referat sindroma neuroleptic malignant

22
TINJAUAN KEPUSTAKAAN NEUROLEPTIC MALIGNANT SYNDROME Disusun Oleh : Dewa Ayu Ratna Mahaprawitasari, S.Ked 08700159 Dita Prima Desta, S.Ked 08700163 Pembimbing : dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S

Upload: dewa-ayu

Post on 10-Dec-2015

278 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

NEUROLEPTIC MALIGNANT SYNDROME

Disusun Oleh :

Dewa Ayu Ratna Mahaprawitasari, S.Ked 08700159

Dita Prima Desta, S.Ked 08700163

Pembimbing :

dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD Dr. MOH SALEH PROBOLINGGO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA

2013

Page 2: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

LEMBAR PENGESAHAN

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

SMF Ilmu Penyakit Saraf

Judul :

NEUROLEPTIC MALIGNANT SYNDOROME

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari : …………………….

Tanggal : …………………….

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S

KATA PENGANTAR

Page 3: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya, sehingga

kami bisa menyelesaikan tugas tinjauan kepustakaan yang berjudul “NEUROLEPTIC

MALIGNANT SYNDROME” ini. Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk

memenuhi tugas kepranitraan klinik SMF Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Dr. Moh. Saleh Kota

Probolinggo.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing kami, dr. Utoyo

Sunaryo, Sp.S yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan

yang sangat bermanfaat kepada kami dalam kepaniteraan klinik ini.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

hingga tersusunya tugas tinjauan kepustakaan ini, serta teman-teman dokter muda.

Akhir kata, kami menyadari bahwa tugas tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari

sempurna. Dan kami membuka diri atas kritik dan saran yang membangun guna

kesempurnaan tugas tinjauan kepustakaan ini. Semoga tugas tinjauan kepustakaan ini dapat

berguna untuk menambah ilmu pengetahuan kita.

Terima kasih.

Probolinggo, September 2013

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………… i

Page 4: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1

1.1 Pendahuluan ……………………………………………………………………… 1

1.2 Tujuan ……………………………………………………………………………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… ………………….. 3

2.1 Definisi …………………………………………………………………………... 3

2.2 Etiologi……………… …………………………………………………………… 3

2.3 Faktor Resiko……………………………………………………………………… 4

2.4 Patofisiologi……………………………………………………………………….. 4

2.5 Gambaran Klinis………………...………………………………………………… 5

2.6 Pemeriksaan Labolatorium……………………………………………………….. 6

2.7 Diagnosis …………………………………………………………………………. 6

2.8 Diagnosis Banding ……………………………………………………………….. 7

2.9 Penatalaksanaan …………………………………………………………………. 8

2.10 Komplikasi ……………………………………………………………………… 9

2.11 Prognosis ………………………………………………………………………... 9

2.12 Pencegahan ……………………………………………………………………… 10

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 12

Page 5: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of

reality ). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada perasaan,

pikiran, kemauan, motorik, dst. sedemikian berat sehingga perilaku penderita tidak sesuai

lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat dimengerti oleh orang normal,

sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang gila. Efek samping obat anti-

psikosis sangat penting kita ketahui, mengingat penggunaan oabat ini kemungkinan diberikan

dalam jangka panjang. efek samping dapat berupa : sedasi dan Inhibisi Psikomotor (rasa

mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif

menurun), gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik :mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intreokuler yang tinggi,

gangguan irama jantung), gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom

parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas), gangguan Endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia)

metabolik (jaundice), hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian panjang,

syndrome neuroleptik maligna.(13)

Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat

komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah

hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan mortalitas

pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal.(1)

Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan antipsikotik,

khususnya neuroleptik. Di Cina didapatkan insidensi SNM mencapai 0,12 % pada pasien

dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian retrospektif di India menunjukkan insidensi

0,14%.1 Sedangkan di Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien.(2)

Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan SNM,

semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-

obatan tersebut adalah prochlorperazine (Compazine), promethazine (Phenergan), clozapine

(Clozaril), and risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat non neuroleptik yang dapat

memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat-obat tersebut adalah metoclopramide

(Reglan), amoxapine (Ascendin), and lithium4. Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang

Page 6: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

cepat pada SNM penting karena komplikasi dari keadaan ini adalah kematian. (5) Kematian

yang disebabkan oleh SNM mencapai 21%.(3)

1.2. TUJUAN

Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis

khususnya mengenai Neuroleptik mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

diagnosis. Serta lebih khususnya mengenai ” Neuroleptic Maligna Syndrome ”.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat

komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah

hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan mortalitas

pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal.(1)

DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) mendefiniskan

sebagai gangguan rigiditas otot berat, peningkatan temperatur dan gejala lainnya yang terkait

(misalnya diaphoresis, disfagia, inkontinensia, perubahan tingkat kesadaran dari konfusi

Page 7: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

sampai dengan koma, mutisme, tekanan darah meningkat atau tidak stabil, peningkatan

kreatin phosphokinase (CPK) yang berkaitan dengan pengunaan pengobatan neuroleptik.(6)

Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya dipakai

untuk terapi kondisi psikiatri dan non psikiatri seperti skizoprenia, gangguan afek mayor

(gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah laku karena dimensia, nausea,

disfungsi usus dan penyakit parkinson. Sindroma ini mengakibatkan disfungsi sistem syaraf

otonom. Sistem syaraf otonom adalah sistem syaraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas

tubuh yang tidak dikendalikan secara sadar, seperti denyut jantung, tekanan darah,

pencernaan, berkeringat, suhu tubuh dan kesadaran juga terpengaruh.(7)

2.2. ETIOLOGI (1)

1. Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik potensi

rendah, neuroleptik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM sering pada pasien

dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine.

2. Penggunaan dosis tinggi antipsikotik (terutama neuroleptic potensi tinggi),

antipsikotik aksi cepat dengan dosis dinaikan dan penggunaan antipsikotik injeksi

long acting.

3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptik yang tidak

konsisten dan penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama lithium, dan juga terapi

kejang.

2.3. FAKTOR RESIKO (1)

Faktor resiko dari SNM antara lain :

1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM adalah

kondisi panas dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi.

2. Faktor genetik, terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM dapat

terjadi pada kembar identik.

3. Pasien dengan riwayat episode NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren. Resiko

rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode SNM dan

Page 8: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

penggunaan antipsikotik. Apabila pasien diberikan anti psikotik dalam 2 minggu

episode SNM, 63 % akan rekurensi. Jika lebih dari 2 minggu, persentasenya hanya

30%.

4. Sindrom otak organik, gangguan mental non skizoprenia, penggunaan lithium,

riwayat ECT (Elektro Convulsive Therapy), penggunaan neuroleptik tidak teratur.

5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik di

naikan dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi.

2.4. PATOFISIOLOGI

Sesuai dengan istilahnya, Sindrom Neuroleptik Maligna berkaitan dengan pemberian

pengobatan neuroleptik. Mekanisme pastinya belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang

menyatakan bahwa defisiensi dopamin atau blokade dopamin yang menyebabkan SNM.

Pengurangan aktivitas dopamin di area otak (hipothalamus, sistem nigrostartial, traktus

kortikolimbik) dapat menerangkan terjadinya gejala klinis SNM.(3)

Pengurangan dopamin di hipothalamus dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

pengaturan suhu sehingga terjadi demam dan juga dapat menyebabkan ketidak stabilan saraf

otonom. Di sistem nigrostratial dapat menyebabkan rigiditas, di sistem traktus kortiko limbik

dapat menyebabkan perubahan kesadaran. Perubahan status mental disebabkan karena

blokade reseptor dopamin di sistem nigrostartial dan mesokortikal.(7)

2.5. GAMBARAN KLINIS

Sindrom Neuroleptik Maligna merupakan reaksi idiosinkrotik yang tidak tergantung

pada kadar awal obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal

neuroleptik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal), biasanya berkembang

dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan dengan neuroleptik. SNM sebagian

besar berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian obat neuroleptik atau perubahan dosis

(biasanya karena peningkatan dosis).(6) Sindroma neuroleptik maligna dapat menunjukkan

gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat.(7)

Gejalanya yaitu:(1)

Page 9: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

a) Gejala disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan

tekanan darah meningkat atau labil.

b) Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia

dan diskinesia. Tremor dan aktivitas motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi

psikomotorik. Konfusi, koma, mutisme, inkotinensia dan delirium mencerminkan

terjadinya perubahan tingkat kesadaran.

2.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Rigiditas dan hipertermi pada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan nekrosis.

Kerusakan otot dan nekrosis ini dapat menyebabkan(3) :

1) Peningkatan kadar Creatin Kinase (CK) darah mencapai 2000 – 15.000 U/ L.

Peningkatan kadar CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk Sindrom Neuroleptik

Maligna.

2) Peningkatan Aminotransferase (aspartate aminotransferase [AST], alanine

aminotransferase [ALT]), and lactate dehydrogenase (LDH ).

3) Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15. 000 – 30.000 x 103/ mm3),

trombositosis dan dehidrasi. Protein serebrospinal dapat meningkat. Konsentrasi

serum besi dapat menurun.

2.7. DIAGNOSIS(7)

Konsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah satu kriteria

berasal dari DSM IV-TR. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia dan rigiditas otot, dengan

satu atau lebih tanda-tanda penting seperti ketidak stabilan otonom, perubahan sensorik,

peningkatan kadar CK dan myoglobinuria.

Berdasarkan gejala klinis tersebut, SNM seharusnya menjadi diagnosis banding pada

pasien demam dengan pengobatan neuroleptik. Sebelum diagnosis SNM ditegakkan, semua

kemungkinan penyebab kenaikan suhu harus disingkirkan, dan demam harus disertai dengan

gejala klinis lain seperti rigiditas otot, perubahan status mental dan ketidakstabilan otonom.

Page 10: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

Kriteria diagnosis menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders) :

Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2.

Kriteria A

1. Rigiditas otot

2. Demam

Kriteria B

1. Diaphoresis

2. Disfagia

3. Tremor

4. Inkontinensia

5. Perubahan kesadaran

6. Mutisme

7. Takikardi

8. Tekanan darah meningkat atau labil

9. Leukositosis

10. Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot

Kriteria C

Tidak ada penyebab lain (Misal: encephalitis virus)

Kriteria D

Tidak ada gangguan mental

Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari demam

harus di singkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk membedakan SNM dengan

encephalitis virus atau encephalomyelitis post infeksi.10 SNM harus dibedakan dari sindrom

yang disebabkan oleh pengobatan lain seperti sindrom serotonin dan hipertermi maligna.

Page 11: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

2.8. DIAGNOSIS BANDING(1)

1. Heat Stroke

Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hipertermi dan hipotensi.

2. Letal Kataton

Letal kataton terjadi pada orang skizoprenia atau episode manik. Neuroleptik dapat

memperbaiki atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dan letal kataton sulit,

meskipun riwayat pasien menyatakan episode kataton pada saat pasien tidak meminum

neuroleptik. Letal kataton cenderung eksitasi dan agitasi pada prodomal sedangkan SNM

dimulai dengan rigiditas.

3. Sindrom Serotonin

Sindrom serotonin sangat mirip SNM. Untuk membedakannya dengan menggali

riwayat pengobatan dengan perhatian pada perubahan dosis dan tidak adanya rigiditas berat.

2.9. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Suportif(1)

Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti psikotik dan

terapi suportif. Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda dalam 1-2 minggu. Sindrom

Neuroleptik Maligna yang dipercepat dengan depot injeksi anti psikotik long action dapat

bertahan selama sebulan.

Terapi suportif bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memelihara

fungsi organ yaitu:

1. Manajemen jalan nafas: intubasi, oksigenasi adekuat, oxymetri.

2. Manajemen sirkulasi: monitoring jantung, resulsitasi cairan, hemodinamik.

3. Untuk mengendalikan temperatur dapat dengan antipiretik.

Page 12: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

4. Skrening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thorak, analisis cairan

serebrospinal, kultur urin dan darah.

2. Terapi Farmakologi(3)

Terapi farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin seperti bromokriptin

dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati Sindrom Neuroleptik Maligna

berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene dipakai untuk mengurangi rigiditas

otot, metabolisme dan peningkatan panas. Peneliti lain melaporkan tidak ada manfaat dan

setelah diamati ternyata meningkatkan komplikasi dan pemanjangan gejala karena pemakaian

obat-obat tersebut.

Terapi tunggal dengan benzodiazepin dilaporkan berhasil dalam beberapa kasus.

Penelitian Francis et all menyatakan benzodiazepin efektif dalam penanganan Sindrom

Neuroleptik Maligna dengan mengurangi durasi menjadi 2 – 3 hari.

2.10. KOMPLIKASI

Komplikasi dari Sindroma Neuroleptik Maligna banyak. Komplikasi yang paling

umum adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus menerus dan akhirnya

terjadi kerusakan otot. Komplikasi lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo,

edema pulmo, sindrom distress respirasi, sepsis, diseminated intravascular coagulation,

seizure, infark miocardial.(9)

Menghindari antipsikotik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik yang tidak

terkontrol. Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti psikotik karena menderita

gangguan psikiatri berat atau persiten, kemungkinan relaps tinggi jika anti pskotik di

hentikan.(1)

2.11. PROGNOSIS(1)

Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot

yang menjadi rhabdomiolisis. Pasien dengan riwayat Sindrom Neuroleptik Maligna dapat

Page 13: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

terjadi rekurensi. Resiko terjadi rekurensi berhubungan dengan jeda waktu antara Sindrom

Neuroleptik Maligna dan dimulainya kembali pengobatan antipsikotik.

2.12. PENCEGAHAN(6)

Pencegahan merupakan bagian penting dalam menghindari terjadinya sindrom ini.

Dosis terendah neuroleptik dianjurkan, dengan memonitor onset efek samping ekstra

piramidal. Deteksi awal dan memberikan terapi untuk mengeliminasi efek samping ekstra

piramidal, terutama rigiditas otot dapat mencegah perkembangan lebih lanjut Sindroma

Neuroleptik Maligna dan komplikasinya.

Page 14: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat

komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Yang memiliki karekteristik seperti

hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Faktor resiko dari SNM

antara lain : faktor lingkungan dan psikologi, faktor genetic, pasien dengan riwayat episode

NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren, sindrom otak organik, gangguan mental non

skizoprenia, penggunaan lithium, riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur,

penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik di naikan

dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi. Gejalanya yaitu: Gejala disregulasi otonom

mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil.

Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan

diskinesia. Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti psikotik dan

terapi suportif. Terapi farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin seperti

bromokriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati Sindrom Neuroleptik

Maligna berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Komplikasi yang paling umum adalah

rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus menerus dan akhirnya terjadi kerusakan

otot. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot yang

menjadi rhabdomiolisis.

Page 15: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

DAFTAR PUSTAKA

1. Sholevar, DP., 2002, Neuroleptic Malignanat Syndrome, http://www.emedicine.com

(diakses pada 18.30, 17 September 2013)

2. Khaldarov, V, 2000, Benzodiazepines for Treatment of Neuroleptic Malignant

Syndrome, Hospital Physician. Page 51-55

3. Benzer, Theodore, 2005, Neuroleptic Malignanat Syndrome,

http://www.emedicine.com (diakses pada 19.00, 18 September 2013)

4. Hal, RCW., Chopman, M., 2006, Neuroleptic Malignant Syndrome in the Elderly:

Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology, and Treatment,

Clinical geriatry Vol 14 No. 5, John Hopskins Medicine. Page 39-45

5. Bottoni, T., 2002, Neuroleptic Malignant Syndrome: A Brief Review,

http:://www.turner-white.com (diakses pada 19.30, 18 September 2013)

6. Nicholson, D., Chiu., W., 2004, Neuroleptic malignant syndromem, Geriatrics August

2004 Volume 59, Number 8. Page 38-40

7. Benzer, Theodore, 2005, Neuroleptic Malignanat Syndrome,

http://www.emedicine.com (diakses pada 20.30, 18 September 2013)

8. Bottoni, T., 2002, Neuroleptic Malignant Syndrome: A Brief Review,

http:://www.turner-white.com (diakses pada 16.00, 19 September 2013)

9. Hal, RCW., Chopman, M., 2006, Neuroleptic Malignant Syndrome in the Elderly:

Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology, and Treatment,

Clinical geriatry Vol 14 No. 5, John Hopskins Medicine. Page 39-45

10. Kaplan H, Sadock B. 2005. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of

Psychiatry. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Pp: 532-67.

11. Khaldarov, V, 2000, Benzodiazepines for Treatment of Neuroleptic Malignant

Syndrome, Hospital Physician. Page 51-55

12. Khan, N.A., 2011, Atypical neuroleptic malignant syndrome: reversible

encephalopathy. http://www.docstoc.com/docs/79675578/Programme-P2T-10.

(diakses pada 15.30, 19 September 2013)

13. Maramis, W.F. (2008), Ilmu Kedokteran Jiwa . Surabaya : Airlangga University. Page

180

Page 16: Referat Sindroma Neuroleptic Malignant

14. Maslim, R., 2001, Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik . Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC. Pp:5-9