referat sindroma nefrotik

49
BAB I PENDAHULUAN Sindroma nefrotik ( SN ) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di amerika serikat dan inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun. 1 Dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki – laki dan perempuan 2 : 1. 2 Faktor genetik berperan pada patogenesis terjadinya sindrom nefrotik. 3 Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (terutama albumin) (>40 mg/m 2 /jam); hipoproteinemia (albumin serum <2,5 g/dL); hiperkolesterolemia ( >200 mg/dL); dan edema. 2 Sindrom nefrotik dapat terjadi primer atau sekunder. Anak yang memperlihatkan gambaran SN primer, sebelum Yoshi Hiro -Sindroma Nefrotik Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1

Upload: cherry

Post on 10-Jul-2016

111 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma nefrotik ( SN ) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang

paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di amerika

serikat dan inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun. 1 Dengan

prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang

insidensnya lebih tinggi. Di indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada

anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki – laki dan perempuan

2 : 1.2 Faktor genetik berperan pada patogenesis terjadinya sindrom nefrotik.3

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan

proteinuria masif (terutama albumin) (>40 mg/m2/jam); hipoproteinemia

(albumin serum <2,5 g/dL); hiperkolesterolemia ( >200 mg/dL); dan edema.2

Sindrom nefrotik dapat terjadi primer atau sekunder. Anak yang memperlihatkan

gambaran SN primer, sebelum dilakukan biopsi ginjal, dianggap menderita SN

idiopatik.3

Pasien sindroma nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau

pretibia . Bila edema lebih berat akan disertai asites , efusi pleura , dan edema

genitalia. Kadang kadang disertai oliguria dan gejala infeksi , nafsu makan

berkurang dan diare. Bila disertai sakit perut , hati hati terhadap kemungkinan

terjadinya peritonitis atau hipovolemia. 1

Pada anak, kelainan patologi anatomi yang paling sering

ditemukan adalah sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). Lebih dari 80%

penderita SN berusia kurang dari 7 tahun menunjukkan kelainan SNKM. Pada

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

1

Page 2: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

anak berusia 7-16 tahun yang menderita SN, 50% diantaranya adalah SNKM, dan

anak lelaki terkena lebih sering daripada perempuan (2:1).1 Gambaran patologi

anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7- 8% ,

Mesangial proliferatif difus ( MPD ) 2–5%,glomerulonefritis membranoproliferatif

(GNMP) 4 – 6% , dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%.1 Pada pengobatan

kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (95%) mengalami remisi total

( responsif),pada MPD sebagian (50%) berespon terhadap kortikosteroid

sedangkan pada GSFS hanya sebagian kecil (20%) yang berespon terhadap

kortikosteroid inisial (resisten steroid). 2

Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun

menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal , sedangkan pada GSFS

25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar

lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.1 Pada berbagai penilitian jangka panjang

ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk

menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh

karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respons klinik yaitu

Sindroma nefrotik sensitif steroid (SNSS) , Sindroma nefrotik resisten steroid

(SNRS).1

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

2

Page 3: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB II

DEFINISI , EPIDEMIOLOGI , DAN ETIOLOGI

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan

proteinuria masif (terutama albumin) (>40 mg/m2/jam); hipoproteinemia

(albumin serum <2,5 g/dL); hiperkolesterolemia ( >200 mg/dL); dan edema.

Kelainan mendasar pada SN adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler

glomerulus yang mengakibatkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia.2

Sindroma nefrotik ( SN ) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang

paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di amerika

serikat dan inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun (1). Dengan

prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang

insidensnya lebih tinggi. Di indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada

anak berusia kurang dari 14 tahun.3

Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan

perempuan yaitu 2 : 1, kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah

dilaporkan terjadi pada usia paling muda yaitu usia 6 bulan dan paling tua pada

masa dewasa. SNKM mencakup 85 – 90% pasien dengan umur <6 tahun.2 Angka

kejadian sindrom nefrotik pada anak usia di bawah 18 tahun diperkirakan

berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi

pada usia 2-3 tahun. 2

Etiologi pasti SN belum diketahui; tetapi diduga sebagai suatu penyakit

autoimun dengan gangguan kompleks pada sistem imun.2 Umumnya para ahli

membagi etiologinya menjadi :

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

3

Page 4: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

I. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan secara resesif autosomal. SN bawaan adalah SN yang

bermanifestasi sewaktu lahir atau dalam 3 bulan pertama kehidupan. 2

Diagnosis prenatal dapat dibuat dengan adanya peningkatan dari α-

fetoprotein maternal dan amniotic α-fetoprotein. Prognosis buruk dan

biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupan.2

II. Sindrom nefrotik sekunder

SN dapat terjadi sekunder dari banyak penyakit glomerulus. Nefropati

membranous , membranoproliferatif glomerulonefritis , lupus nefritis , dan

henoch schonlein purpura nefritis menyebabkan manifestasi SN. SN sekunder

dicurigai pada pasien berumur > 8 tahun dan disertai dengan hipertensi ,

hematuria , disfungsi renal , turunnya kadar komplemen , dan gejala gejala

ekstrarenal ( rash , nyeri sendi , demam ).2

SN juga berhubungan dengan keganasan seperti karsinoma paru dan

karsinoma gastrointestinal , biasanya hasil patologi renal menunjukkan

gambaran glomerulopati membranosa. Diduga kompleks imun yang terdiri

dari antigen tumor dan antibodi spesifik memediasi kerusakan pada ginjal.2

SN juga dapat terjadi selama terapi dengan beberapa obat dan bahan

kimia. Penisilamin , captopril dan NSAID memberikan gambaran membranous

glomerulopati .Probenesid , ethosuximide , methimazole , litium memberikan

gambaran SNKM , dan procainamide , chlorpropamide , fenitoin , trimetadion

memberikan gambaran glomerulonefritis proliferatif.2

III. Sindrom nefrotik idiopatik

Berdasarkan histopatologi yang tampak pada bIopsi ginjal dengan

pemeriksaan mikroskop cahaya dan mikroskop elektron dan mikroskop

imunofluorosensi , SN dibagi dalam 4 golongan, yaitu :

1. Kelainan minimal

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

4

Page 5: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Dengan mikroskop cahaya glomerulus tampak normal, namun

dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel terpadu.

Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat Ig G atau

imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini

lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.

2. Glomerulosklerosis Fokal Segmental ( GSFS )

Terdapat sklerosis glomerulus mencolon namun hanya mengenai

beberapa glomerulus , sedang yang lainnya tampak normal. Dengan

mikroskop cahaya didapatkan di perpadatan di dalam glomerulus. Kapiler

kolaps dan matriks mesangial bertambah . Dengan mikroskop elektron

terdapat perpaduan podosit dan kelainan mesangial. Tubulus

menunjukkan kelainan proteinuria berat pada umumnya termasuk butir

butir lipid hialin dan silinder. Kadang kadang sel busa interstisial dapat

ditemukan pada pasien stadium lanjut. Progesivitas sklerosis fokal

ditandai dengan terkenanya lebih banyak glomerulus dan segmen

glomerulus yang lebih besar (sampai menjadi difus). Dengan mikroskop

imunofluoresensi terdapat endapan imunoglobulin terutama IgM, dan C3

kadang juga IgG, C1q dan fibrin

3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial (GNPM)

Dengan mikroskop cahaya terdapat peningkatan matriks

mesangial , lumen kapiler tetap utuh sedangkan dinding kapiler tipis dan

halus. Pada tingkat lanjut mungkin terdapat sklerosis mesangial. Dengan

mikroskop elektron umumnya ditemukan pertambahan sel mesangial dan

matriks. Dengan mikroskop imunofluoresensi ditemukan endapan IgM

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

5

Page 6: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

difus di dalam mesangium. Imunoglobulin lain dan komplemen dapat juga

ditemukan.

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif ( GNMP )

Terdapat 3 subtipe pada kelainan ini , tipe I merupakan tipe klasik

yang erat hubungannya dengan tipe III ,hanya berbeda pada letak deposit

imunnya .Sedangkan tipe II atau penyakit deposit padat walaupun klinis

hampir serupa namun menunjukkan kelainan morfologis dan imunologis

yang sangat berbeda.

Dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan pada

mesangium dan kapiler. Glomerulus tampak besar karena proliferasi sel

mesangium dan pertambahan matriks mesangial , sehingga

menyebabkan meluasnya daerah mesangial dan terbentuk gambaran

lobulasi glomerulus ( lobular pattern ). Dengan mikroskop elektron ,

struktur halus dinding kapiler tampak jelas. Sel mesangial dikelilingi oleh

matriks mesangial ada di antara membran basal dan sel endotel.

Gambaran double track tampak karena pemutaran bersamaan antara

matriks mesangial dan membran basal kapiler. Dengan mikroskop

imunofluoresensi menunjukkan deposit C3 di pinggir lobulus dan di dalam

mesangium.

5. Glomerulopati Membranosa (GM)

Penyakit ini ditandai dengan kelainan dinding kapiler glomerulus

yang progresif dan kompleks. Berdasarkan mikroskop elektron kelainan

ini terdiri atas deposit padat elektron dan spikes yang tampak menonjol

dari membran basal. Dengan mikroskop imunofluoresensi ditemukan

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

6

Page 7: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

deposit granular IgG dan C3 dan kadang kadang IgA, IgM atau komponen

awal komplemen (Clq,C4)

BAB III

PATOFISIOLOGI

Kelainan mendasar pada sindroma nefrotik adalah peningkatan

permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang mengakibatkan proteinuria masif

dan hipoalbuminemia. SN idiopatik berhubungan dengan gangguan kompleks

pada sistem imun sehingga menyebabkan gangguan pada glomerulus

Proteinuria3

Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria

glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria

tubular. Pada keadaan normal membran basalis dan sel epitel bermuatan negatif

maka dari itu dapat menghambat perjalanan molekul yang bermuatan positif.

Pada semua bentuk sindrom nefrotik selalu ditemukan obliteransi atau fusi foot

processes (pedikel) sehingga terjadi kerusakan polianion yang bermuatan negatif

yang dalam keadaan normal merupakan filter atau barier terhadap serum

albumin yang bermuatan negatif, dan perubahan ini menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding kapiler glumerulus terhadap serum protein.

Perubahan integritas membran basalis glomerulus menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein

utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal

membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah

kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

7

Page 8: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (change

barrier). Pada sindrom nefrotik kedua mekanisme penghalang tersebut

terganggu. Selain itu, konfigursi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya

protein melalui membran basal glomerulus.

Hipoalbuminemia2

Jumlah albumin di dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis

hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik , ekskresi renal dan

gastrointestinal. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju

ekskresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Albumin plasma yang rendah

tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan

meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena

meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis

hati.

Hiperlipidemia2

Pada sindroma nefrotik kadar lemak darah ( kolesterol dan trigliserida )

meningkat dengan 2 alasan . Hipoalbuminemia menstimulasi secara generalisata

sitesis protein hepatik termasuk lipoprotein. Katabolisme lemak menurun karena

menurunnya kadar lipoprotein lipase yang banyak diekskresikan melalui urin

Edema 2,3

Mekanisme edema belum sepenuhnya dimengerti tetapi terdapat 2 teori

yang dapat menjelaskan terbentuknya edema pada SN.

Teori underfilled , teori ini mengungkapkan bahwa edema berawal dari

hilangnya protein urin dalam jumlah banyak mengakibatkan hipoalbuminemia

sehingga menurunkan tekanan onkotik plasma. Terjadi transudasi cairan dari

kompartmen intravaskular ke jaringan intertisial. Transudasi cairan

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

8

Page 9: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

mengakibatkan penurunan volume intravaskular sehingga terjadi penurunan

perfusi renal dan terjadi aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron yang

menstimulasi absorbsi natrium pada tubulus. Penurunan volume intravaskular

juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik yang meningkatkan reabsorbsi

cairan pada tubulus ginjal.

Kelainan glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma ↓

Volume plasma ↓

Retensi Na renal sekunder ↑

Edema

Gambar1. Terbentuknya edema menurut teori underfilled3

Tetapi teori ini tidak bisa diimplikasikan pada semua pasien SN karena

beberapa pasien mempunyai volume plasma yang tinggi dengan kadar renin

plasma dan aldosteron menurun sekunder terhadap hipervolemia ( teori

overfilled). Pada teori ini terdapat kelainan pada glomerulus sehingga terjadi

retensi natrium yang mengakibatkan volume plasma meningkat sehingga

terbentuk edema . Kelainan glomerulus juga menimbulkan albuminuria yang

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

9

Page 10: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

secara langsung menyebabkan hipoalbuminemia yang juga berperan dalam

pembentukan edema.

Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primer Albuminuria

Hipoalbuminuria

Volume plasma ↑

Edema

Gambar 2. Terjadinya edema menurut teori overfilled3

BAB IV

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis paling sering pada anak adalah edema pitting atau

asites. Anoreksia, malaise, dan nyeri perut seringkali ditemukan, terutama pada

anak dengan asites. Tekanan darah meningkat pada 25% anak sedangkan tubular

nekrosis akut dan hipotensi dapat terjadi pada keadaan hpoalbuminemia dan

hipovolemia yang bermakna. Diare (akibat edema intestinal) dan distres

pernapasan (akibat edema pulmonal atau efusi pleura) dapat ditemukan.

Karakteristik SNKM adalah tidak disertai hematuria, insufisiensi ginjal, hipertensi,

atau hipokomplemenemia.3

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

10

Page 11: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Di masa lalu, orangtua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu

makan yang kurang. Mudah terangsang adanya gangguan gastrointestinal dan

sering terkena infeksi berat merupakan keadaan yang sangat erat hubungannya

dengan beratnya edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini sebagai akibat

edema.3

Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya

edema dapat dicegah pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun

edema persisten dengan komplikasi yang mengganggu merupakan masalah klinik

utama bagi mereka yang menjadi non responden dan pada mereka yang

edemanya tidak dapat segera diatasi. Edema umumnya terlihat pada kedua

kelopak mata. Edema minimal terlihat oleh orangtua atau anak yang besar

sebelum ke dokter melihat pasien untuk pertama kali dan memastikan kelainan

ini. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat atau cepat atau dapat

menghilang dan timbul kembali. Selama periode ini edema periorbital sering

disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema menjadi

menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang

sebenarnya menjadi tambah nyata. Sebelum mencapai keadaan ini orangtua

pasien sering mengeluh berat badan anak tidak mau naik, namun kemudian

mendadak berat badan bertambah dan terjadinya pertambahan ini tidak diikuti

oleh nafsu makan yang meningat. Timbulnya edema pada anak dengan SN

bersifat perlahan-lahan, tanpa menyebut jenis kelainan glomerulusnya. Edema

berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas dalam posisi berdiri.

Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada kulit secara

spontan diikuti dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini, edema telah

mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau

labia, bahkan efusi pleura. Muka dan tungkai pada pasien ini mungkin bebas dari

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

11

Page 12: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

edema dan memperlihatkan jaringan seperti malnustrisi sebagai tanda adanya

edema menyeluruh sebelumnya.3

Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit

SN. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan

ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah

edema submukosa di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada

pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau

edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang

berat, dapat terjadi pada keadaan SN yang kambuh. Kemungkinan adanya

abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan

pemeriksan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada, kemungkinan penyebab nyeri

tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding perut atau

pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas

kanan abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya

edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam

urin mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien SN

non-responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites terjadi hernia

umbilikalis dan prolaps ani.3

Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pelura

maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.

Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan obat furosemid.3

Gangguan fungsi psikososial sering ditemukan pada pasien SN, seperti

halnya pada penyakit berat umumnya yang merupakan stres nonspesifik

terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan

merasa bersalah merupakan respons emosional , tidak saja pada orang tua

pasieN namun juga dialami oleh anak sendiri.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

12

Page 13: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB V

PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di

kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia.

Kadang-kadang ditemukan hipertensi.4

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:1

1. Urinalisis : Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis

yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.

2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio

protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah

Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,

trombosit, hematokrit, LED)

Albumin dan kolesterol serum

Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan

rumus Schwartz

Kadar komplemen C3 (Kadar komplemen C3 yang rendah

merupakan petunjuk lesi selain SNKM sehingga terindikasi untuk

pemeriksaan biopsi ginjal sebelum pemberian terapi steroid); bila

dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah dengan

komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada 25% SNKM namun tidak

dapat memprediksi respons terhadap steroid. Pemeriksaan USG ginjal seringkali

berguna dan biopsi ginjal dilakukan sesuai indikasi.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

13

Page 14: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB VI

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.3

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak

mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh, dan dapat disertai jumlah urin

yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna

kemerahan.3

Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema

di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema

skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi3

Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+) (> 40 mg/m2

LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >

2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan

darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia(> 200

mg/dL), dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin

terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada

penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20

eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus

fokal). 3

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

14

Page 15: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Batasan :1

1. Remisi : Proteinuria (-) (proteinuria < 4mg / m2LPB / jam)

.............................3 hari berturut turut dalam 1 minggu

2. Relaps : Proteinuria >/ 2+ ( proteinuria > 40 mg / m2 LPB /

.............................jam) 3 hari.berturut turut dalam 1 minggu.

3. Relaps jarang : Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama

.............................setelah respons awal atau kurang dari 4x per tahun

.............................pengamatan.

4. Relaps sering : Relaps >/ 2x dalam 6 bulan pertama setelah

..............................responsawal atau >/4x dalam periode 1 tahun

5. Dependen steroid : Relaps 2x berurutan pada saat dosis steroid

................................ diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari

setelah ..............................pengobatan dihentikan.

6. Resisten steroid : Tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison

.................................dosis penuh ( full dose ) 2mg/ kgbb/ hari selama

4 ..............................minggu.

7. Sensitif steroid : Remisi terjadi pada pemberian prednison dosis

.............................penuh selama 4 minggu.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

15

Page 16: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB VII

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana Umum1

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di

rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi

pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan

edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-

pemeriksaan berikut:

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

2. Pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus

eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.

4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi

perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6

bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat

antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat

edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal

ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik

disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh

sekolah.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

16

Page 17: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Diitetik

Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena

akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme

protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit

rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan

hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai

dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit

rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. 1

Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan

loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan

dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4

mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan

hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan

pemantauan elektrolit Kalium dan Natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi

karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus

albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari

jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2

mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20

ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya

komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat

diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan

mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu

pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. 1

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

17

Page 18: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema

Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari

Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam

Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)

Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari

Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1

mg/kgbb/jam

Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena

Gambar 3. Alogaritma pemberian diuretik 1

Imunisasi

Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid

>/2mg/kgbb/hari atau total >/ 20 mg/ hari , selama lebih dari 14 hari merupakan

pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu

setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati , seperti IPV

(inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu

dapat diberikan vaksin virus hidup , seperti polio oral , campak , MMR , varisela.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

18

Respon -

Respon -

Respon -

Respon -

Page 19: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap

infeksi pneumokokus dan varisela.1,5

PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali

bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau

prednisolon.

A. TERAPI INSIAL

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa

kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison

60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis

terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat

badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full

dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu

pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3

dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari

setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak

terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.1

4 minggu 4 minggu

........................................

Remisi (+) Dosis alternating (AD) / Selang sehriProteinuria (-) Edema (-)

Remisi (-) : resisten steroid Prednison FD : 60mg/m2 LPB/hari

Imunosupresan lain Prednison AD : : 40mg/m2 LPB/hari

Gambar 4. Pengobatan inisial dengan kortikosteroid 1

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

19

Page 20: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

B. PENGOBATAN SN RELAPS

Pengobatan relaps, yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi

(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada

pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema,

sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi

saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila

kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila

sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps

dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan. 1

SN relaps Remisi AD

Prednison FD : 60mg/m2 LPB/hari

Prednison AD : : 40mg/m2 LPB/hari

Gambar 5. Pengobatan sindrom nefrotik relaps 1

C. PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID

Dahulu pada SN relaps sering dan dependen steroid segera diberikan

pengobatan steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid

(CPA), tetapi sekarang dalam litelatur ada 4 opsi pengobatan SN relaps sering

atau dependen steroid :

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian levamisol

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

20

FD

Page 21: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin atau mikrofenolat mofetil (opsi terakhir)

Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang

telinga tengah, atau kecacingan. 1

1. Steroid jangka panjang

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid jangka

panjang dapat dicoba lebih dahulu sebelum pemberian CPA, mengingat efek

samping steroid yang lebih kecil. Jadi bila telah dinyatakan sebagai SN relaps

sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis

penuh, diteruskan dengan steroid selang sehari dengan dosis yang diturunkan

bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu

antara 0,1 – 0,5 mg/kgBB selang sehari. Dosis ini disebut dosis threshold dan

dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya

anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5mg/kgBB dan anak usia pra

sekolah sampai 1 mg/kgBB secara selang sehari. Bila terjadi relaps pada dosis

prednison rumat > 0,5 mg/kgBB selang sehari, tetapi < 1,0 mg/kgBB selang sehari

tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol

dosis 2,5 mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan

CPA. 1

Bila ditemukan keadaan di bawah ini:

1. terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis selang sehari atau

2. dosis rumat < 1 mg tetapi disertai

a. efek samping steroid yang berat

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

21

Page 22: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

b. pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis,

sepsis diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12

minggu. 1

2. Levamisol

Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.13 Levamisol

diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12

bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic

rash, dan neutropenia yang reversibel. 1

3. Sitostatika

Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak

adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.

Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari

dalam dosis tunggal , maupun secara intravena atau puls. CPA intravena

diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml

larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA diberikan sebanyak 7 dosis/IV,

dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA intravena adalah 6 bulan).

Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis

hemoragik, azoospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan

keganasan. Oleh karena itu, perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu

kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah

leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat

dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL,

hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.

Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total

kumulatif mencapai ≥200-300 mg/kgBB. Pemberian CPA oral selama 3 bulan

mempunyai dosis total 180 mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

22

Page 23: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kgBB/hari selama 8

minggu. Pengobatan klorambusil pada SN sensitif steroid sangat terbatas karena

efek toksik berupa kejang dan infeksi. 1

4. Siklosporin (CyA)

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau

sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari

(100-150 mg/m2 LPB). Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin

darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen

steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga

pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan,

biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan

pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten

steroid. 1

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)

Pada SN sensitif steroid yang tidak memberikan respons dengan levamisol

atau sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200

mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgBB bersamaan dengan penurunan dosis steroid

selama 12 - 24 bulan. Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare,

leukopenia. 1

D. PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROID

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid,

seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi

berat, maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA intravena.

Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis

tunggal, maupun secara intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8

minggu. CPA intravena diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

23

Page 24: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls

diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA

puls adalah 6 bulan).

E. PENGOBATAN SN RESISTEN STEROID

Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum

memuaskan. Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya

dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena

gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis.

1. Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat

menimbulkan remisi. Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan

pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena

SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada

pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau

menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. 1

2. Siklosporin (CyA)

Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total

sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.

Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi

gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial.

Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap :

Kadar CyA dalam darah : dipertahankan antara 150-250

nanogram/mL

Kadar kreatinin darah berkala

Biopsi ginjal setiap 2 tahun

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

24

Page 25: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam

literatur, tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau

sangat selektif. 1

3. Metilprednisolon puls

Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil

prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau

klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000

mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.

Minggu ke- Metilprednisolon Jumlah Prednison oral

1 – 2 30 mg/ kgbb, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan

3 – 10 30 mg/ kgbb, 1 x seminggu 8 2 mg/ kgbb, dosis tunggal

11 – 18 30 mg/ kgbb, 2 minggu sekali 4 Dengan atau tanpa tapper off

19 - 50 30 mg/ kgbb, 4 minggu sekali 8 Taper off pelan - pelan

51 - 82 30 mg/ kgbb, 8 minggu sekali 4 Taper off pelan - pelan

Tabel 1. Protokol metilprednisolon dosis tinggi 1

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

25

Page 26: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Gambar 6. Tatalaksana sindrom nefrotik 1

PEMBERIAN OBAT NON-IMUNOSUPRESIF UNTUK MENGURANGI PROTEINURIA

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor

blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja

kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan

tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga

mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth

factor (TGF)-β1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya

merupakan sitokin penting yang berperan pada terjadinya glomerulosklerosis.

Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS,

berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai

risiko untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. Dalam

kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan

hasil penurunan proteinuria lebih banyak. 1

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

26

Page 27: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

Pada anak dengan SNRS relaps sering, dependen steroid dan SNRS

dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB,

bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa

digunakan adalah:

Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril

0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26 lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis

tunggal

Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal

TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK

1. INFEKSI

Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat

infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama

adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya

disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu

diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin

generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Infeksi lain

yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi

saluran napas atas karena virus. 1

Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien

varisela. Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-

zoster, dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat

diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena (400mg/kgbb). Bila

sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari

dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis

selama 7 – 10 hari, dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara. 1

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

27

Page 28: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

2. TROMBOSIS

Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan

bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat

trombosis pembuluh vaskular paru yang asimtomatik. Bila diagnosis trombosis

telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin

secara subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. 1

3. HIPERLIPIDEMIA

Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan

VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL

menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik,

sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan progresivitas

glomerulosklerosis.

Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara

dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan

pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk

mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah

lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti

inhibitor HMgCoA reduktase (statin). 1

4. HIPOKALSEMIA

Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:

Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis

dan osteopenia

Kebocoran metabolit vitamin D2.

Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (lebih

dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

28

Page 29: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

vitamin D (125-250 IU). Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas

10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena. 1

5. HIPOVOLEMIA

Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat

terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan

sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan

cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin

1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila

hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2

mg/kgbb intravena. 1

6. HIPERTENSI

Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan

penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan

inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor

blocker) calcium channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan

darah di bawah persentil 90. 1

INDIKASI BIOPSI GINJAL

Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:

1. Pada presentasi awal

Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun

Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten atau

kadar komplemen C3 serum yang rendah

Hipertensi menetap

Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia

Tersangka sindrom nefrotik sekunder

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

29

Page 30: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

2. Setelah pengobatan inisial

a. SN resisten steroid

b. Sebelum memulai terapi siklosporin.

INDKASI MELAKUKAN RUJUKAN KEPADA AHLI NEFROLOGI ANAK

Keadaan – keadaan ini merupakan indikasi untuk merujuk pasien kepada ahli

nefrologi anak :

1. Awitan sindrom nefrotik pada usia dibawah 1 tahun, riwayat penyakit

sindrom nefrotik di dalam keluarga.

2. Sindroma nefrotik dengan hipertensi , hematuria nyata persisten ,

penurunan fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal , seperti artritis ,

serositis , atau lesi di kulit.

3. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter , trombosis , infeksi

berat , toksik steroid.

4. Sindroma nefrotik resisten steroid.

5. Sindroma nefrotik relaps sering atau dependen steroid

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

30

Page 31: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB VII

PROGNOSIS

Kebanyakan anak yang berespon dengan steroid akan relaps berulang ,

relaps yang didefinisikan sebagai proteinuria masif yang menetap selama 3 hari

berturut turut dalam 1 minggu. Tetapi umumnya frekuensi relaps menurun

sejalan dengan bertambahnya usia.2 Menurut kepustakaan barat , anak yang

berespon baik terhadap steroid dan tidak mengalami relaps dalam 6 bulan

pertama setelah terdiagnosa SN biasanya lebih jarang relaps.2

Penting untuk memberi edukasi kepada keluarga mengenai pasien SN

yang berespon baik terhadap pengobatan steroid sangat jarang berkembang

menjadi gaga ginjal terminal . Anak yang tidak diterapi dengan siklofosfamid

jangka panjang juga akan tetap subur. Untuk meminimalkan efek psikologis

terhadap kondisi dan terapi , anak tetap dibiarkan mengikuti seluruh aktifitas

sesuai usianya dan saat remisi diet makanan dapat dilonggarkan.2

Anak yang tidak berespon dengan steroid / resisten steroid , paling sering

disebabkan oleh GSFS , umumnya mempunyai prognosa lebih buruk . Anak

dengan GSFS mulanya memberikan respons terhadap terapi steroid, namun

kemudian menjadi resisten. Pada anak ini akan berkembang menjadi gagal ginjal

terminal yang membutuhkan dialisis dan transplantasi ginjal.2

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

31

Page 32: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

BAB IX

PENUTUP

Telah dibicarakan penyakit sindroma nefrotik yang merupakan penyakit

ginjal glomerolus yang terbanyak, khususnya pada anak. Sindrom nefrotik (SN)

adalah keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (terutama albumin)

(>40 mg/m2/jam); hipoproteinemia (albumin serum <3,0 g/dL);

hiperkolesterolemia ( >250 mg/dL); dan edema. Kelainan mendasar pada

sindroma nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus

yang mengakibatkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia.

Karena lebih dari 80% anak berusia di bawah 13 tahun termasuk SN

sensitif steroid (terutama SNKM), maka terapi steroid dapat dimulai tanpa

didahului biopsi ginjal bila anak menunjukkan gambaran klinis yang sesuai

dengan SN. Lebih dari 90% memperlihtkan respons yang baik dalam 4 minggu.

Pasien SNKM yang resisten steroid atau mengalami relaps memerlukan

tambahan terapi imunosupresif lain. Terapi agresif untuk SN kongenital dengan

nefrektomi dini, dialisis, dan transplantasi adalah satu-satunya terapi yang

efektif.

Prognosa pada yang yang berespon baik terhadap pengobatan steroid

sangat jarang berkembang menjadi gagal ginjal terminal . Tetapi pada pasien

yang tidak berespon dengan steroid / resisten steroid dapat berkembang

menjadi gagal ginjal terminal yang membutuhkan dialisis dan transplantasi ginjal.

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

32

Page 33: REFERAT SINDROMA NEFROTIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tatalaksana sindrom nefrotik

idiopatik pada anak. Edisi ke-2 Cetakan kedua Jakarta : Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.h.1-20.

2. Pais Priya, Avner ED. Nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Behrman

RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi ke-19.Philadelphia: Saunders;2011.h.1801-7.

3. Husein A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2010. hal 381-421

4. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman Pelayanan Medis . Jilid satu. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal 274-6

5. Suyitno H,dkk. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Edisi empat. Jakarta:

Ikatan Dokter Anak Indonesia;2011. Hal 307-16

Yoshi Hiro -Sindroma NefrotikKepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

33