ndc_miranti fidelia_12.70.0069_kelompok d2

29
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Miranti Fidelia NIM : 12.70.0069 Kelompok D2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA Acara

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pada praktikum ini dilakukan fermentasi Nata De Coco dengan menggunakan bahabn utama yaitu air kelapa. Starter yang digunakan pada praktikum ini adalah acetobacter xylinum. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk memahami prinsip pembuatan nata de coco dan pemanfaatan limbah air kelapa sebagai bahan pokok pembuatan nata de coco.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCOAcara III

laporan resmi praktikum TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama : Miranti FideliaNIM : 12.70.0069Kelompok D2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

20151. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Pengamatan Fermentasi Substrat Cair Nata de CocoHasil pengamatan fermentasi substrat cair Nata de Coco dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de CocoKelTinggi media awal cmTinggi ketebalan nata cm Lapisan nata (%)

014014

D12-0,50,7-2535

D21,2-0,50,6-41,6750

D31,3-0,40,-30,7738,46

D41-0,40,-4050

D2,5-0,60,6-2424

Berdasarkan pada Tabel 1 diatas dapat diketahui hasil dari fermentasi substrat cair Nata de Coco kelompok D1, D2, D3, D4, dan D5 serta dihasilkan beberapa parameter yang berbeda-beda. Parameter tersebut adalah tinggi awal media, tinggi ketebalan nata (cm), dan lapisan nata (%). Bahan utama yang digunakan pada seluruh kelompok adalah sama yaitu air kelapa dan starter nata de coco. Pada hasil pengamatan seluruh kelompok dihasilkan tinggi awal yang berbeda-beda, dimana paling tinggi adalah kelompok D5 yaitu 2,5 cm dan paling rendah adalah kelompok D4 yaitu 1 cm. Pada pengamatan tinggi ketebalan nata tidak dihasilkan perubahan tinggi pada pengamatan hari ke-0 untuk seluruh kelompok. Pada hari ke-7 paling tinggi dihasilkan kelompok D5 yaitu 0,6 cm dan paling rendah adalah kelompok D3 dan D4 yaitu 0,4 cm. Pada persentase lapisan nata tidak dihasilkan nilai pada hari ke-0. Pada hari ke-7, persentase lapisan nata paling besar adalah kelompok D2 yaitu 41,67% dan paling rendah adalah kelompok D5 yaitu 24%. Pada persentase nata hari ke-14 paling besar adalah pada kelompok D2 dan D4 sebesar 50%, serta persentase terendah adalah kelompok D5 sebesar 24%.

1.2. 1

1.3. Tabel Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoHasil pengamatan uji sensori Nata de Coco dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoKelompokAromaWarnaTekstur

D1+++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D++++

Keterangan :AromaWarnaTekstur+: sangat asam+: kuning+: tidak kenyal++: asam++: putih bening++: agak kenyal+++ : agak asam+++ : putih agak bening+++ : kenyal++++ : tidak asam ++++: putih++++: sangat kenyalBerdasarkan pada Tabel 2 diatas dapat diketahui hasil pengamatan uji sensori Nata de Coco kelompok D1, D2, D3, D4, dan D5, serta dihasilkan beberapa parameter yang berbeda-beda. Parameter tersebut adalah aroma, warna, dan tekstur. Bahan utama yang digunakan pada seluruh kelompok adalah sama yaitu air kelapa dan starter nata de coco. Pada hasil pengamatan aroma dihasilkan aroma asam untuk kelompok D1, D2, dan D5, aroma agak asam untuk kelompok D3, dan aroma sangat asam untuk kelompok D4. Pada hasil pengamatan warna dihasilkan warna kuning untuk kelompok D1, D2, D4, dan D5, serta warna putih bening untuk kelompok D3. Pada hasil pengamatan tekstur dihasilkan tekstur kenyal untuk kelompok D2 dan D4, tekstur agak kenyal pada kelompok D1 dan D3, serta tekstur tidak kenyal pada kelompok D5.2

2. PEMBAHASANBeberapa jenis nata telah dikenal oleh masyarakat dan telah beredar di pasaran. Berdasarkan Palungkun (1996), jenis nata tersebut seperti nata de coco yang berasal dari air kelapa, nata de pina berasal dari sari nanas, nata de soya dari limbah tahu, nata de chasew dari buah jambu, nata de larry dari air cucian beras, serta nata de cassava dari air singkong. Bakteri terlibat di seluruh pembuatan nata selama proses fermentasi berlangsung Bakteri seperti Acetobacter xylinum yang berperan dalam pembentukan gel selulosa pada permukaan larutan (mengandung gula). Glukosa diambil oleh bakteri tersebut dari larutan gula dan kemudian digabungkan dengan asam lemak. Hal ini membentuk precursor pada membrane sel yang akan dikeluarkan dengan enzim selulosa.

Kandunga nata pada air sebesar 98%, bewarna putih transparan, berbentuk padat, dengan tekstur yang kenyal (Yoshinaga et al., 1997). Karakteristik dari bakteri gololongan Acetobacter menurut Madigan et al (1997), terdiri dari bentuk sel yang bulat panjan atau batang, tidak adanya endospore, bersifat gram negative, pernafasan aerob, dan dapat mengoksidasi alkohol atau etanol menjadi asam asetat.(Pelczar atau Chan, 1988).Bakteri Acetobacter xylinum termasuk dalam golongan bakteri gram negative,nonmotol, dan aerob, serta memiliki bentuk batang. Pertumbuhan untuk bakteri tersebut adalah 25C hingga 30C dan pH 4,5. Berdasarkan jurnal Effect of Health Food from Cereal and Nata de Coco on Serum Lipids in Human, menurut Mesomya et al (2006), menjelasakan bahwa nata de coco berperan besar dalam pangan fungsional dalam mencegah penyakit kanker kolon, memperlancar pencernaan karena kandungan serat kasar, dan menjaga berat berat badan. Produk dapat ditambahkan dalam bahan pangan seperti es buah, es krim, sirup, cocktail buah, atau makanan dan minuman yang biasa dihidangkan sebagai makanan penutup.

Nata de coco berasal dari negara Filipina. Kandungan pada produk pangan tersebut adalah 100 gram nata, lemak sebesar 146 kalori atau o,2%, karbohidrat36,1 mg, kalsium 12 mg, fosfor 2 mg, dan Fe 0,5 mg (Hakimi & Daddy, 2006). Oleh sebab itu melalui kandungan tersebut, nata adalah salah satu sumber energi yang tergolong rendah dan cocok untuk dikonsumsi untuk orang yang sedang men mejalani diet aatu 3

orang yang menderita diabetes. Disisi lain kandugan serat nata yang tinggi memiliki fungsi dalam membantu pencernaan dalam tubuh. Berdasarkan jurnal Dextrin Concentrations and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco, menurut Santosa et al (2012), nata de coco adalah produk olahan fermentasi dengan media yang berasal dari air kelapa. Proses pembuatan melibatkan acetobacter xylinum yang mengubah gula menjadi glukosa pada air kelapa. Maka selulosa tersebut yang dikenal sebagai nata de coco. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa nata de coco memiliki kualitas yang baik dengan tekstur yang kenyal, warna putih transparanI, rasa seperti kolang-kaling, berstruktur kuat, kokohm dan padat,

Pada praktikum ini dilakukan fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco. Bahan utama yang digunakan kelompok D1, D2, D3, D4, dan D5 adalah air kelapa, serta bahan lainnya yaitu gula pasir, asam asetat glasial 95%, ammonium sulfat, dan starter nata de coco. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kain saring, kertas coklat, autoklaf, pH meter, wadah plastik bersih dan transparan, pipet volum, pompa pilleus, panci, pengaduk, dan kompor. Fermentasi nata de coco pada praktikum ini terdiri dari dua proses yaitu pembuatan media dan fermentsi. Pengamatan pada seluruh kelompok adalah warna, aroma, dan tekstur. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat memahami prinsip pembuatan nata de coco, dapat memanfaatkan limbah air kelapa sebagai bahan pokok pembuatan nata de coco, dan praktikan mampu menjelaskan fermentasi yang terjadi pada pembuatan nata de coco.

4

Pada praktikum ini digunakan bahan utama air kelapa, dimana menurut Saragih (2004) bahan utama pembuatan nata de coco adalah air kelapa. Kandungan dari air kelapa terdiri dari air 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan abu 1,06%. Kandungan lainnya pada air kelapa adalah sukrosa, fruktosa, dekstrosa, dan vitamin B kompleks. Menurut Prades et al (2011), terkandung mineral sebanyak 0,4-1% dari air kelapa berupa potassium, klorida, zat besi, dan sulfur. Beberapa asam amino di dalam air kelapa yaitu alanin, arginin, sistein, dan serin dan kandungan tersebut mampu berperan sebagai media untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum dan berkembang dalam air kelapa, serta pembentuk nata. Disisi lain berdasarkan teori Awang (1991),

konsentrasi gula yang digunakan dalam pembuatan nata 100 ml substrat adalah 10 gram. Kelebihan air kepala adalah harga yang murah, kadar kontaminasi yang kecil karena produk alami dan buka sisa produksi, memiliki produk sampingan yang minimum, dan terjamin kontinuitas kertersediannya.

Langkah awal air kelapa yang digunakan disaring dengan menggunakan kain saring. Air kelapa yang digunakan adalah air kelapa murni, dimana menurut Hakimi & Daddy (2006), bahan baku pembuatan nata de coco adalah air kelapa murni yang berasal dari kelapa tua. Hal ini akan mempengarui ketebalan nata yang maksimal dan meningkatkan laju fermentasi akibat substrat yang sesuai. 1 liter air kelapa yang digunakan akan menghasilkan nata de coco sebanyak 1 kg. Tujuan dari penyaringan pada air kelapa menurut Wijayanti et al (2010) adalah untuk memisahkan kotoran yang tidak diinginkan selama proses fermentasi pada air kelapa. Sesuai dengan jurnal Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose, pada waktu periode tertentu akan terbentuk lapisan lembar galatin pada permukaan air kelapa yang difermentasi. Lemabaran tersebut dibiarkan tumbuh pada ketebalan 1 cm dan dipotong berbentuk dadu.

Gambar 1. Air kelapa di saring dengan kain saring

5

Langkah selanjutnya adalah penamabahan gula pasir 10% dan dilakukan pengadukan hingga larut. Menurut Hayati (2003), penambahan gula berfungsi sebagai pengawet, penghasil tekstur dan penampakan yang baik, serta memberikan flavor yang ideal. Bersasarkan teori Pambayun (2002), gula dalam pembuatan nata de coco berfungsi sebagai sumber karbon bagi Acetobacter xylinum pada saat fermentasi berlangsung.

Pada praktikum ini digunakan gula pasir dan hal ini sesuai dengan teori Pambayun (2002). Dimana gula pasir memiliki harga yang murah dan mudah didapat. Konsentrasi yang digunakan pada gula adalah 10%. Berdasarkan teori Sunarso (1982), konsentrasi yang optimum pada penambahan gula adalah 10% karena akan memicu proses fermentasi Acetobacter xylinum dalam menghasilkan nata de coco yang tebal dan liat. Proses pengadukan dapat membantu dalam menghomogenkan larutan.

Gambar 2. Penambahan Gula Pasir

6

Selanjutnya dilakukan penambahan pada ammonium sulfat sebanyak 0,5%. Menurut teori Awang (1991), penambahan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen bagi Acetobacter xylinum. Dimana syarat medium yang baik untuk fermentasi adalah mengandung sumber nitrogen dan sumber karbon. Nitrogen mendukung pertumbuhan bakteri dalam peroses pembuatan nata de coco. Beberpa sumber nitrogen adalah Protein, ekstrak yeast (nitrogen organik), ammonium fosfat (ZA), urea, dan ammonium sulfat (nitrogen anorganik). Kelebihan dari penggunaan ammonium sulfat adalah dapat menghambat Acetobacter acesi yang berperan sebagai pesaing dari Acetobacter xylinum. Asam cuka glasial kemudian ditambahkan hingga pH 4-5 dan dilakukan pemanasan hingga larut seluruhnya, setelah itu di saring. Berdasarkan teori Anastasia et al (2008), pengaturan air kelapa dilakukan pengaturan pH hingga 4-5 karena bakteri Acetobacter xylinum mampu tumbuh optimal pada kisaran pH tersebut. Hal ini terkait dengan jurnal The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphat Concentrations on the Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum menurut Jagannath et al (2008), bahwa pH 4 hingga 4,2 dan adanya penambahan ammonium

8

sulfat sebesar 0,4%-0,5%, serta penambahan sukrosa sebanyak 10% mampu menghasilkan nata de coco yang tebal. Pada tahapan pemasakan, menurut Pato & Dwiloted (1994) bertujuan untuk menghilangkan dan memastika mikroorganisme penyabab kontaminasi. Disisi lain penyarngan kedua untuk menghilangkan sisa kotoran-kotoran yang masih tertinggal pada proses pembuatan air kelapa.

Gambar 3. Pengaturan pH menggunakan pH meter

Tahapan selanjutnya adalah proses fermentasi. Pada langkah pertama 100 ml media steril dimasukkan dalam wadah plastik bersih dan ditutup dengan rapat. Penambahan biang nata atau starter sebanyak 10% pada masing-masing wadah plastik secara aseptis. Berdasarkan teori Dwijoseputro (1994), penambahan starter dilakukan secara aseptis untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme atau pesaing Acetobacter xylinum yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlangsung. Adanya pesaing acetobcater xylinum menyebabkan penurunan pembentukan selulosa hingga proses fermentasi tidak maksimal. Pengadukan dilakukan hingga seluruh starter homogen dan tutup dengan menggunakan kertas coklat. Inkubasi dilakukan selama 2 minggu. Selama proses inkubasi berlangsung, wadah tidak boleh digoyang agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Berdasarkan teori Rahayu (1993), tahapan pada fernentasi ini telah sesuai dengan teori dimana fermentasi nata de coco akan berlangsung optimal dengan ketebalan yang optimal, serta memiliki kualitas sesori yang baik jika inkubasi pada suhuh 28-32C selama 10-14 hari.

7

8

Gambar 4. Penambahan starter secara aseptis Gambar 5. Wadah ditutup kertas coklat

Pengamatan dilakukan seluruh kelompok pada nata de coco yang dihasilkan yaitu mulai terbentuknya lapisan dipermukaan lapisan dan ketebalan lapisan nata de coco pada hari ke-7 dan hari-ke14. Perhitungan dilakukan pada persentase kenaikan ketebalan yang dihasilkan.

x 100%

Pada hasil pengamatan lapisan nata de coco, dihasilkan tinggi media awal, tinggi ketebalan nata, dan % lapisan nata yang berbeda-beda. Dimana kelompok D5 yaitu 2,5 cm dan paling rendah adalah kelompok D4 yaitu 1 cm. Pada pengamatan tinggi ketebalan nata tidak dihasilkan perubahan tinggi pada pengamatan hari ke-0 untuk seluruh kelompok. Pada hari ke-7 paling tinggi dihasilkan kelompok D5 yaitu 0,6 cm dan paling rendah adalah kelompok D3 dan D4 yaitu 0,4 cm. Pada persentase lapisan nata tidak dihasilkan nilai pada hari ke-0. Pada hari ke-7, persentase lapisan nata paling besar adalah kelompok D2 yaitu 41,67% dan paling rendah adalah kelompok D5 yaitu 24%. Pada persentase nata hari ke-14 paling besar adalah pada kelompok D2 dan D4 sebesar 50%, serta persentase terendah adalah kelompok D5 sebesar 24%.

Berdasarkan Wijayanti et al (2010), kualitas nata de coco ditentukan oleh kualitas media yang digunakan dan proses berlangsungnya fermentasi. Proses fermentasi berlangsung dengan baik jika karbon dan nitrogen diatur dengan optimal, dimana seluruh cairan kelapa menjadi nata tanpa meninggalkan residu. Tingginya kandungan nitrogen akan menghasilkan biosintesa dan dihasilkan nata yang semakin tinggi. Banyaknya sukrosa yang ditambahkan mampu meningkatkan pH, maka semakin meningkatnya pH akan dihasilkan rendemen nata yang semakin banyak. Ketebalan nata berpengaru terhadap rendemen nata. Dimana semakin tebalnya nata, maka rendeman nata akan semakin besar, Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa seluruh kelompok dihasilkan ketinggian nata yang berbanding lurus dengan persentase lapisan nata.

Gambar 6. Hasil fermentasi Nata de Coco

Berdasarkan teori Wijayanti (2010), semakain besar rendeman maka ketersedian oksigen dalam medium menjadi lebih banyak. Oksigen dibutuhkan pada proses metabolisme dan pembentukan pelikel nata oleh bakteri Acetobacter xylinum. Hal inilah yang menyebabkan setiap kelompok memiliki tinggi yang berbeda-beda. Kandungan oksigen yang tinggi pada nata, maka pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dapat berlangsung dengan pesat dan nata memiliki ketinggian yang maksimal. Pengaruh lainnya adalah wadah yang digunakan setiap kelompok berbeda-beda pada panjang dan lebar. Dimana banyaknya media yang ditambahkan sama untuk seluruh kelompok. Oleh sebab itu ketinggian awal media setiap kelompok berbeda-beda. Berdasarkan Seumahu et al (2007), nata dengan kualitas yang baik memiliki ketinggian 1.5-2 cm dengan selulosa gel yang homogen dan transparansi yang tinggi. Disisi lain nata dengan kualitas yang kurang baik dengan ketinggian kurang dari 0,5 cm dan memiliki warna putih pucat.

9

Pada hasil pengamatan dihasilkan peningkatan pada setiap kelompok dari hari ke-7 hingga hari ke-14. Akan tetapi tidak terjadinya peningkatan pada kelompok D5 yaitu tetap pada ketinggian 0,6 cm. Hal ini dikarenakan proses fermentasi yang tidak sesuai dan terganggunya proses pembentukan nata de coco oleh bakteri Acetobacter xylinum. Hal ini sesuai dengan teori Pambayun (2002), dimana laspisan nata yang tidak terjadi peningkatan disebabkan karena adanya goyangan atau gangguan saat proses fermentasi berlangsung. Gangguan fermentasi dapat terjadi ketika pengamatan nata hari ke-14.

Pada hasil pengamatan uji sensori nata de coco dihasilkan pengamatan yang berbeda-beda. Pengamatan uji sensori dilakukan pada hari ke-14. Pada hasil pengamatan aroma dihasilkan aroma asam untuk kelompok D1, D2, dan D5, aroma agak asam untuk kelompok D3, dan aroma sangat asam untuk kelompok D4. Pada hasil pengamatan warna dihasilkan warna kuning untuk kelompok D1, D2, D4, dan D5, serta warna putih bening untuk kelompok D3. Pada hasil pengamatan tekstur dihasilkan tekstur kenyal untuk kelompok D2 dan D4, tekstur agak kenyal pada kelompok D1 dan D3, serta tekstur tidak kenyal pada kelompok D5.

Pada uji sensori dihasilkan atribut pertama yaitu aroma. Pengamatan aroma rata-rata dihasilkan aroma agak asam hingga asam. Hal ini menurut teori Anastasia et al (2008) dikarenakan tidak dilakukannya proses pencucian dengan menggunakan air sebelum uji sensori dilakukan. Aroma asam dihasilkan dari nata de coco yang berasal dari asam asetat glasial. Disisi lain menurut Fardiaz (1992), aroma asam pada nata de coco dihasilkan oleh asam cuka glasial saat proses pembuatan media dan asam asetat yang dihasilkan dari bakteri Acetobacter xylinum selama proses fermentasi berlangsung.

10

Pada atribut warna dihasilkan warna kuning untuk kelompok D1, D2, D4, dan D5, sedangkan dihasilkan warna putih bening pada kelompok D3. Berdasarkan teori Rahman (1992), warna yang dihasilkan berasal dari perombahan substrat bakteri Acetobacter xylinum. Perombakan diikuti dengan terbentuknya endapan dari degradasi substrat. Dimana terjadinya reaksi antara gula dengan nitrogen yang terlarut dalam air pada media. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan kelompok D3 yang dihasilkan warna putih bening dan sesuai dengan teori Rahman (1992). Menurut Wijayanti et al.

(2010), semakin tinggi serat kasar akan dihasilkan warna nata yang semakin cerah. Hal ini disebabkan serat kasar yang tinggi menunjukkan pori-pori nata semakin kecil dan rapat sehingga akan memantulkan sinar yang lebih banyak. Nata akan dihasilkan tingkat kecerahan tinggi atau berwarna lebih putih. Dalam menghasilkan warna nata yang baik (putih) sebaiknya digunakan sukrosa putih.

Pada atribut tekstur dihasilkan tekstur yang berbeda-beda untuk setiap kelompok. Berdasarkan teori Rahman (1992), tingkat kekenyalan nata de coco berdasarkan pada ketebalan nata de coco yang dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan yang dihasilkan maka akan semakain banyak air yang mengisi rongga antar selulosa sehingga nilai kekenyalan akan semakin menurun. Melalui teori tersebut maka nata yang paling kenyal dihasilkan oleh kelompok nata de coco dengan tingkat ketinggian paling rendah dan nata yang paling tidak kenyal dihasilkan oleh kelompok dengan tingkat ketinggian paling tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil tingkat tekstur tiap kelompok, dimana tekstur yang kenyal dihasilkan oleh nata de coco dengan lapisan nata terbesar yaitu kelompok D2 dan D4.

Melalui hasil praktikum fermentasi nata de coco dihasilkan kualitas yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan nata de coco. Berdasarkan teori Rahman (1992) faktor tersebut terdiri daripH, suhu, dan kandungan gula dalam substrat. Disisi lain berdasarkan teori Effendi (2009), adanya faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembuatan nata de coco adalah:1. Temperatur ruang inkubasiTemperatur sesuai dengan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum untuk dapat tumbuh optimal. Suhu fermentasi pembuatan nata adalah 280C (suhu ruang). Suhu yang terlalu rendah akan dihasilkan nata kurang sempurna, tetapi suhu terlalu tinggi mengganggu pertumbuhan bakteri dan proses produksi nata terhambat.2. Kualitas starterKualitas baik akan menghasilkan produk nata yang berkualitas baik. Starter yang berkualitas adalah yang tidak terkontaminasi, berada pada lapisan atas di permukaan media, dan tidak terlalu tebal.3. Kebersihan peralatan yang digunakan11

Sebelum digunakan, semua alat yang akan digunakan harus dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu agar pertumbuhan bakteri tidak terhambat.4. Jenis dan konsentrasi mediaMedia untuk fermentasi perlu mengandung gula (glukosa) untuk diubah Acetobacter xylinum menjadi selulosa.5. Waktu fermentasinata membutuhkan waktu 2 4 minggu.6. Tingkat keasaman (pH)pH optimum fermentasi nata yaitu 3 - 5.7. Tempat fermentasiTempat untuk proses fermentasi jauh dari kemungkinan untuk terkontaminasi, tidak adanya sinar matahari, dan tidak kontak langsung dengan tanah.

Berdasarkan jurnal Optimalisasi Pemberian Ammonium Sulfat terhadap Produksi Nata de Banana Skin adanya beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata yaitu sumber nitrogen. Hal ini berujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Penggunaan ammonium sulfat memberi kontribusi pada nata yaitu pada tekstur yang lembut dan efektif dalam pembuatan nata de banana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut pemberian konsentrasi ammonium sulfat hingga 1,2% memberi efek pada ketebalan, berat, kadar air, dan rendemen nata.

12

3. KESIMPULAN Bakteri seperti Acetobacter xylinum berperan dalam pembentukan gel selulosa pada permukaan larutan (mengandung gula) Kandunga nata pada air sebesar 98%, bewarna putih transparan, berbentuk padat, dengan tekstur yang kenyal Pada praktikum ini dilakukan fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco Beberapa asam amino di dalam air kelapa yaitu alanin, arginin, sistein, dan serin dan kandungan tersebut mampu berperan sebagai media untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum dan berkembang dalam air kelapa, serta pembentuk nata Penambahan gula berfungsi sebagai pengawet, penghasil tekstur dan penampakan yang baik, serta memberikan flavor yang ideal Penambahan starter dilakukan secara aseptis untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme atau pesaing Acetobacter xylinum yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlangsung Oksigen dibutuhkan pada proses metabolisme dan pembentukan pelikel nata oleh bakteri Acetobacter xylinum Aroma asam dihasilkan dari nata de coco yang berasal dari asam asetat glasial. Semakin tinggi serat kasar akan dihasilkan warna nata yang semakin cerah Semakin tinggi ketebalan yang dihasilkan maka akan semakain banyak air yang mengisi rongga antar selulosa sehingga nilai kekenyalan akan semakin menurun faktor yang mempengaruhi pembuatan nata de coco terdiri dari pH, suhu, dan kandungan gula dalam substrat Penggunaan ammonium sulfat memberi kontribusi pada nata yaitu pada tekstur yang lembut dan efektif dalam pembuatan nata de banana

Semarang, 7 Juli 2014 Praktikan,Asisten Dosen : Wulan Apriliana Nies Mayangsari

Miranti Fidelia

12.70.006913

14

4. DAFTAR PUSTAKAAnastasia, Nadia dan Afrianto, Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Effendi, Nurul Huda. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa pati (Soluble Starch) Pada Pembuatan Nata de Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum. Medan.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin, and I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211. http://www.ukm.my/jsm/pdf_files/SM-PDF-41-2-2012/08%20Nadia.pdf

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Jagannath, A. A, Kalaiselvan. S, Manjunatha. P,S, Raju & S, Bawa. (2008). The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphat Concentrations on the Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599. Diakses pada tangal 5 Juli 2015. https://ptp2007.files.wordpress.com/2011/11/nata-de-coco.pdf

Madigan MT, Martinko JM, Parker J, 1997. Brock Biology of Microorganism. Edisi ke8, New Jersey: Prentince Hall.

15

Mesomya, W. Varapat, P. Surat, K. Preeya, L. Yaovadee, C. Duangchan, H. Pramote, T. & Plernchai, T. (2006). Effect of Health Food from Cereal and Nata de Coco on Serum Lipids in Human. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol.28 (Suppl.1), 2006:

Nutraceutical and Functional Food. Diakses pada tanggal 5 Juli. http://rdo.psu.ac.th/sjstweb/journal/28-Suppl-1/04_nata_de_coco.pdf

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pelczar dan Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Cetakan pertama. Penerbit UI-Press. Jakarta.

Prades, A., M. Dornier, N. Diop, and J. P. Pain. (2011). Coconut Water Uses, Composition and Properties: a Review. Fruits Journal vol. 67, p. 87-107.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Rossi, E. Usman, P & S, R, Damanik. (2008). Optimalisasi Pemberian Ammonium Sulfat terhadap Produksi Nata de Banana Skin. SAGU, September 2008 Vol.7 No.2: 30-36. Diakeses pada tanggal 5 Juli 2015.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=105922&val=2286

Santosa, B. Kgs, A. Domingus, T. (2012). Dextrin Concentrations and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11. Diakses pada tanggal 5 Juli 2015. http://ieese.org/archieves/vol1n1.2.pdf

Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

16

Yoshinaga F, Tonouchi N, Watanabe K. 1997. Research Progress in Production of Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Application as a New Industrial Material. Biosci. Biotech. Biochem., 61:219224.

5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganPerhitungan (%) Lapisan Nata

Hari ke-7D1

D2

D3

D4

D5

Hari ke-14D1

17

D2

18

18

D3

D4

D5

5.2. Jurnal