mrp

Upload: aditya-risqi-pratama

Post on 09-Mar-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MRP

TRANSCRIPT

  • 7

    Bab 2

    Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka dibuat sebagai dasar teori dari penelitian yang dilakukan

    sehingga langkah-langkah penelitian lebih terstruktur. Masalah dalam penelitian

    ini adalah target produksi produk BRE New Eroupe High Grade yang sering tidak

    tercapai di PT. Chubbsafes Indonesia. Teori-teori yang akan dibahas sesuai

    dengan masalah penelitian yang diambil yaitu mengenai perencanaan kapasitas

    mencakup:

    1. Teori mengenai Operations Process Chart

    2. Teori mengenai Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule = MPS)

    3. Teori mengenai struktur produk dan Bill of Material (BOM)

    4. Teori mengenai Rough Cut Capacity Planning

    5. Teori mengenai Material Requirement Planning

    6. Teori mengenai Capacity Requirement Planning

    2.1. Operation Process Chart (OPC)

    Operation Process Chart (OPC) digunakan untuk mengetahui proses yang terjadi

    di setiap stasiun kerja secara keseluruhan. OPC merupakan suatu diagram yang

    menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan (bahan-bahan)

    baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai

    menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat

    informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu

    yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang

    dipakai. (Sutalaksana Z. Iftikar, et.al., Teknik Tata Cara Kerja, Hal.21, 1979). Jadi

    dalam suatu OPC, kegiatan yang perlu dicatat adalah kegiatan operasi dan

    pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.

    Dengan adanya informasi-informasi yang dapat dicatat melalui OPC, maka

    manfaat yang dapat diperoleh diantaranya:

    Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

  • 8

    Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan

    efisiensi di tiap operasi/pemeriksaan).

    Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.

    Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.

    Sebagai alat untuk latihan kerja dan lain-lain.

    Untuk bisa menggambarkan OPC dengan baik, ada beberapa prinsip yang perlu

    diikuti, yaitu sebagai berikut:

    Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan sebagai kepala OPC yang

    diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal

    dipetakan, nomor peta dan nomor gambar.

    Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang

    menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

    Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan

    terjadinya perubahan proses.

    Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai

    dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau

    sesuai dengan proses yang terjadi.

    Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri

    dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

    Agar diperoleh gambar OPC yang baik, biasanya produk yang paling banyak

    memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu, berarti dipetakan dengan

    garis vertikal di sebelah kanan halaman kertas. Secara sketsa, prinsip-prinsip

    pembuatan OPC dapat digambarkan sebagai berikut:

  • 9

    O-N

    I-N

    Mt Mt Mt

    Materi yang

    dibeli (Mt)

    W M

    W M

    Mt

    Bagia

    n d

    ari b

    agia

    n

    yang d

    irakit

    Bagia

    n y

    ang d

    irakit

    Pro

    duk u

    tam

    a

    Arah material yang masuk proses

    Uru

    tan p

    eru

    bahan d

    ala

    m p

    roses

    Gambar 2.1. Gambar Sketsa Prinsip Pembuatan OPC

    (Sumber: Sutalaksana Z. Iftikar, et.al.,Teknik Tata Cara Kerja, h.22)

    Keterangan:

    W : Waktu yang dibutuhkan untuk suatu operasi atau pemeriksaan, biasanya

    dalam jam.

    O N : Nomor urut untuk kegiatan operasi tersebut.

    I N : Nomor urut untuk kegiatan pemeriksaan tersebut.

    M : Menunjukkan mesin atau tempat dimana kegiatan tersebut dilaksanakan.

    Ada empat hal yang perlu diperhatikan/dipertimbangkan agar diperoleh suatu

    proses kerja yang baik melalui analisis OPC yaitu: analisis terhadap bahan-bahan,

    operasi, pemeriksaan dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses.

    2.2. Hierarki Perencanaan Prioritas dan Perencanaan Kapasitas dalam

    Sistem Manufaktur

    Pada dasarnya perencanaan manufaktur (manufacturing planning) mencakup

    perencanaan terhadap output dan input dari operasi manufaktur yang

    dikelompokkan dalam dua jenis perencanaan, yaitu: perencanaan prioritas

    (priority planning) yang berkaitan dengan perencanaan output dan perencanaan

    kapasitas (capacity planning) yang berkaitan dengan perencanaan input.

    Perencanaan prioritas menentukan produk-produk atau prioritas-prioritas dari

    operasi manufaktur untuk memenuhi permintaan pasar, seperti: jenis produk yang

    dibutuhkan, jumlah yang dibutuhkan, waktu produk dibutuhkan, termasuk

    spesifikasi kualitas, dan lain-lain. Sedangkan perencanaan kapasitas menentukan

  • 10

    sumber-sumber daya (input) atau tingkat kapasitas yang dibutuhkan oleh operasi

    manufaktur untuk memenuhi jadwal produksi atau output yang diinginkan,

    membandingkan kebutuhan produksi dengan kapasitas yang tersedia, dan

    menyesuaikan tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Perencanaan kapasitas

    mencakup kebutuhan sumber-sumber daya manufaktur seperti: jam mesin, jam

    tenaga kerja, fasilitas peralatan, ruang untuk tempat penyimpanan (warehouse

    space), rekayasa (engineeering), energi, dan sumber-sumber daya keuangan.

    Dalam sistem MRP II, perencanaan kapasitas tidak mencakup material, karena

    perencanaan material ditangani oleh fungsi perencanaan prioritas melalui

    penjadwalan produksi induk (master production scheduling, MPS) dan

    perencanaan kebutuhan material (material requirements planning, MRP).

    Peramalan

    Permintaan

    Pelayanan

    Pesanan

    (Order

    Service)

    Manajemen

    Permintaan

    Final

    Assembly

    Schedule

    Rekayasa Produk

    dan Manufaktur

    Pembelian

    Pengendalian dan

    Penjadwalan

    Pemasok

    Perencanaan

    Strategik

    Bisnis

    Perencanaan

    Produksi

    Penjadwalan

    Produksi Induk

    (MPS)

    Perencanaan

    Kebutuhan

    Material (MRP)

    Pengendalian

    Aktovotas Produksi

    (PAC)

    Perencanaan

    Keuangan

    dan

    Pemasaran

    Perencanaan

    Kebtuhan

    Sumber Daya

    Rough Cut

    Capacity

    Planning (RCCP)

    Perencanaan

    Kebutuhan

    Kapasitas (CRP)

    Operations

    Sequencing

    Pengendalian

    Input/Output

    Akuntasi dan

    Keuangan

    Keterangan:

    : Hubungan dua arah, termasuk umpan balik

    MPS : Master Production Scheduling

    CRP : Capacity Requirements Planning

    MRP : Material Requirements Planning

    PAC : Production Activity Control

    Gambar 2.2. Sistem Manufacturing Resource Planning (MRP II)

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.31)

  • 11

    Keberhasilan perencanaan dan pengendalian manufaktur membutuhkan

    perencanaan kapasitas yang efektif, agar mampu memenuhi jadwal produksi yang

    ditetapkan. Kekurangan kapasitas akan menyebabkan kegagalan dalam memenuhi

    target produksi, keterlambatan pengiriman ke pelanggan, dan kehilangan

    kepercayaan dalam sistem formal yang mengakibatkan reputasi dari perusahaan

    akan menurun atau hilang sama sekali. Pada sisi lain, kelebihan kapasitas akan

    mengakibatkan tingkat utilisasi sumber-sumber daya yang rendah, biaya

    meningkat, harga produk menjadi tidak kompetitif, kehilangan pangsa pasar,

    penurunan keuntungan, dan lain-lain. Dengan demikian, kekurangan kapasitas

    maupun kelebihan kapasitas akan memberikan dampak negatif bagi sistem

    manufaktur, sehingga perencanaan kapasitas yang efektif adalah menyediakan

    kapasitas sesuai dengan kebutuhan pada waktu yang tepat. Dalam kasus ini,

    makna dari filosofi Just In Time (JIT) menjadi bermanfaat, sehingga sistem

    manufaktur modern telah mengintegrasikan praktek-praktek JIT ke dalam MRP II.

    2.3. Perencanaan dan Pengendalian Produksi Terintegrasi

    Sistem manufaktur tidak dapat memproduksi prioritas (output) yang diinginkan

    tanpa memiliki kapasitas (input) yang cukup. Karena itu, dalam sistem

    manufaktur modern aktivitas perencanaan prioritas (priority planning) sejajar

    dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki dari

    rencana-rencana kapasitas (capacity plans) yang sejajar dan sesuai dengan

    hierarki dari rencana-rencana prioritas (priority plans). Menurut Gasperz, pada

    dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan

    kapasitas yang terintegrasi, antara lain:

    1. Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya.

    2. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning

    (RCCP).

    3. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan

    Kapasitas (CRP).

    4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/Output serta

    Operations Sequencing.

  • 12

    Perencanaan

    Strategik Bisnis

    Manajemen

    Permintaan Perencanaan

    Produksi

    Penjadwalan

    Produksi

    Induk (MPS)

    Perencanaan

    Kebutuhan

    Material

    (MRP)

    Pengendalian

    Aktivitas

    Produksi

    (PAC)

    Perencanaan Kebutuhan

    Sumber Daya (RRP)

    Rough Cut

    Capacity Planning

    (RCCP)

    Perencanaan

    Kebutuhan

    Kapasitas (CRP)

    Operating

    Sequencing

    Pengendalian

    Input/Output

    Pengendalian Kapasitas

    Outgoing

    Products

    Perencanaan

    Prioritas

    Perencanaan

    Kapasitas

    Hierarki

    Tingkat

    Perencanaan

    Strategik

    Tingkat

    Perencanaan

    Taktikal

    Tingkat

    Perencanaan

    Operasional

    Tingkat

    Pelaksanaan dan

    Pengendalian

    Keterangan:

    : Hubungan dua arah, termasuk umpan balik

    MPS : Master Production Scheduling

    RRP : Resource Requirements Planning

    MRP : Material Requirements Planning

    CRP : Capacity Requirements Planning

    PAC : Production Activity Control

    Gambar 2.3. Hierarki Perencanaan Priori tas dan Kapasitas dalam Sistem MRP II

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.127)

    Dari gambar 2.3 tersebut tampak bahwa perencanaan produksi (production

    planning) dan perencanaan kebutuhan sumber daya (resource requirements

    planning, RRP) termasuk dalam tingkat perencanaan strategik yang dilakukan

    oleh manajemen puncak (top management). Perencanaan produksi dan kebutuhan

    sumber daya berada pada level yang sama, dan merupakan level pertama dari

    hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas.

    Pada dasarnya perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat

    output manufaktur secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang

    direncanakan dan inventory yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan

  • 13

    tingkat manufaktur, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode

    satu tahun atau lebih, untuk setiap kelompok produk. Rencana produksi harus

    konsisten dengan rencana bisnis, yang dalam sistem MRP II merupakan input bagi

    proses perencanaan produksi. Perencanaan produksi merupakan tanggung jawab

    manajemen puncak (top management) yang membutuhkan konsumen dari semua

    departemen fungsional, terutama dari departemen pemasaran, keuangan, PPIC,

    dan produksi. Perencanaan produksi menetapkan kerangka kerja untuk

    penjadwalan produksi induk (MPS) dan pelaksanaan manufaktur.

    Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) merupakan suatu proses yang

    mengevaluasi Rencana Produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang,

    seperti: tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia. Pada tingkat

    RRP, produk-produk sering diagregasikan ke dalam kelompok atau family dari

    item-item serupa, dan suatu item typical dalam kelompok digunakan untuk

    menghitung beban (load) untuk kelompok secara keseluruhan. Apabila sumber-

    sumber daya itu telah tersedia, rencana produksi dapat dilaksanakan. Namun

    apabila sumber-sumber daya itu tidak cukup, rencana produksi harus diubah, atau

    mencari tambahan sumber daya tersebut. Apabila sumber daya yang direncanakan

    dan yang dibutuhkan adalah sama, Rencana Produksi dianggap layak untuk

    diteruskan ke tingkat hierarki berikut, yaitu MPS, untuk dilaksanakan.

    Penjadwalan Produksi Induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

    merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki level

    taktikal (level 2). MPS menguraikan Rencana Produksi untuk menunjukkan

    kuantitas produk akhir yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu (biasanya

    mingguan apabila menggunakan sistem MRP II atau harian bila menggunakan

    sistem JIT) sepanjang horizon perencanaan takttis (biasanya satu tahun). Apabila

    rencana produksi menunjukkan tingkat produksi untuk kelompok produk, MPS

    menjadwalkan kuantitas spesifik dari produk akhir dalam periode waktu spesifik.

  • 14

    Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan sumber

    daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi

    dari unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load

    profiles, bills of capacity, bills of resources, atau bill of labor). Penggandaan

    beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per periode waktu akan

    memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work center).

    RCCP lebih terperinci dari RRP, karena RCCP menghitung beban untuk semua

    item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual. Apabila proses RCCP

    mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP

    guna menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang

    dibutuhkan. Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri

    kimia, apabila RCCP mengindikasikan terdapat masalah dengan MPS, perencana

    harus mengubah MPS melalui salah satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan

    pelanggan (costumer orders) atau melalui pemberitahuan ke bagian pemasaran

    untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada.

    Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

    (CRP) merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada hierarki

    level operasional (level 3). MRP mengembangkan pesanan-pesanan yang

    direncanakan untuk bahan baku, komponen dan subassemblies yang dibutuhkan

    untuk memenuhi MPS. MRP juga merekomendasikan penjadwalan ulang

    terhadap open orders apabila due dates dan need dates tidak sama. MRP

    menggunakan data inventory dan Bill of Material (BOM) sebagai tambahan pada

    MPS untuk dijadikan sebagai input. Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP)

    membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap projected available capaity

    untuk open manufacturing orders dan planned manufacturing orders yang

    dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat

    kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat kerja, dengan

    mengasumsikan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan yang

    dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan tindakan-

    tindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi atau

  • 15

    menjadwalkan ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga kerja,

    mengalihtugaskan pekerja, mensubkontrakkan, atau melakukan alternate routings.

    Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan

    ditambah jadwal MRP dari pesanan yang direncanakan adalah layak dari sudut

    pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang direncanakan itu dikeluarkan ke

    Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk dilaksanakan.

    Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC), Pengendalian Input/Ouput, dan

    Operations Sequencing merupakan perencanaan prioritas dan perencanaan

    kapasitas pada hierarki level pelaksanaan dan pengendalian (level 4). PAC

    mengembangkan jadwal jangka pendek yang terperinci dengan menggunakan

    component due dates dari MRP dan detailed routings. Jadwal PAC biasanya

    dalam bentuk hari atau kadang-kadang jam, dan cenderung mencakup waktu dari

    satu sampai tiga bulan. PAC melibatkan perencanaan, pengeluaran, dan

    pengendalian pesanan-pesanan manufaktur.

    Pengendalian input/ouput memantau kuantitas dari pekerjaan yang datang pada

    pusat kerja dan yang meninggalkan pusat kerja tersebut. Perencana produksi

    membandingkan aktual pekerjaan yang tiba dan banyaknya yang diselesaikan,

    kemudian mengambil tindakan korektif seperti menambah jam kerja lembur

    (overtime), mentransfer pekerja di antara pusat-pusat kerja, alternate routings

    terhadap transfer beban ke pusat kerja lain, atau melakukan splitting dan/atau

    overlapping operations. Operations Sequencing merupakan suatu teknik simulasi

    untuk perencanaan jangka pendek dan priority dispatching dari pekerjaan-

    pekerjaan yang dikerjakan pada setiap pusat kerja, berdasarkan pada kapasitas

    sekarang, prioritas, routings, dan informasi lain. PAC mewakili pelaksanaan dan

    pengendalian dari rencana-rencana manufaktur yang telah dikembangkan dalam

    tingkat perencanaan yang lebih tinggi. Pada level ini, pekerjaan benar-benar

    secara aktual diselesaikan, juga memberikan umpan balik yang bermanfaat untuk

    digunakan oleh tingkat yang lebih tinggi dalam meningkatkan proses perencanaan

    mereka.

  • 16

    2.4. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

    Perencanaan kebutuhan sumber daya (resource requirements planning = RRP)

    merupakan tingkat perencanaan tertinggi (level 1) dalam hierarki perencanaan

    kapasitas. Terdapat perbedaan antara perencanaan kebutuhan sumber daya pada

    level 1 dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) pada level 2 dalam

    perencanaan kapasitas, yaitu sebagai berikut:

    Tabel 2.1. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

    No. Deskripsi RRP RCCP

    1 Input Kelompok produk atau item-item Produk-produk dan komponen-komponen

    2 Periode Perencanaan Triwulan atau bulanan

    No Offset

    Mingguan atau harian

    Lead-time Offset

    3 Output Resource Plan Rough Cut Capacity Plan

    4 Metode Bill of resources Detailed product load profile

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.136)

    2.5. Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule)

    2.5.1. Konsep Dasar tentang Aktivitas Penjadwalan Produksi Induk

    Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk

    memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-

    sumber atau alternatif-alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum

    dari biaya keseluruhan produk. Implementasi dan disagregasi rencana produksi

    dilakukan dalam jadwal prduksi induk (Master Production Schedule = MPS).

    Pada dasarnya jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang produk

    akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu pernyataan industri

    manufaktur yang merencanakan produksi output berkaitan dengan kuantitas dan

    periode waktu. Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses

    perencanaan produksi (aktivitas pada level 1 dalam hierarki perencanaan prioritas)

    dinyatakan dalam bentuk agregat, maka jadwal produksi induk (MPS) yang

    merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam

    konfigurasi spesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and

    BOM (Bill of Material) files. Namun langkah agregat dilakukan hanya untuk

    perusahaan yang bersifat make to stock. Bila perusahaan make to order, maka

  • 17

    peramalan tidak perlu dilakukan (cukup dengan daftar order pelanggan saja).

    (Teguh Baroto, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Hal. 100, 2002).

    Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan proses

    penyusunan dan perbaharuan jadwal produksi induk (MPS), memproses transaksi

    dari MPS, memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS,

    dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk

    keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui

    bahwa MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi, dan bukan pernyataan

    tentang permintaan pasar. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build

    schedule untuk item-item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk

    (master scheduler). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran

    dan bagian manufakturing, sehingga bagian pemasaran juga harus mengetahui

    informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP (Available To

    Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada pelanggan.

    Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan

    empat fungsi utama berikut:

    1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan

    kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirements

    planning = M&CRP). M&CRP merupakan aktivitas perencanaan level 3

    dalam hierarki perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem

    MRP II.

    2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and

    purchase orders) untuk item-item MPS.

    3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.

    4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery

    promises) kepada pelanggan.

    Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan

    lima input utama, yaitu:

  • 18

    Data Permintaan Total

    Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk.

    Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecast) dan

    pesanan-pesanan (orders).

    Status Inventory

    Berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang

    dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan

    produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase

    orders), dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat jumlah

    inventory yang tersedia dan menentukan jumlah yang harus dipesan.

    Rencana Produksi

    Memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkan

    semua rencana produksi untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan

    sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.

    Data Perencanaan

    Berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan,

    shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time)

    dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item

    (Item Master File).

    Informasi dari RCCP

    Berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah

    satu input bagi MPS. Pada dasarnya RCCP dan MPS merupakan aktivitas

    perencanaan yang berada pada level yang sama (level 2) dalam hierarki

    perencanaan prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem MRP II. RCCP

    menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji

    kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau

    penyusun jadwal produksi induk (Master Scheduler) untuk mengambil

    tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara

    penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia.

  • 19

    Rough Cut

    Capacity Planning

    (RCCP)

    PROSES:

    Penjadwalan

    Produksi Induk

    (MPS)

    INPUT:1. Data Permintaan Total

    2. Status Inventory

    3. Rencana Produksi

    4. Data Perencanaan

    5. Informasi dari RCCP

    OUTPUT:

    Jadwal Produksi

    Induk (MPS)

    Umpan Balik

    Gambar 2.4. Proses Penjadwalan Produksi Induk

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.143)

    Penjadwalan produksi induk (Master Production Scheduling = MPS) merupakan

    aktivitas perencanaan yang berada pada level 2 dalam hierarki perencanaan

    prioritas, sedangkan perencanaan produksi (Production Planning) merupakan

    aktivitas perencanaan yang berada pada level 1 (level yang masih tinggi) dalam

    hierarki perencanaan prioritas. Pada dasarnya terdapat sejumlah perbedaan antara

    rencana produksi (production plan) dan jadwal produksi induk (Master

    Production Schedule = MPS) yang merupakan hasil dari kedua aktivitas

    perencanaan tersebut. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada tabel 2.1. berikut:

    Tabel 2.2. Perbedaan antara Rencana Produksi dan MPS

    No. Deskripsi Rencana Produksi Jadwal Produksi Induk (MPS)

    1 Definisi Tingkat produksi berdasarkan kelompok

    atau family produk Anticipated build schedule

    2 Item yang direncanakan

    (BOM)

    Tingkat produksi berdasarkan family atau

    kelompok produk

    Produk akhir atau item spesifik

    dalam bill of materials

    3 Horizon Perencanaan Sumber daya dengan waktu tunggu

    terpanjang (longest lead time)

    Waktu tunggu kumulatif

    (cumulative lead time)

    4 Batasan-batasan Kapasitas peralatan dan pabrik dan

    material Rencana produksi, kapasitas

    5 Hubungan Agregasi MPS Disagregasi rencana produksi

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.144)

    2.5.2. Beberapa Pertimbangan dalam Desain MPS

    Ketika akan mendesain MPS, perlu diperhatikan beberapa faktor utama yang

    menentukan proses penjadwalan produksi induk (MPS). Beberapa faktor utama

    tersebut adalah:

  • 20

    1. Lingkungan manufaktur

    2. Struktur produk dan Bill of Material (BOM)

    3. Horizon Perencanaan, waktu tunggu produk (product lead time) dan

    production time fences.

    4. Pemilihan item-item MPS.

    2.5.2.1. Lingkungan Manufaktur

    Lingkungan manufaktur sangat menentukan proses penjadwalan produksi induk

    (MPS). Lingkungan manufaktur yang umum dipertimbangkan ketika akan

    mendesain MPS adalah: make to stock, make to order, dan assemble to order.

    Produk-produk dari lingkungan make to stock biasanya dikirim secara langsung

    dari gudang produk akhir, dan karena itu harus ada stok sebelum pesanan

    pelanggan (customer order) tiba. Hal ini berarti produk akhir harus dibuat atau

    diselesaikan terlebih dahulu sebelum menerima pesanan pelanggan. Produk-

    produk dari lingkungan make to order biasanya baru dikerjakan atau diselesaikan

    setelah menerima pesanan pelanggan. Seringkali komponen-komponen yang

    mempunyai waktu tunggu panjang (long lead time) direncanakan atau dibuat lebih

    awal guna mengurangi waktu tunggu penyerahan kepada pelanggan, apabila

    pelanggan memesan produk. Pada dasarnya produk-produk dalam lingkungan

    assemble to order adalah make to order product, yaitu semua komponen

    (semifinished, intermediate, subassembly, fabricated, purchased, packaging dan

    lain-lain) yang digunakan dalam assembly, pengepakan, atau proses akhir,

    direncanakan atau dibuat lebih awal, kemudian disimpan dalam stok guna

    mengantisipasi pesanan pelanggan.

    Tabel 2.3. Karakteristik dari Lingkungan Manufaktur

    No. Karakteristik Make to stock Assemble to order Make to order

    1

    Keterkaitan antara pemasok

    (perusahaan industri) dan

    pelanggan (customer)

    Rendah Sedang Tinggi

    2 Waktu penyerahan produk

    ke pelanggan Singkat Sedang Panjang

    3 Volume produksi untuk

    setiap unit penjualan Tinggi Sedang Rendah

    4 Range dari product line Rendah Sedang Tinggi

  • 21

    5 Basis untuk perencanaan

    dan penjadwalan produksi Ramalan Ramalan dan Backlog Backlog

    6 Seasonalitas (pengaruh

    musiman) Tinggi Sedang Rendah

    7 Stabilitas produk Tinggi Sedang Rendah

    8 Penanganan ketidakpastian

    permintaan

    Stok

    pengaman

    Over-planning dari komponen

    dan subassemblies Hanya sedikit ketidakpastian yang ada

    9 Final assembly schedule Terkait erat

    dengan MPS

    Ditentukan oleh pesanan

    pelanggan

    Digunakan untuk kebanyakan operasi

    assembly

    10

    Bill of Material (BOM)

    atau struktur produk

    (product structure)

    BOM standar

    untuk setiap

    produk

    Planning BOM BOM unik untuk setiap pesanan

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.144)

    2.5.2.2. Struktur Produk dan Bill of Material (BOM)

    Struktur produk atau Bill of Material (BOM) didefinisikan sebagai cara

    komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses

    manufakturing. Struktur produk typical akan menunjukkan bahan baku yang

    dikonversi ke dalam komponen-komponen pabrikasi, kemudian komponen-

    komponen itu bergabung secara bersama untuk mebuat subassemblies, kemudian

    subassemblies bergabung bersama membuat assemblies, dan seterusnya sampai

    produk akhir. Struktur produk sering ditampilkan dalam bentuk gambar (chart

    format). Kebanyakan produk memiliki struktur standar, yaitu memiliki lebih

    banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak komponen

    daripada subassemblies (berbentuk segitiga dengan puncak adalah produk akhir,

    bagian tengah adalah assemblies, dan bagian bawah atau dasar adalah komponen

    dan bahan baku).

    2.5.2.3. Horizon Perencanaan, Waktu Tunggu Produk (Product Lead Time)

    dan Production Time Fences

    Di samping faktor lingkungan manufaktur dan struktur produk, ada faktor-faktor

    utama yang perlu mempertimbangkan dalam mendesain MPS, yaitu horizon

    perencanaan, waktu tunggu, dan production time fences.

  • 22

    AKTIVITAS OPERASI

    PLANNING VISIBILITY HORIZON

    Waktu tunggu

    proses pesanan

    dan pengiriman

    Waktu tunggu

    final assembly

    Waktu tunggu

    assembly

    komponen

    Waktu tunggu

    perolehan

    material dan

    rekayasaFREE

    FIRM

    DEMAND

    FENCE

    FIRMDEMAND

    FENCE

    SLUSHY

    SLUSHY

    FIRM

    DEMAND

    FENCE

    PLANNING

    FENCE

    PLANNING

    FENCE

    PLANNING

    FENCE

    SLUSHY

    Make-to-Stock

    FREE

    Assemble-to-order

    FREE

    Make-to-order

    Gambar 2.5. Horizon Perencanaan, Waktu Tunggu, dan Time Fences

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.155)

    Terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan manajemen waktu dalam proses desain

    MPS, yaitu:

    1. Panjang horizon perencanaan.

    Horizon perencanaan didefinisikan sebagai periode waktu mendatang terjauh

    dari jadwal produksi. Biasanya ditetapkan dengan memperhatikan waktu

    tunggu kumulatif (cumulative lead time) ditambah waktu untuk lot-sizing

    komponen-komponen level rendah dan perubahan kapasitas dari pusat-pusat

    kerja utama (primary work centers). Perlu diperhatikan bahwa dalam

    menetapkan horizon perencanaan harus dipertimbangkan aspek-aspek berikut:

    horizon perencanaan paling sedikit sepanjang waktu tunggu produk kumulatif,

    additional visibility lebih disukai, panjang dari horizon perencanaan harus

    sama dengan banyaknya periode dikalikan dengan panjang dari setiap periode

    (H = L x N, dimana: H = Horizon, L = Lenght of Period, dan N = Number of

    Periods).

  • 23

    Assembly Fabrikasi Procurement Visibility

    (3-6 bulan)

    Waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time)

    MPS Planning Horizon

    Today Future

    Gambar 2.6. MPS Planning Horizon

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.156)

    2. Waktu tunggu produksi.

    Waktu tunggu didefinisikan sebagai lama waktu menunggu sejak penempatan

    pesanan (memesan) sampai memperoleh pesanan tersebut. Dalam sistem

    produksi, waktu tunggu berkaitan dengan waktu menunggu diproses, bergerak

    atau berpindah, antri, setup, dan run time untuk setiap komponen yang

    diproduksi. Pada dasarnya horizon perencanaan dibagi ke dalam empat

    aktivitas operasi, yang masing-masing mempunyai waktu tunggu. Waktu

    tunggu dari keempat aktivitas operasi itu adalah: waktu tunggu proses pesanan

    dan pengiriman, waktu tunggu final assembly, waktu tunggu component

    assembly, dan waktu tunggu perolehan material dan rekayasa.

    3. Time Fences

    Perubahan-perubahan dalam MPS akan menjadi sulit, kacau (disruptive), dan

    mahal (costly), apabila dibuat pada saat mendekati waktu penyelesaian

    produk. Untuk menstabilkan jadwal dan memberikan keyakinan bahwa

    perubahan-perubahan telah dipertimbangkan secara tepat sebelum perubahan-

    perubahan itu disetujui, MPS dapat dibagi ke dalam beberapa zona waktu

    dengan menetapkan prosedur berbeda dalam mengatur perubahan-perubahan

    jadwal dalam setiap zona waktu (time zone). Time fences memisahkan zona

    waktu tersebut. Dengan demikian time fences dapat didefinisikan sebagai

    suatu kebijakan atau petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat ketika (dalam

    zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur

  • 24

    operasi manufaktur. Batas-batas diantara periode horizon perencanaan akan

    membantu penyusun MPS dengan cara mengijinkan petunjuk yang berbeda

    guna mengatur modifikasi jadwal. Perubahan-perubahan terhadap MPS dapat

    dilakukan dengan relatif lebih mudah apabila mereka terjadi pada saat

    melewati waktu kumulatif. Bagaimanapun perubahan-perubahan akan menjadi

    sulit dan tidak efisien apabila terjadi dalam time fences. Time fences yang

    paling umum dikenal adalah demand time fence (DTF) dan planning time

    fence (PTF), yaitu DTF dapat ditetapkan pada waktu final assembly sedangkan

    PTF ditetapkan pada waktu tunggu kumulatif.

    Demand time fence (DTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS

    yaitu ketika dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan

    atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat

    ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Sedangkan planning time fence (PTF)

    didefiniskan sebagai periode mendatang dari MPS yaitu ketika dalam periode ini

    perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian

    atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya. MPOS

    biasanya dinyatakan sebagai firm planned orders (FPO) dalam PTF. Berdasarkan

    dua jenis time fences tersebut, didefinisikan tiga periode manajemen waktu untuk

    MPS, yaitu: firm (or frozen) period, slushy period, dan free (or liquid period).

    Dalam firm (or frozen period), yaitu periode di dalam DTF, tidak boleh ada

    perubahan-perubahan terhadap MPS. Apabila dibutuhkan perubahan-perubahan

    yang bersifat sangat darurat (emergency changes) yang harus dibuat, penyusun

    MPS hanya boleh mengubah setelah memperoleh persetujuan dari manajemen

    puncak atau manajer manufaktur. Dalam slushy period, yaitu periode diantara

    DTF dan PTF, penyusun MPS dapat mengubah product mix, dengan tetap

    memperhatikan ketersediaan dari material dan kapasitas. Dalam periode ini,

    penyusun MPS tidak dapat mengubah tingkat produksi tanpa menjamin bahwa

    material dan sumber-sumber daya lain dapat disesuaikan untuk mengakomodasi

    tingkat produksi baru. Dalam free (or liquid) period, yaitu periode di luar PTF,

  • 25

    penyusun MPS dapat secara bebas mengubah tingkat produksi untuk memenuhi

    perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam permintaan oleh bagian pemasaran.

    Melewati PTF, terdapat dua fungsi yang diberikan MPS, yaitu: (1) memberikan

    suatu input kepada Rough Cut Capacity Planning (RCCP) dan dengan demikian

    memberikan dasar bagi pembuatan keputusan tentang perolehan sumber daya

    jangka panjang yang membutuhkan waktu tunggu panjang, serta (2) memberikan

    visibility yang lebih besar atas bahan baku dan komponen yang mempunyai waktu

    tunggu panjang (long-lead-time components and raw material), sehingga

    memberikan kemampuan kepada fungsi pembelian untuk berhubungan lebih erat

    dengan pemasok (suppliers). Apabila manajemen industri ingin mengadopsi

    sistem Just In Time, di sinilah peranan bagian pembelian untuk membina

    hubungan jangka panjang dengan pemasok-pemasok bahan baku atau komponen

    yang memiliki waktu tunggu panjang. Dalam bentuk yang lebih sederhana, MPS

    time fences dapat diilustrasikan dalam gambar 2.12 berikut:

    Emergency

    Changes

    Mix Changes

    OnlyRates and

    Any Changes

    Waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time)

    MPS Planning Horizon

    Today Future

    Assembly Fabrikasi Procurement Visibility

    (3-6 bulan)

    DTF PTF

    Gambar 2.7. MPS Time Fences

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.157)

    2.5.3. Pemilihan Item-item MPS

    Faktor utama lain yang perlu diperhatikan dalam mendesain MPS adalah

    pemilihan item-item MPS. Pemilihan item-item yang dijadwalkan melalui MPS

    juga perlu mendapat perhatian khusus. Pemilihan item-item ini penting, karena

    tidak hanya mempengaruhi bagaimana MPS beroperasi, tetapi juga mempengaruhi

    sistem perencanaan dan pengendalian manufaktur secara keseluruhan beroperasi.

  • 26

    Terdapat beberapa kriteria dasar yang mengatur pemilihan item-item dalam MPS,

    yaitu:

    Item-item yang dijadwalkan seharusnya merupakan produk akhir, kecuali ada

    pertimbangan yang jelas menguntungkan untuk menjadwalkan item-item yang

    lebih kecil daripada produk akhir seperti: modular or inverted planning bills,

    atau lebih besar daripada produk akhir seperti: super family, super modular,

    atau super planning bills lainnya. Penjadwalan produk-produk akhir dalam

    MPS menyebabkan hal tersebut menjadi sama seperti : final assembly

    schedule (FAS).

    Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena manajemen tidak dapat

    membuat keputusan yang efektif terhadap MPS apabila jumlah item MPS

    terlalu banyak.

    Seharusnya memungkinkan untuk meramalkan permintaan dari item-item

    MPS (kecuali item tersebut adalah made-to-order). Item-item yang

    dijadwalkan harus berkaitan erat dengan item-item yang dijual.

    Setiap item yang dibuat harus memiliki BOM, sehingga MPS dapat explode

    melalui BOM untuk menentukan kebutuhan komponen dan material.

    Item-item yang dipilih harus dimasukkan dalam perhitungan kapasitas

    produksi yang dibutuhkan.

    Item-item MPS harus memudahkan dalam penerjemahan pesanan-pesanan

    pelanggan ke dalam pembuatan produk yang akan dikirim.

    2.6. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

    Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan untuk

    membuat MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu sampai

    tiga tahun. Time buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi secara khas

    dilakukan mingguan atau bulanan. Kapasitas digambarkan dalam kaitan antara

    manusia dan/atau jam mesin dengan work center. (Smith B. Spencer, Computer

    Based Production and Inventory Control, Hal. 285).

  • 27

    Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir, RCCP

    dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix. Bagaimanapun, RCCP

    tidak mempertimbangkan inventories dari komponen yang siap untuk diproduksi

    dan dalam penyimpanan atau pekerjaan dalam proses, gambaran singkatnya

    adalah kapasitas diperlukan mungkin salah. Sumber lainnya dari kesalahan

    potensial adalah bahwa MPS tidak secara akurat merefleksikan pengaruh dari

    ukuran lot.

    RCCP digunakan untuk membuat keputusan pada penyesuaian kapasitas pada

    rentang waktu medium. Keputusan mungkin melibatkan penyesuaian dari standar

    mesin, pengaturan sub kontrak, atau relokasi kekuatan kerja. Teknik yang

    digunakan dalam RCCp terdiri dari bill of capacity dan time-phased bills of

    capacity.

    Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki

    perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS.

    RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua

    dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber

    spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial

    (potential bottleneck), adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada dasarnya

    RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi dan/atau MPS

    ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis

    seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok

    material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa dengan Perencanaan

    Kebutuhan Sumber Daya (Resource Requirements Planning, RRP), kecuali bahwa

    RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap hal, seperti: RCCP

    didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP

    didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP

    mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi.

  • 28

    Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan

    RCCP, yaitu:

    1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.

    2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead times).

    3. Menentukan bill of resources.

    4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

    RCCP (perencanaan kapasitas kasar) ini termasuk dalam perencanaan kapasitas

    jangka panjang. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk

    melaksanakan MPS. Horizon waktu sama dengan MPS, biasanya 1 sampai dengan

    3 tahun. Terdapat tiga teknik RCCP yaitu:

    1. Pendekatan total faktor (Capacity Planning Using Overall Factor Approach,

    CPOF).

    CPOF membutuhkan tiga input yaitu MPS, waktu total yang diperlukan untuk

    memproduksi suatu produk dan proprosi waktu penggunaan sumber. CPOF

    mengkalikan waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk memperoleh

    total waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini

    kemudian dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan

    mengkalikan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.

    Perhitungan yang digunakan dalam RCCP teknik CPOF adalah:

    Beban Mesin = MesinJumlah

    operasiWaktu ...............................................................................................(2.1)

    Run Time = Total beban mesin pada tiap work center ............................................................(2.2)

    Waktu setup work center = Waktu setup mesin maksimal pada work center ...........................(2.3)

    Waktu proses = TimeRunsizelotAverage

    timeSetup ..........................................................................(2.4)

  • 29

    Proporsi = proseswaktuTotal

    padaprosesWaktu centerwork .............................................................................(2.5)

    Total Kebutuhan Kapasitas = Jumlah MPS per periode x total Waktu proses ........................(2.6)

    Total Kebutuhan Kapasitas Tiap Work Center = Proporsi x Total Kebutuhan Kapasitas ..........(2.7)

    2. Pendekatan daftar tenaga kerja (Bill of Labour Approach, BOLA)

    Jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengkalikan

    waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah

    produk dari MPS.

    3. Pendekatan profil sumber (Resource Profile Approach, RPA)

    Merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak

    serinci perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirements Planning,

    CRP).

    2.7. Perencanaan Kebutuhan Material

    2.7.1. Konsep Dasar tentang Perencanaan Kebutuhan Material

    Perencanaan kebutuhan material (Material Requirements Planning, MRP) adalah

    metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned

    orders. Planned manufacturing orders kemudian diajukan untuk analisis lanjutan

    berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan

    perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirements Planning, CRP).

    Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan

    inventory untuk item-item dependent demand, yaitu ketika permintaan cenderung

    discontinous and lumpy. Item-item yang termasuk dalam dependent demand

    adalah: bahan baku (raw material), parts, subassemblies, dan assemblies, yang

    kesemuanya disebut manufacturing inventories. Teknik-teknik MRP dan CRP

    paling cocok diterapkan dalam lingkungan job shop manufacturing, meskipun

    MRP dapat pula diadopsi dalam lingkungan repetitive manufacturing.

  • 30

    Dalam struktur hierarki perencanaan prioritas (priority planning) dalam sistem

    MRP II, perencanaan kebutuhan material (MRP) termasuk dalam tingkat

    perencanaan operasional (level 3), yang berada langsung di bawah MPS (tingkat

    perencanaan taktikal, level 2) dan di bawah Perencanaan Produksi (tingkat

    perencanaan strategik, level 1). Tingkat pelaksanaan dan pengendalian dalam

    sistem manufaktur berada di bawah kendali Pengendalian Aktivitas Produksi

    (production activity control = PAC), yang merupakan level 4 dalam hierarki

    perencanaan prioritas. Berdasarkan MPS yang diturunkan dari Rencana Produksi,

    suatu sistem MRP mengidentifikasi item yang harus dipesan, jumlah kuantitas

    item yang harus dipesan, dan waktu memesan item tersebut. Sebagai suatu sistem,

    MRP membutuhkan lima input utama, yaitu:

    1. Master Production Schedule (MPS) yang merupakan suatu pernyataan

    definitif tentang produk akhir yang direncanakan perusahaan untuk

    diproduksi, jumlah yang dibutuhkan, waktu yang dibutuhkan, dan proses yang

    akan dilakukan.

    2. Bill of Material (BOM) merupakan daftar dari semua material, parts dan

    subassemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk

    memproduksi satu unit produk atau parent assembly. MRP menggunakan

    BOM sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap material yang

    dibutuhkan untuk setiap periode waktu.

    3. Item Master merupakan suatu file yang berisi informasi status tentang

    material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang menunjukkan

    kuantitas on-hand, kuantitas yang dialokasikan (allocated quantity), waktu

    tunggu yang direncanakan (planned lead times), ukuran lot (lot size), stok

    pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai

    informasi penting lainnya yang berkaitan dengan suatu item.

    4. Pesanan-pesanan (orders) akan memberitahukan tentang jumlah dari setiap

    item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock-on-hand di masa

    mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis pesanan, yaitu: shop orders or

    work orders or manufacturing orders berupa pesanan-pesanan yang akan

    dibuat atau diproduksi di dalam pabrik, dan purchase orders yang merupakan

  • 31

    pesanan-pesanan pembelian suatu item dari pemasok eksternal. Sistem MRP

    pada umumnya menggunakan dua jenis pesanan ini, yaitu: released orders

    dan planned orders. Released orders or shedule receipts or open orders

    merupakan pesanan-pesanan yang secara resmi telah dikeluarkan baik ke

    pabrik (manufacturing orders) atau ke pemasok eksternal (purchase orders).

    Planned orders or planned order receipts merupakan pesanan-pesanan yang

    masih berada dalam komputer yang belum dikeluarkan secara resmi. Dalam

    hal ini perusahaan belum mengeluarkan pesanan itu secara resmi, dalam arti

    pihak pabrik belum diminta untuk membuat atau pihak pemasok eksternal

    belum diminta untuk mengirim suatu item, sehingga belum ada konsekuensi

    keuangan atau lainnya. Planned order receipts dapat berubah menjadi

    schedule receipts hanya apabila ada tindakan yang sah dari pihak perencana

    material. Suatu pesanan akan memuat data tentang: nomor item yang dipesan,

    kuantitas pesanan, original due date, actual received quantity, revised due

    date, kuantitas dalam MRB (Material Review Board) dan scrap, pemasok

    (apabila pesanan itu merupakan pesanan pembelian), dan informasi lain.

    5. Kebutuhan-kebutuhan (requirements) akan memberitahukan tentang jumlah

    dari masing-masing item yang dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock on

    hand di masa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis kebutuhan, yaitu:

    kebutuhan internal yang biasanya digunakan dalam pabrik untuk membuat

    produk lain, dan kebutuhan eksternal yang akan dikirim ke luar pabrik berupa:

    pesanan pelanggan (customer orders), service parts, dan sales forecast. Suatu

    catatan kebutuhan biasanya berisi informasi tentang: nomor item yang

    dibutuhkan, kuantitas yang dibutuhkan, waktu dibutuhkan, kuantitas yang

    telah dikeluarkan dari stockroom, dan lain-lain. Pesanan pelanggan juga berisi

    informasi tambahan seperti: nama pelanggan, alamat pengiriman, waktu

    penyerahan yang diinginkan oleh pelanggan, waktu yang dijanjikan untuk

    dikirim, dan lain-lain.

    Di samping faktor-faktor tersebut, faktor-faktor perencanaan seperti: horizon

    perencanaan (planning horizon), lenght of time buckets, dan frekuensi

  • 32

    perencanaan ulang (replanning frequency) juga diperlukan untuk mengoperasikan

    sistem MRP. Horizon perencanaan (planning horizon) yang dipilih untuk

    pengembangan MRP secara umum adalah sama dengan yang dipilih untuk MPS,

    yaitu harus paling sedikit selama waktu tunggu kumulatif terpanjang (longest

    cumulative lead time) di antara semua item yang diproduksi. Length of time bucket

    yang dipilih tergantung pada lingkungan manufaktur, yaitu untuk lingkungan yang

    sangat dinamik dengan frekuensi perencanaan ulang (replanning frequency) yang

    sangat sering seperti dalam situasi Just in Time (JIT) periode waktu yang tercakup

    oleh setiap time bucket (length of time buckets) lebih pendek, sedangkan untuk

    lingkungan manufaktur yang memiliki waktu tunggu produksi sangat panjang

    lenght of time buckets-nya menjadi lebih panjang. Frekuensi perencanaan ulang

    (replanning frequency) menunjukkan frekuensi aplikasi MRP yang seharusnya

    dilakukan, yang tergantung pada lingkungan manufaktur dan ukuran dari time

    bucket yang dipilih. Dalam lingkungan dinamis, yaitu ketika perubahan-

    perubahan sering terjadi atau prosesnya tidak stabil, membutuhkan frekuensi

    perencanaan ulang (replanning frequency) yang lebih sering atau lebih banyak

    dibandingkan apabila berada dalam lingkungan yang lebih stabil.

    2.7.2. Mekanisme Dasar dari Proses MRP

    Format tampilan horizontal dari MRP adalah sebagai berikut:

    Part Number : Description :

    BOM/UOM : On Hand :

    Lead Time : Order Policy :

    Safety Stock : Lot Size :

    Periode Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Gross Requirement

    Schedule Receipt

    PAB I

    Net Requirement

    Planned Order Receipt

    Planned Order Release

    PAB II

    Gambar 2.8. Tampilan Horizontal dari MRP

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.180)

  • 33

    Keterangan dari tampilan horizontal MRP tersebut adalah sebagai berikut:

    Lead Time merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarakan

    suatu pesanan sampai item yang dipesan tersebut siap digunakan.

    On Hand merupakan inventory on-hand yang menunjukkan kuantitas dari item

    yang secara fisik ada dalam stockroom.

    Lot Size merupakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang

    memberitahukan MRP jumlah yang harus dipesan serta teknik lot sizing yang

    harus digunakan.

    Safety Stock merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP

    untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan/atau penawaran

    (supply). MRP merencanakan untuk mempertahankan tingkat stok pada level

    ini (safety stock level) pada semua periode waktu.

    Gross Requirement merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk

    kebutuhan yang diantisipasi (anticipated requirements), untuk setiap periode

    waktu. Suatu part tertentu dapat mempunyai kebutuhan kotor (gross

    requirements) yang mencakup dependent and independent demand.

    Beberapa catatan penting yang perlu diketahui adalah:

    1. Net requirements akan ditunjukkan sebagai nilai positif yang sesuai dengan

    pertambahan negatif dari projected on hand dalam periode yang sama.

    2. Apabila lot size tidak ditentukan, planned order receipts untuk satu periode

    akan identik dengan net requirements yang ditunjukkan pada periode yang

    sama. Dalam hal ini berarti menggunakan teknik lot for lot.

    Net Requirements merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk

    periode ini, sehingga perlu diambil tindakan ke dalam perhitungan planned

    order receipts agar menutupi kekurangan material pada periode itu. Net

    requirements dihitung berdasarkan formula berikut:

    Net Requirements = Gross Requirements + Allocations + Safety Stock

    Schedule Receipts Projected Available pada akhir periode lalu ...............................(2.8)

  • 34

    Beberapa catatan yang perlu diperhatikan adalah:

    1. Apabila lot sizing dipakai, net requirements adalah prediksi kekurangan

    material, sehingga perlu dimasukkan dalam perhitungan planned order

    receipts, dan tidak hanya menghitung kenaikan dalam nilai negatif yang

    ditunjukkan dalam baris projected on hand.

    2. Aturan: apabila menggunakan fixed quantity lot size, dan bila ada net

    requirements, maka banyaknya kuantitas planned order receipts akan

    mengambil salah satu nilai yaitu: standard lot size atau net requirements

    aktual, tergantung mana yang lebih besar. Apabila menggunakan suatu fixed

    multiple quantity lot size, planned order receipts seharusnya menjadi sebesar

    standard lot size atau kelipatan dari besaran standard lot size agar cukup

    memenuhi net requirements.

    3. Dalam kebanyakan kasus, planned order receipts akan melebihi besaran net

    requirements, sehingga membiarkan beberapa kuantitas inventory disimpan

    sampai periode berikut.

    4. Dalam keadaan rolling schedule akan menjadi normal bahwa besaran schedule

    receipts adalah sama dengan kuantitas lot size, karena kuantitas itu yang telah

    dipesan.

    Planned Order Receipts merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali

    (pesanan manufaktur dan/atau pesanan pembelian) yang telah direncanakan

    oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan

    bersih (net requirements). Apabila menggunakan teknik lot-for-lot, maka

    planned order receipts dalam setiap periode selalu sama dengan net

    requirements pada periode itu. Jika planned order dimodifikasi melalui

    kebijaksanaan lot sizing, maka planned orders dapat melebihi net

    requirements. Setiap kelebihan di atas net requirements akan dimasukkan ke

    dalam projected available inventory untuk penggunaan pada periode

    berikutnya.

    Planned Order Releases merupakan kuantitas planned orders yang

    ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang dipesan

  • 35

    itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat

    dibutuhkan itu tidak lainadalah: kuantitas planned order receipts yang

    ditetapkan menggunakan lead time offset.

    Proses penghitungan rencana material untuk setiap item dalam MRP kadang-

    kadang disebut sebagai: record balancing. Proses balancing terdiri dari

    perhitungan-perhitungan baris projected on hand atau projected available untuk

    setiap periode dalam planning horizon untuk menjamin bahwa semua kekurangan

    material di masa yang akan datang dapat dipenuhi oleh planned orders. Beginning

    on hand balances, allocated quantities, dan safety stock, semuanya dimasukkan

    ke dalam perhitungan. Beberapa catatan tambahan yang perlu diperhatikan dalam

    proses perhitungan MRP adalah: (1) allocated stock harus dikurangkan dari

    beginning on hand balance guna memberikan beginning balance available untuk

    perencanaan, (2) safety stock tidak dikurangkan dari beginning on hand balance,

    serta net requirements muncul apabila projected on hand jatuh pada atau di bawah

    kuantitas safety stock. Dari pembahasan tersebut, tampak bahwa proses MRP

    merupakan suatu kombinasi dari empat proses logik yang sangat sederhana, yaitu:

    (1) penentuan net requirements untuk setiap periode, (2) penentuan planned

    orders untuk setiap periode, (3) lead time offsetting, dan (4) exploding planned

    orders.

    2.7.3. Output Sistem MRP

    Output dari perhitungan MRP adalah penentuan jumlah masing-masing BOM dari

    item yang dibutuhkan bersamaan dengan waktu dibutuhkannya. Informasi ini

    digunakan untuk merencanakan pelepasan pesanan (order release) untuk

    pembelian dan pembuatan sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan.

    Pelepasan pesanan yang direncanakan (planned order release, PORL) secara

    otomatis dihasilkan oleh sistem komputer MRP bersamaan dengan pesanan-

    pesanan yang harus dijadwalkan kembali, dimodifikasi, ditangguhkan, atau

    dibatalkan. Dengan cara ini, MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi

  • 36

    bagi manajer produksi. Berdasarkan uraian tersebut, output yang dapat diperoleh

    dari sistem MRP adalah:

    1. Memberikan catatan tentang jadwal pemesanan yang harus dilakukan atau

    direncanakan, baik dari pabrik sendiri atau dari supplier.

    2. Memberikan indikasi bila diperlukan penjadwalan ulang.

    3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan.

    4. Memberikan indikasi tentang keadaan dari persediaan.

    Input dan output dari sistem MRP tersebut disimpan dan diproses secara

    terkomputerisasi. Hal ini disebabkan karena banyaknya data yang harus disimpan

    dan diproses, sehingga perhitungan secara manual akan menyulitkan dan

    membingungkan.

    2.7.4. Langkah-langkah Proses Pengolahan MRP

    Sistem MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus

    dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi,

    maka MRP dapat diolah dengan empat langkah dasar sebagai berikut:

    1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih). Kebutuhan bersih (NR) dihitung

    sebagai nilai dari Kebutuhan kotor (GR) dikurangi Jadwal penerimaan (SR)

    dikurangi Persediaan di tangan (OH). Kebutuhan Bersih dianggap nol bila NR

    lebih kecil dari atau sama dengan nol.

    2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot). Langkah ini bertujuan menentukan besarnya

    pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan

    bersih. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah lot for lot.

    3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan). Langkah ini bertujuan agar

    kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan

    memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut.

    4. Explosion. Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk

    tingkat item (komponen) pada level yang lebih rendah dari struktur produk

    yang tersedia.

  • 37

    2.7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesulitan dalam

    Penerapan MRP

    Ada beberapa faktor yang menyulitkan praktisi dalam menerapkan sistem MRP.

    Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Struktur produk

    Struktur produk merupakan sesuatu yang mutlak harus ada bila akan

    menerapkan sistem MRP, tetapi struktur produk yang rumit dan banyak

    tingkat (multi level) akan membuat perhitungan semakin kompleks, terutama

    dalam proses eksplosion.

    2. Ukuran lot

    Beberapa teknik ukuran lot yang bisa digunakan adalah teknik Fixed Period

    Requirements (FPR), Lot for Lot (L-4-L), Fixed Order Quantity (FOQ) dan

    Economic Order Quantity (EOQ). Teknik-teknik tersebut akan memberikan

    hasil yang berbeda dalam ongkos total persediaannya, tetapi yang banyak

    digunakan karena sederhana adalah teknik L-4-L.

    3. Lead time berubah-ubah

    Lead time akan mempengaruhi proses offseting, sehingga jika lead time

    berubah-ubah, maka offseting akan berubah juga. Jika offseting sering

    berubah, maka kegiatan produksi tidak akan terjadwal dengan baik.

    2.8. Konsep Dasar tentang Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

    2.8.1. Definisi Kapasitas

    Kapasitas adalah suatu tingkat ketika sistem produksi (pekerja, mesin, work

    center, departemen, pabrik) dapat diproduksi. Hal ini berkaitan dengan unit output

    yang dihasilkan per unit waktu. (Smith B. Spencer, Computer Based Production

    and Inventory Control, Hal. 281).

    Sedangkan definisi kapasitas menurut Gaspersz adalah tingkat output yang dapat

    dicapai dengan spesifikasi produk, product mix, tenaga kerja, dan peralatan yang

    ada sekarang. Sebagai tambahan, Kapasitas adalah jumlah output (produk)

  • 38

    maksimum yang dapat dihasilkan suatu fasilitas dalam selang waktu tertentu.

    Pengertian ini harus dilihat dari tiga perspektif agar lebih jelas, yaitu:

    1. Kapasitas desain: menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal (tidak

    ada konflik schedule, tidak ada produk rusak/cacat, maintenance hanya yang

    rutin dan sebagainya).

    2. Kapasitas efektif: menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi

    tertentu, umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari kapasitas desain.

    3. Kapasitas aktual: menunjukkan output nyata yang bisa dihasilkan oleh

    fasilitas. Kapasitas aktual harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif.

    Perencanaan kapasitas adalah proses menentukan tingkat kapasitas yang

    diperlukan untuk melakukan jadwal produksi, dibandingkan terhadap kapasitas

    yang tersedia dan tindakan-tindakan penyesuaian yang diperlukan terhadap

    tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Jika terjadi kekurangan kapasitas, hasilnya

    berupa kekurangan pencapaian target produksi, pengiriman produk ke konsumen

    terlambat dan kehilangan kepercayaan sistem manajemen. Sebaliknya, jika

    kapasitas berlebihan, mengakibatkan utilisasi sumber rendah, operasi pabrik tidak

    efisien, biaya tinggi dan berkurangnya margin keuntungan. Kapasitas mengukur

    kemampuan dari suatu fasilitas produksi untuk mencapai jumlah kerja tertentu

    dalam periode waktu tertentu dan merupakan fungsi dari banyaknya sumber-

    sumber daya yang tersedia, seperti: peralatan, mesin, personel, ruang, dan jadwal

    kerja. (Poeri Pratya S., Hand out Sistem Produksi Jurusan Teknik Industri Univ.

    Komputer Indonesia).

    Jenis perencanaan kapasitas ditinjau dari horizon waktu perencanaan:

    1. Perencanaan kapasitas jangka panjang. Untuk kurun waktu 1-5 tahun ke

    depan. Issue-issue dalam perencanaan ini adalah:

    Fasilitas yang akan dibangun

    Mesin yang akan dibeli

    Produk yang akan dibuat

  • 39

    2. Perencanaan kapasitas jangka menengah. Untuk kurun waktu bulanan sampai

    dengan satu tahun ke depan. Tingkat perencanaan sudah terperinci. Issue-issue

    dalam perencanaan ini adalah:

    Tambahan tooling

    Lembur, tambah shift

    Subkontrak

    Alternative routing

    3. Perencanaan kapasitas jangka pendek. Untuk kurun waktu harian sampai satu

    bulan ke depan. Titik beratnya lebih pada pengendalian, sudah

    melihat/mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan dengan perencanaan yang

    dibuat (input/output control).

    2.8.2. Beberapa Definisi yang Berkaitan dengan Kapasitas

    Beberapa definisi yang akan banyak digunakan dalam pembahasan yang berkaitan

    dengan perencanaan kapasitas menurut Gaspersz dan Smith B. Spencer adalah:

    Pusat Kerja (Work Center) merupakan suatu fasilitas produksi spesifik yang

    terdiri dari satu atau lebih orang dan/atau mesin dengan kemampuan yang

    sama atau identik, yang dapat dipertimbangkan sebagai satu unit untuk tujuan

    perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) dan penjadwalan terperinci (detailed

    scheduling). Dalam lingkungan job shop manufacturing, pusat-pusat kerja

    (work center) sering memisahkan departemen-departemen dan mungkin

    dipertimbangkan sebagai departemen tersendiri.

    Pesanan Manufaktur (Manufacturing Order) merupakan suatu dokumen atau

    identitas jadwal yang memberikan kewenangan untuk membuat part tertentu

    atau produk dalam jumlah tertentu. Pesanan manufaktur dapat berupa salah

    satu: open orders, already in process, atau planned orders, sebagaimana

    dijadwalkan melalui proses MRP.

    Routing merupakan sekumpulan informasi yang memaparkan secara rinci

    metode pembuatan item tertentu, termasuk operasi yang dilakukan, sekuens

    operasi, berbagai pusat kerja yang terlibat, serta standar untuk waktu setup

    (setup time) dan waktu pelaksanaan kerja (run time).

  • 40

    Beban (load) adalah banyaknya kerja yang dijadwalkan untuk dilakukan oleh

    fasilitas manufaktur dalam periode waktu yang ditetapkan. Beban (load) biasa

    dinyatakan dalam ukuran jam kerja atau unit produksi. Load merupakan

    volume kerja yang dikerjakan. Sebagaimana yang biasa digunakan dalam

    CRP, beban (load) menggambarkan waktu setup (setup time) dan waktu

    pelaksanaan (run time) yang dibutuhkan dari suatu pusat kerja, tidak termasuk

    waktu menunggu (waiting time), waktu antri (queue time), dan waktu bergerak

    (move time).

    Kapasitas (Capacity or Available Capacityi) merupakan tingkat ketika sistem

    manufaktur (tenaga kerja, mesin, pusat kerja, departemen, pabrik)

    berproduksi. Dengan kata lain, kapasitas merupakan tingkat output yang dapat

    dicapai dengan spesifikasi produk, product mix, tenaga kerja, dan peralatan

    yang ada sekarang. Dalam CRP, kapasitas berkaitan dengan tingkat output

    kerja dalam setiap pusat kerja.

    Backlog (atau antrian) adalah sejumlah pekerjaan yang menunggu untuk di

    proses oleh sistem produksi.

    Kapasitas adalah sejumlah pekerjaan yang dijadwalkan untuk di proses oleh

    sistem produksi pada periode waktu tertentu.

    Kapasitas dibutuhkan adalah kapasitas yang diperlukan untuk mencapai suatu

    target produksi.

    Kapasitas maksimum adalah kapasitas teoritis atau potensial dari sistem

    produksi. Hal ini berdasarkan asumsi dari kondisi ideal seperti tiga shift, tujuh

    hari per minggu, produksi tanpa adanya down time.

    Demonstrated capacity adalah tingkat output yang dapat dicapai berdasarkan

    pada pengalaman, pertimbangan msa kini dan tingkat perencanaan sumber

    daya seperti man power, overtime, dan jumlah shift.

    2.8.3. Metode Pengukuran Kapasitas

    Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas menurut Gaspersz,

    yaitu:

  • 41

    1. Theoretical Capacity (synonym: Maximum Capacity, Design Capacity)

    merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufaktur yang

    didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti: tiga shift per

    hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin, dan lain-lain. Dengan

    demikian theoretical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia

    untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau

    istirahat, downtime mesin atau alasan lainnya.

    2. Demonstrated Capacity (synonym: Actual Capacity, Effective Capacity)

    merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada

    pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu

    lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban

    kerja normal.

    3. Rated Capacity (synonym: Calculated Capacity, Nominal Capacity) diukur

    berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang

    telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui penggandaan

    waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi. Waktu kerja

    yang tersedia (available work time, synonym: productive capacity or

    scheduled capacity) adalah banyaknya jam kerja aktual yang dijadwalkan atau

    tersedia, pada pusat kerja selama periode tertentu. Waktu kerja yang tersedia

    per periode waktu dihitung sebagai: banyaknya orang atau mesin x jam per

    shift x shift per hari x hari kerja per periode.

    Efisiensi = oritisstandar teJam

    produksiaktualJam ...............................................................................................(2.9)

    Waktu Kerja Tersedia = Jam Kerja Per hari Waktu setup work center .................................(2.10)

    Kapasitas Tersedia = Waktu Kerja Tersedia x Utilitas x Efisiensi ...........................................(2.11)

    Utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan persentase clock time yang

    tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual digunakan untuk produksi

    berdasarkan pengalaman lalu. Utilisasi dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga

  • 42

    kerja, atau keduanya, tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan

    kondisi aktual di perusahaan. Perlu dicatat bahwa angka utilisasi tidak dapat

    melebihi 1,0 (100%). Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi aktual

    dari pusat kerja relatif terhadap standar yang diterapkan. Faktor efisiensi dapat

    lebih besar dari 1,0.

    2.8.4. Hierarki Perencanaan dan Pengendalian Kapasitas

    Hierarki perencanaan dan pengendalian kapasitas yang diurutkan dari level

    tertinggi sampai terendah (level 1 sampai 4) dalam sistem MRP II menurut

    Gaspersz adalah:

    1. Resource Requirements Planning (RRP) merupakan urutan tertinggi (level

    pertama) dari hierarki perencanaan kapasitas (capacity planning hierarchy)

    dalam sistem MRP II yang menjadi tanggung jawab dari manajemen puncak

    (top management) secara keseluruhan berkaitan dengan tenaga kerja, target

    inventory, serta keterbatasan fasilitas dan pabrik. Resource Requirements

    Planning (RRP) melakukan validasi (pengujian) terhadap Production

    Planning yang juga berada dalam urutan tertinggi (level pertama) dari hierarki

    perencanaan prioritas.

    2. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki

    perencanaan kapasitas yang berperan dalam pengujian MPS. RCCP

    melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam

    hierarki perencanaan prioritas, guna menetapkan sumber-sumber daya spesifik

    tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi potential bottlenecks.

    3. Capacity Requirements Planning (CRP) merupakan urutan ketiga dari hierarki

    perencanaan kapasitas yang memberikan penilaian secara terperinci dari

    sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pesanan-pesanan

    manufaktur yang diciptakan melalui proses MRP. CRP melakukan validasi

    terhadap MRP yang juga menempati urutan ketiga dalam hierarki perencanaan

    prioritas.

    4. Capacity Control merupakan urutan terakhir (keempat) dari hierarki

    perencanaan kapasitas yang berfungsi mengendalikan kapasitas. Tindakan-

  • 43

    tindakan pengendalian meliputi: sekuens operasi (operation sequencing) dan

    pengendalian input-output (input-output control) yang memberikan daftar dari

    tugas-tugas yang telah diselesaikan dan penilaian terperinci dari output aktual

    dan yang direncanakan kepada shop floor. Priority Control (scheduling and

    dispatching) memberikan umpan balik kepada capacity control.

    2.9. Capacity Requirements Planning (CRP)

    Capacity Requirements Planning menetapkan kapasitas dibutuhkan untuk

    membuat rencana kebutuhan material. Secara khusus, horizon perencanaan adalah

    tahun, time buckets adalah minggu, dan revisi dibuat mingguan atau bulanan.

    Proyeksi dari kapasitas adalah antara pekerja dan/atau jam mesin dengan work

    center.

    MRP, pada saat digunakan pada CRP sebagai input dasar, mempertimbangkan on

    hand inventories dari komponen dalam menentukan kebutuhan untuk order yang

    direncanakan. Selain itu, informasi mengenai order produksi terbuka dari order

    file terbuka yang digunakan. Jadi, CRP adalah perencanaan bersih. Maka dari itu,

    tidak seperti perencanaan sumber daya dan RCCP, CRP mempertimbangkan

    ketersediaan inventory dari komponen. Selain itu, sebagai data pada perencanaan

    dan ketersediaan order yang digunakan, pengaruh spesifik dari lot sizing ada pada

    jumlah setup dan periode di mana kapasitas yang ada harus dipertimbangkan.

    (Smith B. Spencer, Computer Based Production and Inventory Control, Hal. 286).

    MRP mengasumsikan bahwa apa yang dijadwalkan dapat diterapkan, tanpa

    memperhatikan keterbatasan kapasitas. Kadang-kadang asumsi ini valid, tetapi

    kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity

    Requirements Planning, CRP) menguji asumsi tersebut dan mengidentifikasi area

    yang melebihi kapasitas (overload) dan yang berada di bawah kapasitas

    (underload), sehingga perencana dapat mengambil tindakan yang tepat. CRP

    membandingkan beban (load) yang ditetapkan pada setiap pusat kerja (work

    center) melalui open and planned orders yang diciptakan oleh MRP, dengan

  • 44

    kapasitas yang tersedia pada setiap pusat kerja dalam setiap periode waktu dari

    horizon perencanaan. Tidak seperti sistem MRP yang menciptakan new planned

    orders untuk menghindari kekurangan material atau item di masa mendatang,

    sistem CRP tidak menciptakan, menjadwalkan ulang, atau menghapus pesanan

    apapun. (Oden W. Howard, et.al, Handbook of Material and Capacity

    Requirements Planning, Hal. 178).

    CRP adalah merupakan fungsi untuk menentukan, mengukur, dan menyesuaikan

    tingkat kapasitas atau proses untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan sumber

    daya mesin yang diperlukan untuk melaksanakan produksi. CRP merupakan

    teknik perhitungan kapasitas rinci yang dibutuhkan oleh MRP. CRP

    memverifikasi ketersediaan kecukupan kapasitas selama rentang perencanaan.

    Berikut ini data-data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan CRP:

    - BOM

    - Data induk produk setiap komponen

    - MPS untuk setiap komponen

    - Routing setiap komponen

    - Work Center Master File

    Berdasarkan CRP, proses selanjutnya yaitu menghitung MRP kemudian

    direkapitulasi menjadi rencana pelaksanaan pesanan (Planned Order Release).

    2.9.1. Hubungan Kapasitas dan Beban (Capacity-Load Relationship)

    Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang

    ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas

    dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Melalui identifikasi

    overloads atau underloads, jika ada, tindakan perencanaan kembali (replanning)

    dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi itu guna mencapai suatu

    keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load). Jika arus kedatangan

    pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat, yang ditandai oleh inventory

    yang berada dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja.

  • 45

    Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang

    ada, beban (pesanan yang menunggu untuk diproses) akan berkurang.

    Tujuan dari perencanaan kapasitas pada level ketiga dari hierarki perencanaan

    kapasitas adalah berusaha mengatur secara bersama-sama pesanan kerja yang

    datang dan/atau kapasitas dari pusat kerja untuk mencapai suatu aliran yang

    mantap atau seimbang. Apabila beban bertambah, yang ditandai oleh banyaknya

    antrian, maka waktu tunggu pusat kerja (work center lead time) akan lebih

    panjang. Penanganan hubungan antara kapasitas dan beban didasarkan pada

    kemampuan sistem perencanaan dan pelaksanaan untuk menyesuaikan tingkat

    kedatangan pesanan dan kapasitas. Unit pengukuran dari beban dan kapasitas

    terbanyak menggunakan jam kerja selam interval waktu tertentu.

    2.9.2. Sistem Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP)

    Sebagai suatu sistem perencanaan kapasitas dalam sistem MRP II yang lebih

    besar, CRP memiliki input, proses, output, dan umpan balik. Elemen-elemen dari

    sistem CRP adalah sebagai berikut:

    Input CRP:

    Schedule of planned factory order releases; jadwal ini merupakan salah satu

    output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu: (1)

    scheduled receipts (synonym: open orders) yang berisi data order due date,

    order quantity, operation completed, operations remaining, dan (2) planned

    order releases yang berisi data planned order release date, planned order

    receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain seperti: product

    rework, quality recalls, engineering prototypes, excees scrap, dan lain-lain,

    harus diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh

    CRP tersebut.

    Work order status; informasi status ini diberikan untuk semua open

    orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work

    center yang terlibat, dan perkiraan waktu.

  • 46

    Routing data; memberikan jalur yang direncanakan untuk factory orders

    melalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part,

    assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang unik,

    terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk CRP

    adalah: operation number, operation, planned work center, possible

    alternate work center, standard setup time, standard run time per unit,

    tooling needed at each work center, dan lain-lain. Routing memberikan

    petunjuk pada proses CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan

    petunjuk pada proses MRP.

    Work center data; data ini berkaitan dengan setiap production work

    center, termasuk sumber-sumber daya, standar-standar utilisasi dan

    efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemen data pusat kerja adalah:

    identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya

    hari kerja per periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja,

    banyaknya jam kerja per shift, faktor utilisasi, faktor efisiensi, rata-rata

    waktu antrian, rata-rata waktu menunggu dan bergerak.

    Proses CRP:

    Menghitung kapasitas pusat kerja (work center). Kapasitas pusat kerja

    ditentukan berdasarkan sumber-sumber daya mesin dan manusia, faktor-faktor

    jam operasi, efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas pusat kerja biasanya ditentukan

    secara manual. Termasuk dalam penentuan kapasitas pusat kerja adalah:

    identifikasi dan definisi pusat kerja, serta perhitungan kapasitas pusat kerja.

    Menentukan beban (load). Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam

    setiap periode waktu dilakukan dengan menggunakan backward scheduling,

    menggunakan infinite loading, menggandakan load untuk setiap item melalui

    kuantitas dari item yang dijadwalkan dalam suatu periode waktu. Dengan

    demikian load ditetapkan pada setiap pusat kerja untuk periode waktu

    mendatang yang diakumulasikan berdasarkan pada open orders (scheduled

    receipts) dan planned factory orders released. Proses ini biasanya

    menggunakan komputer.

  • 47

    Menyeimbangkan kapasitas dan beban. Apabila tampak ketidakseimbangan

    antara kapasitas dan beban, salah satu dari kapasitas atau beban harus

    disesuaikan kembali untuk memperoleh jadwal yang seimbang. Apabila

    penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup memadai, penjadwalan ulang dari

    output MRP atau MPS perlu dilakukan. Hal ini biasanya merupakan suatu

    human judgement dan dilakukan secara iteratif (berulang/berkali-kali) bersama

    dengan output laporan beban pusat kerja (work center load report) dari CRP.

    Dengan kata lain proses akan diulang sampai memperoleh beban yang dapat

    diterima (acceptable load).

    Output CRP:

    Laporan beban pusat kerja (work center load report); Laporan ini

    menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam laporan ini

    tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses CRP secara

    keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load profile sering

    ditampilkan dalam bentuk grafik batang (bar chart) yang sangat bermanfaat

    untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan (projected load) dan

    kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi overloads

    atau underloads. CRP biasanya menghasilkan work center load profile untuk

    setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik. Perbandingan antara beban

    dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam format kolom.

    Perbaikan schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal ini

    menggambarkan bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap spesific release

    dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas.

    Perbaikan schedule of planned factory order releases merupakan output tidak

    langsung (indirect output) dari proses CRP sebab mereka adalah hasil dari

    human judgements yang berdasarkan pada analisis dari output laporan beban

    pusat kerja (work center load reports). Salah satu pilihan penyesuaian yang

    mungkin, disamping perubahan kapasitas, adalah mengubah plannned start

    dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini mempunyai pengaruh

  • 48

    terhadap pergeseran beban di antara periode waktu untuk mencapai

    keseimbangan yang lebih baik.

    Perencanaan

    Kebutuhan Material

    (MRP)

    INPUT:1. Schedule of Planned Factory Order Releases

    2. Work Order Status

    3. Routing Data

    4. Work Center Data

    PROSES CRP:1. Menghitung kapasitas pusat kerja

    2. Menentukan beban (load)

    3. Menyeimbangkan kapasitas dengan beban

    OUTPUT :1. Work Center Load Report

    2. Revised Schedule of Planned Factory

    Order Releases

    Umpan Balik

    Gambar 2.9. Sistem Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP)

    (Sumber: Vincent Gasperz, PPIC, h.206)

    2.9.3. Menyeimbangkan Kapasitas dan Beban

    CRP memungkinkan untuk menyeimbangkan beban (load) terhadap kapasitas

    (capacity). Berikut ini adalah lima tindakan dasar menurut Gaspersz yang

    mungkin diambil apabila terjadi perbedaan (ketidakseimbangan) antara kapasitas

    yang ada dengan beban yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan

    secara sendiri atau dalam berbagai bentuk kombinasi yang disesuaikan dengan

    situasi dan kondisi aktual dari perusahaan industri manufaktur tersebut.

    1. Meningkatkan Kapasitas (Increasing Capacity)

    Menambah extra shifts.

    Menjadwalkan lembur (overtime) atau bekerja di akhir pekan (work

    wekeends).

    Menambah peralatan dan/atau personel.

    Subkontrak satu atau lebih shop orders.

    2. Mengurangi Kapasitas (Reducing Capacity)

    Menghilangkan shifts atau mengurangi panjang dari shifts.

    Reassign personnel temporarily (JIT menyarankan penggunaan waktu ini

    untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan perawatan

    terhadap peralatan dan fasilitas).

  • 49

    3. Meningkatkan Beban (Increasing Load)

    Mengeluarkan pesanan lebih awal (release orders early) dari yang

    dijadwalkan.

    Meningkatkan ukuran lot (lot size).

    Meningkatkan MPS.

    Membuat item yang dalam keadaan normal item itu dibeli atau

    disubkontrakkan.

    4. Mengurangi Beban (Reducing Load)

    Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar (membeli beberapa item yang

    dalam keadaan normal item itu dibuat).

    Mengurangi ukuran lot (lot size).

    Mengurangi MPS.

    Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi (mengeluarkan pesanan

    lebih lambat).

    Meningkatkan waktu tunggu penyerahan (delivery lead times).

    5. Mendistribusikan Kembali Beban (Redistributing Load)

    Menggunakan alternate work centers.

    Menggunakan alternate routings.

    Menyesuaikan tanggal mulai operasi ke depan atau ke belakang (lebih

    awal atau lebih lambat).

    Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk

    memperlambat pengeluaran pesanan manufaktur.

    Memperbaiki MPS.

    2.9.4. Keuntungan dan Kelemahan dari CRP

    Terdapat beberapa keuntungan dan kelemahan dari CRP menurut Gaspersz, yaitu:

    Keuntungan dari CRP:

  • 50

    Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan kapasitas dan

    beban.

    Mengkonfirmasi bahwa kapasitas cukup, ada pada basis kumulatif

    sepanjang horizon perencanaan.

    Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings.

    Menggunakan perkiraan lead time yang lebih cepat daripada MRP.

    Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data untuk

    memuluskan beban sepanjang pusat-pusat kerja.

    Kelemahan atau Keterbatasan dari CRP:

    Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop

    manufacturing.

    Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus

    menggunakan komputer.

    Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward scheduling

    sehingga tidak menunjukkan letak slack times mungkin dapat digunakan

    untuk keseimbangan yang lebih baik.

    Membutuhkan data input yang banyak.

    Sering menghasilkan perhitungan terperinci yang menyesatkan

    (misleading), khususnya planned queue times.

    Tidak mampu memberikan informasi terperinci yang tepat dalam periode

    harian (day-to-day) sehingga keputusan jangka pendek menjadi sulit

    diambil secara tepat.

    Tidak menunjukkan secara jelas pengaruh dari perbaikan MPS terhadap

    keseimbangan yang dicapai, sehingga mungkin membuat situasi tetap

    jelek.

    Bagaimanapun, apabila tidak dilakukan analisis terhadap CRP, konsekuensi-

    konsekuensi berikut dapat timbul: muncul hambatan (bottlenecks), work in

    process inventory menjadi tinggi, waktu tunggu menjadi lebih panjang,

  • 51

    keterlambatan penyerahan dan kekurangan produk, penggunaan sumber-sumber

    daya tidak efisien, produkti