11. lengkap bab i-iv print
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada
abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Penyakit batu
empedu (kolelitiasis) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
Angka prevalensi kolelitiasis bervariasi di dunia tergantung pada lokasi geografis
yang spesifik dan faktor etnis. Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku
Pimas Amerika Utara memiliki kemungkinan resiko tinggi terhadap penyakit
pembentukan batu empedu ini, sedangkan di Indonesia sendiri prevalensi kolelitiasis
belum diketahui secara pasti, karena belum adanya penelitian tentang penyakit
kolelitiasis tersebut.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi
batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Risiko
penyandang batu empedu untuk merasakan gejala dan komplikasi relatif kecil.
1
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.
Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain perubahan
komposisi empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan gangguan fungsi kandung
empedu. Lebih dari 90% batu empedu adalah batu kolesterol (komposisi kolesterol
>50 %) atau bentuk campuran (20-50 % unsur kolesterol) dan sisanya 10 % adalah
batu pigmen (unsur kalsium dominan dan kolesterol< 20%). Batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.
Patogenesis fenomena ini masih belum jelas. Dari hasil penelitian Naheed T et al
didapatkan prevalensi kolelitiasis paling banyak ditemukan pada penderita sirosis
hepatis (31%) dimana lebih banyak ditemukan pada perempuan.
Adanya hubungan kolelitiasis dengan umur adalah peningkatan prevalensi
kolelitiasis secara bermakna setiap tahunnya, kemungkinan adanya peningkatan
kolesterol dalam empedu. Pada umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35% wanita
memiliki kolelitiasis.
Adanya faktor genetik pada pasien pengidap kolelitiasis dengan frekuensi
batu meningkat dua sampai empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan
diet mereka. Alel apoE4 lipoprotein E memiliki predisposisi pembentukan batu
kolesterol. Frekuensi apoE4 lebih tinggi pada pasien dengan riwayat kolesistektomi
2
dibandingkan penderita tanpa batu empedu. Adanya apoE4 memiliki prediksi
kekambuhan batu secara cepat setelah litotripsi. Mekanisme ini masih belum jelas
walaupun apolipoprotein E mungkin memainkan peranan absorpsi lipid diet, transport
dan distribusi ke jaringan.
Dalam penelitian genetik terbesar mengenai kolesterol, para peneliti
menemukan variasi gen yang berkaitan dengan perubahan kolesterol baik (HDL) dan
kolesterol jahat (LDL). Variasi gen tersebut lebih sering ditemukan pada pria
dibandingkan pada wanita.
Penulis akan membahas hubungan antara penyakit batu empedu yang
diakibatkan oleh kolesterol dengan faktor genetik., karena tingginya kadar kolesterol
erat hubungannya dengan faktor genetik. Gen adalah "substansi hereditas" yang
terletak di dalam kromosom. Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang
bertanggung jawab dalam hal sifat keturunan (hereditas). Kromosom adalah khas bagi
makhluk hidup.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru diantaranya adalah
USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga
dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan
semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan
moralitas.
3
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah ada hubungannya antara Kolelitiasis dengan genetik?
2. Bagaimana hubungannya kolelitiasis dengan genetik?
1.3Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum Penulisan
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
Kolelitiasis dengan genetik.
1.3.2 Tujuan Khusus Penulisan
1) Mengetahui faktor-faktor penyebab kolelitiasis.
2) Mengetahui hubungan penyakit kolesterol dengan genetik.
3) Masyarakat dapat mengurangi faktor resiko kolelitiasis, terutama yang
mempunyai keturunan penyakit kolesterol tinggi atau anggota keluarga yang
mengidap sakit batu empedu.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulis mengharapkan penulisan ini dapat bermanfaat pada :
1.4.1 Ilmu pengetahuan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan
ilmu khususnya mengenai hubungan antara kolelitiasis dengan genetik berdasarkan
faktor-faktor penyebab pada pasien kolelitiasis. Dan untuk teknologi dapat
4
memberikan informasi bagi pengembangan alat-alat kedokteran pada skrinning awal
kolelitiasis sebelum timbul gejala klinis, agar dapat sesegera mungkin ditangani oleh
pelayan kesehatan,yang dalam hal ini adalah dokter.
1.4.2 Pelayanan Kesehatan
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan terutama
adanya informasi tentang hubungan kolelitiasis dengan genetik, berdasarkan faktor-
faktor penyebabnya. Dan dapat menjadi sumber edukasi bagi pasien kolelitiasis.
1.4.3 Masyarakat
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, supaya
masyarakat mengetahui adanya hubungan kolelitiasis dengan faktor genetik
(hubungan batu empedu dengan keturunan). Tujuannya agar masyarakat lebih
berhati-hati dalam pengaturan pola makan, aktivitas, dan bisa melakukan skrinning
awal apabila diketahui ada salah satu anggota keluarga yang sakit kolelitiasis atau
memiliki keturunan kolestrol tinggi.
1.4.4 Penelitian
Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan informasi
untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk buah pir terletak
tepat di bawah lobus kanan hati (lihat Gbr. 2-1). Empedu yang disekresi terus
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu
yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan
bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang bersatu membentuk duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus. Duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
membentuk ampula vateri (bagian duktus yang melebar). Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi
(lihat Gbr.2-2). (1)
6
Gambar 2.1 Anatomi hati dan kandung empedu.
Gambar 2-2 Anatomi sfingter Oddi.
Tabel 2-1 Bagian-bagian Kandung Empedu
No. BAGIAN KANDUNG EMPEDU
CIRI - CIRI FUNGSI
1. Fundus Vesikafelea
Bulat,ujungnya buntu sedikit memanjang di atas tepi hati dan tersusun atas otot polos dan jaringan elastic.
Penampung garam empedu.
2. Korpus vesikafelea
Bentuknya terbesar dan ujungnya membentuk leher dari kandung empedu.
3. Leher kandung empedu
Saluran yang pertama masuknya garam empedu ke
Tempat berkumpulnya garam empedu dan
7
badan kandung empedu. tempat pemekatan.4. Duktus sistikus Panjangnya 3 ¾ cm berjalan
dari leher kandung empedu dan bersambungan dengan duktus hepatikus
Membentuk saluran empedu ke duodenum.
5. Duktus hepatikus Saluran yang keluar dari leher kandung empedu.
6. Duktus koledokus Saluran yang membawa empedu ke duodenum.
Tabel 2-2 Lapisan-lapisan Kandung Empedu
No. Lapisan kandung empedu Ciri-ciri1. Lapisan serosa peritoneal Lapisan luar dari kandung empedu2. Lapisan otot tak bergaris Lapisan tengah dari kandung empedu3. Lapisan dalam mukosa
(membran mukosa)Lapisan yang bersambung dengan lapisan saluran empedu yang memuat sel epitel silinder yang mengeluarkan secret masin cepat mengabsobsi air dan elektrolit. Tetapi tidak cepat mengabsobsi garam atau pigmen empedu,maka dari itu garam atau pigmen empedu menjadi pekat.
Vaskularisasi kandung empedu dari Arteri retroduodenalis yang merupakan
cabang dari arteri gastroduodenalis yang mendarahi duktus koledokus. Arteri sistikus
bercabang dua yaitu anterior dan posterior yang mendarahi kandung empedunya
sendiri. Sedangkan darah vena menuju ke vena porta. Aliran limfe dari hati dan
kandung empedu akan masuk ke dalam sisterna chili dan seterusnya akan masuk ke
duktus thoracicus.
8
Kandung empedu berfungsi untuk meyimpan, memekatkan, dan
mengeluarkan empedu ke dalam usus pada waktu yang tepat untuk membantu
pencernaan. Hubungan kandung empedu dengan hati, pancreas dan usus kecil oleh
serangkaian saluran empedu disebut sistem transportasi bilier. Di antara waktu makan
sfingter oddi akan menutup dan cairan empedu mengalir ke dalam kandung empedu.
Dan setelah makan sfingter oddi akan terbuka, dan mengalirkan cairan empedu ke
dalam usus kecil bersama dengan pankreas untuk metabolisme (mencerna) lemak.
Pelepasan cairan empedu dirangsang oleh hormon kolesistokinin (CCK).
Cairan (getah) empedu adalah cairan alkali yang disekresi oleh hati. Jumlah
yang dikeluarkan setiap hari oleh seseorang adalah 500-1000ml/hari. Sekresinya
berjalan terus-menerus, tetapi jumlah produksi dipercepat sewaktu pencernaan lemak.
80% dari garam empedu terdiri dari garam empedu, pigmen empedu, kolesterol,
musin dan lainnya. Fungsi kholeletik menambah sekresi empedu, dan fungsi
kholagogi menyebabkan kandung empedu mengosongkan diri. (2) Empedu merupakan
zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Cairan
empedu merupakan suatu media untuk menyekresi zat tertentu yang tidak dapat
disekresi oleh ginjal.
Lesitin dan kolesterol membentuk sebagian besar lipid empedu. Lesitin
merupakan fosfolipid yang sebagian besar tak larut dalam air. Kolesterol disintesis
oleh hati dan diabsrobsi oleh traktus gastrointestinal, dan digunakan sebagai lintasan
9
intrasel, diubah menjadi garam empedu atau diekskresi langsung ke dalam empedu.
Di dalam usus lesitin dihidrolisis menjadi kolin dan asam lemak. Kolesterol
direabsorbsi ke dalam siklus enterohepatika dan bertindak sebagai mekanisme umpan
balik dalam kendali sintesis kolesterol dalam hati. (4)
Garam empedu terbentuk dari asam empedu yang berikatan dengan kolesterol
dan asam amino. Setelah disekresi ke dalam usus, garam tersebut direabsrobsi dari
ileum bagian bawah dan kembali ke hati dan didaur ulang kembali. Peristiwa ini
dikenal sebagai siklus enterohepatika garam empedu. (3) Lima persen garam empedu
yang lolos di reabsorbsi di dalam ileum, diubah menjadi garam empedu sekunder
(deoksikolat dan litokolat) yang dibentuk di dalam kolon. Kumpulan garam empedu
total 2,5-5g bersirkulasi 6-8kali sehari. Sedangkan 10-20% kumpulan garam empedu
yang hilang bersama feses setiap hari digantikan oleh sintesis baru garam empedu .(4)
Garam empedu bersifat digestif dan memperlancar kerja enzim lipase dalam
memecah lemak. Garam empedu juga membantu mengabsorbsi lemak yang telah
dicernakan (glisin dan asam lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan
dan memperbesar daya tembus endothelium yang menutupi vili usus. (2) Garam
empedu berikatan dengan kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil
disebut micelle yang akan dibuang melalui feses.
Karena mempunyai daerah hidrofilik dan hidrofobik, maka garam empedu
bersifat sebagai deterjen. Inti hidrofobik dapat melarutkan lesitin yang sulit larut
10
dalam air, dengan sendirinya lebih memperkuat kelarutan kolesterol dengan
memperluas daerah hidrofobik micelle.(4) Garam empedu dipekatkan lebih lanjut di
dalam vesica biliaris sampai 200-300mol.
Hemoglobin terurai menjadi heme dan globin. Hem menjadi bilirubin,
yang diekskresikan melalui hati ke dalam empedu sebagai diglukoronida (bilirubin
terkonjugasi) dan diubah menjadi pigmen empedu oleh flora usus kemudian
dikeluarkan untuk pewarnaan feses,dan urine. Sedangkan globin direabsorbsi
kembali.(5)
11
Bagan 2-1 Pembentukan Bilirubin dan Biliverdin
Pigmen empedu dibentuk dalam sistem retikulo-endotelium (khususnya limpa
dan sumsum tulang) dari pecahan hemoglobin yang berasal dari sel darah merah yang
rusak, yang dialirkan ke hati kemudian diekskresikan ke dalam empedu. Pigmen
empedu ini dihantarkan ke usus halus, beberapa menjadi sterkobilin yang mewarnai
feses, beberapa menjadi urobilin yang mewarnai urine,dan sisanya diabsorbsi kembali
oleh aliran darah.(2)
Bagan 2-2 Pembentukan Urobilinogen
12
2.2 Penyakit Batu Empedu (Kolelitiasis)
Kolelitiasis atau yang sering disebut dengan batu empedu, adalah gabungan
dari beberapa unsur yang membentuk suatu material yang mirip seperti batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu atau di saluran empedu. Karena gangguan
metabolisme yang disebabkan perubahan susunan cairan empedu, stasis empedu, dan
infeksi kandung empedu. Ukuran batu empedu bisa bervariasi dari sekecil pasir
hingga sebesar bola golf. Jumlah yang terbentuk juga bervariasi dari satu hingga
beribu-ribu. Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenis kandungannya.
Kolelitiasis adala salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering
di jumpai di praktek klinik. Penelitian dengan menggunakan ultrasonografi
menunjukkan bahwa 60-80% pasien batu empedu adalah asimptomatik. Secara umum
pasien asimptomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala yang sama 1-2
kali per tahun. (6)
13
Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu yang mengharuskan
dilakukannya kolesistektomi. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan umur
dan jenis kelamin. Jumlah perbandingan wanita dengan pria adalah 4:1. Wanita yang
minum estrogen eksogen mempunyai peningkatan faktor resiko, yang melibatkan
perubahan dasar hormon. (4)
Faktor risiko kolelitiasis kebanyakan adalah wanita subur, gemuk, dan
berumur lebih dari 40 tahun. Biasanya disingkat dengan 4F, yaitu : female, fertile,
forty, and fat. Selain itu hiperlipidemia, pengosongan lambung yang memanjang,
nutrisi intravena jangka panjang, juga mempengaruhi pembentukan batu kandung
empedu. Penyakit batu empedu juga memperlihatkan faktor genetika dan lingkungan
juga. (4)
Ada 3 jenis batu empedu :
a. Batu kolesterol
Patogenesis dari batu kolesterol adalah multifaktoral. Kelarutan dari kolesterol
penting dalam pembentukan batu kolesterol.(7) Batu kolesterol murni terdapat dalam
10% dari semua jenis batu empedu. Sifat fisiokimia empedu bervariasi sesuai dengan
konsentrasi relatif garam empedu, lesitin, dan kolesterol.
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam 3 tahap : (1)
supersaturasi empedu dengan kolesterol; (2) kristalisasi atau presipitasi dan (3)
14
pertumbuhan batu oleh agregasi lamellar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu.(4) Ketidakseimbangan dalam empedu antara kolesterol,
garam empedu, dan fosfolipid, menghasilkan empedu litogenik. (8) Pasien dengan
penyakit batu empedu kolesterol, mempunyai empedu litogenik yang disupersaturasi
oleh kolesterol yang mengandung Kristal kolesterol.
Mekanisme lain yang diusulkan untuk pembentukan batu empedu, melibatkan
disfungsi vesika biliaris. Stasis akibat obstruksi mekanik atau fungsional, bisa
menyebabkan stagnasi empedu di dalam vesika biliaris, dengan reabsorbsi air yang
berlebihan dan merubah kelarutan unsur empedu. Penelitian memperlihatkan bahwa
peradangan dari dinding kandung empedu bisa menyebabkan reabsrobsi garam
empedu berlebihan. Perubahan unsur ini bisa merubah empedu normal menjadi
empedu litogenik.(4) Batu jenis ini bisa mencapai diameter 1,25cm sehingga cukup
besar untuk memblokir saluran empedu dan jumlahnya jarang lebih dari 2.
b. Batu pigmen
Ada dua bentuk batu pigmen, yaitu batu pigmen murni dan batu kalsium
bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2-5mm), multiple, sangat keras dan
warnanya hijau tua sampai ke hitam. Sedangkan batu kalsium bilirubinat, lebih rapuh,
warnanya kecoklatan, sering membentuk batu diluar vesika biliaris di dalam duktus
biliaris intrahepatik atau di duktus koledokus.
15
Patogenesis pembentukan batu pigmen, berbeda dengan pembentukan batu
kolesterol. Sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen
abnornmal yang mengendap di dalam kandung empedu. Di dunia timur, tingginya
faktor resiko batu kalsium bilirubinat berhubungan dengan invasi parasit ke dalam
vesika biliaris yaitu Ascaris lumbricoides. Sedangkan infeksi dari bakteri E.coli
membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendenkonjugasikan bilirubin di dalam
kandung empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tidak
dapat larut.
c. Batu campuran
Batu campuran antara 75% kolesterol, dan sisanya pigmen empedu,
fosfolipid, ion organik dan ion anorganik. Berhubungan dengan kelainan anatomi,
stasis, pembedahan sebelumnya, dan infeksi sebelumnya. (8)
Pembentukan alamiah batu belum sepenuhnya diketahui, penentuan umur
karbon telah memperlihatkan bahwa batu bisa memerlukan umur 8 tahun untuk
mencapai ukuran maksimum. Lebih lanjut, butuh waktu bertahun-tahun untuk
timbulnya gelaja setelah batu terbentuk. Cara terbaik memeriksa pasien dengan batu
empedu adalah membagi ke dalam 2 kategori, yaitu simptomatik dan asimptomatik.
2.2.1 Patogenesis kolelitiasis
16
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan
sebagian besar lainnya terbentuk di saluran empedu berasal dari kandung empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam kandung empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan
kandung empedu.
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa menyebabkan infeksi hebat
(kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis), atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di
dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah, dan menyebabkan infeksi
pada bagian tubuh lainnya.
Batu empedu yang menetap dalam jangka waktu lama tidak menimbulkan
gejala sehebat batu empedu yang jalan ke saluran empedu dan masuk ke dalam usus
halus atau usus besar yang menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu).
2.2.2 Gambaran Klinis kolelitiasis
Sebagian besar batu empedu bersifat asimptomatik, namun bisa menyebabkan
kolik biliaris, kolesistitis akut, kolesistitis kronis, dan ikterus obstruktif. Terkadang
pasien juga menderita trias Charcot, yaitu demam, ikterus, dan nyeri perut kanan
bagian atas. (9)
17
. Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka
penderita akan mengeluh nyeri hebat. Nyeri yang dirasakan hilang-timbul, bersifat
tajam, dan biasanya disebut dengan nyeri kolik. Timbul secara bertahap dan mencapai
puncaknya kemudian berkurang secara bertahap. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling
banyak dirasakan di perut kanan atas, dan menjalar hingga ke bahu dan punggung
kanan. Penderita sering merasa mual dan muntah. Jika ada infeksi bersamaan dengan
penyumbatan saluran empedu, maka akan timbul demam, menggigil, dan jaundice
(sakit kuning).
Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi
oleh makanan berlemak terjadi 30-60 menit setelah makan berakhir setelah beberapa
jam dan kemudian pulih kembali. Kolik terjadi bersamaan dengan adanya rasa mual
dan muntah. (7) Nyeri biasanya menghebat selama 2-3 jam sebelum mereda. Nyeri
yang lebih dari 6 jam menyokong pada komplikasi yaitu kolesistitis. (10) Perasaan
nyeri akibat penyumbatan duktus koledokus sering intermiten, karena batu yang
menyumbat dapat menyebabkan aksi bola katup dengan tanda dan gejala yang
berfluktuasi sesuai dengan tempat dimana batu menyumbat saluran empedu, atau
terletak bebas dalam lumen. (11)
Ikterus dapat menyertai penyumbatan seperti ini jika penutupan berlangsung
lebih dari beberapa jam. Pengaruh hepatik sekunder akibat penyumbatan duktus
koledokus, biasanya timbul lambat dan secara klinik ditandai oleh pembesaran hati
18
yang terjadi perlahan-lahan, pruritus, ikterus, peningkatan enzim transminase, dan
peningkatan kadar alkaline fosfatase serum. (11)
2.2.3 Pemeriksaan kolelitiasis
Kolesistitis bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit saja. Biasanya pasien
mengeluhkan nyeri perut hebat bagian kuadran kanan atas, intoleransi makanan
berlemak, demam, kedinginan, ikterus, feses berwarna lebih terang, dan urin bewarna
lebih gelap.
Disamping itu, pada pemeriksaan fisik terlihat adanya nyeri tekan dan
pembesaran pada abdomen kuadran kanan atas, tetapi gambaran tersebut tidak
patognomonik bagi penyakit batu empedu dan kadang bisa timbul sekunder akibat
penyakit organ lain. Diagnosis pasti pada penyakit kelainan saluran empedu,
memerlukan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi, sonografi, atau
radio-nuklida. (4)
19
Gambar 2-3 Pembagian Kuadran Abdomen
20
Tabel 2-3 Nilai normal pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan jumlah leukosit normal atau
leukositosis sedang dengan jumlah12.000-15.000/mm dan adanya peningkatan sedang
dari bilirubin serum < 4mg/ml seiring dengan peningkatan fosfatase alkali,
transaminase dan amilase.
Pemeriksaan radiologi dengan zat warna radioopaque yang sesuai dan
sonografi abdomen menjadi indikasi bagi setiap penderita yang dicurigai mengidap
kolelitiasis. (11)
21
Pemeriksaan ultrasonografi adalah suatu pemeriksaan non-invasif. Pada
pemeriksaan USG, gelombang suara disalurkan ke alat-alat dalam tubuh kemudian
dipantulkan dan dapat dilihat pada oskiloskop. USG dapat digunakan pasien dengan
ikterus. Kriteria diagonis mencakup cacat intralumen yang berubah dengan perubahan
posisi pasien yang menimbulkan bayangan akustik. Pada beberapa tahun belakangan
ini, USG sebagai tes awal untuk memulai evaluasi diagnostik pasien ikterus. (4)
Pemeriksaan kolesistografi oral dikembangkan Graham dan Cole pada
tahun 1942, merupakan gold standard bagi diagnosis penyakit vesika biliaris. Zat
organik diyodinasi biasanya 6 tablet asam yopanoat diberikan peroral malam sebelum
pemeriksaan dan pasien dipuasakan. Obat ini diabsorbsi dan diikat ke albumin,
diekstraksi oleh hepatosit, disekresi ke dalam empedu, dan dipekatkan dalam vesika
biliaris. Opasifikasi memerlukan duktus sistikus yang paten, vesika biliaris yang
berfungsi, dan terjadi dalam 8-12 jam. Kolesistogram oral sangat sensitif dan spesifik
serta hasilnya mendekati 98% bila digunakan secara tepat. Tes ini tidak dapat
digunakan bila pasien muntah, diare, malabsorbsi, dan hasil pemeriksaan
laboratorium diketahui bahwa bilirubin serum meningkat. (4)
22
2.3 Genetika Manusia
Genetika adalah cabang ilmu biologi yang berurusan dengan herditas dan
variasi. (13). Unit herediter yang ditransmisi dari satu generasi ke generasi berikutnya
adalah gen. Gen terletak dalam molekul-molekul panjang asam deoksiribonukleat
(DNA) yang ada pada semua sel. DNA adalah molekul yang stabil dengan kapasitas
untuk bereplikasi sendiri. Terkadang bisa terjadi perubahan spontan pada suatu
bagian DNA. Perubahan itu disebut mutasi, dapat menyebabkan perubahan kode
DNA yang mengakibatkan produksi protein yang salah atau tidak lengkap. Hasil
sebuah mutasi seringkali terlihat sebagai perubahan pada tampilan fisik suatu
individu ataupun perubahan pada hal-hal lain yang dapat terukur pada organisme itu,
yang disebut karakter atau sifat.
Manusia memiliki sel-sel dengan 46 kromosom, 2 kromosom seks, dan 44
kromosom non seks (autosom). Pada pria 46 XY, dan wanita 46 XX. Kromosom
terdiri atas kombinasi protein dan molekul DNA yang sangat panjang.
Perkembangan teknologi informasi telah merambah kebidang biologi
kedokteran. Dalam dunia biologi kedokteran teknologi informasi digunakan para
ilmuan untuk mempermudah proses penelitian. Seperti halnya penelitian genetika
manusia. Secara biologis, seorang anak selalu mewarisi gen dari ayahnya. Gen
tersebutlah yang membawa sifat-sifat tertentu, baik yang tampak secara fisik, maupun
23
yang tidak tampak secara fisik. Prinsip tentang gen dan pewarisan gen pertama kali
dikemukakan oleh Gregor Mendel. (12)
2.3.1 Pembelahan dan reproduksi sel
Seluruh sel somatik pada organisme multiselular adah keturunan dari sel awal,
yakni telur yang terfertilisasi atau zigot melalui proses pembelahan yang disebut
mitosis. Fungsi mitosis yang pertama adalah membuat salinan yang persis sama dari
setiap kromosom, lalu membangkitkan set identik kromosom kepada masing-masing
dari kedua sel keturunan, atau sel anakan melalui pembelahan sel awal. Interfase
adalah periode diantara 2 mitosis yang berurutan, dan terdiri dari 3fase : G1, S, dan
G2. Fase G1 adalah persiapan sinstesis DNA. Selama fase S yaitu sintesis, molekul
DNA yang setiap kromosom bereplikasi menjadi sepasang DNA yang identik disebut
kromatid. Fase G2 terjadi pertumbuhan dan pembesaran sel. Sel dapat memasuki
kembali fase G1 dengan menyelesaikan fase M (mitosis). Fase M terdiri dari 4 fase,
yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase.
Reproduksi gamet melibatkan pembentukan gamet, penyatuan gamet jantan
dan betina untuk menghasilkan zigot. Pada manusia gamet jantan ada di dalam
sperma, dan gamet betina ada di dalam sel telur atau ovum. Sel gamet dihasilkan
dengan cara meiosis. Meiosis terdiri dari dua pembelahan sel.
24
2.3.2 Pola pewarisan
Fenotipe adalah karakteristik terukur atau sifat berbeda apapun yang dimiliki
oleh suatu organisme. Sifat itu bisa dilihat oleh mata, atau mungkin dengan uji
khusus agar bisa diidentifikasi.
Persatuan gamet yang membawa alel-alel identik menghasilkan sebuah
genotipe homozigot. Suatu homozigot mengandung alel yang sama pada suatu lokus
tunggal dan hanya menghasilkan satu jenis gamet. Persatuan gamet yang membawa
alel berbeda menghasilkan genotipe heterozigot yang mengandung dua alel berbeda
pada satu lokus.
Gambar 2-4 Tahap Pembelahan Mitosis dan Meiosis
25
2.4 Metabolisme Lemak
Sebagian besar lemak yang terdapat di dalam tubuh akan masuk ke dalam
kategori asam lemak dan triasilgliserol; gliserofosfolipid dan sfingolipid; eikosanoid;
kolesterol, garam empedu, dan hormon steroid; serta vitamin larut lemak. Mereka
memeiliki satu sifat yang sama : relatif tidak larut dalam air. (14)
Asam lemak yang disimpan sebagai triasilgliserol berfungsi sebagai bahan
bakar dan merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Triasilgliserol, lemak utama
dalam makanan, terutama dicerna di dalam lumen usus. Produk pencernaan tersebut
diubah kembali menjadi triasilgliserol di dalam sel epitel usus, yang lalu dikemas
dalam lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron, dan disekresi ke dalam limfe.
Akhirnya kilomikron masuk ke dalam darah dan berfungsi sebagai salah satu
lipoprotein utama darah.
Lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL) dibentuk dihati, terutama dari
karbohidrat makanan. Lipogenenesis merupakan proses perubahan glukosa menjadi
asam lemak, yang kemudian mengalami esterifikasi ke gliserol untuk membentuk
triasilgliserol yang terkemas dalam VLDL dan disekresikan ke luar hati.
Triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL dicerna oleh lipoprotein lipase (LPL),
suatu enzim yang melekat pada sel endotel kapiler. Melalui pencernaan triasilgliserol
lebih lanjut VLDL diubah menjadi lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dan terjadi
endositosis di jaringan perifer dan hati. Sedangkan lipoprotein berdensitas tinggi
26
(HDL) dihasilkan di hati dan usus, yang berfungsi mengangkut kolesterol yang
diperoleh dari jaringan perifer ke hati dan mempertukarkan protein dan lemak dengan
kilomikron dan VLDL.
Melalui proses eksositosis, kilomikron dieskresikan oleh sel epitel usus ke
dalam sistem limfatik dam masuk ke dalam darah melalui duktus torasikus.
Kilomikron mulai masuk ke dalam darah 1-2 jam setelah mulai makan. Seiring
dengan penceranaan dan penyerapan makanan, kilomikron terus masuk ke dalam
darah selama beberapa jam. Awalnya, partikel diberi nama kilomikron nasens
(imatur), setelah menerima protein dari HDL dalam limfe dan darah, kilomikron
tersebut menjadi matang. HDL memindahkan protein ke kilomikron nasens, terutama
apoprotein E (apoE) dan apoprotein C. ApoE dikenal oleh reseptor membran yang
terletak dipermukaan sel hati, sehingga lipoprotein yang mengandung apoE dapat
masuk ke dalam sel ini melalui proses endositosis untuk selanjutnya dicerna oleh
lisosom. ApoC berfungsi sebagai activator LPL, enzim pada sel endotel kapoler yang
mencerna triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL dalam darah. (14)
27
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor yang menyebabkan kolelitiasis
Para peneliti percaya bahwa batu empedu yang disebabkan oleh kolesterol
dikarenakan kandung empedu yang terisi banyak kolesterol, bilirubin, atau kurangnya
garam empedu. Batu empedu juga menyerang pasien pengidap sirosis hepatis, infeksi
saluran empedu, atau penyakit darah keturunan seperti anemia bulan sabit yang
membuat hati memproduksi banyak bilirubin. Selain itu, ada juga yang
mempengaruhi terbentuknya batu empedu, yaitu :
a. Jenis kelamin. Wanita dua kali lebih berisiko daripada pria, hal ini dikarenakan
kadar hormon estrogen wanita yang jauh lebih tinggi dibandingkan pria. Estrogen
meningkatkan konsterasi kolesterol di dalam kandung empedu. Biasanya faktor
resiko kolelitiasis disingkat 4F, yaitu : female, fatty, fourty, dan fertile.
b. Berat badan. Menurut penelitian individu dengan berat badan berlebih (obesitas)
memperbesar faktor resiko kolelitiasis. Obesitas menurunkan produksi garam
empedu, dan menyebabkan kolesterol tertimbun di dalam kandung empedu.
28
c. Makanan. Makanan yang banyak mengadung lemak, kolesterol, dan rendah serat,
menghambat pengosongan kandung empedu.
d. Penurunan berat badan yang berlebih. Metabolisme yang cepat mempengaruhi hati
untuk menyekresi garam empedu yang berlebihan sehingga pengosongan kandung
empedu pun lama.
e. Umur. Orang yang berusia lebih dari 60 tahun, lebih berisko mengidap kolelitiasis
daripada usia kurang dari 60 tahun.
f. Ras. Ras American Indian berhubungan dengan genetik yang lebih cepat
mengeluarkan kolesterol yang tinggi ke dalam kandung empedu.
g. Obat penurun kolesterol. Obat yang menurunkan kolesterol di dalam darah,
sebenarnya membuat hati mengeluarkan banyak kolesterol ke dalam kandung
empedu.
h. Diabetes. Orang yang mengidap diabetes mellitus, memiliki tingginya kadar asam
lemak yaitu trigliserida. Dan trigliserida yang tinggi sebagai salah satu faktor
terbentuknya batu empedu.
i. Genetik.
29
3.2 Hubungan Genetik dengan Kolelitiasis
Garam empedu yang tetap berada di dalam usus, mengalami penyerapan
ekstensif saat mencapai ileum. Lebih dari 95% garam empedu mengalami resirkulasi,
yakni beredar melalui sirkulasi enterohepatik ke hati. Hati mensekresikan garam
tersebut ke dalam empedu untuk disimpan dalam kandung empedu dan disemprotkan
ke dalam lumen usus pada daur pencernaan berikutnya. Agar dapat membentuk misel,
yaitu kolesterol dan vitamin yang larut lemak, konsentrasi garam empedu di dalam isi
lumen usus harus mencapai 5-15 μmol/L. dengan demikian, konsentrasi kritis garam
empedu ini diperkirakan agar penyerapan lemak makanan menjadi optimal.
Triasilgliserol diangkut dalam bentuk partikel lipoprotein karena tidak larut
dalam air. Apabila masuk ke dalam darah, triasil gliserol akan menggumpal dan
mengganggu aliran darah. Sel usus mengemas triasilgliserol dengan protein dan
fosfolipid dalam bentuk kilomikron, yaitu partikel lipoprotein yang tidak mudah
menggumpal dalam lingkungan air. Kilomikron juga mengadung kolesterol dan
vitamin larut lemak. Konsistuen protein pada lipoprotein dikenal sebagai apoprotein.
Apoprotein utama yang berkaitan dengan kilomikron sewaktu meninggalkan
sel usus adalah B-48. Apoe B-48 secara struktual dan genetik berkaitan dengan
apoprotein B-100 yang disintesis oleh hati dan berfungsi sebagai protein utama pada
VLDL. Kedua Apoprotein ini dikode oleh gen yang sama. Dalam usus, transkrip
primer gen ini mengalami penyuntingan RNA. Terbentuk suatu kodon stop sehingga
30
menyebabkan protein yang terbentuk di usus hanya berukuran 48% dari protein yang
dihasilkan dihati.
Seiring dengan pencernaan dan penyerapan makanan, kilomikron terus masuk
ke dalam darah selama berjam-jam. Awalnya partikel diberi nama nasens (imatur)
dan HDL memindahkan protein ke kilomikron nasens, terutama apoprotein E (apoE)
dan apoprotein C (apoC). ApoE dikenal oleh reseptor membrane terutama yang
terletak di permukaan sel hati, sehingga lipoprotein yang mengandung apoE dapat
masuk ke dalam sel ini melalui proses endositosis untuk selanjutnya dicerna oleh
lisosom.
Dari salah satu jurnal tentang kolelitiasis mengatakan bahwa beberapa faktor
yang menyebabkan penyakit tersebut adalah faktor genetik yang terkait pada
apolipoprotein E (apoE) yang berlokasi di exon 4 dan cholesteryl ester transfer
protein (CETP) gene.
CETP adalah gene polimorfik yang mempengaruhi kadar High density
lipoprotein (HDL), dan TaqIB yang mempunyai dua allel yaitu B1 dan B2.
Penurunan HDL mempengaruhi peningkatakan kadar lipoprotein dan menyebabkan
aliran kolesterol ke kandung empedu semakin meningkat. CETP juga mempengaruhi
homeostatis dari koleterol dan apoE, dimana dapat menaikkan ikatan trigliserida yang
kaya akan lipoprotein. Perbedaan genetik dari apoE secara langsung efektif dan dapat
31
menarik sel hepatosit untuk mengatur aliran kolesterol yang masuk ke dalam sel
hepatosit, sintesis hati, dan kolesterol empedu.
Dari hasil penelitian yang dibuat oleh Marcela A.S Pinhel,dkk. Effect of
Genetic Variants Related to Lipid Metabolism as Risk Factors for Cholelithiasis After
Bariatric Surgery in Brazilian Population yang diterbitkan Pubmed pada Januari
2012, bahwa ada hubungannya antara faktor genetik dengan kolelitiasis pada
masyarakat Brazilia. Beberapa faktor resiko yang juga mempengaruhi kolelitiasis
selain genetik adalah perubahan anatomi kandung empedu, perubahan metabolisme
lipid, dan perubahan lingkungan.
Pada jurnal yang ditulis oleh Serge Erlinger Low Phospholipid-associated
Cholestatis and Cholelithiasis yang diterbitkan Pubmed pada September 2012,
menuliskan penurunan fosfolipid yang berhubungan dengan kolelitiasis dikarenakan
adanya mutasi gen ABCB4. Mutasi gen, menyebabkan seluruh atau sebagian protein
yang rusak tidak dapat mengangkut fosfolipid utama ke dalam kandung empedu.
Mutasi gen ABCB4 menyebabkan penurunan protein MDR3 yang ditandai dengan
penurunan konsentrasi fosfolipid dalam kandung empedu.
32
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan dapat disimpulkan, ada hubungan antara
genetik dengan kolelitiasis terpaut dalam salah satu protein yaitu apoprotein utama
yang dikenal dengan apoprotein E (apoE) dan mutasi pada gen ABCB4 yang
menyebabkan perubahan protein MDR3 membuat penurunan konsentrasi fosfolipid
di dalam kandung empedu.
33
4.2 Saran
Untuk penulisan lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan
genetik dengan kolelitiasis dan pencatatan pasien pengidap kolelitiasis. Dan untuk
mengetahui data epidemiologi penderita kolelitiasis di Indonesia, dan mencegah
kolelitiasis pada keluarga penderita agar dapat melakukan skrinning lebih awal.
34