127174910 skenario 3 print kardio print 2

32
Skenario 3 SESAK NAFAS JANTUNG Seoranglaki-lakiberusia 28 tahun, sudahmenderitapenyakitjantungrematiksejakberusia 6 tahun.Duamingguterakhirpasienmengalamisesaknafasberatsehinggas ulitmelakukanaktivitas.Pemeriksaanfisikmenunjukkanadanyakardio megali, gallop dan murmur sistolikderajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalarkeaksila. PBL SKENARIO 3 – A16 1

Upload: nur-halimah-lubis

Post on 23-Dec-2015

269 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

4dfgthfghgfnhynjtyjytjryhjrthtghrtyjyjyhyhrtyhryth

TRANSCRIPT

Skenario 3

SESAK NAFAS JANTUNG

Seoranglaki-lakiberusia 28 tahun, sudahmenderitapenyakitjantungrematiksejakberusia 6

tahun.Duamingguterakhirpasienmengalamisesaknafasberatsehinggasulitmelakukanaktivitas.P

emeriksaanfisikmenunjukkanadanyakardiomegali, gallop dan murmur sistolikderajat 4/6 pada

area katup mitral yang menjalarkeaksila.

PBL SKENARIO 3 – A16 1

Sasaran Belajar

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rheumatik(PJR)

1.1. Definisi

1.2. Epidemiologi

1.3. Etiologi

1.4. Patogenesis

1.5. Patofisiologis

1.6. Manifestasi Klinis

1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding

1.8. Penatalaksanaan

1.9. Komplikasi

1.10. Prognosis

1.11. Pencegahan

PBL SKENARIO 3 – A16 2

LO.1. Memahami dan Menjelaskan PenyakitJantungRheumatik (PJR)

1.1. Definisi

Penyakit Jantung Reumatik (PJR)adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada

katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral

(stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Reumatik.

Demam Rheumatik adalah suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang

digolongkan sebagai kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses

inflamasi meliputi peradangan yang mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,

sendi dan SSP.

1.2. Epidemiologi

Insidensi demam rematik maupun penyakit jantung rematik telah menurun di Amerika

Serikat dan negara maju lainnya. Prevalensi penyakit jantung rematik di Amerika Serikat

kurang dari 0,05 per 1.000 populasi. Penurunan insidensi dipengaruhi oleh penemuan

penisilin atau perubahan virulensi dari kuman Streptococcus.

Sebaliknya dengan negara-negara maju, insidensi demam rematik dan penyakit jantung

rematikbelum menurun di negara berkembang. Perkiraan di seluruh dunia sekitar 5-30

juta anak-anak dan dewasa muda mengalami penyakit jantung rematik dan 90.000 pasien

meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya.

Morbiditas dan mortalitas : penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama

morbiditas dari demam rematik dan insufisiensi/stenosis mitral di Amerika Serikat dan

dunia. Beratnya gangguan katup dipengaruhi oleh jumlah serangan demam rematik,

jangka waktu permulaan penyakit dan pemulaan terapi, dan jenis kelamin (wanita lebih

sering dari pria).

Jenis kelamin : pria sama dengan wanita namun prognosis lebih buruk pada wanita

daripada pria.Usia : usia anak-anak, rata-rata usia 10 tahun, bisa juga terjadi pada orang

dewasa (20%).

PBL SKENARIO 3 – A16 3

Faktor risiko

Usia (5-15 tahun)

Genetik (antigen HLA, kembar monozigot)

Tingkat sosial ekonomi

Lain-lain (geografis, iklim, status gizi)

1.3. Etiologi

Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.

Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis

berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus

pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab

terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh

Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan

penyakit jantung rematik.Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab

faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.

Morfologi dan identifikasi

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet

seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor

lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada

pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi

gram negatif Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk

rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen

jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai

panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan

infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi

varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram

negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur

beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali

beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat

selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein.

PBL SKENARIO 3 – A16 4

Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun

(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Agen penyebab adalah infeksi

Streptococcus beta hemolyticus group A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya

demam reumatik, baik pada serangan utama atau pada serangan ulang.

Faktor Predisposisi :

1. Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik

menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi

monoklonal dengan status reumatikus.

2. Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-

laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,

meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis

kelamin.

3. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam

reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit

putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan

yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab

yang sebenarnya.

4. Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik

/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15

tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur

3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.

Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia

sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah

mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah

merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

PBL SKENARIO 3 – A16 5

6. Reaksi autoimun

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel

streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini

mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

7. Tingkat sosial ekonomi

Golongan masyarakat dengan tingkat pendidikan dan oendapatan rendah dengan segala

manifestasinya seperti ketidaktahuan, perumahan dan lingkungan yang buruk, tempat

tinggal yang berdesakan dan pelayanan kesehatan yang kurang baik merupakan golongan

yang paling rawan.

8. Iklim dan geografi

Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan

didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah

tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.

Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi

daripada didataran rendah.

9. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas

bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

1.4. Pathogenesis

Infeksi terjadi apabila organisme melekat pada permukaan endokardium selama episode

bakteremia. Pada beberapa kasus, penyebab infeksi hematogen jelas, seperti pada kasus

pemakaina obat terlarang IV yang menyuntikan bahan tercemar secara langsung ke dalam

aliran darah.

Infeksi di tempat lain atau tindakan gigi, bedah, atau intervensi lainnya. Juga dapat

menyebarkan kuman ke aliran darah.Kondisi yang meningkatkan resiko endokarditis

adalah:

a) Adanya kelainan jantung

b) Katup jantung prostetik

c) Penyalahgunaan obat IV

Kecuali jika terluka, endothelium normal resisten terhadap infeksi oleh kebanyakan

bakteri dan terhadap pembentukan trombus. Kerusakan endothelial (pada tempat

PBL SKENARIO 3 – A16 6

pengaruh velositas tinggi atau pada sisi dengan tekanan rendah dari lesi struktural

jantung) menyebabkan aliran yang tidak semestinya dan akan membuat infeksi langsung

oleh mikroorganisme virulent atau perkembangan dari platelet fibrin-trombus tak

terinfeksi -sebuah kondisi yang dinamakan nonbacterial thrombotic endocarditis (NBTE).

Trombus selanjutnya akan menjadi temppat bakteri menempel selama bakteremia

transient.

Lesi jantung seringkali yang dihasilkan pada NBTE adalah regurgitasi mitral, stenosis

aorta, regurgitasi aorta, defek septum ventrikel, dan penyakit jantung kongenital

kompleks. Lesi ini dihasilkan dari penyakit jantung rheumatik (terutama didunia

berkembang, dimana demam rematik tetap merupakan prevalensinya), prolap katup

mitral, penyakit jantung degeneratif, malformasi kongenital. NBTE juga meningkay

sebagai hasil dari keadaan hiperkoagulasi; fenomena ini meningkatkan entitas klinik

marantic endocarditis (vegetasi tak terinfeksi yang terlihat pada pasien dengan malignansi

dan penyakit kronis) dan untuk vegetasi dengan komplikasi systemic lupus erythematosus

dan antiphospholipid antibody syndrome.

Organisme yang menyebabkan endokarditis secara umum memasuki aliran darah dari

permukaan mukosa, kulit atau tempat fokal infeksi. Kecuali untuk bakteri yang lebih

virulent (S. aureus) yang bisa melekat secara langsung ke endothelium yang intact atau

jaringan subendothelial yang terpapar, mikroorganisme didalam darah melekat ke trombi.

Jika resisten terhadap aktivitas bakterisidal serum dan peptida mikrobicidal yang

dilepaskan oleh platelet, organisme berproliferasi dan memasuki keadaan prokoagulan

pada tempat oleh faktor jaringan dari monosit yang melekat atau, pada kasus ini S.

aureus, dari monosit dan endothelium yang intact. Deposisi fibrin, dihasilkan dari faktor

jaringan dari kaskade koagulasi, dberkombinasi dengan aggregasi platelet, distimulasi

oleh faktor jaringan dan secara independen oleh mikroorganisme berproliferasi, dan

menjadi vegetasi terinfeksi.

PBL SKENARIO 3 – A16 7

Konsekuensi patofisiologis dan manifestasi klinis dari endokarditis-lain dari gejala

konstitusional, diamana merupakan hasil dari produksi sitokin- meningkat dari kerusakan

ke struktur intracardial; embolisasi fragment vegetasi, mengakibatkan infeksi atau infark

dari jaringan lain; infeksi hematogen dari tempat tersebut selama bakteremia; dan

kerusakan jaringan akibat deposisi sirkulasi kompleks imun atau respon imun terhadap

deposisi antigen bakterial.

1.5. Patofisiologis

DemamRheumatik ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat,

terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh

lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa

kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah beberapa saat

tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan fatal,

keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium

mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi

fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan

patognomonik DemamRheumatik.

PBL SKENARIO 3 – A16 8

Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel

mononukleus yangbesar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang

memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow

myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR.

Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi

verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi

katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan

edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa

didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium

kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun

katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup.

Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi

dalam 4 stadium :

1. Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup

A.

Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan

pada tonsil yang disertai eksudat.

2. Stadium II

PBL SKENARIO 3 – A16 9

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan

permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 – 3 minggu,

kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

3. Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini

timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.

Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan

menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.

Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung,

Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar

sendi, Sakit perut

4. Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa

kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak

menunjukkan gejala apa-apa.

Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,

gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik

penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat

mengalami reaktivasi penyakitnya.

1.6. Manifestasi Klinis

a. Artritis

Adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada demam rematik akut. Sendi yang

dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya dalah sendi besar seperti lutut,

pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan

rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini

akan menghilang secara perlahan-lahan.

Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat

sembuh sempurna. Proses migrasi arthritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu.

Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin

dapat merupakan diagnosis terapetik pada arthritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak

membaik dalam 24-72 jam, maka diagnosis akan diragukan.

PBL SKENARIO 3 – A16 10

b. Karditis

Merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50%, atau berlanjut

dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis itu

asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya mengenai

endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bisisng jantung. Katup mitra-

lah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta

sendiri dikenai. Adanya regurgutasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang

menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bisisng mid-diastolik (bising

Carey Coombs). Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan

anatomi jantung sedangkan dengan Doppler dapat menentukan fungsi dari jantung.

Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali

atau gagal jantung. Perikarditis tidak akan berdiri sendiri, biasanya pankarditis.

c. Chorea

Didapatlan pada 10% dari demam rematik yang dapat merupakan manifestasi klinis

sendiri atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup

lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan pada umur 8-12

tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini

merupakan emosi yang labil dimana anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian

terhadap lingkungannya sendiri. Gerakan gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada

wajah dan anggota-anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral. Dan gerakan ini

menghilang saat tidur.

d. Eritema Marginatum

Ditemukan kira-kira 5% dari pasien demam rematik, dan berlangsung berminggu-

minggu dan berbulan-bulan. Tidak nyeri dan tidak gatal.

e. Nodul Subkutanius

Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan. Demam pada

demam rematik tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama oleh pasien demam

rematik ini.

1.7. Diagnosisdan Diagnosis Banding

PBL SKENARIO 3 – A16 11

Upaya diagnosis DR akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan hanya pada

simtom, gejala atau kelainan laboratorium patogenomosis.

Kriteria diagnosis didasarkan pada penetapan kriteria yaitu

Tabel 1.1

Gejala Mayor Gejala Minor

Atritis

Karditis

Chorea

Eritema marginatum

Nodul Subkutan

-klinis : suhu tinggi

-riwayat pernah menderita DR/PJR

-sakit sendi

- lab : reaksi fase akut

Diagnosis Kriteria Duke:

a. Kriteria Patologis

Mikro-organisme di vegetasi (kultur atau

histologi)

Mikro-organisme di emboli atau abses

intrakardiak

b. Kriteria Klinis

2 kriteria mayor

1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor

5 kriteria minor

Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis demam

rematik/penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya:

1. Dua gejala mayor atau

2. Satu gejala mayor dengan dua gejala minor

Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokus Grup A sangat membantu diagnosis

demam rematik yaitu:

1. Pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA

2. Paada saat ditemukan atau menetapnya proses infeksi SGA tersebut.

Pemeriksaan Penunjang

1. Kultur tenggorok

Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A

negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis

sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi

Streptococcusdengan strain yang lain.

PBL SKENARIO 3 – A16 12

2. Rapid antigen test

Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka

spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan

kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

3. Antistreptococcal antibodi

Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut,

dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya antibodi ini

sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210

Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaan titer ASTO

memiliki sensitivitas 80-85%.

Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak

dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).

Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut demam

rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di tenggorokan.

4. Protein fase akut

Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein

positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat

antirematik.

5. Pemeriksaan Imaging

a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru

yang merupakan gejala gagal jantung.

b. Doppler-echocardiogram

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi

ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat

fase akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai

bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta

regurgitasi yang menetap.

Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat

progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan

intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari

commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat

menunjukkan adanya kalsifikasi.

6. Kateterisasi jantung

PBL SKENARIO 3 – A16 13

Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus

kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan

untuk melakukan balloon pada mitral stenosis.

7. EKG

Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR

interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk

mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan

dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block

ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

PBL SKENARIO 3 – A16 14

Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial

fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

8.

8. Pemeriksaan histologi

Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag)

dapat ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

PBL SKENARIO 3 – A16 15

1.8. Penatalaksaan

1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.

2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug of

choice (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.

3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat anti

inflamasi nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.

Tirah baring

Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama pasien

dengan karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis, karena bila

sendi yang mengalami inflamasi dipergunakan untuk melakukan aktivitas berat akan

menyebabkan kerusakan sendi permanen.

Terapi farmakologis

Terapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi (baik golongan

OAINS ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obat-obatan inotropik.

Antibiotik

1. Penicillin G benzathine

Merupakan drug of choice untuk demam rematik.

Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberian

Anak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000 U IM

satu kali pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2 juta U IM satu

kali pemberian. Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin dan 300,000 U

procaine penicillin dapat digunakan pada anak yang lebih kecil

2. Penicillin G procaine

PBL SKENARIO 3 – A16 16

Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberian

Bayi dan anak dengan berat badan <27 kg: 600.000 U IM - 1,2 juta Unit IM.

3. Amoxicillin

Amoxicillin merupakan obat alternatif untuk terapi demam rematik.

Dosis dewasa: 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari

Anak <12 tahun: 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3

g/hari. Anak >12 tahun: sama seperti orang dewasa

4. Erythromycin

Merupakan DOC untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.

Dosis dewasa: 1 g/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari

Anak-anak: 30-50 mg/kg/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari

Azithromycin

5. Azithromycin dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap penisilin.

Dewasa: 500 mg pada hari pertama diikuti 250 mg/hari untuk 4 hari berikutnya.

Anak-anak: 10 mg/kg pada hari pertama diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari

berikutnya

Obat-obat anti inflamasi

Obat anti inflamasi diberikan untuk mengobati inflamasi dan menghilangakan rasa

nyeri dengan derajat ringan hingga sedang. Bila terjadi karditis yang disertai dengan

kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif maka inflamasi harus diatasi dengan

kortikosteroid (prednison).

1. Aspirin

Dosis dewasa: 6-8 g/hari PO selama 2 bulan atau sampai ESR (Erithrocyte

Sedimentation Rate) kembali normal

Anak-anak: 80-100 mg/kg/hari selama 2 bulan atau sampai ESR kembali normal

2. OAINS (Naproxen)

Dosis dewasa: 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5 g/hari

Anak-anak <2 tahun: tidak diberikan

>2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari

3. Kortikosteroid (Prednison)

PBL SKENARIO 3 – A16 17

Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan kardiomegali

ataupun gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison adalah

menghilangkan ataupun mengurangi inflamasi miokardium. Dosis prednison:

Dewasa: 60-80 mg/hari PO

Anak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).

Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian (Poestika

Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah pemakaian selama 2-3

minggu

4. Neuroleptic agents (Haloperidol)

Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi. Haloperidol

merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi

gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus

diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan.

Dosis pemberian haloperidol:

Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari

Anak-anak: <3 tahun: tidak diberikan

3-12 tahun: 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari.

>12 tahun: sama seperti dosis dewasa

5. Inotropic agents (Digoxin)

Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi

efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan

jantung yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian

diuretik dan vasodilator (D. Manurung, 1998; Meador, 2009). Dosis pemberian

digoxin:

Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian

Anak-anak<2 tahun: tidak

2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO , 5-10 tahun: 20-35 mcg/kg PO

1.9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi berupa:

Mitral stenosis Rekurensi paling sering terjadi pada

PBL SKENARIO 3 – A16 18

Mitral regurgitasi

Stenosisaorta dan regurgitasi aorta

Congestive heart failure(CHF)

tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh

(Parillo, 2010; Meador 2009).

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya

adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung),

pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup

jantung, dan infark (kematian sel jantung).Endokarditis infeksiosa adalah inflamasi

pada endokardium yang biasanya melibatkan katup dan jaringan sekitarnya yang

terkait dengan agen penyebab infeksi.

1.10. Prognosis

Prognosis membaik jika :

DR tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi akan sangat baik jika bila

karditis sembuh pada permulaan serangan akut DR/membaik.

Prognosis memburuk jika :

Gejala karditis lebih berat Ternyata DR akut dengan dengan payah jantung akan

sembuh 30% pada tahun 5 pertama dan 40% setelah 10 tahun Penelitian melaporkan

bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan

katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian DR ini.

Penelitian melaporkan selama 10 penelitian menemukan adanya kelompok lain

terutama kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan

payah jantung yang berat tanpa adanya kekambuhan DR ataupun infeksi.

1.11. Pencegahan

Ada 3 aspek dalam pencegahan demam reumatik akut :

1. Pencegahan demam reumatik akut dengan ketepatan dan mengenal cepat dan

pengobatan pada streptokokus pharyngitis

2. Pencegahan dari kekambuhan demam reumatik akut melalui pencegahan

propilaksis yng terus menerus melawan infeksi streptokokus

3. Prevensi pada endocarditis infeksiosa/baterial pada individu dengan chronik

penyakit katup jantung reumatik

PBL SKENARIO 3 – A16 19

Pencegahan Primer :

Yaitu upaya pencegahan infeksi streptococcus Grup-A Beta hemolitikus Grup A

sehingga tercegah dr demam reumatik. Program pencegahan primer sangat sukar

dilaksanakan, karena banyaknya penduduk yang dicakup dan juga adanya infeksi

streptococcus Grup-A Beta hemolitikus yang tidak memperlihatkan gejala –gejala

yang khas. Sedangkan kekambuhan demam reumatik ± 30% bila terserang infeksi

SGA Pencegahan dapat diatasi dengan antibiotika penisilin – V, atau benzatin

penisilin parenteral yang adekuat terhadap SGA

1. Pencegahan primer : Upaya mencegah terjadinya terjadinya DR / PJR pada pasien

yang telah terinfeksi streptokokus.

Terapi : Penisilin – V dan Benzatin Penisilin Parenteral

2. Pencegahan Sekunder :

Yaitu upaya mencegah menetapnya infeksi streptococcus Grup-A Beta

hemolitikus pada bekas pasien demam reumatik

3. Pencegahan sekunder : Upaya mencegah terjadinya infeksi streptokokus pada

pasien yang pernah DR / PJR.

Terapi : “Long-acting” Benzatin Penisilin G, pada pasien < 20 tahun 1.2 juta U /

4minggu sampai berusia 25 tahun, dan pasien > 20 tahun terapi selama 5 tahun.

Pencegahan sekunder tersebut :

Bila DR dengan karditis dan atau PJR (Kelainan Katup) dilaksanakan pencegahan

sekunder trsebut selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun

dan kadang2 diperlukan sepanjang hidup

DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pencegahan sekunder selama 10 tahun

DR saja tanpa Karditis dilakukan pengobatan pencegahan selama 5 tahun sampai

umur 21 tahun

Secara umum Committee on Rheumatic Fever tahun 1995 menganjurkan pencegahan

sekunder ini sampai umur 21 tahun dan 5 tahun lagi setelah terjadi serangan ulangan

yang dilakukan tiap 4 minggu.

Majeed H.A (1992) melaporkan bahwa selama 12 tahun pencegahan sekunder ini

didapatkan kekambuhan DR ini sebanyak 0,003% pasien pertahun dibandingkan

tanpa melakukan pencegahan sekunder yaitu sebanyak 0,2% pasien pertahun, juga

PBL SKENARIO 3 – A16 20

melaporkan bahwa kekambuhan yang dicegah dengan cara diatas ternyata 70% pasien

dengan karditis menghilang bising jantungnya serta dengan irama jantung yang

normal.

Daftarpustaka

Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung

Rematik.http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf

PBL SKENARIO 3 – A16 21

AruSudoyo, BambangSetiyohadi, Idrus, Marcellus, SitiSetiati. 2006.

BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilid III Edisi IV. Jakarta :FakultasKedokteranUniversitas

Indonesia

Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai penerbit FKUI:

Jakarta

Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. PenyakitKatupJantungdalamLecture Notes

Kardiologi.EdisiKeempat. Jakarta :Erlangga

Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI: Jakarta

PBL SKENARIO 3 – A16 22