11. lengkap bab i-iv print

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Penyakit batu empedu (kolelitiasis) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Angka prevalensi kolelitiasis bervariasi di dunia tergantung pada lokasi geografis yang spesifik dan faktor etnis. Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku Pimas Amerika Utara memiliki kemungkinan resiko tinggi terhadap penyakit pembentukan batu empedu ini, s edangkan di Indonesia sendiri prevalensi kolelitiasis belum diketahui secara pasti, karena belum ada nya penelitian tentang penyakit kolelitiasis tersebut. 1

Upload: monicagabemarinasitanggang

Post on 27-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 11. Lengkap Bab I-IV Print

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada

abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Penyakit batu

empedu (kolelitiasis) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

Angka prevalensi kolelitiasis bervariasi di dunia tergantung pada lokasi geografis

yang spesifik dan faktor etnis. Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku

Pimas Amerika Utara memiliki kemungkinan resiko tinggi terhadap penyakit

pembentukan batu empedu ini, sedangkan di Indonesia sendiri prevalensi kolelitiasis

belum diketahui secara pasti, karena belum adanya penelitian tentang penyakit

kolelitiasis tersebut.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung

empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang

membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. 

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu

tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi

batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Risiko

penyandang batu empedu untuk merasakan gejala dan komplikasi relatif kecil.

1

Page 2: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik

yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus

meningkat.

Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain perubahan

komposisi empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan gangguan fungsi kandung

empedu. Lebih dari 90% batu empedu adalah batu kolesterol (komposisi kolesterol

>50 %) atau bentuk campuran (20-50 % unsur kolesterol) dan sisanya 10 % adalah

batu pigmen (unsur kalsium dominan dan kolesterol< 20%). Batu empedu adalah

timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu.

Patogenesis fenomena ini masih belum jelas. Dari hasil penelitian Naheed T et al

didapatkan prevalensi kolelitiasis paling banyak ditemukan pada penderita sirosis

hepatis (31%) dimana lebih banyak ditemukan pada perempuan.

Adanya hubungan kolelitiasis dengan umur adalah peningkatan prevalensi

kolelitiasis secara bermakna setiap tahunnya, kemungkinan adanya peningkatan

kolesterol dalam empedu. Pada umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35% wanita

memiliki kolelitiasis.

Adanya faktor genetik pada pasien pengidap kolelitiasis dengan frekuensi

batu meningkat dua sampai empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan

diet mereka. Alel apoE4 lipoprotein E memiliki predisposisi pembentukan batu

kolesterol. Frekuensi apoE4 lebih tinggi pada pasien dengan riwayat kolesistektomi

2

Page 3: 11. Lengkap Bab I-IV Print

dibandingkan penderita tanpa batu empedu. Adanya apoE4 memiliki prediksi

kekambuhan batu secara cepat setelah litotripsi. Mekanisme ini masih belum jelas

walaupun apolipoprotein E mungkin memainkan peranan absorpsi lipid diet, transport

dan distribusi ke jaringan.

Dalam penelitian genetik terbesar mengenai kolesterol, para peneliti

menemukan variasi gen yang berkaitan dengan perubahan kolesterol baik (HDL) dan

kolesterol jahat (LDL). Variasi gen tersebut lebih sering ditemukan pada pria

dibandingkan pada wanita.

Penulis akan membahas hubungan antara penyakit batu empedu yang

diakibatkan oleh kolesterol dengan faktor genetik., karena tingginya kadar kolesterol

erat hubungannya dengan faktor genetik. Gen adalah "substansi hereditas" yang

terletak di dalam kromosom. Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang

bertanggung jawab dalam hal sifat keturunan (hereditas). Kromosom adalah khas bagi

makhluk hidup.

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru diantaranya adalah

USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga

dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan

semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan

moralitas.

3

Page 4: 11. Lengkap Bab I-IV Print

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah ada hubungannya antara Kolelitiasis dengan genetik?

2. Bagaimana hubungannya kolelitiasis dengan genetik?

1.3Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum Penulisan

Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

Kolelitiasis dengan genetik.

1.3.2 Tujuan Khusus Penulisan

1) Mengetahui faktor-faktor penyebab kolelitiasis.

2) Mengetahui hubungan penyakit kolesterol dengan genetik.

3) Masyarakat dapat mengurangi faktor resiko kolelitiasis, terutama yang

mempunyai keturunan penyakit kolesterol tinggi atau anggota keluarga yang

mengidap sakit batu empedu.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulis mengharapkan penulisan ini dapat bermanfaat pada :

1.4.1 Ilmu pengetahuan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan

ilmu khususnya mengenai hubungan antara kolelitiasis dengan genetik berdasarkan

faktor-faktor penyebab pada pasien kolelitiasis. Dan untuk teknologi dapat

4

Page 5: 11. Lengkap Bab I-IV Print

memberikan informasi bagi pengembangan alat-alat kedokteran pada skrinning awal

kolelitiasis sebelum timbul gejala klinis, agar dapat sesegera mungkin ditangani oleh

pelayan kesehatan,yang dalam hal ini adalah dokter.

1.4.2 Pelayanan Kesehatan

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan terutama

adanya informasi tentang hubungan kolelitiasis dengan genetik, berdasarkan faktor-

faktor penyebabnya. Dan dapat menjadi sumber edukasi bagi pasien kolelitiasis.

1.4.3 Masyarakat

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, supaya

masyarakat mengetahui adanya hubungan kolelitiasis dengan faktor genetik

(hubungan batu empedu dengan keturunan). Tujuannya agar masyarakat lebih

berhati-hati dalam pengaturan pola makan, aktivitas, dan bisa melakukan skrinning

awal apabila diketahui ada salah satu anggota keluarga yang sakit kolelitiasis atau

memiliki keturunan kolestrol tinggi.

1.4.4 Penelitian

Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan informasi

untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II

5

Page 6: 11. Lengkap Bab I-IV Print

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Empedu

Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk buah pir terletak

tepat di bawah lobus kanan hati (lihat Gbr. 2-1). Empedu yang disekresi terus

menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu

yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan

bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang bersatu membentuk duktus

hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus

membentuk duktus koledokus. Duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

membentuk ampula vateri (bagian duktus yang melebar). Bagian terminal dari kedua

saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi

(lihat Gbr.2-2). (1)

6

Page 7: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Gambar 2.1 Anatomi hati dan kandung empedu.

Gambar 2-2 Anatomi sfingter Oddi.

Tabel 2-1 Bagian-bagian Kandung Empedu

No. BAGIAN KANDUNG EMPEDU

CIRI - CIRI FUNGSI

1. Fundus Vesikafelea

Bulat,ujungnya buntu sedikit memanjang di atas tepi hati dan tersusun atas otot polos dan jaringan elastic.

Penampung garam empedu.

2. Korpus vesikafelea

Bentuknya terbesar dan ujungnya membentuk leher dari kandung empedu.

3. Leher kandung empedu

Saluran yang pertama masuknya garam empedu ke

Tempat berkumpulnya garam empedu dan

7

Page 8: 11. Lengkap Bab I-IV Print

badan kandung empedu. tempat pemekatan.4. Duktus sistikus Panjangnya 3 ¾ cm berjalan

dari leher kandung empedu dan bersambungan dengan duktus hepatikus

Membentuk saluran empedu ke duodenum.

5. Duktus hepatikus Saluran yang keluar dari leher kandung empedu.

6. Duktus koledokus Saluran yang membawa empedu ke duodenum.

Tabel 2-2 Lapisan-lapisan Kandung Empedu

No. Lapisan kandung empedu Ciri-ciri1. Lapisan serosa peritoneal Lapisan luar dari kandung empedu2. Lapisan otot tak bergaris Lapisan tengah dari kandung empedu3. Lapisan dalam mukosa

(membran mukosa)Lapisan yang bersambung dengan lapisan saluran empedu yang memuat sel epitel silinder yang mengeluarkan secret masin cepat mengabsobsi air dan elektrolit. Tetapi tidak cepat mengabsobsi garam atau pigmen empedu,maka dari itu garam atau pigmen empedu menjadi pekat.

Vaskularisasi kandung empedu dari Arteri retroduodenalis yang merupakan

cabang dari arteri gastroduodenalis yang mendarahi duktus koledokus. Arteri sistikus

bercabang dua yaitu anterior dan posterior yang mendarahi kandung empedunya

sendiri. Sedangkan darah vena menuju ke vena porta. Aliran limfe dari hati dan

kandung empedu akan masuk ke dalam sisterna chili dan seterusnya akan masuk ke

duktus thoracicus.

8

Page 9: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Kandung empedu berfungsi untuk meyimpan, memekatkan, dan

mengeluarkan empedu ke dalam usus pada waktu yang tepat untuk membantu

pencernaan. Hubungan kandung empedu dengan hati, pancreas dan usus kecil oleh

serangkaian saluran empedu disebut sistem transportasi bilier. Di antara waktu makan

sfingter oddi akan menutup dan cairan empedu mengalir ke dalam kandung empedu.

Dan setelah makan sfingter oddi akan terbuka, dan mengalirkan cairan empedu ke

dalam usus kecil bersama dengan pankreas untuk metabolisme (mencerna) lemak.

Pelepasan cairan empedu dirangsang oleh hormon kolesistokinin (CCK).

Cairan (getah) empedu adalah cairan alkali yang disekresi oleh hati. Jumlah

yang dikeluarkan setiap hari oleh seseorang adalah 500-1000ml/hari. Sekresinya

berjalan terus-menerus, tetapi jumlah produksi dipercepat sewaktu pencernaan lemak.

80% dari garam empedu terdiri dari garam empedu, pigmen empedu, kolesterol,

musin dan lainnya. Fungsi kholeletik menambah sekresi empedu, dan fungsi

kholagogi menyebabkan kandung empedu mengosongkan diri. (2) Empedu merupakan

zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Cairan

empedu merupakan suatu media untuk menyekresi zat tertentu yang tidak dapat

disekresi oleh ginjal.

Lesitin dan kolesterol membentuk sebagian besar lipid empedu. Lesitin

merupakan fosfolipid yang sebagian besar tak larut dalam air. Kolesterol disintesis

oleh hati dan diabsrobsi oleh traktus gastrointestinal, dan digunakan sebagai lintasan

9

Page 10: 11. Lengkap Bab I-IV Print

intrasel, diubah menjadi garam empedu atau diekskresi langsung ke dalam empedu.

Di dalam usus lesitin dihidrolisis menjadi kolin dan asam lemak. Kolesterol

direabsorbsi ke dalam siklus enterohepatika dan bertindak sebagai mekanisme umpan

balik dalam kendali sintesis kolesterol dalam hati. (4)

Garam empedu terbentuk dari asam empedu yang berikatan dengan kolesterol

dan asam amino. Setelah disekresi ke dalam usus, garam tersebut direabsrobsi dari

ileum bagian bawah dan kembali ke hati dan didaur ulang kembali. Peristiwa ini

dikenal sebagai siklus enterohepatika garam empedu. (3) Lima persen garam empedu

yang lolos di reabsorbsi di dalam ileum, diubah menjadi garam empedu sekunder

(deoksikolat dan litokolat) yang dibentuk di dalam kolon. Kumpulan garam empedu

total 2,5-5g bersirkulasi 6-8kali sehari. Sedangkan 10-20% kumpulan garam empedu

yang hilang bersama feses setiap hari digantikan oleh sintesis baru garam empedu .(4)

Garam empedu bersifat digestif dan memperlancar kerja enzim lipase dalam

memecah lemak. Garam empedu juga membantu mengabsorbsi lemak yang telah

dicernakan (glisin dan asam lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan

dan memperbesar daya tembus endothelium yang menutupi vili usus. (2) Garam

empedu berikatan dengan kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil

disebut micelle yang akan dibuang melalui feses.

Karena mempunyai daerah hidrofilik dan hidrofobik, maka garam empedu

bersifat sebagai deterjen. Inti hidrofobik dapat melarutkan lesitin yang sulit larut

10

Page 11: 11. Lengkap Bab I-IV Print

dalam air, dengan sendirinya lebih memperkuat kelarutan kolesterol dengan

memperluas daerah hidrofobik micelle.(4) Garam empedu dipekatkan lebih lanjut di

dalam vesica biliaris sampai 200-300mol.

Hemoglobin terurai menjadi heme dan globin. Hem menjadi bilirubin,

yang diekskresikan melalui hati ke dalam empedu sebagai diglukoronida (bilirubin

terkonjugasi) dan diubah menjadi pigmen empedu oleh flora usus kemudian

dikeluarkan untuk pewarnaan feses,dan urine. Sedangkan globin direabsorbsi

kembali.(5)

11

Page 12: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Bagan 2-1 Pembentukan Bilirubin dan Biliverdin

Pigmen empedu dibentuk dalam sistem retikulo-endotelium (khususnya limpa

dan sumsum tulang) dari pecahan hemoglobin yang berasal dari sel darah merah yang

rusak, yang dialirkan ke hati kemudian diekskresikan ke dalam empedu. Pigmen

empedu ini dihantarkan ke usus halus, beberapa menjadi sterkobilin yang mewarnai

feses, beberapa menjadi urobilin yang mewarnai urine,dan sisanya diabsorbsi kembali

oleh aliran darah.(2)

Bagan 2-2 Pembentukan Urobilinogen

12

Page 13: 11. Lengkap Bab I-IV Print

2.2 Penyakit Batu Empedu (Kolelitiasis)

Kolelitiasis atau yang sering disebut dengan batu empedu, adalah gabungan

dari beberapa unsur yang membentuk suatu material yang mirip seperti batu yang

terbentuk di dalam kandung empedu atau di saluran empedu. Karena gangguan

metabolisme yang disebabkan perubahan susunan cairan empedu, stasis empedu, dan

infeksi kandung empedu. Ukuran batu empedu bisa bervariasi dari sekecil pasir

hingga sebesar bola golf. Jumlah yang terbentuk juga bervariasi dari satu hingga

beribu-ribu. Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenis kandungannya.

Kolelitiasis adala salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering

di jumpai di praktek klinik. Penelitian dengan menggunakan ultrasonografi

menunjukkan bahwa 60-80% pasien batu empedu adalah asimptomatik. Secara umum

pasien asimptomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala yang sama 1-2

kali per tahun. (6)

13

Page 14: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu yang mengharuskan

dilakukannya kolesistektomi. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan umur

dan jenis kelamin. Jumlah perbandingan wanita dengan pria adalah 4:1. Wanita yang

minum estrogen eksogen mempunyai peningkatan faktor resiko, yang melibatkan

perubahan dasar hormon. (4)

Faktor risiko kolelitiasis kebanyakan adalah wanita subur, gemuk, dan

berumur lebih dari 40 tahun. Biasanya disingkat dengan 4F, yaitu : female, fertile,

forty, and fat. Selain itu hiperlipidemia, pengosongan lambung yang memanjang,

nutrisi intravena jangka panjang, juga mempengaruhi pembentukan batu kandung

empedu. Penyakit batu empedu juga memperlihatkan faktor genetika dan lingkungan

juga. (4)

Ada 3 jenis batu empedu :

a. Batu kolesterol

Patogenesis dari batu kolesterol adalah multifaktoral. Kelarutan dari kolesterol

penting dalam pembentukan batu kolesterol.(7) Batu kolesterol murni terdapat dalam

10% dari semua jenis batu empedu. Sifat fisiokimia empedu bervariasi sesuai dengan

konsentrasi relatif garam empedu, lesitin, dan kolesterol.

Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam 3 tahap : (1)

supersaturasi empedu dengan kolesterol; (2) kristalisasi atau presipitasi dan (3)

14

Page 15: 11. Lengkap Bab I-IV Print

pertumbuhan batu oleh agregasi lamellar kolesterol dan senyawa lain yang

membentuk matriks batu.(4) Ketidakseimbangan dalam empedu antara kolesterol,

garam empedu, dan fosfolipid, menghasilkan empedu litogenik. (8) Pasien dengan

penyakit batu empedu kolesterol, mempunyai empedu litogenik yang disupersaturasi

oleh kolesterol yang mengandung Kristal kolesterol.

Mekanisme lain yang diusulkan untuk pembentukan batu empedu, melibatkan

disfungsi vesika biliaris. Stasis akibat obstruksi mekanik atau fungsional, bisa

menyebabkan stagnasi empedu di dalam vesika biliaris, dengan reabsorbsi air yang

berlebihan dan merubah kelarutan unsur empedu. Penelitian memperlihatkan bahwa

peradangan dari dinding kandung empedu bisa menyebabkan reabsrobsi garam

empedu berlebihan. Perubahan unsur ini bisa merubah empedu normal menjadi

empedu litogenik.(4) Batu jenis ini bisa mencapai diameter 1,25cm sehingga cukup

besar untuk memblokir saluran empedu dan jumlahnya jarang lebih dari 2.

b. Batu pigmen

Ada dua bentuk batu pigmen, yaitu batu pigmen murni dan batu kalsium

bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2-5mm), multiple, sangat keras dan

warnanya hijau tua sampai ke hitam. Sedangkan batu kalsium bilirubinat, lebih rapuh,

warnanya kecoklatan, sering membentuk batu diluar vesika biliaris di dalam duktus

biliaris intrahepatik atau di duktus koledokus.

15

Page 16: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Patogenesis pembentukan batu pigmen, berbeda dengan pembentukan batu

kolesterol. Sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen

abnornmal yang mengendap di dalam kandung empedu. Di dunia timur, tingginya

faktor resiko batu kalsium bilirubinat berhubungan dengan invasi parasit ke dalam

vesika biliaris yaitu Ascaris lumbricoides. Sedangkan infeksi dari bakteri E.coli

membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendenkonjugasikan bilirubin di dalam

kandung empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tidak

dapat larut.

c. Batu campuran

Batu campuran antara 75% kolesterol, dan sisanya pigmen empedu,

fosfolipid, ion organik dan ion anorganik. Berhubungan dengan kelainan anatomi,

stasis, pembedahan sebelumnya, dan infeksi sebelumnya. (8)

Pembentukan alamiah batu belum sepenuhnya diketahui, penentuan umur

karbon telah memperlihatkan bahwa batu bisa memerlukan umur 8 tahun untuk

mencapai ukuran maksimum. Lebih lanjut, butuh waktu bertahun-tahun untuk

timbulnya gelaja setelah batu terbentuk. Cara terbaik memeriksa pasien dengan batu

empedu adalah membagi ke dalam 2 kategori, yaitu simptomatik dan asimptomatik.

2.2.1 Patogenesis kolelitiasis

16

Page 17: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan

sebagian besar lainnya terbentuk di saluran empedu berasal dari kandung empedu.

Batu empedu bisa terbentuk di dalam kandung empedu jika empedu mengalami aliran

balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan

kandung empedu.

Batu empedu di dalam saluran empedu bisa menyebabkan infeksi hebat

(kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis), atau infeksi hati. Jika saluran empedu

tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di

dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah, dan menyebabkan infeksi

pada bagian tubuh lainnya.

Batu empedu yang menetap dalam jangka waktu lama tidak menimbulkan

gejala sehebat batu empedu yang jalan ke saluran empedu dan masuk ke dalam usus

halus atau usus besar yang menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu).

2.2.2 Gambaran Klinis kolelitiasis

Sebagian besar batu empedu bersifat asimptomatik, namun bisa menyebabkan

kolik biliaris, kolesistitis akut, kolesistitis kronis, dan ikterus obstruktif. Terkadang

pasien juga menderita trias Charcot, yaitu demam, ikterus, dan nyeri perut kanan

bagian atas. (9)

17

Page 18: 11. Lengkap Bab I-IV Print

. Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka

penderita akan mengeluh nyeri hebat. Nyeri yang dirasakan hilang-timbul, bersifat

tajam, dan biasanya disebut dengan nyeri kolik. Timbul secara bertahap dan mencapai

puncaknya kemudian berkurang secara bertahap. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling

banyak dirasakan di perut kanan atas, dan menjalar hingga ke bahu dan punggung

kanan. Penderita sering merasa mual dan muntah. Jika ada infeksi bersamaan dengan

penyumbatan saluran empedu, maka akan timbul demam, menggigil, dan jaundice

(sakit kuning).

Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi

oleh makanan berlemak terjadi 30-60 menit setelah makan berakhir setelah beberapa

jam dan kemudian pulih kembali. Kolik terjadi bersamaan dengan adanya rasa mual

dan muntah. (7) Nyeri biasanya menghebat selama 2-3 jam sebelum mereda. Nyeri

yang lebih dari 6 jam menyokong pada komplikasi yaitu kolesistitis. (10) Perasaan

nyeri akibat penyumbatan duktus koledokus sering intermiten, karena batu yang

menyumbat dapat menyebabkan aksi bola katup dengan tanda dan gejala yang

berfluktuasi sesuai dengan tempat dimana batu menyumbat saluran empedu, atau

terletak bebas dalam lumen. (11)

Ikterus dapat menyertai penyumbatan seperti ini jika penutupan berlangsung

lebih dari beberapa jam. Pengaruh hepatik sekunder akibat penyumbatan duktus

koledokus, biasanya timbul lambat dan secara klinik ditandai oleh pembesaran hati

18

Page 19: 11. Lengkap Bab I-IV Print

yang terjadi perlahan-lahan, pruritus, ikterus, peningkatan enzim transminase, dan

peningkatan kadar alkaline fosfatase serum. (11)

2.2.3 Pemeriksaan kolelitiasis

Kolesistitis bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit saja. Biasanya pasien

mengeluhkan nyeri perut hebat bagian kuadran kanan atas, intoleransi makanan

berlemak, demam, kedinginan, ikterus, feses berwarna lebih terang, dan urin bewarna

lebih gelap.

Disamping itu, pada pemeriksaan fisik terlihat adanya nyeri tekan dan

pembesaran pada abdomen kuadran kanan atas, tetapi gambaran tersebut tidak

patognomonik bagi penyakit batu empedu dan kadang bisa timbul sekunder akibat

penyakit organ lain. Diagnosis pasti pada penyakit kelainan saluran empedu,

memerlukan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi, sonografi, atau

radio-nuklida. (4)

19

Page 20: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Gambar 2-3 Pembagian Kuadran Abdomen

20

Page 21: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Tabel 2-3 Nilai normal pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan jumlah leukosit normal atau

leukositosis sedang dengan jumlah12.000-15.000/mm dan adanya peningkatan sedang

dari bilirubin serum < 4mg/ml seiring dengan peningkatan fosfatase alkali,

transaminase dan amilase.

Pemeriksaan radiologi dengan zat warna radioopaque yang sesuai dan

sonografi abdomen menjadi indikasi bagi setiap penderita yang dicurigai mengidap

kolelitiasis. (11)

21

Page 22: 11. Lengkap Bab I-IV Print

Pemeriksaan ultrasonografi adalah suatu pemeriksaan non-invasif. Pada

pemeriksaan USG, gelombang suara disalurkan ke alat-alat dalam tubuh kemudian

dipantulkan dan dapat dilihat pada oskiloskop. USG dapat digunakan pasien dengan

ikterus. Kriteria diagonis mencakup cacat intralumen yang berubah dengan perubahan

posisi pasien yang menimbulkan bayangan akustik. Pada beberapa tahun belakangan

ini, USG sebagai tes awal untuk memulai evaluasi diagnostik pasien ikterus. (4)

Pemeriksaan kolesistografi oral dikembangkan Graham dan Cole pada

tahun 1942, merupakan gold standard bagi diagnosis penyakit vesika biliaris. Zat

organik diyodinasi biasanya 6 tablet asam yopanoat diberikan peroral malam sebelum

pemeriksaan dan pasien dipuasakan. Obat ini diabsorbsi dan diikat ke albumin,

diekstraksi oleh hepatosit, disekresi ke dalam empedu, dan dipekatkan dalam vesika

biliaris. Opasifikasi memerlukan duktus sistikus yang paten, vesika biliaris yang

berfungsi, dan terjadi dalam 8-12 jam. Kolesistogram oral sangat sensitif dan spesifik

serta hasilnya mendekati 98% bila digunakan secara tepat. Tes ini tidak dapat

digunakan bila pasien muntah, diare, malabsorbsi, dan hasil pemeriksaan

laboratorium diketahui bahwa bilirubin serum meningkat. (4)

22

Page 23: 11. Lengkap Bab I-IV Print

2.3 Genetika Manusia

Genetika adalah cabang ilmu biologi yang berurusan dengan herditas dan

variasi. (13). Unit herediter yang ditransmisi dari satu generasi ke generasi berikutnya

adalah gen. Gen terletak dalam molekul-molekul panjang asam deoksiribonukleat

(DNA) yang ada pada semua sel. DNA adalah molekul yang stabil dengan kapasitas

untuk bereplikasi sendiri. Terkadang bisa terjadi perubahan spontan pada suatu

bagian DNA. Perubahan itu disebut mutasi, dapat menyebabkan perubahan kode

DNA yang mengakibatkan produksi protein yang salah atau tidak lengkap. Hasil

sebuah mutasi seringkali terlihat sebagai perubahan pada tampilan fisik suatu

individu ataupun perubahan pada hal-hal lain yang dapat terukur pada organisme itu,

yang disebut karakter atau sifat.

Manusia memiliki sel-sel dengan 46 kromosom, 2 kromosom seks, dan 44

kromosom non seks (autosom). Pada pria 46 XY, dan wanita 46 XX. Kromosom

terdiri atas kombinasi protein dan molekul DNA yang sangat panjang.

Perkembangan teknologi informasi telah merambah kebidang biologi

kedokteran. Dalam dunia biologi kedokteran teknologi informasi digunakan para

ilmuan untuk mempermudah proses penelitian. Seperti halnya penelitian genetika

manusia. Secara biologis, seorang anak selalu mewarisi gen dari ayahnya. Gen

tersebutlah yang membawa sifat-sifat tertentu, baik yang tampak secara fisik, maupun

23

Page 24: 11. Lengkap Bab I-IV Print

yang tidak tampak secara fisik. Prinsip tentang gen dan pewarisan gen pertama kali

dikemukakan oleh Gregor Mendel. (12)

2.3.1 Pembelahan dan reproduksi sel

Seluruh sel somatik pada organisme multiselular adah keturunan dari sel awal,

yakni telur yang terfertilisasi atau zigot melalui proses pembelahan yang disebut

mitosis. Fungsi mitosis yang pertama adalah membuat salinan yang persis sama dari

setiap kromosom, lalu membangkitkan set identik kromosom kepada masing-masing

dari kedua sel keturunan, atau sel anakan melalui pembelahan sel awal. Interfase

adalah periode diantara 2 mitosis yang berurutan, dan terdiri dari 3fase : G1, S, dan

G2. Fase G1 adalah persiapan sinstesis DNA. Selama fase S yaitu sintesis, molekul

DNA yang setiap kromosom bereplikasi menjadi sepasang DNA yang identik disebut

kromatid. Fase G2 terjadi pertumbuhan dan pembesaran sel. Sel dapat memasuki

kembali fase G1 dengan menyelesaikan fase M (mitosis). Fase M terdiri dari 4 fase,

yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase.

Reproduksi gamet melibatkan pembentukan gamet, penyatuan gamet jantan

dan betina untuk menghasilkan zigot. Pada manusia gamet jantan ada di dalam

sperma, dan gamet betina ada di dalam sel telur atau ovum. Sel gamet dihasilkan

dengan cara meiosis. Meiosis terdiri dari dua pembelahan sel.

24

Page 25: 11. Lengkap Bab I-IV Print

2.3.2 Pola pewarisan

Fenotipe adalah karakteristik terukur atau sifat berbeda apapun yang dimiliki

oleh suatu organisme. Sifat itu bisa dilihat oleh mata, atau mungkin dengan uji

khusus agar bisa diidentifikasi.

Persatuan gamet yang membawa alel-alel identik menghasilkan sebuah

genotipe homozigot. Suatu homozigot mengandung alel yang sama pada suatu lokus

tunggal dan hanya menghasilkan satu jenis gamet. Persatuan gamet yang membawa

alel berbeda menghasilkan genotipe heterozigot yang mengandung dua alel berbeda

pada satu lokus.

Gambar 2-4 Tahap Pembelahan Mitosis dan Meiosis

25

Page 26: 11. Lengkap Bab I-IV Print

2.4 Metabolisme Lemak

Sebagian besar lemak yang terdapat di dalam tubuh akan masuk ke dalam

kategori asam lemak dan triasilgliserol; gliserofosfolipid dan sfingolipid; eikosanoid;

kolesterol, garam empedu, dan hormon steroid; serta vitamin larut lemak. Mereka

memeiliki satu sifat yang sama : relatif tidak larut dalam air. (14)

Asam lemak yang disimpan sebagai triasilgliserol berfungsi sebagai bahan

bakar dan merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Triasilgliserol, lemak utama

dalam makanan, terutama dicerna di dalam lumen usus. Produk pencernaan tersebut

diubah kembali menjadi triasilgliserol di dalam sel epitel usus, yang lalu dikemas

dalam lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron, dan disekresi ke dalam limfe.

Akhirnya kilomikron masuk ke dalam darah dan berfungsi sebagai salah satu

lipoprotein utama darah.

Lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL) dibentuk dihati, terutama dari

karbohidrat makanan. Lipogenenesis merupakan proses perubahan glukosa menjadi

asam lemak, yang kemudian mengalami esterifikasi ke gliserol untuk membentuk

triasilgliserol yang terkemas dalam VLDL dan disekresikan ke luar hati.

Triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL dicerna oleh lipoprotein lipase (LPL),

suatu enzim yang melekat pada sel endotel kapiler. Melalui pencernaan triasilgliserol

lebih lanjut VLDL diubah menjadi lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dan terjadi

endositosis di jaringan perifer dan hati. Sedangkan lipoprotein berdensitas tinggi

26

Page 27: 11. Lengkap Bab I-IV Print

(HDL) dihasilkan di hati dan usus, yang berfungsi mengangkut kolesterol yang

diperoleh dari jaringan perifer ke hati dan mempertukarkan protein dan lemak dengan

kilomikron dan VLDL.

Melalui proses eksositosis, kilomikron dieskresikan oleh sel epitel usus ke

dalam sistem limfatik dam masuk ke dalam darah melalui duktus torasikus.

Kilomikron mulai masuk ke dalam darah 1-2 jam setelah mulai makan. Seiring

dengan penceranaan dan penyerapan makanan, kilomikron terus masuk ke dalam

darah selama beberapa jam. Awalnya, partikel diberi nama kilomikron nasens

(imatur), setelah menerima protein dari HDL dalam limfe dan darah, kilomikron

tersebut menjadi matang. HDL memindahkan protein ke kilomikron nasens, terutama

apoprotein E (apoE) dan apoprotein C. ApoE dikenal oleh reseptor membran yang

terletak dipermukaan sel hati, sehingga lipoprotein yang mengandung apoE dapat

masuk ke dalam sel ini melalui proses endositosis untuk selanjutnya dicerna oleh

lisosom. ApoC berfungsi sebagai activator LPL, enzim pada sel endotel kapoler yang

mencerna triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL dalam darah. (14)

27

Page 28: 11. Lengkap Bab I-IV Print

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor yang menyebabkan kolelitiasis

Para peneliti percaya bahwa batu empedu yang disebabkan oleh kolesterol

dikarenakan kandung empedu yang terisi banyak kolesterol, bilirubin, atau kurangnya

garam empedu. Batu empedu juga menyerang pasien pengidap sirosis hepatis, infeksi

saluran empedu, atau penyakit darah keturunan seperti anemia bulan sabit yang

membuat hati memproduksi banyak bilirubin. Selain itu, ada juga yang

mempengaruhi terbentuknya batu empedu, yaitu :

a. Jenis kelamin. Wanita dua kali lebih berisiko daripada pria, hal ini dikarenakan

kadar hormon estrogen wanita yang jauh lebih tinggi dibandingkan pria. Estrogen

meningkatkan konsterasi kolesterol di dalam kandung empedu. Biasanya faktor

resiko kolelitiasis disingkat 4F, yaitu : female, fatty, fourty, dan fertile.

b. Berat badan. Menurut penelitian individu dengan berat badan berlebih (obesitas)

memperbesar faktor resiko kolelitiasis. Obesitas menurunkan produksi garam

empedu, dan menyebabkan kolesterol tertimbun di dalam kandung empedu.

28

Page 29: 11. Lengkap Bab I-IV Print

c. Makanan. Makanan yang banyak mengadung lemak, kolesterol, dan rendah serat,

menghambat pengosongan kandung empedu.

d. Penurunan berat badan yang berlebih. Metabolisme yang cepat mempengaruhi hati

untuk menyekresi garam empedu yang berlebihan sehingga pengosongan kandung

empedu pun lama.

e. Umur. Orang yang berusia lebih dari 60 tahun, lebih berisko mengidap kolelitiasis

daripada usia kurang dari 60 tahun.

f. Ras. Ras American Indian berhubungan dengan genetik yang lebih cepat

mengeluarkan kolesterol yang tinggi ke dalam kandung empedu.

g. Obat penurun kolesterol. Obat yang menurunkan kolesterol di dalam darah,

sebenarnya membuat hati mengeluarkan banyak kolesterol ke dalam kandung

empedu.

h. Diabetes. Orang yang mengidap diabetes mellitus, memiliki tingginya kadar asam

lemak yaitu trigliserida. Dan trigliserida yang tinggi sebagai salah satu faktor

terbentuknya batu empedu.

i. Genetik.

29

Page 30: 11. Lengkap Bab I-IV Print

3.2 Hubungan Genetik dengan Kolelitiasis

Garam empedu yang tetap berada di dalam usus, mengalami penyerapan

ekstensif saat mencapai ileum. Lebih dari 95% garam empedu mengalami resirkulasi,

yakni beredar melalui sirkulasi enterohepatik ke hati. Hati mensekresikan garam

tersebut ke dalam empedu untuk disimpan dalam kandung empedu dan disemprotkan

ke dalam lumen usus pada daur pencernaan berikutnya. Agar dapat membentuk misel,

yaitu kolesterol dan vitamin yang larut lemak, konsentrasi garam empedu di dalam isi

lumen usus harus mencapai 5-15 μmol/L. dengan demikian, konsentrasi kritis garam

empedu ini diperkirakan agar penyerapan lemak makanan menjadi optimal.

Triasilgliserol diangkut dalam bentuk partikel lipoprotein karena tidak larut

dalam air. Apabila masuk ke dalam darah, triasil gliserol akan menggumpal dan

mengganggu aliran darah. Sel usus mengemas triasilgliserol dengan protein dan

fosfolipid dalam bentuk kilomikron, yaitu partikel lipoprotein yang tidak mudah

menggumpal dalam lingkungan air. Kilomikron juga mengadung kolesterol dan

vitamin larut lemak. Konsistuen protein pada lipoprotein dikenal sebagai apoprotein.

Apoprotein utama yang berkaitan dengan kilomikron sewaktu meninggalkan

sel usus adalah B-48. Apoe B-48 secara struktual dan genetik berkaitan dengan

apoprotein B-100 yang disintesis oleh hati dan berfungsi sebagai protein utama pada

VLDL. Kedua Apoprotein ini dikode oleh gen yang sama. Dalam usus, transkrip

primer gen ini mengalami penyuntingan RNA. Terbentuk suatu kodon stop sehingga

30

Page 31: 11. Lengkap Bab I-IV Print

menyebabkan protein yang terbentuk di usus hanya berukuran 48% dari protein yang

dihasilkan dihati.

Seiring dengan pencernaan dan penyerapan makanan, kilomikron terus masuk

ke dalam darah selama berjam-jam. Awalnya partikel diberi nama nasens (imatur)

dan HDL memindahkan protein ke kilomikron nasens, terutama apoprotein E (apoE)

dan apoprotein C (apoC). ApoE dikenal oleh reseptor membrane terutama yang

terletak di permukaan sel hati, sehingga lipoprotein yang mengandung apoE dapat

masuk ke dalam sel ini melalui proses endositosis untuk selanjutnya dicerna oleh

lisosom.

Dari salah satu jurnal tentang kolelitiasis mengatakan bahwa beberapa faktor

yang menyebabkan penyakit tersebut adalah faktor genetik yang terkait pada

apolipoprotein E (apoE) yang berlokasi di exon 4 dan cholesteryl ester transfer

protein (CETP) gene.

CETP adalah gene polimorfik yang mempengaruhi kadar High density

lipoprotein (HDL), dan TaqIB yang mempunyai dua allel yaitu B1 dan B2.

Penurunan HDL mempengaruhi peningkatakan kadar lipoprotein dan menyebabkan

aliran kolesterol ke kandung empedu semakin meningkat. CETP juga mempengaruhi

homeostatis dari koleterol dan apoE, dimana dapat menaikkan ikatan trigliserida yang

kaya akan lipoprotein. Perbedaan genetik dari apoE secara langsung efektif dan dapat

31

Page 32: 11. Lengkap Bab I-IV Print

menarik sel hepatosit untuk mengatur aliran kolesterol yang masuk ke dalam sel

hepatosit, sintesis hati, dan kolesterol empedu.

Dari hasil penelitian yang dibuat oleh Marcela A.S Pinhel,dkk. Effect of

Genetic Variants Related to Lipid Metabolism as Risk Factors for Cholelithiasis After

Bariatric Surgery in Brazilian Population yang diterbitkan Pubmed pada Januari

2012, bahwa ada hubungannya antara faktor genetik dengan kolelitiasis pada

masyarakat Brazilia. Beberapa faktor resiko yang juga mempengaruhi kolelitiasis

selain genetik adalah perubahan anatomi kandung empedu, perubahan metabolisme

lipid, dan perubahan lingkungan.

Pada jurnal yang ditulis oleh Serge Erlinger Low Phospholipid-associated

Cholestatis and Cholelithiasis yang diterbitkan Pubmed pada September 2012,

menuliskan penurunan fosfolipid yang berhubungan dengan kolelitiasis dikarenakan

adanya mutasi gen ABCB4. Mutasi gen, menyebabkan seluruh atau sebagian protein

yang rusak tidak dapat mengangkut fosfolipid utama ke dalam kandung empedu.

Mutasi gen ABCB4 menyebabkan penurunan protein MDR3 yang ditandai dengan

penurunan konsentrasi fosfolipid dalam kandung empedu.

32

Page 33: 11. Lengkap Bab I-IV Print

BAB IV

KESIMPULAN dan SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan dapat disimpulkan, ada hubungan antara

genetik dengan kolelitiasis terpaut dalam salah satu protein yaitu apoprotein utama

yang dikenal dengan apoprotein E (apoE) dan mutasi pada gen ABCB4 yang

menyebabkan perubahan protein MDR3 membuat penurunan konsentrasi fosfolipid

di dalam kandung empedu.

33

Page 34: 11. Lengkap Bab I-IV Print

4.2 Saran

Untuk penulisan lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan

genetik dengan kolelitiasis dan pencatatan pasien pengidap kolelitiasis. Dan untuk

mengetahui data epidemiologi penderita kolelitiasis di Indonesia, dan mencegah

kolelitiasis pada keluarga penderita agar dapat melakukan skrinning lebih awal.

34