makalah kelompok d2

40
BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah sebuah sindrom klinik yang mempunyai karakteristik, yaitu terjadi akibat kelainan struktur dan atau penurunan fungsi ginjal, bersifat kronik, menetap dan progresif, dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang langsung mengenai ginjal (primer) atau tidak langsung mengenai ginjal (sekunder). Jadi dalam mendiagnosis PGK ketiga akarakteristik tersebut harus mencukupi. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah sebuah penyakit yang bersifat kronik, menetap, dan progresif. Kidney Disease Outcomes Quality Intiative (KDOQI) membuat batasan 3 bulan untuk bisa menjadi kronik, walaupun pada umumnya sulit untuk menentukan secara pasti awal terjadinya pernyakit tersebut. Tapi paling sedikit harus ditanyakan kepada penderita, kapan penyakit tersebut mulai dikeluhkan. Sebagai besar pasien PGK akan menetap, artinya fungsi ginjalnya tidak bisa lagi kembali ke normal, walaupun hal ini masih tergantung stadium dan etiologinya. PGK umumnya bersifat progresif, artinya mulai saat tertentu fungsi ginjal akan menurun terus sampai pada tahap akhir. Dalam menegakkan diagnosis PGK ketiga sifat ini harus dipenuhi, untuk dapat menetapkan strategi terapi yang tepat. 1 1

Upload: acetabulum

Post on 02-Jul-2015

334 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah kelompok D2

BAB I

Pendahuluan

I.1. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah sebuah sindrom klinik yang mempunyai

karakteristik, yaitu terjadi akibat kelainan struktur dan atau penurunan fungsi ginjal, bersifat

kronik, menetap dan progresif, dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang langsung

mengenai ginjal (primer) atau tidak langsung mengenai ginjal (sekunder). Jadi dalam

mendiagnosis PGK ketiga akarakteristik tersebut harus mencukupi.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah sebuah penyakit yang bersifat kronik, menetap,

dan progresif. Kidney Disease Outcomes Quality Intiative (KDOQI) membuat batasan 3

bulan untuk bisa menjadi kronik, walaupun pada umumnya sulit untuk menentukan secara

pasti awal terjadinya pernyakit tersebut. Tapi paling sedikit harus ditanyakan kepada

penderita, kapan penyakit tersebut mulai dikeluhkan. Sebagai besar pasien PGK akan

menetap, artinya fungsi ginjalnya tidak bisa lagi kembali ke normal, walaupun hal ini masih

tergantung stadium dan etiologinya. PGK umumnya bersifat progresif, artinya mulai saat

tertentu fungsi ginjal akan menurun terus sampai pada tahap akhir. Dalam menegakkan

diagnosis PGK ketiga sifat ini harus dipenuhi, untuk dapat menetapkan strategi terapi yang

tepat.1

I.2. Tujuan

Dalam makalah ini, pembaca dapat mengetahui lebih lanjut mengenai gagal ginjal

kronik, dari mulai pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat mendiagnosis penyakit gagal ginjal

kronik, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran klinis, terapi, bahkan pencegahan

terjadinya gagal ginjal kronik tersebut.

1

Page 2: makalah kelompok D2

BAB II

Pembahasan

1. Anamnesis

Pada pemeriksaan anamnesis dengan pasien, dokter harus melakukan wawancara terhadap

pasien atau keluarganya mengenai:

Keluhan Utama.

Keluhan tambahan.

Riwayat penyakit terdahulu.

Riwayat penyakit keluarga.

Lamanya sakit.

Pengobatan yang sudah dilakukan.

Riwayat alergi obat.

Pada anamnesis kasus anak kita tentu tidak bisa langsung bertanya kepada pasien anak

tersebut apalagi anak yang masih di bawah umur, maka itu kita lakukan aloanamnesis yaitu

anamnesis kita tanyakan kepada orang tua anak tersebut ataupun orang yang menjaga anak

tersebut. Seperti pada kasus PGK anak ini kita tanyakan:

Keluhan apa yang dirasakan sang anak?

Bagaimana frekuensi BAK-nya, adakah nyeri yang dirasakan saat BAK, bagaimana

warna urinnya apakah keruh, merah, atau putih susu?

Apakah sang anak dehidrasi, anoreksia, muntah, mual, diare, kejang, ataupun terjadi

gangguang kesadaran?

Apakah sang anak sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, bagaimana asupan

makanan selama ini?

Lalu kita tanyakan juga pertumbuhan badan sang anak, apakah normal atau

terganggu?

Lalu kita tanyakan juga riwayat obat-obatan? (steroid mengganggu pertumbuhan)

2

Page 3: makalah kelompok D2

Adakah riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama?

Dari kasus dapat diketahui:

Keadaan umum pasien:

Pasien anak berumur 10 tahun berulangkali menderita nefrotik-nefritik syndrome tak kunjung

sembuh, sejak 6 bulan lalu pasien tampak semakin pucat dan BAK semakin sedikit, tiba-tiba

kejang .

2. Pemeriksaan

2.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik,kita dapat melihat pasien terlihat sangat lelah dan lemah,serta

didapatkan keadaan umum yang buruk. Pada kulit pasien juga mungkin terlihat adanya bekas

garukan karena rasa gatal. Dapat juga terlihat adanya dispneau. Kulit pasien terlihat kering

dan dingin juga dapat dilihat pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Edema tungkai dan

paplpebra juga sering terlihat pada pasien.1

Pada pasien PGK dapat terlihat adanya pucat pada muka dan penampilan secara

umum pasien sangat pucat. Pasien dengan penyakit PGK yang lama dapat memiliki postur

yang pendek dan kelainan pada tulang. Anak-anak dengan PGK yang disebabkan karena

glomerulonefritis dapat terlihat adanya edema,hypertension, dan tanda lain dari volume

overload. Pemeriksaan balotemen dan bimanual juga dapat berguna untuk membantu

menegakkan diagnosis.

2.2 Pemeriksaan Penunjang

3

Page 4: makalah kelompok D2

Table 3. Specific investigations to elucidate the underlying cause of chronic renal failure. Renal tract ultrasound Micturating cystourethrogram Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA Antegrade pressure flow studies Intravenous urogram Urinalysis Urine microscopy and culture C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA Renal biopsy White cell cystine level Oxalate excretion Purine excretion

Peran pemeriksaan penunjang dalam diagnosis PGK(Penyakit Ginjal Kronik) sangat

penting karena diagnosis tidak hanya terbatas pada klinis,tapi harus dilengkapi dengan

klasifikasi,etiologi,komplikasi dan penyakit penyerta.

Pemeriksaan hematologi

Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan hematologi rutin pada penderita ada

tidaknya anemia karena anemia merupakan gejala yang sangat sering terjadi pada PGK.

Lebih dari 85% penderita PGK,terutama pada tahap lanjut akan mengalami anemia.

Pemeriksaan darah lain yang perlu dilakukan adalah ureum/BUN,kreatinin,asam

urat,elektrolit yaitu Na,K,Ca, dan fosfat inorganik. Maka kelainan yang didapatkan pada PGK

adalah penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat,hiper atau

hipokalemia,hiponatremia,hiper atau hipokloremia,hiponatremia,hiper atau

hipokalemia,hiperfosfatemia,hipokalsemia,asidosis metabolik.

Yang penting dilakukan adalah pemeriksaan fungsi ginjal dengan menghitung GFR.

Kenaikan kadar BUN dan kreatinin darah dapat dipakai sebagai gambaran dari penurunan

fungsi ginjal,tapi belum dapat memastikan besaran laju filtrasi glomerulus,karena korelasi

antara kenaikan kadar kreatinin dan penurunan kadar GFR tidak linier.

Disamping itu ada beberapa keadaan yang memperlihatkan peningkatan kadar

kreatinin darah tanpa penurunan GFR,misalnya pada pemakaian obat-obatan

tertentu(trimetoprim,cimetidin),kerusakan masa otot(trauma). 2

Urinalisis

4

Page 5: makalah kelompok D2

Urinalisis merupakan pemeriksaan yang sangat penting dalam diagnosis penyakit

ginjal termasuk PGK. Urinalisis dilakukan secara makroskopis,mikroskopis,bakteriologis

maupun pemeriksaan biokimiawi. Secara makroskopis yang perlu diperhatikan pada urin

adalah gross hematuria(urin tampak merah seperti air cucian daging),proteinuria(urin berbuih

atau seperti susu),pyuria(urin berwarna coklat kotor) atau urin berwarna kuning. Pada

hematuria(gross atau microskopik) harus dibedakan apakah hematurianya glomerular atau

ekstra glomerular. Hematuria glomerular memperlihatkan sel ertirosit yang isomorfik dan

sering tampak adanya cast eritrosit. Sedangkan pada ekstraglomerular memperlihatkan

eritrosit yang dismorfic dan tidak pernah ada cast.2

Leukosuria adalah adanya leukosit dalam urin seiring menggambarkan terjadinya

infeksi traktus urinarius atau inflmasi ginjal. lekosuri yang kurang dari 3sel/lpb sering bukan

merupakan keadaan patologis. Lekosuri lebih dari 5 sel/lpb mengindikasikan pemeriksaan

kanjutan seperti biakan urin untuk memastikan adanya infeksi traktus urinarius,atau

pencitraan(imaging) untuk mencari kelainan urologis.

Kelainan urinalisis pada PGK meliputi proteiunuria,hematuria,leukosuria,cast,isosteinuria.

Pemeriksaan hormon paratiroid

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K DOQI) merekomendasikan untuk

memeriksakan konsentrasi parathyroid hormone (PTH) pasien penyakit ginjal kronik (PGK)

secara teratur untuk menjaga agar konsentrasi PTH pasien PGK tetap dalam range target

berdasarkan tingkatan atau stage PGK (misalnya 150-300 pg/ml pada pasien PGK stage 5. 

Kualitas pemeriksaan PTH merupakan hal yang sangat penting karena berperan untuk

membuat keuputusan pengobatan. Selanjutnya ketika konsentrasi PTH melebihi nilai yang di

targetkan,  maka diobati untuk menurunkan sekresi PTH, seperti vitamin D aktif atau

agen calcimimetic  dapat diberikan dengan dosis yang disesuaikan terhadap perubahan

konsentrasi PTH. Sebaliknya, jika konsentrasi PTH di bawah nilai yang ditargetkan maka

pengobatan yang menurunkan sekresi PTH dihentikan untuk mencegah penyakit tulang dan

penyakit yang berkaitan dengan kalsifikasi extra-skeletal. 

Pemeriksaan intact-PTH (I-PTH) generasi 2 tidak hanya mendeteksi PTH (1-84)

tetapi juga sebagaian besar fragmen N-truncated (7-84). Disebutkan bahwa fragmen N-

5

Page 6: makalah kelompok D2

truncated atau PTH (7-84) bekerja antagonis terhadap PTH (1-84). Fragmen N-

truncated bertahan lebih lama dalam sirkulasi dari pada PTH (1-84). Peningkatan kalsium

atau 1,25 dihydroxy vitamin D dapat merangsang pelepasan N-truncated (7-84) oleh kelenjar

paratiroid, sehingga pada penderita gangguan ginjal di mana terjadi peningkatan kalsium hal

ini dapat menyebabkan over estimasi fungsi tiroid. Oleh sebab itu diperlukan suatu

pemeriksaan PTH yang secara ekslusif hanya mendeteksi PTH (1-84) saja. 

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pasien PGK pada stage 3, 4 atau 5 berada

dalam risiko tinggi  atau justru sudah mengalami perkembangan hiperparatiroid

sekunder.  Oleh sebab itu deteksi dini dan pengobatan hipertiroid sekunder merupakan

langkah yang sangat penting untuk mencegah atau mengendalikan konsekuensi komplikasi

yang ditimbulkan. 

Pemeriksaan PTH dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) untuk

mengevaluasi progresi hiperparatiroid sekunder dan mengidentifikasi risiko

renal osteodistrophy .11

Gambaran radiologis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:

Foto polos abdomen,bisa tampak batu radio opak

Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter

glomerulus,disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap

ginjal yang sudah mengalami kerusakan

Pielografi ategrad atau retrogarad dilakukan sesuai dengan indikasi

Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,korteks yang

menipis,adanya hidronefrosis atau batu ginjal,kista,massa,kalsifikasi

Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.1,4

Analisa gas darah

Blood gas paramater Parameter Reported and

Symbol used

Normal Value

Carbon dioxide tension PCO2 35-45mmHg(average,40)

Oxygen tension PO2 80-100mmHg

Oxygen percent saturation SO2 97

6

Page 7: makalah kelompok D2

Hydrogen ion concentration(-

Log CH+)

pH 7.35-7.45

Bicarbonate HCO3- 22-26mmol/L

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran

ginjal yang masih mendekati normal,dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa

ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,menetapkan

terapi,prognosis,dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi

kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil(contracted

kidney),ginjal polikistik,hipertensi yang tidak terkendali,infeksi perinferik,gangguan

pembekuan darah,gagal napas,dan obesitas.

3. Diagnosis

3.1 Diagnosis Kerja

Kriteria penyakit ginjal kronik:

1. Kerusakan ginjal(renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,berupa kelainan struktrural

atau funsional,dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus,dengan manifestasi:

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal,termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin atau

kelainan dalam tes pencitraan(imaging).

2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa

keruksakan ginjal.

7

Page 8: makalah kelompok D2

Pada keadaan tidak teradapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan GFR sama atau

lebih dari 60ml/menit/1,73m2,tidak termasuk kirteria penyakit ginjal kronik.8

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu,atas dasar

derajat(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,dibuat atas dasar GFR. Untuk mengetahui GFR

perlu dilakukan tes klirens kreatinin(creatinin cleareance test=CCT) dengan mempergunakan

rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

Rumus Cockroft-Gault1

CCT= (140-umur) X BB Untuk perempuan= CCT X 0,85%

72 X Serum creatinin

GFR(mL/min/1.73m2)= k X height(cm)

Serum kreatinin(mg/dL)

K= 0.33 untuk BBLR kurang dari 1 tahun

0.45 untuk bayi yang ukurannya sesuai dengan usia kehamilan yang kurang dari 1 tahun,

0.55 untuk anak sampai dewasa muda perempuan

0.70 untuk dewasa muda pria

8

  Massa ginjal yang masih berfungsi(%)

LFGml/menit/1.73m2 Gejala-gejala

Gagal ginjal ringan 50 – 25 80 – 50 Asimptomatik

Gagal ginjal sedang 25 – 15 50 – 30 Gangguan metabolik dan pertumbuhanGagal ginjal berat 15 – 5 30 – 10

Gagal ginjal terminal < 5 ≤ 10 Membutuhkan terapi pengganti ginjal

Page 9: makalah kelompok D2

Manifestasi Klinis

Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter,

gejala klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri

tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi,

kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan

fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita hipertensi. Keadaan ini

dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga pasien telah menderita gangguan anatomis

berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan

cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan

pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan

neurologi.

Ada kalanya, pemeriksaan fisik secara mengherankan tidak mendapat nilai, tetapi sebagian

besar penderita dengan penyakit ginjal kronis tampak pucat dan lemah, dan menderita

tekanan darah tinggi. 5

1. Gangguan homeostasis air dan garam

Dengan berkurangnya LFG yang progresif pada pasien GGK, ginjal akan

mempertahankan keseimbangan natrium dengan meningkatkan ekskresi natrium oleh

nefron yang masih baik. Bila adaptasi ini tidak terjadi, akan timbul retensi natrium yang

akan membahayakan tubuh. Meningkatnya ekskresi natrium ini disebabkan karena

meningkatnya rejeksi tubular dengan akibat meningkatnya fraksi ekskresi natrium

(FeNa).5,6

2. Gangguan Asam Basa

Terjadi gangguan ekskresi amonium/amonia. Amonia diubah menjadi amonium

memerlukan ion H+. Massa ginjal makin lama makin rusak dan fungsinya makin

berkurang sehingga makin sedikit NH3 yang diproduksi akibatnya menjadi asidosis

metabolik

3. Uremia

9

Page 10: makalah kelompok D2

Akibat retensi metabolisme protein mengakibatkan anak anoreksia, mual, muntah, diare,

gangguan perdarahan, gangguan neurologi (neuropati, kejang, gangguan kesadaran),

pleuritis, perikarditis

4. Anemia

Depresi eritropoiesis pada sumsum tulng akibat metabolit-metabolit toksik sehingga ginjal

tidak mampu memproduksi hormon eritropoietin. Umur eritrosit menjadi lebih pendek jadi

gampang pecah.

5. Osteodistrofi renal

Retensi fosfat dan produksi vitamin D menurun sehingga absorbsi kalsium di saluran

cerna menurun dan terjadi hipokalsemia. Kemudian hormon paratiroid akan meningkat

sebagai kompensasi tubuh dan mengambil kalsium dari tulang sehingga terjadi

osteoporosis.

6. Hipertensi akibat retensi air dan natrium

7. Gagal tumbuh

Kecepatan tumbuh berkurang karena kurang nutrisi yang cukup.5,6

3.2 Diagnosis Banding

3.2.1 Gagal ginjal akut

10

Page 11: makalah kelompok D2

Gagal ginjal akut ialah suatu keadaan klinis yang jumlah urinnya mendadak

berkurang dibawah 300ml/m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Sering

dipergunakan istilah lain utnuk keadaan tersebut seperti ‘nefrosis toksik akut’,’nekrosis

tubular akut’. Etiologi gagal ginjal akut dapat berupa gangguan dari prarenal( yang

menyebabkan hipovolemia seperti hipotensi,dehidrasi,perdarahan,luka bakar), renal( terjadi

kerusakan di glomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal terganggu), dan

pascarenal( obstruksi saluran kemih). Gagal ginjal akut terdiri dari 3 fase,yaitu fase

oliguria,fase poliuria,dan fase penyembuhan. Manifestasi klinis dari gagal ginjal akut seperti

pusing,muntah,somnolen,rasa haus ,pernafasan kusmaul,kejang,anemia,kadar ureum

meningkat,hiperkalemia,hiperfosfatemia,hipokalsemia.7

3.2.2 Glomerulonefritis kronis

Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria

dan proteiuria yang menetap.Hal ini dapat terjadi kerana eksaserbasi berulang dari

glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam waktu beberapa bulan atau beberapa

tahun.Tiap-tiap eksaserbasi akan menambah kerusakan pada ginjal sehingga terjadi kerusakan

total yang berakhir dengan gagal ginjal.Kadang-kadang tidak memberi keluhan sama sekali

sampai terjadi gagal ginjal yang menyebabkan anak menjadi lemah,lesu,mengeluh nyeri

kepala,gelisah,mual,koma dan kejang pada stadium akhir.Edema sedikit ,suhu subfebril.Bila

penderita memasuki fase nefrotik daripada glomerulonefritis kronis,maka edema bertambah

jelas perbandingan albumin : globulin terbalik dan kolestrol darah meninggi.Fungsi ginjal

menurun,ureum meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan darah yang

mendadak tinggi.Pada stadium akhir serum kalium akan meningkat,dan pada pemeriksaan

darah didapatkan hiperfosfatemia dan hipokalsemia.

11

Page 12: makalah kelompok D2

4. Etiologi

Etiologi gagal ginjal kronik pada masa kanak-kanak berkolerasi erat dengan umur

penderita pada saat pertama kali gagal ginjal tersebut terdeteksi. Gagal ginjal kronik pada

anak dibawah 5 tahun biasanya akibat kelainan anatomis (hipoplasia, displasia, obstriksi,

malformasi), sedangkan setelah usia 5 tahun yang dominan adalah penyakit glomerulus

didapat (glomerulusnefritis, sindrom hemolitik-uremik) atau gangguan herediter (sindrom

alport, penyakit kistik).

5. Epidemiologi

Penyakit ginjal kronik sudah menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat seluruh

dunia. Prevalensi ginjal kronik,dengan batasan nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari

60ml/menit/1,73m2,dilaporkan bervariasi yaitu sekitar 20% di Jepang dan di Amerika Serikat,

6,4 sampai 9,8% di Taiwan, 2,6 sampai 13,5% di Cina,17,7% di Singapura, dan 1,6 sampai

9,1% di Thailand. Survei komunitas yang dilakukan oleh perhimpunan nefrologi Indonesia

menunjukkan 12,5% populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal.2

Insidensi gagal ginjal kronis dapat diperkirakan dari insidensi penyakit ginjal stadium

akhir pada anak-anak,tetapi gambaran yang pasti sulit didapat. Angka-angkanya bervariasi

dari tiga sampai enam kasus baru perjuta anak setiap tahun. Prevalensi gagal ginjal kronis

telah dipastikan berada diantara 18,5 dan 32,4 per juta anak. 4

Faktor resiko untuk penyakit ginjal kronik misalnya pada pasien dengan hipertensi,

individu dengan obesitas, riwayat penyakit ginjal pada keluarga, infeksi traktus urinarius,

obstruksti traktus urinarius, gangguan perfusi/aliran darah ke ginjal, gangguan elektrolit, dan

pemakaian obat-obat nefrotoskik.9

6. Patofisiologi

Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi ginjal

mencapai kritis, penjelekan samapai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari.

12

Page 13: makalah kelompok D2

Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum

jelas, tetapi faktou-faktor yang dapat memainkan peran penting pencakup cedera

imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamika dalam

mempertahankan kehidupan glomerulus, masukan diet protein dan fosfor; proteinuria

yang terus menuerus; dan hipertensi sistemik.

Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membran basalis glomerulus secara terus-

menerus pada glomerulus yang akhirnya menumbulkan jaringan parut.

Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada destruksi

glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila nefron

hilang tanpa alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertrofi struktural dan fungsional

yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus.

Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan kontriksi arteola

eferen akibat angitensin II menaikan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang

bertahan hidup. “Hiperfiltrasi” yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini,

yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan

mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan

adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding

kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menimbulkan perubahan pada sel

mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis

meningkat, nefron sisanya menderita meningkatan beban ekskresi, mengakibatkan

lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan

enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat

produksi angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat

memperlambata penjelekan gagal ginjal.

Model eksperimen insufisiensi ginjal kronik telah menunjukan bahwa diet tinggi

protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi arteriola

aferen dan cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah protein mengurangi kecepatan

kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal, laju

filtrasi glomerulus (GFR) berkolerasi secara langsung dengan masukan protein dan

menunjukan bahwa pembatasan diet protein dapat mengurangi kecepatan kemunduran

fungsi insifisiensi ginjal kronik.

Beberapa penelitian yang kontroversial pada model binatang menunjukan bahwa

pembatasan diet fosfor melindungi fungsi ginjal pada insufisiensi ginjal kronik. Apakah

pengaruh yang menguntungkan ini karena pencegahan penimbunan garam kalsium-fosfat

13

Page 14: makalah kelompok D2

dalam pembuluh darah dan jaringan atau karena penekanan sekresi paratiroid, yang

berkemungkinan nefrotoksin, masih belum jelas.

Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak

dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan

permulaan cedera hiperfiltrasi.

Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensasi berkembang pada nefron

sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika LGR turun

di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolisme

berkembang sehingga secara bersama-sama membentuk keadaan uremia.5,6

Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik 5

Manifestasi Mekanisme

Akumulasi produk-produk sampah

nitrogen (azotemia)

- Penurunan laju filtrasi glomerulus

Asidosis - Pembuangan bikarbonat urin

- Penurunan ekskresi amonia

- Penurunan sekresi asam

Pembuangan natrium - Diuresis zat terlarut

- Kerusakan tubulus

Retensi natrium - Sindrom nefrotik

- Gagal ginjal kongestif

- Anuria

- Masuknya garam secara berlebih

Defek pemekatan urin - Kehilangan nefron

- Diuresis zat terlarut

- Kenaikan aliran darah medula

Hiperkalemia - Penurunan laju filtrasi glomerulus

- Asidosis

- Masukan kalium yang berlebih

- Hipoaldosteronisme

Osteodistrofi ginjal - Penurunan absorbsi kalsium

intestinal

- Produksi vitamin D terganggu

14

Page 15: makalah kelompok D2

- Hipokalsemia dan hiperfosfatemia

- Hiperparatiroidisme sekunder

Retardasi pertumbuhan - Defisiensi kalori dan protein

- Osteodistrofi ginjal

- Asidosis

- Anemia

Anemia - Penurunan produk eritropoetin

- Hemolisis ringan

- Perdarahan

- Masukan besi tidak cukup

- Masukan asam folat tidak adekuat

Kecenderungan perdarahan - Trombositopenia

- Defek fungsi trombosit

Infeksi - Defek fungsi granulosit

- Fungsi imun selular terganggu

Neurologis (kelelahan, konsentrasi jelek,

nyeri kepala, mengantuk, kehilangan

memori, bicara tidak jelas, kelemahan dan

keram otot, kejang, koma, neuropati

perifer, asteriksis)

- Faktor-faktor uremik

- Keracunan alumunium

Ulserasi saluran pencernaan - Hipersekresi asam lambung

Hipertensi - Kelebihan beban natrium dan air

- Penurunan renin berlebihan

Hipertrigliseridemia - Penurunan aktivitas lipoprotein

lipase plasma

Perikarditis dan kardiomiopati Belum diketahui

Intoleransi glukosa Resistensi insulin jaringan

7. Gejala Klinis

Pada penderita yang menderita gagal ginjal kronik karena penyakit glomerulus dan

herediter, penyakit ginjal biasanya dideteksi karena penampakan manifestasi klinis terjadi

sebelum memulainya insufisiensi ginjal. Namun perkembangan gagal ginjal dapat

15

Page 16: makalah kelompok D2

tersembunyi dan membahayakan pada penderita-penderita yang menderita kelainan-

kelainan anatomis, dan keluhan-keluhan yang muncul mungkin tidak spesifik (nyeri

kepala, lelah, letargi, tidak ada napsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gagal

pertumbuhan). Pada sebagian besar penderita gagal ginjal kronik tampak pucat dan

lemah, dan menderita tekanan darah tinggi. Penderita yang mempunyai kelainan anatomi,

yang mengalami gagal ginjal yang telah berkembang secara berlahan-lahan selama

beberapa tahun, dapat juga mengalami retanrdasi perkembangan dan rakitis. 4

Gambaran klinis pada pasien gagal ginjal kronik meliputi:

a. gejala yang sesuai dengan penyakit dasarnya, seperti infeksi traktus urinarius,

hipertensi, glomerulonefritis, dan lain sebagainya.

b. Sindrom uremia, terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,

kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, perikarditis, kejang-kejang sam[ai koma.

Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,

asidosis metabolik, ganguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium ,klorida).

8. Penatalaksanaan

Menejemen anak yang menderita gagal ginjal kronik memerlukan pemantauan

keadaan klinis penderita secara ketat (pemeriksaan fisik dan tekanan darah) dan keadaan

laboratorium. Pemeriksaan darah yang dilakukan secara rutin meliputi hemoglobin (anemia),

elektrolit (hiponatremia, hiperkalemia, asidosis),BUN, dan kreatinin (timbunan nitrogen dan

tingkat fungsi ginjal). Pemeriksaan periodik kadar hormon paratiroid yang utuh dan

pemeriksaan roentgenografi tulang dapat bernilai dalam mendeteksi bukti awal adanya

osteodistrofi. Rontgenografi dada dan ekardiografi dapat membantu sepenuhnya dalam

penilaian fungsi jantung. Keadaan nutrisi dapat dimonitor dengan evaluasi kadar albumin,

seng, transferin, asam folat, dan besi dalam serum secara periodik.

8.1 Medikamentosa

a. Pengobatan Asidosis pada gagal ginjal kronik

asidosis berkembang pada hampir semua anak yang menderita insufisiensi ginjal dan

tidak perlu diobati kecuali kalau bikarbonat serum turun dibawah 20 mEq/L (mmol/L).

16

Page 17: makalah kelompok D2

Bicitra (1 mL = 1 mEq dari dasar) atau tablet natrium bikarbonat 9325 dan 650 mg, 325

mg sama dengan 4 mEq basa) dapat digunakan untuk menaikan bikarbonat serum diatas

20 mEq/L.5

b. Pengobatan Osteodistrofi Ginjal

Osteodistrofi ginjal biasanya terjadi bersamaan dengan hiperfosfatemia, hipokalsemia,

dan kenaikan kadar hormon paratiroid dan aktivitas alkali fosfatase serum. Pada umumnya,

kadar fosfat serum meningkat ketika LFG turun dibawah 30% normal. Hipofosfatemia dapat

dikendalikan dengan formula fosfat rendah (Similac PM 60/40) dan dengan mempertinggi

ekskresi tinja menggunakan kalsium karbonat oral, suatu antasida yang secara kebetulan juga

mengikat mengikat fosfat dalam saluran intestinum.biasanya dosis berkisar sekitar antara 1-4

sendok makan (Tritalac, 3M Company, St Paul, MN) atau tablet (Os Cal 500 tablets, Marion

laboratories, kansas city, MO) dengan dosis 500 samapai 2000 mg/24 jam.

Vitamin D diubah menjadi bentuk aktifnya (1,25 dihidrosikolkalsiferol) oleh 1

hidroksilasi dalam ginjal. Dengan adanya destruksi ginjal yang berat, konversi insufisiensi

mengakibatkan defisiensi vitamin D. Terapi vitamin D terindikasi pada :

- pasien yang menderita hipokalsemia menetap meskipun pengurangan fosfor serum

dibawah 6 mg/dL.

- Pada penderita dengan osteodistrofi seperti yang ditunjukan oleh kenaikan alkali

fosfatase serum dan kenaikan hormon paratiroid serta bukti rontgen adanya rakitis.

Terapi dapat diawali dengan satu kapsul (0,25 µg) perhari dari bentuk aktif dihidroksi

vitamin D (Rocaltrol) atau 0,05-0,2 mg/hari larutan dihidrotakisterol (larutan DHT oral,

Roche Laboratories) yang dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya di hati. Dosis vitamin

D secara progresif ditingkatkan sampai kadar kalsium serum dan aktifitas alkali fosfatase

normal, dan terlihat penyembuhan secara rontgenografi. Dosis vitamin D harus dikurangi

samapi kadarawal.

Meskipun masukan nutrisi cukup dan telah dilakukan koreksi terhadap osteodistrofi,

kelainan elektrolit,anemia dan asidosis, banyak anak dengan gagal ginjal kronik

menderita retardasi pertumbuhan yang nyata. Pertumbuhan pada penderita ini dapat

dipercepat dengan terapi dengan hormon pertumbuhan manusia rekombinan.

c. Pengobatan pada Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

17

Page 18: makalah kelompok D2

anemia lazim dijumpai pada gagal ginjal kronik dan terutama merupakan akibat dari

tidak adekuatnya produksi eritropoetin akibat gagal ginjal, tetapi masukan diet besi dan asam

folat yang tidak adekuat tidak boleh diabaikan. Pada sebagain penderita, kadar hemoglobin

akan stabil antara 6-9 g/dL (60-90 g/L). Terapi tranfusi tidak terindikasi, karena hal ini dapat

menekan produksi eritropoetin lebih lanjut. Jika hemoglobin turun dibawah 6 g/dL, 10 mL/kg

sel darah merah terpampat harus diberikan secara hati-hati (volume sedikit mengurangi resiko

kelebihan beban sirkulasi). Masalah anemia telah dikurangi dengan pemasukan terapi

eritropoetin manusia rekombinan. Eritropoetin bisa diberikan secara subkutan dan penderita

dialisis peritoneum dan secara intravena pada penderita yang sedang mengalami

hemodialisis. Tujuannnya adalah untuk mempertahankan kadar hemoglobin dalam kisaran

10-11 g/dL.

d. Pengobatan Hipertensi pada gagal ginjal kronik

keadaan gawat darurat pada hipertensi harus diobati dengan nifedipine oral (0,25-0,5

mg/kg) atau pemberian intravena dari diazoksid. Dosis dari daizoksid adalah 1-3 mg/kg,

sampai dengan dosis maksimum 150 mg. Diberikan dalam 10 detik dengan injeksi manual.

Bila hipertensi berat disertai dengan kelebihan beban sirkulasi, 2-4 mg/kg furosemid. Dapat

juga diberikan pada kecepatan 4 mg/menit. Natrium nitroprusid harus digunakan dengan

sangat hati-hati pada insufisiensi, karena adanya kemungkinan akumulasi tiosianat yang

toksik.

Penanganan hipertensi yang membandel dapat meliputi kombinasi pembatasan garam

(2-3 g/hari), furosemid (1-4 mg/kg/hari), propanolon, hidralazin (1-5 mg/kg/hari) dan

nifedipin (0,2-1 mg/kg/hari). Minoksidil dan kaptopril seharusnya hanya digunakan pada

penderita yang tekanan darahnya tidak cukup terkendali dengan cara-cara yang dsebutkan

diatas dan harus diberikan dengan ptunjuk ahli nefrologi anak. Kaptopril dapat menimbulkan

hiperkalemia.5,6

8.2 Non Medikamentosa

a. Diet pada Gagal Ginjal Kronik

Pada anak yang insufisiensi ginjal, kecepatan pertumbuhan kurang karena LFG turun

dibawah 50% normal. Penyebab yang tepat pada kegagalan pertumbuhan belum diketahui.

18

Page 19: makalah kelompok D2

Faktor utama dalah ketidakcukupnya masukan kalori (kurang dari 70% dari diet yang

dianjurkan). Masukan kalori yang optimal pada insufisiensi ginjal belum diketahui, terapi

upaya harus dilakukan untuk memenuhi atau melampaui kalori harian yang dianjurkan sesuai

umur penderita. Masukan kalori dapat diperbesar dengan penambahan sejumlah karbohidrat

yang tidak terbatas (gula,selai, madu, glukosa polimer) kedalam diet dan lemak (minyak

trigliserida rantai medium) sebagaimana yang ditoleransikan pasien. Jika pemasukan kalori

oral belum cukup, pemberian makan melalui tabung nastrogastrik atau gastrostomi dapat

dimulai secara sebentar-sebentar atau selama malam hari. Terapi hormon pertumbuhan

rekombinan bersama dengan dialisis optimal memperbaiki pertumbuhan linier.

Bila kelebihan BUN sekitar 80 mg/dL (30 mmol/L urea) pada penderita dapat timbul

rasa mual, muntah, dan tidak ada nafsu makan. Gejala-gejala ini akibat dari timbunan produk-

produk buangan nitrogen dan dapat diperingan dengan pembatasan masukan diet perotein.

Karena anak pada gagal ginjal terus menerus membutuhkan masukan protein yang cukup

entuk pertumbuhan, protein diberikan dengan dosis 1,2 g/kg/24 jam dan harus terdiri dari

protein yang mempunyai nilai biologis tinggi yang melalui metabolisme diubah terutama

menjadi asam amino yang dapat digunakan bukannya menjadi sampah nitrogen. Protein yang

bernilai biologis tertinggi tersebut adalah protein telur dan susu sapi yang mengandung kadar

fosfat tinggi, pembatasan sedang atau penggunaan formula yang berisi sejumlah fosfat yang

telah dikurangi, kadang-kadang bersama dengan pengikat fosfat oral.

Karena pemasukan yang tidak cukup atau kehilangan karena dialisis, anak dengan

insufisiensi ginjal dapat mengalami kekurangan vitamin yang larut dalam air. Ini harus

dipasuk secara rutin, mernggunakan preparat seperti Nephrocaps. Penambahan seg dan besi

harus ditambahkan hanya setelah defisiensi dipastikan. Penambahan vitamin A, E, dan K

yang alrut dalam lemak tidak diperlukan.5,6

b. Menejemen Air dan Elektrolit pada Gagal Ginjal Kronik

Sampai perkembangan gagal ginjal stadium akhir mulai memerlukan dialisis,

pembatasan air jarang diperlukan pada anak dengan insufisiensi ginjal, karena kebutuhan air

diatur oleh pusat haus dalam otak.

Sebagian besar anak dengan insufisiensi ginjal akan mempertahankan keseimbangan

natrium normal dengan pemasukan natrium yang berasal dari diet yang tepat. Beberapa

19

Page 20: makalah kelompok D2

penderita yang insufisiensi ginjal merupakan akibat kelainan anatomis, dapat membuang

natrium dalam urin dan memerlukan penambahan garam diet. Sebaliknya, penderita dengan

tekanan darah tinggi, edema, gagal jantung kongestif mungkin memerlukan pembatasan

natrium., kadang bersamaan dengan terapi furosemid agresif (1-4 mg/kg/hari).

Pada sebagian besar anak dengan insufisiensi ginjal, keseimbangan kalium akan

dipertahankan sampai fungsi ginjal memburuk ke tingkat dimana dialisis dimulai. Namun,

hiperkalemia dapat berkembang pada pasien yang menderita insufisiensi ginjal sedang,

sebagai akibat masukan kalium diet yang berlebih, perkembangan asidosis berat, atau

defisiensi aldosteron (destruksi apartus jukstaglomerulus). Hiperkalemia dapat dikendalikan

dengan pengurangan masukan kalium diet dan penambahan agen alkalinasi oral dan/atau

Kayexalate, resin oral (1 g/kg/dosis) yang mengikat dan membuang kalium dari intestinum.5

c. Dialisis

Terdapat dua cara untuk melakukan dialisis,yaitu dengan

hemodialisis atau peritoneal dialisis.

Pada hemodialisis, sebuah ginjal buatan (dialyzer) digunakan untuk

menyaring dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan maupun

unsur kimiawi lainnya dari dalam darah. Untuk mengalirkan darah

penderita ke dialyzer, diperlukan semacam akses ke pembuluh darah yang

dapat dilakukan dengan cara bedah minor di tangan maupun paha. 9

Biasanya hemodialisis dilakukan 2 -3 kali seminggu selama masing – masing 4 -5 jam

per tindakan. Namun beberapa petimbangan turut berkontribusi terhadap waktu yang

dibutuhkan untuk tindakan hemodialisa yaitu :

• Berapa baik ginjal penderita bekerja 

• Berapa berat kenaikan tubuh penderita diantara dua tindakan hemodialisa 

• Berapa banyak racun yang ada dalam tubuh pasien 

• Berapa besar tubuh penderita 

• Tipe dialyzer yang digunakan 

20

Page 21: makalah kelompok D2

Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan di

dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang

akses berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan,

area abdominal pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat

melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis yaitu continous

peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling Peritoneal

Dialysis. (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan

daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan

medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing – masing selama

30 menit.

21

Page 22: makalah kelompok D2

d. Transplantasi

Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal oleh karena

akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang sangat mendekati wajar.4

Transplantasi dilakukan dengan ginjal jenazah atau ginjal yang berasal dari keluarga hidup

yang berusia relatif lebih tua, biasanya dari orang tuanya.

Di Eropa pada tahun 1984-1993 hampir 21% anak yang berusia kurang dari 21 tahun

mendapat ginjal dari donor hidup,12 sedangkan di Amerika Utara donor hidup mencapai 50%

dari seluruh donor yang diterima anak-anak yang berusia kurang dari 21 tahun pada tahun

1987-2000. 10

9. Komplikasi

1. Anemia

Pada PGK, anemia terjadi karena berkurangnya produksi hormon eritropoietin akibat

berkurangnya massa sel-sel tubulus ginjal. Hormon ini diperlukan oleh sumsum tulang untuk

merangsang pembentukan sel-sel darah merah dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut

22

Page 23: makalah kelompok D2

oksigen ke seluruh tubuh. Jika eritropoietin berkurang, maka sel-sel darah merah yang

terbentuk pun akan berkurang, sehingga timbullah anemia.

2. Osteodistrofi Ginjal

Mineral yang membangun dan memperkuat tulang adalah kalsium. Jika kadar kalsium

di dalam darah terlalu rendah, maka 4 kelenjar kecil di daerah leher – yaitu kelenjar paratiroid

– akan melepaskan hormon paratiroid. Hormon ini akan menarik kalsium dari tulang supaya

kadar kalsium dalam darah meningkat. Jika jumlah hormon paratiroid dalam darah terus

meningkat, maka akan semakin banyak kalsium yang diambil dari tulang sehingga akhirnya

tulang mengalami demineralisasi dan menjadi rapuh.

Kadar kalsium dalam darah juga ditentukan oleh fosfat. Ginjal yang sehat bertugas

membuang kelebihan fosfat dari darah. Jika ginjal gagal berfungsi, maka kadar fosfat dalam

darah dapat meningkat dan menyebabkan kadar kalsium dalam darah menurun sehingga

semakin banyak kalsium yang diambil dari tulang untuk mengkompensasi kadar fosfat yang

tinggi dan tulang menjadi rapuh.

Ginjal yang sehat menghasilkan kalsitriol, suatu bentuk aktif vitamin D, yang

bertugas membantu menyerap kalsium dari makanan ke dalam tulang dan darah. Jika kadar

kalsitriol turun sangat rendah maka penyerapan kalsium dari makanan juga terganggu,

akibatnya kadar hormon paratiroid akan meningkat dan merangsang pengambilan kalsium

dari tulang. Kalsitriol dan hormon paratiroid bekerja sama untuk menjaga keseimbangan

kalsium dan kesehatan tulang.

3. Gagal Jantung

Gagal jantung pada PGK biasanya didahului oleh anemia. Jika tidak diobati, anemia

pada PGK bisa menimbulkan masalah yang serius. Jumlah sel darah merah yang rendah akan

memicu jantung sehingga jantung bekerja lebih keras. Hal ini menyebabkan pelebaran bilik

jantung kiri yang disebut LVH (left ventricular hypertrophy). Lama kelamaan, otot jantung

23

Page 24: makalah kelompok D2

akan melemah dan tidak mampu memompa darah sebagaimana mestinya sehingga terjadilah

gagal jantung. Hal ini dikenal dengan nama sindrom kardiorenal.6

10. Pencegahan

Kendalikan tekanan darah

Diet rendah garam

Makanan tinggi kalori dengan menambahkan sejumlah

karbohidrat(gula,selai,madu,glukosa primer) dan lemak

Pembatasan asupan protein

Karena anak pada gagal ginjal terus menerus membutuhkan masukan protein

yang cukup entuk pertumbuhan, protein diberikan dengan dosis 1,2 g/kg/24 jam dan

harus terdiri dari protein yang mempunyai nilai biologis tinggi yang melalui

metabolisme diubah terutama menjadi asam amino yang dapat digunakan bukannya

menjadi sampah nitrogen. Protein yang bernilai biologis tertinggi tersebut adalah

protein telur dan susu sapi yang mengandung kadar fosfat tinggi, pembatasan sedang

atau penggunaan formula yang berisi sejumlah fosfat yang telah dikurangi, kadang-

kadang bersama dengan pengikat fosfat oral.

Pencegahan terhadap penakit kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang

penting,karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi

penyakit kardiovaskular adalah,pengendalian diabetes,pengendalian

hipertensi,pengendalian anemia,pengendalaian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap

kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan

pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara

keseluruhan.8

Pencegahan terhadap komplikasi

a. Anemia

b. Osteodistrofi renal

24

Page 25: makalah kelompok D2

11. Prognosis

Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin

baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor jenazah

di Inggeris dan Irandia dalam periode 10 tahun (1986-1995): 91 (9%) meninggal dengan

penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease, 4.5%

uremia karena graft failure. Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan angka

kelangsungan hidup 5 tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara 80.8% pada

anak-anak yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai 97.4% pada anak-

anak yang berusia antara 6-10 tahun.

BAB III

Penutup

25

Page 26: makalah kelompok D2

Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus

(LFG) yang bersifat tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan

jumlah nefron yang masih berfungsi.

Perawatan anak dengan gagal ginjal haruslah merupakan perawatan yang berkesinambungan

sejak dari stadium gagal ginjal pra-trermial, dimana mereka membutuhkan perawatan

konservatif untuk mencegah gangguan metabolik, mengoptimalkan pertumbuhannya, dan

mempertahankan fungsi ginjalnya selama mungkin, yang bahkan beberapa diantara mereka

sampai memasuki masa dewasa. Anak-anak dengan GGT memerlukan perawatan yang lebih

kompleks, sebaiknya ditangani dengan pendekatan secara tim. Tim tersebut selain terdiri dari

penderita, orang tua penderita dan keluarganya, sebaiknya mengikutsertakan dokter spesialis

ginjal anak, perawat yang telah mendapat latihan khusus dalam hal penyakit ginjal anak, ahli

gizi yang berpengalaman dalam diet anak dengan penyakit ginjal, guru, pekerja sosial,

psikolog anak dan atau psikiater anak

Daftar Pustaka1. Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia; 2006.

26

Page 27: makalah kelompok D2

2. Suhardjono, Dharmeizar, Aida lydia, Maruhum Bonar. Penatalaksanaan Penyakit

Ginjal Kronik dan Hipertensi. Jakarta: PERNEFRI; 2009.

3. Pradip R. Patel. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006

4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Nelson Textbook Of

Pediatrics. United States of America: Elsevier; 2007.

5. Wahab, Samik. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: ECG; 2007.

6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta:

Bagian Ilmu Keshatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1990.

7. Diadijono, Santoso, Pudji Rahardjo. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: FKUI; 2005.

8. Ingeborg C. Radde, Struart M. Masyorf. Farmakologi dan Terapi Pediatri. Jakarta:

Hipokrates; 2006.

9. http://www.docstoc.com/docs/2010.

10. http://www.ygdi.org/_kidneydiseases.php?view=_dialysis

11. http://prodia.meta-technology.net/ilmiah_detail.php?id=92&pagenum=1&lang=ina

27