print refarat
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran forensik disebut juga ilmu kedokteran kehakiman, merupakan salah satu
mata kuliah wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan
perundang - undangan mewajibkan setiap dokter baik dokter umum, dokter spesialis kedokteran
forensik, maupun spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran
forensik bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik. Dengan demikian,
dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter
dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya sangat
diperlukan.
INFANTICIDE
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak dahulu dan terjadi
dimana saja.Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana
kejahatan ini bersifat unik.Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu
kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena
ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak
tersebut adalah hasil hubungan gelap.Selain itu, keunikan lainnya adalah saat dilakukannya
tindakan menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian.Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum ada tanda-tanda perawatan,
dibersihkan, dipotong tali pusat, atau diberikan pakaian.
EKSHUMASI
Penggalian kubur ( exhumation) adalah pemeriksaan terhadap mayat yang sudah
dikuburkan dari dalam kuburannya yang telah disahkan oleh hukum untuk membantu peradilan.
Ex dalam bahasa latin berarti keluar dan humus berarti tanah. Pada umumnya, penggalian mayat
dilakukan kembali karena adanya kecurigaan bahwa mayat mati secara tidak wajar, adanya
laporan yang terlambat terhadap terjadinya pembunuhan yang disampaikan kepada penyidik atau
adanya anggapan bahwa pemeriksaan mayat yang telah dilakukan sebelumnya tidak akurat.
Tujuan dari ekshumasi adalah untuk identifikasi korban, identifikasi jenis perlukaan dalam
kaitannya dengan senjata penyebab, penyebab dan mekanisme kematian, rekonstruksi kematian,
dan saat kematian.
1
INFANTICIDE
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut ketahuan telah
melahirkan anak. Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas, persyaratan yang harus
dipenuhi dalam kasus pembunuhan anak, adalah :
1. Pelaku adalah ibu kandung.
2. Korban adalah anak kandung.
3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan anak.
4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat setelah
melahirkan.
Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan yang tidak
memenuhi salah satu kriteria diatas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak, melainkan
suatu pembunuhan biasa.
2.2 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum didalam bab kejahatan terhadap nyawa
orang. Adapun bunyi pasalnya adalah :
Pasal 341. Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika
dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia
sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman
penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya
sebab takut ketahuan bahwa ia tak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa
anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian dari pada itu, dihukum karena
pembunuhan anak yang direncanakan (kindermoord) dengan hukuman penjara selama-
lamanya sembilan tahun.
3
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga factor penting, yaitu :
1. Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau belum. Sedangkan, bagi orang
lain yang melakukan atau tururt membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan
atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara
( pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/ hukuman mati
(pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
2. Waktu , yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi
hanya dinyatakan “ pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian”. Sehingga boleh
dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila
rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh
anaknya.
3. Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui
orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut didapatkan
dari hubungan tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi ditempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,
got, sungai, dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak
sendiri ( pasal 341,342), pembunuhan (pasal 338, 339, 340,343), lahir mati kemudian dibuang
(pasal 181), atau bayi yang diterlantarkan sampai mati (pasal 308).
2.3 Peran Dokter Pada Kasus Pembunuhan Anak Sendiri
Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa jenazah bayi. Dokter
akan diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu penyidikan untuk memperoleh kejelasan
didalam hal sebagai berikut :
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian?
VeR itu juga mengandung makna sebagai pengganti barang bukti.Oleh karena itu, segala
hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan.
4
Dengan demikian, selain ketiga kejelasan diatas, masih ada 2 hal lagi yang harus diutarakan dalam
VeR, yaitu :
4. Apakah anak yang dilahirkan tersebut cukup bulan dalam kandungan?
5. Apaka pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bagi si anak.
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus dilahirkan hidup
setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu.Selain itu, viabilitas dan maturitas bayi juga perlu
ditentukan untuk menerangkan sebab bayi mati.Bila bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang,
maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus lahir mati kemudian
dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.
2.3.1 Lahir Hidup atau Lahir Mati
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah
pemisahan, bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi,
sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.
Lahir mati adalah hasil kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan oleh
ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun sesudah kehamilan berumur
28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernafas atau tidak
menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat, atau gerakan
otot rangka.
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernafasan (paru
mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis, adanya pergerakan otot,
sirkulasi darah, dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.
1. Pernafasan
Pernafasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan
sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru.
Pernafasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-
paru.
a. Letak diafragma
Pada bayi yang sudah bernafas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6.
Sedangkan pada yang belum bernafas setinggi iga ke -3 atau ke -4.
5
b. Gambaran makroskopik paru
Paru-paru bayi yang sudah bernafas berwarna merah muda tidak homogeny
namun berbercak-bercak.Konsistensinya adalah seperti spons dan berderikpada
perabaan.Sedangkan, pada paru-paru bayi yang belum bernafas berwarna merah
ungu tua seperti warna merah hati bayi dan homogeny, dengan konsistensi kenyal
seperti hati atau limpa.
c. Uji apung paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh, paru-paru tidak disentuh
untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologi
jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Lidah keluarkan seperti biasa dibawah rahang bawah, ujung lidah dijepit
dengan pinset atau klem, kemudian ditarik kearah ventrokaudal sehingga tampak
palatum mole.Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang
perbatasannya dengan palatum durum.Faring, laring, esophagus bersama dengan
trakea dilepaskan dari tulang belakang.Esophagus bersama dengan trakea diikat
dibawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada
manipulasi berikutnya cairan ketuban, meconium, atau benda asing lain tidak
mengalir keluar melalui trakea, bukan untuk mencegah masuknya udara kedalam
paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset
bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.Kemudian esophagus diikat
diatas diafragma dan dipotong diatas ikatan.Pengikatan ini dimaksudkan agar udara
tidak masuk kedalam lambung dan uji apung lambung-usus tidak memberikan hasil
meragukan.
Setelah semua oran leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimaskkan
kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali kedalam air, dilihat apakah
mengapung atau tenggelam.Setelah itu tiap lobus dipisahkan dam dimasukkan
kedalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.Lima potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung
atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya pembusukan.Bila potongan kecil itu mengapung,
letakkan diantara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan
6
digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan
interstitial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih
mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu
yang tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada
mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan
memperlihatkan hasil uji apung paru negative.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat buatan
atau alamiah yaitu bayi yang sudah bernafas walaupun kepala masih dalam uterus
atau dalam vagina.
Hasil negative belum tentu pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti nafas meskipun jantung masih berdenyut,
sehingga udara dalam alveoli diresorpsi.Pada hasil uji negative ini, pemeriksaan
histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir
hidup.
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat
dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.
d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif melekat dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi
selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.Biasanya digunakan
pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan gomori atau
ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernafas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu.
Tanda khas untuk paru janin belum bernafas adalah adanya tonjolan yang
berbentuk seperti bantal yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar
menipis sehingga anakn tampak seperti ganda. Pada permukaan ujung bebas
tonjolan tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernafas
yang sudah membusuk dengan pewarnaan gomori atau ladewig, tampak serabut-
serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti ram but
yang keriting, sedangkan pada tonjolan berjalan dibawah kapiler sejajar dengan
permukaan tonjolan dan membentuk gelung-gelung terbuka.
7
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan
amnion yang luas karena asfiksia intrauterine, misalnya akibat tertekannya tali
pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernafasan janin prematur.Tampak sel-
sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang
dengan inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat
seperti bawang.Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak
jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
Meconium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli.Kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel
epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis meconium
oleh sel-sel dinding alveoli.
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya
kehidupan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat,
dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterine, kelainan
kongenital yang fatal seperti anensefalus.
2. Menangis
Bernafas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa
bernafas.Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara
tangisan dapat terjadi dalam uterus atau vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam
uterus adalah masuknya udara ke dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun
dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat
dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati, maupun
yang lahir mati.
4. Peredaran darah, denyut jantung, dan perubahan pada hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi
mata) dan bukti anatomis yaitu perunahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam
duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus ( cabang vena umbilikalis
yang langsung masuk vena cava inferior ).
8
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/ detak jantung pada bayi yang
sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale
tertutup bila telah terjadi pernafasan dan sirkulasi ( satu hari sampai beberapa minggu).
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam).Duktus
venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
5. Isi usus dan lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat
reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan ( lahir hidup). Udara dalam lambung
dan usus dapat terjadi akibat pernafasan wajar, pernafasan buatan atau tertelan.Keadaan-
keadaan tersebut tidak dapat dibedakan.Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat,
dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada jejunum pada lekuk pertama, kemudian
dimasukkan kedalam air.Makin jauh udara usus masuk kedalam usus, makin kuat dugaan
adanya pernafasan 24-48 jam post mortem, meconium sudah keluar semua seluruhnya dari
usus besar.
6. Keadaan tali pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut
tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua,
pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu diputus ( secara
tajam atau tumpul ).
7. Keadaan kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah
bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak
lahir hidup yaitu maserasi yang dapat terjadi bila bayi sudah mati didalam uterus beberapa
hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi
tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu
dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau setelah
terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah :
a. Antepartum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan.
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri :
9
a. Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
b. Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
c. Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
d. Tidak ada gas, baunya khas.
e. Mesrasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.
2.3.2 Tanda Perawatan
Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi tersebut tidak lama
setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir adalah bayi yang baru dilahirkan dan belum
dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut sebagai
pembunuhan anak sendiri.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat dikateahui dari
tanda-tanda sebagai berikut :
1. tubuh masih berlumuran darah.
2. Plasenta masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan umbilicus.
3. Bila plasenta tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan melekatkan ujung tali pusat tersebut kepermukaan air.
4. Adanya lemak bayi pada derah dahi serta didaerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, liupat paha, dan bagian belakang bokong.
10
2.3.3 Viabilitas
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup diluar kandungan ibunya
atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya. Viabilitas mempunyai beberapa syarat,
yaitu :
1. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.
2. Panjang badan ≥ 35 cm.
3. Berat badan ≥2500 gram
4. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
5. Lingkaran fronto-oksipital ≥ 32 cm.
Selain itu juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan
hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus), dan aluran
pencernaan ( stenosis esophagus, gastroskizis).
2.3.4 Cukup Bulan dalam Kandungan
Bayi yang cukup bulan adalah bayi yang lahir setelah dikandung selama 37 minggu atau
lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh. Pengukuran bayi cukup bulan dapat dinilai dari :
Ciri-ciri eksternal
o Daun telinga
o Susu
o Kuku jari tangan
o Garis telapak kaki
o Alat kelamin luar
o Rambut kepala
o Skin opacity
o Processus xiphoideus
o Alis mata
Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat dilakukan
pemeriksaan terhadap pusat penulangan.
Pemeriksaan pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia. Buat irisan
melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan gunting, ligamentum
patella dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan pengirisan distal femur
11
atau proksimal tibia dimulai dari ujuang, lapis demi lapis ke arah metafisis. Pusat
penulangan akan tampak sebagai bercak warna merah homogen dengan diameter lebih dari
5mm di daerah epifisis tulang.
Pemeriksaan pusat penulangan pada tallus dan kalkaneus. Untuk mencapai tallus dan
kalkaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumit ke arah depan sampai sela jari ke 3 dan
4. Dengan melebarkan potongan kulit, pada tallus dan kalkaneus dapat dipotong
longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan.4,5
Penentuan umur janin/ embrio dalam kandungan (intrauterin) dengan rumus De Haas,
adalah 5 bulan pertama, panjang kepala- tumit (cm)= kuadrat umur gestasi (bulan) dan
selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.
Tabel 1. Umur bayi dan panjang badan.
Umur Panjang badan (kepala-tumit)
1 bulan 1 x 1 = 1 (cm)
2 bulan 2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan 3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan 4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan 5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan 6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan 7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan 8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan 9 x 5 = 45 (cm)
Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan (ossification
centers) sebagai berikut:
Pusat penulangan pada: Umur (bulan)
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/ setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/ setelah lahir
12
Kuboid Akhir 9/ setelah lahir
Bayi perempuan lebih cepat
2.3.5 Penyebab Kematian
a. Kematian wajar :
1. kematian secara alami (imaturitas dan kelainan kongenital)
2. perdarahan
3. malformasi
4. penyakit plasenta
5. spasme laring
6. eritroblastosis fetaslis
b. Kematian akibat kecelakaan
1. akibat persalinan yang lama.
2. Jeratan tali pusat
3. Trauma
4. Kematian dari ibu
c. Kematian karena tindakan pembunuhan
1. Pembekapan
2. Penjeratan
3. Penenggelaman.
4. Kekerasan tumpul pada kepala.
5. Kekerasan tajam
6. Keracunan
2.3.6. Otopsi pada Bayi.
Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama ditentukan apakah
bayi lahir hidup atau lahir mati. Seorang bayi dinyatakan lahir hidup bila pada pemeriksaan
mayatnya dapat dibuktikan bahwa bayi telah dan pernah bernafas. Bayi yang telah bernafas
memberikan ciri:
13
Rongga dada yang telah mengembang. Pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya
rendah, setinggi iga ke 5 atau 6.
Paru telah mengembang. Pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan
terletak tinggi dalam rongga dada.
Uji apung paru. Uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapatnya udara dalam
alveoli paru. Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari
sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada kemudian dikeluarkan
seluruhnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air. Perhatikan apakah kedua paru
terapung. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan paru kiri
secara tersendiri. Lakukanlah pemisahan lobus paru, paungkan kembali ke dalam air.
Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (k.l 5mm x 10mm x 10mm) dari masing-masing lobus
dan apungkan kembali.
Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas.
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti terhadap kepala,
mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat kelahiran, mungkin dapat
menimbulkan cedera pada sinus kepala. Untuk meneliti hal ini, kepala bayi harus dibuka dengan
teknik khusus yang menghindari terpotongnya sinus tersebut sehingga dapat dinilai dengan
sebaik-baiknya.
Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak bayi baru
lahir masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan gunting (tidak perlu
menggunakan gergaji). Untuk menghindari terpotongnya sinus sagitalis superior, guntinglah os
parietal pada jarak 0,5 sampai 1 cm lateral dari garis median, dimulai pada daerah fontanel besar
ke arah belakang sampai bagian posterior tulang ubun-ubun untuk kemudian membelok ke arah
lateral. Di depan, pengguntingan dilanjutkan ke arah tulang dahi yang pada jarak 1-2cm dari batas
lipatan kulit, membelok ke arah lateral. Os parietal kanan dan kiri kini dapat dibuka ke arah lateral
seperti membuka jendela.
Dengan menarik bagian otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falx serebri dan
sinus sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya robekan, resapan darah maupun perdarahan.
Dengan menarik bagian oksipital ke arah kranio-lateral, tentorium serebeli serta sinus lateralis,
sinus oksipitalis dapat diperiksa. Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat
dewasa, atau dikeluarkan terpisah, bagian kanan dan kiri.
Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa. Untuk dapat
melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan formalin 10%, baik
dengan merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan imbibisi.
14
2.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri
Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi bersangkutan bertujuan
untuk menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan.Pada pemeriksaan juga perlu dicatat
keadaan jalan lahir untuk menjawab pertanyaan “apakah mungkin wanita tersebut mengalami
partus presipitatus”.
1. Tanda telah melahirkan anak.
a. Robekan baru pada alat kelamin.
b. Osteum uteri dapat dilewati ujung jari
c. Keluar darah dari Rahim.
d. Ukuran Rahim; saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum setinggi tulang
kemaluan.
e. Payudara mengeluarkan air susu.
f. Hiperpigmentasi aerola mamae.
g. Striae gravidarum dari warna merah menjadi putih.
2. Berapa lama telah melahirkan
a. Ukuran Rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu.
b. Getah nifas : 1-3 hari post patum berwarna merah, 4-9 hari post partum berwarna putih,
10-14 hari post partum getah nifas habis.
c. Robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari.
3. Mencari tanda-tanda partus presipitatus.
a. Robekan pada alat kelamin.
b. Inversion uteri yaitu bagian dalam Rahim menjadi keluar, lebih-lebih bila tali pusat
pendek.
c. Robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali
pusat. Robekan ini harus tumpul, dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis.
d. Luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan dibawah kulit kepala, perdarahan
didalam tengkorak.
4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa placenta pada darah yang berasal dari Rahim.
15
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang diperiksa adalah
suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara yang paling sering digunakan yaitu :
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak.
2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak.
3. Pemeriksaan DNA.
16
EKSHUMASI
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Tempat kejadian perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat
terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun
kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat tersebut
tetap disebut sebagai TKP. Diperlukan atau tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik
sangat bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya,
tempat kejadiannya, kejadiannya atau tersangka pelakunya.
Peranan dokter di TKP adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut
kedokteran forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP,
namun dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter
ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir.
Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang terjadi,
siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan apa
melakukannya,serta kenapa terjadinya peristiwa tersebut.
Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum
pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua benda bukti
yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai prosedur.
Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikannya dengan penyidik untuk
memperkirakan terjadinya peristiwa dan merencanakan langkah penyelidikan lebih lanjut.
Bila korban masih hidup maka tindakan yang utama dan pertama bagi dokter adalah
menyelamatkan korban dengan tetap mempertahankan keutuhan TKP.
Bila korban telah mati, tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, memperkirakan cara kematian, memperkirakan sebab kematian,
menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis. Bila perlu dokter dapat
melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran riwayat medis korban.
18
Beberapa tindakan yang dapat mempersulit penyidikan, seperti memegang setiap benda di
TKP tanpa sarung tangan, mengganggu bercak darah, membuat jejak baru, atau memeriksa sambil
merokok.
Saat kematian diperkirakan pada saat itu dengan memperhatikan prinsip-prinsip perubahan
tubuh pasca mati. Cara kematian memang tidak selalu mudah diperkirakan, sehingga dalam hal ini
penyidik menganut asas bahwa segala sesuatu yang diragukan harus dianggap mengarah ke
adanya tindak pidana lebih dahulu sebelum nanti dapat dibuktikan ketidak benarannya.
Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan
mengenai letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan. Mayat yang ditemukan
dibungkus dengan plastik atau kantong plastik khusus untuk mayat setelah sebelumnya kedua
tangannya di bungkus plastik sebatas pergelangan tangan. Pemeriksaan sidik jari oleh penyidik
dapat dilakukan sebelumnya.
Bercak darah yang ditemukan di lantai atau di dinding diperiksa apakah darah manusia
atau darah hewan, berasal dari nadi atau vena, jatuh dengan kecepatan )dari tubuh yang bergerak)
atau jatuh bebas, kapan saat terjadi perlukaannya dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana
terjadinya peristiwa.
Benda bukti yang ditemukan dapat berupa pakaian, bercak mani, bercak darah, rambut,
obat, anak peluru, selongsong peluru, benda yang diduga senjata diamankan dengan
memperlakukannya sesuai prosedur, yaitu di pegang dengan hati-hati serta dimasukkan kedalam
kantong plastik tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru.
Benda bukti yang bersifat cair dimasukkan kedalam tabung reaksi kering. Benda bukti
yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan dimasukkan ke dalam amplop
atau kantong plastik, bercak pada kain diambil seluruhnya atau bila bendanya besar digunting dan
dimasukkan kedalam amplop atau kantong plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik. Semua benda bukti harus diberi label dengan keterangan
tentang jenis benda, lokasi penemuan, saat penemuan dan keterangan lain yang diperlukan.
Mayat dan benda bukti biologis/ medis, termasuk obat atau racun dikirim ke Instalasi
Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk pemeriksaan lanjutan. Apabila
tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik, benda bukti dapat dikirim ke
Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik. Benda bukti bukan biologis dapat
langsung dikirim ke Laboratorium Kriminil/Forensik Kepolisian Daerah setempat.
19
Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera, film
berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, ;lampu ultra violet,
alat tulis, tempat menyimpan benda bukti berupa amplop atau kantong plastik, pinset, skalpel,
jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal, termometer ruangan, sarung tangan, kapas, kertas
saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti.
2.2 Ekshumasi
Penggalian kubur ( exhumation) adalah pemeriksaan terhadap mayat yang sudah
dikuburkan dari dalam kuburannya yang telah disahkan oleh hukum untuk membantu peradilan.
Ex dalam bahasa latin berarti keluar dan humus berarti tanah. Pada umumnya, penggalian mayat
dilakukan kembali karena adanya kecurigaan bahwa mayat mati secara tidak wajar, adanya
laporan yang terlambat terhadap terjadinya pembunuhan yang disampaikan kepada penyidik atau
adanya anggapan bahwa pemeriksaan mayat yang telah dilakukan sebelumnya tidak akurat.
Tujuan dari ekshumasi adalah untuk identifikasi korban, identifikasi jenis perlukaan dalam
kaitannya dengan senjata penyebab, penyebab dan mekanisme kematian, rekonstruksi kematian,
dan saat kematian.
Untuk melaksanakan penggalian kuburan harus diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Persiapan penggalian kuburan
Dokter harus mendapat keterangan lengkap tentang peristiwa kematian agar dapat
memusatkan perhatian dan pemeriksaan pada tempat yang dicurigai. Jika pemeriksaan
dilakukan di lokasi penggalian maka siapkan tenda lengkap dengan dinding penutup, meja
pemeriksaan, air wadah, dan perlengkapan pemeriksaan mayat.
2. Waktu yang baik
Waktu yang baik untuk melakukan ekshumasi jika mayatnya masih baru maka dilakukan
secepat mungkin sedangkan jika mayatnya sudah lama atau lebih dari satu bulan dapat
dicari waktu yang tepat untuk penggalian. Waktu penggalian dilakukan pada pagi hari
untuk mendapatkan cahaya yang cukup terang, udara masih segar, matahari belum terlalu
terik, dan untuk menghindari kerumunan masyarakat yang ingin tahu yang seringkali
mengganggu pemeriksaan. Bila tidak memungkinkan dilakukan pagi hari maka pada siang
hari dengan cuaca yang baik. Penggalian mayat pada sore hari sebaiknya dihindari.
20
3. Kehadiran petugas
Pada saat pelaksanaan penggalian harus dihadiri oleh penyidik atau polisi serta pihak
keamanan, pemerintah setempat atau pemuka masyarakat, dokter beserta asisten, keluarga
korban/ ahli waris korban, penjaga kuburan, penggali kuburan.
4. Keamanan
Penyidik harus mengamankan tempat penggalian dari kerumunan massa.
5. Proses penggalian kuburan
Penggalian perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menambah kerusakan pada
mayat akibat terkena alat penggali.
6. Pemeriksaan mayat
Sebaiknya dilakukan di tempat penggalian agar mempermudah penguburan kembali selain
karena mengingat adanya masalah transportasi dan waktu. Tetapi pemeriksaan di instalasi
forensik lebih baik karena dapat dilakukan dengan tenang tanpa harus ditonton oleh
masyarakat banyak dan lebih teliti. Pemeriksaan kedokteran forensik meliputi pembersihan
rangka, rekonstruksi tulang belulang, deskripsi umum, identifikasi personal, dan pencarian
kekerasan dan penyebab kematian.
Sebelum ahli patologi melakukan pemeriksaan terhadap mayat, terlebih dahulu dipastikan
bahwa mayat yang akan diperiksa adalah benar. Petugas pemeriksa mayat harus memakai sarung
tangan dan masker yang telah dicelupkan ke dalam larutan potassium permanganas. Bila mayat
telah mengalami pembusukan dan mengeluarkan cairan, maka kain pembungkus mayat harus
diambil juga untuk pemeriksaan laboratorium, setentang daerah punggung mayat. Bila mayat telah
hancur semuanya maka setiap organ yang tinggal harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika
organ dalam tidak dijumpai lagi maka yang diperiksa adalah rambut, gigi, kuku, tulang dan kulit
korban.
2.3 Dasar hukum menyangkut ekshumasi
Prosedur penggalian mayat diatur dalam KUHAP, dalam pasal 135 dan disini terkait pada
pasal 133, 134, dan 136 KUHAP. Dan bagi yang menghalangi atau menolak bantuan phak
peradilan dapat dikenakan sanksi hukum seperti tercantum dalam pasal 222 KUHP. Penyidik
harus memberikan keterangan tentang modus dan identitas korban sehingga dokter dapat
mempersiapkan diri. Dan juga memerlukan surat permintaan pemeriksaan dari penyidik.
21
Disamping itu, diperlukan koordinasi dengan pihak pemerintah daerah, dalam hal ini dinas
pemakaman, untuk memperoleh bantuan penyediaan tenaga para penggali kubur, juga perlu
disiapkan kantong plastik kecil untuk bahan/sampel pemeriksaan laboratorium.
Jika ada kecurigaan tertentu, sampel tanah harus diambil pada permukaan kuburan, bagian
di sekitar makam dan tanah di atas peti mayat. Saat peti telah dipindahkan, ahli forensik akan
mengambil sampel tanah dari pinggir dan bawah peti mayat. Saat ada kecurigaan atau diduga
tindak kriminal, rekaman gambar pada setiap bagian identifikasi dimakamkan harus diambil
( biasa difoto oleh polisi) untuk menemukan bukti-bukti selama otopsi.
Jika dicurigai diracun, contoh dari kain kafan, pelengkapan peti mati dan benda yang
hilang seperti cairan harus dianalisis. Mayat dipindahkan dilucuti pakaian dan dilakukan otopsi
sesuai kondisi pada tubuh. Bila terdapat kecurigaan kematian akibat keracunan logam berat maka
smapel tanah sekitar mayat harus diambil agar terhadap hasil pemeriksaan laboratorium
toksikologik dapat ditarik kesimpulan yang tidak meragukan. Pembusukan, adiposere dan
mumifikasi merupakan penyulit pemeriksaan, kadang ketiganya berada pada tubuh yang sama.
Pada posisi yang tinggi akan membuat keadaan mayat lebih baik daripada tanah yang berisi air
ditempat penguburan.
Sebelum mayat dikubur kembali harus dipastikan apakah bahan – bahan yang diperlukan
sudah cukup untuk menghindari penggalian ulang.
22
BAB III
KESIMPULAN
INFANTICIDE
Pembunuhan anak sendiri adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anak
kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut letahuan telah melahirkan
anak.Berdasarkan undang-undang, terdapat 3 faktor penting mengenai pembunuhan anak sendiri,
yaitu faktor ibu, waktu, dan psikis. Pemeriksaan kedokteran forensic pada kasus pembunuhan anak
atau yang diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan mengenai anak
tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati, adanya tanda-tanda perawatan, luka-luka yang dapat
dikaitkan dengan penyebab kematian, anak tersebut dilahirkan cukup bulan dalam kandungan, dan
adanya kelainan bawaan yang mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Pemeriksaan terhadap
kasus pembunuhan anak sendiri dilakukan terhadap pelaku atau tertuduh dan korban. Pada ibu
diperiksa tanda telah melahirkan anak, berapa lama telah melahirkan, adanya tanda-tanda partus
presipitatus, pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan histopatologis terhadap sisa plasenta
dalam darah yang berasal dari Rahim..sedangkan pada korban diperiksa viabilitas, penentuan
umur, pernah atau tidak pernah bernafas, umur ekstra uterin, dan sebab kematian. Sebab kematian
dapat berupa akibat penyakit, kecelakaan, dan tindakan criminal.Salah satu contoh kematian
akibat tindakan criminal adalah tindakan pembunuhan berupa sufokasi (pembekapan).
EKSHUMASI
Prosedur penggalian mayat diatur dalam KUHAP, dalam pasal 135 dan disini terkait pada
pasal 133, 134, dan 136 KUHAP. Dan bagi yang menghalangi atau menolak bantuan phak
peradilan dapat dikenakan sanksi hukum seperti tercantum dalam pasal 222 KUHP. Penyidik
harus memberikan keterangan tentang modus dan identitas korban sehingga dokter dapat
mempersiapkan diri. Dan juga memerlukan surat permintaan pemeriksaan dari penyidik. Jika ada
kecurigaan tertentu, sampel tanah harus diambil pada permukaan kuburan, bagian di sekitar
makam dan tanah di atas peti mayat. Saat peti telah dipindahkan, ahli forensik akan mengambil
sampel tanah dari pinggir dan bawah peti mayat. Saat ada kecurigaan atau diduga tindak kriminal,
rekaman gambar pada setiap bagian identifikasi dimakamkan harus diambil ( biasa difoto oleh
polisi) untuk menemukan bukti-bukti selama otopsi.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakkan Kedua. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Afandi D., Swasti D., dkk. 2008. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) Dengan Kekerasan
Multipel. Majalah Kedokteran Indonesia 2008, Vol 5, No.9.
3. Desi E., Shofiah Y. 2007. Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak (Child Abuse)
dengan Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal Psikologi, Vol.3 No. 2,
2007. hal. 16
4. Gharini P.P.R. 2004. Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama .
Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, 13-19 September 2004
5. Arif B, Wibisana W, Siswandi S, et. Tempat kejadian perkara. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Universitas Indonesia, Jakarta; 1997, p197-202
24