94402752 sindroma wallenberg referat

39
BAB I PENDAHULUAN Sindroma Wallenberg merupakan termasuk ke dalam bagian besar penyakit cerebro vaskular atau CVD. CVD sendiri mempunyai pembagian yang luas seperti oklusi dari pembuluh darah besar seperti arteri karotis interna, arteri cerebral anterior, arteri cerebral media, arteri cerebral posterior, arteri vertebral, arteri basilar atau keduanya digabung menjadi vertebrobasilar. Arteri vertebrobasilar memiliki cabang – cabang lagi yang dapat mengalami oklusi maupun perdarahan. Cabang dari arteri basilar akan mengakibatkan kelainan klinis berupa : - Sindroma arteri cerebelar superior pada midbrain - Sindroma arteri cerebelar anterior inferior pada pons - Sindroma arteri cerebelar posterior inferior pada medula Arteri vertebrobasilar memperdarahi ke bagian medula, cerebelum, pons, midbrain, thalamis dan korteks occipital. Oklusi pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kecacatan maupun kematian. Mortalitas dari stroke vertebrobasilar ialah lebih dari 85% karena keterlibatan batang otak dan cerebelum yang mempunyai multifungsi sistem. 1 Sindroma Wallenberg ditemukan oleh seorang internist dan neurologis yang berasal dari Jerman bernama Adolf Wallenberg pada tahun 1895 mengenai gejala yang didapatkan dan melakukan Sindroma Wallenberg Sophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 1

Upload: dahlia-septiawati

Post on 11-Aug-2015

124 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Wallenberg merupakan termasuk ke dalam bagian besar penyakit cerebro

vaskular atau CVD. CVD sendiri mempunyai pembagian yang luas seperti oklusi dari

pembuluh darah besar seperti arteri karotis interna, arteri cerebral anterior, arteri cerebral

media, arteri cerebral posterior, arteri vertebral, arteri basilar atau keduanya digabung

menjadi vertebrobasilar. Arteri vertebrobasilar memiliki cabang –cabang lagi yang dapat

mengalami oklusi maupun perdarahan. Cabang dari arteri basilar akan mengakibatkan

kelainan klinis berupa :

- Sindroma arteri cerebelar superior pada midbrain

- Sindroma arteri cerebelar anterior inferior pada pons

- Sindroma arteri cerebelar posterior inferior pada medula

Arteri vertebrobasilar memperdarahi ke bagian medula, cerebelum, pons, midbrain,

thalamis dan korteks occipital. Oklusi pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan

kecacatan maupun kematian. Mortalitas dari stroke vertebrobasilar ialah lebih dari 85%

karena keterlibatan batang otak dan cerebelum yang mempunyai multifungsi sistem.1

Sindroma Wallenberg ditemukan oleh seorang internist dan neurologis yang berasal dari

Jerman bernama Adolf Wallenberg pada tahun 1895 mengenai gejala yang didapatkan dan

melakukan autopsi pada tahun 1901 dan menemukan adanya oklusi pada arteri cerebelar

posterior inferior.2

Pada sindroma ini dikarakteristikan dengan adanya defisit sensoris yang mengenai batang

tubuh dan ekstremitas yang berlawanan dengan lesi infark serta defisit motorik yang megenai

wajah dan nervus kranial di sisi yang sama dengan lesi infark. Penyebab sindroma ini ialah

oklusi dari arteri cerebelar posterior inferior.1

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 1

Page 2: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

BAB II

ISI

Definisi

Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral atau

Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu penyakit

dimana pasien memiliki gejala neurologis yang disebabkan karena adanya cedera pada bagian

lateral medula di otak yang mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Sering pula disebut

disebabkan oleh stroke pada batang otak.3

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.4

Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200

kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika

diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih

dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.

(Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64

tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76

pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).4

Untuk kategori stroke pada vertebrobasilar, frekuensi, insiden dan prevalensi

bervariasi tergantung areanya. Sekitar 80-85% dari seluruh stroke merupakan stroke iskemik

dan 20% lesi penyebab iskemik terjadi di sistem vertebrobasilar. Stroke hemoragik terjadi

sekitar 15-20%. Walaupun hampir keseluruhan perdarahan intraserebral terjadi di regio

putamen dan talamus, sekitar 7 % nya melibatkan serebelum dan 6% lainnya melibatkan

pons.5

Anatomi

Perdarahan otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.

Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus

Willisi.6

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 2

Page 3: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Gambar 1. Sirkulus Willisi

Arteri Carotis Interna

Arteri karotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus

anterior dengan menembus duramater. Kemudia arteri ini membelok ke belakang menuju

sulcus cerebri lateralis dan disini bercabang menjadi :

A. Ophtalmica

A. Comunicans posterior

A. Choroidea

A. Cerebri anterior

Arteri ini berjalan di atas nervus optikus dan mengikuti alur dari corpus calosum.

Segera setelah beranjak dari asalnya, kedua pembuluh dari a. Cerebri anterior

digabungkan oleh arteri comunicans anterior. Arteri ini memperdarahi hemisfer

orbital, frontal dan parietal. Cabang dalamnya melewati kapsula interna dan basal

nuklei.

A. Cerebri media

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 3

Page 4: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Arteri ini merupakan cabang terbesar dari arteri karotis interna. Memberikan

perdarahan dengan cabang yang dalam ( perforating vessels) pada badan anterior

kapsula interna dan basal nuclei. Selain itu juga memberi cabang untuk temporal,

parietal dan frontal.6

Arteri Vertebralis

Merupakan cabang dari bagian pertama a. Subclavia. Berjalan ke atas melalui

foramen processus transversus vertebra C1-C6. Pembuluh ini masuk ke otak melalui foramen

magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial medula oblongata. Arteri vertebralis dan

cabangnya memperdarahi medula dan bagian bawah serebelum.

Cabangnya ialah : a. Meningea, a. Spinalis anterior dan posterior, a. Cerebeli postero inferior

dan a. Medulares.6

Arteri Basilar

Arteri ini dibentuk dari gabungan kedua a. Vertebralis dan berjalan naik dalam alur

pada permukaan pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a. Cerebri Posterior.6

Cabang dari arteri basilar dibagi menjadi :

- Arteri Cerebral posterior

Merupakan arteri terminal dari a. Basilar. Cabang kecil memperdarahi struktur

midbrain, pleksus koroid dan posterior thalamus. Cabang kortikal memperdarahi

bagian bawah temporal dan korteks occipital dan visual.

- Cabang long circumflex

- Cabang paramedian1

Setiap arteri vertebralis biasanya memberi cabang menjadi arteri cerebelli posterior

inferior. Di atas dari pons, arteri basilar membagi menjadi 2 arteri cerebral posterior.

Proksimal dari percabangan arteri terminal tersebut, terdapat percabangan lagi yaitu arteri

cerebelar superior yang memperdarahi aspek lateral pons dan midbrain yaitu permukaan atas

serebelum. Serebelum sendiri duperdarahi oleh arteri cabang long circumfleksial, arteri

cerebelli posterior inferior dan arteri cerebelli anterior inferior serta arteri cerebelli superior.

Medula diperdarahi oleh arteri cerebelli posterior inferior dan cabang kecil langsung dari

arteri vertebralis. Pons diberikan suplai darah oleh cabang kecil dari arteri basilar dan cabang

utamanya. Arteri penetrasi dari arteri cerebelli posterior inferior memperdarahi midbrain dan

thalamus serta korteks occipital oleh cabang dari arteri cerebral posterior.5

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 4

Page 5: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Pada arteri cerebeli posterior inferior cabang medial memperdarahi pleksus koroid

ventrikel keempat sedangkan bagian lateral ke bagian bawah cerebelum dan kemudian

beranastomosis dengan arteri cerebeli anterior inferior dan arteri cerebelli superior. Struktur

yang terdapat pada bagian ini ialah :

- Peduncle inferior cerebeli

- Traktus spinotalamikus lateral

- Traktur descending dari n. V

- Nucleus ambigus

- Nucleus dan traktus solitarius

- Bagian kaudal nucleus vestibular inferior

- Serat nervus vagus dan asesorius

- Bagian substansi reticular yang mengandung serat simpatis descending dari thalamus.3

Arteri karotis dan basilar bersatu membentuk sirkulus Willisi. Karena sistem ini

mempunyai bentuk aliran kolateral maka bila adanya arteri yang teroklusi, maka perfusi ke

otak masih dapat dilakukan.

Etiologi

Etiologi dari sindroma Wallenberg ialah adanya oklusi dapat berupa trombosis

ataupun emboli dari arteri cerebeli posterior inferior. Adanya oklusi ini menyebabkan

terjadinya infark pada bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri

vertebralis yang merupakan ibu cabang dari arteri cerebeli posterior inferior. Hal ini sering

disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma kepala

leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke dalam kepala dan

bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior.5,7

Gambar 2. Bagian medula oblongata yang terkena

Faktor resiko

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 5

Page 6: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Beberapa faktor yang meningkatkan kecenderungan seseorang mengalami stroke baik itu

jenis yang iskemik maupun hemoragik :

A. Faktor Definitif

• Usia

Usia merupakan faktor utama pembentukan ateroma, sehingga merupakan faktor

utama terjadinya stroke. Pembentukan ateroma terjadi seiring bertambahnya usia, dimana

stroke paling sering terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi jarang terjadi pada usia

dibawah 40 tahun. Dikatakan bahwa proses pembentukan ateroma tersebut dapat terjadi 20 -

30 tahun tanpa menimbulkan gejala.

• Jenis kelamin pria

Stroke lebih sering terjadi pada pria. Diperkirakan bahwa insidensi stroke pada

wanita lebih rendah dibandingkan pria, akibat adanya estrogen yang berfungsi sebagai

proteksi pada proses aterosklerosis. Di lain pihak pemakaian hormon estrogen dosis tinggi

menyebabkan peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pria. Oleh karena

itu faktor ini sebenarnya masih diperdebatkan.

• Tekanan darah tinggi

Merupakan faktor yang penting pada pathogenesa terjadinya stroke iskemia dan

perdarahan. Biasanya berhubungan dengan tingginya tekanan diastolik. Mekanismenya

belum diketahui secara pasti, tetapi pada percobaan binatang (anjing) didapatkan bahwa

adanya tekanan darah yang tinggi menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah dan

meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein. Di Framingham,

resiko relatif terjadinya stroke pada setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik

adalah 1,9 pada pria dan 1,7 pada wanita dimana faktor-faktor lain telah diatasi.

• Merokok

Merokok merupakan faktor resiko yang independen. Mekanisme terjadinya ateroma

tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan akibat:

a. Stimulasi sistim saraf simpatis oleh nikotin dan ikatan O2 dengan hemoglobin akan

digantikan dengan Karbonmonoksida

b. Reaksi imunologi direk pada dinding pembuluh darah

c. Peningkatan agregasi trombosit

d. Peningkatan permeabilitas endotel terhadap lipid akibat zat-zat yang terdapat di dalam

rokok.

• Diabetes mellitus

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 6

Page 7: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Salah satu penyulit vaskuler pada penderita ini adalah penyakit pembuluh darah

serebral. Penderita ini mempunyai resiko terjadinya stroke 1,5-3 kali lebih sering jika

dibandingkan dengan populasi normal. Hipertensi yang terjadi pada penderita DM,

merupakan salah satu faktor terjadinya stroke. Hiperglikemi kronis akan menimbulkan

glikolisasi protein-protein dalam tubuh. Bila hal ini berlangsung hingga berminggu-mingu,

akan terjadi AGES (advanced glycosylate end products) yang toksik untuk semua protein.

AGE protein yang terjadi diantaranya terdapat pada receptor makrofag dan reseptor endotel.

AGE reseptor dimakrofag akan meningkatkan produksi TNF (tumor necrosis factors), ILI

(interleukine-I), IGF-I (Insuline like growth factors-I). Produk ini akan memudahkan

prolipelisasi sel dan matriks pembuluh darah. AGE Reseptor yang terjadi di endotel

menaikkan produksi faktor jaringan endotelin-I yang dapat menyebabkan kontriksi pembuluh

darah dan kerusakan pembuluh darah.

• Peningkatan fibrinogen plasma

Fibrinogen berhubungan dengan pembentukan aterogenesis dan pembentukan

trombus arteri. Pada penelitan di Bramingham, angka kejadian penyakit Kardiovasculer

meningkat sesuai dengan peningkatan kadar fibrinogen plasma.

• Profil lipid darah

Produk kolesterol didalan darah yang terbanyak adalah Low Density Lipoprotein

(LDL), LDL ini meningkat dengan adanya proses aterosklerosis. Sedangkan High Density

Lipoprotein (HDL) merupakan proteksi terhadap terbentuknya aterosklerosis akibat fasilitas

pembuangan (disposal) partikel kolestrol.

B. Posibel

Aktifitas fisik yang rendah

Pada pekerja dengan aktifitas fisik yang berat menimbulkan penurunan angka

kejadian penyakit kardiovaskuler. Hal ini disebabkan karena, pada pekerja berat, akan terjadi

penurunan tekanan darah akibat kehilangan berat badan, dan menyebabkan penurunan denyut

nadi, peningkatan kolesterol HDL, penurunan kolesterol LDL, memperbaiki toleransi

glukosa, perubahan kebiasaan buruk seperti merokok.

Peningkatan hematokrit

Biasanya akibat peningkatan sel darah merah dengan peningkatan fibrinogen darah

yang menyababkan peningkatan viskositas darah. Hal ini menyebabkan kelainan patologis

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 7

Page 8: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

yang akan menyebabkan penyempitan arteri penetrasi yang berukuran kecil, dan arteri serebri

yang besar mengalami stenosis yang berat.

Obesitas

Obesitas menjadi faktor resiko biasanya berhubungan dengan tingginya tekanan

darah, gula darah, dan lipid serum.

Diet

Pada makanan yang paling menentukan angka kejadian penyakit kardiovaskuler

adalah konsumsi garam yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Jika pada

penderita kelainan vaskuler akibat konsumsi minuman yang mengandung kafein, hal ini

disebabkan karena adanya efek hiperlipidemia pada minuman kopi, atau karena pada

peminum kopi sering disertai dengan adanya kebiasaan merokok.

Alkohol

Alkohol dapat menyebabkan terhambatnya proses fibrinolisis, biasanya terjadi pada

penderita dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Ada yang mengatakan bahwa alkohol

masih merupakan faktor resiko yang kontroversial. Walaupun begitu angka kejadian stroke

meningkat pada peminum alkohol sedang hingga berat dibandingkan dengan seseorang yang

bukan peminum alkohol.

Ras

Prevelansi yang berbeda terjadi pada orang dengan kulit putih, hitam dan Asia, bukan

hanya akibat faktor genetik. Hal ini akibat rendahnya kolesterol serum, tingginya intake

alkohol dan konsumsi makanan tradisional Asia yang rendah lemak dan protein yang berasal

dari hewan berhubungan dengan rendahnya penyakit jantung koroner tetapi menyababkan

tingginya kejadian stroke.8

Patofisiologi

Penyebab utama kelainan vaskular yang menyerang ke sistem vertebrobasilar adalah

aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding pembuluh darah yang menyebabkan

lumennya menyempit dan dapat terjadi oklusi. Aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah

yang besar. Kejadian tersebut berbeda dimana menyerang pembuluh darah kecil yaitu pada

diameter 50 – 200 µm. Pada pembuluh darah kecil prosesnya bernama lipohyalinosis yang

sering terjadi berhubungan dengan hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan

membentuk infark kecil dan melingkar bernama lakuna dimana dapat muncul soliter ataupun

multiple di daerah subkorteks dan batang otak.

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 8

Page 9: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada penderita hipertensi

rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan hemoragik fokal. Hampir selurah perdarahan

intracerebral berasal dari rupturnya arteri kecil yang merupakan penghubung.

Karena didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri vertebral dan servikal,

maka bentuk-bentuk manipulasi pada leher dapat mencederai arteri vertebral di leher dan

akhirnya membentuk oklusi dari trauma yang ditimbulkan tersebut. Oklusi emboli dari sistem

vertebrobasilar tidaklah umum terjadi.

Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis akibat

mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan terbentuknya emboli,

yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus

dalam pembuluh darah juga dapat terjadi akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga

plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan

penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung

endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh

dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi,

konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran

darah.

Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan

meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh

darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima

perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh

manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan kegiatan neuronal. Energi yang

diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa

atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk

metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit

aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan

lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka

oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi

penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke

ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan

permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal

depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural

ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 9

Page 10: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga

dibawah 10 ml/100 gr.menit.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi

enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral

yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap

mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian

penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.

Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah

makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan daerah iskemi

dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah

edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak

sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia

timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis sel cairan berpinda dari ruang

ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan

pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang

ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi bengkak.

Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu

yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat

kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke jaringan otak dan

ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi

pengumpalancairan. Sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema

ekstraseluler. Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran

fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan

pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Halini menarik bahwa gangguan

sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan sekunder setelah

rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy). Edema serbral yang luas setelah terjadinya

iskemia dapat berupa space occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang

menyebabkan hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan

menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang.

Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan

hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.3,8

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 10

Page 11: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Gejala Klinis

Dapat disebabkan oleh oklusi salah satu dari lima pembuluh darah yang bertanggung

jawab antara lain arteri vertebral, posterior inferior cerebellar, atau superior, tengah atau

inferior lateral medullary.

Infark yang berada di daerah medula umumnya mempunyai gambaran paralisis di satu

sisi ekstremitas atas dan ekstremitas bawah di sisi lainnya.7

Gambar 2. Potongan melintang medula7

Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk karena adanya trombosis yang

membentuk plak ateromatosa di bagian a. Vertebralis. Hanya sekitar 25 % sindroma ini yang

berasal benar-benar oklusi dari arteri cerebeli posterior inferior.3

Tabel 1. Gejala klinis Sindroma Wallenberg7

Gejala klinis Struktur yang berperan

Ipsilateral

1. Nyeri, baal, kelainan sensasi pada setengah

wajah

Traktus descenden dan nukleus nervus 5

2. Ataxia ekstrmitas dan jatuh pada sisi sakit Belum pasti restiform body, cerebellar

hemisphere, serat olivocerebellar dan traktus

spinocerebellar

3. Vertigo, mual dan muntah Nukleus Vestibular dan hubungannya

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 11

Page 12: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

4. Nistagmus, diplopia dan oscilopsia Nukleus Vestibular dan hubungannya

5. Horner syndrome ( miosis, ptosis dan

anhidrosis)

Traktus descending simpatis

6. Disfagia, serak, berkurang refleks

menelan, paralisis pita suara

Serat saraf ke 9 dan 10 (ambigus)

7. Kehilangan rasa Nucleus and tractus solitarius

8. Baal ipsilateral lengan, badan atau kaki Nukleus Cuneate and gracile

9. Cekukan ( hiccup) Tidak pasti

Kontralateral

1. Nyeri dan kelainan rasa suhu pada

setengah badan atau muka

Spinothalamic

Gambar 3. Gejala klinis

Diagnosis

Beberapa langkah yang perlu untuk mencapai sebuah diagnosis ialah

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 12

Page 13: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Anamnesis

Diperlukan anamnesis yang baik dalam menunjang terdiagnosisnya suatu

penyakit. Ditanyakan apakah keluhan utama pasien dan sejak berapa lama. Komponen

waktu sangat penting dalam perjalanan penyakit. Ditanyakan pula keluhan tambahan

yang mengikuti keluhan utama. Pada sindroma Wallenberg, dapat ditanyakan gejala-

gejala umum yang terjadi pada stroke. Akan tetapi karena ini merupakan lokasi yang

khusus, maka didapatkan gejala-gejala khusus seperti yang sudah dijelaskan di bagian

gejala klinis seperti baal, nyeri di wajah, tangan dan kaki, penglihatan ganda, vertigo dan

gejala lainnya. Bagaimanakah gerakan-gerakan aktif yang dilakukan biasa, adakah

kelemahan, penurunan kesadaran, disabilitas dan sebagainya. Ditanyakan pula mengenai

faktor resiko yang melatarbelakangi seperti kencing manis, tekanan darah tinggi,

kolesterol dan sebagainya. Ditanyakan pula penyakit apa saja yang pernah diderita pasien

maupun keluarga. Perlu digali sebanyak mungkin informasi yang membantu

menegakkan diagnosis.8,9

Pemeriksaan fisik

1. Status generalis

a. Keadaan umum :

b. Gizi :

c. Tanda vital :

Tekanan darah kanan :

Tekanan darah kiri :

Nadi kanan :

Nadi kiri :

Pernafasan :

Suhu :

d. Limfanodi :

e. Toraks : meliputi jantung dan paru

f. Abdomen : meliputi hepar, lien, ginjal

g. Ekstremitas : adakah odem, keadaan akral hangat / dingin

2. Status psikiatris

a. Tingkah laku :

b. Perasaan hati :

c. Orientasi :

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 13

Page 14: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

d. Jalan fikiran :

e. Daya ingat :

3. Status neurologis

a. Kesadaran : kualitas ( CM, sopor, somnolen)

kuantitas ( GCS E..M..V..)

b. Sikap tubuh :

c. Cara berjalan : apakah pasien datang berjalan sendiri, dituntun / berbaring

d. Gerakan abnormal : adakah korea, atetosis dan sebagainya

e. Kepala

Bentuk :

Simetris :

Pulsasi a.temporalis :

Nyeri tekan :

f. Leher

Sikap : apakah tegang, lemah

Gerakan : apakah bebas atau terbatas

Vertebrae : adakah penonjolan, miring

Nyeri tekan :

Pulsasi a. carotis :

4. Gejala rangsang meningeal:

(kanan/kiri)

a. Kaku kuduk :

b. Laseque :

c. Kernig :

d. Brudzinsky I :

e. Brudzinsky II :

5. Syaraf kranialis:

a. Nervus I (N. olfactorius) :

Daya penciuman baik atau tidak, adakah kelainan atau halusinasi. Diperiksa

dengan menutup salah satu hidung dan memberikan aroma untuk dicium.

b. Nervus II (N. opticus) :

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 14

Page 15: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Yang dinilai ialah ketajaman penglihatan, pengenalan warna, lapang pandang

pasien apakah ada bagian yang tidak terlihat dan dilakukan funduskopi untuk

menilai keadaan retina.

c. Nervus III, IV dan VI (N. occulomotorius/ trochlearis/ abdusens) :

Yang dinilai apakah terdapat ptosis yang merupakan parese nervus III,

strabismus yang merupakan terjadi kelumpuhan otot penggerak bola mata. Hal ini

diperiksa dengan meminta pasien melirik ke arah jari tangan yang pemeriksa

gerakkan untuk menilai gerakan bola mata. Hal lainnya ialah apakah ada

eksoftalmus maupun enoptalmus. Diperiksa juga mengenai pupil yaitu ukuran,

bentuk, isokor atau tidak, refleks cahaya baik langsung maupun tak langsung serta

refleks konvergensi.

d. Nervus V (N. trigeminus) :

Merupakan bagian dari sensoris dan sebagian motoris. Sensoris diperiksa

dengan menggunakan kapas di bagian atas tengah dan bawah. Pasien juga diminta

mengattupkan gigi seperti menggigit. Apakah refleks maseter, kornea, bersin dan

zygomatikus pasien baik juga diperiksa.

e. Nervus VII (N. fasialis) :

Dapat diperiksa dengan melihat gerakan aktif maupun pasif. Gerakan pasif

dapat berupa kerutan kulit dahi, kedipan mata, lipatan nasolabial dan sudut mulut.

Dari gerakan pasif tersebut dinilai apakah terdapat kemiringan dan lebih jatuh di

satu sisi tubuh. Gerakan aktif diperiksa dengan meminta pasien untuk

mengerutkan dahi, alis, menutup mata, meringis, menggembungkan pipi dan

bersiul. Untuk fungsi sensosirs N. VII dilakukan dengan menguji daya

pengecepan lidah 2/3 depan.

f. Nervus VIII (N. acusticus) :

Diperiksa fungsi pendengaran pasien dengan alat sederhana mulai suara

gesekan jari pemeriksa sampai menggunakan garputala.

g. Nervus IX (N. glossopharyngeus) :

Fungsi saraf ini diketahui biasanya bersama dengan saraf kesepuluh. Pasien

diminta membuka mulutnya dan melihat dimanakan posisi uvula, apakah tertarik

ke salah satu sisi. Terdapat pula daya pengecapan lidah 1/3 bagian belakang,

namun sulit dilakukan karena sering juga merangsang refleks muntah yang

membuktikan fungsinya masih baik.

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 15

Page 16: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

h. Nervus X (N. vagus) :

Dinilai bagaimana cara berbicara apakah terdapat serak ,pelo maupun sulit

dimengerti. Pasien juga diminta menelan, apakah terdapat kesulitan atau tidak.

i. Nervus XI (N. assesorius) :

Merupakan fungsi kerja dari otot sternocleidomastoideus dan trapezius yaitu

dengan cara memalingkan kepala, sikap dan mengangkat bahu.

j. Nervus XII (N. hipoglosus) :

Pasien diminta untuk menjulurkan lidah, apakah terdapat kemiringan ke salah satu

sisi. Kemudian pasien diminta mempertahankannya, dilihat kekuatannya. Apakah

ada atrofi dari lidah. Cara berbicara pasien juga dinilai, yang menyebabkan

disartria tidak hanya n. VII tapi XII juga bisa.

6. Motorik:

Gerakan : gerakan yang diperiksa ialah gerakan aktif maupun pasif.

Kekuatan : dinilai dengan jarak 0 – 5. 0 untuk yang tidak bergerak sama sekali

dan 5 untuk yang dapat menahan beban yang diberikan.

Tonus otot : dinilai bagaimana tonus otot tersebut.

Trofi :

7. Refleks fisiologis:

a. Refleks tendon: bisep, trisep, patela dan achiles.

b. Refleks permukaan: dinding perut, spinchter ani dan cremaster

8. Refleks Patologis:

Dicari apakah terdapat refleks patologis seperti hoffman trommer, babinski,

chaddok, oppenheim, gordon, schaefer, rosolimo, mendel beckertrew dan klonus.

9. Sensibilitas:

Yang dinilai ialah sensibilitas suhu, nyeri dan taktil serta posisi, vibrasi dan tekanan

dalam. Alat pemeriksa dapat menggunakan kapas maupun jarum halus.

10. Koordinasi dan keseimbangan:

a. Tes Romberg

b. Tes tandem

c. Rebound phenomen

d. Dismetri

e. Tes telunjuk hidung

f. Tes telunjuk telunjuk

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 16

Page 17: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

g. Tes tumit lutut

11. Fungsi otonom:

Dinilai fungsi miksi dan ddeefekasi. Dicari apakah terjadi inkostinesia, retensi.

Hal ini dapat disebabkan oleh lesi di daerah konus maupun kauda.

12. Fungsi luhur:

a. Fungsi bahasa

b. Fungsi orientasi

c. Fungsi memori

d. Fungsi emosi9

Pemeriksaan penunjang

a. Darah lengkap

Dengan pemeriksaan darah lengkap akan didapatkan kadar hemoglobin. Kadar

hemoglobin berguna untuk menilai faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit

cerebrovaskular dan stroke seperti anemia dan polisitemia.

b. Laju endap darah

Laju endah darah didapatkan meningkat pada penyakit-penyakit kronis, malignan dan

cranial arteritis.

c. Gula darah ( sewaktu, puasa dan 2 jam post prandial)

Digunakan untuk melihat ada tidaknya diabetes melitus yang diketahui penyakit ini

memiliki hubungan yang erat dengan penyakit kardiovaskular dan cerebrovaskular.

d. Fungsi ginjal ( ureum dan kreatinin)

Fungsi ginjal yang terganggu, menunjukkan adanya kelainan pada ginjal yang dapat

berupa akut maupun kronis. Pada gagal ginjal kronis, memiliki hubungan yang erat

dengan hipertensi dan diabetes melitus yang diketahui berhubungan erat dengan stroke.

e. Asam urat

Peningkatan kadar asam urat lebih bertendesi dalam membentuk plak di arteri carotis

dan vertebralis.

f. Hormon tiroid

Pada individu dengan hipotiroid, didapatkan kadar kolesterol yang tinggi oleh karena

itu lebih mudah terjadi aterosklerosis.

g. Screening penyakit kolagen ( ANA, ACA, C3,C4)

h. Serologi sifilis

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 17

Page 18: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

i. Elektrokardiografi

Berguna dalam melihat irama jantung dan mendeteksi adanya kelainan pada jantung

seperti gangguan irama / konduksi. Sebagaimana diketahui, penyakit jantung dapat

melepaskan emboli yang menyebabkan oklusi di otak.

j. X’ray ( cervical dan kepala )

Dengan foto cervical dapat dilihat bila adanya spondilosis cervical yang dapat

mengkompresi a. Vertebralis. Sedang dengan foto kepala, dapat terlihat bila ada tumor

maupun perdarahn.

k. USG Doppler

Dapat melihat aliran dan perjalanan dari a. Carotis dan a. Vertebralis.

l. CT-Scan

CT scan non kontras baik untuk melihat infark untuk membedakan iskemik dan

perdarahan.

Gambar 4. Hasil CT-Scan Sindroma Wallenberg

m. MRI

Lebih superior daripada CT Scan, dapat mendeteksi yang tidak terdeteksi di CT scan.

n. Arteriografi

Bila hasil USG doppler menunjukkan adanya stenosis, dapat dilakukan arteriografi

untuk diagnosis dan terapi.

o. Lumbal punksi

Penggunaannya sudah sangat terbatas pada masa kini, tergantikan dengan adanya CT

scan.3,5,7

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 18

Page 19: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Penatalaksanaan

Strategi penatalaksanaan pada stroke mempunyai tujuan utama untuk memperbaiki

keadaan penderita sehingga kesempatan hidupnya maksimum. Merupakan usaha

terapeutik/medik terutama dalam fase akut hingga optimal.

Perencanaan umum

1. Breathing

Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Karena

dengan pernapasan yang baik, oksgen akan cukup untuk diperfusikan ke otak. Pengobatan

dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang. Pantau berkala

pernapasan dengan auskultasi atau roentgen bila perlu. Hal ini disebabkan dapat terjadinya

resiko ateletaksis atau pneumonia terutama untuk pasien yang imobilisasi lama.

2. Brain

Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat

dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan

pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang

timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.

3. Blood

Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.

Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan

menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk

metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah

terjadinya asidosis di daerah infark yang ini akan mempermudah terjadinya udem.

Keseimbangan elektrolit harus dijaga.

4. Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan

membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila pelu diberikan nasogastric tube.

5. Bladder

Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urinae.

Karena bila terdapat retensi urin, akan terjadi distensi bladder dan meningkatkan tekanan

darah. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia. Akan tetapi, perawtan kateter harus

dijaga untuk mencegah infeksi sekunder.3

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 19

Page 20: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak semaksimal

mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting

adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang disebut daerah penumbra. Neuron-neuron

di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena

aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi

kembali.

Perlu di perhatikan pada pemberian:

- Cairan

Pada pasien stroke biasa di berikan cairan koloid atau kristalkoloid (hindari

pemberian cairan yang mengandung glukosa kecuali dalam keadaan hipoglikemi).

Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambahn

dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urine sehari ditambah 500

ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan di tambah lagi 300 ml per derajat

celcius pada penderita panas)

- Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat sudah diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi hanya

boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan

atau kesadaran menurun, makanan dapat diberikan melalui pipa nasogastrik. Pada

keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

- Kulit

Perawatan terhadap pasien koma atau tidak dapat bergerak dan hanya

berbaring di tempat tidur, harus diperhatikan mengenai kulit dan sendi karena mudah

terbentuk ulkus decubitus. Pasien harus dipindah-pindahkan posisi untuk mencegah

itu terutama di bagian yang menumpu kuat seperti tumit dan sakrum.3

Medika Mentosa

Pengelolaan harus bedasarkan penyebabnya dengan obat-obatan yang berfungsi untuk

- Pemberian obat-obatan yang dapat memperbaiki aliran darah ke otak seperti rt-PA

( recombinant tissue activator plasminogen) tetapi hal ini bermanfaat apabila

diberikan kurang dari 3 jam setelah terjadi serangan. Fungsinya ialah rekanalisasi

arteri yang mengalamai oklusi. Dosisnya ialah secara intravena 0,9 mg.kgBB

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 20

Page 21: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

maksimal 90 mg dengan 10 % secara bolus dalam 1 menit dan sisanya infus drip

selama 1 jam.

- Nimodipin dapoat menurunkan morbiditas dan mortalitas terutama bila diberikan

dalam 12 jam pertama.

- Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan imaging yang

memastikan bahwa tidak ada pendarahan intracranial primer. Terhadap penderita yang

mendapatkan pengobatan antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar antikoagulan.

Contoh obat antikoagulan adalah heparin, LMWH atau heparinoid. Dalam

pemeberian antikoagulan harus diperhatoikan mengenai perdarahan. Hal ini dipantau

dengan pemeriksaan INR secara berkala. Nilai yang ditetapkan ialah 2.5-3.0 dengan

PT 1.5 kali normal. Akan tetapi terdapat pengecualian bagi penderit atrial fibrilasi

atau gangguan katup jantung ialah INR 3.0-3.5. penggunaan antikoagulan

berkepanjangan pasien dapat terjadi stroke hemorgaik, oleh karena itu pemantauan

harus dilakukan secara ketat.

- Pemberian antiplatelet aggregasi seperti aspirin, clopidogrel, dipiridamol.

- Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke

iskemik akut

- Dalam keadaan tertentu dapat digunakan vasopresor untuk memperbaiki aliran darah

ke otak. Pada keadaan tersebut harus dilakukan pantauan kondisi neurologic dan

jantung secara tepat.

- Pemberian obat-obatan neuroprotektan (citicolin)

- Pemberian vitamin B (neurobion)

- Pengobatan terhadap faktor-faktor resiko seperti hipertensi (menurunkan tekanan

darah harus secara bertahap), hiperglikemi atau hipoglikemi3,4

Pengendalian faktor resiko dan komplikasi :

a. Diabetes melitus

- Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg

% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.

- Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi

segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari

penyebabnya.

b. Hipertensi

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 21

Page 22: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

- Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220

mmHg dan diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130

mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan

infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan

darah maksimal adalah 20% MAP, dan obat yang direkomendasikan: natrium

nitroprusid 10 ug/kgBB, penyekat reseptor alfa-beta ( ct : labetalol 20 mg selama 2

menit). Jangan diberikan penyekat ACE, atau antagonis kalsium karena dapat terjadi

vasodilatasi dan meningkatkan tekanan intrakranial.

- Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi

NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL

selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan

darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai

tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

c. Kejang

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv perlahan selama 3 menit, maksimal 100 mg

per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang

muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

d. Tekanan intrakranial meningkat

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25

sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum

memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus

dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan

hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.3,4

Non Medika Mentosa

- Tirah baring

- Rehabilitasi :

Fisioterapi

Fisioterapi dapat membantu memulihkan kekuatan otot-otot serta

mengajarkan bagaimana bergerak yang aman dan nyaman dengan keterbatasan

gerak akibat kelemahan otot.

Terapi okupasi

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 22

Page 23: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Ini dapat membantu penderita untuk dapat makan, minum dan

berpakaian sendiri.

Terapi wicara

Dapat membantu penderita untuk mengunyah, berbicara maupun

mengerti kembali kata-kata.

Tujuan rehabilitasi ialah :

• Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu

• Adaptasi mental; sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal

menjadi normal.

• Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.4

Pencegahan

Primer

Mengatur pola makan yang sehat

Melakukan olah raga yang teratur

Menghentikan rokok

Memelihara berat badan ideal

Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

Penanganan stress yang baik

Beristirahat yang cukup

Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat pada advis dokter dalam hal diet dan obat

Mengendalikan atau menghilangkan faktor resiko terjadinya stroke

Cari gejala stroke dan segera ke dokter untuk mendapat perhatian medis segera

Sekunder

Tirah baring

Cairan dan nutrisi yang cukup dan seimbang

Tersier

Mobilisasi untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan dekubitus

Pemberian antibiotika jika terjadi infeksi sekunder

Pencegahan terjadinya DVT dapat diberikan heparin subkutan 5000 IB dua kali sehari

atau LMWH atau heparinoid

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 23

Page 24: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

Rehabilitasi sedini mungkin7

Prognosis

Untuk kasus sindroma Wallenberg belum didapatkan angka yang pasti. Sekitar 10%

dari orang-orang yang menderita stroke iskemik akan kembali memiliki pemulihan total dan

sekitar 25% akan mengalami perbaikan pada sebagian besar bagian yang terkena. Sekitar

40% memerlukan perawatan khusus, dan sekitar 10% memerlukan perawatan di sebuah panti

jompo atau perawatan jangka panjang di fasilitas kesehatan. Beberapa orang secara fisik dan

mental tidak bisa bergerak, berbicara, atau makan secara normal. Sekitar 20% meninggal

karena stroke di rumah sakit, dimana kejadiannya akan lebih sering terjadi pada orang tua.

Sekitar 25% dari orang yang sembuh dari stroke akan kembali mengalami serangan stroke

lagi dalam waktu 5 tahun. Usia yang lebih muda akan lebih cepat mengalami pemulihan.

Paralisis yang terjadi biasanya akan hilang saat pasien pulang dari rumah sakit. Kerusakan

yang menetap setelah 12 bulan biasanya akan menjadi permanent meskipun ada yang dapat

kembali normal.

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 24

Page 25: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

BAB III

KESIMPULAN

Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral atau

Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu penyakit

dimana pasien memiliki gejala neurologis yang disebabkan karena adanya cedera pada bagian

lateral medula di otak yang mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Sering pula disebut

disebabkan oleh stroke pada batang otak.

Stroke sendiri dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik sekitar 85% dan stroke

hemoragik sekitar 15%. Sindroma walenberg ini termasuk ke dalam bagian iskemik.

Terbanyak bukan langsung menyumbat di arteri cerebelar posterior inferior tetapi di arteri

besar yaitu vertebralis. Etiologi dari sindroma Wallenberg ialah adanya oklusi dapat berupa

trombosis ataupun emboli. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada bagian

lateral dari medula oblongata. Hal ini sering disebabkan oleh trauma pada leher, contoh

kegiatan ciropractic, yoga dan trauma kepala leher.

Faktor resiko sindroma ini sama dengan faktor resiko stroke pada umumnya yang

meliputi usia, jenis kelamin pria, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia,

hiperkoagulasi, diet, aktivitas tubuh yang kurang dan sebagainya.

Gejala klinis pada sindroma ini ialah ipsilateral nyeri, baal, kelainan sensasi pada

setengah wajah ; ataxia ekstrmitas dan jatuh pada sisi sakit ; vertigo, mual dan muntah ;

nistagmus, diplopia dan oscilopsia ; sindroma horner ( miosis, ptosis dan anhidrosis) ;

disfagia, serak, berkurang refleks menelan, paralisis pita suara ; baal ipsilateral lengan, badan

atau kaki ; cekukan ; dan kontralateral Nyeri dan kelainan rasa suhu pada setengah badan atau

muka

Terapi yang dapat diberikan pertama diperhatikan mengenai 5 B yaitu breathing,

brain, blood, bowel dan bladder. Diberikan antioklusi seperti rt-pa ( recombinant tissue

plasminogen activity, urokinase dsb) pada stroke yang sampai di rumah sakit kurang dari 3

jam. Bila setelah itu maka tidak berguna. Obat lainnya yang diberikan dapat berupa

antiagregasi yaitu aspirin dan bila stroke berulang dapat diberikan antikoagulan seperti

heparin dan warfarin. Namun harus diperhatikan INR untuk mencegah efek samping berupa

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 25

Page 26: 94402752 Sindroma Wallenberg Referat

perdarahan. Lainnya dapat diberikan neuroprotektan seperti citikolin, vitamin b. Yang

penting pula ialah pengendalian terhadap faktor resiko hipertensi, diabetes melitus dan

hiperkolesterol. Perhatikan pula keadaan yang merupakan komplikasi dari penyakit ini sperti

tekanan intrakranial yang meningkat. Diperlukan penanganan yang baik untuk menurunkan

TIK. Dalam fase akut, tekanan darah tidak boleh langsung diturunkan. Diberikan obat apabila

tekanan darah sistolik > 220 mmHG dan diastolik > 120 mmHg. Setelah melewati fase akut,

untuk memperbaiki kualitas hidupnya dapat diberikan fisioterapi, terapi okupasi maupun

psikoterapi.

Prognosis untuk sindroma wallenbberg belum diketahui karena kurangnya data

namun untuk stroke pada sistem vertebrobasiler secara umum seperti stroke pada umumnya.

Perawatan awal yang cepat tepat tidak melewati golden period akan mengahasilkan keluaran

yang baik. 80 % pasien dapat merasakn gejala sisa dari stroke.

Sindroma WallenbergSophie isabela – FK UKRIDA – 11.2010.068 Page 26