sindroma nefrotik anak

50
Bagian Ilmu Kesehatan Anak TUTORIAL KLINIK Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK oleh: Ery Irawan (0708015017) Listyono Wahid R. (0808015009) Pembimbing: dr. Fatchul Wahab, Sp.A. 1

Upload: ery-irawan

Post on 14-Aug-2015

162 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tutoriak IKA

TRANSCRIPT

Page 1: Sindroma Nefrotik Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak TUTORIAL KLINIK

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK

oleh:

Ery Irawan (0708015017)

Listyono Wahid R. (0808015009)

Pembimbing:

dr. Fatchul Wahab, Sp.A.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2013

1

Page 2: Sindroma Nefrotik Anak

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai

oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),

hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,

hiperkoagulabilitas(1-3). Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN

primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan

sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu(1,2).

Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab

SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum

dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah

perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel

T(4).

Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi

minimal,nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental,

glomerulonefritis membrano-proliferatif(2,5,6). Penyebab SN sekunder sangat

banyak, di antaranya penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit

multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik, penyakit

herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis

arteri renalis, obesitas massif(1,2). Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN

primer (idiopatik)(1). Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan

nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6

tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita.

2

Page 3: Sindroma Nefrotik Anak

BAB II

DATA PASIEN

2.1 Identitas

Identitas Pasien

Nama : An. JM

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

Alamat : Desa Tanah Genting RT.04

MRS tanggal 13 Maret 2013

Identitas Orang Tua

Nama Ayah : (Ayah bercerai dengan Ibu 3 tahun lalu)

Riwayat kesehatan ayah : terakhir bertemu sehat

Nama Ibu : Ny. I

Umur : 26 tahun

Alamat : Desa Tanah Genting RT.04

Pekerjaan : IRT

Pendidikan Terakhir : SD

Ibu perkawinan ke : II (anak dari perkawinan ke I)

Riwayat kesehatan Ibu : Sehat

2.2 Anamnesa

Anamnesa dilakukan pada tanggal 14 Maret 2013 pukul 10.00 WITA, di

Bangsal Melati Ruang Endokrin RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesa

oleh Ibu kandung pasien.

Keluhan Utama

Bengkak sembab seluruh tubuh

3

Page 4: Sindroma Nefrotik Anak

Riwayat Penyakit Sekarang

Anak mulai merasakan keluhan sejak 3 bulan sebelum MRS, awalnya

bengkak hanya muncul pada kelopak mata anak, lama-kelamaan bengkak juga

terjadi pada tangan, kaki, kemaluan anak, dan kantung kemaluan serta seluruh

wajah dan perut. Ibu menjelaskan anak mulai seperti ini karena kelelahan saat

bermain.

Anak memang sering mengalami keadaan bengkak seperti dan sering keluar

masuk rumah sakit dengan gangguan ginjal, anak mendapatkan terapi obat minum

3 kali perhari rutin yang diambil di PKM dalam 3 tahun terakhir.

Pasien saat menderita bengkak pertama kali tidak pernah menjelaskan adanya

penyakit pendahulu. Saat ini anak tidak ada mengeluhkan adanya demam (-),

batuk (-), pilek (-), nyeri perut (-). Tidak ada gangguan BAB, hanya saja memang

belakangan anak semakin jarang dan sedikit BAK-nya, sehari bisa sampai 3 kali

saja dengan jumlah sekitar 30 cc tiap BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu

Umur 3 tahun dirawat di RSUD AW. Sahranie dengan gangguan ginjal.

Umur 4 tahun dirawat di RS Parikesit dengan keluhan serupa.

Umur 5 tahun 4 kali dirawat di RS Parikesit dengan keluhan serupa.

Sebelum umur 3 tahun anak tidak pernah menderita penyakit berat dan

tidak ada riwayat di rawat di RS.

Sebelum bengkak berat badan anak 18 kg.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga dengan keluhan yang serupa

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

- Berat badan lahir : Ibu lupa

- Panjang badan lahir : Ibu lupa

- Tersenyum : Ibu lupa

- Miring : Ibu lupa

- Tengkurap : Ibu lupa

- Duduk : Ibu lupa

4

Page 5: Sindroma Nefrotik Anak

- Gigi keluar : Ibu lupa

- Merangkak : Ibu lupa

- Berdiri : Ibu lupa

- Berjalan : Ibu lupa

- Berbicara dua suku kata : Ibu lupa

- Masuk TK : 5 tahun

- Mauk SD : 6 tahun

- Sekarang kelas : 1 SD

Riwayat Makan Minum anak :

- ASI : 0 bulan

- Dihentikan : 3 tahun karena anak tidak mau

- Susu sapi/buatan : anak tidak mau

- Buah : lupa sejak kapan

- Bubur susu : lupa sejak kapan, 3 x 1 mangkok (100 cc)

- Tim saring : tidak pernah langsung makanan padat

- Makanan padat dan lauknya : 1 tahun, 3 x 1 piring kecil (lauk,

ikan/ayam, sayur) ikut menu orang tua

Riwayat Kehamilan

- Pemeliharaan Prenatal :

- Periksa di : di bidan praktek swasta

- Penyakit kehamilan : sehat

- Obat-obatan yang sering diminum : tablet penambah darah dan obat maag

(nama lupa)

Riwayat Kelahiran :

- Lahir di : Rumah

- Di tolong oleh : Bidan

- Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

- Jenis partus : spontan per vaginam

Riwayat Postnatal :

- Pemeliharaan postnatal : rutin

5

Page 6: Sindroma Nefrotik Anak

- Periksa di : Puskesmas dan bidan

Jadwal Imunisasi

ImunisasiUsia saat imunisasi

I II III IV Booster I Booster II

BCG 1 bulan //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////

Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -

Campak 9 bulan //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////

DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////// - -

Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -

2.3 Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 14 Maret 2013 pukul 10.00 WITA

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : E4V5M6

Tanda Vital :

- Nadi : 130 x/menit

- RR : 24 x/menit

- Suhu (axila) : 37o C

- Tekanan darah : 150/90 mmHg

Antropometri : (dalam keadaan edem anasarka)

- Berat Badan : 28 kg

- Tinggi Badan : 106 cm

- Lingkar Kepala : 53 cm

Status Gizi : Z-score sulit dievaluasi

TB/U :

6

Page 7: Sindroma Nefrotik Anak

Berat badan ideal BB/TB : 17,2 kg

Berat badan ideal BB/U : 22 kg

Berat badan pengakuan ibu sebelum bengkak : 18 kg

Berat badan menurut Brehman untuk anak umur 6-12 tahun

(umur ( tahun )× 7 )−5

2=

(6,8 × 7 )−52

=42,6

2=21,3 kg

Kepala/leher

Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (sde), sklera ikterik (sde), mata sembab (+/+)

Telinga : sekret (-), darah (-)

Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : Mukosa bibir normal, sianosis (-), lidah bersih, faring hiperemis

(-), pembesaran tonsil (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

Inspeksi : bentuk dada normal, tampak simetris, costa tidak terlihat,

retraksi (-),Ictus cordis tidak terlihat

7

Page 8: Sindroma Nefrotik Anak

Palpasi : pergerakan simetris, Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Sonor

batas jantung kiri = ICS V MCL Sinistra

batas jantung kanan = ICS IV PSL Dextra

Auskultasi : Thorax : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung

Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (sde), turgor kulit (baik),

fluid wave (+)

Perkusi : Shifting dullnes

Auskultasi : Bising usus (+) kesan meningkat

Genitalia

Preputium edem, skrotum edem, nyeri tekan (-).

Ekstremitas

Akral hangat, pucat (-/-), edema (+).

Status Neurologis

Kesadaran : E4V5M6

Tanda meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig, Brudzinski I,

Brudzinski II (tidak diperiksa)

Refleks Fisiologis : Reflex biceps (+/+), triceps (+/+)

Refleks patella (+/+), achiles (+/+)

Refleks patologis : Babinsky (-/-), Chaddock (-/-), Openheim

(-/-), Tromer(-), Hoffman (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

8

Page 9: Sindroma Nefrotik Anak

Pemeriksaan laboratorium:

WBC : 27.300 HGB : 7,1 g/dl HCT : 22,7 % PLT : 790.000

GDS : 79 mg/dl

Natrium : 139 mmol/L Kalium : 4,1 mmol/L Chlorida : 115 mmol/L

Ur 61,9 Cr 1,3

Protein urin +3

Radiologi

Interpretasi:

Thorax Rontgen : Kesan efusi pleura dextra.

Terdapat gambaran cairan/perselubungan semi-opaque dari apex hingga basal

paru lateral dextra, serta sudut costophrenicus yang tumpul.

9

Page 10: Sindroma Nefrotik Anak

2.5 Lembar Follow Up

Tanggal S O A P

14/3/2013Kamis

RawatH I

Lab:Leu 27.300Hb 7,1Hct 22,7Plt 790.000GDS 79Na 139K 4,1 Cl 115Ur 61,9Cr 1,3Protein urin +3

Bengkak seluruh tubuh, anak susah melihat, perut kembung. Demam (-), batuk, pilek (-)BAB (-), BAK (+)

CMTTV :Nadi 130 x/iRR 24 x/iTemp 37oC (axila)TD 150/90 mmHgBB: 28 Kg UT 60 cc/14 jam

anemis (sde) ikterik (sde) mata sembab (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)retraksi (-/-)S1S2 tunggal regulerAbdomen cembungFluid wave (+)BU (+) normalEdem skrotum (+)Edem ekstremitas (+)

Edem anasarka e.c. susp. Sindrom Nefrotik+Anemia

IVFD D5 ½ NS 1000 cc/24 jam (15 tpm)Prednison tab 3-3-3Inj. Ceftriaxon 3 x 900 mg /IVInj. Furosemid 3 x 20 mg /IVCek UL/hari

15/3/2013Jum’at

RawatH II

Bengkak seluruh tubuh, anak susah melihat, perut kembungNyeri perut (+)Sesak (-) Demam (+), batuk, pilek (-)BAB (+) 1x sedikit, padat, BAK (+)

CMTTV :Nadi 120 x/iRR 22 x/iTemp 36,8oC (axila)TD 120/80 mmHgBB: 27,8 Kg UT 100 cc/14 jam+ ngompol 2xanemis (sde) ikterik (sde) mata sembab (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)retraksi (-/-)S1S2 tunggal regulerAbdomen cembungFluid wave (+)BU (+) normalEdem skrotum (-)Ekstremitas (+)

Edem anasarka e.c. susp. Sindrom Nefrotik+Anemia

IVFD D5 ½ NS 1000 cc/24 jam (15 tpm)Prednison tab 3-3-3Inj. Ceftriaxon 3 x 900 mg /IVInj. Furosemid 3 x 20 mg /IVParacetamol syrup 3xcth II (prn demam)Inj. Ranitidin 2x ½ amp/ IV

Cek UL/hari Cek Kolestrol darahCek Kadar Albumin

16/3/2013 Bengkak seluruh CM Sindrom IVFD D5 ½ NS 1000

10

Page 11: Sindroma Nefrotik Anak

Sabtu

RawatH III

Lab:Leu 29.300Hb 7,1Hct 22,1Plt 857.000Na 138K 3,9 Cl 113Ur 70,5Cr 1,4Protein urin +3Albumin1,3 g/dlKholesterol733 mg/dl

tubuh, anak mulai bisa melihat, perut kembung.Nyeri perut (+)Sesak (-) Demam (-), batuk, pilek (-)BAB (-), BAK (+)Nyeri kaki kiri post aff infus

TTV :Nadi 96 x/iRR 24 x/iTemp 36,4oC (axila)TD 130/80 mmHgBB: 27,5 Kg (duduk) UT 700 cc/14 jamanemis (sde) ikterik (sde) mata sembab (+/+)<, rhonki (-/-) wheezing (-/-)retraksi (-/-)S1S2 tunggal regulerAbdomen cembungFluid wave (+)BU (+) normalEdem skrotum (-)Ekstremitas (+)

Nefrotik+Anemia

cc/24 jam (15 tpm)Prednison tab 3-3-3Inj. Ceftriaxon 3 x 900 mg /IVInj. Furosemid 3 x 20 mg /IVParacetamol syrup 3xcth II (prn demam)Inj. Ranitidin 2x ½ amp/ IV

Cek UL/hari

Tranfusi PRC 2 x 230 cc (selang 8 jam), pre: Inj. Furosemid 23 mg/IV, post: Inj.Ca Glukonas 2,3 ccTranfusi Albumin 20% 250 cc (100 cc H.I, 100cc H.II, 50cc H.III)

2.6 Diagnosis Kerja

Diagnosis Kerja : Edem Anasarka e.c. Sindrom Nefrotik Idiopatik

Diagnosis Komplikasi : -

Diagnosis Lain : Anemia

2.7 Penatalaksanaan

IVFD D5 ½ NS 1000 cc/24 jam (15 tpm)

Prednison tab 5 mg 3-3-3

Inj. Ceftriaxon 3 x 900 mg /IV

Inj. Furosemid 3 x 20 mg /IV

Paracetamol syrup 3 x 2 cth (prn demam)

Inj. Ranitidin 2x ½ amp/ IV

Pemeriksaan :

o Cek UL/hari

o Cek Kolestrol darah

o Cek Kadar Albumin

o Tampung urin per 24 jam

2.8 Prognosis

Dubia ad bonam

11

Page 12: Sindroma Nefrotik Anak

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROMA NEFROTIK

3.1. Definisi

Sindrom nefrotik, adalah penyakit atau sindrom yang mengenai

gromerulus yang ditandai proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dengan atau

tanpa disertai hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.2,3,6 Yang dimaksud

proteinuria masif adalah apabila didapatkan protenuria sebesar ≥ + 2 pada uji

DIPSTICK atau protein > 40mg/m2/jam atau > 2g/hr sedangkan yang

dimaksudkan sebagai hipoalbumin adalah apabila didapatkan albumin dalam

darah < 2,5 g/dl.3 Pada sindrom nefrotik primer, penyakit ini terbatas pada ginjal

sedangkan sindrom nefrotik sekunder terjadi selama perjalanan penyakit sistemik.

3.2. Epidemiologi

Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik, merupakan

sindrom nefrotik idiopatik yang terdiri dari tiga tipe secara histologis yaitu lesi

minimal ditemukan pada sekitar 85%, proliferasi mesangium (glomerulonephritis

proliferatif) pada 5%, dan sklerosis setempat (glomerulosklerosis fokal segmental)

10%. Pada 10% anak sindroma nefrotik yang lain biasanya diperantai oleh

glomerulonefritis, dan tersering adalah tipe membranosa dan

membranoproliferatif.1

3.3. Klasifikasi sindrom nefrotik

Berdasarkan etiologi

1. Sindrom Nefrotik Primer

i. Sindrom Nefrotik Bawaan

Sindrom nefrotik yang diturunkan sebagai resesif autosom atau

karena reaksi fetomaternal2

ii. Sindrom Nefrotik Idiopatik

12

Page 13: Sindroma Nefrotik Anak

Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebab terjadinya

gangguan pada glomerulus sehingga menunjukkan manifestasi

yang sama dengan sindrom nefrotik.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder6

Sindrom nefrotik bisa sekunder dari penyakit infeksi, keganasan, penyakit

sistemik, penyakit autoimun, penyakit metabolik, toksisitas dan alergi.

Berdasarkan histopatologi

Berdasarkan histopatologi, sindrom nefrotik terbagi atas perubahan

minimal dan perubahan non minimal.

Berdasarkan respons terhadap pengobatan steroid

Sindrom nefrotik bisa berespons terhadap pengobatan steroid dan bisa

juga tidak. Oleh yang demikian, sindroma nefrotik bisa dibagi menjadi

sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid dan sindrom nefrotik

yang tidak berespons terhadap steroid.

3.4. Etiologi sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik primer pada anak umumnya idopatik dan diduga ada

hubungan dengan genetik, imunologi dan alergi.3 Sindroma nefrotik pada anak-

anak juga diduga adalah sindrom nefrotik dengan perubahan minimal, sindrom

nefrotik kongenital, sindrom nefrotik dengan proliferasi mesangial difus,

glomerulosklerosis fokal dan segmental, glomerulonefritis membranoproliferatif,

dan glomerulonefritis kresentrik.4

Sindroma nefrotik sekunder dapat pula disebabkan oleh 2,3,6:

i. Penyakit infeksi: - HIV

- Hepatitis virus B dan C

- Sifilis

- Malaria

- Skistosoma

13

Page 14: Sindroma Nefrotik Anak

- Tuberkulosis

- Lepra

- Post Streptokok

ii. Penyakit keganasan: - Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,

- Limfoma Hodgkin

- Mieloma multipel

- Karsinoma ginjal

iii. Penyakit sistemik dan penyakit immune mediated :

- Lupus Eritematosus Sistemik*

- Henoch Scholein Purpura*

- Sindrom Vaskulitis

- Trombosis vena renalis

- Artritis Reumatoid

- MCTD (mixed connective tissue disease)

- Poliartritis

- Sarcoid

- Dematitis Hepertiformis

iv. Penyakit keturunan dan metabolic

- Mellitus Diabetes

- Amilodoisis

- Sindrom Alport

- Myxedema

- Pre-eklamsia

v. Akibat toksin dan alergi

- Keracunan logam berat (Au, Hg)

- Keracuan probenicid, trimetadion, paradion atau

penisilamin

- Gigitan serangga dan bisa ular

* Sindrom nefrotik sekuder pada anak sering sekunder dari

vaskulitis seperti Lupus Eritematosus Sistemik, Henoch Scholein

14

Page 15: Sindroma Nefrotik Anak

Purpura, Limfoma Maligna seperti penyakit Hodgkin, malaria

kuatarna, infeksi virus hepatitis B atau infeksi HIV .3,4

3.5. Patofisiologi Sindroma Nefrotik

Kelainan patogenetik yang mendasari sindroma nefrotik adalah proteinuria

yang berakibat daripada kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus akibat

dari kerusakan glomerulus.1,6 Dalam keadaan normal membran basal glomerulus

(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.

Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan

yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada sindroma nefrotik,

kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu, konfigurasi

molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. 6

Secara ringkasnya tiga macam mekanisme yang mendasari proteinuria

adalah ; (1) hilangnya muatan polianion pada dinding kapiler glomerulus ; (2)

perubahan pori-pori dinding kapiler glomerulus ; dan (3) perubahan hemodinamik

yang mengatur aliran kapiler.3

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif berdasarkan

ukuran molekul protein yang keluar terdiri dari molekul protein yang keluar

melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul

kecil misalnya albumin sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri

dari molekul besar seperti immunoglobulin.6

Selektivitas proteinuria ditemukan oleh keutuhan struktur MBG. Pada

sindroma nefrotik yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal ditemukan

proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop electron dari glomerulonefritis lesi

minimal memperlihatkan fusi dari foot pocessus sel epitel visceral glomerulus dan

terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparin sulfat

proteoglikan pada glomerulonefritis lesi minimal menyababkan muatan negative

MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin.6

Pada sindroma nefrotik yang disebabkan oleh glomerulosklerosis fokal

segmental, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang

15

Page 16: Sindroma Nefrotik Anak

ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel visceral glomerulus

terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. 6

Dan pada sindroma nefrotik yang disebabkan oleh glomerulonefritis

membranosa, kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di

sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada glomerulonefritis membranosa

akan meningkatkan permeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum

diketahui.6

Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun di bawah 2,5

g/dl (25 g/L). Mekanisme pembentukan edema pada sindroma nefrotik tidak

dimengerti sepenuhnya.1 Edema pada sindroma nefrotik dapat diterangkan dengan

teori underfill dan overfill.6 Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia

merupakan faktor kunci terjadinya edema pada sindroma nefrotik.6

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang

memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial.

Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal sehingga

mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang meransang reabsorbsi

natrium di tubulus distal. Akibat dari penurunan volume intravaskuler

(hipovolemia), ginjal melakukan kompensasi yaitu meningkatkan retensi natrium

dan air dengan meransang pelepasan hormon antidiuretik yang mempertinggi

reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma

berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial

sehingga edema dapat memperberat edema yang muncul.1

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal

utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat

sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal

akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut

ditemukan secara bersamaan pada pasien sindroma nefrotik. Faktor seperti asupan

natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi

glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan

mekanisme mana yang lebih berperan.6 Adanya factor-faktor lain yang juga

memainkan peran pada pembentukan edema dapat ditunjukan melalui observasi

16

Page 17: Sindroma Nefrotik Anak

bahwa beberapa penderita sindroma nefrotik mempunyai volume intravaskuler

yang normal atau menurun.

Pada status sindroma nefrotik, hampir semua kadar lemak (kolesterol,

trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Kadar kolesterol umumnya

meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal hingga sedikit meninggi.

Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian penjelasan; (1)

hipoproteinemia meransang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk

lipoprotein; dan (2) katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar

lipoprotein lipase plasma, yaitu sistem enzim utama yang mengambil lemak dari

plasma.1

Peningkatan kadar kolesterol secara umumnya disebabkan oleh

meningkatnya LDL karena LDL adalah lipoprotein utama yang mengangkut

kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi pula dikaitkan dengan peningkatan IDL

dan lipoprotein (Lp)a, sedangkan HDL (high density lipoprotein) pada sindroma

nefrotik cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada sindroma

nefrotik dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan

menurunnya katabolisme. Semula diduga hiperlipidmia merupakan hasil stimulasi

non-spesifik terhadap sintesis protein oleh hati. Oleh karena sintesis protein tidak

berkolerasi dengan hiperlipidemia disimpulkan bahwa hiperlipidemia

tidaklansung diakibatkan oleh hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat ditemukan

pada sindroma nefrotik dengan kadar albumin mendekati normal dan sebaliknya

pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat normal.

Tingginya kadar VLDL pada sindroma nefrotik disebabkan peningkatan

sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan

konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pasa

sindroma nefrotik. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga

merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada sindroma nefrotik.

Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau

viskositas yang menurun.penurunan kadar HDL pada sindroma nefrotik diduga

akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lechitin cholesterol acyltransferase)

yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan

17

Page 18: Sindroma Nefrotik Anak

mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan

aktivitas enzim tesebut diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada

sindroma nefrotik. Lipiduria sering ditemukan pada sindroma nefrotik dan

ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak

berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan

proteinuria daripada dengan hiperlipidemia.

Proteinuri

Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari

kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal

dari sekresi tubulus (proteinuri tubular)(1). Perubahan integritas membrana basalis

glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein

plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin(2).

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan

glomerulus(9). Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui

membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier

(suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier(3). Pada nefropati

lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity

sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size

selectivity(10).

Hipoalbuminemi

Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal(2). Sintesis protein di hati biasanya

meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam

urin), tetapi mungkin normal atau menurun(1,10).

Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein

(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat

meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di

hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,

VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah)(1,2).

18

Page 19: Sindroma Nefrotik Anak

Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum

dan penurunan tekanan onkotik(1,3,10).

Lipiduri

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber

lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus

yang permeabel(1).

Edema

Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat

hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill)(1,3). Hipovolemi

menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin

plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP)(11). Pemberian infus

albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi

glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan

edema berkurang(12). Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya

ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta

peningkatan ANP(3).

Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya

disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan

bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema

dan meningkat selama fase diuresis(12).

Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan

plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII,

X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel

endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI)(2,3,10,13,14).

Kerentanan terhadap infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal,

penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan

kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia,

Klebsiella, Haemophilus(2,3,7) Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang

diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis(2).

19

Page 20: Sindroma Nefrotik Anak

3.6. Patologi sindoma nefrotik idiopatik

Sindroma nefrotik idiopatik terjadi pada tiga pola morfologi.

1. Pada lesi minimal (85%)

Pada lesi minimal, glomerulus tanpak normal pada sel mesangium dan

matriks. Temuan-temuan mikroskopi imunofluoresens khas negatif.

Mikroskopi electron menampakka retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih

dari 90% anak dengan penyakit lesi minimal berespons terhadap terapi

kortikosteroid.

2. Pada proliferatif mesangium (5%)

Pada proliferatif mesangium ditandai dengan peningkatan difus sel

mesangium dan matiks. Dengan imunofloresensi, frekuensi endapan

mesangium yang mengandung IgM dan C3 tidak berbeda dengan

frekuensi yang diamati pada penyakit lesi minimal. Sekitar 50-60%

penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi kortikosteroid.

3. Pada lesi sclerosis setempat (10%)

Pada sebagian besar penderita dengan lesi sclerosis setempat tampak

normal atau menunjukan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama

glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukan

jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya

seringkali progresif, akhirya melibatkan semua glomerulus, dan

menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada kebanyakan penderita.

Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednisone atau terapi

sitostatik ataupun keduanya.penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang

ditransplantasikan.

3.7. Manifestasi Klinik Sindroma Nefrotik Idiopatik

Sindroma nefrotik idiopatik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada

pada wanita (2:1) dan paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom

terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir pada usia satu tahun terakhir

dari usia satu tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan

berikutnya dapat terjadi pasca infeksi virus saluran pernapasan yang nyata seperti

20

Page 21: Sindroma Nefrotik Anak

virus influenza. Juga kadang dimulai dengan episode awal lain seperti bengkak

periorbital dan oliguria.1,2 Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada

mulanya ditemukan disekitar mata dan pada tungkai bawah, di mana edemanya

bersifat “pitting”. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin

disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah

urin. Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari

dapat berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum dan kaki. Anoreksia,

nyeri perut dan diare lazim terjadi sedangkan hipertensi sebaliknya.1 dalam

beberapa hari,edema semakin jelas dan menjadi anasarka. Dengan perpindahan

volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok. Bila edema berat, dapat

timbul dispnu akibat efusi pleura.2

3.8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah seperti pemeriksaan urin

yang meliputi pemeriksaan protein kualitatif/kuantitatif, kreatinin dan uji

selektivitas protein (PST) untuk menunjang bentuk lesi. Selain pemeriksaan urin

diperlukan juga pemeriksaan darah yang meliputi albumin darah, protein total dan

kolesterol.3 Dari pemeriksaan penunjang ini didapatkan proteinuria yang masif

dan ditemukan pada sediment urin nilai yang normal. Bila terjadi hematuria

mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (misalnya

sclerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM

dapat meningkat, sedangkan IgG turun. Komplemen serum normal dan tidak ada

krioglobulin.2

3.9. Kriteria diagnosis 1,2,3

1. Edema

2. Proteinuria massif

Urin : BANG atau DIPSTIX ≥ + 3 atau + 4 (kualitatif)

Protein > 40 mg/m3/jam, atau > 2 g/hr (kuantitatif)

Rasio protein : Kreatinin > 2,5 (Penilaian fungsi ginjal bisa normal

atau menurun. Keratin clearance ini bisa turun karenaterjadi

21

Page 22: Sindroma Nefrotik Anak

penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume intravaskuler

dan akan kembali ke normal bila volume intravascular membaik)

Sediment urin biasanya normal

Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai

adanya lesi glomerular (misalnya : sclerosis glomerulus fokal)

3. Hipoalbuminemia

Albumin darah < 2 g/dl (20 g/L)

4. Dengan atau tanpa hiperlipidemia/hiperkolesterolemia

5. IgM dapat meningkat sedangkan IgG turun

6. Komplimen serum normal dan tidak ada krioglobulin

7. Kadar kalsium serum total menurun (karena penurunan fraksi terikat

albumin)

8. Kadar C3 normal

Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari),

hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema, hiperlipidemi, lipiduri dan

hiperkoagulabilitas.2,11 Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan untuk

menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat

hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan

histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi,

diperlukan biopsi ginjal(2,11).

3.10. Penatalaksanaan1

Pada episode pertama nefrosis, anak dapat dirawat-inap di rumah sakit

untuk tujuan diagnostic, pendidikan dan teraputik. Pengecualian ini bisa terjadi

pada anak dengan klinis yang baik, tidak hipovolemik dan tinggal tidak jauh dari

rumah sakit. Pasien anak ini bisa datur untuk pemeriksaan rutin ke rumah sakit,

dengan syarat orangtua pasien sudah dididik bagaimana untuk mengenal pasti

gejala dari komplikasi sindroma nefrotik seperti infeksi dan hipovolemi. Pasien

tidak dipaksakan untuk tirah baring dan dibebaskan untuk beraktivitas. Bila

22

Page 23: Sindroma Nefrotik Anak

timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan memulai “diet tidak ditambah

garam”. Batasan asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan

menggunakan garam secukupnya dalam makanan sedangkan diet protein tidak

perlu dirubah.7 Apabila dirawat jalan, ibunya dinasehati unuk memasak tanpa

garam, menyembunyikan garam meja, dan menghindari menyajikan makanan

yang jelas-jelas bergaram. Pembatasan garam dihentikan bila edemanya membaik.

Jika edemanya tidak berat, masukan cairan tidak dibatasi namun tidak perlu

didorong. Anaknya dapat masuk sekolah dan berpartisipasi dalam aktivitas

sekolah seperti yang dapat ditoleransi. Bila edema tidak berkurang dengan

perbatasan garam, dapat digunakan diuretik biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali,

bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan.2 Bila edema refrakter

atau edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah dengan klorotiazid 10-

40 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi. Selama pengobatan diuretik perlu

dipantau kemungkinan hipokalemia, alkolosis metabolic, atau kehilangan cairan

intravasklar berat.2 Bila terjadi hipokalemia, dapat ditambahkan kalium klorida

atau spironolakton (3-5 mg/kg/24 jam dibagi menjadi empat dosis).

Jika edema menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan yaitu

sesak akibat efusi pleura yang massif dan asites atau pada edema skrotum/labia

yang berat, atau dengan gejala hipotensi postural (sakit perut,mual dam muntah)

anak harus dirawat inap di rumah sakit. Perbatasan natrium harus diteruskan,

tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut jarang efektif dalam mengendalikan

edema. Skrotum yang membengkak dinaikan dengan bantal untuk meningkatkan

pengeluaran cairan dengan gravitasi. Di masa lampau, edema yang berat diobati

dengan pemberian albumin intravena dan pada beberapa penderita disertai dengan

pemberian furosemid intravena. Albumin diberikan adalah dengan dosis human

albumin 25% : 0,5 -1 g/kgBB/i.v dalam 2-4 jam, diikuti pemberian furosemid 1-2

mg/kgBB/i.v dapat diulang tiap 4-6 jam bila diperlukan. Tetapi sekarang terapi

tipe ini telah diganti dengan pemberian furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam)

bersama dengan metolazon (0,2 – 0,4 mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi) ;

metolazon dapat bekerja pada tubulus proksimal dan distal. Bila menggunakan

kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit dan fungsi ginjal harus dimonitor secara

23

Page 24: Sindroma Nefrotik Anak

ketat. Pada beberapa keadaan edema berat, pemberian albumin manusia 25% (1

g/kg/ 24jam) intravena mungkin diperlukan, tetapi efeknya biasanya sementara

dan harus dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan

gagal jantung.

Setelah diagnosisnya diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang

tepat, patofisiologi dan pengobatan nefrosis ditinjau lagi bersama-sama dengan

keluarganya untuk meningkatkan pengertian mereka tentang penyakit anaknya.

Rennin kemudian diinduksi dengan pemberian prednisone, dengan dosis

60mg/m2/24 jam (maksimum dosis 60 mg setiap hari), dibagi menjadi tiga atau

dapat dosis selama sehari. Berdasarkan ISKDC (international Study of Kidney

Disease in Children), terapi prednisone / prednisolon diberikan pada dua tahap.

Pada tahap pertama prednisone / prednisolon diberikan dalam dosis 60mg/m2

permukaan tubuh/ 24 jam atau 2 mg/kgBB dalam 3-4 dosis, diteruskan selama 4

minggu (28 hari) dengan maksimal 80 mg/24 jam. Pada tahap kedua, prednisone /

prednisolon diberikan dengan dosis 40 mg/m2 permukaan tubuh / 24 jam atau 1,5

mg/kgBB/24 jam dengan cara alternate (selalang sehari) dosis tunggal setelah

makan pagi, diteruskan selama 4 minggu (28 hari). Waktu yang dibutuhkan untuk

berespons terhadap prednison rata-rata sekitar 2 minggu, responsnya ditetapkan

pada saat urin menjadi bebas protein. Bila relaps prednisone / prednisolon dapat

diberikan dengan dosis 60mg/m2/24 jam (2mg/kgBB/24 jam) dibagi dalam 3-4

dosis sampai 3 hari berturut-turut dan selanjutnya menggunaka tahap kedua yang

disebutkan sebelum ini.3 Jika anak berlanjut menderita proteinuria (2+ atau lebih)

setelah satu bulan mendapatkan prednisone dosis-terbagi yang terus menerus

setiap hari, nefrosis demikian disebut resisten steroid atau terjadinya relaps yang

sering, maka biopsy ginjal terindikasi untuk menetukan penyebab penyakitnya

yang tepat.1,2

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas

kortikosteroid berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh dan perubahan

sikap), kemudian harus dipikirkan terapi siklofosfamid. Siklofosfamid terbukti

memperpanjang lagi remisi dan mencegah kekambuhan pada anak yang sindrom

nefrotiknya sering kambuh. Kemungkinan efek samping obat (leukopenia, infeksi

24

Page 25: Sindroma Nefrotik Anak

varisela tersebar, sistitis hemoragika, alopesia, sterilitas) harus dipantau pada

keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kg/24 jam sebagai dosis tunggal

selama total pemberian 12 minggu. Terapi prednisone selang sehari sering

diteruskan selama pemberian siklofosfamid.selama terapi dengan siklofosfamid,

leukosit harus dimonitor setiap minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah

leukosit menurun di bawah 5.000/uL. Penderita yang resisten-steroid berespons

terhadap perpanjangan pemberian siklofosfamid (3-6 bulan), bolus metal

prednisolon, atau siklosporin.

Transplantasi ginjal terindikasi untuk gagal ginjal stadium akhir karena

glomerulosklerosis setempat dan segmental resisten-steroid. Sindroma nefrotik

berulang terjadi pada 15-55% penderita. Absorbsi proein plasma pada kolom

protein basis-A dapat menurunkan proteinuria pada penderita-penderita ini.

Absorbsi protein memindahkan suatu fraksi (BM <100.000), yang menaikan

premeabilitas protein ginjal.

3.11. Komplikasi1

Infeksi adalah komplikasi nefrosis utama, komplikasi ini akibat dari

meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Penjelasan

yang diusulkan meliputi penurunan kadar immunoglobulin, cairan edema yang

berperan sebagai media biakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid

leukosit, terapi imunosupresif, penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,

kehilangan faktor komplemen (faktor properdin B) dalam urin yang

mengopsonisasi bacteria tertentu. Belum jelas mengapa peritonitis spontan

merupakan tipe infeksi yang paling sering; sepsis pneumonia, selulitis, dan infeksi

saluran kencing juga dapat ditemukan. Organisme penyebab peritonitis yang

paling lazim adalah streptococcus pneumoniae; bakteri gram-negatif juga

ditemukan. Demam dan temuan-temuan fisik mungkin minimal bila ada terapi

kortikosteroid. Oleh karenanya yang tinggi, pemeriksaan segera (termasuk biakan

darah dan cairan peritonium), dan memulai terapi awal yang mencakuo organisme

grm-positif maupun gram-negatif adalah penting untuk mencegah terjadinya

25

Page 26: Sindroma Nefrotik Anak

penyakit yang mengancam jiwa. Bila dalam perbaikan, semua penderita yang

sedang menderita nefrosis harus mendapat vaksin pneumokokus polivalen.

Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan kecenderungan terjadi trombosis

arteri dan vena (setidaknya-tidaknya sebagian karena kenaikan kadar faktor

koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinolisis plasma, penurunan kadar anti-trombin

III plasma, dan kenaikan agregrasi trombosit); defisiensi faktor koagulasi IX, XI,

dan XII; dan penurunan kadar vitamin D serum. Hiperkoagulabilitas selanjutnya

bisa menyebabkan thromboemboli, syok, dan gagal ginjal akut.

3.12. Prognosis 2

Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespons terhadap steroid akan

mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri

secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Yang penting adalah,

menunjukan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita sisa

disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak heriditer, dan bahwa anak

akan tetap fertile (bila tidak ada terapi siklosfosfamid atau klorambusil). Untuk

memperkecil efek psikologis nefrosis, ditekankan bahwa selama masa remisi anak

tersebut normal serta tidak perlu perbatasan diet dan aktivitas. Pada anak yang

sedang berada dalam masa remisi, pemeriksaan protein urin biasanya tidak

diperlukan.

26

Page 27: Sindroma Nefrotik Anak

BAB III

PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Fakta Teori

Anak berjenis kelamin laki-laki

Umur 6 tahun

Tidak ada penyebab pasti yang

memulai edem sejak awal

Awalnya keluhan dirasakan 3

bulan lalu diawali dengan

bengkak pada kedua kelopak

mata

Pasien mengeluhkan nyeri perut

yang hilang timbul

Sindroma nefrotik idiopatik lebih sering

dijumpai pada laki-laki daripada pada

wanita (2:1)

Paling lazim muncul antara usia 2 dan 6

tahun

Tidak ada penyebab pasti yang memulai

edem sejak awal

Penyakit ini biasanya muncul sebagai

edema, yang pada mulanya ditemukan

disekitar mata dan pada tungkai bawah, di

mana edemanya bersifat “pitting”

Anoreksia, nyeri perut dan diare lazim

terjadi sedangkan hipertensi sebaliknya

4.2 Pemeriksaan Fisik

Fakta Teori

Saat ini edem di seluruh tubuh

BB awal 18 kg menjadi 28 kg

Asites (+), kencing jarang dan

sedikit

Edem pada preputium dan

skrotum

Tidak ditemukan tanda tanda

syok

Tidak ditemukan adanya

dispneu

Edema menjadi menyeluruh

Kenaikan berat badan

Timbul asites dan/atau efusi pleura,

penurunan curah urin

Edem genitalia

Dapat terjadi syok

Bila edema berat, dapat timbul dispneu

akibat efusi pleura

27

Page 28: Sindroma Nefrotik Anak

4.3 Diagnosis

Fakta Teori

Edem anasarka, seluruh tubuh

Protein urin +3

Albumin 1,3 g/dl

Kholesterol 733 mg/dl

Edema

Proteinuria massif

Urin : BANG atau DIPSTIX ≥ + 3

atau + 4 (kualitatif)

Protein > 40 mg/m3/jam, atau > 2

g/hr (kuantitatif)

Hipoalbuminemia

Albumin darah < 2 g/dl (20 g/L)

Dengan atau tanpa hiperlipidemia

/hiperkolesterolemia

4.4 Pemeriksaan penunjang

Fakta Teori

Urin lengkap

Darah lengkap

Kadar albumin dan

kholesterol

Ureum, kreatinin

Urinalisis dan biakan urin bila perlu

Protein urin kuantitatif, berupa urin 24

jam atau rasio protein / kreatinin pada

urin pertama pagi hari

Darah lain:

- Darah tepi lengkap

- Kadar albumin dan kolesterol

plasma

- Kadar ureum, creatinin

- C3 bila curiga SLE

Indikasi biopsi ginjal:

- SN denga hematuria nyata,

hipertensi, kadar kreatinin dan

28

Page 29: Sindroma Nefrotik Anak

ureum meninggi, atau kadar

komplemen serum menurun

- SN resisten steroid

- SN dependen teroid

4.5 Penatalaksanaan

Fakta Teori

IVFD D5 ½ NS 1000 cc/24

jam (15 tpm)

Prednison tab 3-3-3

Inj. Ceftriaxon 3 x 900 mg

/IV

Inj. Furosemid 3 x 20 mg /IV

Paracetamol syrup 3xcth II

(prn demam)

Inj. Ranitidin 2x ½ amp/ IV

Cek UL/hari

Tranfusi PRC 2 x 230 cc

(selang 8 jam), pre: Inj.

Furosemid 23 mg/IV, post:

Inj.Ca Glukonas 2,3 cc

Tranfusi Albumin 20% 250

cc (100 cc H.I, 100cc H.II,

50cc H.III)

Diet protein normal, 1,5-2

g/kgBB/hari, diet rendah garam 1-2

g/hari (selama anak edem)

Diuretik: Furosemid 1-3 mg/

kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan

dengan Spironolakton 2-4

mg/kgBB/hari

Infus albumin 1 g/kgBB dalam 2-4

jam jika terjadi hipoalbuminemia

berat (< 1 gr/dl), bila tidak mampu

diganti tranfusi plasma 20

ml/kgBB/hari diberikan pelan 10 tpm

Terapi inisial / prednison dosis penuh

selama 4 minggu, 2 mg/kgBB/hari

(maksimal 80mg/hari) dalam dosis

terbagi

Jika hipovolemia (ESO diuretik) NaCl

fisiologis cepat 15-20 ml/kgBB dalam

30 menit, disusul albumin 1 g/kgBB

atau plasma 20 ml/kgBB

Jika hipertensi dapat diberikan ACEI

(kaptopril 0,3 mg/kgBB/ 3x sehari,

lisinopril 0,1 mg/kgBB dosis tunggal)

atau ARB (losartan 0,75 mg/kgBB

29

Page 30: Sindroma Nefrotik Anak

dosis tunggal)

Pengobatan simtomatik lainnya, jika

ada infeksi.

4.6 Prognosis

Fakta Teori

Dubia ad bonam Sebagian besar anak dengan nefrosis sindrom

yang berespons terhadap steroid akan mengalami

kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya

menyembuh sendiri secara spontan menjelang

usia akhir dekade kedua.

Selama 20 tahun: 4-5% menjadi gagal ginjal

terminal, pada glomerulosklerosis 25% menjadi

gagal ginjal terminal dalam 5 tahun.

BAB 1V

KESIMPULAN

30

Page 31: Sindroma Nefrotik Anak

4.1 Kesimpulan

Anak laki-laki umur 6 tahun dirawat inap di bangsal Melati RSUD A.W.

Sjahranie, didignosa dengan Edema anasarka at causa Sindrom Nefrotik Idiopatik

dengan Anemia. Gejala klinis serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan sesuai

dengan diagnosa akhir anak, maka tatalaksana disesuaikan dengan diagnosa

tersebut. Prognosis anak ini dubia ad bonam.

4.2 Saran

Adapun saran kami setelah membahas kasus ini:

Diet anak dengan sindrom nefrotik idiopatik belum benar-benar

diperhatikan, anak masih mendapatkan diet yang sama dengan anak-anak

dengan penyakit lainnya.

Mengingat sindrom nefrotik memerlukan tatalaksana jangka panjang,

maka orang tua harus diberikan edukasi dan konseling yang baik, serta

memiliki catatan sendiri mengenai perjalanan dan pengobatan penyakit

anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: Sindroma Nefrotik Anak

1. Bergstein JM. Sindrom nefrotik. Dalam : Behrman RE, Kliegma RM,

Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17.

Philadelphia : WB Saunders Co; 2004. h 1827-1832

2. Mansjoer A. dkk, Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jilid ke-2.

Jakarta : Media Aesculapius 2005. H 488-490

3. Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE. Pedoman diagnosis dan

terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan

Anak FK UNPAD, RS Dr. Hassan Sadikin; 2005 h 538-541

4. Schwartz MW, dkk. Clinic handbook of pediatrics. USA : Williams &

Wilkins; 2004 h 304-313

5. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam : Price

AS, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit. Edisi

ke 6. Volume 1. Jakarta : EGC; 2006 hal 867-891

6. Sudoyo AW, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta :

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006 h 507-

560

7. Haycock G. The child with idiopathic nephritic syndrome. In : Webb N,

Postlethwaite R. Clinical pediatric nephrology. 3rd Edition. New York :

Oxford University Press Inc; 2003 pg 341-365

8. Tryggvason K, Patrakka J, Wartiovaara J. Hereditary Proteinuria Syndromes and Mechanisms of Proteinuria. N Engl J Med 2006 (cited August 24,2009). Available from:

32

Page 33: Sindroma Nefrotik Anak

http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/13/1387

9. Leonard MB, Feldman HI, Shults J, Zemel BS, Foster BJ, Stallings VA.

Long-term, high-dose glucocorticoids and bone mineral content in

childhood glucocorticoid-sensitive nephrotic syndrome. N Engl J Med

2004 (cited August 24, 2009). Available from:

http://content.nejm.org/cgi/reprint/351/25/2655.pdf

10. Ishikura K, et al. Nephrotic state as a risk factor for developing posterior

reversible encephalopathy syndrome in paediatric patients with nephritic

syndrome. N Engl J Med 2004 (cited August 24, 2009). Available from:

http://ndt.oxfordjournals.org/cgi/reprint/23/8/2531

33