bab iv - lengkap

21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas wilayah Dompu dengan mengkaji pengetahuan dan sikap perawat dan bidan terhadap penerapan MTBS pada penanganan dini penumonia. Penelitian ini berlangsung selama 9 hari yaitu dari tanggal 10 Juni sampai 19 Juni 2013. Berdasarkan hasil pengolahan data maka, berikut ini peneliti akan menyajikan karakteristik responden, analisis data univariat terhadap setiap variabel untuk menghasilkan distribusi dan persentase serta analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji statistik Chi-square. 1. Data Karakteristik Responden Data karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi : a. Jenis Kelamin 37

Upload: nardfik

Post on 02-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

A. Pengertian MalariaMalaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Penyakit ini dapat menyerang semua orang baik bayi, anak-anak maupun orang dewasa (Depkes RI, 1991).B. Epidemiologi MalariaEpidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam masyarakat. Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki: host (manusia sebagai host intermediate dan nyamuk sebagai host definitif), agent (penyebab penyakit malaria, plasmodium) dan environment (lingkungan). Penyebaran malaria terjadi bila ketiga faktor tersebut saling mendukung.1. Agent (parasit malaria)Agent atau penyebab penyakit malaria adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dalam kehadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab malaria adalah protozoa dari genus plasmodium.

TRANSCRIPT

Page 1: Bab IV - Lengkap

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas wilayah Dompu dengan

mengkaji pengetahuan dan sikap perawat dan bidan terhadap penerapan MTBS

pada penanganan dini penumonia. Penelitian ini berlangsung selama 9 hari

yaitu dari tanggal 10 Juni sampai 19 Juni 2013.

Berdasarkan hasil pengolahan data maka, berikut ini peneliti akan

menyajikan karakteristik responden, analisis data univariat terhadap setiap

variabel untuk menghasilkan distribusi dan persentase serta analisis bivariat

untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen

dengan menggunakan uji statistik Chi-square.

1. Data Karakteristik Responden

Data karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi :

a. Jenis Kelamin

Tabel 4.1.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas

Wilayah Dompu NTB Juni 2013Jenis Kelamin Jumlah Persen

Laki-laki 9 30

Perempuan 21 70

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer 2013

37

Page 2: Bab IV - Lengkap

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa responden yang berjenis kelamin

laki-laki lebih sedikit yaitu 9 orang (30 %), dibandingkan dengan

responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu 21 orang (70 %).

b. Umur

Tabel 4.2.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas Wilayah

Dompu NTB Juni 2013Umur Jumlah Persen

21 – 30 Tahun 18 60

31 – 40 Tahun 9 30

> 40 Tahun 3 10

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer 2013

Dari tabel 4.2. diketahui bahwa responden yang memiliki umur

paling banyak adalah umur 21 – 30 tahun yaitu sebanyak 18 orang

(60%), sedangkan yang memiliki umur paling sedikit adalah umur > 40

tahun yaitu 3 orang (10 %).

c. Pendidikan

Tabel 4.3.Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas

Wilayah Dompu NTB Juni 2013Pendidikan Jumlah Persen

Diploma III 21 70

Diploma IV 4 13,3

Strata 1 5 16,7

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer 2013

Dari tabel 4.3. diketahui bahwa responden yang memiliki

pendidikan paling banyak adalah Diploma III yaitu sebanyak 21 orang

38

Page 3: Bab IV - Lengkap

(70 %), sedangkan yang memiliki pendidikan paling sedikit adalah

Diploma IV yaitu 4 orang (13,3 %).

d. Masa Kerja

Tabel 4.4.Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja di Puskesmas

Wilayah Dompu NTB Juni 2013Masa Kerja Jumlah Persen

1 Tahun 7 23,3

2 – 4 Tahun 9 30

5 – 6 Tahun 2 6,7

> 6 Tahun 12 40

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer 2013

Dari tabel 4.4. diketahui bahwa responden yang memiliki masa

kerja paling banyak adalah masa kerja > 6 tahun yaitu sebanyak 12 orang

(40 %), sedangkan yang memiliki masa kerja paling sedikit adalah masa

kerja 5 – 6 tahun yaitu 2 orang (6,7 %).

e. Status Kepegawaian

Tabel 4.5.Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian di

Puskesmas Wilayah Dompu NTB Juni 2013Status Kepegawaian Jumlah Persen

Honor 16 53,3

PNS 14 46,7

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer 2013

Dari tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang pegawai honor

lebih banyak yaitu 16 orang (53,3 %), dibandingkan dengan responden

yang pegawai PNS yaitu 14 orang (46,7 %).

39

Page 4: Bab IV - Lengkap

2. Analisis Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini akan menggambarkan tentang

distribusi frekuensi dari variabel independen dan variabel dependen di

Puskesmas wilayah Dompu NTB.

a. Pengetahuan

Tabel 4.6.Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas

Wilayah Dompu NTB

Pengetahuan Jumlah Persen

Baik 19 63,3

Kurang 11 36,7

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer Juni 2013

Dari tabel 4.6 diketahui bahwa responden memiliki pengetahuan

dengan kategori baik lebih banyak yaitu 19 orang (63,3 %), dibandingkan

dengan responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang

yaitu 11 orang (36,7 %).

b. Sikap

Tabel 4.7.Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Puskesmas

Wilayah Dompu NTB

Sikap Jumlah Persen

Positif 20 66,7

Negatif 10 33,3

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer Juni 2013

40

Page 5: Bab IV - Lengkap

Dari tabel 4.7 diketahui bahwa responden memiliki sikap positif

lebih banyak yaitu 20 orang (66,7 %), dibandingkan dengan responden

yang memiliki sikap negatif yaitu 10 orang (33,3 %).

c. Penerapan MTBS

Tabel 4.8.Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan MTBS di Puskesmas

Wilayah Dompu NTB

Penerapan MTBS Jumlah Persen

Baik 21 70

Kurang 9 30

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer Juni 2013

Dari tabel 4.8 diketahui bahwa yang menerapkan MTBS dengan

kategori baik lebih banyak yaitu 21 orang (70 %), dibandingkan dengan

responden yang yang menerapkan MTBS dengan kategori kurang yaitu 9

orang (30 %).

3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini akan memaparkan hubungan

antara variable independen dengan variable dependen. Uji yang dilakukan

dengan menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan 5 %

(α=0,05) atau interval kepercayaan 95 %, jika uji Chi-square tidak

memenuhi syarat maka di ambil nilai uji Fisher’s Exact.

41

Page 6: Bab IV - Lengkap

a. Hubungan antara Pengetahuan dengan Penerapan MTBS

Tabel 4.9.Hubungan Pengetahuan tentang Pneumonia dengan Penerapan

Program MTBS pada Deteksi Dini Pneumonia di Puskesmas Wilayah Dompu

PengetahuanPenerapan MTBS

Jumlah PValue

Baik Kurangn % n % n %

Baik 17 89,5 2 10,5 19 100

0,004Kurang 4 36,4 7 63,6 11 100

Jumlah 21 70 9 30 30 100

Sumber : Data primer Juni 2013

Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa dari 19 responden yang

memiliki pengetahuan baik, didapatkan responden yang menerapkan

MTBS kategori baik sebanyak 17 responden (89,5 %), sedangkan yang

menerapkan MTBS kategori kurang sebanyak 2 responden (10,5 %). Dan

dari 11 responden yang memiliki pengetahuan kurang, didapatkan

responden yang menerapkan MTBS kategori baik sebanyak 4 responden

(36,4 %), sedangkan yang menerapkan MTBS kategori kurang sebanyak

7 responden (63,6 %).

Berdasarkan hasil uji Chi-square maka diperoleh nilai p= 0,004

dengan menunjukan p < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan dengan penerapan program MTBS pada deteksi dini

pneumonia di Puskesmas wilayah Dompu NTB.

42

Page 7: Bab IV - Lengkap

b. Hubungan antara Sikap dengan Penerapan MTBS

Tabel 4.10.Hubungan Sikap tentang Peneumonia dengan Penerapan Program

MTBS pada Deteksi Dini Pneumonia di Puskesmas Wilayah Dompu

SikapPenerapan MTBS

Jumlah PValue

Baik Kurangn % n % n %

Positif 16 80 4 20 20 100

0,115Negatif 5 50 5 50 10 100

Jumlah 21 70 9 30 30 100

Sumber : Data primer Juni 2013

Berdasarkan tabel 4.10. diketahui bahwa dari 20 responden yang

memiliki sikap positif, didapatkan responden yang menerapkan MTBS

kategori baik sebanyak 16 responden (80 %), sedangkan yang

menerapkan MTBS kategori kurang sebanyak 4 responden (20 %). Dan

dari 10 responden yang memiliki sikap negatif, didapatkan responden

yang menerapkan MTBS kategori baik sebanyak 5 responden (50 %),

sedangkan yang menerapkan MTBS kategori kurang sebanyak 5

responden (50 %).

Berdasarkan hasil uji Chi-square maka diperoleh nilai p= 0,115

dengan menunjukan p > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada

hubungan antara sikap dengan penerapan program MTBS pada deteksi

dini pneumonia di Puskesmas wilayah Dompu NTB.

43

Page 8: Bab IV - Lengkap

B. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan Program MTBS pada deteksi

dini Pneumonia di Puskesmas wilayah Dompu NTB.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden memiliki

pengetahuan dengan kategori baik lebih banyak yaitu 19 orang (63,3 %),

dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan dengan

kategori kurang yaitu 11 orang (36,7 %). Berdasarkan hasil uji Chi-square

maka diperoleh nilai p= 0,004 dengan menunjukan p < 0,05. Hal ini

menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan

program MTBS pada deteksi dini pneumonia di Puskesmas wilayah Dompu

NTB.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 19 responden yang

memiliki pengetahuan baik, didapatkan responden yang menerapkan MTBS

kategori baik sebanyak 17 responden (89,5 %), hal ini karena dengan

pengetahuan yang baik yang dimiliki responden, maka akan memberikan

pemahaman yang baik tentang bagaimana penanganan yang seharusnya

dilakukan pada penanganan dini pneumonia, sehingga dengan adanya

pemahaaman itu akan membentuk sikap dan tindakan yang baik dalam

penerapan program MTBS. Sedangkan yang menerapkan MTBS kategori

kurang sebanyak 2 responden (10,5 %), walaupun pengetahuan responden

baik namun hal ini bisa karena dipengaruhi oleh faktor lain seperti umur

responden yang sudah masuk dewasa tua, dimana pada umur dewasa tua

biasanya selalu menyerahkan tindakan seperti penerapan MTBS pada

44

Page 9: Bab IV - Lengkap

perawat atau bidan yang masih muda dengan alasan sebagai proses

pembelajaran bagi perawat atau bidan yang masih muda.

Dari 11 responden yang memiliki pengetahuan kurang, didapatkan

responden yang menerapkan MTBS kategori baik sebanyak 4 responden

(36,4%), walaupun pengetahuan responden kurang tetapi hal ini bisa

dipengaruhi oleh karena adanya pengalaman dari perawat atau bidan yang

sudah lama kerja, dimana hal itu bisa dimanfaat perawat atau bidan yang

baru untuk mengikuti kinerjanya khususnya dalam penerapan program

MTBS. Sedangkan yang menerapkan MTBS kategori kurang sebanyak 7

responden (63,6 %). Hal ini karena dimana dengan pengetahuan yang

kurang akan membuat responden tidak paham tentang apa yang harus

dilakukannya dalam penerapan MTBS pada penanganan dini pneumonia

sehingga hasil data penelitian menunjukan terdapat responden yang

memiliki pengetahuan kurang dengan penerapan MTBS yang kurang.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh ( Efendi,

2005) dengan judul Analisis Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap

Petugas Kesehatan dengan Penerapan program MTBS di puskesmas Dompu

Kota Kabupaten Dompu. Hasil uji statistik Spearman’s rho menunjukkan

bahwa p < 0.05 yaitu p = 0.000 atau H0 ditolak yang berarti bahwa ada

hubungan antara pengetahuan petugas kesehatan tentang pneumonia dengan

penerapan program MTBS di Puskesmas Dompu Kota kabupaten Dompu.

Penelitian lain juga dilakukan (Bambang, 2011). Hasil penelitian yang

dilakukan di Puskesmas Pandian Kecamatan Kota Kabupaten Sumenep

45

Page 10: Bab IV - Lengkap

menunjukan p=0,003 atau < 0,05, berarti Ho ditolak atau ada hubungan

antara konseling dalam penerapan MTBS dengan pengetahuan terhadap

pencegahan penyakit ISPA pada balita.

Penelitian ini didukung oleh teori yang menjelaskan bahwa pengetahuan

adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman

dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa pengetahuan responden

memiliki hubungan yang sangat bermakna dengan penerapan program

MTBS. Tindakan atau penerapan program MTBS yang berdasarkan pada

pengetahuan akan membuat responden memahami betul tentang apa yang

seharusnya dilakukan pada saat melakukan penanganan dini pneumonia,

apalagi kalau pengetahuan yang dimiliki responden sudah masuk pada tahap

aplikasi yaitu dimana pada tahap aplikasi adalah sebagai suatu kemampuan

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

yang sebenarnya.

46

Page 11: Bab IV - Lengkap

2. Hubungan Sikap dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan dini

Pneumonia di Puskesmas wilayah Dompu NTB.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden memiliki sikap positif

lebih banyak yaitu 20 orang (66,7 %), dibandingkan dengan responden yang

memiliki sikap negatif yaitu 10 orang (33,3 %). Berdasarkan hasil uji Chi-

square maka diperoleh nilai p= 0,115 dengan menunjukan p > 0,05. Hal ini

menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan penerapan

MTBS pada deteksi dini pneumonia di Puskesmas wilayah Dompu NTB.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 20 responden yang

memiliki sikap positif, didapatkan responden yang menerapkan MTBS

kategori baik sebanyak 16 responden (80 %), hal ini karena sikap yang

dimiliki responden bisa jadi faktor yang mempengaruhi tindakan responden

dalam penerapan program MTBS dan bisa juga karena dipengaruhi oleh

adanya orang lain yang menjadi acuan. Dimana orang yang dianggap

mampu dan memiliki kapasitas keilmuan yang cukup maka akan menjadi

faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu

pada pertimbangan – pertimbangan individu. Sedangkan yang menerapkan

MTBS kategori kurang sebanyak 4 responden (20 %), hal ini bisa

dipengaruhi oleh karena adanya faktor lain seperti sumber daya atau

kesediaan fasilitas yang kurang. Walaupun sikap yang dimiliki responden

positif, tetapi jika sarana pendukung dalam pelaksananan deteksi dini

pneumonia masih ada beberapa sarana yang tidak tersedia, maka akan

mempengaruhi penatalaksanaan MTBS.

47

Page 12: Bab IV - Lengkap

Dari 10 responden yang memiliki sikap negatif, didapatkan responden

yang menerapkan MTBS kategori baik sebanyak 5 responden (50 %), hal ini

karena adanya kesadaran responden terhadap tanggung jawabnya dalam

menjalankan tugas, jadi walaupun sikapnya negatif namun tetap baik dalam

menerapkan program MTBS pada penanganan dini pneumonia. Sedangkan

yang menerapkan MTBS kategori kurang sebanyak 5 responden (50 %), hal

ini karena adanya memang sikap negatif yang ada pada responden sehingga

akan membuat malas dalam menerapkan program MTBS. Sikap negatif

tersebut bisa jadi didapatkan dari pengetahuan dan pengalamannya yang

kurang tentang bagaimana deteksi dini pada kasus pneumonia.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Efendi,

2005) di puskesmas Dompu Kota Kabupaten Dompu. Hasil uji statistik

Spearman’s rho menunjukkan bahwa p > 0.05 yaitu p = 0.083 atau H0

diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara sikap petugas

kesehatan tentang pneumonia dengan penerapan program MTBS di

Puskesmas Dompu Kota Kabupaten Dompu. Berbeda dengan penelitian

yang dilakukan (Bambang, 2011) di Puskesmas Pandian Kecamatan Kota

Kabupaten Sumenep menunjukan hubungan antara konseling dalam

penerapan MTBS dengan sikap terhadap pencegahan penyakit ISPA pada

balita.

Penelitian ini didukung oleh teori yang menjelaskan bahwa suatu

sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata

48

Page 13: Bab IV - Lengkap

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara

lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan

(support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo,

2007).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Selain bersifat positif atau negatif, sikap

memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci,

dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku tidaklah selalu mencerminkan

sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperhatikan

tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat berubah dengan

diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta

tekanan dari kelompok sosialnya (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian ini dapat diasumsikan bahwa sikap tidak selalu diikuti oleh

tindakan seseorang, walaupun sikap seseorang negatif tetapi jika pada

kondisi nyata yang dilakukannya itu adalah hal yang dapat membantu

memperbaiki keadaan, maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan

tindakan itu walaupun dia memiliki sikap yang negatif. Dalam penelitian ini

menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan penerapan

program MTBS pada deteksi dini pneumonia.

49