referat sindroma nefrotik - raf

Upload: rafsan-hakbar

Post on 04-Jun-2018

257 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    1/33

    1

    REFERAT

    SINDROM NEFROTIK PADA ANAK

    DISUSUN OLEH

    Nama : R. Hakbar Rafsanjani

    NIM : 11.2012.144

    PEMBIMBING

    Dr. Opy Dyah, Sp.A

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    2/33

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering

    ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7

    kasus baru per 100.000 anak per tahun,1dengan prevalensi berkisar 1216 kasus per 100.000

    anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per

    tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan anak laki-laki dan perempuan

    2:1.

    Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit

    sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.

    Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.

    Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai

    asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi,

    nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan

    terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney

    Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan

    hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar

    kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.

    Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi anatomi

    kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal

    segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membrano-

    proliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%.5,6,7 Pada pengobatan

    kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan

    pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    3/33

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    4/33

    4

    BAB II

    SINDROMA NEFROTIK

    II.1 Definisi

    Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan

    suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,

    hiperkolesterolemia dan sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan

    proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya

    menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang

    dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

    II.2 Epidemiologi

    Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma nefrotik primer.

    Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul sebagai bagian daripada

    penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik

    sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak

    berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak.

    Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.

    Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan

    2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.

    Pasien syndrome nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok :

    1. Kongenital2. Responsive steroid, dan3. Resisten steroid

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    5/33

    5

    Bentuk congenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasus-kasus ini

    adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok

    responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik kelainan

    minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2%

    menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas anak-

    anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila penyakit

    dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll. Sindroma

    nefrotik dapat timbul dan besrsifat sementara pada tiap penyakit glomerolus dengan keluarnya

    protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.

    II.3 Etiologi

    Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

    a. Sindrom nefrotik primerFaktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom

    nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada

    penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom

    nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang

    ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

    Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut

    rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan

    glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila

    diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.

    Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe

    kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih

    sedikit dibandingkan pada anak-anak.1

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    6/33

    6

    b. Sindrom nefrotik sekunderTimbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang

    nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :

    a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,miksedema.

    b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa

    ular.

    d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.

    e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

    II.4 Patofisiologi

    Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,

    sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Penyebab terjadinya

    proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya

    muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran

    basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif

    tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat

    utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum

    yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi

    cairan plasma ke ruang interstitial.Proteinuria dinyatakan berat untuk membedakan dengan

    proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindroma nefrotik. Ekskresi protein sama

    atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.

    Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan

    aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila

    kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus

    albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    7/33

    7

    Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.

    Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang

    intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau

    volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi

    natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan

    tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran

    plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya

    mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

    Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas

    aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi

    urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori

    underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron

    adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik

    menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan

    peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,

    sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal

    natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada

    stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma

    dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfillingcairan ke dalam

    kompartemen interstitial. Teorioverfillini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat

    dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.2

    Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan

    mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu

    berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin

    merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    8/33

    8

    Teori Underfilled Teori Overfilled

    II.5 Manifestasi Klinis

    Dimasa lalu orang tua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu makan yang

    kurang, adanya gangguan gastrointestinal dan sering terkena infeksi berat merupakan keadaan

    yang sangat erat hubungannya dengan beratnya edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini

    sebagai akibat edema. Namun dengan pengobatan, kortikosteroid telah mengubah perjalanan

    klinik SN secara drastis dan dapat dikatakan bahwa baik oleh anak, orang tua atau dokter SNbukan lagi merupakan masalah edema, tapi masalah salah satu efek samping obat terutama

    bagi anak-anak yang tidak responsive terhadap pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80%

    anak dengan SN menderita SNKM dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema dan

    proteinuria dalam 4 minggu sesudah pengobatan awal dengan kortikosteroid.

    Kelainan Glomerolus

    Hipoalbuminemia

    albuminuria

    Tek.Onkotik koloid

    plasma >

    Retensi Na renal

    sekunder >>>

    Edema

    Kelainan Glomerolus

    Retensi Na renal

    primer

    Volume Plasma >>>

    Edema

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    9/33

    9

    Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan

    sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak

    bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya

    tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah

    periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).

    Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi

    hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang

    harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada

    penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab

    biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP.

    Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien

    SNKM.

    Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.

    Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.

    Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada

    beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik

    yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan

    menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat

    terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan

    hernia umbilikalis dan prolaps ani.

    Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan

    sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan

    pemberian infus albumin dan diuretik.

    Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik

    umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan

    keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada

    orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan

    yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    10/33

    10

    terganggu.Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95%

    penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal

    (SNKM).

    Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan

    yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen

    dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan

    mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit,

    anak tampak lebih pucat.

    Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of

    Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik

    dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.

    Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50

    mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya

    mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.

    Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.

    Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi

    terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan

    kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi

    sempurna dari proteinuria.3

    Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat

    dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

    Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan

    fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom

    nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

    Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan

    foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    11/33

    11

    langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum.

    Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang

    dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

    II.6 Komplikasi

    1. InfeksiInfeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat dari

    meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri. Peningkatan kerentanan terhadap

    infeksi disebabkan oleh:

    - Penurunan kadar imunoglobulinkadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun, dimana

    pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar IgM

    meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi yang

    diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM

    - Cairan edema yang berperan sebagai media biakan.- Defisiensi protein,- Penurunan aktivitas bakterisid leukosit,- Imunosupresif karena pengobatan,- Penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,- Kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng

    oponisasi bakteria tertentu.

    Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria tertentu

    seperti : - Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, dan

    bakteri gram negatif lain

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    12/33

    12

    Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas sebabnya.

    Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK.

    Terapi profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif dianggap penting untuk

    mencegah terjadinya peritonitis.4

    2. Kelainan Koagulasi dan TrombosisKelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada kelainan

    glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang pada kelainan minimal

    jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism. Pada sindrom nefrotik terdapat

    peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya

    sintesis oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein.

    Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma

    meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam

    plasma. Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua

    mekanisme yang berbeda:

    - Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan: meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti anti

    trombin III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin

    hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan

    fibrinolisis.

    - Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringanmonosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang

    selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

    3. Pertumbuhan abnormalPada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan (failure to

    thrive),hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    13/33

    13

    protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran

    gastrointestinal.

    Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan

    gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu

    yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier;

    terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan

    kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan,

    tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan

    endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer, melalui efeknya terhadap

    somatomedin.

    4. Perubahan hormon dan mineralPada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena protein

    pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin

    pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan

    dengan beratnya proteinemia.

    5. AnemiaAnemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik.

    Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten

    terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemia

    nya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang

    sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    14/33

    14

    II.7 Terapi

    Batasan

    a. Remisi : Proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

    b. Relaps : proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1minggu

    c. Relaps jarang : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ataukurang dari 4 x per tahun pengamatan

    d. Relaps sering (frequent relaps) : relaps 2 x dalam 6 bulan pertama setelah responsawal atau 4 x dalam periode 1 tahun

    e. Dependen steroid : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating)atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan

    f. Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (fulldose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.

    g. Sensitif steroid : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu

    TATALAKSANA UMUM

    Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan

    tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema,

    memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.

    Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut :

    a. Pengukuran berat badan dan tinggi badanb. Pengukuran tekanan darahc. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik seperti SLE,

    Purpura Henoch-Schonlein

    d. Mencari focus infeksi di gigi-geligi, telinga dll. Setiap infeksi perlu dieradikasi lebihdahulu sebelum terapi steroid dimulai.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    15/33

    15

    e. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulanbersama steroid, dan bila ditemukan TB diberikan OAT.

    Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang

    berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak

    perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak

    berat, anak boleh sekolah.

    Diitetik

    Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah

    beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan

    menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi

    protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit

    protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari.

    Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

    Diuretik

    Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti

    furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis

    aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu

    disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu

    dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.

    Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia

    atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20 -25% dengan dosis 1

    g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan

    pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat

    diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    16/33

    16

    terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan

    selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan.

    Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites

    berulang. Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 1.

    Gambar 1. Algoritma Pemberian Diuretik

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    17/33

    17

    Imunisasi

    Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau total >20

    mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam

    keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus

    mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu

    dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak

    dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan

    varisela.

    PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID

    Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi.

    Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.

    A. TERAPI INISIALTerapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai

    dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari

    (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung

    sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh

    (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,

    dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5

    mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4

    minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai

    resisten steroid (Gambar 2).5

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    18/33

    18

    B. PENGOBATAN SN RELAPSSkema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan prednison dosis penuh

    sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada

    pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum

    pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila

    terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak

    perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema,

    maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    19/33

    19

    Keterangan :

    Pengobatan SN relaps : Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4

    minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2

    LPB/hari selama 4 minggu.

    C. PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROIDTerdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :

    1. Pemberian steroid jangka panjang2. Pemberian Levamisol3. Pengobatan dengan sitostatik4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)

    Selain itu, perlu dicari focus infeksi seperti tuberculosis, infeksi di gigi, radang telinga tengah,

    atau kecacingan.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    20/33

    20

    1. STEROID JANGKA PANJANGPada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah remisi dengan

    prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb secara alternating. Dosis

    ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis

    tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 0,5

    mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12

    bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan

    prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating.

    Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 0,5 mg/kgbb alternating, maka relaps

    tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari

    sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb di-

    berikan secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu

    tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau

    relaps yang terakhir.

    Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb

    alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol

    selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).

    Bila terjadi kejadian di bawah ini :

    Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating atau Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai :

    a. Efek samping steroid yang beratb. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain hipovolemia, thrombosis dan sepsis

    Diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    21/33

    21

    2. LevamisolLevamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan dengan dosis 2,5

    mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek samping levamisol adalah mual,

    muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel.

    3. SitostatikaObat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah siklofosfamid

    (CPA) atau klorambusil.

    Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal

    (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5). CPA puls diberikan dengan dosis

    500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2

    jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA

    puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia,

    sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh

    karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit,

    trombosit, setiap 1-2x seminggu. Bila jumlah leukosit 100.000/uL.6

    Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif mencapai 200-

    300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan

    dosis ini aman bagi anak.

    Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan

    klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    22/33

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    23/33

    23

    Keterangan:

    Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian

    dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infus

    satu kali sebulan selama 6 bulan dan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2

    LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari

    selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2

    bulan).

    atau

    Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian

    dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan

    prednison alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison

    ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5

    mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).

    4. Siklosporin (CyA)Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan

    untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB). Dosis

    tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada

    SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi,

    sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan,

    biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan

    pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

    5. Mikofenolat mofetil (MMF)Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat diberikan

    MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan

    dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan. Efek samping MMF adalah nyeri

    abdomen, diare, leukopenia.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    24/33

    24

    Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid dapat dilihat pada

    Gambar 6.

    Keterangan :

    1. Pengobatan steroid jangka panjang2. Langsung diberi CPA3. Sesudah prednisone jangka panjang4. Sesudah jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    25/33

    25

    D. PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROIDBila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah

    tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat diberikan sitostatik CPA

    oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari

    dosis tunggal, maupun secara intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA

    puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL

    0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan

    (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).

    E. PENGOBATAN SN RESISTEN STEROIDPengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Pada pasien SNRS

    sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran

    patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis.

    1. Siklofosfamid (CPA)Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi. Pada SN

    resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba

    pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali.

    Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid)

    atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA

    oral dan puls dapat dilihat pada Gambar 7.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    26/33

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    27/33

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    28/33

    28

    4. OBAT IMUNOSUPRESIF LAINObat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah vinkristin,

    takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur yang masih sporadik dan

    tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di Indonesia.

    Skema tata laksana sindrom nefrotik selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 8.

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    29/33

    29

    PEMBERIAN OBAT NON-IMUNOSUPRESIF UNTUK MENGURANGI PROTEINURIA

    Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker (ARB) telah

    banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan

    ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas

    glomerulus. ACEI juga mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming

    growth factor (TGF)-1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya merupakan

    sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar

    TGF-1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS, berarti anak dengan SNSS relaps sering

    maupun dependen steroid mempunyai risiko untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama

    dengan SNRS. Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB

    memberikan hasil penurunan proteinuria lebih banyak.

    Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk diberikan

    ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau imunosupresan

    lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah :

    1. Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5 mg/kgbb/haridibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal

    2. Golongan ARB : losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal

    TATALAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK

    1. INFEKSIPasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat infeksi perlu segera

    diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama adalah selulitis dan peritonitis

    primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan

    Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi

    dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Infeksi

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    30/33

    30

    lain yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran napas

    atas karena virus.

    Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela. Bila terjadi

    kontak diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 96

    jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena

    (400mg/kgbb).28 Bila sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir intravena (1500

    mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis

    selama 710 hari, dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.

    2. TROMBOSISSuatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan bukti defek ventilasi-

    perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular paru

    yang asimtomatik.29 Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis dan

    radiologis, diberikan heparin secara subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau

    lebih. Pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak

    dianjurkan.

    3. HIPERLIPIDEMIAPada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL kolesterol,

    trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat

    tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas

    kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis.

    Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara dan tidak

    memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada SN

    resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan normal untuk tinggi

    badannya, dan diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid

    seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin).

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    31/33

    31

    4. HIPOKALSEMIAPada SN dapat terjadi hipokalsemia karena :

    Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis Kebocoran metabolit vitamin D

    Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (lebih dari 3 bulan)

    dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).32

    Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.

    5. HIPOVOLEMIAPemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi hipovolemia

    dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien

    harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30

    menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes

    per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2

    mg/kgbb intravena.

    6. HIPERTENSIHipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN akibat

    toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin converting

    enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel blockers, atau antagonis

    adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.

    7. EFEK SAMPING STEROIDPemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang signifikan, karenanya hal

    tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan orangtuanya. Efek samping tersebut meliputi

    peningkatan napsu makan, gangguan pertumbuhan, perubahan perilaku, peningkatan risiko

    infeksi, retensi air dan garam, hipertensi, dan demineralisasi tulang. Pada semua pasien SN

    harus dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala cushingoid, pengukuran tekanan darah,

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    32/33

    32

    pengukuran berat badan dan tinggi badan setiap 6 bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak

    setiap tahun sekali.

    INDIKASI BIOPSI GINJAL

    Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan dibawah ini :

    1. Pada presentasi awala. Awitan sindrom nefrotik pada usia < 1 tahun atau lebih dari 16 tahunb. Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar komplemen

    C3 serum yang rendah

    c. Hipertensi menetapd. Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemiae. Tersangka sindrom nefrotik sekunder

    2. Setelah pengobatan inisiala. SN resisten steroidb. Sebelum memulai terapi siklosporin

    INDIKASI MELAKUKAN RUJUKAN KEPADA AHLI NEFROLOGI ANAK

    Keadaan-keadaan ini merupakan indikasi untuk merujuk pasien kepada ahli nefrologi anak :

    1. Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik di

    dalam keluarga

    2. Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal,

    atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau lesi di kulit

    3. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi berat, toksik

    steroid

    4. Sindrom nefrotik resisten steroid

    5. Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid

  • 8/14/2019 Referat Sindroma Nefrotik - Raf

    33/33

    III. DAFTAR PUSTAKA

    1. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. Lancet 2003; 362:629-39.2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Nefrologi

    Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. H. 17-33

    3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, PardedeSO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

    4. Travis L. Nephrotic syndrome. Available from:URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htmon October 02, 2013 at 03.57 pm.

    5. Indian Pediatric Nephrology Group, Indian Academy of Pediatrics. Management ofsteroid sensitive nephrotic syndrome: revised guidelines. Indian Pediatr 2008. H. 203-14.

    6. Davin JC, Merkus MP. Levamisole in steroid-sensitive nephrotic syndrome of achildhood:the lost paradise? Pediatr Nephrol 2005. H. 10-14.

    http://a/http/www.emedicine.com/PED/topic1564.htmhttp://a/http/www.emedicine.com/PED/topic1564.htmhttp://a/http/www.emedicine.com/PED/topic1564.htm