bab 1-5 sri w lengkap
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu
objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung terdiri dari fakta, konsep,
skill, dan prinsip. Begle dalam Herman Hudojo menyatakan bahwa sasaran atau
objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Fakta
biasanya meliputi istilah (nama), notasi (lambang/simbol), dan lain-lainnya.
Sedangkan konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan untuk
mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Skill berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam memberikan jawaban dan prinsip dapat berupa
gabungan konsep dan beberapa fakta. Setelah siswa belajar matematika
diharapkan siswa memperoleh keempat hal tersebut. Oleh karena itu, setelah
siswa belajar mengenai logika, diharapkan siswa juga dapat memperoleh keempat
hal tersebut yang berkaitan dengan materi logika.
Mengenali bentuk aljabar dan unsur-unsurnya merupakan salah satu
kompetensi dasar berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang ada di
SMA dan sederajat. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian operasi
konjungsi, operasi disjungsi, operasi implimikasi, operasi biimplikasi dan
pernyataan majemuk bertingkat. Hal ini menjelaskan bahwa setiap materi pada
pembelajaran matematika tidak terlepas dengan fakta, konsep dan prinsip.
2
Siswa juga harus mampu menggunakan konsep logika dalam pemecahan
masalah logika matematika yang sederhana. Sebelum mencapai tahap ini siswa
harus paham terlebih dahulu tentang konsep dan prinsip logika. Pemecahan logika
matematika yang sederhana juga berkaitan dengan keterampilan atau skill yang
dimiliki oleh siswa.
Nasution menyatakan, tujuan belajar yang utama ialah apa yang dipelajari
itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus
dengan cara yang lebih mudah, yang dikenal dengan transfer belajar. Dimana
transfer yang tidak spesifik, yakni transfer prinsip-prinsip dan konsep-konsep
umum yang merupakan dasar untuk mengenal suatu masalah sebagai masalah
khusus dari prinsip umum yang telah dikuasai. Oleh karena itu pembelajaran yang
dilaksanakan pada tahap awal atau dasar harus benar-benar mantap, karena
kesulitan belajar yang dialami siswa di tahap awal akan berpengaruh terhadap
transfer belajar pada tahap selanjutnya. Sebagaimana kurikulum yang dirancang
didalam proses belajar matematika, yaitu agar siswa mampu melakukan
penelusuran pola dan hubungan, artinya setiap bahasan dalam matematika saling
berkaitan satu dengan yang lain.
Matematika yang dipelajari siswa di sekolah meliputi logika matematika.
Kesulitan belajar matematika yang dialami siswa berarti juga kesulitan belajar
bagian-bagian matematika tersebut. Kesulitan tersebut dapat hanya satu bagian
saja, dapat juga lebih dari satu bagian matematika yang dipelajari. Ditinjau dari
keragaman materi pelajaran matematika, bahwa satu bahasan berkaitan dengan
satu atau lebih bahasan yang lain, maka kesulitan siswa pada suatu bahasan akan
3
berdampak kesulitan satu atau lebih bahasan yang lain. Ini berarti kesulitan siswa
mempelajari satu bagian matematika dapat berdampak pada kesulitan siswa dalam
mempelajari bagian matematika yang lain.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas X di SMA Negeri
1 Peudawa, guru menyatakan bahwa siswa masih sering melakukan kesalahan saat
mengerjakan persoalan yang terkait dengan aljabar. Guru juga menyatakan bahwa
dalam setiap pembelajaran logika, banyak siswa yang meminta kepada guru untuk
mengulangi penjelasannya. Sesuai dengan pernyataan Soedjadi yang mengatakan
bahwa kesulitan yang dialami siswa akan memungkinkan terjadi kesalahan
sewaktu menjawab soal tes. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Soedjadi,
kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab persoalan aljabar merupakan
bukti adanya kesulitan yang dialami oleh siswa pada materi tersebut. Hubungan
antara kesalahan dan kesulitan dapat diperhatikan pada kalimat “jika seorang
siswa mengalami kesulitan maka ia akan membuat kesalahan”. Hal tersebut
menegaskan bahwa kesulitan merupakan penyebab terjadinya kesalahan. Dengan
demikian pernyataan guru matematika SMA Negeri 1 Peudawa yang menyatakan
bahwa siswa-siswanya masih banyak melakukan kesalahan ketika mengerjakan
persoalan logika, maka dapat dikatakan bahwa siswa-siswa tersebut mengalami
kesulitan dalam mempelajari logika.
Aktivitas belajar setiap siswa dalam mempelajari matematika tidak
selamanya dapat berlangsung sesuai dengan harapan. Kadang-kadang lancar,
kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari,
kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat belajar, setiap siswa juga
4
berbeda-beda. Terkadang semangat tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk
berkonsentrasi. Kenyataan tersebut sering kita jumpai pada setiap siswa ketika
pembelajaran di kelas. Perbedaan diantara individu itulah yang menyebabkan
perbedaan tingkah laku belajar dikalangan peserta didik. Dalyono menyatakan
dalam keadaan dimana siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah
yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar tersebut tidak selalu
disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi.
Pentingnya pemahaman konsep logika bagi siswa dan masih banyaknya
kesulitan yang dihadapi oleh para siswa maka dirasa perlu untuk dilakukan suatu
pengkajian tentang kesulitan belajar siswa dalam mempelajari logika. Hal itu
perlu dilakukan agar guru dapat mengetahui letak kesulitan siswa dalam
penguasaan konsep dan prinsip dalam logika sehingga guru dapat meminimalisir
kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan persoalan logika. Selain itu guru
juga dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami
kesulitan dalam mempelajari logika. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik
untuk mengkaji “Kesulitan yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa
Dalam Menyelesaikan Soal Logika Matematika.”
1.2 Rumusan Masalah
Dalam setiap penelitian pasti ada permasalahan yang terdapat didalamnya
hal itu mendorong penulis mengadakan penelitian karena menurut penulis
masalah yang akan dikemukakan dianggap penting untuk diteliti. Adapun yang
5
menjadi masalah dalam penelitian adalah: “Kesulitan konsep, prinsip, prosedur
yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam Menyelesaikan Soal
Logika Matematika?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui konsep,
prinsip, prosedur yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam
Menyelesaikan Soal Logika Matematika.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah:
1. Sebagai informasi, agar dapat diketahui kesulitan-kesulitan yang dialami
siswa dalam memahami materi logika matematika.
2. Agar siswa dapat jenis kesulitan yang dialami.
1.5 Defenisi Istilah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam proposal ini perlu diberikan penjelasannya sebagai berikut:
1. Kesulitan siswa
Kesulitan siswa adalah kesusahan dan kesukaran, dimana anak didik tidak
dapat belajar sebagaimana mestinnya”.
6
2. Menyelesaikan soal
Menyelesaikan soal adalah kemampuan seseorang siswa dalam
menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru pada topik tertentu saat
pembelajaran atau ulangan/ujian. Kemampuan yang dimaksud yaitu siswa dapat
menyelesaikan soal secara sistematis. Dalam penyelesaian soal secara sistematik
menerapkan 4 langkah yaitu, analisis, perencanaan, penyelesaian dan penilaian.
Yang akan diteliti disini hanya kemampuan pada langkah analisis, perencanaan,
dan penyelesaian saja.
3. Logika Matematika
Logika matematika adalah metode dan prinsip-prinsip yang dapat
memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang
salah.
7
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Konsep Materi Logika
1. Pengertian Logika
Secara etimologis, istilah “logika” berasal dari bahasa Yunani, “logos”,
yang berarti kata, ucapan, pikiran, atau bisa juga mengandung arti ilmu
pengetahuan. Dalam arti luas, logika merupakan suatu metode dan prinsip-prinsip
yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan
penalaran yang salah. Pengajaran logika terbilang sudah sangat ‘tua’, sejak
ribuan tahun yang lalu. Tokoh yang dikenal sebagai pelopor logika adalah
Aristoteles (348 – 322 SM).
2. Pengertian Pernyataan
Pernyataan harus dibedakan dari kalimat biasa. Tidak semua kalimat
termasuk ke dalam pernyataan. Pernyataan diartikan sebagai kalimat matematika
tertutup yang benar saja, atau salah saja, tetapi tidak kedua-duanya dalam waktu
yang bersamaan. Biasanya pernyataan dinotasikan dengan huruf kecil, seperti: p,
q, r, s, dan sebagainya.
Di bawah ini adalah contoh-contoh pernyataan:
p : Semua sapi adalah hewan menyusui.
q : 3 + 2 = 6.
Di bawah ini adalah contoh-contoh yang bukan pernyataan:
1. Kapan kamu menikah?
8
2. Makan, yuk!
3. Nilai Kebenaran
Kebenaran atau kesalahan sebuah pernyataan disebut Nilai Kebenaran
dari pernyataan tersebut. Nilai kebenaran suatu pernyataan p ditulis τ (p). Jika
benar, maka nilai kebenarannya B, dan jika salah nilai kebenarannya S.
Contoh:
p : 3 + 2 = 6 maka τ (p) = S.
p : 2x – 4 = 6, untuk x = 5 maka τ (p) = B.
4. Operasi Uner
Dalam logika matematika terdapat dua jenis operasi, yaitu operasi uner
dan biner. Operasi uner berarti hanya melibatkan satu unsur, yang dalam hal ini
unsur tersebut berupa pernyataan. Yang termasuk operasi uner ini adalah operasi
negasi, atau penyangkalan. Negasi biasanya dilambangkan dengan “ ~ ”. Nilai
kebenaran negasi dari sebuah pernyataan adalah kebalikan dari nilai kebenaran
pernyataan itu. Jadi, jika nilai kebenaran suatu pernyataan adalah B, maka nilai
kebenaran negasinya adalah S, begitu pun sebaliknya.
Contoh:
p : 23 + 51 = 100
maka ~ p : 23 + 51 ≠ 100, atau
~ p : Tidak benar bahwa 23 + 51 = 100.
τ (p) = S dan τ (~ p) = B.
9
5. Operasi Biner
Operasi biner adalah operasi yang melibatkan dua unsur. Contoh operasi
biner yang sering kita jumpai dalam matematika adalah: penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, perpangkatan, dan sebagainya. Khusus dalam
logika, terdapat empat macam operasi biner, antara lain: konjungsi, disjungsi,
implikasi, dan biimplikasi. Keempat operasi biner ini akan segera kita pelajari,
namun sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu mengenai pernyataan majemuk.
6. Pernyataan Majemuk
Pernyataan tunggal yang digabung disebut pernyataan majemuk.
Perhatikan contoh sederhana berikut!
Elzan adalah pria yang kaya.
Elzan adalah pria yang tampan.
Kedua pernyataan tunggal di atas dapat digabungkan sehingga membentuk suatu
pernyataan majemuk dengan menggunakan kata penghubung “dan”. Pernyataan
majemuk yang dimaksud adalah
Elzan adalah pria yang kaya dan tampan.
Dalam Kegiatan Belajar 3 ini, kita hanya akan mempelajari pernyataan majemuk
yang merupakan gabungan dari dua pernyataan tunggal. Kata penghubungnya
adalah: (1) “dan”, (2) “atau”, (3) “jika..... maka.....”, serta (4) “.....jika dan hanya
jika.....”
a. Operasi Konjungsi
Salah satu cara untuk menggabungkan pernyataan tunggal sehingga
menjadi pernyataan majemuk adalah dengan menggunakan kata “dan”., yang
10
dikenal dengan nama operasi konjungsi. Perhatikan kembali kalimat majemuk
yang telah dibuat sebelumnya dengan menggunakan kata penghubung “dan”,
yaitu
Elzan adalah pria yang kaya dan tampan.
Pernyataan pertama : Aufa adalah pria yang kaya.
Pernyataan kedua : Aufa adalah pria yang tampan.
Pernyataan majemuk dengan kata penghubung “dan” hanya bernilai benar jika
baik pernyataan pertama maupun pernyataan kedua sekaligus benar. Dalam
keadaan lain adalah salah, yaitu jika salah satu atau kedua-duanya dari pernyataan
tunggal adalah salah, pernyataan majemuk adalah salah. Kata penghubung “dan”
pada pernyataan majemuk dilambangkan dengan “¿ ”,
Definisi
Misalkan p dan q adalah pernyataan. Pernyataan majemuk p dan q disebut
konjungsi dari p dan q dan dilambangkan dengan
p ¿ q
Pernyataan p dan q masing-masing disebut konjung-konjung.
Konjungsi bernilai benar jika keduannya p dan q adalah benar, dan dalam keadaan
lain adalah salah. Kita sarikan definisi konjungsi dengan tabel kebenaran berikut.
Tabel Kebenaran Konjungsip q p ¿ qBBSS
BSBS
BSSS
11
Contoh:
Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk p¿ q berikut ini!
a. p : 100 + 500 = 800
q : 4 adalah faktor dari 12
Jawaban:
a. p salah, q benar
p ¿ q : 100 + 500 = 800 dan 4 adalah faktor dari 12 (Salah)
Atau bisa juga ditulis:
τ (p) = S, τ (q) = B.
Jadi, τ (p¿ q) = S.
b. Operasi Disjungsi
Suatu pernyataan majemuk yang terdiri dari dua pernyataan tunggal yang
dihubungkan dengan menggunakan kata “atau” dinamakan pernyataan disjungsi.
Kedua buah pernyataan pembentuk disjungsi ini disebut sebagai disjung-disjung.
Kata penghubung “atau” dalam keseharian dapat memiliki arti ganda. Misalnya
seorang berkata, “Pada pukul 10 malam nanti, saya akan menonton pertandingan
sepakbola world cup atau tidur”, tetapi tidak mungkin keduanya. Pernyataan
majemuk seperti ini disebut disjungsi eksklusif.
Sekarang, perhatikan disjungsi majemuk berikut:
Orang yang boleh memilih dalam pemilu adalah WNI yang berumur di atas 17
tahun atau sudah kawin.
Pernyataan ini dapat diartikan, orang yang boleh memilih dalam pemilu
tidak hanya yang berumur di atas 17 tahun dan sudah kawin. Disjungsi seperti ini
12
disebut disjungsi inklusif. Dalam matematika dan sains, “atau” diartikan sebagai
disjungsi inklusif, kecuali jika disebut lain.
Disjungsi pernyataan p dan q adalah pernyataan majemuk p atau q, ditulis p q.
Disjungsi didefinisikan sebagai berikut :
Misalkan p dan q adalah pernyataan. Pernyataan majemuk p atau q disebut
disjungsi dari p dan q dan dilambangkan dengan p q. Disjungsi p q bernilai
benar jika salah satu p atau q, atau keduanya adalah benar, disjungsi adalah salah
hanya jika keduanya p dan q adalah salah. Kita sarikan definisi konjungsi dengan
tabel kebenaran berikut.
Tabel Kebenaran Disjungsip Q p qBBSS
BSBS
BBBS
Contoh
Tentukanlah nilai kebenaran untuk disjungsi dua pernyataan yang diberikan !
a. p : 3 + 4 = 12
q : Dua meter sama dengan 200 cm
Jawaban:
a. τ (p) = S, τ (q) = B. Jadi, τ (p q) = B.
p q : 3 + 4 = 12 atau dua meter sama dengan 200 cm (benar).
c. Operasi Impilikasi
Untuk memahami implikasi, pelajarilah uraian berikut. Misalnya, Elzan
berjanji pada Gusrayani, “Jika Sore nanti tidak hujan, maka saya akan
13
mengajakmu nonton”. Janji Elzan ini hanyalah berlaku untuk kondisi sore nanti
tidak hujan. Akibatnya, jika sore nanti hujan, tidak ada keharusan bagi Elzan
untuk mengajak Gusrayani nonton.
Misalkan sore ini tidak hujan dan Elzan mengajak Gusrayani nonton,
Gusrayani tidak akan kecewa karena Elzan memenuhi janjinya. Akan tetapi, jika
sore ini hujan dan Elzan tetap mengajak Gusrayani menonton, Gusrayani tentu
merasa senang sekali. Jika sore ini hujan dan Elzan tidak mengajak Gusrayani
menonton, tentunya Gusrayani akan memakluminya. Bagaimana jika sore ini
tidak hujan dan Elzan tidak mengajak Gusrayani menonton? Itu akan lain lagi
ceritanya. Tentu saja Gusrayani akan kecewa dan menganggap Elzan sebagai
pembohong yang tidak menepati janjinya.
Misalkan, p : Sore tidak hujan.
q : Elzan mengajak Gusrayani menonton.
Pernyataan “jika sore nanti tidak hujan, maka Elzan akan mengajak Gusrayani
nonton”. Dapat dinyatakan sebagai “jika p maka q” atau dilambangkan dengan “p
⇒ q”. Suatu pernyataan majemuk dengan bentuk “jika p maka q” disebut
implikasi.
Definisi:
Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu implikasi (pernyataan
bersyarat) adalah suatu pernyataan majemuk dengan bentuk “jika p maka q”,
dilambangkan dengan p⇒ q. Pernyataan p disebut hipotesis (ada juga yang
menamakan anteseden) dari implikasi. Adapun pernyataan q disebut konklusi
(atau kesimpulan, dan ada juga yang menamakan konsekuen). Implikasi bernilai
14
salah hanya jika hipotesis p bernilai benar dan konklusi q bernilai salah; untuk
kasus lainnya adalah benar. Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel Kebenaran Implikasip q p⇒ qBBSS
BSBS
BSBB
Terdapat perbedaan antara implikasi dalam keseharian dan implikasi
dalam logika matematika. Dalam keseharian, pernyataan hipotesis/anteseden p
haruslah memiliki hubungan dengan pernyataan konklusi/konsekuen q. Misalnya,
pada contoh implikasi sebelumnya, “Jika sore nanti tidak hujan maka saya akan
mengajakmu nonton”. Terdapat hubungan sebab-akibat. Dalam logika
matematika, pernyataan hipotesis/anteseden p tidak harus memiliki hubungan
dengan konklusi/konsekuen q.
Contoh
Tentukanlah nilai kebenaran dari implikasi berikut !
a. Jika 4 + 7 = 10 maka besi adalah benda padat.
b. Jika 6 + 9 = 15 maka besi adalah benda cair.
Jawab :
a. Jika 4 + 7 = 10 maka besi adalah benda padat.
Alasan salah, kesimpulan benar. Jadi, implikasi bernilai benar.
b. Jika 6 + 9 = 15 maka besi adalah benda cair.
Alasan benar, kesimpulan salah. Jadi implikasi bernilai salah.
15
d. Operasi Biimplikasi
Perhatikanlah pernyataan berikut:
Jika sore ini hujan, maka jalan raya basah.
Jika jalan raya basah, apakah selalu disebabkan oleh hujan? Tentu saja tidak selalu
begitu, karena jalan raya basah bisa saja disebabkan disiram, banjir, ataupun hal
lainnya. Pernyataan seperti ini telah kita ketahui sebagai sebuah implikasi.
Sekarang, perhatikan pernyataan berikut:
Jika orang masih hidup maka dia masih bernafas.
Jika seseorang masih bernafas, apakah bisa dipastikan orang tersebut masih
hidup? Ya, karena jika dia sudah tidak bernafas, pasti orang tersebut sudah
meninggal. Pernyataan yang demikian disebut biimplikasi atau bikondisional atau
bersyarat ganda.
Pernyataan biimplikasi dilambangkan dengan “⇔ ” yang berarti “jika dan hanya
jika” disingkat “jhj” atau “jikka”. Biimplikasi “p⇔q” ekuivalen dengan “jika p
maka q dan jika q maka p”, dinotasikan sebagai: (p ⇒ q) ¿ (q ⇒ p). Adapun
definisi tentang biimplikasi adalah sebagai berikut.
Definisi:
Misalkan p dan q adalah pernyataan. Suatu biimplikasi adalah suatu
pernyataan majemuk dengan bentuk p jika dan hanya jika q dilambangkan
dengan p⇔q. Biimplikasi p dan q bernilai benar jika keduanya p dan q adalah
benar atau jika keduannya p dan q adalah salah; untuk kasus lainnya biimplikasi
adalah salah.
16
Tabel Kebenaran Biimplikasip q p ⇔ qBBSS
BSBS
BSBB
Contoh
Tentukan nilai kebenaran biimplikasi di bawah ini!
a. 20 + 7 = 27 jika dan hanya jika 27 bukan bilangan prima.
B B
τ (p) = B, τ (q) = B. Jadi, τ (p ⇔ q) = B.
b. 2 + 5 = 7 jika dan hanya jika 7 adalah bilangan genap.
τ (p) = B, τ (q) = S. Jadi, τ (p ⇔ q) = S.
c. tan2 45° + cos 2 45° = 2 jika dan hanya jika tan2 45° = 2
τ (p) = S, τ (q) = S. Jadi, τ (p ⇔ q) = B.
2.2 Kesulitan Menyelesaikan Konsep Logika Matematika
2.2.1 Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kesulitan dan
belajar. Menurut Poerwadarminta (2004:937) “arti kesulitan adalah kesusahan dan
kesukaran, sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian”. Menurut
Ahmadi dan Supriyono (2001:74) “yang dimaksud dengan kesulitan belajar
adalah keadaan dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinnya”.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ambo Enre Abdullah (2004:38) adalah
”Kesulitan sebenarnya adalah suatu kondisi tertentu yang ditandai adanya
17
hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang
lebih keras untuk mengatakannya”.
Berdasarkan pengertian belajar dan kesulitan yang dikemukakan di atas,
maka dapat diberikan pengertian kesulitan belajar yaitu sesuatu kondisi yang
memperlihatkan ciri-ciri hambatan untuk mencapai tujuan belajar.
Kesulitan belajar menurut Hammil (Irham Abidin, 2006:10) adalah:
Menunjuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, mencakup-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi tertentu.
Batasan-batasan tentang kesulitan belajar diatas memberikan pemahaman
bahas kesulitan belajar adalah kesulitan mencapai tujuan yang sekaligus
merupakan gejala kegagalan. Kondisi yang terjadi dalam kesulitan belajar terpisah
dari kondisi lainnya karena memiliki gejala-gejala tersendiri. Apabila dikaitkan
dengan pengertian belajar secara umum, maka dapat dikatakan bahwa kesulitan
belajar merupakan adanya kondisi penghambat untuk mengadakan perubahan
tingkah laku karena terjadi kesulitan dalam merespon setiap kondisi yang terjadi
dalam lingkungannya. Kaitannya dengan pengajaran di sekolah, maka kesulitan
belajar merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami hambatan untuk
mengetahui atau memahami suatu materi atau pelajaran.
Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan
belajar siswa seperti yang disebutkan Muhkal (2005:56), antara lain:
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok atau potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, dan yang
bersangkutan selalu tertinggal dari kawan-kawannya.
18
4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengajarkan pekerjaan rumah, mengganggu didalam dan diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri terpisahkan serta tidak mau bekerja sama.
5. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira, dan menghadapi nilai rendah, menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal dan sebagainya.
Semua orang harus mempelajari matematika walaupun bidang studi ini
dianggap sulit oleh sebagian orang. Matematika harus dipelajari kerena
merupakan suatu sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari. Kesulitan belajar matematika harus diatasi sedini mungkin. Jika tidak, siswa
akan menghadapi banyak masalah karena hammpir semua bidang studi
memerlukan matematika yang sesuai. Tingkat kesulitan yang dialami siswa antara
yang satu dengan yang lainnya berbeda sehingga menimbulkan perbedaan
tingkah laku belajar di kalangan anak didik.
2.2.2 Penyebab Kesulitan Siswa dalam Belajar
Setiap kesulitan pasti ada penyebab kesulitannya. Penyebab kesulitan yang
dialami oleh siswa ada yang berasal dari dalam diri siswa (faktor intern) atau
berasal luar siswa (faktor ekstern). Penyebab yang bersal dari luar dapat berupa
situasi ketika tes, keadaan keluarga dan keadaan lingkungan sekitar. Penyebab
yang berasal dari dalam dapat berupa penyebab matematika maupun penyebab
non matematika.
Irham Abidin (2006 : 18) mengemukakan bahwa berbagai faktor penyebab
kesulitan belajar yaitu:
Faktor internal pada kemungkinan disfungsi neurologis sedangkan penyebab utama problem belajar adalah faktor eksternal, yaitu berupa
19
strategi pembelajaran yang keliru, pengolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Atau karena faktor keturunan, kerusakan pada fungsi otak, bio kimia, deprivasi lingkungan, atau kesalahan nutrisi.
Penyebab matematika adalah segala hal yang berhubungan dengan faktor
kognitif siswa yang berkaitan dengan objek matematika yang membuat siswa
melakukan kesalahan dalam mengerjakan tes. Misalnya, kesalahan karena siswa
tidak menguasai konsep, prinsip, fakta atau siswa tidak terampil melakukan suatu
operasi di dalam matematika.
Penyebab non matematika adalah selain penyebab matematika yang
berasal dari dalam diri siswa. Penyebab non matematika dapat berupa keadaan
siswa yang kurang sehat saat mengerjakan tes, keadaan psikologis siswa yang
kurang stabil seperti trauma maupun kelelahan. Selanjutnya dalam penelitian ini
penyebab kesulitan yang akan diteliti adalah penyebab matematika. Untuk
mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-
soal integral akan dilakukan wawancara. Wawancara disesuaikan dengan hasil
jawaban yang dikerjakan siswa.
2.2.3 Kesulitan Belajar Siswa pada Materi Logika Matematika
Belajar matematika selalu berkenaan dengan ide-ide atau konsep abstrak
yang tersusun secara hirarkis. Maka belajar matematika harus dilakukan secara
bertahap dan kontinu.belajar matematika merupakan belajar dengan menggunakan
struktur-struktur matematika dan juga mencari hubungan antara konsep dan
struktur matematika.
20
Menurut Gagne (2007:97) mengemukakan bahwa:
Hirarkis belajar adalah suatu proses pembelajaran yang dengan
menempatkan kemampuan, pengetahuan ataupun keterampilan yang menjadi
salah satu tujuan dalam prosespembelajaran tersebut.diikuti kemampuan dan
keterampilan atau pengetahuan prasyarat yang harus mereka kuasai lebih dahulu
agar mereka berhasil mempelajari keterampilan dan pengetahuan diatasnya itu.
Berdasarkan kutipan di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam memahami
konsep integral perlu pula memperhatikan konsep-konsep sebelumnya. Misalnya
dalam mempelajari materi integral setiap siswa harus sudah menguasai materi
turunan sehingga siswa dapat menyelesaikan soal integral yang menggunakan
konsep turunan. Dalam hal ini sering kali siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal soal integral kerena masih kurangnya pemahaman konsep-
konsep pada turunan.
Adapun dalam mempelajari matematika siswa memiliki dasar kesulitan
khusus seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi sebagai berikut:
1. Kesulitan dalam menggunakan konsep.a. Siswa lupa nama singkatan/nama teknik suatu objek.b. Ketidakmampuan mengingat satu atau lebih syarat cukup dan
sebagainya.2. Kesulitan dalam menggunakan prinsip.
a. Siswa tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk menggembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan baru.
b. Siswa tidak dapat menggunakan prinsip karena kurang kejelasan tentang prinsip tersebut dan sebagainya.
3. Kesulitan memecahkan soal dalam bentuk verbal.a. Tidak mengerti apa yang dibaca, akibat kurangnya pengetahuan
siswa tentang konsep atau beberapa istilah yang tidak diketahui.b. Tidak mampu menetapkan variabel untuk menyusun persamaan dan
sebagainya.
21
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan dasar yang
dialami oleh siswa berupa kesulitan dalam menggunakan konsep, kesulitan dalam
menggunakan prinsip, dan kesulitan memecahkan soal dalam bentuk verbal.
Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar apabila siswa tidak mampu
mencapai ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun secara individual
sebagaimana yang dikatakan oleh Sri (dalam Ikhsan, 2000:44) yaitu:
Secara individual suatu penguasaan materi disebut dikuasai olehsiswa bila ia dapat menjawab dengan benar atau memperoleh skor sekurang-kurangnya 65% dari jumlah skor ideal setiap materi penguasaan. Sedangkan secara klasikal suatu penguasaan disebut sudah dikuasai oleh sekelompok siswa bila telah terdapat sekurang-kurangnya 85% siswa telah mmenguasai materi tersebut.
Agar dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar
matematika, perlu mengenal kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam
menyelesaikan soal dalam bidang studi matematika. Beberapa kekeliruan umum
tersebut menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2009:262) adalah “kekurangan
pemahaman tentang simbol, nilai tempat, penggunaan proses yang keliru,
perhitungan, dan tulisan yang tidak terbaca.” Selain itu untuk mengatasi kesulitan
yang dialami siswa terlebih dahulu harus disadari bahwa siswa mengalami
kesulitan belajar dan kemudian diidentifikasikan konsep, algoritma atau prinsip
yang sulit dipahami siswa.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponen yang saling berinteraksi, berhubungan dan saling bergantung satu sama
lain. Proses belajar mengajar sebagai proses pemberdayaan siswa yang dilakukan
22
melalui interaksi perilaku pengajaran dan perilaku siswa, baik diruangan maupun
diluar kelas. Proses belajar mengajar diharapkan mampu menumbuhkan daya
kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan dan eksperimentasi untuk menemukan
kemungkinan-kemungkinan baru, memberikan keterbukaan terhadap
kemungkinan baru menumbuhkan demokrasi, memberikan kemerdekaan dan
memberikan toleransi terhadap kekeliruan-kekeliruan akibat kreativitas berfikir.
Slamet (2000:15) mengatakan:
Kualitas proses belajar mengajar dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: (a) guru harus membuat persiapan mengajar yang sistematis (b) penyampaian materi oleh guru secara sistematis dan menggunakan berbagai variasi didalam penyampaian, baik media, metode, suara maupun gerak. (c) waktu selama PBM berlangsung digunakan secara efektif, (d) motivasi mengajar guru dam motivasi belajar siswa cukup tinggi, dan (e) hubungan interaktif antara guru dan siswa dalam kelas harus baik.
Proses belajar mengajar merupakan salah satu sistem interaksi edukatif
yang amat menentukan keberhasilan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar
guru memegang peranan yang sangat penting dalam merancang kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan. Pemahaman guru terhadap kurikulum mutlak
diperlukan guna menunjang proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru
merupakan ujung tombak dalam kegiatan proses belajar mengajar sehingga
banyak kompetensi yang harus dimiliki dan banyak tantangan yang harus
dihadapi. Muhadjir (2000:24) berpendapat:
Proses belajar mengajar adalah proses subjek didik dan proses pendidik dalam satu kontek interaktif dengan aksentuasi pada proses belajarnya subjek didik sesuai dengan wawasan cara belajar siswa aktis (CBSA). Subjek didik harus diberi kesempatan untuk: (a) menyerap informasi masuk dalam struktur konisinya atau menyesuaikan pada intruktur baru sehingga tercapai kebermaknaan yang optimal, (b) menghayati peristiwa yang dipelajari agar terjadi proses aktif dan internalisasi nilai dan (c)
23
melakukan langsung aktivitas operasionainya sehingga memiliki konsep teori dan fungsional.
Siswa yang memiliki kemampuan dasar dan didukung oleh kondisi
pembelajaran yang berkualitas akan menghasilkan kemampuan yang lebih tinggi
pada diri siswa tersebut. Pengajaran bertanggung jawab atas keberhasilan produk
yang berkompeten dan selalu beerusaha serta mendorong motivasi kepada peserta
didik.
Kegiatan belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor dan saling berhubungan
satu sama lain, bila salah satu faktor terganggu maka proses belajar mengajar akan
mengalami hambatan atau kesulitan, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa setelah mengalami proses belajar siswa.
Faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama-sama memberikan
kontribusi tertentu terhadap belajar peserta didik. Makmun (2000:18)
mengemukakan komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran, dan
berpengaruh terhadap presrtasi belajar adalah:
(1) masukan mentah, menunjukkan pada karak teristik individu yang mungkin dapat memudahkan atau justru menghambat proses pembelajaran, (2) masukan intrumental, menunjuk pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan, seperti guru, metode, bahan atau sumber dan program, dan (3) masukan lingkungan, yang menunjuk pada situasi, keadaan fisik dan suasana sekolah, serta hubungan dengan pengajar dan teman.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik
dapat digolongkan kedalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial
menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial.
Faktor ini teermasuk lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada
umumnya, sedangkan faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang
24
bukan sosila seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya: keadaan rumah, ruang
belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.
Faktor ekternal dalam lingkungan keluarga baik langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik.
Disamping itu, diantara beberapa faktor ekternal yang mempengaruhi proses
dalam prestasi belajar ialah peranan faktor dari guru dan fasilitator.
2.3.1 Faktor-Faktor Yang Bersumber Dari Dalam Diri Siswa
1. Faktor Kondisi Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya berpengaruh terhadap belajar seseorang.
Tubuh seorang yang sehat akan berlainan pengaruhnya terhadap kegiatan belajar
dibandingkan dengan orang yang tubuhnya sakit atau lemah, orang yang kurang
gizi akan berbeda kegiatan belajarnya dibandingkan dengan orang yang cukup
gizi, mereka yang kurang gizi akan cepat lelah dan mudah mengantuk serta tidak
dapat menerima pelajaran dengan baik.
Selain itu kondisi panca indera juga sangat menentukan, terutama mata
dan telinga, karena pada kegiatan belajar siswa menggunakannya untuk melihat
dan mendengar, seperti halnya orang yang membaca, mengobservasi dan
mendengar keterangan guru. Bila panca indera itu mengalami gangguan tentunya
akan mempengaruhi aktivitas belajar seseorang sehingga akibatnya frekuensi
belajar menjadi rendah atau menurun. Oleh Karena itu siswa yang sedang belajar
seyugyanya memelihara kondisi fisiologisnya agar stabil yaitu selalu dalam
keadaan sehat, maka usaha tersebut akan menimbulkan gairah dalam belajarnya.
25
2. Faktor Kondisi Psikologis
Keadaan dan fungsi psikologis sangat besar pengaruhnya dalam proses
belajar, karena bagaimanapun juga antar keadaan fisiologis dan psikologis tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya merupakan satu kebulatan.
Kedua faktor ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan satu
sama lainnya dan sukar menentukan fakor manakah yang paling kuat
pengaruhnya terhadap proses belajar. Misalnya seseorang membaca bukan saja
menggunakan mata, tetapi juga memerlukan motivasi dan konsentrasi, karena
untuk lebih mempermudah terbentuknya pengertian.
3. Faktor Intelegensia
Dalam setiap pengajaran menyangkut kesiapan siswa yaitu kesiapan siswa
untuk mampu mencernakan pelajaran. Kesiapan anak untuk mampu mengerti
sesuatu antara lain berkaitan pula dengan kecerdasan atau intelegensia. Sujanto
(2005:75) menyatakan bahwa:
“Intelegensia adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam situasi yang baru, artinya kesanggupan seseorang itu untuk secara sadar menyesuaikan fikirannya terhadap keperluan-keperluan yang baru, terutama dalam mengikuti pelajaran baik disekolah maupun bukan “.
4. Faktor Bakat
Bakat merupakan kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir.
Bakat juga merupakan potensi dasar yang memungkinkan seseorang itu
mempunyai suatu kemampuan khusus tentang sesuatu hal atau dapat dijadikan
seseorang ahli dalam bidang tertentu. Bakat itu akan berkembang dengan baik bila
lingkungan hidup memberi pengaruh yang baik pula. Misalnya seseorang yang
26
memiliki bakat seni tetapi lingkungan hidupnya tidak memungkinkan, maka bakat
orang tersebut akan terpendam dan tidak berkembang.
Soeganda Poerbakawatja (Sujanto, 2004:30) mengatakan bahwa:
“Benih dari sesuatu sifat yang baru akan tampak nyata jika mendapat kesempatan
atau kemungkinan untuk berkembang.” Dari pendapat di atas dapat ditarik makna
bahwa suatu bakat dapat tumbuh dan berkembang bila didukung oleh keadaan
lingkungan yang cukup baik.
5. Faktor Minat
Minat adalah keinginan seseorang untuk menyenangi suatu objek, dan dari
objek tersebut dapat menimbulkan hasrat untuk terus ingin mencapai
keinginannya. Seorang siswa akan berhasil bila ia memiliki minat yang besar
terhadap suatu pelajaran, sebab dengan minta tersebut maka segala daya dan
upaya akan ia tempuh agar hasratnya tercapai.
Menurut Winkel (2006:38) berpendapat bahwa: “Minat adalah
kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang
atau hal tertentu dan merasa senang dalam bidang itu.”
Dari Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah perasaan
tertarik pada suatu bidang tertentu dan senang melakukannya. Dengan adanya
minat itu seseorang dapat memusatkan perhatiannya di dalam melaksanakan
kegiatan.
6. Faktor Sikap
Faktor ini erat kaitannya dengan emosi. Hal ini berkenaan dengan reaksi
seseorang terhadap sesuatu hal yang ditemui untuk mencapai tujuan yang
27
diinginkan. Rasa cemas, rendah diri, tak mau tahu akan sesuatu akan sangat
mempengaruhi seseorang untuk belajar, sehingga belajar dikatakan tidak efektif.
Tetapi apabila sudah tumbuh sikap senang terhadap sesuatu pelajaran dan tugas-
tugas yang dibebankan oleh guru, maka besar harapan seseorang akan
mendapatkan prestasi belajar yang baik.
7. Faktor Perhatian
Perhatian merupakan pengamatan selektif dari suatu proses untuk
memperoleh gambaran dalam mengamati sesuatu bentuk objek tertentu, dengan
kata lain kita hanya dapat memusatkan perhatian kepada sesuatu dalam waktu
tertentu. Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa dengan adanya perhatian atau
konsentrasi terhadap sesuatu itu yang dalam hal ini adalah bidang studi
matematika, maka pelajaran tersebut dapat dipelajari dengan baik.
8. Faktor Cara Belajar
Kemajuan belajar juga ditentukan oleh cara seseorang belajar. Hal ini
berhubungan dengan cara disiplin dan rencana yang diatur. Cara belajar yang
tergesa-gesa akan menyebabkan pengetahuan yang diperoleh tidak bertahan lama
dan mudah lupa.
Cara belajar merupakan inti untuk menentukan seseorang apakah ia
berhasil atau tidak, sebab cara belajar merupakan metode belajar yang dilakukan
oleh siswa yang bersangkutan.
9. Faktor Cita-Cita
Gie (2004:51) mengatakan bahwa: “Cita-cita itu merupakan pendorong
untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Tanpa motif tertentu semangat belajar
28
seseorang akan mudah menjadi padam karena ia tidak merasa mempunyai sesuatu
kepentingan yang harus diperjuangkan dengan belajar, dan tidak mengerti apa
tujuan yang akan dicapai bila ia selesai belajar.” Pendapat di atas menyiratkan
bahwa cita-cita merupakan hal yang penting dalam belajar. Cita-cita dapat
menimbulkan motivasi agar mendorong manusia untuk berbuat guna mencapai
tujuan yang dikehendaki.
10. Faktor Motivasi
Motivasi merupakan suatu faktor yang mendukung di dalam kegiatan
belajar, maka diharapakan para guru matematika agar dapat membangkitkan
motivasi siswa di dalam mempelajari bidang studi matematika dengan
memasukkan unsur-unsur yang menarik dan menyenangkan di dalam kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas, sebab tanpa adanya motivasi dari para guru siswa
akan merasa kurang bergairah untuk mengikuti pelajaran di kelas. Sejalan dengan
itu Crow (2004:321) mengatakan bahwa: “Motivasi memberi semangat seorang
pelajar dalam kegiatan belajar mengajar. Anak-anak pada masa permulaan
sekolah dapat distimulasi untuk membuat pekerjaan-pekerjaan yang baik melalui
pujian-pujian dari guru, menampilkan semangat juara dengan memberi hadiah-
hadiah yang bersifat kebutuhan.”
Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya tentang pemberian atau
penciptaan suasana yang menarik perhatian siswa sehingga anak senang
mempelajari bidang studi matematika, pencipataan seperti inilah yang disebut
pemberian motivasi oleh guru.
29
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Bersumber Dari Luar Diri Siswa
1. Faktor Keluarga
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan yang utama dan pertama
adalah dilingkuangan keluarga, maka keberhasilan seseorang anak banyak
ditentukan oleh keadaan di dalam keluarganya. Oleh karena itu orang tua harus
bijaksana dalam mendidik dan menghadapi anak menjelang dewasa. Sebab pada
masa ini individu sedang menghadapi gejolak jiwa yang sedang menentukan
identitas dirinya. Pada fase ini sering terjadi pertentangan pendapat, perbedaan
cita-cita dan pandangan hidup antara orang tua dan anak itu sendiri.
Hal ini dapat menimbulkan konflik baru pada diri si anak dan sulit
dihindari, apabila menghilangkannya secara langsung akan mempengaruhi dan
mengganggu pikiran serta aktifitas siswa itu. Oleh karena itu, anak harus
mampu menentukan keputusan yang rasional dan objektif agar jangan terjadi
konflik di dalam batinnya, dan sekaligus mengganggu kelancaran proses
belajarnya. Faktor yang bersumber dari keluarga yang dapat mengganggu
kelancaran studi siswa sering diakibatkan oleh: keadaan ekonomi, situasi rumah,
fasilitas / alat belajar.
2. Faktor Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan tempat siswa belajar secara formal. Di
sekolah, disamping dilatih mengembangkan kemampuan berfikir dengan
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, juga di tanamkan nilai-nilai tingkah laku
yang baik. Hal ini bertujuan agar anak mampu bersikap baik pada lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat Sulaiman (2009:12) mengemukakan bahwa:
30
“Bagi pendidikan di sekolah faktor pengetahuan merupakan tujuan yang sangat penting, bukan hanya karena akan membuat murid-murid pandai melainkan tuntutan yang mampu membuat berfikir dengan baik. Serta dapat pula menumbuhkan sikap yang diharapkan terhadap pengetahuan.”
Di sekolah sarana pendidikan dan pengajaran merupakan faktor yang
penting dan selalu diperhatikan dalam usaha pencapaian tujuan. Proses pengajaran
akan lebih baik dan terarah apabila dilengkapi dengan sarana seperti ruangan kelas
yang baik dan memenuhi syarat, alat peraga dan fasilitas lainnya.
Secara garis besar bahwa sarana pendidikan dan pengajaran terlaksana
dengan baik dalam proses belajar mengajar, terdapat gedung atau ruangan kelas
yang baik, tersedia perpustakaan dan laboratorium. Jika semua prasarana dan
sarana telah tersedia, maka hasil belajar akan dapat lebih ditingkatkan, karena
pengajaran berlangsung tanpa ada hambatan yang berarti. Jadi faktor lingkungan
sekolah serta sarana dan prasarana sekolah merupakan faktor yang juga
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
3. Faktor Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang juga dapat
mempengaruhi prestasi belajar. Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari adat
istiadat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Adat istiadat pada dasarnya
sangat membantu dalam proses belajar, namun ada sebagian masyarakat yang
beranggapan negatif terhadap pendidikan formal khususnya dapat menghambat
prestasi belajar siswa.
Dalam masyarakat terdapat bermacam corak latar belakang kehidupan
sosial. Apabila lingkungan siswa terdiri dari orang-orang tidak terpelajar atau
mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti mencuri, berjudi dan minum-
31
minuman keras (memabukkan) tentu akan berpengaruh buruk terhadap siswa yang
berada dilingkungan tersebut. Sufi (2001:21) mengemukakan bahwa:
“Lingkungan masyarakat dapat juga berpengaruh terhadap perkembangan anak,
baik pengaruh yang menguntungkan (positif) maupun pengaruh yang merugikan
(negatif), perkembangan anak tidak dapat lari dari lingkungan.”
Hal ini dipertegas oleh Slameto (2001:72) mengemukakan bahwa:
“Masyarakat merupakan faktor eksteren yang juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat.”
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang elektronika antara lain
radio, tape recorder, video dan televisi pada dasarnya sangat membantu siswa
dalam belajar sebagaimana yang diketahui permasalahan yang bersumber dalam
masyarakat sangat kompleks sifatnya, seperti masalah politik dan ekonomi
berpengaruh positif dan juga negatif terhadap keberhasilan aktifitas belajar di
sekolah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suryabrata (2003:54) yaitu:
“Faktor sosial seperti media massa, kebudayaan, politik, sikap masyarakat dan sebagainya itu umumnya bersifat gangguan proses belajar dan prestasi si pelajar. Biasanya faktor tersebut dapat ditunjukkan pada hal-hal yang di pelajari atau aktifitas belajar itu semata-mata dengan berbagai cara, faktor-faktor tersebut harus diatur supaya dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika orang tua
atau pendidik lainnya tidak dapat mengawasi atau mengatasi berbagai media yang
penyajiannya menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang baik pada diri anak
dan juga mengatasi dan mengawasi lingkungan pergaulannya, maka akan
mengganggu tingkat keberhasilan prestasi belajar anak.
32
Dari uraian di atas jelaslah bahwa ada tiga lingkungan yang mendidik
seorang anak, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk
tercapainya prestasi belajar siswa yang baik, maka ketiga lingkungan tersebut
diperlukan kerjasama yang baik dan prestasi yang dicapai dapat berhasil seoptimal
mungkin.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan, maka pendekatan
yang sesuai dengan penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode
yang bertujuan untuk pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.
Sedangkan yang menjadi variabel bebas adalah pengelolaan merupakan suatu
metode yang lebih mendalam untuk melihat tentang kesulitan yang dialami siswa
dalam memahami konsep materi logika matematika.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa yang
mengalami kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal logika matematika.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui tes. Tes digunakan
untuk memperoleh data tentang kesulitan siswa konsep logika matematika. Tes
yang digunakan berbentuk essay, dengan jumlah soal 10 butir dan skor maksimal
adalah 100 dengan waktu yang disediakan adalah 90 menit. Penentuan nilai jika
jawaban siswa benar dan langkah-langkah penyelesaian lengkap, maka diberi skor
10, tetapi jika jawaban siswa mendekati benar dan langkah penyelesaian juga
34
mendekati benar maka diberi skor 5, dan jika jawaban siswa tidak benar dan
langkah-langkah pengerjaan soal salah maka diberi nilai nol.
3.4 Teknik Pengolahan Data
Teknik mengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Menentukan nilai rata-rata dengan persamaan:
x−
=∑ fi . Xi
∑ fi
Setelah diperoleh nilai rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal logika
matematika, maka untuk melihat kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami
konsep logika matematika, peneliti menggunakan rumus:
P= nN
×100 %
P = Persentase
n = Jumlah siswa yang mengalami kesulitan
N = Jumlah subjek yang diteliti
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Untuk mendapat data penelitian mengenai analisis kesulitan belajar siswa
dalam materi logika matematika kelas X semester 1 pada SMA Negeri 1 Peudawa
tahun pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 35 siswa, pelaksanaan test dilakukan
pada jam pelajaran matematika. Data inilah yang digunakan untuk menjawab
tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
Tabel 1. Distribusi Hasil Tes Menyelesaikan Soal Logika Matematika
NO
NOMOR SOAL SKOR
TOTAL1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 10 10 5 0 5 5 10 5 5 0 552 10 10 5 0 10 10 5 5 0 0 553 10 10 10 0 5 5 0 0 5 5 504 10 10 10 10 5 0 0 0 5 0 505 10 10 10 10 10 10 5 0 0 5 706 10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 857 10 5 10 10 5 5 10 5 0 0 608 10 10 5 10 10 5 5 5 0 0 609 10 10 5 10 5 0 0 5 0 5 5010 10 10 5 5 5 0 0 5 5 5 5011 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 8012 10 10 10 10 5 5 5 5 5 0 6513 10 10 10 10 5 10 5 0 5 0 6514 10 5 10 10 10 5 5 5 0 0 6015 10 10 10 10 5 0 5 5 0 5 60
36
16 10 10 10 5 5 0 5 10 5 5 6517 10 10 10 5 10 5 10 10 5 5 8018 10 10 10 10 5 5 10 5 10 5 8019 10 5 10 10 5 5 5 5 10 5 7020 10 10 5 5 5 0 5 5 0 0 6021 10 10 5 5 5 0 5 5 0 0 4522 10 10 10 10 5 5 0 0 5 5 6023 10 10 10 10 5 5 0 0 5 0 5524 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 8025 10 10 10 10 10 10 10 10 5 5 9026 10 10 10 10 5 0 5 10 5 5 7027 10 10 10 10 5 0 0 5 5 10 6528 10 10 10 5 5 5 0 0 5 0 5029 10 5 5 10 0 5 5 5 5 0 5030 10 10 10 10 10 10 5 10 5 5 8531 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5 8532 10 10 10 5 10 10 5 5 0 5 7033 10 10 10 5 5 5 0 5 5 0 5534 10 10 10 5 5 10 5 5 0 0 6035 10 10 5 10 0 5 5 0 5 0 50
Jumlah 350
33
0 305 280 220 190 165 155 140 100 2250
% 100 94,2 87,1 80 57,1 54,2 35,7 44,2 40 25,8
4.2 Pengolahan Data
Pengolahan data yang dikumpulkan digunakan rumus persentase. Dengan
demikian setelah soal diedarkan kepada siswa, kemudian dikumpulkan. Langkah
berikutnya yang ditempuh untuk mengolah data sebagai berikut:
1. Menghitung persentase jumlah siswa yang mempunyai nilai dibawah 65
37
2. Menganalisis jawaban siswa yang nilainya dibawah 65 untuk menentukan jenis
kesulitan yang dialami siswa
3. Menghitung persentase jumlah siswa yang mengalami kesulitan berdasarkan
jenis kesulitan yang dialami siswa serta membahasnya.
Selanjutnya, data yang dikumpulkan akan dianalisis persentase jawaban
siswa terhadap masing-masing soal test berdasarkan tes yang telah diberikan
untuk menghitung persentase menggunakan rumus:
P= nN
×100 %
P = persentase
n = jumlah siswa yang mengalami kesulitan
N = jumlah subjek yang diteliti
Dari tabel 1 di atas, terlihat bahwa skor minimum yang diperoleh siswa
adalah 45, dan skor maksimum 90. nilai rata-rata skor yang diperoleh siswa
adalah:
X¿
=∑ skor
n
=225035
=64 , 28
Dari hasil nilai rata-rata dapat dikatakan bahwa siswa kelas X SMA Negeri
1 Peudawa masih mengalami kesulitan dalam pembelajaran materi logika
matematika, karena siswa dianggap tidak mengalami kesulitan, apabila telah
menguasai lebih dari 65 % materi yang diajarkan atau mencapai nilai ≥ 65.
depdiknas (2004:29). Namun demikian ada beberapa orang siswa yang telah
38
tuntas dalam belajar materi logika matematika yaitu 16 siswa dari 35 siswa atau
45,71 % (nilai > 65), sedangkan yang tidak tuntas adalah 19 orang atau 54,29 %
(nilai <65).
Tabel 2. Distribusi hasil tes materi dalam konsep logika matematika
MateriNo soal
Jawaban siswa
Jumlah total siswa
Benar dan langkah
pengerjaan soal lengkap dan
nilai 10
Mendekati benar dan langkah
pengerjaannya kurang lengkap
nilai 5
Salah dan langkah
pengerjaan soal tidak
lengkap nilai 0
Jumlah
siswa
Persen (%)
Jumlah siswa
PersenJumlah siswa
Persen
Logika
1 35 100 0 0 0 0 352 31 88,57 4 11,42 0 0 353 26 74,28 9 25,71 0 0 354 23 65,71 8 22,85 4 11,42 355 12 34,28 20 57,14 3 8,57 356 11 31,42 16 45,71 8 51,42 357 7 20 19 54,28 9 25,71 358 5 14,28 22 62,85 8 22,85 359 3 8,57 22 62,85 10 28,57 3510 1 2,85 18 51,42 16 45,71 35
Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata siswa mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal nomor 8, 9, dan 10. Jika dilihat dari persentase
kemampuan siswa, maka soal nomor 1 seluruh siswa tidak mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal. Untuk lebih jelas mengenai jumlah siswa yang
menjawab tidak benar dalam menyelesaikan logika matematika yang diberikan
dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
39
Tabel 3. Jawaban siswa dengan nilai dibawah 65
MateriNomor
soal
Jawaban siswaJumlah
total siswa
Mendekati benar dan langkah pengerjaan soal kurang lengkap
Salah dan langkah pengerjaan soal tidak lengkap
Logika
1 0 0
2 4 0
3 9 0
4 8 4
5 20 3
6 16 8
7 19 9
8 22 8
9 22 10
10 18 16
Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat dilihat siswa mengalami kesulitan dalam
menjawab soal 7, 8 dan 9.
Tabel 4. Kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal logika matematika
MateriNo. soal
Kesulitan-kesulitan
Jumlah siswa
Konsep Prinsip Verbal
Jumlah siswa
Persen (%)
Jumlah siswa
Persen (%)
Jumlah
Siswa
Persen (%)
Logika
1 0 0 0 0 0 0,00 02 4 11,42 0 0 0 0,00 43 9 25,71 0 0 0 0,00 94 8 22,85 4 11,42 1 3,33 135 20 57,14 3 8,57 2 6,66 256 16 45,71 8 51,42 4 13,33 287 19 54,28 9 25,71 5 16,66 338 22 62,85 8 22,85 1 3,33 319 22 62,85 10 28,57 1 10,00 3310 18 51,42 16 45,71 0 0,00 34
40
Berikut pada tabel 4 akan ditunjukkan kesulitan-kesulitan siswa dalam
mengerjakan soal logika matematika berdasarkan analisis jawaban siswa. Dari
tabel 4 dapat dilihat bahwa kesulitan siswa terbesar pada pemahaman konsep soal
nomor 7, 8 dan 9. Kesalahan pada konsep, akan berakibat siswa kurang mengerti
terhadap soal yang diberikan.
4.3 Pembahasan
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan pada siswa kelas X SMA
Negeri 1 Peudawa dalam menyelesaikan soal logika matematika, maka kesulitan
yang dihadapi siswa adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan dalam menggunakan materi, artinya siswa belum mampu mengenal
materi dengan baik sehingga menimbulkan kesalahan dalam proses
perhitungan ketika menyelesaikan soal logika matematika.
2. Kesalahan dalam memecahkan soal verbal, siswa tidak memahami soal dan
tidak mempunyai konsep dasar-dasar yang dapat digunakan.
3. Kesalahan prinsip, siswa tidak mampu menjawab soal, karena siswa kesulitan
dengan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan materi logika matematika
misalnya proses menggunakan implikasi dan biimplikasi.
Wardani (2001) menegaskan berdasarkan pembahasan mengenai
kesulitan-kesulitan yang dilakukan siswa, maka dapat dikatakan bahwa siswa
masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan logika matematika. Hal ini
dikarenakan siswa kurang memahami konsep dasar dan prinsip-prinsip yang
digunakan dalam pemahaman sehingga menyebabkan siswa keliru atau salah
41
dalam menggunakan proses pemahaman ketika menyelesaikan soal-soal, serta
dapat menimbulkan kesulitan belajar pada siswa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, maka dapat disimpulkan
bahwa kesulitan-kesulitan siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa dalam materi
logika matematika adalah:
1. Nilai minimum yang diperoleh siswa adalah 45, dan nilai maksimum 90
dengan nilai rata-rata nilai 64,28. dari hasil nilai rata-rata 16 siswa 45,71 %
tuntas dalam belajar sedangkan yang tidak tuntas adalah 19 orang atau 54,29
%. Berdasarkan hasil perolehan data, maka hipotesis yang diajukan diterima
yaitu adanya kesulitan-kesulitan siswa dalam pembelajaran materi logika
matematika dikelas X SMA Negeri 1 Peudawa tahun pelajaran 2013/2014.
2. Kesulitan siswa terbesar adalah pada pemahaman konsep terutama pada
penentuan benar salah dalam logika. Selain itu, siswa juga kesulitan dalam
pemahaman dan prinsip-prinsip yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan
kesulitan siswa pada konsep-konsep rata-rata di atas 39,42 %, kesulitan pada
prinsip rata-rata 19,42 % dan kesalahan verbal rata-rata 5,3 %.
5.2 Saran-Saran
42
1. Diharapkan kepada guru bidang studi matematika dalam mengajar agar terlebih
memperhatikan dan mengembangkan strategi mengajar, sehingga siswa lebih
mudah memahami konsep dengan mudah dan dapat menerapkan prinsip yang
sederhana dalam menyelesaikan soal logika, dengan demikian guru dapat
melatih siswa melalui soal-soal secara bertahap demi meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan siswa, sehingga siswa tersebut lancar dalam
menyelesaikan soal logika matematika.
2. Diharapkan kepada para guru dalam mengajar dan setelah mengajar dapat
mengetahui dengan cepat dan segera mengulangi berbagai kesulitan dalam
belajarnya serta kendala bagi guru untuk melanjutkan pelajaran berikut.
3. Diharapakan bagi para siswa agar lebih giat dalam belajar dan lebih
menikatkan pemahaman mengenai materi logika matematika secara tepat dan
sesuai, sehingga siswa tidak keliru dalam menyelesaikan soal-soal mengenai
logika matematika.
43
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gie. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hodoyo, Herman. 2009. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rinika Cipta.
Kanginan, M. 2006. Matematika Untuk SMA Kelas X. Jakarta. Erlangga
Muhibbin Syah. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaiman. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Suryabrata. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Wali.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Winkel. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
44
LAMPIRAN 1
1. Dari argumentasi berikut:Jika ibu tidak pergi maka adik senang. Jika adik senang maka dia tersenyumKesimpulan yang sah adalah….
PembahasanMisalkan p = ibu tidak pergi
q = adik senangr = adik tersenyum
dengan mengunakan simbol di atas, argumentasi tadi bisa dituliskan seperti berikut
p qq r
p rkalau dibuat dalam kalimat p r artinya “jika ibu tidak pergi maka adik tersenyum”tetapi ternyata kesimpulan tersebut tidak ada dalam option jawaban. Sehingga harus dicari kalimat yang equivalen dengan kalimat tersebut.Kita tahu bahwa p r ~ p v r. berarti kesimpulan dari argumentasi di atas adalah“Ibu pergi atau adik tersenyum”
2. Negasi pernyataan “ semua murid mengganggap Ujian Nasional sukar” adalah…
beberapa murid mengganggap soal Ujian Nasional sukarsemua murid mengganggap soal Ujian nasional sukarAda murid tidak mengganggap soal Ujian nasional tidak sukarAda murid mengganggap soal Ujian Nasional tidak sukarTidak seorang pun murid mengganggap soal Ujian Nasional sukar.
Pembahasansemua murid mengganggap Ujian Nasional sukar = (x). p(x)
45
~((x). p(x)) (x).~ p(x) ada murid mengganggap soal Ujian Nasional tidak sukar
3. Diberikan premis-premis sebagai berikut:Premis 1: Jika harga BBM naik, maka harga bahan pokok naik.Premis 2: Jika harga bahan pokok naik maka semua orang tidak senang.Ingkaran dari kesimpulan di atas adalah… Pembahasan Kesimpulan:Jika harga BBM naik maka semua orang tidak senang. Ingkarannya: Harga BBM naik dan ada orang yang senang
4. Selidiki pernyataan di bawah ini apakah suatu tautologi, kontradiksi atau kontingensi!( ~p q ) v ( q p )
p q ~ p ~ p q q p ( ~p q ) v ( q p )BBSS
BSBS
SSBB
SSBS
BBSB
BBBB
Pembahasan Karena pada tabel kebenaran di atas benar semua, maka pernyataan di atas suatu tautologi
5.p q ~ p ~ q (p p ) (~p ~q) (~p v ~q)BBSS
BSBS
SSBB
SBSB
BSSS
SBBB
SBBB
1 2 3 4 5 6 7 Pembahasan Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kolom 6 dan 7 ῖ ~ (p^q) = ῖ (~pv~q)Jadi, ~ (p^q)≡ (~pv~q)
46
6. Tentukan konklusi dari premis berikut ini:Premis 1 : jika x bilangan real, maka x2 ≥ 0Premis 2 : jika x2≥0, maka (x2+1) > 0
Pembahasan Premis 1 : jika x bilangan real, maka x2 ≥ 0Premis 2 : jika x 2 ≥0, maka (x 2 +1) > 0 Konklusi : jika x bilangan real, maka x2 ≥ 0Jadi, konklusinya adalah “jika x bilangan real, maka (x2+1) > 0
7. Carilah konvers, invers dan kontraposisi dari pernyataan:“ Jika binatang itu bertubuh besar maka binatang itu disebut gajah “
Pembahasan Konvers : Jika binatang itu disebut gajah maka binatang itu bertubuh besarInvers : Jika binatanag itu tidak bertubuh besar maka binatang itu bukan
gajahKontraposisi : Jika binatang itu bukan gajah maka binatang itu tidak bertubuh
besar
8. Jika p(x) kalimat terbuka: x + 3 > 5Pembahasan
Apabila pada kalimat terbuka di atas dibubuhi kuantor, maka: x, x + 3 > 5 ( S )
atau x, x + 3 > 5 ( B )
9. Negasi dari pernyataan: “ Semua mahasiswa tidak mengerjakan tugas “ adalah“ Ada mahasiswa yang mengerjakan tugas “
Pembahasan Jika diberikan notasi, maka pernyataan di atas menjadi:
x, M(x) , negasinya x, M(x) T(x)
10. Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk p¿ q berikut ini!
e. p : 100 + 500 = 800q : 4 adalah faktor dari 12
47
b. p : Pulau Bali dikenal sebagai pulau Dewata
q : 625 adalah bilangan kuadrat
Jawaban:
a. p salah, q benar
p ¿ q : 100 + 500 = 800 dan 4 adalah faktor dari 12 (Salah)
Atau bisa juga ditulis:
τ (p) = S, τ (q) = B.
Jadi, τ (p¿ q) = S.
b. τ (p) = B, τ (q) = B.
p¿ q : Pulau Bali dikenal sebagai pulau Dewata dan 625 adalah
bilangan kuadrat (benar).
Jadi, τ (p¿ q) = B.
48
HASIL TES MENYELESAIKAN SOAL LOGIKA MATEMATIKA KELAS X DI SMA NEGERI 1 PEUDAWA
No NIS Nama Siswa Nilai Ket
1 1090 ANWAR 35
2 1091 IBRAHIM 80
3 1092 IRWANDA 65
4 1093 JAMALUDDIN 70
5 1094 M. SYAWAL 75
6 1095 M. KHADAFI 80
7 1096 M. YAULHAK 60
8 1097 NASRUDDIN 60
9 1098 NASRUDDIN 60
10 1099 SAIVAN 80
11 1100 YUSRI 60
12 1101 ZULFAHMI 65
13 1102 ZULFIRMAN 75
14 1103 ZULKARNAINEN 55
15 1104 ARJUANDA 55
16 1105 AZHARUDDIN 75
17 1106 BAYU 55
18 1107 FAJRI 80
19 1108 ARIFIN 75
20 1109 NURFANDI 60
21 1110 FADLI 55
22 1111 FADIL 55
49
23 1112 BUDI BAHAGIA 75
24 1113 SAFWAN 55
25 1114 ABDULMUTALEB 80
26 1115 ABDULLAH 75
27 1116 ASWANDI 65
28 1117 SAIFATNUR 80
29 1118 SYAWALUDDIN 65
30 1119 KARIMUDDIN 70
31 1120 ZAINABON 45
32 1121 ZULKIFLI 35
33 1122 ZAHLIANUR 60
34 1123 ZIURRAHMAN 55
35 1124 ZERA SETIAWAN 65
Mengtahui,Kepala SMA Negeri 1 Peudawa
Drs. MUSTAFANIP. 19661231 199303 1 057
50
KESULITAN YANG DIALAMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PEUDAWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL
LOGIKA MATEMATIKA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas danMemenuhi Syarat-syarat Guna mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
SRI WAHYUNI0911030313
51
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH2013
KESULITAN YANG DIALAMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PEUDAWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL
LOGIKA MATEMATIKA
SKRIPSI
Oleh
Nama : Sri WahyuniNPM : 0911030313Jurusan : Pendidikan MIPAProgram Studi : Matematika
disetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
52
M. Saleh Ginting, S.Pd, M.PdNIP.
Drs. RM. Bambang, M.PdNIP.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul
“Kesulitan yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam
Menyelesaikan Soal Logika Matematika,” tepat pada waktunya. Tidak lupa
Shalawat dan salam, senantiasa dipersembahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah yang telah membawa dari alam kebodohan hingga kealam penuh ilmu
pengetahuan. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi dan mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan hambatan dan
kendala, namun berkat bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari
berbagai pihak akhirnya penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak M. Saleh Ginting, S.Pd, M.Pd sebagai dosen pembimbing I
2. Bapak Drs. RM. Bambang, M.Pd sebagai dosen pembimbing II
3. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan
Pendidikan.
4. Ketua program studi matematika
53
5. Para dosen yang tak pernah letih mengajari penulis
6. Kepala SMA Negeri 1 Peudawa, dewan guru, karyawan tata usaha dan
siswa-siswi yang telah membantu dan memberikan izin kepada penulis
untuk mengadakan penulisan di SMA Negeri 1 Peudawa
7. Teristimewa dan tiada ternilai dengan apapun ibunda tercunta dan abang-
abang, adik-adik yang telah memberi dukungan baik moral maupun
material.
8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dorongan dan bantuan
dalam menyelesaikan skripsi ini
9. yang telah membimbing dengan sungguh-sungguh dan memberikan
petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan dan kesalahan karena terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan
kritikan dari pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini.
Banda Aceh, Juli 2013
Penulis
54
ABSTRAKS
Konsep logika matematika merupakan salah satu konsep yang diajarkan di kelas X semester 1. Untuk menyelesaikan soal logika matematika di SMA, siswa harus menguasai berbagai kemampuan yang berhubungan dengan konsep logika matematika, dengan demikian, siswa dihadapkan pada berbagai kesulitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep, prinsip, prosedur yang dialami siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa Dalam Menyelesaikan Soal Logika Matematika. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Peudawa yang mengalami kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal logika matematika. Metode pengumpulan data digunakan esay tes berjumlah soal 10 butir dan skor maksimal 100. Metode pengolahan data dengan rumus persentase. Hasil penelitian nilai minimum 45, dan nilai maksimum 90 dengan nilai rata-rata 64,28, dan 19 siswa tidak tuntas. Kesalahan siswa pada konsep rata-rata di atas 39,42 %, kesalahan pada prinsip rata-rata 19,42 % dan kesalahan verbal rata-rata 5,3 %.
55
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN PENGESAHAN ..........................................................................iKATA PENGANTAR .........................................................................................iiABSTRAKS.........................................................................................................ivDAFTAR ISI ........................................................................................................vBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................5 1.5 Definisi Istilah ......................................................................5 BAB II LANDASAN TEORETIS
2.1 Konsep Materi Logika .................................................................7 2.2 Kesulitan Menyelesaikan Konsep Logika Matematika ..............16 2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ...........................................21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................33 3.2 Subjek Penelitian ........................................................................33 3.3 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................33 3.4 Teknik Pengolahan Data .............................................................34BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ......................................................................35 4.2 Pengolahan Data .........................................................................36 4.3 Pembahasan .................................................................................40BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...............................................................................41 5.2 Saran-Saran ...............................................................................41DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................43LAMPIRAN-LAMPIRANBIODATA PENULIS