25 mg

4. Mual, muntah dan cegukana. Antipsikotik tipikal potensi rendah memiliki efek antiemetik poten melalui

antagonis H1

b. Chlorpromazine dapat digunakan secara oral, IM atau IV untuk pengobatan cegukan tergantung dari keparahannya.

5. Tourette’s syndrome. Pimozide adalah satu-satunya obat yang diterima untuk gangguan ini.

6. Untuk pasien psikotik yang tidak responsif terhadap antipsikotik, pertimbangkan hal-hal ini:

a. Apakah diagnosisnya sudah benar? Apakah da kemungkinan sindrom withdrawal sedatif yang mendasari yang tidak responsif terhadap antipsikotik, membutuhkan benzodiazepine?

b. Apakah pasien mengalami akathisia, dengan kegelisahan dan agitasi, memerlukan pengurangan dosis atau pengguanaan β – blocker atau benzodiazepine?

c. Apakah pasien mengalai NMS, dengan peningkatan delirium, memerlukan penghentian segera dari antipsikotik dan obesvasi medis ketat?

d. Apakah pasien telah memakai dosis yang adekuat untuk jangka waktu cukup panjang?

e. Apakah pasien melaksanakan pengobatan?

Alternatif selain antipsikotik untuk gejala psikotik dari skizofrenia

1. Electroconvulsive Therapy (ECT) secara umum tidak efektif pada skizofrenia, namun kadang-kadang dicoba untuk mengobati pasien nonresponsif dengan gejala berat. Bagaimana pun juga ECT efektif pada katatonia.

2. Mood stabilizers. Dari semua mood stabilizers, hanya asam valproat dan lamotrigine yang menunjukkan keuntungan saat dikombinasi dengan antipsikotik

3. Penggunaan antidepresan sebagai tambahan dapat membantu gejala depresi yang menyertai.

4. Tambahan benzodiazepine kadang-kadang membantu dalam mengontrol tingkah laku agitasi.

Aspek non-farmakologi untuk pengobatan skizofrenia

Tatalaksana farmakologis penting untuk rehabilitasi dan pemulihan

Page 12: Neuroleptic Malignant Syndrome

1. Sejumlah pengobatan psikososial telah menunjukkan efektivitas selama fase stabil. Pengobatan ini paling baik dikoordinasi oleh seseorang case manager, terutama untuk pasien dengan penyakit kronis.

a. Intervensi keluargab. Pekerjaan yang mendukung (supported employment)c. Pengobatan komunitas yang tegas (assertive community treatment)d. Pelatihan kemampuan sosial (social skill training)e. Terapi tingkah laku kognitif (cognitive behavior therapy) berfokus pada

mengurangi gejala positif dengan menggunakan modifikasi kepercayaan, using focusing and reattribution, dan normalizing psychotic experience.

2. Pasien skizofrenik kronik tidak dapat diaobati secara adekuat tanpa adanya multidimensional, community-based method disesuaikan untuk tiap pasien dalam program terintegrasi.