bab 1-5 sri w lengkap

81
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung terdiri dari fakta, konsep, skill, dan prinsip. Begle dalam Herman Hudojo menyatakan bahwa sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Fakta biasanya meliputi istilah (nama), notasi (lambang/simbol), dan lain-lainnya. Sedangkan konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan untuk mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Skill berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memberikan jawaban dan prinsip dapat berupa gabungan konsep dan beberapa fakta. Setelah siswa belajar matematika diharapkan siswa memperoleh keempat hal tersebut. Oleh karena itu, setelah siswa belajar mengenai logika, diharapkan siswa juga dapat memperoleh

Upload: tata-lela

Post on 26-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu

objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung terdiri dari fakta, konsep,

skill, dan prinsip. Begle dalam Herman Hudojo menyatakan bahwa sasaran atau

objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Fakta

biasanya meliputi istilah (nama), notasi (lambang/simbol), dan lain-lainnya.

Sedangkan konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan untuk

mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Skill berkaitan dengan

kemampuan siswa dalam memberikan jawaban dan prinsip dapat berupa

gabungan konsep dan beberapa fakta. Setelah siswa belajar matematika

diharapkan siswa memperoleh keempat hal tersebut. Oleh karena itu, setelah

siswa belajar mengenai logika, diharapkan siswa juga dapat memperoleh keempat

hal tersebut yang berkaitan dengan materi logika.

Mengenali bentuk aljabar dan unsur-unsurnya merupakan salah satu

kompetensi dasar berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang ada di

SMA dan sederajat. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian operasi

konjungsi, operasi disjungsi, operasi implimikasi, operasi biimplikasi dan

pernyataan majemuk bertingkat. Hal ini menjelaskan bahwa setiap materi pada

pembelajaran matematika tidak terlepas dengan fakta, konsep dan prinsip.

2

Siswa juga harus mampu menggunakan konsep logika dalam pemecahan

masalah logika matematika yang sederhana. Sebelum mencapai tahap ini siswa

harus paham terlebih dahulu tentang konsep dan prinsip logika. Pemecahan logika

matematika yang sederhana juga berkaitan dengan keterampilan atau skill yang

dimiliki oleh siswa.

Nasution menyatakan, tujuan belajar yang utama ialah apa yang dipelajari

itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus

dengan cara yang lebih mudah, yang dikenal dengan transfer belajar. Dimana

transfer yang tidak spesifik, yakni transfer prinsip-prinsip dan konsep-konsep

umum yang merupakan dasar untuk mengenal suatu masalah sebagai masalah

khusus dari prinsip umum yang telah dikuasai. Oleh karena itu pembelajaran yang

dilaksanakan pada tahap awal atau dasar harus benar-benar mantap, karena

kesulitan belajar yang dialami siswa di tahap awal akan berpengaruh terhadap

transfer belajar pada tahap selanjutnya. Sebagaimana kurikulum yang dirancang

didalam proses belajar matematika, yaitu agar siswa mampu melakukan

penelusuran pola dan hubungan, artinya setiap bahasan dalam matematika saling

berkaitan satu dengan yang lain.

Matematika yang dipelajari siswa di sekolah meliputi logika matematika.

Kesulitan belajar matematika yang dialami siswa berarti juga kesulitan belajar

bagian-bagian matematika tersebut. Kesulitan tersebut dapat hanya satu bagian

saja, dapat juga lebih dari satu bagian matematika yang dipelajari. Ditinjau dari

keragaman materi pelajaran matematika, bahwa satu bahasan berkaitan dengan

satu atau lebih bahasan yang lain, maka kesulitan siswa pada suatu bahasan akan

3

berdampak kesulitan satu atau lebih bahasan yang lain. Ini berarti kesulitan siswa

mempelajari satu bagian matematika dapat berdampak pada kesulitan siswa dalam

mempelajari bagian matematika yang lain.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas X di SMA Negeri

1 Peudawa, guru menyatakan bahwa siswa masih sering melakukan kesalahan saat

mengerjakan persoalan yang terkait dengan aljabar. Guru juga menyatakan bahwa

dalam setiap pembelajaran logika, banyak siswa yang meminta kepada guru untuk

mengulangi penjelasannya. Sesuai dengan pernyataan Soedjadi yang mengatakan

bahwa kesulitan yang dialami siswa akan memungkinkan terjadi kesalahan

sewaktu menjawab soal tes. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Soedjadi,

kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab persoalan aljabar merupakan

bukti adanya kesulitan yang dialami oleh siswa pada materi tersebut. Hubungan

antara kesalahan dan kesulitan dapat diperhatikan pada kalimat “jika seorang

siswa mengalami kesulitan maka ia akan membuat kesalahan”. Hal tersebut

menegaskan bahwa kesulitan merupakan penyebab terjadinya kesalahan. Dengan

demikian pernyataan guru matematika SMA Negeri 1 Peudawa yang menyatakan

bahwa siswa-siswanya masih banyak melakukan kesalahan ketika mengerjakan

persoalan logika, maka dapat dikatakan bahwa siswa-siswa tersebut mengalami

kesulitan dalam mempelajari logika.

Aktivitas belajar setiap siswa dalam mempelajari matematika tidak

selamanya dapat berlangsung sesuai dengan harapan. Kadang-kadang lancar,

kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari,

kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat belajar, setiap siswa juga

4

berbeda-beda. Terkadang semangat tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk

berkonsentrasi. Kenyataan tersebut sering kita jumpai pada setiap siswa ketika

pembelajaran di kelas. Perbedaan diantara individu itulah yang menyebabkan

perbedaan tingkah laku belajar dikalangan peserta didik. Dalyono menyatakan

dalam keadaan dimana siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah

yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar tersebut tidak selalu

disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi dapat juga

disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi.

Pentingnya pemahaman konsep logika bagi siswa dan masih banyaknya

kesulitan yang dihadapi oleh para siswa maka dirasa perlu untuk dilakukan suatu

pengkajian tentang kesulitan belajar siswa dalam mempelajari logika. Hal itu

perlu dilakukan agar guru dapat mengetahui letak kesulitan siswa dalam

penguasaan konsep dan prinsip dalam logika sehingga guru dapat meminimalisir

kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan persoalan logika. Selain itu guru

juga dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami

kesulitan dalam mempelajari logika. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik

untuk mengkaji “Kesulitan yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa

Dalam Menyelesaikan Soal Logika Matematika.”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam setiap penelitian pasti ada permasalahan yang terdapat didalamnya

hal itu mendorong penulis mengadakan penelitian karena menurut penulis

masalah yang akan dikemukakan dianggap penting untuk diteliti. Adapun yang

5

menjadi masalah dalam penelitian adalah: “Kesulitan konsep, prinsip, prosedur

yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam Menyelesaikan Soal

Logika Matematika?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui konsep,

prinsip, prosedur yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam

Menyelesaikan Soal Logika Matematika.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah:

1. Sebagai informasi, agar dapat diketahui kesulitan-kesulitan yang dialami

siswa dalam memahami materi logika matematika.

2. Agar siswa dapat jenis kesulitan yang dialami.

1.5 Defenisi Istilah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang

digunakan dalam proposal ini perlu diberikan penjelasannya sebagai berikut:

1. Kesulitan siswa

Kesulitan siswa adalah kesusahan dan kesukaran, dimana anak didik tidak

dapat belajar sebagaimana mestinnya”.

6

2. Menyelesaikan soal

Menyelesaikan soal adalah kemampuan seseorang siswa dalam

menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru pada topik tertentu saat

pembelajaran atau ulangan/ujian. Kemampuan yang dimaksud yaitu siswa dapat

menyelesaikan soal secara sistematis. Dalam penyelesaian soal secara sistematik

menerapkan 4 langkah yaitu, analisis, perencanaan, penyelesaian dan penilaian.

Yang akan diteliti disini hanya kemampuan pada langkah analisis, perencanaan,

dan penyelesaian saja.

3. Logika Matematika

Logika matematika adalah metode dan prinsip-prinsip yang dapat

memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang

salah.

7

BAB II

LANDASAN TEORETIS

2.1 Konsep Materi Logika

1. Pengertian Logika

Secara etimologis, istilah “logika” berasal dari bahasa Yunani, “logos”,

yang berarti kata, ucapan, pikiran, atau bisa juga mengandung arti ilmu

pengetahuan. Dalam arti luas, logika merupakan suatu metode dan prinsip-prinsip

yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan

penalaran yang salah. Pengajaran logika terbilang sudah sangat ‘tua’, sejak

ribuan tahun yang lalu. Tokoh yang dikenal sebagai pelopor logika adalah

Aristoteles (348 – 322 SM).

2. Pengertian Pernyataan

Pernyataan harus dibedakan dari kalimat biasa. Tidak semua kalimat

termasuk ke dalam pernyataan. Pernyataan diartikan sebagai kalimat matematika

tertutup yang benar saja, atau salah saja, tetapi tidak kedua-duanya dalam waktu

yang bersamaan. Biasanya pernyataan dinotasikan dengan huruf kecil, seperti: p,

q, r, s, dan sebagainya.

Di bawah ini adalah contoh-contoh pernyataan:

p : Semua sapi adalah hewan menyusui.

q : 3 + 2 = 6.

Di bawah ini adalah contoh-contoh yang bukan pernyataan:

1. Kapan kamu menikah?

8

2. Makan, yuk!

3. Nilai Kebenaran

Kebenaran atau kesalahan sebuah pernyataan disebut Nilai Kebenaran

dari pernyataan tersebut. Nilai kebenaran suatu pernyataan p ditulis τ (p). Jika

benar, maka nilai kebenarannya B, dan jika salah nilai kebenarannya S.

Contoh:

p : 3 + 2 = 6 maka τ (p) = S.

p : 2x – 4 = 6, untuk x = 5 maka τ (p) = B.

4. Operasi Uner

Dalam logika matematika terdapat dua jenis operasi, yaitu operasi uner

dan biner. Operasi uner berarti hanya melibatkan satu unsur, yang dalam hal ini

unsur tersebut berupa pernyataan. Yang termasuk operasi uner ini adalah operasi

negasi, atau penyangkalan. Negasi biasanya dilambangkan dengan “ ~ ”. Nilai

kebenaran negasi dari sebuah pernyataan adalah kebalikan dari nilai kebenaran

pernyataan itu. Jadi, jika nilai kebenaran suatu pernyataan adalah B, maka nilai

kebenaran negasinya adalah S, begitu pun sebaliknya.

Contoh:

p : 23 + 51 = 100

maka ~ p : 23 + 51 ≠ 100, atau

~ p : Tidak benar bahwa 23 + 51 = 100.

τ (p) = S dan τ (~ p) = B.

9

5. Operasi Biner

Operasi biner adalah operasi yang melibatkan dua unsur. Contoh operasi

biner yang sering kita jumpai dalam matematika adalah: penjumlahan,

pengurangan, perkalian, pembagian, perpangkatan, dan sebagainya. Khusus dalam

logika, terdapat empat macam operasi biner, antara lain: konjungsi, disjungsi,

implikasi, dan biimplikasi. Keempat operasi biner ini akan segera kita pelajari,

namun sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu mengenai pernyataan majemuk.

6. Pernyataan Majemuk

Pernyataan tunggal yang digabung disebut pernyataan majemuk.

Perhatikan contoh sederhana berikut!

Elzan adalah pria yang kaya.

Elzan adalah pria yang tampan.

Kedua pernyataan tunggal di atas dapat digabungkan sehingga membentuk suatu

pernyataan majemuk dengan menggunakan kata penghubung “dan”. Pernyataan

majemuk yang dimaksud adalah

Elzan adalah pria yang kaya dan tampan.

Dalam Kegiatan Belajar 3 ini, kita hanya akan mempelajari pernyataan majemuk

yang merupakan gabungan dari dua pernyataan tunggal. Kata penghubungnya

adalah: (1) “dan”, (2) “atau”, (3) “jika..... maka.....”, serta (4) “.....jika dan hanya

jika.....”

a. Operasi Konjungsi

Salah satu cara untuk menggabungkan pernyataan tunggal sehingga

menjadi pernyataan majemuk adalah dengan menggunakan kata “dan”., yang

10

dikenal dengan nama operasi konjungsi. Perhatikan kembali kalimat majemuk

yang telah dibuat sebelumnya dengan menggunakan kata penghubung “dan”,

yaitu

Elzan adalah pria yang kaya dan tampan.

Pernyataan pertama : Aufa adalah pria yang kaya.

Pernyataan kedua : Aufa adalah pria yang tampan.

Pernyataan majemuk dengan kata penghubung “dan” hanya bernilai benar jika

baik pernyataan pertama maupun pernyataan kedua sekaligus benar. Dalam

keadaan lain adalah salah, yaitu jika salah satu atau kedua-duanya dari pernyataan

tunggal adalah salah, pernyataan majemuk adalah salah. Kata penghubung “dan”

pada pernyataan majemuk dilambangkan dengan “¿ ”,

Definisi

Misalkan p dan q adalah pernyataan. Pernyataan majemuk p dan q disebut

konjungsi dari p dan q dan dilambangkan dengan

p ¿ q

Pernyataan p dan q masing-masing disebut konjung-konjung.

Konjungsi bernilai benar jika keduannya p dan q adalah benar, dan dalam keadaan

lain adalah salah. Kita sarikan definisi konjungsi dengan tabel kebenaran berikut.

Tabel Kebenaran Konjungsip q p ¿ qBBSS

BSBS

BSSS

11

Contoh:

Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk p¿ q berikut ini!

a. p : 100 + 500 = 800

q : 4 adalah faktor dari 12

Jawaban:

a. p salah, q benar

p ¿ q : 100 + 500 = 800 dan 4 adalah faktor dari 12 (Salah)

Atau bisa juga ditulis:

τ (p) = S, τ (q) = B.

Jadi, τ (p¿ q) = S.

b. Operasi Disjungsi

Suatu pernyataan majemuk yang terdiri dari dua pernyataan tunggal yang

dihubungkan dengan menggunakan kata “atau” dinamakan pernyataan disjungsi.

Kedua buah pernyataan pembentuk disjungsi ini disebut sebagai disjung-disjung.

Kata penghubung “atau” dalam keseharian dapat memiliki arti ganda. Misalnya

seorang berkata, “Pada pukul 10 malam nanti, saya akan menonton pertandingan

sepakbola world cup atau tidur”, tetapi tidak mungkin keduanya. Pernyataan

majemuk seperti ini disebut disjungsi eksklusif.

Sekarang, perhatikan disjungsi majemuk berikut:

Orang yang boleh memilih dalam pemilu adalah WNI yang berumur di atas 17

tahun atau sudah kawin.

Pernyataan ini dapat diartikan, orang yang boleh memilih dalam pemilu

tidak hanya yang berumur di atas 17 tahun dan sudah kawin. Disjungsi seperti ini

12

disebut disjungsi inklusif. Dalam matematika dan sains, “atau” diartikan sebagai

disjungsi inklusif, kecuali jika disebut lain.

Disjungsi pernyataan p dan q adalah pernyataan majemuk p atau q, ditulis p q.

Disjungsi didefinisikan sebagai berikut :

Misalkan p dan q adalah pernyataan. Pernyataan majemuk p atau q disebut

disjungsi dari p dan q dan dilambangkan dengan p q. Disjungsi p q bernilai

benar jika salah satu p atau q, atau keduanya adalah benar, disjungsi adalah salah

hanya jika keduanya p dan q adalah salah. Kita sarikan definisi konjungsi dengan

tabel kebenaran berikut.

Tabel Kebenaran Disjungsip Q p qBBSS

BSBS

BBBS

Contoh

Tentukanlah nilai kebenaran untuk disjungsi dua pernyataan yang diberikan !

a. p : 3 + 4 = 12

q : Dua meter sama dengan 200 cm

Jawaban:

a. τ (p) = S, τ (q) = B. Jadi, τ (p q) = B.

p q : 3 + 4 = 12 atau dua meter sama dengan 200 cm (benar).

c. Operasi Impilikasi

Untuk memahami implikasi, pelajarilah uraian berikut. Misalnya, Elzan

berjanji pada Gusrayani, “Jika Sore nanti tidak hujan, maka saya akan

13

mengajakmu nonton”. Janji Elzan ini hanyalah berlaku untuk kondisi sore nanti

tidak hujan. Akibatnya, jika sore nanti hujan, tidak ada keharusan bagi Elzan

untuk mengajak Gusrayani nonton.

Misalkan sore ini tidak hujan dan Elzan mengajak Gusrayani nonton,

Gusrayani tidak akan kecewa karena Elzan memenuhi janjinya. Akan tetapi, jika

sore ini hujan dan Elzan tetap mengajak Gusrayani menonton, Gusrayani tentu

merasa senang sekali. Jika sore ini hujan dan Elzan tidak mengajak Gusrayani

menonton, tentunya Gusrayani akan memakluminya. Bagaimana jika sore ini

tidak hujan dan Elzan tidak mengajak Gusrayani menonton? Itu akan lain lagi

ceritanya. Tentu saja Gusrayani akan kecewa dan menganggap Elzan sebagai

pembohong yang tidak menepati janjinya.

Misalkan, p : Sore tidak hujan.

q : Elzan mengajak Gusrayani menonton.

Pernyataan “jika sore nanti tidak hujan, maka Elzan akan mengajak Gusrayani

nonton”. Dapat dinyatakan sebagai “jika p maka q” atau dilambangkan dengan “p

⇒ q”. Suatu pernyataan majemuk dengan bentuk “jika p maka q” disebut

implikasi.

Definisi:

Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu implikasi (pernyataan

bersyarat) adalah suatu pernyataan majemuk dengan bentuk “jika p maka q”,

dilambangkan dengan p⇒ q. Pernyataan p disebut hipotesis (ada juga yang

menamakan anteseden) dari implikasi. Adapun pernyataan q disebut konklusi

(atau kesimpulan, dan ada juga yang menamakan konsekuen). Implikasi bernilai

14

salah hanya jika hipotesis p bernilai benar dan konklusi q bernilai salah; untuk

kasus lainnya adalah benar. Perhatikan tabel berikut ini.

Tabel Kebenaran Implikasip q p⇒ qBBSS

BSBS

BSBB

Terdapat perbedaan antara implikasi dalam keseharian dan implikasi

dalam logika matematika. Dalam keseharian, pernyataan hipotesis/anteseden p

haruslah memiliki hubungan dengan pernyataan konklusi/konsekuen q. Misalnya,

pada contoh implikasi sebelumnya, “Jika sore nanti tidak hujan maka saya akan

mengajakmu nonton”. Terdapat hubungan sebab-akibat. Dalam logika

matematika, pernyataan hipotesis/anteseden p tidak harus memiliki hubungan

dengan konklusi/konsekuen q.

Contoh

Tentukanlah nilai kebenaran dari implikasi berikut !

a. Jika 4 + 7 = 10 maka besi adalah benda padat.

b. Jika 6 + 9 = 15 maka besi adalah benda cair.

Jawab :

a. Jika 4 + 7 = 10 maka besi adalah benda padat.

Alasan salah, kesimpulan benar. Jadi, implikasi bernilai benar.

b. Jika 6 + 9 = 15 maka besi adalah benda cair.

Alasan benar, kesimpulan salah. Jadi implikasi bernilai salah.

15

d. Operasi Biimplikasi

Perhatikanlah pernyataan berikut:

Jika sore ini hujan, maka jalan raya basah.

Jika jalan raya basah, apakah selalu disebabkan oleh hujan? Tentu saja tidak selalu

begitu, karena jalan raya basah bisa saja disebabkan disiram, banjir, ataupun hal

lainnya. Pernyataan seperti ini telah kita ketahui sebagai sebuah implikasi.

Sekarang, perhatikan pernyataan berikut:

Jika orang masih hidup maka dia masih bernafas.

Jika seseorang masih bernafas, apakah bisa dipastikan orang tersebut masih

hidup? Ya, karena jika dia sudah tidak bernafas, pasti orang tersebut sudah

meninggal. Pernyataan yang demikian disebut biimplikasi atau bikondisional atau

bersyarat ganda.

Pernyataan biimplikasi dilambangkan dengan “⇔ ” yang berarti “jika dan hanya

jika” disingkat “jhj” atau “jikka”. Biimplikasi “p⇔q” ekuivalen dengan “jika p

maka q dan jika q maka p”, dinotasikan sebagai: (p ⇒ q) ¿ (q ⇒ p). Adapun

definisi tentang biimplikasi adalah sebagai berikut.

Definisi:

Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu biimplikasi adalah suatu

pernyataan majemuk dengan bentuk p jika dan hanya jika q dilambangkan

dengan p⇔q. Biimplikasi p dan q bernilai benar jika keduanya p dan q adalah

benar atau jika keduannya p dan q adalah salah; untuk kasus lainnya biimplikasi

adalah salah.

16

Tabel Kebenaran Biimplikasip q p ⇔ qBBSS

BSBS

BSBB

Contoh

Tentukan nilai kebenaran biimplikasi di bawah ini!

a. 20 + 7 = 27 jika dan hanya jika 27 bukan bilangan prima.

B B

τ (p) = B, τ (q) = B. Jadi, τ (p ⇔ q) = B.

b. 2 + 5 = 7 jika dan hanya jika 7 adalah bilangan genap.

τ (p) = B, τ (q) = S. Jadi, τ (p ⇔ q) = S.

c. tan2 45° + cos 2 45° = 2 jika dan hanya jika tan2 45° = 2

τ (p) = S, τ (q) = S. Jadi, τ (p ⇔ q) = B.

2.2 Kesulitan Menyelesaikan Konsep Logika Matematika

2.2.1 Pengertian Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kesulitan dan

belajar. Menurut Poerwadarminta (2004:937) “arti kesulitan adalah kesusahan dan

kesukaran, sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian”. Menurut

Ahmadi dan Supriyono (2001:74) “yang dimaksud dengan kesulitan belajar

adalah keadaan dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinnya”.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ambo Enre Abdullah (2004:38) adalah

”Kesulitan sebenarnya adalah suatu kondisi tertentu yang ditandai adanya

17

hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang

lebih keras untuk mengatakannya”.

Berdasarkan pengertian belajar dan kesulitan yang dikemukakan di atas,

maka dapat diberikan pengertian kesulitan belajar yaitu sesuatu kondisi yang

memperlihatkan ciri-ciri hambatan untuk mencapai tujuan belajar.

Kesulitan belajar menurut Hammil (Irham Abidin, 2006:10) adalah:

Menunjuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, mencakup-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi tertentu.

Batasan-batasan tentang kesulitan belajar diatas memberikan pemahaman

bahas kesulitan belajar adalah kesulitan mencapai tujuan yang sekaligus

merupakan gejala kegagalan. Kondisi yang terjadi dalam kesulitan belajar terpisah

dari kondisi lainnya karena memiliki gejala-gejala tersendiri. Apabila dikaitkan

dengan pengertian belajar secara umum, maka dapat dikatakan bahwa kesulitan

belajar merupakan adanya kondisi penghambat untuk mengadakan perubahan

tingkah laku karena terjadi kesulitan dalam merespon setiap kondisi yang terjadi

dalam lingkungannya. Kaitannya dengan pengajaran di sekolah, maka kesulitan

belajar merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami hambatan untuk

mengetahui atau memahami suatu materi atau pelajaran.

Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan

belajar siswa seperti yang disebutkan Muhkal (2005:56), antara lain:

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok atau potensi yang dimilikinya.

2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, dan yang

bersangkutan selalu tertinggal dari kawan-kawannya.

18

4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengajarkan pekerjaan rumah, mengganggu didalam dan diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri terpisahkan serta tidak mau bekerja sama.

5. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira, dan menghadapi nilai rendah, menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal dan sebagainya.

Semua orang harus mempelajari matematika walaupun bidang studi ini

dianggap sulit oleh sebagian orang. Matematika harus dipelajari kerena

merupakan suatu sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-

hari. Kesulitan belajar matematika harus diatasi sedini mungkin. Jika tidak, siswa

akan menghadapi banyak masalah karena hammpir semua bidang studi

memerlukan matematika yang sesuai. Tingkat kesulitan yang dialami siswa antara

yang satu dengan yang lainnya berbeda sehingga menimbulkan perbedaan

tingkah laku belajar di kalangan anak didik.

2.2.2 Penyebab Kesulitan Siswa dalam Belajar

Setiap kesulitan pasti ada penyebab kesulitannya. Penyebab kesulitan yang

dialami oleh siswa ada yang berasal dari dalam diri siswa (faktor intern) atau

berasal luar siswa (faktor ekstern). Penyebab yang bersal dari luar dapat berupa

situasi ketika tes, keadaan keluarga dan keadaan lingkungan sekitar. Penyebab

yang berasal dari dalam dapat berupa penyebab matematika maupun penyebab

non matematika.

Irham Abidin (2006 : 18) mengemukakan bahwa berbagai faktor penyebab

kesulitan belajar yaitu:

Faktor internal pada kemungkinan disfungsi neurologis sedangkan penyebab utama problem belajar adalah faktor eksternal, yaitu berupa

19

strategi pembelajaran yang keliru, pengolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Atau karena faktor keturunan, kerusakan pada fungsi otak, bio kimia, deprivasi lingkungan, atau kesalahan nutrisi.

Penyebab matematika adalah segala hal yang berhubungan dengan faktor

kognitif siswa yang berkaitan dengan objek matematika yang membuat siswa

melakukan kesalahan dalam mengerjakan tes. Misalnya, kesalahan karena siswa

tidak menguasai konsep, prinsip, fakta atau siswa tidak terampil melakukan suatu

operasi di dalam matematika.

Penyebab non matematika adalah selain penyebab matematika yang

berasal dari dalam diri siswa. Penyebab non matematika dapat berupa keadaan

siswa yang kurang sehat saat mengerjakan tes, keadaan psikologis siswa yang

kurang stabil seperti trauma maupun kelelahan. Selanjutnya dalam penelitian ini

penyebab kesulitan yang akan diteliti adalah penyebab matematika. Untuk

mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-

soal integral akan dilakukan wawancara. Wawancara disesuaikan dengan hasil

jawaban yang dikerjakan siswa.

2.2.3 Kesulitan Belajar Siswa pada Materi Logika Matematika

Belajar matematika selalu berkenaan dengan ide-ide atau konsep abstrak

yang tersusun secara hirarkis. Maka belajar matematika harus dilakukan secara

bertahap dan kontinu.belajar matematika merupakan belajar dengan menggunakan

struktur-struktur matematika dan juga mencari hubungan antara konsep dan

struktur matematika.

20

Menurut Gagne (2007:97) mengemukakan bahwa:

Hirarkis belajar adalah suatu proses pembelajaran yang dengan

menempatkan kemampuan, pengetahuan ataupun keterampilan yang menjadi

salah satu tujuan dalam prosespembelajaran tersebut.diikuti kemampuan dan

keterampilan atau pengetahuan prasyarat yang harus mereka kuasai lebih dahulu

agar mereka berhasil mempelajari keterampilan dan pengetahuan diatasnya itu.

Berdasarkan kutipan di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam memahami

konsep integral perlu pula memperhatikan konsep-konsep sebelumnya. Misalnya

dalam mempelajari materi integral setiap siswa harus sudah menguasai materi

turunan sehingga siswa dapat menyelesaikan soal integral yang menggunakan

konsep turunan. Dalam hal ini sering kali siswa mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan soal soal integral kerena masih kurangnya pemahaman konsep-

konsep pada turunan.

Adapun dalam mempelajari matematika siswa memiliki dasar kesulitan

khusus seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam menggunakan konsep.a. Siswa lupa nama singkatan/nama teknik suatu objek.b. Ketidakmampuan mengingat satu atau lebih syarat cukup dan

sebagainya.2. Kesulitan dalam menggunakan prinsip.

a. Siswa tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk menggembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan baru.

b. Siswa tidak dapat menggunakan prinsip karena kurang kejelasan tentang prinsip tersebut dan sebagainya.

3. Kesulitan memecahkan soal dalam bentuk verbal.a. Tidak mengerti apa yang dibaca, akibat kurangnya pengetahuan

siswa tentang konsep atau beberapa istilah yang tidak diketahui.b. Tidak mampu menetapkan variabel untuk menyusun persamaan dan

sebagainya.

21

Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan dasar yang

dialami oleh siswa berupa kesulitan dalam menggunakan konsep, kesulitan dalam

menggunakan prinsip, dan kesulitan memecahkan soal dalam bentuk verbal.

Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar apabila siswa tidak mampu

mencapai ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun secara individual

sebagaimana yang dikatakan oleh Sri (dalam Ikhsan, 2000:44) yaitu:

Secara individual suatu penguasaan materi disebut dikuasai olehsiswa bila ia dapat menjawab dengan benar atau memperoleh skor sekurang-kurangnya 65% dari jumlah skor ideal setiap materi penguasaan. Sedangkan secara klasikal suatu penguasaan disebut sudah dikuasai oleh sekelompok siswa bila telah terdapat sekurang-kurangnya 85% siswa telah mmenguasai materi tersebut.

Agar dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar

matematika, perlu mengenal kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam

menyelesaikan soal dalam bidang studi matematika. Beberapa kekeliruan umum

tersebut menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2009:262) adalah “kekurangan

pemahaman tentang simbol, nilai tempat, penggunaan proses yang keliru,

perhitungan, dan tulisan yang tidak terbaca.” Selain itu untuk mengatasi kesulitan

yang dialami siswa terlebih dahulu harus disadari bahwa siswa mengalami

kesulitan belajar dan kemudian diidentifikasikan konsep, algoritma atau prinsip

yang sulit dipahami siswa.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

komponen yang saling berinteraksi, berhubungan dan saling bergantung satu sama

lain. Proses belajar mengajar sebagai proses pemberdayaan siswa yang dilakukan

22

melalui interaksi perilaku pengajaran dan perilaku siswa, baik diruangan maupun

diluar kelas. Proses belajar mengajar diharapkan mampu menumbuhkan daya

kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan dan eksperimentasi untuk menemukan

kemungkinan-kemungkinan baru, memberikan keterbukaan terhadap

kemungkinan baru menumbuhkan demokrasi, memberikan kemerdekaan dan

memberikan toleransi terhadap kekeliruan-kekeliruan akibat kreativitas berfikir.

Slamet (2000:15) mengatakan:

Kualitas proses belajar mengajar dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: (a) guru harus membuat persiapan mengajar yang sistematis (b) penyampaian materi oleh guru secara sistematis dan menggunakan berbagai variasi didalam penyampaian, baik media, metode, suara maupun gerak. (c) waktu selama PBM berlangsung digunakan secara efektif, (d) motivasi mengajar guru dam motivasi belajar siswa cukup tinggi, dan (e) hubungan interaktif antara guru dan siswa dalam kelas harus baik.

Proses belajar mengajar merupakan salah satu sistem interaksi edukatif

yang amat menentukan keberhasilan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar

guru memegang peranan yang sangat penting dalam merancang kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan. Pemahaman guru terhadap kurikulum mutlak

diperlukan guna menunjang proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru

merupakan ujung tombak dalam kegiatan proses belajar mengajar sehingga

banyak kompetensi yang harus dimiliki dan banyak tantangan yang harus

dihadapi. Muhadjir (2000:24) berpendapat:

Proses belajar mengajar adalah proses subjek didik dan proses pendidik dalam satu kontek interaktif dengan aksentuasi pada proses belajarnya subjek didik sesuai dengan wawasan cara belajar siswa aktis (CBSA). Subjek didik harus diberi kesempatan untuk: (a) menyerap informasi masuk dalam struktur konisinya atau menyesuaikan pada intruktur baru sehingga tercapai kebermaknaan yang optimal, (b) menghayati peristiwa yang dipelajari agar terjadi proses aktif dan internalisasi nilai dan (c)

23

melakukan langsung aktivitas operasionainya sehingga memiliki konsep teori dan fungsional.

Siswa yang memiliki kemampuan dasar dan didukung oleh kondisi

pembelajaran yang berkualitas akan menghasilkan kemampuan yang lebih tinggi

pada diri siswa tersebut. Pengajaran bertanggung jawab atas keberhasilan produk

yang berkompeten dan selalu beerusaha serta mendorong motivasi kepada peserta

didik.

Kegiatan belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor dan saling berhubungan

satu sama lain, bila salah satu faktor terganggu maka proses belajar mengajar akan

mengalami hambatan atau kesulitan, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa setelah mengalami proses belajar siswa.

Faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama-sama memberikan

kontribusi tertentu terhadap belajar peserta didik. Makmun (2000:18)

mengemukakan komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran, dan

berpengaruh terhadap presrtasi belajar adalah:

(1) masukan mentah, menunjukkan pada karak teristik individu yang mungkin dapat memudahkan atau justru menghambat proses pembelajaran, (2) masukan intrumental, menunjuk pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan, seperti guru, metode, bahan atau sumber dan program, dan (3) masukan lingkungan, yang menunjuk pada situasi, keadaan fisik dan suasana sekolah, serta hubungan dengan pengajar dan teman.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik

dapat digolongkan kedalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial

menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial.

Faktor ini teermasuk lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada

umumnya, sedangkan faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang

24

bukan sosila seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya: keadaan rumah, ruang

belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.

Faktor ekternal dalam lingkungan keluarga baik langsung maupun tidak

langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik.

Disamping itu, diantara beberapa faktor ekternal yang mempengaruhi proses

dalam prestasi belajar ialah peranan faktor dari guru dan fasilitator.

2.3.1 Faktor-Faktor Yang Bersumber Dari Dalam Diri Siswa

1. Faktor Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya berpengaruh terhadap belajar seseorang.

Tubuh seorang yang sehat akan berlainan pengaruhnya terhadap kegiatan belajar

dibandingkan dengan orang yang tubuhnya sakit atau lemah, orang yang kurang

gizi akan berbeda kegiatan belajarnya dibandingkan dengan orang yang cukup

gizi, mereka yang kurang gizi akan cepat lelah dan mudah mengantuk serta tidak

dapat menerima pelajaran dengan baik.

Selain itu kondisi panca indera juga sangat menentukan, terutama mata

dan telinga, karena pada kegiatan belajar siswa menggunakannya untuk melihat

dan mendengar, seperti halnya orang yang membaca, mengobservasi dan

mendengar keterangan guru. Bila panca indera itu mengalami gangguan tentunya

akan mempengaruhi aktivitas belajar seseorang sehingga akibatnya frekuensi

belajar menjadi rendah atau menurun. Oleh Karena itu siswa yang sedang belajar

seyugyanya memelihara kondisi fisiologisnya agar stabil yaitu selalu dalam

keadaan sehat, maka usaha tersebut akan menimbulkan gairah dalam belajarnya.

25

2. Faktor Kondisi Psikologis

Keadaan dan fungsi psikologis sangat besar pengaruhnya dalam proses

belajar, karena bagaimanapun juga antar keadaan fisiologis dan psikologis tidak

dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya merupakan satu kebulatan.

Kedua faktor ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan satu

sama lainnya dan sukar menentukan fakor manakah yang paling kuat

pengaruhnya terhadap proses belajar. Misalnya seseorang membaca bukan saja

menggunakan mata, tetapi juga memerlukan motivasi dan konsentrasi, karena

untuk lebih mempermudah terbentuknya pengertian.

3. Faktor Intelegensia

Dalam setiap pengajaran menyangkut kesiapan siswa yaitu kesiapan siswa

untuk mampu mencernakan pelajaran. Kesiapan anak untuk mampu mengerti

sesuatu antara lain berkaitan pula dengan kecerdasan atau intelegensia. Sujanto

(2005:75) menyatakan bahwa:

“Intelegensia adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam situasi yang baru, artinya kesanggupan seseorang itu untuk secara sadar menyesuaikan fikirannya terhadap keperluan-keperluan yang baru, terutama dalam mengikuti pelajaran baik disekolah maupun bukan “.

4. Faktor Bakat

Bakat merupakan kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir.

Bakat juga merupakan potensi dasar yang memungkinkan seseorang itu

mempunyai suatu kemampuan khusus tentang sesuatu hal atau dapat dijadikan

seseorang ahli dalam bidang tertentu. Bakat itu akan berkembang dengan baik bila

lingkungan hidup memberi pengaruh yang baik pula. Misalnya seseorang yang

26

memiliki bakat seni tetapi lingkungan hidupnya tidak memungkinkan, maka bakat

orang tersebut akan terpendam dan tidak berkembang.

Soeganda Poerbakawatja (Sujanto, 2004:30) mengatakan bahwa:

“Benih dari sesuatu sifat yang baru akan tampak nyata jika mendapat kesempatan

atau kemungkinan untuk berkembang.” Dari pendapat di atas dapat ditarik makna

bahwa suatu bakat dapat tumbuh dan berkembang bila didukung oleh keadaan

lingkungan yang cukup baik.

5. Faktor Minat

Minat adalah keinginan seseorang untuk menyenangi suatu objek, dan dari

objek tersebut dapat menimbulkan hasrat untuk terus ingin mencapai

keinginannya. Seorang siswa akan berhasil bila ia memiliki minat yang besar

terhadap suatu pelajaran, sebab dengan minta tersebut maka segala daya dan

upaya akan ia tempuh agar hasratnya tercapai.

Menurut Winkel (2006:38) berpendapat bahwa: “Minat adalah

kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang

atau hal tertentu dan merasa senang dalam bidang itu.”

Dari Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah perasaan

tertarik pada suatu bidang tertentu dan senang melakukannya. Dengan adanya

minat itu seseorang dapat memusatkan perhatiannya di dalam melaksanakan

kegiatan.

6. Faktor Sikap

Faktor ini erat kaitannya dengan emosi. Hal ini berkenaan dengan reaksi

seseorang terhadap sesuatu hal yang ditemui untuk mencapai tujuan yang

27

diinginkan. Rasa cemas, rendah diri, tak mau tahu akan sesuatu akan sangat

mempengaruhi seseorang untuk belajar, sehingga belajar dikatakan tidak efektif.

Tetapi apabila sudah tumbuh sikap senang terhadap sesuatu pelajaran dan tugas-

tugas yang dibebankan oleh guru, maka besar harapan seseorang akan

mendapatkan prestasi belajar yang baik.

7. Faktor Perhatian

Perhatian merupakan pengamatan selektif dari suatu proses untuk

memperoleh gambaran dalam mengamati sesuatu bentuk objek tertentu, dengan

kata lain kita hanya dapat memusatkan perhatian kepada sesuatu dalam waktu

tertentu. Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa dengan adanya perhatian atau

konsentrasi terhadap sesuatu itu yang dalam hal ini adalah bidang studi

matematika, maka pelajaran tersebut dapat dipelajari dengan baik.

8. Faktor Cara Belajar

Kemajuan belajar juga ditentukan oleh cara seseorang belajar. Hal ini

berhubungan dengan cara disiplin dan rencana yang diatur. Cara belajar yang

tergesa-gesa akan menyebabkan pengetahuan yang diperoleh tidak bertahan lama

dan mudah lupa.

Cara belajar merupakan inti untuk menentukan seseorang apakah ia

berhasil atau tidak, sebab cara belajar merupakan metode belajar yang dilakukan

oleh siswa yang bersangkutan.

9. Faktor Cita-Cita

Gie (2004:51) mengatakan bahwa: “Cita-cita itu merupakan pendorong

untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Tanpa motif tertentu semangat belajar

28

seseorang akan mudah menjadi padam karena ia tidak merasa mempunyai sesuatu

kepentingan yang harus diperjuangkan dengan belajar, dan tidak mengerti apa

tujuan yang akan dicapai bila ia selesai belajar.” Pendapat di atas menyiratkan

bahwa cita-cita merupakan hal yang penting dalam belajar. Cita-cita dapat

menimbulkan motivasi agar mendorong manusia untuk berbuat guna mencapai

tujuan yang dikehendaki.

10. Faktor Motivasi

Motivasi merupakan suatu faktor yang mendukung di dalam kegiatan

belajar, maka diharapakan para guru matematika agar dapat membangkitkan

motivasi siswa di dalam mempelajari bidang studi matematika dengan

memasukkan unsur-unsur yang menarik dan menyenangkan di dalam kegiatan

belajar mengajar di dalam kelas, sebab tanpa adanya motivasi dari para guru siswa

akan merasa kurang bergairah untuk mengikuti pelajaran di kelas. Sejalan dengan

itu Crow (2004:321) mengatakan bahwa: “Motivasi memberi semangat seorang

pelajar dalam kegiatan belajar mengajar. Anak-anak pada masa permulaan

sekolah dapat distimulasi untuk membuat pekerjaan-pekerjaan yang baik melalui

pujian-pujian dari guru, menampilkan semangat juara dengan memberi hadiah-

hadiah yang bersifat kebutuhan.”

Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya tentang pemberian atau

penciptaan suasana yang menarik perhatian siswa sehingga anak senang

mempelajari bidang studi matematika, pencipataan seperti inilah yang disebut

pemberian motivasi oleh guru.

29

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Bersumber Dari Luar Diri Siswa

1. Faktor Keluarga

Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan yang utama dan pertama

adalah dilingkuangan keluarga, maka keberhasilan seseorang anak banyak

ditentukan oleh keadaan di dalam keluarganya. Oleh karena itu orang tua harus

bijaksana dalam mendidik dan menghadapi anak menjelang dewasa. Sebab pada

masa ini individu sedang menghadapi gejolak jiwa yang sedang menentukan

identitas dirinya. Pada fase ini sering terjadi pertentangan pendapat, perbedaan

cita-cita dan pandangan hidup antara orang tua dan anak itu sendiri.

Hal ini dapat menimbulkan konflik baru pada diri si anak dan sulit

dihindari, apabila menghilangkannya secara langsung akan mempengaruhi dan

mengganggu pikiran serta aktifitas siswa itu. Oleh karena itu, anak harus

mampu menentukan keputusan yang rasional dan objektif agar jangan terjadi

konflik di dalam batinnya, dan sekaligus mengganggu kelancaran proses

belajarnya. Faktor yang bersumber dari keluarga yang dapat mengganggu

kelancaran studi siswa sering diakibatkan oleh: keadaan ekonomi, situasi rumah,

fasilitas / alat belajar.

2. Faktor Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan tempat siswa belajar secara formal. Di

sekolah, disamping dilatih mengembangkan kemampuan berfikir dengan

mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, juga di tanamkan nilai-nilai tingkah laku

yang baik. Hal ini bertujuan agar anak mampu bersikap baik pada lingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat Sulaiman (2009:12) mengemukakan bahwa:

30

“Bagi pendidikan di sekolah faktor pengetahuan merupakan tujuan yang sangat penting, bukan hanya karena akan membuat murid-murid pandai melainkan tuntutan yang mampu membuat berfikir dengan baik. Serta dapat pula menumbuhkan sikap yang diharapkan terhadap pengetahuan.”

Di sekolah sarana pendidikan dan pengajaran merupakan faktor yang

penting dan selalu diperhatikan dalam usaha pencapaian tujuan. Proses pengajaran

akan lebih baik dan terarah apabila dilengkapi dengan sarana seperti ruangan kelas

yang baik dan memenuhi syarat, alat peraga dan fasilitas lainnya.

Secara garis besar bahwa sarana pendidikan dan pengajaran terlaksana

dengan baik dalam proses belajar mengajar, terdapat gedung atau ruangan kelas

yang baik, tersedia perpustakaan dan laboratorium. Jika semua prasarana dan

sarana telah tersedia, maka hasil belajar akan dapat lebih ditingkatkan, karena

pengajaran berlangsung tanpa ada hambatan yang berarti. Jadi faktor lingkungan

sekolah serta sarana dan prasarana sekolah merupakan faktor yang juga

mempengaruhi prestasi belajar siswa.

3. Faktor Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang juga dapat

mempengaruhi prestasi belajar. Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari adat

istiadat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Adat istiadat pada dasarnya

sangat membantu dalam proses belajar, namun ada sebagian masyarakat yang

beranggapan negatif terhadap pendidikan formal khususnya dapat menghambat

prestasi belajar siswa.

Dalam masyarakat terdapat bermacam corak latar belakang kehidupan

sosial. Apabila lingkungan siswa terdiri dari orang-orang tidak terpelajar atau

mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti mencuri, berjudi dan minum-

31

minuman keras (memabukkan) tentu akan berpengaruh buruk terhadap siswa yang

berada dilingkungan tersebut. Sufi (2001:21) mengemukakan bahwa:

“Lingkungan masyarakat dapat juga berpengaruh terhadap perkembangan anak,

baik pengaruh yang menguntungkan (positif) maupun pengaruh yang merugikan

(negatif), perkembangan anak tidak dapat lari dari lingkungan.”

Hal ini dipertegas oleh Slameto (2001:72) mengemukakan bahwa:

“Masyarakat merupakan faktor eksteren yang juga berpengaruh terhadap belajar

siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat.”

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang elektronika antara lain

radio, tape recorder, video dan televisi pada dasarnya sangat membantu siswa

dalam belajar sebagaimana yang diketahui permasalahan yang bersumber dalam

masyarakat sangat kompleks sifatnya, seperti masalah politik dan ekonomi

berpengaruh positif dan juga negatif terhadap keberhasilan aktifitas belajar di

sekolah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suryabrata (2003:54) yaitu:

“Faktor sosial seperti media massa, kebudayaan, politik, sikap masyarakat dan sebagainya itu umumnya bersifat gangguan proses belajar dan prestasi si pelajar. Biasanya faktor tersebut dapat ditunjukkan pada hal-hal yang di pelajari atau aktifitas belajar itu semata-mata dengan berbagai cara, faktor-faktor tersebut harus diatur supaya dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.”

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika orang tua

atau pendidik lainnya tidak dapat mengawasi atau mengatasi berbagai media yang

penyajiannya menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang baik pada diri anak

dan juga mengatasi dan mengawasi lingkungan pergaulannya, maka akan

mengganggu tingkat keberhasilan prestasi belajar anak.

32

Dari uraian di atas jelaslah bahwa ada tiga lingkungan yang mendidik

seorang anak, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk

tercapainya prestasi belajar siswa yang baik, maka ketiga lingkungan tersebut

diperlukan kerjasama yang baik dan prestasi yang dicapai dapat berhasil seoptimal

mungkin.

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan, maka pendekatan

yang sesuai dengan penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode

yang bertujuan untuk pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.

Sedangkan yang menjadi variabel bebas adalah pengelolaan merupakan suatu

metode yang lebih mendalam untuk melihat tentang kesulitan yang dialami siswa

dalam memahami konsep materi logika matematika.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa yang

mengalami kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal logika matematika.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui tes. Tes digunakan

untuk memperoleh data tentang kesulitan siswa konsep logika matematika. Tes

yang digunakan berbentuk essay, dengan jumlah soal 10 butir dan skor maksimal

adalah 100 dengan waktu yang disediakan adalah 90 menit. Penentuan nilai jika

jawaban siswa benar dan langkah-langkah penyelesaian lengkap, maka diberi skor

10, tetapi jika jawaban siswa mendekati benar dan langkah penyelesaian juga

34

mendekati benar maka diberi skor 5, dan jika jawaban siswa tidak benar dan

langkah-langkah pengerjaan soal salah maka diberi nilai nol.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Teknik mengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Menentukan nilai rata-rata dengan persamaan:

x−

=∑ fi . Xi

∑ fi

Setelah diperoleh nilai rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal logika

matematika, maka untuk melihat kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami

konsep logika matematika, peneliti menggunakan rumus:

P= nN

×100 %

P = Persentase

n = Jumlah siswa yang mengalami kesulitan

N = Jumlah subjek yang diteliti

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

Untuk mendapat data penelitian mengenai analisis kesulitan belajar siswa

dalam materi logika matematika kelas X semester 1 pada SMA Negeri 1 Peudawa

tahun pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 35 siswa, pelaksanaan test dilakukan

pada jam pelajaran matematika. Data inilah yang digunakan untuk menjawab

tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

Tabel 1. Distribusi Hasil Tes Menyelesaikan Soal Logika Matematika

NO

NOMOR SOAL SKOR

TOTAL1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 10 10 5 0 5 5 10 5 5 0 552 10 10 5 0 10 10 5 5 0 0 553 10 10 10 0 5 5 0 0 5 5 504 10 10 10 10 5 0 0 0 5 0 505 10 10 10 10 10 10 5 0 0 5 706 10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 857 10 5 10 10 5 5 10 5 0 0 608 10 10 5 10 10 5 5 5 0 0 609 10 10 5 10 5 0 0 5 0 5 5010 10 10 5 5 5 0 0 5 5 5 5011 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 8012 10 10 10 10 5 5 5 5 5 0 6513 10 10 10 10 5 10 5 0 5 0 6514 10 5 10 10 10 5 5 5 0 0 6015 10 10 10 10 5 0 5 5 0 5 60

36

16 10 10 10 5 5 0 5 10 5 5 6517 10 10 10 5 10 5 10 10 5 5 8018 10 10 10 10 5 5 10 5 10 5 8019 10 5 10 10 5 5 5 5 10 5 7020 10 10 5 5 5 0 5 5 0 0 6021 10 10 5 5 5 0 5 5 0 0 4522 10 10 10 10 5 5 0 0 5 5 6023 10 10 10 10 5 5 0 0 5 0 5524 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 8025 10 10 10 10 10 10 10 10 5 5 9026 10 10 10 10 5 0 5 10 5 5 7027 10 10 10 10 5 0 0 5 5 10 6528 10 10 10 5 5 5 0 0 5 0 5029 10 5 5 10 0 5 5 5 5 0 5030 10 10 10 10 10 10 5 10 5 5 8531 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5 8532 10 10 10 5 10 10 5 5 0 5 7033 10 10 10 5 5 5 0 5 5 0 5534 10 10 10 5 5 10 5 5 0 0 6035 10 10 5 10 0 5 5 0 5 0 50

Jumlah 350

33

0 305 280 220 190 165 155 140 100 2250

% 100 94,2 87,1 80 57,1 54,2 35,7 44,2 40 25,8

4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dikumpulkan digunakan rumus persentase. Dengan

demikian setelah soal diedarkan kepada siswa, kemudian dikumpulkan. Langkah

berikutnya yang ditempuh untuk mengolah data sebagai berikut:

1. Menghitung persentase jumlah siswa yang mempunyai nilai dibawah 65

37

2. Menganalisis jawaban siswa yang nilainya dibawah 65 untuk menentukan jenis

kesulitan yang dialami siswa

3. Menghitung persentase jumlah siswa yang mengalami kesulitan berdasarkan

jenis kesulitan yang dialami siswa serta membahasnya.

Selanjutnya, data yang dikumpulkan akan dianalisis persentase jawaban

siswa terhadap masing-masing soal test berdasarkan tes yang telah diberikan

untuk menghitung persentase menggunakan rumus:

P= nN

×100 %

P = persentase

n = jumlah siswa yang mengalami kesulitan

N = jumlah subjek yang diteliti

Dari tabel 1 di atas, terlihat bahwa skor minimum yang diperoleh siswa

adalah 45, dan skor maksimum 90. nilai rata-rata skor yang diperoleh siswa

adalah:

X¿

=∑ skor

n

=225035

=64 , 28

Dari hasil nilai rata-rata dapat dikatakan bahwa siswa kelas X SMA Negeri

1 Peudawa masih mengalami kesulitan dalam pembelajaran materi logika

matematika, karena siswa dianggap tidak mengalami kesulitan, apabila telah

menguasai lebih dari 65 % materi yang diajarkan atau mencapai nilai ≥ 65.

depdiknas (2004:29). Namun demikian ada beberapa orang siswa yang telah

38

tuntas dalam belajar materi logika matematika yaitu 16 siswa dari 35 siswa atau

45,71 % (nilai > 65), sedangkan yang tidak tuntas adalah 19 orang atau 54,29 %

(nilai <65).

Tabel 2. Distribusi hasil tes materi dalam konsep logika matematika

MateriNo soal

Jawaban siswa

Jumlah total siswa

Benar dan langkah

pengerjaan soal lengkap dan

nilai 10

Mendekati benar dan langkah

pengerjaannya kurang lengkap

nilai 5

Salah dan langkah

pengerjaan soal tidak

lengkap nilai 0

Jumlah

siswa

Persen (%)

Jumlah siswa

PersenJumlah siswa

Persen

Logika

1 35 100 0 0 0 0 352 31 88,57 4 11,42 0 0 353 26 74,28 9 25,71 0 0 354 23 65,71 8 22,85 4 11,42 355 12 34,28 20 57,14 3 8,57 356 11 31,42 16 45,71 8 51,42 357 7 20 19 54,28 9 25,71 358 5 14,28 22 62,85 8 22,85 359 3 8,57 22 62,85 10 28,57 3510 1 2,85 18 51,42 16 45,71 35

Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata siswa mengalami

kesulitan dalam mengerjakan soal nomor 8, 9, dan 10. Jika dilihat dari persentase

kemampuan siswa, maka soal nomor 1 seluruh siswa tidak mengalami kesulitan

dalam menyelesaikan soal. Untuk lebih jelas mengenai jumlah siswa yang

menjawab tidak benar dalam menyelesaikan logika matematika yang diberikan

dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

39

Tabel 3. Jawaban siswa dengan nilai dibawah 65

MateriNomor

soal

Jawaban siswaJumlah

total siswa

Mendekati benar dan langkah pengerjaan soal kurang lengkap

Salah dan langkah pengerjaan soal tidak lengkap

Logika

1 0 0

2 4 0

3 9 0

4 8 4

5 20 3

6 16 8

7 19 9

8 22 8

9 22 10

10 18 16

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat dilihat siswa mengalami kesulitan dalam

menjawab soal 7, 8 dan 9.

Tabel 4. Kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal logika matematika

MateriNo. soal

Kesulitan-kesulitan

Jumlah siswa

Konsep Prinsip Verbal

Jumlah siswa

Persen (%)

Jumlah siswa

Persen (%)

Jumlah

Siswa

Persen (%)

Logika

1 0 0 0 0 0 0,00 02 4 11,42 0 0 0 0,00 43 9 25,71 0 0 0 0,00 94 8 22,85 4 11,42 1 3,33 135 20 57,14 3 8,57 2 6,66 256 16 45,71 8 51,42 4 13,33 287 19 54,28 9 25,71 5 16,66 338 22 62,85 8 22,85 1 3,33 319 22 62,85 10 28,57 1 10,00 3310 18 51,42 16 45,71 0 0,00 34

40

Berikut pada tabel 4 akan ditunjukkan kesulitan-kesulitan siswa dalam

mengerjakan soal logika matematika berdasarkan analisis jawaban siswa. Dari

tabel 4 dapat dilihat bahwa kesulitan siswa terbesar pada pemahaman konsep soal

nomor 7, 8 dan 9. Kesalahan pada konsep, akan berakibat siswa kurang mengerti

terhadap soal yang diberikan.

4.3 Pembahasan

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan pada siswa kelas X SMA

Negeri 1 Peudawa dalam menyelesaikan soal logika matematika, maka kesulitan

yang dihadapi siswa adalah sebagai berikut:

1. Kesalahan dalam menggunakan materi, artinya siswa belum mampu mengenal

materi dengan baik sehingga menimbulkan kesalahan dalam proses

perhitungan ketika menyelesaikan soal logika matematika.

2. Kesalahan dalam memecahkan soal verbal, siswa tidak memahami soal dan

tidak mempunyai konsep dasar-dasar yang dapat digunakan.

3. Kesalahan prinsip, siswa tidak mampu menjawab soal, karena siswa kesulitan

dengan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan materi logika matematika

misalnya proses menggunakan implikasi dan biimplikasi.

Wardani (2001) menegaskan berdasarkan pembahasan mengenai

kesulitan-kesulitan yang dilakukan siswa, maka dapat dikatakan bahwa siswa

masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan logika matematika. Hal ini

dikarenakan siswa kurang memahami konsep dasar dan prinsip-prinsip yang

digunakan dalam pemahaman sehingga menyebabkan siswa keliru atau salah

41

dalam menggunakan proses pemahaman ketika menyelesaikan soal-soal, serta

dapat menimbulkan kesulitan belajar pada siswa.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, maka dapat disimpulkan

bahwa kesulitan-kesulitan siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa dalam materi

logika matematika adalah:

1. Nilai minimum yang diperoleh siswa adalah 45, dan nilai maksimum 90

dengan nilai rata-rata nilai 64,28. dari hasil nilai rata-rata 16 siswa 45,71 %

tuntas dalam belajar sedangkan yang tidak tuntas adalah 19 orang atau 54,29

%. Berdasarkan hasil perolehan data, maka hipotesis yang diajukan diterima

yaitu adanya kesulitan-kesulitan siswa dalam pembelajaran materi logika

matematika dikelas X SMA Negeri 1 Peudawa tahun pelajaran 2013/2014.

2. Kesulitan siswa terbesar adalah pada pemahaman konsep terutama pada

penentuan benar salah dalam logika. Selain itu, siswa juga kesulitan dalam

pemahaman dan prinsip-prinsip yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan

kesulitan siswa pada konsep-konsep rata-rata di atas 39,42 %, kesulitan pada

prinsip rata-rata 19,42 % dan kesalahan verbal rata-rata 5,3 %.

5.2 Saran-Saran

42

1. Diharapkan kepada guru bidang studi matematika dalam mengajar agar terlebih

memperhatikan dan mengembangkan strategi mengajar, sehingga siswa lebih

mudah memahami konsep dengan mudah dan dapat menerapkan prinsip yang

sederhana dalam menyelesaikan soal logika, dengan demikian guru dapat

melatih siswa melalui soal-soal secara bertahap demi meningkatkan

kemampuan dan pengetahuan siswa, sehingga siswa tersebut lancar dalam

menyelesaikan soal logika matematika.

2. Diharapkan kepada para guru dalam mengajar dan setelah mengajar dapat

mengetahui dengan cepat dan segera mengulangi berbagai kesulitan dalam

belajarnya serta kendala bagi guru untuk melanjutkan pelajaran berikut.

3. Diharapakan bagi para siswa agar lebih giat dalam belajar dan lebih

menikatkan pemahaman mengenai materi logika matematika secara tepat dan

sesuai, sehingga siswa tidak keliru dalam menyelesaikan soal-soal mengenai

logika matematika.

43

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gie. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hodoyo, Herman. 2009. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rinika Cipta.

Kanginan, M. 2006. Matematika Untuk SMA Kelas X. Jakarta. Erlangga

Muhibbin Syah. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sulaiman. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Wali.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Winkel. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

44

LAMPIRAN 1

1. Dari argumentasi berikut:Jika ibu tidak pergi maka adik senang. Jika adik senang maka dia tersenyumKesimpulan yang sah adalah….

PembahasanMisalkan p = ibu tidak pergi

q = adik senangr = adik tersenyum

dengan mengunakan simbol di atas, argumentasi tadi bisa dituliskan seperti berikut

p qq r

p rkalau dibuat dalam kalimat p r artinya “jika ibu tidak pergi maka adik tersenyum”tetapi ternyata kesimpulan tersebut tidak ada dalam option jawaban. Sehingga harus dicari kalimat yang equivalen dengan kalimat tersebut.Kita tahu bahwa p r ~ p v r. berarti kesimpulan dari argumentasi di atas adalah“Ibu pergi atau adik tersenyum”

2. Negasi pernyataan “ semua murid mengganggap Ujian Nasional sukar” adalah…

beberapa murid mengganggap soal Ujian Nasional sukarsemua murid mengganggap soal Ujian nasional sukarAda murid tidak mengganggap soal Ujian nasional tidak sukarAda murid mengganggap soal Ujian Nasional tidak sukarTidak seorang pun murid mengganggap soal Ujian Nasional sukar.

Pembahasansemua murid mengganggap Ujian Nasional sukar = (x). p(x)

45

~((x). p(x)) (x).~ p(x) ada murid mengganggap soal Ujian Nasional tidak sukar

3. Diberikan premis-premis sebagai berikut:Premis 1: Jika harga BBM naik, maka harga bahan pokok naik.Premis 2: Jika harga bahan pokok naik maka semua orang tidak senang.Ingkaran dari kesimpulan di atas adalah… Pembahasan Kesimpulan:Jika harga BBM naik maka semua orang tidak senang. Ingkarannya: Harga BBM naik dan ada orang yang senang

4. Selidiki pernyataan di bawah ini apakah suatu tautologi, kontradiksi atau kontingensi!( ~p q ) v ( q p )

p q ~ p ~ p q q p ( ~p q ) v ( q p )BBSS

BSBS

SSBB

SSBS

BBSB

BBBB

Pembahasan Karena pada tabel kebenaran di atas benar semua, maka pernyataan di atas suatu tautologi

5.p q ~ p ~ q (p p ) (~p ~q) (~p v ~q)BBSS

BSBS

SSBB

SBSB

BSSS

SBBB

SBBB

1 2 3 4 5 6 7 Pembahasan Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kolom 6 dan 7 ῖ ~ (p^q) = ῖ (~pv~q)Jadi, ~ (p^q)≡ (~pv~q)

46

6. Tentukan konklusi dari premis berikut ini:Premis 1 : jika x bilangan real, maka x2 ≥ 0Premis 2 : jika x2≥0, maka (x2+1) > 0

Pembahasan Premis 1 : jika x bilangan real, maka x2 ≥ 0Premis 2 : jika x 2 ≥0, maka (x 2 +1) > 0 Konklusi : jika x bilangan real, maka x2 ≥ 0Jadi, konklusinya adalah “jika x bilangan real, maka (x2+1) > 0

7. Carilah konvers, invers dan kontraposisi dari pernyataan:“ Jika binatang itu bertubuh besar maka binatang itu disebut gajah “

Pembahasan Konvers : Jika binatang itu disebut gajah maka binatang itu bertubuh besarInvers : Jika binatanag itu tidak bertubuh besar maka binatang itu bukan

gajahKontraposisi : Jika binatang itu bukan gajah maka binatang itu tidak bertubuh

besar

8. Jika p(x) kalimat terbuka: x + 3 > 5Pembahasan

Apabila pada kalimat terbuka di atas dibubuhi kuantor, maka: x, x + 3 > 5 ( S )

atau x, x + 3 > 5 ( B )

9. Negasi dari pernyataan: “ Semua mahasiswa tidak mengerjakan tugas “ adalah“ Ada mahasiswa yang mengerjakan tugas “

Pembahasan Jika diberikan notasi, maka pernyataan di atas menjadi:

x, M(x) , negasinya x, M(x) T(x)

10. Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk p¿ q berikut ini!

e. p : 100 + 500 = 800q : 4 adalah faktor dari 12

47

b. p : Pulau Bali dikenal sebagai pulau Dewata

q : 625 adalah bilangan kuadrat

Jawaban:

a. p salah, q benar

p ¿ q : 100 + 500 = 800 dan 4 adalah faktor dari 12 (Salah)

Atau bisa juga ditulis:

τ (p) = S, τ (q) = B.

Jadi, τ (p¿ q) = S.

b. τ (p) = B, τ (q) = B.

p¿ q : Pulau Bali dikenal sebagai pulau Dewata dan 625 adalah

bilangan kuadrat (benar).

Jadi, τ (p¿ q) = B.

48

HASIL TES MENYELESAIKAN SOAL LOGIKA MATEMATIKA KELAS X DI SMA NEGERI 1 PEUDAWA

No NIS Nama Siswa Nilai Ket

1 1090 ANWAR 35

2 1091 IBRAHIM 80

3 1092 IRWANDA 65

4 1093 JAMALUDDIN 70

5 1094 M. SYAWAL 75

6 1095 M. KHADAFI 80

7 1096 M. YAULHAK 60

8 1097 NASRUDDIN 60

9 1098 NASRUDDIN 60

10 1099 SAIVAN 80

11 1100 YUSRI 60

12 1101 ZULFAHMI 65

13 1102 ZULFIRMAN 75

14 1103 ZULKARNAINEN 55

15 1104 ARJUANDA 55

16 1105 AZHARUDDIN 75

17 1106 BAYU 55

18 1107 FAJRI 80

19 1108 ARIFIN 75

20 1109 NURFANDI 60

21 1110 FADLI 55

22 1111 FADIL 55

49

23 1112 BUDI BAHAGIA 75

24 1113 SAFWAN 55

25 1114 ABDULMUTALEB 80

26 1115 ABDULLAH 75

27 1116 ASWANDI 65

28 1117 SAIFATNUR 80

29 1118 SYAWALUDDIN 65

30 1119 KARIMUDDIN 70

31 1120 ZAINABON 45

32 1121 ZULKIFLI 35

33 1122 ZAHLIANUR 60

34 1123 ZIURRAHMAN 55

35 1124 ZERA SETIAWAN 65

Mengtahui,Kepala SMA Negeri 1 Peudawa

Drs. MUSTAFANIP. 19661231 199303 1 057

50

KESULITAN YANG DIALAMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PEUDAWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL

LOGIKA MATEMATIKA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas danMemenuhi Syarat-syarat Guna mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

SRI WAHYUNI0911030313

51

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH

BANDA ACEH2013

KESULITAN YANG DIALAMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PEUDAWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL

LOGIKA MATEMATIKA

SKRIPSI

Oleh

Nama : Sri WahyuniNPM : 0911030313Jurusan : Pendidikan MIPAProgram Studi : Matematika

disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

52

M. Saleh Ginting, S.Pd, M.PdNIP.

Drs. RM. Bambang, M.PdNIP.

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul

“Kesulitan yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam

Menyelesaikan Soal Logika Matematika,” tepat pada waktunya. Tidak lupa

Shalawat dan salam, senantiasa dipersembahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

yang telah yang telah membawa dari alam kebodohan hingga kealam penuh ilmu

pengetahuan. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

studi dan mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan hambatan dan

kendala, namun berkat bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari

berbagai pihak akhirnya penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak M. Saleh Ginting, S.Pd, M.Pd sebagai dosen pembimbing I

2. Bapak Drs. RM. Bambang, M.Pd sebagai dosen pembimbing II

3. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan

Pendidikan.

4. Ketua program studi matematika

53

5. Para dosen yang tak pernah letih mengajari penulis

6. Kepala SMA Negeri 1 Peudawa, dewan guru, karyawan tata usaha dan

siswa-siswi yang telah membantu dan memberikan izin kepada penulis

untuk mengadakan penulisan di SMA Negeri 1 Peudawa

7. Teristimewa dan tiada ternilai dengan apapun ibunda tercunta dan abang-

abang, adik-adik yang telah memberi dukungan baik moral maupun

material.

8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan dan bantuan

dalam menyelesaikan skripsi ini

9. yang telah membimbing dengan sungguh-sungguh dan memberikan

petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan dan kesalahan karena terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan

kritikan dari pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini.

Banda Aceh, Juli 2013

Penulis

54

ABSTRAKS

Konsep logika matematika merupakan salah satu konsep yang diajarkan di kelas X semester 1. Untuk menyelesaikan soal logika matematika di SMA, siswa harus menguasai berbagai kemampuan yang berhubungan dengan konsep logika matematika, dengan demikian, siswa dihadapkan pada berbagai kesulitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep, prinsip, prosedur yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam Menyelesaikan Soal Logika Matematika. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa yang mengalami kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal logika matematika. Metode pengumpulan data digunakan esay tes berjumlah soal 10 butir dan skor maksimal 100. Metode pengolahan data dengan rumus persentase. Hasil penelitian nilai minimum 45, dan nilai maksimum 90 dengan nilai rata-rata 64,28, dan 19 siswa tidak tuntas. Kesalahan siswa pada konsep rata-rata di atas 39,42 %, kesalahan pada prinsip rata-rata 19,42 % dan kesalahan verbal rata-rata 5,3 %.

55

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PENGESAHAN ..........................................................................iKATA PENGANTAR .........................................................................................iiABSTRAKS.........................................................................................................ivDAFTAR ISI ........................................................................................................vBAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................5 1.5 Definisi Istilah ......................................................................5 BAB II LANDASAN TEORETIS

2.1 Konsep Materi Logika .................................................................7 2.2 Kesulitan Menyelesaikan Konsep Logika Matematika ..............16 2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ...........................................21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................33 3.2 Subjek Penelitian ........................................................................33 3.3 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................33 3.4 Teknik Pengolahan Data .............................................................34BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ......................................................................35 4.2 Pengolahan Data .........................................................................36 4.3 Pembahasan .................................................................................40BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...............................................................................41 5.2 Saran-Saran ...............................................................................41DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................43LAMPIRAN-LAMPIRANBIODATA PENULIS

56