minipro lengkap

Upload: karmila-sari

Post on 09-Mar-2016

988 views

Category:

Documents


109 download

DESCRIPTION

lllllll

TRANSCRIPT

4

BAB 1PENDAHULUAN1.1.Latar Belakang Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) Clinical Guideline on Feverish Illness in Children (2007), demam sangat sering terjadi pada anak, biasanya gejala ini mengindikasikan adanya suatu bentuk infeksi yang terjadi di tubuh. Selain itu, demam dapat juga disebabkan oleh penyakit autoimun, tumor, kelainan metabolik, medikasi, peradangan kronik, dan lain-lain (Doley et al., 2007).Dua puluh persen dari pasien anak yang datang berobat ke dokter adalah karena alasan demam (El-Radhi et al., 2009). Berdasarkan penelitian kohort terhadap anak yang mengunjungi dokter karena alasan demam, Hay et al. (2005) menemukan bahwa 20% anak ketika berusia dibawah 6 bulan dibawa ke dokter dengan alasan demam dan 32% ketika anak telah berusia antara 6 bulan hingga 5 tahun. Menurut Hasil Survei Kesehatan Nasional (Suskernas) pada tahun 2004 diketahui bahwa dari 9.084 rumah tangga yang disurvei, didapati 29% anak mengalami demam dalam kurun waktu 2 minggu sebelum survei. Selain itu, didapati hasil bahwa demam di desa sangat tinggi dibandingkan dengan di kota (41% banding 28%) dan di luar pulau Jawa-Bali prevalensi demam sedikit lebih tinggi dibandingkan di pulau Jawa-Bali.Data kunjungan pasien rawat jalan di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I pada tahun 2014 menunjukkan bahwa diagnosis terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), yang memiliki gejala demam sebagai salah satu gejala klinisnya.Sebagian besar (95,7%) ibu merasa khawatir bila anaknya demam (Purwoko dkk, 2002). Kekhawatiran ibu tersebut disebabkan oleh beberapa alasan antara lain anak menjadi rewel (64%), anak tidak mau makan (20,5%), takut anak menjadi kejang (26,5%), dan menurut survei tersebut sebagian besar (64%) khawatir karena cemas demam tersebut merupakan akibat dari penyakit yang berat. Disamping itu, kecemasan pada ibu dapat diakibatkan oleh kurangnya informasi yang disampaikan oleh dokter kepada orangtua mengenai manajemen demam yang benar ketika anaknya sakit (Crocetti et al., 2001).Di masyarakat masih banyak terdapat konsep yang salah mengenai demam pada anak, hal ini tampak berdasarkan indikator penggunaan antipiretik dengan dosis yang tidak tepat dan pelaksanaan teknik kompres yang tidak sesuai (Crocetti et al., 2001). Disamping itu, masih banyak ibu yang beranggapan bahwa demam disebabkan oleh kelelahan, masuk angin, atau tumbuh gigi (Purwoko dkk, 2002). Selain itu, dalam mengatasi demam pada anak masih banyak ibu yang melakukan kompres dengan air dingin dan beranggapan bahwa antipiretik dapat membunuh kuman.Berdasarkan gambaran permasalahan tentang kekeliruan konsep dalam penanganan demam yang dimiliki oleh ibu dari penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti ingin menggali informasi yang lebih dalam tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

1.2.Pernyataan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

1.3.Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan UmumPenelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu.

1.3.2. Tujuan KhususPenelitian ini memiliki sejumlah tujuan khusus, antara lain: 1. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.2. Mengetahui tingkat sikap tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.3. Mengetahui tingkat tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.1.4. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk bidang-bidang sebagai berikut :1. Bidang akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak oleh ibu.2. Bidang pelayanan masyarakat Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk mengetahui hal-hal yang selama ini keliru mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang penatalaksanaan demam pada anak, sehingga dapat dilakukan edukasi yang lebih efektif mengenai demam, terutama dalam hal penatalaksanaannya.3. Bidang pengembangan penelitian Penelitian ini dapat menjadi suatu pendahuluan dan bahan rujukan bila topik yang serupa ingin diteliti oleh peneliti-peneliti lainnya.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaturan Suhu TubuhSuhu dari organ-organ dalam tubuh atau yang disebut suhu inti tubuh, sangat konstan dari waktu ke waktu (Guyton & Hall, 2006). Suhu inti adalah pencerminan kandungan panas total tubuh. Untuk mempertahankan kandungan panas total yang konstan sehingga suhu inti stabil maka pemasukan dan pengeluaran panas harus seimbang. Pemasukan panas terjadi melalui penambahan panas dari lingkungan eksternal dan produksi panas internal. Sedangkan pengeluaran panas terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh yang terpajan ke lingkungan eksternal (Sherwood, 2001). Regulasi suhu tubuh secara umum dikendalikan oleh mekanisme umpan balik antar saraf yang hampir keseluruhannya berada di pusat pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus. Untuk dapat mendeteksi kenaikan ataupun penurunan suhu tubuh, maka tersebarlah reseptor-reseptor suhu yang terletak di area preoptik hipotalamus anterior, di jaringan dalam tubuh dan juga kulit. Sinyal-sinyal tersebut nantinya akan diintegrasikan secara keseluruhan di area preoptik hipotalamus posterior (Guyton & Hall, 2006).Apabila temperature hipotalamus terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka hipotalamus akan melakukan prosedur penurunan suhu tubuh ataupun kenaikan suhu tubuh. Mekanisme penurunan suhu tubuh bila suhu tubuh terlalu tinggi adalah dengan cara vasodilatasi pembuluh darah di kulit, berkeringat, dan dengan menurunkan produksi panas. Sedangkan mekanisme tubuh untuk menaikan suhu tubuh bila suhu tubuh terlalu rendah adalah dengan cara vasokonstriksi pembuluh darah di kulit, piloereksi, dan meningkatkan produksi panas (Guyton & Hall, 2006).

2.2. Demam2.2.1. DefinisiMenurut kamus kedokteran Stedman edisi 26 (1995) didalam Kayman (2003), demam adalah suatu respon fisiologis yang kompleks terhadap penyakit yang dimediasi oleh sitokin pirogenik dan ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh inti, serta memicu suatu reaksi akut dengan mengaktivasikan sistem imun.

2.2.2. EtiologiSecara garis besar, terdapat dua kategori besar demam yang sering terjadi, yaitu demam yang disebabkan infeksi dan demam yang disebabkan non-infeksi (Widjaja, 2001). Hal yang sama disampaikan oleh El-Radhi et al. (2009), dimana untuk demam infeksi biasanya diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, pneumonia, gastroenteritis, hepatitis akibat virus, infeksi saluran kemih, infeksi HIV, infeksi sistem saraf pusat, osteomielitis, septik arthritis, eksanthema ,dan penyakit tropis. Sedangkan demam non-infeksi biasanya diakibatkan oleh penyakit hematologi, neoplasma, penyakit rematik, vaskulitis ,dan lain-lain.

2.2.3. PatogenesisPatogenesis demam berawal dari adanya endotoksin ataupun pirogen eksogen yang memicu monosit, makrofag, ataupun sel kupfer untuk memproduksi sitokin yang nantinya akan berperan sebagai pirogen endogen. Sitokin-sitokin ini diduga mempengaruhi organum vasculosum of lamina terminalis (OVLT) yang selanjutnya akan mengaktivasi area preoptik hipotalamus dan pada akhirnya akan mempengaruhi termoregulasi tubuh (Barret et al., 2010).

2.2.3.1.Pirogen EksogenPirogen Eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag, atau monosit, untuk meransang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung pada hipotalamus (Soedarmo dkk, 2010). Pirogen eksogen nantinya akan memicu produksi pirogen endogen (Ng et al., 2002). Secara umum pirogen eksogen terbagi atas :a. Pirogen mikrobial1. Bakteri gram-negatifPirogen bakteri gram-negatif berasal dari endotoksin yang dimilikinya. Komponen aktif endotoksin berupa lipopolisakarida yang terdapat pada permukaan luar bakteri (El Radhi et al., 2009).2. Bakteri gram-positifPirogen utama bakteri gram-positif adalah peptidoglikan dinding sel. Contoh dari produk bakteri gram-positif adalah enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus (Fauci et al.,2008).3. VirusVirus menyebabkan demam dengan cara menginvasi langsung kedalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen virus termasuk pembentukkan antibodi, induksi oleh interferon, dan nekrosis sel akibat virus (Soedarmo dkk, 2010).4. JamurJamur dapat menimbulkan demam dengan pirogen eksogen yang dimilikinya, dan hal ini dapat terjadi baik bila jamur dalam keadaan hidup maupun mati (Soedarmo dkk, 2010).b. Pirogen non-mikrobial1. FagositosisFenomena ini sering terjadi pada saat proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun, dimana terjadi fagositosis terhadap antigen non-mirobial (Soedarmo dkk, 2010).2. Kompleks antigen-antibodiDemam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensititasi atau oleh antigen yang diaktivasi sel-T (Soedarmo dkk, 2010). 3. SteroidSebagian steroid bersifat sebagai antipiretik endogen namun ada juga steroid yang dapat memicu demam dengan menginduksi dilepasnya IL-1, sebagai contoh etiocholanolone (Soedarmo dkk, 2010).4. Pirogen non-mikrobial lainnyaTerdapat beberapa hal lagi yang dapat memicu demam, seperti hormon, obat-obatan, pendarahan intracranial, dll (El-Radhi et al., 2009).

2.2.3.2.Sistem monosit-makrofagPirogen-pirogen eksogen yang telah disebutkan sebelumnya memicu sel monosit dan makrofag untuk melepaskan sitokin seperti IL-1, IL-6, dan juga TNF (tumor necrosis factor) (El-Radhi et al., 2009).

2.2.3.3.Pirogen endogena. Interleukin-1 (IL-1)Berbagai macam aktivator dapat dapat bereaksi terhadap fagosit mononuklear serta sel lainnya serta menginduksi sel melepaskan interleukin-1. Interleukin-1 yang telah dilepaskan akan dibawa melalui aliran darah ke pusat pengatur suhu di hipotalamus (Nairn, 2001). b. TNFSeperti IL-1, TNF juga dapat memicu demam dan selain itu TNF juga dapat memicu produksi IL-1. Akantetapi, tidak seperti IL-1, TNF tidak memiliki efek langsung terhadap aktivasi sel stem dan limfosit (El-Radhi et al., 2009).c. Interleukin-6 (IL-6)Sama seperti IL-1 dan TNF, IL-6 memicu demam, memberikan respon akut dan dengan durasi yang serupa (El-Radhi et al., 2009).

2.2.3.4.Peningkatan thermostatic set point hipotalamusSitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF yang telah dilepaskan oleh monosit ataupun makrofag akan masuk ke sirkulasi sistemik (Fauci et al.,2008). IL-1 selanjutnya akan memicu sintesis PGE2 (prostaglandin E2) di OVLT yang terletak didaerah hipotalamus. Dengan meningkatnya PGE2 maka akan terjadi pula peningkatan thermostatic set point yang akan memberi isyarat kepada saraf eferen, terutama simpatis untuk memulai menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi panas (menggigil) (Soedarmo dkk, 2010).

2.2.4. Manifestasi Selama DemamBiasanya pada anak tidak ada perasaan subjektif yang dirasakan pada saat demam, melainkan hal tersebut biasanya disadari oleh orangtua. Manifestasi yang didapati selama masa demam biasanya bervariasi, tergantung pada umur anak, tingkat keakutan, tingginya demam dan etiologi dari demam itu sendiri. Simptom yang dirasakan antara lain menggigil, mialgia, anorexia, nyeri kepala, tidur yang berlebihan, fatigue, haus, delirium, dan oliguria. Sedangkan tanda-tanda yang tampak pada anak yang demam berupa penurunan kesadaran, gelisah, takikardia, takipnu, tekanan darah meningkat, wajah merah, proteinuria, penurunan GFR, murmur, dll (El-Radhi et al., 2009).

2.2.5. Pemeriksaan dan DiagnosisPengukuran suhu tubuh merupakan cara paling sering yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya demam. Secara umum pelaksanaan pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan secara:a. TaktilMenurut Purwoko dkk (2002), perabaan demam yang dilakukan oleh ibu bermanfaat sehingga teknik ini dapat dilakukan untuk penilaian awal ada atau tidaknya demam pada anak. Akantetapi, menurut Soejatmiko (2005) dalam Wati (2010) teknik perabaan dengan tangan tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu tubuh anak meningkat dengan cepat.

b. InstrumentalBerdasarkan Concise Oxford Dictionary 10th, termometer merupakan suatu instrument yang berfungsi mengukur suhu. Menurut Ng et al. dalam Childhood Fever Revisted (2002), termometer terbagi atas termometer mercuri, termometer elektronik, termometer dengan indiktor kristal cair dan termometer radiometer. Pemeriksaan suhu juga bervariasi berdasarkan letak anatomis (Avner, 2009). Disebutkan juga bahwa suhu tubuh inti paling akurat diukur di arteri pulmonalis. Akantetapi, Avner (2009) juga menyebutkan, bahwasanya lokasi tersebut sulit diakses, sehingga lokasi perifer seperti aksila, oral, rektal, dan membran timpani lebih sering. Masing-masing lokasi memiliki rentang nilai normal tersendiri, dimana oral normalnya 36,4oC-37,4oC, rektal normalnya 37oC-37,8oC, aksila normalnya 35,8oC-36,6oC, dan membran timpani normalnya 36,9oC-37,5oC (Price & Gwin, 2008).Berdasarkan protocol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center (A&AAC) dalam Kayman (2003) tentang manajemen demam pada anak, anak dapat dikatakan demam bila memiliki suhu rectal diatas 38oC, suhu axilla diatas 37,5oC, atau suhu timpani diatas 38,2oC. Hal ini juga diperkuat didalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008), disebutkan bahwa seorang anak mempunyai gejala demam bila suhu aksilanya diatas 37,5oC.

2.2.6. PenatalaksanaanAdapun penatalaksanaan pada balita demam adalah sebagai berikut :

2.2.6.1.AntipiretikPenurunan demam dengan cara menurunkan set point hipotalamus yang meningkat dapat dilakukan langsung melalui menurunkan produksi PGE2 pada pusat termoregulasi. Sintesis dari PGE2 bergantung pada aktivitas dari enzim siklooksigenase. Substrat dari siklooksigenase sendiri adalah asam arakhidonat yang dilepaskan dari membran sel. Oleh karena itu, inhibitor dari siklooksigenase adalah antipiretik yang potent (Fauci et al, 2008). Penurunan pusat suhu akan diikuti respon fisiologi termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi, dan penguapan (Soedarmo dkk, 2010).Antipiretik tidak menurunkan demam ke tingkat normal, tidak mengurangi durasi episode febril, dan tidak mempengaruhi suhu tubuh ketika normal. Keefektifan dari antipiretik ini tergantung dari tingkatan demamnya, kecepatan absorpsi, dan dosis yang diberikan (El-Radhi et al., 2009). Antipiretik sebaiknya diberikan bila suhu tubuh anak 38,5oC ke atas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).Adapun klasifikasi antipiretik adalah sebagai berikut :a. Asetaminofen (Parasetamol)Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak 1893 (Wilmana & Gunawan , 2007). Dosis 10-15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam (Arvin, 1999). b. Asam proprionat (Ibuprofen)Ibuprofen adalah derivat sederhana dari asam propionat, obat ini sering digunakan karena dapat dengan mudah didapatkan (Katzung, 2006). Ibuprofen bereaksi dengan memblok sintesis PGE2 melalui penghambatan siklooksigenase. Dosis 5-10 mg/kgBB direkomendasikan setiap 6-8 jam (Arvin, 1999).c. Salisilat (Aspirin)Aspirin saat ini telah jarang dipergunakan dikarenakan telah lebih banyak obat yang memiliki efektifitas lebih baik dan range aman yang lebih tinggi. Aspirin bekerja sebagai antipiretik dengan cara menjadi inhibitor non-selektif kedua bentuk siklooksigenase ataupun menginhibisi IL-1 (Katzung, 2006). Dosis 10-15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik , dapat diberikan 4-5 kali/hari (Soedarmo dkk, 2010).Asetaminofen dan ibuprofen umumnya dianggap sebagai obat yang aman dan efektif apabila digunakan dengan dosis yang tepat. Terapi kombinasi antara asetaminophen dan ibuprofen dapat menyebabkan balita dan anak dalam keadaan faktor resiko yang lebih besar terhadap efek samping (Sullivan et al., 2011).2.2.6.2.Kompres (Tepid Sponging)Kompres dilakukan dengan kain basah yang hangat (30oC) dan nyaman pada seluruh bagian tubuh. Penurunan suhu tubuh terjadi ketika air mengalami evaporasi dari permukaan kulit. Kompres jarang digunakan karena tidak seefektif antipiretik dalam menurunkan demam (Ward, 2010). Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Thomas, et al. (2008) dikatakan bahwa pemberian antipiretik yang diikuti oleh kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat dibandingkan dengan hanya memberikan antipiretik saja namun ini hanya berlaku untuk 15-30 menit pertama. Setelah 2 jam penatalaksanaan, derajat penurunan suhu panas yang terjadi sama dan anak yang dikompres bahkan merasa lebih kurang nyaman.

2.2.6.3.Pemberian CairanDengan adanya demam yang dialami anak maka kemungkinan akan terjadinya dehidrasi semakin meningkat. Untuk mengurangi kemungkinan hal ini terjadi maka orangtua harus lebih giat lagi menyuruh anak untuk minum. Anak dapat diberikan susu sapi, ASI, susu formula dan air putih (Ward, 2010). Semua keadaan demam harus ditatalaksana dengan pemberian cairan tambahan, oleh karena selama demam anak banyak berkeringat dan cairan juga membantu pelepasan panas lewat kulit (Schmitt, 2004).

2.2.6.4.PakaianPakaian yang digunakan anak sebaiknya minimal saja, karena pelepasan panas sebagian besar terjadi melalui kulit. Pakaian yang digunakan anak sebaiknya hanya selapis dan ringan. Selain itu, anak dibiarkan tidur dengan selimut selapis yang tipis dan ringan. Penggunaan pakaian dan selimut secara berlebihan harus dihindari, oleh karena dapat menyebabkan demam yang semakin tinggi (Schmitt, 2004).

2.2.6.5.Tirah BaringBanyak dokter spesialis anak yang melihat bahwa anak yang tidak beristirahat sama cepat sembuhnya dengan anak yang istirahat di tempat tidur. Oleh karena itu metode tersebut telah dianggap tidak efektif lagi (Soedarmo dkk, 2010).

2.2.6.6.Rujuk ke DokterMenurut Widjaja (2001), untuk mengetahui perlu atau tidaknya penanganan dokter jika anak balita mengalami demam dapat dilihat dari tanda-tanda yang muncul, antara lain sebagai berikut:a. Jika anak yang mengalami demam berusia dibawah enam bulan.b. Jika anak mengalami gangguan pernafasan.c. Jika anak secara berulang kali buang air besar atau diare, apalagi bila disertai muntah-muntah.d. Jika balita berusia antara 6-12 bulan menolak memakan makanan padat maka kemungkinan besar ia mengalami peradangan pada tenggorokan. Anak diberi susu sebagai pengganti makanan padat dan anak diberi antipiretik. Bila dalam dua hari tindakan ini tidak menyembuhkan maka konsul ke dokter.e. Jika anak balita sering bersin-bersin dan keluar cairan ingus dari hidungnya maka kemungkinan anak mengalami radang tenggorokan. Bila demam dalam dua hari tidak sembuh maka konsul ke dokter.f. Jika anak mengeluhkan telinganya sakit atau pada anak yang belum mampu berbicara terlihat menangis sambil menarik-narik daun telinganya maka kemungkinan terdapat peradangan pada bagian tengah telinga. Hal ini memerlukan penanganan dokter, terlebih bila dijumpainya sekret dari telinga si anakg. Jika terdapat bercak berwarna merah muda setelah mengalami demam selama beberapa hari maka kemungkinan besar terinfeksi Roseola infentum.h. Jika mengalami demam dengan diikuti munculnya bercak-bercak maka besar kemungkinan anak terinfeksi .

2.2.7.KomplikasiKomplikasi yang langsung disebabkan demam jarang terjadi. Mobiditas dan mortalitas pasien lebih berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit bukan tingkat dari demamnya (El-Radhi et al., 2009). Komplikasi demam yang dapat dijumpai antara lain :a. DehidrasiDehidrasi dapat terjadi akibat peningkatan suhu tubuh, dimana setiap kenaikan suhu 1oC dapat meningkatkan 10% kehilangan cairan insensible. Selain itu, dehidrasi dapat terjadi akibat penggunaan obat antipiretik yang memicu terjadinya keringat berlebihan (El-Radhi et al., 2009).b. Kejang demamKejang yang terjadi pada kejang demam terkait dengan peningkatan suhu tubuh diatas 39oC atau lebih (Haslam ,1999). c. DeliriumDelirium dapat dijumpai ada sebagian anak apabila terjadi peningkatan suhu tubuh (El-Radhi et al., 2009).d. HiperpireksiaKomplikasi lain adalah hiperpireksia dimana suhu tubuh mencapai lebih dari 41oC. Hal ini tidak lazim terjadi dan biasanya tidak berhubungan dengan infeksi serius. Bayi dan anak pada suhu ini harus dievaluasi secara teliti namun penanganan sama seperti anak dengan tingkat demam dibawah 39oC (Avner, 1999). e. Herpes labialisTelah dijumapi hubungan antara keadaan demam febril pada anak dengan aktivasi infeksi herpes simpleks yang laten (El-Radhi et al., 2009).

2.3. Pengetahuan2.3.1.Definisi Pengetahuan Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2002), disebutkan bahwa istilah pengetahuan berasal dari kata dasar tahu yaitu paham, maklum, mengerti. Selanjutnya Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang hanya menjawab apamisalnya apa itu air, apa itu manusia dan sebagainya. Tafsir (2008), mengatakan bahwa pengetahuan adalah semua yang diketahui. Dari segi motif pengetahuan dapat diperoleh melalui dua cara: Pertama, pengetahuan diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan, dan tanpa usaha. Kedua, pengetahuan diperoleh karena diusahakan, biasanya karena belajar.

2.3.2.Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu: a. Tahu (know)Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan terendah.b. Memahami (comprehension)Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar. Pada tingkatan ini orang telah dapat menjelaskan, menyimpulkan, memberikan contoh, dll.c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.d.Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek kedalam komponen-komponen,tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

f.Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.g. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PengetahuanMenurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b.Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.c. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruh pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.d. Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. f. Sosial Budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.4. SikapSikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek yang tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Seorang ahli psikologi sosial Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu: 1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap yang berarti orang (subjek) menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuiting), indikasinya adalah adanya ajakan kepada orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Notoadmodjo (2003) menemukan sikap dalam bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat sikap menjauhi, menghindari, membenci tidak menyukai objek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek,2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek,3. Kecendrungan untuk bertindak.

2.5. TindakanSuatu sikap secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan tetapi diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan antara lain: 1. Persepsi (Perception), yakni mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2. Respon terpimpin (Guided Respon), yakni melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. 3. Mekanisme (Mecanism), yakni apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan. 4. Adaptasi (Adaption), yakni suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoadmodjo, 2003).

BAB 3METODE

3.1. Kerangka Konsep PenelitianBerdasarkan tujuan penelitian diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Karakteristik Ibu :Usia IbuPendidikan IbuPekerjaan IbuStatus Ekonomi

Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan tentang Penatalaksanaan Demam Anak pada Ibu

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian3.2. Definisi OperasionalDefinisi operasianal dari penelitian ini perlu dijelaskan dengan tujuan supaya tidak terdapat perbedaan persepsi dalam menginteprestasikan masing-masing variabel. Dibawah ini akan dijelaskankan definisi operasional dari penelitian ini :a. IbuIbu adalah seorang wanita, yang telah menikah dan memiliki anak yang tinggal bersama-sama dalam satu keluarga.b. AnakAnak adalah seorang anak lelaki atau perempuan yang berusia dibawah 5 tahun pada saat penelitian. c. Tingkat PendidikanTingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan responden (ibu) saat dilakukan wawancara. Tingkat pendidikan pada penelitian ini dikategorikan dalam skala ordinal menjadi :1. Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SD/sederajat.2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SMP/sederajat.3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat atau perguruan tinggi. d. Usia IbuUsia adalah lamanya waktu hidup responden (ibu) yang dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir saat dilakukan wawancara. Pada penelitian ini, usia dikategorikan dengan skala ordinal, yaitu: 1. < 20 tahun2. 20-35 tahun3. 36 - 50tahunf. PekerjaanPekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan sehari-sehari oleh ibu. Pada penelitian ini, pekerjaan dikategorikan dengan skala nominal, yaitu: 1. Pegawai negeri sipil2. Ibu Rumah Tangga3. Wiraswasta4. Petani5. Lain-laing. Status EkonomiStatus ekonomi, dilihat dari jumlah penghasilan tertinggi yang diperoleh keluarga dalam satu bulan. Pada penelitian ini, status ekonomi dikategorikan dengan skala ordinal, yaitu :1. Status ekonomi menengah ke bawah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah Rp. 1.000.000 per bulan.2. Status ekonomi menengah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp. 2.500.000 per bulan.3. Status ekonomi menengah ke atas, yaitu dengan jumlah penghasilan diatas Rp. 2.500.000 per bulan.

h. Penatalaksanaan Demam AnakPenatalaksanaan demam adalah adalah cara-cara yang dilakukan oleh ibu dengan tujuan untuk menurunkan demam pada anak. Penatalaksanaan yang dimaksud antara lain adalah :1. Penyebab demam2. Pengukuran suhu anak3. Pengomperesan4. Pemberian cairan5. Pemberian obat penurun panas pada anak6. Aktivitas atau tirah baring7. Membawa ke dokteri. PengetahuanPengetahuan adalah segala informasi yang diketahui (hasil tahu) oleh ibu tentang demam dan cara cara penatalaksanaan demam pada balita. Pengukuran tingkat pengetahuan ibu dilakukan dengan cara wawancara dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 15 pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 15 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh adalah 0.Pada penelitain ini, tingkat pengetahuan dikategorikan dengan skala ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :1. Pengetahuan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100% (total skor : 11-15)2. Pengetahuan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-75% (total skor :6-10)3. Pengetahuan kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-5)j. SikapSikap adalah sejauh mana ibu setuju untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya mengenai penatalaksanaan demam pada anak. Pengukuran tingkat sikap ibu dilakukan dengan cara wawancara dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 8 pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 8 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh adalah 0.Pada penelitain ini, tingkat sikap dikategorikan dengan skala ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :1. Sikap baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100% (total skor : 7-8)2. Sikap sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-75% (total skor :4-6)3. Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-3)k. TindakanTindakan adalah sejauh mana ibu menerapkan penatalaksanaan demam pada anak. Pengukuran tingkat tindakan ibu dilakukan dengan cara wawancara dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 10 pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 10 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh adalah 0.Pada penelitain ini, tingkat tindakan dikategorikan dengan skala ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :1. Tindakan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100% (total skor : 8-10)2. Tindakan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-75% (total skor : 4-7)3. Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-3)

3.3. Rancangan PenelitianPenelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, yang akan dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu.

3.4. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I. Pengumpulan data dilakukan mulai dari tanggal 17 juni 2015 hingga tanggal 22 juni 2015.

3.5. Populasi dan Sampel3.5.1. Populasi PenelitianPopulasi penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak dibawah umur 5 tahun yang berobat di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.3.5.2. Sampel PenelitianTeknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Besar sampel yang dihitung dengan rumus perhitungan besar sample untuk data proporsi dengan populasi finit (Wahyuni, 2008) :

Z21-/2 P (1-P)n = -------------------- d2

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu = 1,96P = harga proporsi di populasi= 0,5d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir= 0,1Maka didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 96 responden.

Kriteria inklusi :1. Ibu berumur dibawah 50 tahun2. Memiliki anak dibawah 5 tahun3. Datang ke Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I

Kriteria eksklusi :1.Ibu tidak bersedia menjadi responden penelitian

3.6. Metode Pengumpulan DataData diperoleh dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada ibu dengan bantuan kueisioner.

3.7. Metode Analisis DataAnalisis data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu editing untuk memeriksa hasil kueisioner responden, selanjutnya melakukan coding untuk mengklasifikasikan data menurut kategori masing-masing serta untuk memudahkan menganalisis data. Kemudian pemberian skor yang diikuti memasukkan data ke dalam komputer (entry). Dan terakhir data di analisis menggunakan program SPSS.

BAB 4HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian4.1.1. Gambaran Umum Puskesmas4.1.1.1. Data Geografis dan Demografis Wilayah Kerja Puskemas Wilayah kerja Puskesmas Pasar Muara Bungo I meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Pasar Muara Bungo dan Kecamatan Rimbo Tengah yang terdiri dari 7 kelurahan dan 2 desa sebagai berikut :I. Kecamatan Pasar Muara Bungo terdiri dari 5 kelurahan yaitu :1. Kelurahan Bungo Barat2. Kelurahan Bungo Timur3. Kelurahan Tanjung Gedang4. Kelurahan Jaya Setia 5. Kelurahan Batang Bungo II. Kecamatan Rimbo Tengah terdiri dari 2 kelurahan dan 2 desa yaitu :1. Kelurahan Pasir Putih2. Desa Sungai Buluh3. Kelurahan Cadika4. Desa Sungai MengkuangBatas wilayah kerja Puskesmas Pasar Muara Bungo adalah sebagai berikut : Batas Utara berbatasan dengan Kelurahan Manggis Batas Selatan berbatasan dengan Desa Tirtasari Batas Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Menanti Batas Barat berbatasan dengan Kelurahan Sungai Pinang

Kecamatan Muara Bungo adalah bagian dari Kabupaten Bungo dan merupakan wilayah yang beriklim tropis. Topografi permukaan datar dan bergelombang dengan ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 90 - 75 meter. KECAMATAN, JUMLAH DESA/KELURAHAN DAN JARAK IBU KOTA KECAMATAN DENGAN DUSUN DI KECAMATAN PASAR MUARA BUNGO TAHUN 2014-2015NoKecamatanJumlahJarak ke Ibukota Kabupaten

DesaKelurahan

1.Pasar Muara Bungo050 km

2.Rimbo Tengah222 km

JUMLAH

27

B. Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Muara Bungo tahun 2014 yang tercakup ke dalam wilayah kerja Puskesmas Pasar Muara Bungo berjumlah 35.027 orang. Distribusi penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Pasar Muara Bungo dapat dilihat pada tabel dibawah ini.LUAS WILAYAH, PENDUDUK SERTA KEPADATAN PENDUDUK DI KECAMATAN PASAR MUARA BUNGO DAN RIMBO TENGAH TAHUN 2014KecamatanLuasWilayahkm2

PenduDuk(Jiwa)KepadatanPendudukJiwa/km2

1.Pasar Muara Bungo9.1822.266

2.425

2.Rimbo Tengah155.5523.715152

JUMLAH164.7345.981279.13

C. Sosial EkonomiSebagian besar penduduk dengan mata pencarian adalah petani, perdagangan dan industri. Adapun komoditas pertanian terbesar adalah petani karet. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut :Komposisi Penduduk Menurut Mata PencaharianNoJenis PekerjaanJumlah

1 PNS/TNI/Polri2254

2 Tani3487

3 Buruh Tani1739

4 Pengusaha189

5 Pedagang1605

6 Pertukangan573

7 Angkutan Jasa416

8 Buruh937

9 Industri319

10 Nelayan161

11 Lain-lain-

Total11680

D. Sosial Budayaa. Pendidikan Jumlah Sarana PendidikanNoJenis PendidikanJumlah

1TK10

2SD Negeri / Swasta32

3SMP Negeri / Swasta6

4SMA Negeri / Swasta3

5Perguruan Tinggi4

6Kursus

b. AgamaSebagian besar penduduk adalah beragama Islam, sedangkan yang lainnya beragama Kristen , Budha, dan Hindu untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Komposisi Penduduk Menurut AgamaNoJenis AgamaJumlah

1 Islam95571

2 Kristen2160

3 Budha234

4 Hindu366

5 Lain-lain-

NoJenis sarana IbadahJumlah

1Mesjid40

2Gereja2

3Pura-

4Lain-lain-

E. Sarana Kesehatan

Daftar Fasilitas KesehatanNoJenis Fasilitas Jumlah Keterangan

1 Puskesmas Induk1

2 Puskesmas Pembantu3

3 Rumah Dinas 2

4 Kendaraan Pusling1Baik

5 Motor8

6 Klinik Swasta4

7 Rumah Sakit Swasta1

8 Praktek Dokter Swasta20

9 Praktek Bidan Swasta15

Tabel 4.1 Daftar 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Muara Bungo I tahun 2014No.Penyakit Jumlah Kasus

1.ISPA2.303

2.Penyakit Pulpa dan jaringan1.843

3.Penyakit lain dari saluran pernapasan1.425

4.Gangguan gigi dan jaringan penyangga lainnya754

5.Gastritis 540

6.Dermatitis 411

7.Rematik 370

8.Hipertensi 242

9.Pyoderma 166

10.Diare 159

Total 8.213

4.1.3.Deskripsi Karakteristik RespondenPenelitian ini dilakukan pada 100 orang responden yang merupakan ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I. Karakteristik yang diamati terhadap responden adalah desa tinggal, tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, dan status sosial ekonomi.

a. Tingkat PendidikanTingkat pendidikan responden ditentukan berdasarkan pendidikan terakhir yang pernah diselesaikan responden. Kategori tingkat pendidikan terbagi atas:1. Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SD/sederajat.2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SMP/sederajat.3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat atau perguruan tinggi. Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan menengah (48%), sedangkan yang berpendidikan tinggi sebesar 27% dan yang berpendidikan rendah sebesar 25% (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat PendidikanNo.Tingkat PendidikanFrekuensi (n)Persentase (%)

1.Rendah2525

2.Menengah4848

3.Tinggi2727

Total100100

b. Usia Umur responden dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu dibawah 20 tahun, 20- 35 tahun, dan 36-50 tahun. Responden mayoritas berasal dari kelompok umur 20-35 tahun, yaitu sebesar 67 % dan diikuti oleh kelompok umur 36-50 tahun sebesar 20% (Tabel 4.5)Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan UsiaNo.Usia (tahun)Frekuensi (n)Persentase (%)

1.< 201313

2.20-356767

3.36-502020

Total100100

c. Pekerjaan IbuPekerjaan yang dilakukan oleh responden pada penelitian dibagi atas pegawai negeri sipil, ibu rumah tangga, wiraswasta, petani, dan lain-lain. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 55 orang (55%) (Tabel 4.6). Adapun responden yang menjawab pekerjaan lain-lain adalah buruh pabrik (2 orang).

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan PekerjaanNo.PekerjaanFrekuensi (n)Persentase (%)

1.Pegawai negeri sipil99

2.Ibu Rumah Tangga5555

3.Wiraswasta1313

4.Petani2121

5.Lain-lain22

Total100100

d. Status EkonomiStatus ekonomi responden dinilai dari penghasilan tertinggi keluarga dalam satu bulan. Status ekonomi dikategori menjadi : 1. Status ekonomi menengah ke bawah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah Rp. 1.000.000,00 per bulan.2. Status ekonomi menengah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah Rp. 1.000.000,00 sampai dengan Rp. 2.500.000,00 per bulan.3. Status ekonomi menengah ke atas, yaitu dengan jumlah penghasilan diatas Rp. 2.500.000,- per bulanSebagian besar responden berada pada status ekonomi menengah ke bawah (45%) dan menengah (44%) (Tabel 4.7).Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status EkonomiNo.Jumlah Penghasilan (Rp/bulan)Frekuensi (n)Persentase (%)

1.< 1.000.0004545

2.1.000.000-2.500.0004444

3.> 2.500.0001111

Total88100

4.2. Hasil Utama PenelitianData lengkap distribusi frekuensi dan persentase jawaban responden untuk setiap pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang demam anak terdapat pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan tentang Penatalaksanaan Demam AnakNo.Pertanyaan PengetahuanBenar(skor 1)Salah(Skor 0)Total

N%n%%

1.Demam merupakan reaksi tubuh29297171100

2.Tempat pengukuran suhu tubuh28287272100

3.Suhu tubuh normal30307070100

4.Suhu tubuh yang dikatakan demam42425858100

5.Virus penyebab demam anak tersering49495151100

6.Pengaruh dehidrasi terhadap demam54544646100

7.Pengukuran suhu dengan tangan tidak efektif55554545100

8.Komplikasi demam54544646100

9.Demam dapat menyebabkan kematian58584242100

10.Indikasi pemberian antipiretik64643636100

11.Suhu kompres61613939100

12.Cara mengompres anak51514949100

13.Cairan kompres42425858100

14.Kapan membawa anak ke tenaga kesehatan38386262100

15.Efek samping obat antipiretik38386262100

Pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 10 (64%), pertanyaan nomor 11 (61%) dan pertanyaan nomor 9 (58%). Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah responden adalah pertanyaan nomor 2 (28%), pertanyaan nomor 1 (29%), dan pertanyaan nomor 3 (30%) (Tabel 4.8).

Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Tentang Sikap tentang Penatalaksanaan Demam AnakNo.Pertanyaan SikapBenar(skor 1)Salah(Skor 0)Total

N%N%%

1.Saya setuju bahwa demam adalah keadaan yang berbahaya dan harus segera diturunkan43435757100

2.Saya setuju bahwa demam dapat menyebabkan kejang51514949100

3.Saya setuju bahwa semua anak demam harus diberikan obat penurun panas55554545100

4.Saya setuju bahwa anak demam tinggi terus menerus harus segera dibawa ke tenaga kesehatan56564444100

5.Saya setuju bahwa obat penurun panas memiliki efek samping53534747100

6.Saya setuju bahwa anak harus dikompres saat demam54544646100

7.Saya setuju bahwa jika anak rewel, gelisah atau lemas saat demam harus segera dibawa ke tenaga kesehatan55554545100

8.Saya setuju bahwa anak tidak boleh dikompres dengan alkohol54544646100

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden Tentang Tindakan Penatalaksanaan Demam AnakNo.Pertanyaan PengetahuanBenar(skor 1)Salah(Skor 0)Total

N%n%%

1.Demam harus segera diturunkan43435757100

2.Demam tidak akan turun bila tidak ditangani42425858100

3.Saya mengukur suhu dengan termometer29297171100

4.Saya menggunakan obat penurun panas54544646100

5.Saya membaca cara penggunaan obat penurun panas55554545100

6.Saya membawa anak ke tenaga kesehatan jika demamnya tidak turun54544646100

7.Saya mengompres anak dengan air hangat58584242100

8.Saya memberi anak minum lebih banyak saat demam64643636100

9.Saya membawa anak ke tenaga kesehatan jika mengalami kejang saat demam61613939100

10.Saya bertanya kepada tenaga kesehatan cara menangani anak yang demam51514949100

Tabel 4.11 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan Demam AnakNo.Gambaran PengetahuanFrekuensi (n)Persentase (%)

1.Kurang4040

2.Sedang4545

3.Baik1515

Total100100

Mayoritas responden (45%) memiliki tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anakdalam kategori sedang, sedangkan hanya 15 responden (15%) yang memiliki tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak yang baik (Tabel 4.11).

Tabel 4.12 Distribusi Tingkat Sikap Responden Tentang Penatalaksanaan Demam AnakNo.Gambaran SikapFrekuensi (n)Persentase (%)

1.Kurang4242

2.Sedang3838

3.Baik2020

Total100100

Sebanyak 42 responden (42%) memiliki gambaran sikap yang kurang terhadap penatalaksanaan demam anak, sedangkan 38 (38%) responden memiliki tingkatan sikap sedang, dan 20 (20%) responden memiliki tingkatan sikap yang baik (Tabel 4.12)

Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Tindakan Responden Tentang Penatalaksanaan Demam AnakNo.Gambaran SikapFrekuensi (n)Persentase (%)

1.Kurang3737

2.Sedang3838

3.Baik2525

Total100100

Sebanyak 37 responden (37%) memiliki tingkatan tindakan yang kurang terhadap penatalaksanaan demam anak, sedangkan 38 (38%) responden memiliki tingkatan tindakan sedang, dan 25 (25%) responden memiliki tingkatan tindakan yang baik (Tabel 4.13)

BAB 5DISKUSI

Pada penelitian ini didapatkan hasil utama berupa tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I, dimana untuk tingkat pengetahuan dijumpai 40% responden memiliki tingkat pengetahuan kurang, 45% sedang, dan 15% baik. Hasil serupa juga dijumpai untuk tingkat sikap dimana 42% responden memiliki sikap kurang, 38% sikap sedang, dan 20% baik. Sedangkan untuk tindakan dijumpai persentase responden yang memiliki tingkat tindakan yang baik, sebanyak 20%. Namun secara keseluruhan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden berada dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Wati (2010) dimana dijumpai tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden banyak pada kategori sedang. Namun perlu diperhatikan bahwa persentase tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan kurang cukup besar (40%, 42%, dan 37%). Hal ini mungkin disebabkan akses masyarakat yang relatif sedikit terhadap fasilitas kesehatan dikarenakan jarak yang jauh serta media promosi kesehatan yang belum memadai. Berdasarkan distribusi menurut ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I, dijumpai secara umum hampir setiap ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I memiliki mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berada dalam kategori sedang. Pada penelitian ini didapati sebagian besar responden dari masing-masing kategori tingkat pendidikan memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berbeda, dimana dijumpai responden dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang rendah, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang lebih baik. Menurut Notoatmodjo (2003), secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukan oleh Notoatmodjo.Pada distribusi jawaban responden tentang pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak dijumpai pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan nomor 2,1 dan 3, yaitu tentang demam adalah reaksi tubuh terhadap keadaan luar, dan cara pengukuran suhu tubuh dan nilai suhu tubuh normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penggunaan termometer yang masih relatif jarang di masyarakat dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan, dan stigma masyarakat bahwa demam selalu menunjukkan adanya infeksi dan tidak mungkin disebabkan oleh faktor lain seperti dehidrasi. Sedangkan 61% responden sudah mengetahui bahwa mengompres anak dengan air hangat, namun masih terdapat masyarakat yang memilih mengompres dengan air dingin maupun alkohol. Hal ini tidak sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Wati (2010), dimana diketahui pengetahuan ibu mengenai metode kompres yang benar masih rendah, yaitu hanya 33,8% yang menjawab menggunakan air hangat sedangkan 36,3% menjawab dengan menggunakan air dingin. Kekeliruan mengenai pengetahuan ini mungkin disebabkan oleh karena menurut Soedarmo dkk (2010), penggunaan air dingin memang telah dikenal sejak abad ke 4 sebelum Masehi namun merupakan suatu kontraindikasi untuk penanganan demam sekarang. Hal yang serupa didapati mengenai metode kompres dengan alkohol, dimana menurut Axelrod (2000) sebelum tahun 1950 penggunaan alkohol memang kerap dilakukan namun setelah itu diketahui bahwa metode tersebut dapat menyebabkan anak mengalami hipoglikemia dan koma.

BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I yaitu tingkat pengetahuan kurang sebanyak 40%, tingkat pengetahuan sedang sebanyak 45%, dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 15%.2. Tingkat sikap tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I yaitu tingkat sikap kurang sebanyak 42%, tingkat sikap sedang sebanyak 38%, dan tingkat sikap baik sebanyak 20%.3. Tingkat tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I yaitu tingkat tindakan kurang sebanyak 37%, tingkat tindakan sedang sebanyak 38%, dan tingkat tindakan baik sebanyak 25%.

6.2. Saran Beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini adalah: 1. Diharapkan ini dapat menjadi masukan bagi instansi pemerintah, terutama dalam bidang kesehatan, dalam membuat kebijakan mengenai penyuluhan tentang demam dan penatalaksanaan demam yang tepat, terutama mengenai penggunaan termometer dalam deteksi dan penanganan demam, indikasi pemberian antipiretik berdasarkan suhu tubuh dan metode kompres pada anak yang demam.2. Diharapkan adanya sosialisasi kepada tenaga kesehatan betapa pentingnya penyuluhan tentang penatalaksananaan demam pada anak kepada ibu yang memadai dan merata ke setiap desa.3. Diharapkan kepada para ibu agar bisa memanfaatkan hasil penelitian ini dan menambah wawasan mengenai pengetahuan tentang demam dan penatalaksanaan demam yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, A.M., 1999. Demam. Dalam: Wahab, S.A., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2 Edisi 15. Jakarta EGC, 854-855.

Avner, J.R., 2009. Acute Fever. New York: Albert Einstein College of Medicine. Available from: http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/30/1/5.pdf. [Accessed: 10 April 2011].

Axelrod, Peter, 2000. External Cooling in the Management of Fever. Philadelphia: Temple University School of Medicine. Available from: http://cid.oxfordjournals.org/content/31/Supplement_5/S224.full.pdf+html[Accessed: 15 November 2011]

Barret, K.M., Barman, S.M., Boitano, S., Brooks, H.L.,2010. Ganong's Review of Medical Physiology 23rd ed. USA: McGraw-Hill.

Concise Oxford English Dictionary 10thed on CD-ROM Version 1.1. UK: Oxford University Press.

Crocetti, M., Moghbeli, N., Serwint, J., 2001. Fever Phobia Revisited: Have Parental Misconception About Fever Changed in 20 Years?. Baltimore : Johns Hopkins Bayview Medical Center. Available from: http://pediatrics. aappublications.org/crg/reprint/107/6/1241.pdf. [Accessed: 10 April 2011].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat PP dan PL.

Doley, M.F., OLeory,S.T., Simoes, E.A., Nyquist, A.C., 2007. Immunization. In: Hay, W.W., Levin, M.J., Sondheimer, J.M., Deterding, R.R., ed. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 18th ed. USA: McGraw-Hill, 242.

El-Radhi, S.A., Carrol, J., Klein, N., 2009. Clinical Manual of Fever in Children. Berlin: Springer.

Fauci, S.A., et al., 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology 11thed. Pennsylvania: Elsevier Saunders, 889-895.

Haslam, R.H., 1999. Kejang-Kejang pada Masa Anak. Dalam: Wahab, S.A., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.3 Edisi 15. Jakarta EGC, 2059-2060.

Hay, A.D., Heron, J., Ness, A., 2005. The prevalence of symptoms and consultations in pre-school children in the Avon Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC): a prospective cohort study. UK: Oxford University Press. Available from: http://fampra.oxfordjournals.org/content/22/4/367.full. [Accessed: 26 April 2011].

Katzung, B.G., 2006. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed.USA: McGraw-Hill, 1062-1068.

Kayman, H., 2003. Management of Fever: Making Evidence-Based Decisions. South Carolina: South Carolina Departemen of Health and Enviromental Control. Available from:http://cpj.sagepub.com/content/42/5/383.[Accessed: 10 April 2011].Kramer, M.S., Shapiro, E.D., 1997. Management of the Young Febrile Child: A Commentary on Recent Practice Guidelines. Available from:http://peditrics. aappublications .org/cgi/reprint/100/1/128.pdf.[Accessed: 17 April 2011].

Lau, A.S., Uba, A., Lehman, D., 2002. Infectious Disease. In: Rudolf, A.M., Kamei, R.K., Oberby, K.J., ed.Rudolphs Fundamentals of Pediatrics 3rd ed. USA: McGraw-Hill, 313.

Nairn, R., 2005. Imunologi. Dalam: Mudihardi, E.M., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., Alimsardjono, L., ed. Jawetz, Melnick, & Adelbergs Mikrobiologi Kedokteran Buku 1. Jakarta: Salemba Medika, 167-176.

National Institute of Health and Clinical Excellence, 2007. Feverish Illness in Children: Assessment and initial management in children younger than 5 years. London: RCOG Press. Available from: www.nice.org.uk. [Accessed: 15 April 2011].

Ng,D.K., Lam, J.C., Chow, K.W., 2002. Childhood Fever Revisited. Hongkong: Kwong Wah Hospital. Available from:http://www.hkmj.org/articlepdfs/hkm 0202p39.pdf[Accessed: 10 April 2011].

Notoadmodjo, S., 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Price, D.L., Gwin, J.F., 2008. Pediatric Nursing: An Introductory Text 10thed. Missouri: Saunders Elsevier, 34.

Pratomo, H., 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Purwoko, Djauhar I., dan Soetaryo, 2003. Demam pada Anak: Perabaan Kulit, Pemahaman dan Tindakan Ibu. Diunduh dari: http://asic.lib.unair. ac.id/journals/abstrak/Berkala%20Ilmu%20Kedokteran2035%202%202003%20%3B%20Purwoko%20%3B%20Demam%202.pdf. [Diakses: 10 April 2011].

Schmitt, B.D., 2004. Pediatric Telephone Advice 3rded. Philadelphia: Lippincott Wlliams & Wilkins, 315-326.

Sherwood, L., 2001. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu. Dalam: Santoso, B.I., Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi Keempat. Jakarta: EGC, 596-598.

Sholihah, Siti, 2011. Gambaran Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Tindakan Pertama Demam Demam Pada Balita Di Puskesmas Sembayat Gresik. Diunduh dari: http://share.stikesyarsis.ac.id/elib/main/dok/00580/ GAMBARAN-TINGKAT-PENGETAHUAN-ORANG-TUA-TENTANG--TINDAKAN-PERTAMA-DEMAM-DEMAM-PADA-BALITA--DI-PUSKESMAS-SEMBAYAT-GRESIK. [Diakses: 15 November 2011].

Soedarmo, S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R., Satari, H.I., 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 21-46.

Sullivan, J.E., Farrar, H.C., 2011. Clinical Report-Fever and Antipyretic Use in Children. American Academy of Pediatrics. Available from:http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/peds.2010-3852v1.pdf. [Accessed : 10 April 2011].Survei Kesehatan Nasional, 2004. Status Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Diunduh dari:http://www.litbang.depkes.go.id/~surkesnas2/index.php?option = comcontent & task=view&id=74&Itemid=35.[Diakses: 31 Maret 2011].

Tafsir, A., 2006. Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Roesdakarya.

Thomas, S., Vijaykumar, C., Moses, P.D., Antonisamy B., 2008. Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug in the Management of Fever Among Children: A Randomized Controlled Trial. Available from: http://medind.nic.in/ibv/ t09/i2/ibvt09i2p133.pdf. [Accessed: 26 April 2011].

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bambodoe Communication.

Ward, M.A., 2010. Patient Information: Fever in Children. Available from:http://www.uptodate.com/contents/patient-information-fever-in-children. [Accessed: 26 April 2011].

Wati, C., 2010. Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Penatalaksanaan Demam pada Anak Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pasar Merah Timur Medan Tahun 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Widjaja, M.C., 2001. Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.

Wilmana, P.F., Gunawan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth, ed. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru, 234-238.