bab lengkap

Upload: albert-eb

Post on 14-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Akalasia oesofagus

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi. Depresi biasanya ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung, dan iritabilitas. Pasien yang defresi akan mengalami berfikir secara berlebihan seperti timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga, kepercayaan diri menurun, pesimis, dan putus asa. Terdapat juga perasaan malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor, dan menarik diri dari hubungan sosial. Pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur atau terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu juga dengan gairah seksual (WHO, 2012).

Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah dan bercerai atau berpisah.Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau mayor depresi Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan belum pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang seiring dengan kemajuan bidang psikofarmakologi. Maka dari itu, dirasa perlu untuk mengetahui lebih mendalam mengenai Gangguan Depresi dan diagnosis banding lainnya.Gangguan Depresi tidak terklasifikasi merupakan salah satu bagian dari gangguan afektif. Gangguan afektif lainnya terdiri dari depresi yang bisa di klasifikasikan dan depresi yang tidak terklasifikasikan. Pada kesempatan ini kita membahas gangguan depresi yang tidak terklasifikasikan, depresi post partum dan baby blues.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAANA. BABY BLUES

1. Definisi

Baby blues/postnatal blues/ maternity blues adalah fenomena ringan dan sementara ditandai terutama oleh perasaan menangis, lelah, cemas, pelupa, kacau, overemotional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang terjadi selama hari-hari pertama masa nifas. Umumnya terjadi antar 7-10 hari pertama setelah melahirkan.2. Epidemiologi

Gangguan suasana hati ini dialami oleh sekitar 50% wanita dalam 3-6 hari setelah melahirkan. prevalensi baby blues telah dilaporkan setinggi 83% dalam studi dari Tanzania dan 8 % pada wanita di Japan. Angka kejadian yang rendah di Japan dikaitkan dengan isu perbedaan budaya dan terutama pengaruh budaya dalam mendukung keluarga selama masa nifas.3. Etiologi

Etiologi dari baby blues tidak dipahami dengan baik, banyak penelitian telah meneliti perubahan biologis yang dramatis terjadi selama persalinan, persalinan, dan periode postpartum langsung serta faktor-faktor psikososial dan kepribadian. Umumnya diyakini memiliki dasar biologis karena penurunan mendadak hormon ovarium setelah melahirkan yaitu estradiol dan progesteron tertentu. Harris (1994) juga mengatakan kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya progesteron.Studi yang dilakukan oleh Condon dan Watson (1987) pada 89 wanita tentang penyebab dan prediktor baby blues menemukan bahwa prediktor yang paling umum adalah rasa pesimisme pada akhir kehamilan mengenai persalinan dan periode segera setelah persalinan.Penelitian lain yang dilakukan oleh O 'Hara dkk (1991) pada 182 wanita kaitan faktor biologi dan faktor psikososial dengan baby blues. Riwayat depresi sebelumnya dan pada keluarga, penyesuaian sosial yang buruk, peristiwa kehidupan yang penuh stres, depresi pramenstruasi, dan tingkat estriol bebas dan total yang asosiasi antara blues.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Uke (2006) menjelaskan bahwa kemungkinan baby blues disebabkan oleh: pengalaman tidak menyenangkan pada periode kehamilan dan persalinan sebanyak 38,71%, faktor psikososial (dukungan sosial) sebanyak 19,35% dan kondisi bayi baru lahir sebanyak 16,13% serta faktor spiritual sebanyak 9,78%.Individu yang berisiko mengalami baby blues antara lain:

1. Mempunyai riwayat premenstrual syndrome atau depresi sebelum hamil.

Perempuan dengan riwayat ini mempuyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya baby blues. Bloch (2005) mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan gangguan mood ibu postpartum adalah gangguan mood pada trimester tiga.

2. Stressor psikososial selama kehamilan atau persalinan

3. Keadaan atau kualitas bayi

Kondisi kesehatan bayi akan menjadi tambahan stessor bagi ibu, bayi menjadi lebih membutuhkan perhatian, perawatan khusus dan lebih banyak membutuhkn biaya. Hal ini banyak dialami oleh ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

4. Melahirkan dibawah usia 20 tahun

Hal ini dikaitkan dengan kesiapan remaja dalam perubahan perannya sebagai ibu, antara lain kesiapan fisik, mental, finansial dan sosial.

5. Kehamilan yang tidak direncanakan

6. Dukungan sosial (terutama dari suami dan keluarga)

Buruknya hubungan perkawinan dan tidak adekuatnya dukungan sosial akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu.

7. Status sosial ekonomi

Hal ini dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhn dan perawatan pada bayi.

4. Gambaran klinis

Kebanyakan wanita akan mengalami perubahan suasana hati dalam minggu-minggu setelah kelahiran anak. Kondisi ini biasanya ringan dan sementara, perubahan emosi pada hari puncak yaitu hari ke 4 atau ke 5 dan kembali normal pada hari ke 10 serta tidak disertai oleh keinginan bunuh diri. Baby blues perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu.Beberapa gejala baby blues syndrome:1. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa sebab

2. Mudah kesal, mudah tersinggung dan tidak sabar

3. Tidak memiliki atau kurang bertenaga

4. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga

5. Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi terlalu memperhatikan dan kuatir terhadap bayinya

6. Tidak percaya diri

7. Sulit beristirahat dengan tenang atau tidur lebih lama

8. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan

9. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan

10. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya

Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut menjadi depresi postpartum.8Tabel 2.1 perbandingan antara baby blues dengan depresi postpartum10KarakteristikBaby Blues SyndromePostpartum Depression

Insidens30-75% dari wanita yang melahirkan10-15% dari wanita yang melahirkan

Onset3 5 hari setelah melahirkanDalam waktu 3-6 bulan setelah melahirkan

DurasiHari sampai mingguBulan sampai tahun jika tidak diobati

Stressor terkaitTidak adaAda, terutama kurang dukungan

Pengaruh sosial dan budayaTidak ada; ada dalam semua budaya dan kelas sosioekonomiAda hubungan yang kuat

Riwayat gangguan moodTidak ada hubunganAda hubungan yang kuat

Riwayat gangguan mood dalam keluargaTidak ada hubunganAda hubungan

Rasa sedihAdaAda

Mood labilAdaSering pada awalnya kemudian depresi secara bertahap

AnhedoniaAdaSering

Gangguan tidurKadang-kadangHampir selalu

Keinginan untuk bunuh diriTidak adaKadang-kadang

Keinginan untuk menyakiti bayiJarangSering

Rasa bersalah, ketidakmampuanTidak ada, jika ada biasanya ringanSering dan biasanya berat

5. Patofisiologi

Persalinan dilihat dari perspektif fisiologi akan menimbulkan perubahan sirkulasi hormonal secara dramatis. Perubahan hormonal ini secara biologis akan mempengaruhi kondisi emosional seorang wanita. Perubahan hormon tersebut antara lain adanya penurunan kadar hormon estrogen, progesteron dan endorphin setelah kelahiran plasenta serta tingginya kadar hormon prolaktin dan hormon glukokortikoid. Penurunan kadar estrogen dan progesteron pada periode lepasnya plasenta dapat menyebabkan disforia.Penelitian yang dilakukan oleh OKeane (2011) dengan mengukur konsentrasi darah dari Corticotropin Releasing Hormone (CRH), Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), kortisol, progesteron dan estriol pada 70 wanita sehat selama trimester ketiga kehamilan, dan pada hari-hari 1-6 pasca persalinan. Blues skor meningkat puncaknya pada hari ke 5 dan berhubungan dengan ACTH dan berhubungan terbalik dengan kadar estriol selama hari pasca persalinan serta dengan penurunan dari kadar CRH. Hal ini membuktikan bahwa reaktivasi dari ACTH merupakan etiologi dari Blues.Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan salahsatu penelitian terlama dibidang psikologis biologis. Sekitar 50% pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat kortisol yang meningkat. Neuron didalam nukleus paraventrikular melepaskan CRH yang merangsang pelepasan ACTH dari hipofisis anterior. ACTH dilepaskan bersama dengan -endorfin dan -lipoprotein, yaitu dua peptida yang disintesis dari protein sintesi asal prekursor yang sama dengan ACTH. Selanjutnya ACTH merangsang pelepasan kortisol dari korteks adrenal.10

Sumbu Hipotalamic Pituitary Adrenal (HPA) abnormal sering terjadi pada depresi. Hal ini dipengaruhi dengan adanya peningkatan dari CRH dan atau arginine vasopressin (AVP) yang memberikan feed back negative pada glukokortikoid. Keadaan seperti ini dapat mengubah mood seseorang.9CRH dihasilkan oleh plasenta selama kehamilan dan merupakan hal utama dalam plasenta-pituitari-adrenal sirkuit. Kelenjar adrenal menjadi hipertrofi selama kehamilan dan kadar kortisol secara bertahap menurun setelah lahir. Sumbu HPA masih relatif hyporesponsive keseluruhan selama periode postpartum: mungkin sebagai akibat dari hipertrofi adrenal ini dan faktor-faktor penghambat otak lainnya, seperti oksitosin atau prolaktin.CRH dapat meningkatkan aktivitas lokomotor, menurunkan nafsu makan, menurunkan keinginan untuk tidur, meningkatkan kewaspadaan dan menurunkan keinginan seksual: perilaku sejalan dengan keadaan emosi yang sangat meningkat pada masa nifas.6. Kriteria diagnostik

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM) IV, baby blues dikategorikan dalam Major Depression.

Terdapat gejala berupa kesedihan, disfori, sering menangis dan ketergantungan untuk lengket. Kondisi ini berlangsung beberapa hari, perubahan emosi pada hari puncak yaitu hari ke 4 atau ke 5 dan kembali normal pada hari ke 10.Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. Kuesiner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis postpartum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian.7. Penatalaksanaan

Tidak ada perawatan khusus untuk baby blues jika tidak ada gejala yang signifikan. Empati dan sukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih 2 minggu diperlukan bantuan profesional.Konsultasi kejiwaan umumnya tidak diperlukan. Namun, pasien harus diinstruksikan untuk menghubungi dokter kandungan atau primary care providernya jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk menidentifikasi dini gangguan afektif yang lebih parah. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa, terutama depresi postpartum harus dipantau lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit nifas yang signifikan.B. Depresi Postpartum

Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan, khususnya pada gangguan depresi spesifik yang terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien akan mengalami gejala afektif selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu setelah melahirkan. Sebuah depresi dipertimbangkan sebagai postpartum jika dimulai selama empat minggu setelah kelahiran. Pola gejala pada wanita dengan depresi postpartum sama pada wanita yang mengalami masa depresi selama tidak hamil. Susah berinteraksi dengan perawat dalam keadaan stres dan bayi meningkatkan resiko pendekatan yang tidak aman dan terjadinya masalah kognitiv dan sifat pada anak (Wiesner dkk, 2002).

Penurunan cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan dikatakan dapat berkembang menjadi depresi pada wanita dengan depresi postpartum. Penurunan hormon progesteron signifikan berhubungan dengan perubahan suasana hati dengan sebuah pengaruh tambahan pada pola makan. Pada studi lainnya, didapatkan peningkatan serum Cu yang sejalan dengan terjadinya inflamasi atau disregulasi auto-imun. Ketika tingkat inflamasi tinggi, penderita akan mengalami gejala depresi seperti lemas, dan lesu. Kedua, inflamasi akan meningkatkan level kortisol, dan akhirnya akan menurunkan serotonin dengan menurunkan prekursornya, yaitu trypthopan (Pradnyana dkk, 2013).

Walaupun penyebab depresi cenderung pada tingkat penurunan hormon, beberapa faktor lain mungkin menjadi penyebab terjadinya depresi post partum. Kejadian stress dalam hidup, riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor pada wanita(Wiesner dkk, 2002).

Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan pada riwayat dan gejala-gejala. Sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis, secara luas menggunakan uji Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

Kotak 2. Gejala Depresi Mayor dengan Onset Postpartum

Depresi mayor adalah didefinisikan dengan adanya lima dari gejala berikut, yang mana salah satu harus adanya mood yang tertekan atau penurunan ketertarikan atau kesenangan.

Mood yang tertekan sering berhubungan dengan kebingungan yang berat.

Adanya penurunan ketertarikan atau kesenangan dalam beraktivitas

Gangguan nafsu makan, biasanya diikuti dengan kehilangan berat badan

Gangguan tidur, paling sering insomnia atau tidur yang tidak nyaman bahkan ketika bayinya tertidur.

Agitasi fisik, atau pelambatan psikomotor

Lemah, penurunan energi

Merasa kurang berguna

Penurunan konsentrasi

Adanya keinginan bunuh diri

Depresi postpartum diartikan dalam DSM-V dimulai empat minggu setelah melahirkan dan gejala yang harus ada sepanjang hari hampir setiap hari selama dua minggu.

Depresi postpartum dibedakan dari baby blues yang timbul pada mayoritas perempuan. Depresi pasca persalinan harus dibedakan dari baby blues, yang terjadi pada mayoritas ibu baru. Pada sindrom ini, gejalanya yaitu sedih, iritabilitas, cemas, kebingungan, mencapai puncak sekitar hari keempat paska persalinan, dan membaik pada hari kesepuluh. Gangguan afek sementara ini tidak mempengaruhi kemampuan wanita untuk bekerja. Psikosis postpartum muncul sebagai emergensi psikiatrik yang memerlukan intervensi segera karena resiko dapat membunuh bayi dan melakukan bunuh diri.Biasanya timbul pada dua minggu pertama setelah melahirkan(Wiesner dkk, 2002).

Tabel 2. Perbedaan gejala klinis dari baby blues syndrome, postpartum depression dan postpartum psychotic (Kaplan, 2010).

Baby Blues SyndromePostpartum DepressionPostpartum Psychotic

Terjadi pada 30-75% ibu melahirkan

Gangguan suasana hati dan pikiran (mood)

Munculnya rasa sedih

Murung, gelisah, tidak nyaman

Kebingungan yang subjektif

Menjadi mudah/sering menangis

Kadang sulit tidur

Terjadi 3-5 hari setelah melahirkan

Berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu

Tanpa pemicu khusus

Tidak dipengaruhi kondisi social budaya dan tingkat ekonomi

Bisa terjadi pada orang yang tidak pernah dan berasal dari anggota keluarganya yang tidak pernah mengalami penyimpangan mood

Tidak berpikir ingin bunuh diri

Jarang ada yang berpikir ingin menyakiti sang bayi

Hampir tidak pernah merasa bersalah dan tidak berdaya.

Bisa kembali normal dengan sendirinya bila dukungan dan bantuan anggota keluarga lain bisa membuat sang ibu baru tersebut tenang Terjadi pada 10-15% ibu melahirkan

Gangguan suasana hati dan pikiran dengan perasaan tertekan yang merata

Mudah/sering menangis

Hampir selalu sulit tidur

Terjadi antara 3-6 bulan setelah melahirkan, biasanya 12 minggu

Berlangsung selama beberapa bulan, bila tidak mendapatkan perawatan bisa mencapai beberapa tahun

Pemicu utama terjadi bila tidak mendapatkan dukungan dari suami dan/atau anggota keluarga

Sangat dipengaruhi kondisi social budaya dan tingkat ekonomi

Sangat erat hubungannya dengan pengalaman penyimpangan mood yang pernah/sedang dialami. Bisa terjadi pada ibu yang anggota keluarga lainnya pernah mengalami penyimpangan mood.

Kadang berpikir ingin menyakiti sang bayi.

Sering merasa berlebihan merasa bersalah dan tidak berdaya

Perlu mendapatkan bantuan dan treatment Terjadi pada 0,1-0,2% ibu melahirkan

Depresi dengan gangguan mood

Khayalan yang kacau (bayi cacat/meninggal, mengingkari kelahiran, menganggap dirinya belum menikah, perawan, terus menerus meragukan keyakinan diri, mudah terpengaruh, memberontak)

Mengeluh letih, tidak bisa tidur, gelisah, menangis, emosi tidak terkendali, curiga, bingung, bukan dirinya sendiri, kata-kata menyakitkan, obsesi pada kesehatan bayi.

Mengeluh tidak bisa berdiri, tidak bisa berjalan/bergerak

Terjadi beberapa hari. Rata-rata 2-3 minggu setelah kelahiran, hampir selalu dalam kurun 8 minggu

50% berasal dari keluarga yang pernah mengalami penyimpangan mood.

Ingin bunuh diri atau membunuh sang bayi. Bisa merasa ada suara-suara yang menyuruhnya bunuh diri atau membunuh sang bayi

Dari populasi penderita, 5% bunuh diri, 4% membunuh bayinya, 67% mengalami kejadian kedua kali penyimpangan emosional (affective disorder) sepanjang tahun

Proses kelahiran menjadi salah satu ketegangan yang berkembang menjadi penyimpangan mood yang hebat

Harus mendapatkan bantuan, pengawasan dan treatment

DSM-V dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 2). Pembagian tingkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.

Keparahan depresi menentukan pemilihan terapi yang diberikan. Sebagai contoh, psikoterapi adalah terapi yang sama efektifnya dengan farmakoterapi untuk depresi ringan dan sedang, tetapi depresi berat memperlihatkan respon yang baik terhadap terapi kombinasi. Bukti terbaru menyatakan bahwa antidepresan akan lebih efektif dibandingkan yang lainnya untuk depresi berat.

Tabel 3 Derajat keparahan depresi

Keparahan depresiKriteria DSM-VKriteria ICD-10

Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 gejala depresi lainnya

2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan1. 2 gejala tipikal

2. 2 gejala inti lainnya

Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya

2. Gangguan sosial/pekerjaan yang bervariasi1. 2 gejala tipikal

2. 3 atau lebih gejala inti lainnya

Berat 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya

2. Gangguan sosial atau pekerjaan yang berat atau ada gambaran psikotik1. 3 gejala tipikal

2. 4 atau lebih gejala inti lainnya

Juga dapat dengan atau tanpa gejala psikotik

C. Depresi tidak terklasifikasiDepresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar. 3. PATOFISIOGI dan ETIOLOGI

Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu diasumsikan oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetic, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.Genetik

Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi

Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar.Studi adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi.Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot, memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit.Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin.hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.NeurobiologiMonoamin

Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50 tahun terakhir.Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps.Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps.Namun, teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada MDD.Tidur

Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD.polysomnography digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran pathoogenetic untuk gangguan tidur diMDD.Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor

Onset awal REM (Rapid Eye Movement)

Peningkatan tidur REM

Peningkatan lamanya REM

Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)

Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam

Gangguan pada slow wave activity (SWA)

Neuropsikologi

Kognitif dan Daya Ingat

Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat, terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan performa.Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.Lingkungan dan kejadian kehidupan

Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode depresi pertama atau kedua.Pengalaman masa kanak yang berat seperti kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat mengakibatkan gangguan sistem biologik pada depresi.Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak terdapat resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor genetik yang rendah., tetapi kejadian saat hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada depresi.GEJALA KLINIK

Mood yang rendah.Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk.Minat.Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan salah satu tanda penting pada depresi.Anhedonia juga memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.1,6Tidur.Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur.Hal yang klasik adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi.Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.Tenaga.Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan.Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.Rasa bersalah.Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi.Pasien depresi sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.1

Konsentrasi.

Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi.Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.Nafsu makan/berat badan.Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.Aktivitas psikomotor.Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi.Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).Bunuh diri.Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri.Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.Gejala lain.Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada depresi.Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat.Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul.Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.Gejala pada orang tua

Gejala klinis depresi lanjut usia sedikit berbeda dengan usia yang lebih muda, sering hanya gangguan emosi berupa apatis, penarikan diri dari aktivitas sosial, dan gangguan kognitif seperti gangguan memori, gangguan konsentrasi serta fungsi kognitif yang memburuk.

Perubahan Pikiran Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengungat informasi.

Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.

Kurang percaya diri.

Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.

Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi.

Adanya pikiran untuk bunuh diri.

Perubahan Perasaan Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri.

Merasa bersalah, tak berdaya.

Tidak adanya perasaan.

Merasa sedih.

Sering menangis tanpa alas an yang jelas.

Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif.

Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.

Menghindari membuat keputusan.

Menunda pekerjaan rumah.

Penurunan aktivitas fisik dan latihan.

Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.

Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.Pada pasien lanjut gangguan kognitif sering menyebabkan pseudodemensia (sindrom demensia pada depresi) antara lain mengalami:

a. Defisit atensi dan kosentrasi yang bervariasi

b. Jarang memiliki gangguan bahasa

c. Jika tidak yakin, paling sering menjawab tidak tahu

d. Gangguan ingatan terbatas pada ingatan bebas

5. DIAGNOSIS

DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/ major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.1

MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor (Kotak 2).kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.Episode depresi berdasarkan ICD-10 Kriteria Umum

1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu

2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untukepisode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu

3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik

Gejala Utama

1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu

2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan

3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat

Gejala Lainnya

1. Kehilangan percaya diri atau harga diri

2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat

3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri

4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti keraguan atau kebimbangan

5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

6. Gangguan tidur

7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan yang sesuai

Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor

A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat

1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah

2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal

3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan yang tidak naik

4. Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari

5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)

6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi) hampir setiap hari

8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari

9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.

B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran

C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis

D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid)

E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement

MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.1

Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.1

Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6

Sub tipeSpesifikasi DSM-IV-TRKunci

Depresi melankolisDengan gambaran melankolisMood nonreaktif, anhedonia, kehilangan berat badan, rasa bersalah, agitasi dan retardasi psikomotorik, mood yang memburuk pada pagi hari, terbangun di pagi buta

Depresi atipikalDengan gambaran atipikalMood reaktif, terlalu banyak tidur, makan berlebihan, paralisis yang dibuat, sensitive pada penolakan interpersonal

Depresi psikotik (waham)Dengan gambaran psikotikHalusinasi atau waham

Depresi katatonikDengan gambaran katatonikKatalepsi, katatonik, negativism, mutisme, mannerism, echolalia, echopraxia (tidak lazim pada klinis sehari-hari)

Depresi kronikGambaran kronis2 tahun atau lebih dengan kriteria MDD

Gangguan afektif musimanMusiman Onset yang seperti biasa dan kambuh pada saat musim tertentu (biasanya musim gugur/dingin)

Depresi postpartumPostpartum Onset depresi selama 4 minggu postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik.ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.Tabel 4. Derajat keparahan depresi

Keparahan depresiKriteria DSM-IV-TRKriteria ICD-10

Ringan 3. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 gejala depresi lainnya

4. Gangguan minor sosial/ pekerjaan3. 2 gejala tipikal

4. 2 gejala inti lainnya

Sedang 3. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya

4. Gangguan sosial/pekerjaan yang bervariasi3. 2 gejala tipikal

4. 3 atau lebih gejala inti lainnya

Berat 3. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya

4. Gangguan sosial atau pekerjaan yang berat atau ada gambaran psikotik4. 3 gejala tipikal

5. 4 atau lebih gejala inti lainnya

Juga dapat dengan atau tanpa gejala psikotik

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.

Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :

Semua gejala utama depresi :

oafek depresif

okehilangan minat dan kegembiraan

oberkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

Gejala lainnya:

okonsentrasi dan perhatian berkurang

oharga diri dan kepercayaan diri berkurang

ogagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

opandangan masa depan yang suram dan pesimis

ogagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

otidur terganggu

onafsu makan berkurang

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Episode depresif ringan menurut PPDGJ III

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsungsekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

Episode depresif sedangmenurut PPDGJ III

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya

(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu

(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusanrumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotikmenurut PPDGJ III :

(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat

(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.

(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotikmenurut PPDGJ III :

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.

Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran.Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Asesmen Depresi

Geriatric Depression Scale (GDS)

Terdiri dari 30 pertanyaan, biasanya dipergunakan untuk memisahkan apakah pasien tersebut masuk ke dalam kelompok depresi. Alat ukur GDS ini memiliki sensitivitas 88,9% dan spesifisitas 47,8%. Penilaian skala ini berdasarkan aspek kekhawatiran somatik, penurunan afek, gangguan kognitif, berkurangnya orientasi terhadap masa yang akan datang, dan kurangnya harga diri. Skala ini telah direkomendasikan agar dipergunakan dalam situasi klinis oleh Institute of Medicine.2.6 DIAGNOSIS BANDING

1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)

Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1

Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor

GejalaBereavementEpisode depresi mayor

Waktu Kurang dari 2 bulanLebih dari 2 bulan

Perasaan tidak berguna/tidak pantasTidak adaAda

Ide bunuh diriTidak adaKebanyakan ada

Rasa bersalah, dllTidak adaMungkin ada

Perubahan psikomotorAgitasi ringanMelambat

Gangguan fungsiRingan Sedang Berat

2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum

Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis khusus yang terjadi sebelumnya.Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD.The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).1

3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat

Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.1

Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan

gangguan mood yang dipengaruhi zat1

Alcohol

Amfetamin

Anxiolitik

Kokain

Zat-zat halusinogen

Hipnotik

Inhalant

Opioid

Phencycline

Sedative

2.7 TATALAKSANA

MEDIKAMENTOSA

Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.FarmakoterapiAnti depresi

Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine

Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.

Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide

Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram.

Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.

Psikologi Terapi Behaviour therapy

Interpersonal Therapy

Problem solving

BAB III

KESIMPULAN

Baby blues/postnatal blues/ maternity blues adalah fenomena ringan dan sementara ditandai terutama oleh perasaan menangis, lelah, cemas, pelupa, kacau, overemotional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang terjadi selama hari-hari pertama masa nifas. Baby blues perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu. Etiologi dari baby blues tidak dipahami dengan baik, banyak penelitian telah meneliti perubahan biologis yang dramatis terjadi selama persalinan, persalinan, dan periode postpartum langsung serta faktor-faktor psikososial dan kepribadian. Tidak ada perawatan khusus untuk baby blues jika tidak ada gejala yang signifikan. Empati dan sukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih 2 minggu diperlukan bantuan profesional.

Depresi post partum merupakan pasien yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan, khususnya pada gangguan depresi spesifik yang terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien akan mengalami gejala afektif selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu setelah melahirkan. Sebuah depresi dipertimbangkan sebagai postpartum jika dimulai selama empat minggu setelah kelahiran. Pola gejala pada wanita dengan depresi postpartum sama pada wanita yang mengalami masa depresi selama tidak hamil. Susah berinteraksi dengan perawat dalam keadaan stres dan bayi meningkatkan resiko pendekatan yang tidak aman dan terjadinya masalah kognitiv dan sifat pada anak. Depresi post partum terjadi karena penurunan produksi hormon setelah persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Djuanda dkk. 2010. MIMS Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Indonesia: Edisi Indonesia Ismail RI, Siste K. 2010. Gangguan depresi. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Kaplan, HI, Sadock, BJ, and Grebb, JA. 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Maslim, R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II. Jakarta,

Maslim, R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPGDJ III. Jakarta.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincottts Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika.

Pradnyana E, Westa W, Ratep N. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Depresi Postpartum Pada Primipara. Universitas Udayana.