infoz+ edisi 11 ok print

32

Upload: dasan-ucupperz

Post on 21-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

mb

TRANSCRIPT

Page 1: Infoz+ Edisi 11 OK Print
Page 2: Infoz+ Edisi 11 OK Print
Page 3: Infoz+ Edisi 11 OK Print

DA

FTA

R IS

I

INFOZ+ adalah majalah yang diterbitkan oleh Forum Zakat (FOZ) yang berfungsi sebagai jaringan informasi, komunikasi dan advokasi LAZ dan BAZ seluruh Indonesia dengan membawa misi mengembangkanperzakatan, perinfakan dan perwakafan di Indonesia.

Penanggungjawab: Ahmad Juwaini Dewan Redaksi: Teten Kustiawan, Sri Adi Bramasetia, HermanBudianto, Hermin Rachmawantie Pemimpin Redaksi: M. Anwar Sani Redaktur Pelaksana: Noor Aflah Layout Grafis: Abd. Aziz, M. Distribusi: Ivan, Yudhi Alamat Redaksi: Gedung BAZNAS B Lt. 1 Jl. Kebon Sirih Raya No. 57 Jakarta 10340 Telp. 021-70902731, 3148444 Fax. 021-3148444 Web FOZ: www.forumzakat.net; www.asosiasizakat.blogspot.com Email: [email protected]

Redaksi

Sala

m R

edak

si

Pembaca yang budiman,

Menjadi seorang amil sangatlah mudah. Tinggal mendirikan lembaga zakat lalu membentuk kepengurusan, jadilah orang-orang yang ada di dalamnya sebagai amil. Itu jika pengertian amil dipahami secara sederhana. Berbeda jika pengertian amil diartikan sebagai seorang petugas mulia yang keberadaannya disebutkan di dalam Al Quran. Tentu pengertian amil akan dimaknai secara hati-hati. Mengingat pekerjaan yang harus diemban seorang amil tidaklah mudah. Ia harus amanah dan bisa dipercaya, karena zakat yang dikumpulkan adalah amanah muzaki yang harus disampaikan kepada orang lain sesuai ketentuan Al Quran. Ia harus mengerti hukum zakat, karena zakat ada aturan main tersendiri. Ia harus adil, karena diharuskan membagikan bagian kepada 8 golongan. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, ia harus punya kompetensi dalam pengelolaan zakat di lembaga, mengingat pengelolaan zakat melalui lembaga di Indonesia sekarang ini mengelami perkembangan yang cukup pesat.

Jika seorang amil sudah memenuhi persyaratan dan memiliki kompetensi yang cukup serta mempunyai kemampuan yang handal dalam pengelolaan zakat, maka sudah seharusnya mereka mendapatkan sertifikasi sebagai amil resmi. Bukan ‘ambil’ sebagaimana yang kadang diplesetkan orang yang memandang minor terhadap profesi amil, karena banyaknya ‘profesi amil dadakan di saat Ramadhan tiba.’

Dengan disertifikasinya seorang amil, maka melekatlah tugas dan tanggung mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Mereka pantas melayani muzaki. Memberikan konsultasi zakat dan menyalurkan zakat kepada yang berhak. Lalu, sebagai imbalan tugas dan tanggungjawabnya yang berat itu, mereka pun oleh Allah diberi sebagian hak dari zakat yang dikumpulkan itu.

Sama seperti profesi dokter, pengacara, akuntan dan sebagainya, amil juga seharusnya diberikan sertifikat. Sebagai tanda bahwa pemegang sertifikat ini sudah punya kompetensi dan kemampuan di bidang zakat. Sudah lulus dan teruji untuk melakukan pengelolaan zakat di masyarakat.

Dengan begitu, masyarakat akan semakin percaya bahwa amil-amil di Indonesia adalah orang-orang pilihan. Menyalurkan zakat melalui lembaga adalah keharusan. Sehingga semakin banyak masyarakat Indonesia yang sadar akan manfaat menyalurkan zakat melalui lembaga.

Majalah INFOZ+ edisi kali ini mengulas tentang pentingnya sertifikasi bagi amil. Dengan mencoba membandingkan proses sertifikasi di lingkungan profesi lainnya, seperti akuntan, dokter dan pengacara.

Di samping itu, Majalah INFOZ+ edisi kali ini juga menyuguhkan konsep RUU Zakat yang selama ini menjadi bahan diskusi di berbagai kesempatan. Konsep RUU Zakat ini, sampai kini masih dibahas di DPR.

Selamat Membaca !

fokus 4PERLUKAH SERTIFIKASI AMIL?

fokus 11Ropaun Rambe, SH

Ketua Umum DPP Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradin)

PROFESIONALISME TAK CUKUP DENGAN LEGALITAS

wawancara 26

sosok 17

EDISI 1I TH VI MARET - APRIL 2011

DR. KH. Ahmad Satori Ismail Ketua Umum Ikatan Da’i Indonesia (IKADI)

Tema Zakat Masih Terlupakan Para Da’i

Qubil AJ (Artis Sinetron)MEMBIASAKAN SEDEKAH

DARI PERAN SINETRON

kabar OPZ 24Yatim MandiriREKOR MURI UNTUK BESTARI YATIM MANDIRI

Page 4: Infoz+ Edisi 11 OK Print

fokus

� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Dalam kitab-kitab klasik banyak sekali ditemukan definisi tentang amil. Imam at-Thabari (w.

310 H) menyebut “Amil sebagai para wali yang diangkat untuk mengambil zakat dari orang yang berkewajiban membayarnya, dan memberikannya kepada yang berhak menerimanya. Mereka (‘amil) diberi (bagian zakat) itu karena tugasnya, baik kaya ataupun miskin”. Imam al-Mawardi (w. 450 H), dari mazhab Syafi’i memaparkan ”Amil merupakan orang yang diangkat untuk mengumpulkan zakat dan mendistribusikan-nya. Mereka dibayar dari zakat itu sesuai dengan kadar upah orang-orang yang sepadan dengan mereka”. Sedang Imam Az-Zarkasyi, dari madzhab Hanafi berpendapat ”Amil adalah orang yang diangkat

oleh Imam/Khalifah menjadi pekerja untuk mengumpulkan sedekah (zakat). Mereka diberi dari apa yang mereka kumpulkan sekadar untuk kecukupan mereka dan kecukupan para pembantu mereka. Besarnya tidak diukur dengan harga (upah)”. Masih banyak lagi definisi dari para ulama tentang siapa itu amil.

Laiknya sebuah definisi meskipun banyak dan berbagai macam definisinya, tentu tidak akan bisa mencakup secara keseluruhan unsur dari objek yang dimaksud. Karena masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda. Namun dari sekian pendapat tentang amil ada satu titik temu yang menjadi satu kesamaan persepsi yaitu bahwa eksistensi amil sangat vital dalam

Perlukah Sertifikasi Amil?Menyandang status amil di ranah zakat begitu mudah.

Cukup ikut kumpul-kumpul atau pura-pura sibuk bersama dengan orang-orang yang mengurus zakat predikat amil

bisa langsung didapat. Tak perlu repot-repot harus memiliki skill atau kompetensi yang menyita waktu. Ganjil, tapi itulah

faktanya. Jika begitu lantas patutkah kita berharap para amil tersebut bisa meraih penghimpunan potensi zakat yang

mencapai angka puluhan triliun?

Page 5: Infoz+ Edisi 11 OK Print

fokus

�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

ranah zakat. Bahkan jika diperlebar cakupannya bisa dinyatakan berhasil atau tidaknya pengelolaan zakat sangat ditentukan oleh baik buruknya kinerja amil. Lebih mulianya lagi, amil adalah satu-satunya petugas ibadah yang keberadaannya ditunjuk langsung oleh Allah melalui Al Quran. Berbeda dengan ibadah lain, seperti puasa dan haji, di dalam Al Quran belum ditemukan secara eksplisit petugas haji.

Dalam konteks Indonesia seiring dengan perkembangan kesadaran keislaman yang kian tinggi serta meningkatnya kesadaran penerapan bisnis berbasis syariah makin banyak saja lembaga yang mentahbiskan diri sebagai amil zakat. Bak jamur di musim hujan. Mulai dari yang terkesan seadanya hingga yang cukup serius dengan mendirikan sekretariat megah lengkap dengan papan nama besar sembari menebar sepanduk ajakan berzakat di berbagai sudut jalanan. Di satu sisi fenomena ini patut disyukuri mengingat makin banyak masyarakat yang peduli terhadap persoalan kemiskinan serta mau bekerja keras mengangkat derajat mustahiqqin. Namun pada saat bersamaan muncul kekhawatiran apakah ‘inflasi’ amil ini justeru akan menimbulkan persoalan baru yang justeru mendistorsi misi besar dari kegiatan pengumpulan zakat.

Kekhawatiran tersebut agaknya patut muncul karena begitu sangat mudah mendirikan lembaga amil, tak ada syarat minimal yang mesti dipenuhi tatkala seseorang atau sekelompok masyarakat yang hendak mendirikan lembaga amil zakat. Meskipun ada beberapa regulasi yang mengatur hal tersebut tetapi law enforcement terkait hal ini masih minim. Hal tersebut tak hanya terjadi pada lembaga yang baru berdiri tetapi juga lembaga amil yang telah berumur cukup lama. Masalah ini lantas berkait erat dengan model rekrutmen pegawai yang terkesan asal ‘comot’ karena tak ada standarisasi yang konkret akan kualifikasi apa saja yang harus dimiliki oleh para petugas pengumpul zakat. Kalaupun ada syarat-syarat untuk menjadi seorang amil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab fikih klasik, itu masih bersifat umum. Hal tersebut diyakini akan berdampak bukan saja pada citra lembaga di mana amil tersebut berada lebih jauh akan berimplikasi pada kuantitas perolehan

donasi zakat.

Fenomena di atas masih sangat terasa di berbagai organisasi pengelola zakat. Karena secara umum, di Indonesia saat ini untuk menjadi amil masih sangat mudah. Dengan melibatkan diri di sebuah lembaga zakat lalu mereka bisa serta merta ‘mengaku’ sebagai amil. Begitu mudah bak membalikkan telapak tangan. Tak peduli apa latar belakang dan pendidikan mereka. Padahal jika diseleksi lebih ketat, persyaratan untuk menjadi seorang amil sebagaimana yang disebutkan dalam fikih masih belum terpenuhi.

Menurut pengamatan Dr. Euis Amalia, Ketua Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta fakta masih mudahnya seseorang menjadi amil bukannya tak memiliki konsekwensi. Yang paling nyata dan dapat dirasakan langsung adalah amil saat ini masih dianggap sebagai pekerjaan sampingan (side job) sehingga sulit untuk bisa disejajarkan dengan pekerjaan lain, lebih-lebih jika mengharap menjadi profesi pilihan. Masih sangat jauh.

Perhatian pemerintah terhadap persoalan ini juga sangat minim. Tak bisa dipungkiri, dari kacamata agama, amil menempati posisi yang amat mulia tetapi dalam katogeri aktivitas kehidupan sehari-hari masih sangat jauh untuk disebut sebagai profesi yang menjanjikan dan membanggakan termasuk oleh pemerintah yang memiliki departemen dan memiliki direktorat zakat. Ironis memang. ”Dari sekian banyak perguruan tinggi Islam

di Indonesia cuma di Fakultas Syariah UIN Jakarta yang membuka konsentrasi ziswaf,” terang dosen yang juga pakar di bidang ekonomi Islam ini. Di antara pemicunya karena masyarakat Islam cenderung hanya tahu ekonomi Islam seputar bank dan asuransi belum banyak yang paham bahwa Ziswaf (zakat, infak, sedekah dan wakaf) itu memiliki prospek yang luar biasa.

Keadaan semacam itu tentu saja tak bisa lama-lama dibiarkan. Sudah sangat mendesak jika di masa-masa mendatang amilin dibekali dengan keterampilan khusus dengan standarisasi kemampuan minimal. Hal

ini jangan dipahami sebagai upaya memangkas peran masyarakat terlibat dalam urusan zakat tetapi sebagai bagian dari upaya meningkatkan kapasitas dan kemampuan amil. Sebab dengan munculnya pelbagai entitas bisnis syariah yang makin variatif seperti asuransi syariah, perbankan syariah, sukuk, pasar modal syariah dan lain-lain melahirkan konsekwensi adanya kewajiban berzakat atas kegiatan tersebut yang berimbas pada tuntutan terhadap peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM amilin.

”Dari sekian banyak perguruan

tinggi Islam di Indonesia cuma di Fakultas Syariah

UIN Jakarta yang membuka

konsentrasi ziswaf,”

Page 6: Infoz+ Edisi 11 OK Print

fokus

� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Selama ini paradigma yang menjadi mainstream menggunakan tolok ukur fikih centris. ”Akan banyak dibutuhkan profesional bukan saja yang memahami hukum zakat tetapi juga mengetahui tentang akuntansi, komunikasi bisnis, dan pemahaman ekonomi,” beber Euis.

Tak bisa dipungkiri bila profesionalisme amil berkorelasi dengan perolehan jumlah penghimpunan (donasi) seperti yang sekarang terjadi. Ada lembaga amil yang pendapatannya begitu tinggi, ada yang sedang, tak sedikit pula yang rendah. Mereka yang mampu mendapatkan dana ’kakap’ karena ditopang oleh SDM yang ‘mumpuni’ dan di back up sistem modern. Dan yang tak kalah penting mereka mampu menjaga kepercayaan (amanah) masyarakat melalui transparansi karena itu sudah menjadi keniscayaan dari akuntabilitas lembaga yang mengelola dana publik. Dengan demikian tanpa diminta atau disuruh kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan zakat pada lembaga tersebut dengan sendirinya berjalan.

Berkaca dari Profesi Advokat

Ada banyak referensi organisasi profesional yang bisa dijadikan tolok ukur membangun profesionalisme amil, di antaranya advokat. Sebagai organisasi profesi berbagai aturan main dan tata cara menjadi anggota, kode etik di atur sedemikian rupa. Untuk menyandang gelar advokat ada banyak persyaratan yang harus dilalui oleh calon advokat. Di antaranya harus berlatar belakang sarjana hukum, mengikuti pendidikan dengan kurikulum baku yang telah

d i t e n t u k a n , m e n g i k u t i ujian. Jika tidak lulus harus m e n g u l a n g t a h u n b e r i k u t n y a , b e g i t u s e t e r u s n y a sampai benar-benar lulus ujian.

Manakala lulus tidak lantas langsung bisa praktik. Dia harus melalui masa magang selama dua tahun dan belum boleh berpraktik sendiri dan harus didampingi advokat senior. Selama itu, dia musti menangani 6 perkara perdata dan 4 perkara terkait dengan persoalan pidana. Setelah itu calon advokat melakukan sumpah profesi. Selain itu karena profesi ini berada di ranah hukum, calon advokat tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 5 tahun atau lebih. Ini agar integritas, kredibilitas, dan moralitas advokat benar-benar terjaga. Setelah persyaratan tersebut baru seorang advokat mendapat lisensi yang dikeluarkan oleh organisasinya. Persyaratan normatif tersebut termuat jelas dalam UU Advokat sehingga jangan coba-coba melakukan ’kompromi’.

Setelah menyandang profesi mereka juga tetap diwajibkan mentaati peraturan dan kode etik. Maka itu advokat juga dipagari dengan berbagai peraturan lain seperti kode etik yang memuat sanksi-sanksi yang tegas. Bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat maka akan diproses oleh dewan kehormatan profesi.

“Sudah banyak advokat yang terkena sanksi bahkan dihukum dengan ganjaran yang paling berat yaitu status profesinya dicabut sehingga tidak bisa berpraktik sama sekali. Beberapa advokat terkenal bahkan kena sanksi jenis berat. Segala peraturan itu dihimpun dalam Kitab Advokat Indonesia (KAI),” ujar Ropaun Rambe, Ketua Umum DPP Peradin. Namun meski sudah sedemikian ketatnya, peluang dan usaha untuk menerobos aturan masih kerap terjadi. Ada saja oknum yang sengaja melanggar karena tergoda kepentingan sesaat. “Hal semacam itu memang berpotensi terjadi pada profesi manapun,” tegasnya.

Menggagas Sertifikasi Amil

Di dalam ayat–ayat al-Quran tentang zakat kata amil selalu disebut bersama dengan mustahiqqin lain yang berhak mendapatkan zakat. Hal ini tak lain karena amil memiliki peran strategis dalam pelaksanaan rukun Islam yang ketiga itu. Untuk disebut profesional tentu tak bisa cukup hanya berbekal SK, perintah atasan, atau karena keinginan masyarakat saja. Terlebih tugas utamanya adalah pengurusan harta (maal). Maka telah tiba saatnya amil dibekali dengan sertifikasi sebagai bukti formal bahwa yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan dan mampu melaksanakan tugas secara profesional sehingga secara bertahap nantinya bisa disejajarkan dengan dengan pekerjaan-pekerjaan profesional lainnya seperti advokat, akuntan, dokter, dosen, guru dan seterusnya.

”Gagasan sertifikasi amil patut didukung,” tegas Muhaimin Luthfie Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama. Namun demikian untuk menuju kesana tentu musti ada tahapan yang harus dilalui misalnya ada jenjang pendidikan baik berupa diklat, training, penataran atau sejenisnya. Sertifikasi sebagai indikator profesionalisme harus memiliki parameter tertentu. Sebuah profesi tidak bisa serta merta dikatakan profesional sebelum ada rumusan yang jelas.

“Sertifikasi sebagai indikator

profesionalisme harus memiliki parameter

tertentu. Sebuah profesi tidak bisa

serta merta dikatakan profesional sebelum

ada rumusan yang jelas.”

Page 7: Infoz+ Edisi 11 OK Print

fokus

�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Misalnya harus berpendidikan sarjana, mengikuti pendidikan dalam jangka waktu tertentu, ada masa magang dan seterusnya.

Usaha ke arah sertifikasi amil memang sangat positif namun ’syarat rukun’ sebagai penopang tak bisa diabaikan begitu saja. ”Kalau ada orang mengaku amil tapi tak mengerti tentang seluk beluk zakat akan terkesan aneh,” tambah Muhaimin. Terlebih di zaman seperti sekarang yang serba canggih amil tidak bisa cuma duduk di belakang meja (pasif), namun seharusnya dia harus aktif menjemput bola dan memaksimalkan potensi yang ada.

Senada dengan Muhaimin, M Fuad Nasar juga menengarai upaya sertifikasi ini baik sekali dan sangat perlu dilakukan. Apalagi di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dan juga memiliki potensi zakat yang sangat besar. Di mana menurut hasil riset IDB 100 triliun per tahun, jelas menjadi tantangan untuk membenahi keamilan ini. Amil zakat dalam melakukan tugasnya harus penuh kewibawaan, penuh kekuatan hukum sama seperti petugas pajak. “Makanya

sertifikasi itu sesuatu yang harus dilakukan. Dan harus dimulai dari sekarang,” tegasnya.

Fuad juga mengatakan amil adalah pilar utama pengelolaan zakat. Maka ketika membicarakan profesi amil, tidak bisa lepas dari tiga aspek yang terkait satu sama lain. Pertama, aspek legalitas. Aspek legalitas ini baik ditinjau dari aspek hukum syar’i maupun perundang-undangan negara. Kedua, kapabilitas dan ketiga kredibilitas. “Urgensi sertifikasi amil inheren dengan ketiga hal

tersebut,” tandas Fuad, Wakil Sekretaris Badan Amil Zakat Nasional.

Pertanyaannya kemudian siapa yang berkompeten mengeluarkan sertifikasi? Fuad menambahkan, yang menjalankan adalah lembaga independen dan hanya satu lembaga yang punya peran sebagai regulator dan pengawas. Sampai saat ini Fuad masih belum bisa mengatakan siapa yang punya otoritas mengeluarkan sertifikasi amil. Apakah BAZNAS atau Depag, tetapi di antara kedauanya memiliki peluang.

Tapi jika melihat konteks ke depan, seiring dengan bergulirnya pembahasan UU Zakat, jika memang peran regulator dan pengawas diperankan oleh pemerintah, maka dialah yang akan melakukan sertifikasi terhadap amil itu. Jika UU nanti mengatakan harus ada badan sendiri yang melakukan sertifikasi berarti badan tersebutlah yang melakukan sertifikasi. Tapi jika badan yang melakukan regulasi dan pengawasan itu dipisah maka yang seharusnya melakukan sertifikasi adalah badan

yang melakukan pengawasan tersebut. Intinya, harus dilihat dulu hasil revisi UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang tengah digodok di DPR dan memasuki fase finalisasi.

Tetapi memang untuk mewujudkan hal diatas harus pula ditunjang oleh regulasi yang tegas, kalau tidak takkan menjadi kekuatan apa-apa karena jika hanya bersifat suka rela tidak berkekuatan memaksa. Bila mengandalkan sosialisasi biasanya prosesnya akan sangat lambat.

Yang tak kalah penting adalah konsistensi

dan ketegasan menegakkan aturan yang ada (law enforcement). Jika sudah terpenuhi, maka bagi yang melanggar kode etik amil, sertifikatnya bisa ditinjau ulang. Kode etik amil harus dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja amil. Sanksi yang paling ringan adalah, dia bisa tetap bekerja di lembaga zakat tapi posisinya tidak sebagai amil tapi sebagai tenaga pendukung amil. Tidak berarti mereka telah melakukan pelanggaran tetapi bisa juga karena ketidakmampuannya dalam menjalankan tugas secara optimal atau bagi yang kurang memadai dan kurang memuaskan dalam melayani muzaki juga bisa diberi sanksi seperti itu. Karenanya, lembaga yang mengeluarkan sertifikasi harus memiliki komite etik atau semacam badan kehormatan yang melekat di dalam lembaga agar bisa memantau amil setiap saat.

Lantas bagaimana pula dengan amil musiman yang ada di kampung-kampung yang acapkali bertebaran saat datang bulan Ranadhan? Menurut Euis Amalia keberadaan mereka tak serta harus dinafikan karena bagian dari potensi kultural yang selama ini menjadi kekuatan di tengah masyarakat. Yang terpenting aktivitas mereka dilaporkan ke BAZ daerah. Namun memang sebaiknya mereka dididik agar lebih baik agar kegiatan yang dijalankan kontinyu. Kalaupun tidak diberi sertifikasi mereka diberi bekal training. Hanya jika mereka ingin duduk di LAZ atau BAZ tingkat nasional mereka harus mendapat sertifikasi nasional.

Kalau terus dibiarkan seperti sekarang tentu potensi besar zakat yang digadang-gadang mencapai triliunan untuk bisa mengikis kemiskinan susah tercapai sehingga hanya jalan di tempat. Sebaliknya kalau para amil termasuk yang ada di daerah di berikan keterampilan yang memadai maka akan ada perkembangan yang sangat signifikan dalam penghimpunan zakat sehingga bisa dijadikan sebagai instrumen yang ampuh dalam menaklukkan kemiskinan. Sebab salah satu tujuan ekenomi islam bertujuan mencapai distributive of justice yang salah satu pilarnya adalah dengan tegaknya syariat zakat. Namun manakala pengelolaan zakat dilakukan secara serampangan maka tujuannya tidak akan tergapai. [M/N]

Page 8: Infoz+ Edisi 11 OK Print

� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

fokus

Di Indonesia saat ini seseorang untuk menjadi amil masih sangat mudah. Dengan melibatkan diri di sebuah

lembaga zakat lalu ia bisa ‘mengaku’ sebagai amil. Padahal jika diseleksi lebih ketat, persyaratan untuk menjadi seorang amil sebagaimana yang disebutkan dalam fikih masih belum terpenuhi.

Sejauhmana pentingnya seorang amil disertifikasi? Menurut M. Fuad Nasar, sertifikasi amil itu sesuatu yang substansial. Baik dari sisi hukum agama, fikih, maupun dari sisi legalitas formalnya. Jika menilik ketentuan Al Quran maupun Hadits, sebetulnya fokus perhatian zakat ada pada amil atau person. Bukan pada lembaganya. “Karena soal lembaga, tinggal disesuaikan dengan kontek perkembangan zaman,” tegas Wakil Sekretaris BAZNAS ini. Fuad juga mengatakan amil adalah pilar utama pengelolaan zakat. Maka ketika membicarakan profesi amil, tidak bisa lepas dari tiga aspek yang terkait satu sama lain. Pertama, aspek legalitas. Aspek legalitas ini baik ditinjau dari aspek hukum syari maupun perundang-undangan negara. Kedua, kapabilitas dan ketiga kredibilitas. “Urgensi sertifikasi amil inheren dengan ketiga hal tersebut,” tandas Fuad

Menurut Fuad, tugas amil adalah mandatory dari pemerintah bukan dari masyarakat. Para amil dalam melakukan tugas pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat memiliki kekuatan secara formal. “Jadi tidak semua orang bisa mengangkat dirinya sebagai amil. Tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu dan kelayakan sebagai amil. Disesuaikan dengan ijtihad zaman,” tegasnya. Jika pada masa-masa lalu, persyaratan amil tidak selengkap dan tidak seberat sekarang, itu karena keadaan. Karenanya perlu terobosan.

Dari sisi ide, upaya sertifikasi ini baik sekali dan sangat perlu dilakukan. Apalagi di Indonesia dengan Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dan juga memiliki potensi zakat yang sangat besar. Dimana menurut hasil riset IDB 100 triliun pertahun, jelas menjadi tantangan bagi kita semua untuk membenahi keamilan ini. Amil zakat dalam melakukan tugasnya harus penuh kewibawaan, penuh kekuatan hukum sama seperti petugas pajak. Makanya sertifikasi itu sesuatu yang harus dilakukan. Dan harus dimulai dari sekarang.

Jika sekarang banyak orang mengaku sebagai amil sementara mereka belum resmi diangkat atau belum memiliki sertifikat sebagai amil, maka yang berlaku adalah hukum darurat.

Jadi, selama belum ada aturan mengikat bagi amil, maka hukum darurat bisa berlaku.

Saat ini masyarakat sudah mulai sadar bahwa zakat itu melalui amil. Karena banyak manfaatnya. Oleh karenanya kesadaran masyarakat ini harus terus dijaga dan ditingkatkan oleh organisasi pengelola zakat. Ternasuk terobosan melakukan sertifikasi amil dengan mensyaratkan amil tidak hanya memenuhi syarat sebagaimana yang ada di fikih dan bersifat umum, seperti, muslim, memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang zakat, adil dan punya waktu melakukan tugasnya, melainkan harus punya kredibilitas ilmu yang mumpuni. Sama seperti dokter. Dia tidak bisa langsung mendapatkan izin praktek sebelum ia menjalankan beberapa tahapan pendidikan. Begitu juga amil, dia harus menjadi pegawai tidak tetap dulu. Atau sebelum resmi ditetapkan menjadi seorang amil dia harus melewati proses seleksi. Amil harus dilihat kapasitas dan kapabilitasnya. Sehingga ketika diketahui besaran potensi penghimpunan zakat, peta kemiskinan, maka harus memiliki data jumlah amil untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Saat ini data yang ada baru jumlah organisasi pengelola zakat. Sementara jumlah amil zakat, terutama yang statusnya amil murni belum ada datanya. Hal ini dimaksudkan untuk perbandingan ; antara jumlah masyarakat muslim, potensi zakat dan jumlah amil untuk menghimpun potensi zakat itu.

Tugas amil bukan hanya menerima zakat, melainkan juga sebagai konsultan zakat, layanan bagi muzaki untuk menghitung zakat dan sebagainya, Oleh karena itu tentu persyaratan pendidikan yang menunjung profesi amil, menjadi sebuah keharusan. Termasuk amil yang ada di masjid-masjid. Mereka seharusnya resmi ditunjuk oleh pemerintah. “Seperti di Singapura,” tandas Fuad.

Lembaga Independen

Siapa yang mengeluarkan sertifikasi amil? Menurut Fuad, harus lembaga independen dan hanya satu lembaga. Ia dilakukan oleh lembaga yang punya peran sebagai regulator dan pengawas. Mereka yang memiliki peran sebagai regulator dan pengawas ini bukan hanya berperan sebagai regulator pada lembaga tapi juga terhadap amilnya. Sebab, orang yang ada dalam organisasi pengelola zakat tidak semuanya berperan sebagai amil. Masih banyak yang men-generalisasi bahwa semua yang di

OPZ itu amil. “Ketika kita menyebut amilin itu semua orang pada semua level pekerjaan yang terlibat dalam kegiatan di organisasi pengelola zakat. Padahal kan tidak,” tagasnya. Ada yang berperan sebagai pendukung. Seperti di dalam institusi pendidikan. Tidak semua yang ada di sana adalah tenaga pendidik, ada juga tenaga administrasi dan tenaga pendukung. Nah, dengan adanya sertifikasi maka, yang bisa menerima zakat dari muzaki adalah amil yang memiliki sertifikat. Yang bisa menerima hak amil adalah amil. Harus ada pemilahan-pemilahan seperti itu.

Sampai saat ini Fuad masih belum bisa mengatakan siapa yang punya otoritas mengeluarkan sertifikasi amil. Apakah BAZNAS atau Depag belum tahu. Tapi jika melihat kontek ke depan, seiring dengan bergulirnya UU zakat, jika memang peran regulator dan pengawas diperankan oleh pemerintah, maka dialah yang akan melakukan sertifikasi terhadap amil itu. Jika UU nanti mengatakan harus ada badan sendiri yang melakukan sertifikasi berarti badan tersebutlah yang melakukan sertifikasi. Tapi jika badan yang melakukan regulasi dan pengawasan itu dipisah maka yang seharusnya melakukan sertifikasi adalah badan yang melakukan pengawasan tersebut.

Rekrutmen kebutuhan amil di sebuah OPZ juga tergantung kebutuhan SDM. Ini kaitannya dengan latar belakang pendidikannya. Ada yang berlatar pendidikan syariah. Ada manajemen, keuangan. Semua itu harus ada dan terpenuhi. Harus terpetakan sesuai kebutuhan amil dalam setiap lembaga. Karena seorang amil, tidak mungkin bisa menguasai seluruh kemampuan pekerjaan yang dibutuhkan di lembaga.

Jika sudah terpenuhi, maka bagi yang melanggar kode etik amil, sertifikatnya bisa ditinjau ulang. Kode etik amil harus dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja amil. Jika melanggar, sanksi yang paling ringan adalah, dia bisa tetap bekerja di lembaga zakat tapi posisinya tidak sebagai amil tapi sebagai tenaga pendukung amil. Tidak berarti mereka telah melakukan pelanggaran tetapi bisa juga karena ketidakmampuannya dalam menjalankan tugas secara optimal atau bagi yang kurang memadai dan kurang memuaskan dalam melayani muzaki juga bisa diberi sanksi seperti itu. Karenanya, lembaga yang mengeluarkan sertifikasi harus memiliki komite etik atau semacam badan kehormatan yang melekat di dalam lembaga agar bisa memantau amil setiap saaat. [n]

M.Fuad NasarWakil Sekretaris BAZNAS

Harus Ada Lembaga Sertifikasi Amil yang Independen

Page 9: Infoz+ Edisi 11 OK Print

�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

fokus

Amil adalah bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan rukun Islam yang ketiga yaitu zakat.

Maka itu dia berhak mendapatkan bagian bersama dengan tujuh penerima lainnya dari hasil pengumpulan zakat. Namun begitu di Indonesia masih banyak dijumpai amil yang masih belum memiliki kualifikasi professional seperti yang diharapkan. Namun begitu secara syariah sudah cukup.

Untuk disebut profesional pada bidang ke-amilan memang tidak cukup berbekal SK, perintah atasan, atau karena keinginan masyarakat saja. Lebih dari itu aktivitas amil erat kaitannya dengan persoalan menajemen dalam unit organisasi sekecil apapun, terlebih manakala menyangkut keuangan. Maka itu amil tidak bisa dianggap sepele sehingga harus ditopang keilmuan yang memadai agar mengerti bagaimana memperoleh sumber zakat dari masyarakat, tahu metodologi pengumpulan, paham cara bergaul dengan kalangan muzaki, cakap menyosialisasikan sistem pembayaran zakat yang mudah yang tidak merepotkan. Terlebih di zaman seperti sekarang yang serba canggih, amil tidak bisa cuma duduk di belakang meja (pasif), sebaliknya dia harus aktif menjemput bola. Terbukti

beberapa lembaga zakat yang dikelola secara profesional bisa memaksimalkan potensi yang ada. ”Maka dari itu bisa dikatakan ada korelasi yang sangat erat antara profesionalisme dengan jumlah pengumpulan zakat,” ujar Muhaimin Luthfi.

Dalam konteks ini wacana sertfikasi amil patut didukung. Namun demikian tentu ada tahapan yang harus dilalui misalnya harus ada lembaga yang mengeluarkan sertifikat yang sebelumnya ditandai dengan adanya jenjang pendidikan menuju kesana baik berupa diklat, training, penataran atau sejenisnya. ”Sertifikasi sebagai indikator profesionalisme harus memiliki parameter tertentu,” terang Luthfi. Profesi guru tidak bisa dikatakan profesional sebelum ada rumusan sedemikian rupa misalnya harus berpendidikan sarjana, memiliki akta IV, dan seterusnya. Usaha kearah sertifikasi amil memang sangat positif namun ’syarat rukun’ sebagai penopang tak bisa diabaikan begitu saja. Kalau seorang amil tak mengerti tentang seluk beluk harta yang wajib dizakati akan terkesan aneh.

Di samping profesionalisme yang mengarah pada peningkatan kapasitas dan skill, amil perlu memiliki moralitas yang tinggi yang bersumber dari nilai-nilai keagamaan. ”Sederhananya, jika profesionalisme landasannya adalah keilmuan, keterampilan teknis, scientific, teori dan metodologi, serta menejemen, maka moralitas sangat penting agar kemampuan tersebut dipagari oleh kejujuran dan amanah serta komitmen sehingga bisa berjalan pada koridor yang benar,” beber Luthfi menerangkan.

Dengan adanya perangkat regulasi dan perkembangan teknologi informasi (TI) yang telah berkembang begitu pesat seyogyanya para tokoh masyarakat, ulama, ormas bisa mereview kembali pelaksaaan pengumpulan zakat fitrah maupun zakat mal yang biasanya terjadi secara massif pada bulan Ramadhan supaya ditata dan dikawal sehingga tujuan memperoleh manfaat maksimal benar-benar bisa diwujudkan. Harus diakui peran Kementerian Agama selama ini memang lebih banyak bertumpu pada

fungsi monitoring pelakasanaan dari tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat dengan model pelaporan yang sederhana, lebih-lebih menyangkut zakat fitrah yang memang harus disalurkan seketika (fauran).

Adapun menyangkut zakat mal harus ada sinergi antara pemerintah dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan ormas Islam untuk mencari formulasi terbaik bagaimana cara pengelolaan yang paling efektif. Karena menurut hitungan para ahli potensi zakat sedemikian besar sehingga jika dikelola dengan baik akan membantu fakir miskin yang kebanyakan berasal dari umat Islam sendiri. Jangan sampai persoalan zakat disalurkan hanya ke pihak tertentu sementara masyarakat yang benar-benar membutuhkan tidak kebagian.

Amil yang profesional bukanlah yang bersifat ad hoc dan sporadis tetapi mereka yang benar-benar berkonsentrasi penuh mencurahkan tenaga, fikiran serta gagasan ke dalam pelbagai aktivitas zakat. Pada titik inilah maksud dari amil berhak atas bagian dari pengumpulan zakat bisa dimengerti karena pekerjaannya sangat spesifik yaitu menghimpun, mengelola serta menyalurkan zakat sehingga mampu mempermudah ’interaksi’ muzaki dengan para mustahik.

Jadi tak bisa dipungkiri bila profesionalisme amil tidak hanya berkorelasi dengan perolehan jumlah penghimpunan (donasi) tetapi begitu vital seperti yang sekarang terjadi. Ada lembaga amil yang pendapatannya begitu tinggi, ada yang sedang, tak sedikit pula yang rendah. Mereka yang mampu mendapatkan dana ’kakap’ karena ditopang oleh SDM yang ‘mumpuni’ dan di back up sistem modern. Dan yang tak kalah penting mereka mampu menjaga kepercayaan (amanah) masyarakat melalui transparansi karena itu sudah menjadi keniscayaan dari akuntabilitas lembaga yang mengelola dana publik. Dengan demikian tanpa diminta atau disuruh kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan zakat pada lembaga tersebut dengan sendirinya berjalan. (M)

Drs. H. Muhaimin Luthfie, MM.Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama

Wacana Sertifikasi Amil Patut Didukung

”jika profesionalisme landasannya adalah keilmuan, keterampilan teknis, scientific, teori dan metodologi, serta menejemen, maka moralitas sangat penting agar kemampuan tersebut dipagari oleh kejujuran dan amanah serta komitmen sehingga bisa berjalan pada koridor yang benar.”

Page 10: Infoz+ Edisi 11 OK Print

10 INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

fokus

Lahirnya menajemen ziswaf (zakat, infak, sedekah dan wakaf) tidak bisa lepas dari makin variatif dan

banyaknya kemunculan entitas dari ekomoni syariah yang kian meluas. Selain asuransi, pasar modal, perbankan sekarang muncul entitas yaitu pengelolaan zakat baik yang dilakukan LAZ maupun BAZ. ”Maka nantinya pasti akan dibutuhkan banyak profesional yang bukan saja mehamai hukum zakat tetapi juga mengetahui tentang akuntansi, komunikasi bisnis, dan pemahaman ekonomi,” ujar Euis Ketua Program Studi Ekonomi Islam UIN Syahid Jakarta.

Dr. Euis AmaliaKetua Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Jakarta

Lembaga Sertifikasi Bisa Percepat Peningkatan SDM Amil

Karena sudah saatnya mereka mampu mensosialisasikan zakat dengan baik dan bukan hanya aktivitas sambilan. Faktanya, akibat amil yang tidak profesional penghimpunan zakat jeblok tidak seperti yang diharapkan. Dari hitungan CSRC yang menyebut potensi zakat mencapai Rp 19 triliun per tahun yang terkumpul cuma Rp 1,3 triliun. Padahal harapannya zakat bisa mengimbangi pendapatan negara (pajak). Karena jika dikaitkan dengan ekonomi Islam zakat seharusnya memiliki multy player efect ekonomi yaitu sebagai pilar dalam ekonomi Islam. Nyatanya zakat yang ada di Indonesia belum sampai ke arah yang dimaksud yang menjadi penopang roda ekonomi karena masih rapuh. Satu sisi perkembangan perbankan syariah begitu pesat tetapi pendapatan zakatnya masih berjalan lambat. Maka perlu ada peningkatan manajemen ziswaf yang menghasilkan SDM yang kuat bukan hanya disektor knowledge namun yang siap diterjunkan dikancah praktis.

Pendangan di atas makin menguatkan bahwa aktivitas amil sangat potensial menjadi profesi. Ini bisa dilihat dari kesadaran masyarakat muslim yang kian menanjak yang ditandai dengan peningkatan transaksi ekonomi secara syariah, setidaknya ini menjadi peluang yang mulai muncul ditambah dengan kebijakan dari pemerintah dengan lahirnya UU Zakat dan UU Wakaf dan berbagai regulasi yang menopang ekonomi syariah, di samping itu iklim politiknya sangat mendukung. Masyarakat juga kian sadar (aware) terhadap kehadiran bisnis syariah. Ini membuka prospek yang besar untuk berkembangnya lembaga zakat yang profesional.

Amil harus terus didorong ke arah yang lebih baik dari sisi kelilmuan maupun kompetensi. Sehingga perlu ada lembaga sertifikasi untuk cepat melakukan peningkatan SDM terutama yang tidak memiliki background memadai atau mereka yang punya latar belakang agama cukup tetapi kurang dalam penguasaan manajemen maka bisa di-upgrade dengan sertifikasi lewat lembaga sertifikasi yang independen yang terakreditasi dengan

kurikulum dan pembekalan skill sehingga sebelum terjun sebagai amil. “Mereka harus melewati tahap ini,” ujar Euis mantab.

Manakala ada instrumen untuk sertifikasi, maka yang bersangkutan otomatis akan membutuhkan pendalaman keahlian melalui pelatihan dalam jangka tertentu untuk mendalami aspek-aspek fikih maupun manajerial sampai akhirnya siap. Seperti halnya pada profesi-profesi lainnya yang mensyaratkan adanya semacam lisensi. Pola semacam ini bisa melibatkan perguruan tinggi dengan BAZNAS dan seterusnya.

Tetapi memang untuk mewujudkan hal diatas harus pula ditunjang oleh regulasi yang tegas, kalau tidak, tak kan menjadi kekuatan apa-apa karena jika hanya bersifat suka rela tidak berkekuatan memaksa. Bila mengandalkan sosialisasi biasanya prosesnya akan sangat lambat.

Peran pemerintah selama ini punya kesan hanya rajin membuat lembaga zakat tetapi melupakan sisi edukasi dan sosialisasi. Zakat seolah-olah ditempatkan pada wilayah yang ’bebas’ dalam artian bisa dilakukan secara sendiri-sendiri sehingga tidak memerlukan penataan yang modern. Padahal di era modern sistem informasi zakat juga harus dikelola dengan teknologi informasi. Kalau terus dibiarkan seperti sekarang tentu apa yang digadang-gadang susah tercapai sehingga hanya jalan di tempat. Sebaliknya kalau para amil termasuk yang ada di daerah di berikan keterampilan yang memadai maka akan ada perkembangan yang sangat signifikan dalam penghimpunan zakat sehingga bisa dijadikan sebagai instrumen yang ampuh dalam menaklukkan kemiskinan. Sebab salah satu tujuan ekenomi Islam bertujuan mencapai distributif of justice yang salah satu pilarnya adalah dengan tegaknya syariat zakat. Namun manakala pengelolaan zakat dilakukan secara serampangan dan tidak profesional maka tujuannya tidak akan tergapai. (M)

”...kalau para amil termasuk yang ada di daerah di berikan keterampilan yang memadai maka akan ada perkembangan yang sangat signifikan dalam penghimpunan zakat sehingga bisa dijadikan sebagai instrumen yang ampuh dalam menaklukkan kemiskinan.”

Karenanya, amil tidak bisa hanya dianggap sebagai pekerjaan sampingan, melainkan harus menjadi profesi tersendiri yang dihargai dan bermartabat seperti halnya petugas (perkawinan) di KUA di mana di sana pegawainya diangkat secara khusus. Tidak mustahil dengan adanya BAZ daerah nantinya amil hadir di setiap kecamatan yang betul-betul disiapkan secara khusus sehingga bisa tampil profesional.

Page 11: Infoz+ Edisi 11 OK Print

11INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

fokus

Organisasi advokat sebagai lembaga profesi di bidang hukum memiliki akar sejarah yang panjang di

Republik ini. Eksistensi mereka tercatat sebelum Republik ini berdiri. Pada masa sebelum dan awal kemerdekaan jumlah advokat Indonesia masih sangat sedikit. Beberapa nama yang dikenal waktu itu antara lain, Mr Besar Martokusumo (Advokat Pertama Indonesia), Mr. Suyudi, Mr. Sastromolyono, Mr. Ali Sastroamidjojo, Mr.Singgih, Mr. Mohammad Roem yang merupakan advokat pelopor di Pulau Jawa. Mereka itu dikenal sebagai para pengacara yang dengan gigih menegakkan hukum melawan penjajah. Karena jumlahnya sangat sedikit mereka tidak membentuk atau tergabung dalam satu organisasi persatuan advokat, tetapi di kota-kota besar ada suatu perkumpulan yang dikenal dengan Balie Van Advocaten. Kala itu doktrin klasik berupa ‘Fiat Justitia Ruat Coelum’, tegakkan hukum meskipun langit akan runtuh sangat kental menjadi inspirasi perjuangan.

Seiring dengan mulai banyaknya minat masyarakat yang terjun di bidang pendampingan hukum, persoalan hukum yang makin pelik, serta tuntutan profesionalisme Bali Van Advocaten menjelma menjadi Persatuan Advokat Indonesia (PAI), sebagai cikal bakal untuk mendirikan Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN), kemudian atas prakarsa pemerintah untuk mempersatukan Advokat membentuk wadah tunggal dengan nama Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), karena terus menerus dicampuri oleh pemerintah sebagian advokat lantas mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Setelah itu berdiri beberapa organisasi lainnya seperrti Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Sampai akhirnya mereka dipersatukan dalam wadah tunggal Perhimpunan Advokat

Indonesia (PERADI). Namun tetap saja ada yang menolak dan membentuk perkumpulan baru. ”Advokat itu memang susah dipersatukan, mereka masing-masing punya ego yang sangat tinggi,” kata Ropaun Rambe ditemui di kantornya.

Namun lepas dari persoalan dinamika internal organisasi tersebut perjuangan mereka menjadikan advokat sebagai profesi mulia (officium nobile) yang memberikan jasa hukum baik di dalam dan di luar pengadilan menuai keberhasilan dengan disahkannya UU Nomor 18 tahun 2003 tentang advokat. Mereka kini sejajar dengan para penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim. Perjuangan tersebut memang tak mudah dan memakan waktu yang sangat panjang. Lahirnya UU tersebut menegaskan eksistensi advokat makin dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat yang memberi sumbangan terhadap kehidupan ekonomi dan perdagangan.

Maka itu sebagai organisasi profesi berbagai aturan main dan tata cara menjadi anggota, kode etik di atur sedemikian rupa. Untuk menyandang gelar advokat ada banyak persyaratan yang harus dilalui oleh calon advokat. Di antaranya harus berlatar belakang sarjana hukum, mengikuti pendidikan dengan kurikulum baku yang telah ditentukan, mengikuti ujian. Jika tidak lulus harus mengulang tahun berikutnya, begitu seterusnya sampai benar-benar lolos ujian. Manakala lulus tidak lantas langsung bisa praktik. Dia harus melalui masa magang selama dua tahun dan belum boleh berpraktik sendiri harus didampingi advokat senior. Selama itu dia musti menangani 6 perkara perdata dan 4 perkara terkait dengan persoalan pidana. Setelah itu calon advokat melakukan sumpah profesi. Selain itu karena profesi ini berada di ranah hukum, calon advokat tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 5 tahun atau lebih. Ini agar integritas, kredibilitas, dan moralitas advokat benar-benar terjaga. Setelah persyaratan tersebut baru seorang advokat mendapat lisensi yang dikeluarkan oleh organisasinya.

Setelah menyandang profesi mereka juga tetap diwajibkan mentaati peraturan dan kode etik. Maka itu advokat juga dipagari dengan berbagai peraturan lain seperti kode etik yang memuat sanksi-sanksi yang tegas jika dilanggar. Bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat maka akan diproses oleh dewan kehormatan profesi. Sudah banyak advokat yang terkena sanksi bahkan dihukum dengan ganjaran yang paling berat yaitu status profesinya dicabut sehingga tidak bisa berpraktik sama sekali. Beberapa advokat terkenal bahkan ada yang pernah kena sanksi jenis berat. Segala peraturan itu dihimpun dalam Kitab Advokat Indonesia (KAI). Namun meski sudah sedemikian ketatnya, peluang dan usaha untuk menerobos aturan masih kerap terjadi. Ada saja okonum yang sengaja melanggar karena tergoda kepentingan sesaat. Hal semacam itu memang berpotensi terjadi pada profesi manapun. ”Profesionalisme memang tak cukup dibuktikan dengan legal formal. Selain skill harus didukung oleh moralitas. Makanya di Peradin kurikulum yang kami berikan lebih komplit. Materimnya lebih kaya,” terang pengacara yang berpraktik di beberapa negara ini. (M)

Ropaun Rambe, SHKetua Umum DPP Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradin)

Profesionalisme Tak Cukup dengan Legalitas

”Profesionalisme memang tak cukup dibuktikan dengan legal formal. Selain skill harus didukung oleh moralitas.”

Page 12: Infoz+ Edisi 11 OK Print

pustaka

12 INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Banyak orang mengira mengelola zakat itu mudah. Bekerja di lingkungan organisasi pengelola zakat itu gampang. Karena

urusan zakat adalah urusan yang mudah dan tidak perlu bertele-tele. Zakat tidak perlu dikelola macam-macam. Tidak usah ribet di ini itu kan. Tidak perlu strategi dan perencanaan yang matang. Tidak usah dipelajari secara mendalam. Apalagi sampai dibanding-bandingkan dengan manajemen dan model pengelolaan dana di lingkungan perusahaan. Itu sangat tidak perlu. Karena karakter zakat tidak lebihnya sebuah dana sosial yang cukup dikumpulkan dari orang-orang kaya lalu disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Selesai.

Anggapan seperti itu pada masa lampau mungkin benar. Namun jika ditarik pada masa sekarang ini jelas tidak tepat. Karena pengelolaan zakat di Indonesia, terutama sejak lahirnya UU No.38 tahun 1999 mengalami perubahan yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya zakat hanya dikelola oleh kepanitiaan-kepanitiaan di masjid dan mushola, atau oleh sebagian muzaki dikelola (disalurkan) sendiri, sekarang ini sudah dikelola oleh masyarakat luas dengan pengelolaan yang modern melalui pendirian badan hukum dan organisasi tersendiri.

Jika dulu zakat tidak menjadi sesuatu yang menarik untuk dilirik, kini zakat seperti gadis cantik yang hampir semua orang terpikat ingin mengelolanya. Hal ini terbukti semakin hari semakin banyak jumlah organisasi pengelola zakat (OPZ) yang lahir (Buku Arsitektur Zakat Indonesia: 2009). Semakin tambah jumlah kelompok-kelompok masyarakat yang mendirikan semacam lembaga zakat –dengan menggunakan label lembaga yang berbeda-beda, baik di

lingkungan perusahaan, sekolah, pesantren, organisasi, bahkan di tubuh partai politik-pun ‘tergoda’ dengan zakat.

Maraknya pertumbuhan organisasi pengelola zakat bisa jadi sebuah indikasi positif. Karena jika dilihat antara potensi zakat dan realisasi penghimpunan zakat di Indonesia masih terjadi gap yang sangat jauh. Potensi zakat yang ditengarai mencapai 100 triliun pertahun (Didin Hafidhuddin: 2010), baru terkumpul 1.3 triliun (data FOZ tahun 2009). Artinya masih besar ‘kue’ potensi zakat yang belum tergali. Masih tersimpan kekuatan hebat zakat yang apabila terhimpun dengan baik, dapat membantu kemiskinan di Indonesia yang jumlahnya mencapai 30 juta orang lebih.

Buku yang ada di tangan pembaca saat ini mencoba memberikan satu jawaban dari beberapa pertanyaan di atas. Buku yang berjudul Strategi Pengelolaan Zakat di Indonesia ini merupakan satu solusi dari beberapa solusi lain bagi pengelola zakat di Indonesia. Di dalam buku – yang merupakan kumpulan tulisan dari pegiat zakat terutama yang menjadi Pengurus FOZ ini, diuraikan beberapa strategi pengelolaan zakat. Mulai dari bagaimana strategi pendayagunaan zakat, strategi pengembangan SDM, strategi pengembangan zakat berbasis komunitas dan strategi pengelolaan zakat melalui sinergi.

Buku ini merupakan sebuah bingkai dari berbagai gagasan, pemikiran, dan rekam jejak pengalaman dari para penulis, yang nota bene pegiat zakat di OPZ. Buku ini sangat memberi inspirasi bagi pengelola zakat dan masyarakat umum terutama mereka yang ingin mengelola zakat di masyarakat.

Bagi organisasi pengelola zakat yang ingin mengembangkan organisasinya, buku ini sangat tepat untuk dijadikan rujukan. Banyak gagasan-gagasan yang cukup cocok yang digunakan untuk mendesain kemajuan sebuah organisasi. Mulai dari strategi pengembangan amil, strategi pengembangan lembaga dan strategi penyaluran dana.

Membaca buku ini serasa kita diajak turut serta menelurusi rekam jejak keberhasilan pengelolaan zakat di OPZ lain. Tentunya banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari rekam jejak itu untuk mendesain kemajuan organisasi pengelola zakat yang kita miliki.

Judul : Strategi Pengelolaan Zakat di IndonesiaEditor : Noor AflahPenerbit : Forum ZakatCetakan I : Januari 2011 Halaman : vii+162 halamanHarga : Rp 40.000

Mendesain Kemajuan Pengelolaan Zakat

Page 13: Infoz+ Edisi 11 OK Print

seputar FOZ

13INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Lambatnya pembahasan PSAK Zakat 109 membuat pengurus Forum Zakat (FOZ) dan IAI (Ikatan Akuntan

Indonesia) mendesak MUI (Majelis Ulama Indonesia) agar segera menyelesaikan aturan akuntansi zakat yang sudah molor bertahun-tahun itu. Mengingat kebutuhan terhadap aturan akuntansi zakat oleh organisasi pengelola zakat di Indonesia sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi.

“Kami mohon dengan sangat agar MUI memprioritaskan pembahasan PSAK Zakat. Karena sudah berkali-kali kami (pengurus FOZ, red) ditanya oleh masyarakat, kapan PSAK Zakat selesai. Kenapa tidak selesai-selesai dan sebagainya,” ujar Ketua Umum FOZ, Ahmad Juwaini, saat menerima perwakilan IAI di Kantor FOZ, Jl. Kebon Sirih Jakarta, beberapa waktu lalu. Bahkan untuk mempercepat proses penyelesaian PSAK Zakat, kata Ahmad, FOZ siap membantu memfasilitasi. Seperti mengundang para dewan syariah yang ada di organisasi pengelola zakat untuk dilibatkan dalam mencarikan jawaban atas masalah-masalah hukum yang kini masih belum tuntas.

Sedangkan menurut Yakub, seorang tim kerja IAI mengatakan sudah melakukan monitoring secara rutin kepada MUI. “Di samping mengirimkan surat yang isinya menanyakan beberapa hal terkait isi PSAK Zakat, kami (IAI, red) juga melakukan monitoring secara rutin kepada DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia),” ujar Yakub didampingi dua orang dari IAI.

Dari segi PSAK-nya sendiri, menurut Yakub, draft finalnya sudah ada. Namun karena belum boleh dikeluarkan, maka IAI belum bisa memberikan draft itu kepada siapapun, termasuk kepada FOZ. “Karena salah satu syarat untuk bisa dikeluarkannya sebuah PSAK Syariah, harus ada covering letter (surat pengantar) dari DSN MUI. Sementara covering letter sampai sekarang masih belum keluar dan masih ada di tangan Komisi Fatwa DSN MUI,” tambah Yakub menjelaskan.

Padahal surat permintaan covering letter kepada DSN MUI sudah diajukan awal tahun 2010, bersamaan dengan pengajuan beberapa fatwa tentang isi PSAK Zakat. Tapi kenyataannya sampai sekarang covering letter masih belum dikeluarkan juga. Oleh karena itu, IAI berharap kepada MUI agar covering letter tersebut segera dikeluarkan.

Sedangkan alasan mendasar belum bisa dikeluarkannya covering letter adalah belum finalnya pembahasan beberapa point dari isi PSAK Zakat oleh Komisi Fatwa MUI. Oleh karena belum selesai di lingkungan Komisi Fatwa, maka covering letter belum bisa dikeluarkan.

Memang diakui oleh IAI, tidak semua permasalahan hukum yang ditanyakan kepada Komisi Fatwa MUI seluruhnya dijawab. Namun setidaknya beberapa

permasalahan sudah dijawab. Termasuk mengenai zakat perusahaan. Sementara permasalahan fikih seperti tugas dan tanggung jawab amil, pengumpulan dan penerimaan zakat, penggunaan dan penyaluran zakat dan mengenai dana non halal, belum dijawab oleh MUI.

Sejak Tahun 2007

Pembahasan PSAK Zakat dimulai sejak April tahun 2007. Dalam MoU (Memorandum of Understanding) yang ditanda tangani antara Ketua Umum FOZ (pada saat itu Hamy Wahjunianto) dan Direktur IAI (Elly Zarni Husein), PSAK Zakat diperkirakan selesai Juni 2008. Pada 22 Mei 2008 dilakukan public hearing atas Exposure Draft PSAK Zakat 109. Namun sampai Pebruari 2011 (hampir 4 tahun), pembahasan PSAK Zakat belum ada tanda-tanda PSAK selesai.

Menurut Yakub, satu-satunya PSAK yang paling lama dibuat oleh IAI adalah PSAK Zakat. “Ini (PSAK Zakat, red) yang paling lama,” kata Yakub sambil tersenyum.

Mengingat sudah sangat mendesaknya kebutuhan PSAK Zakat, sementara pembahasan di Komisi Fatwa tidak bisa dipastikan kapan selesainya, Ahmad Juwaini pantang menyerah, dan tetap mendesak PSAK Zakat segera dikeluarkan. “Apapun hasilnya, pokoknya segera keluarkan PSAK Zakat. Kalaupun masih ada kekurangannya, nanti kita sempurnakan belakangan. Yang terpenting sekarang adalah PSAK keluar dulu. Seperti apapun isinya,” tandas Ahmad Juwaini sembari mengingatkan agar semua organisasi pengelola zakat siap terhadap risiko isi PSAK Zakat itu. [na]

FOZ dan IAI Mendesak MUI Tuntaskan PSAK Zakat

Kebutuhan terhadap buku pedoman akuntansi sudah sangat mendesak untuk diterbitkan. Hal ini

mengingat belum adanya panduan yang baku dalam penyusunan laporan keuangan di lingkungan organisai pengelola zakat. Masing-masing organisasi pengelola zakat memiliki model laporan keuangan sendiri-sendiri. Ada yang mengacu pada model laporan keuangan organisasi nirlaba, ada juga yang mengacu pada model laporan yang ada di buku Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat (PA OPZ) yang disusun FOZ.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, FOZ segera menerbitkan buku Panduan

Penerapan Sistem Akuntansi dan Pedoman Akuntansi Zakat. Buku ini meliputi dua bagian. Bagian pertama membahas tentang sistem akuntansi, sedangkan bagian kedua mengulas tentang Pedoman Akuntansi. Buku ini merupakan penuntun pedoman aplikasi bagi system dan akuntansi bagi organisasi pengelola zakat.

Buku pedoman akuntansi ini disusun berbasis pada PSAK Zakat 109. “Meskipun masih dalam bentuk exposure draft, PSAK Zakat kami jadikan sebagai acuan dalam penyusunan pedoman akuntansi ini,” ujar M. Surjani Ichsan ketua tim penyusun buku ini, saat diadakan pleno

1, di Bandung Jawa Barat beberapa waktu lalu. Menurut Surjani, buku pedoman ini juga merupakan revisi buku PA OPZ yang diterbitkan FOZ tahun 2005 (sampul biru).

Surjani menambahkan, yang menjadi target akhir dari penyusunan ini adalah terwujudnya buku Panduan Penerapan Sistem Akuntansi Zakat bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia, yang benar-benar aplikatif dan sesuai dengan Pedoman Akuntansi Zakat dan PSAK No. 109.

Sampai saat ini, penyusunan buku tersebut sudah 70 persen selesai. Bahkan bagian pertama yakni system akuntansi sudah selesai 100 persen. Sedangkan untuk pedoman akuntansi sudah mencapai 70 persen. “Mudah-mudahan paling lambat bisa selesai awal April 2011,” tandas Surjani didampingi tim penyusun. [na]

FOZ Segera TerbitkanBuku Pedoman Sistem dan Akuntansi Zakat

Page 14: Infoz+ Edisi 11 OK Print

seputar FOZ

1� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Bantuan recovery bagi korban musibah di berbagai tempat di Indonesia segera digulirkan oleh

Forum Zakat (FOZ). Selaku asosiasi organisasi pengelola zakat, FOZ kembali membuat program sinergi di tiga lokasi musibah, longsor di Wasior (Papua Barat), tsunami di Mentawai (Sumbar) dan erupsi Merapi (di Jogja dan Jateng). Sama seperti program sinergi yang pernah ditangani di dua tempat sebelumnya, yakni Tasikmalaya dan Padang, program ini merupakan program bersama antar anggota Forum Zakat. Sementara FOZ sebagai pelaksana program sinergi ini.

Dalam rapat pengurus FOZ, Rabu 16 Pebruari 2011 di Jl. Kebon Sirih Jakarta, disepakati bentuk program sinergi di tiga tempat tersebut. Pertama di Wasior. Di lokasi musibah yang menelan ratusan korban jiwa meninggal dan ribuan pengungsi itu disepakati pembangunan rumah tinggal bagi guru madrasah diniyah. Madrasah diniyah di tempat itu merupakan satu-satunya madrasah diniyah yang ada di Wasior. “Program ini layak digulirkan di Wasior,” tandas Ahmad Juwaini, personel FOZ yang melakukan survey ke Wasior 17 Januari lalu didampingi Soffan Islam.

Musibah longsor yang terjadi tahun 2010 itu membuat umat Islam di Wasior menjadi berkurang. Sebagian di antara mereka memilih kembali ke daerah asalnya daripada tinggal di tempat-tempat pengungsian. Ada yang pulang ke Sulawesi, kembali ke Ambon dan ke daerah-daerah lainnya. Sementara yang masih bertahan di Wasior, banyak t i d a k

memiliki tempat tinggal. Rumah yang mereka tempati sebelumnya, rusak akibat banjir dan longsor. Kondisi ini menjadikan

kegiatan keagaman tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, para guru yang sebelumnya mengajar di madrasah diniyah sangat perlu dibuatkan rumah tinggal.

Ifan, panggilan Soffan Islam menjelaskan, di lahan sekitar 1 hektar itu telah didirikan pula rumah hunian sementara bagi korban longsor. Pihak yang membangun huntara adalah salah satu OPZ anggota FOZ. Namun karena belum ada rumah tinggal bagi guru madrasah diniyah, maka sangat tepat jika dibangunkan rumah bagi guru agar mereka dekat dengan tempat mengajar.

Ifan, yang melihat langsung kondisi Wasior agak pesimis jika berharap pemerintah mau membangunkan rumah bagi para guru. Mengingat, setelah beberapa bulan pasca musibah, tanda-tanda recovery fasilitas umum oleh pemerintah masih belum

terlihat. “Jangankan membangun rumah bagi warga (muslim),

membangun fasilitas umum saja belum ada tanda-tandanya,” sindir Ifan.

Menurut Ifan, warga muslim di Wasior (yang jumlahnya minoritas) pasca musibah banjir dan

longsor terasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Program Recoverydi 3 Lokasi Musibah

Akan Segera Digulirkan

Beruntung ada organisasi pengelola zakat yang turun ke lapangan membantu mereka.

Kedua di Mentawai. Di lokasi musibah tsunami yang menelan ratusan korban jiwa meninggal ini, FOZ akan membangun asrama bagi para santri. Lokasinya berada di Pasar Puat. Untuk program ini dilakukan bekerjasama dengan FOZ Sumatera Barat. Rencananya, FOZ Sumatera Barat membangun pondok pesantren dan

islamic center di lokasi

ini. Sementara FOZ Pusat turut berpartisipasi dana dalam pembangunan salah satu gedung asrama di pesantren ini.

Menurut penjelasan Ketua Umum FOZ Sumatera Barat, Maigus Nasir, program ini sudah mulai berjalan. Diperkirakan pertengahan tahun 2011 selesai.

Di samping itu, FOZ Pusat sendiri juga berencana menggulirkan program recovery secara mandiri di Mentawai. Lokasinya di pusat kota di Sikakap. Jenis programnya juga sama, yakni pembangunan asrama di pesantren yang ada di Sikakap.

Ketiga, di Merapi. Di lokasi musibah erupsi Merapi, FOZ akan menggulirkan program recovery secara terpadu. Program yang rencananya dijalankan bekerjasama dengan FOZ Yogyakarta ini dinamakan Pusat Rehabilitasi Korban Merapi (Puri Merapi). Di lokasi ini terdapat beberapa bentuk kegiatan. Ada museum merapi, warung merapi, laboratorium pengolahan lahan merapi dan laboratorium pertanian.

Lokasinya berada zona aman merapi, yakni di jalan Merapi 6 KM. Lahan digunakan adalah hibah dari warga setempat. Tidak jauh dari lokasi tersebut terdapat beberapa program yang digulirkan oleh OPZ anggota FOZ. Rencananya, program ini dimulai bulan Maret 2011. [na]

Page 15: Infoz+ Edisi 11 OK Print

seputar FOZ

1�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Standard pengelolaan zakat nasional penting segera direalisasikan dan diimplementasikan oleh organisasi

pengelola zakat (OPZ). Sebab, pengelolaan zakat harus dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel.

Penegasan itu disampaikan Ketua Umum Forum Zakat (FOZ), Ahmad Juwaini, dalam seminar dan peluncuran buku ‘Bagaimana Mengukur Kualitas Manajemen Organisasi Pengelola Zakat dan Peluncuran Perdana Standar Manajemen Zakat Indonesia’, di Sentra Pendidikan BRI Jakarta, Selasa (2/2).

“Mengurus zakat tidak boleh seperti dulu, sekarang harus serius seperti mengurus perusahaan,” ujar Ahmad Juwaini yang bertindak sebagai salah satu pembicara pada seminar tersebut.

Selama ini, kata Juwaini, masing-masing lembaga zakat sudah memiliki acuan standar pengelolaan masing-masing. Di antaranya adalah sertifikasi ISO. Sejauh ini, tercatat empat lembaga sudah memperoleh sertifikat ISO.

Meski demikian, kata Juwaini, ketidakseragaman standar tersebut cukup menyulitkan OPZ, terutama untuk mengukur dan membandingkan kinerja antar OPZ yang ada. Ini karena masing-masing OPZ memiliki acuan standarisasi. Ada yang menggunakan system penilaian kinerja ISO (International for Standardization Organization), ada yang menggunakan Balance Scorecade, Six Sigma dan sebagainya.

Nantinya, lanjut Juwaini, keberadaan standardisasi nasional dalam pengelolaan zakat paling tidak mengandung dua unsur penting, yaitu perencanaan dan hasil. Yakni, sejauh mana OPZ dapat membuat perencanaan yang baik, serta mampu melaksanakannya dengan hasil yang baik pula, yaitu mampu melayani para muzaki dan mustahiq dengan baik. “Perlu tools agar komparasi cukup berimbang,” tambah Ahmad.

Sebagai asosiasi, FOZ ingin membuat acuan yang sama. Yang bisa dirujuk secara bersama-sama oleh organisasi pengelola zakat. Di samping itu, kepentingan

akan adanya sebuah standard sangat dibutuhkan. “Tanpa standard, maka kita akan sulit,” imbuh Ahmad. Namun diakui oleh Ahmad, bagi organisasi yang sudah menerapkan system manajemen mutu, hal ini menjadi mudah untuk standard ini, namun bagi organisasi yang baru tumbuh, standard ini sangat diperlukan.

Sertifikasi

Setelah standar pengelolaan zakat nasional terbentuk, kata Juwaini, target selanjutnya adalah sertifikasi. Idealnya sertifikat itu diberikan oleh tim independen sehingga memberi jaminan kualitas dan kredibilitas

terhadap OPZ yang bersangkutan. Hanya saja, tahapan pertama yang mesti dilakukan adalah sosialisasi dan diseminasi. Dengan begitu diharapkan, masing-masing OPZ mulai dapat menerapkan standardisasi tersebut.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Naharus Surur. Ia mengatakan, salah satu upaya mendasar dalam rangka sertifikasi OPZ adalah merealisasikan standar nasional yang digunakan sebagai pedoman bagi OPZ. Standar tersebut memiliki dua unsur penting. Pertama, standar tata kelola dan manajemen organisasi, seperti administrasi dan keuangan. Sedangkan kedua, standar berdasarkan hukum fikih zakat.

Sebagai mantan Ketua Umum FOZ, Naharus memberikan apresiasi yang sangat besar kepada tim penyusun buku ini. Karena sejak kepengurusan dia (2003-2006), impian untuk menyusun buku ini sudah ada. Tapi baru terealisir pada periode sekarang ini. “Kita beri apresiasi

kepada tim penyusun. Karena dengan kesungguhannya, buku ini akhirnya bisa diterbitkan,” ujar Nahasur yang juga salah seorang pengurus BAZNAS ini.

Kata Naharus, memang butuh kesiapan untuk bisa menerapkan konsep standarisasi ini. Karena pengalaman di BAZNAS yang sudah sejak tahun 2008 menerapkan ISO, kesiapan organisasi menjadi salah satu kunci utama. “Untuk menerapkan konsep ini, dibutuhkan kesiapan. Sebab penerapan sebuah system, akan mempengaruhi budaya kerja di organisasi,” ujarnya.

Narasumber lain yang hadir pada kesempatan tersebut adalah Ahmad Mansyur Soeyanto. Direktur Pengembangan Akademik Institute Manajemen Telkom, Bandung itu memberikan penilaian secara spesifik terhadap penerbitan buku Zakah Criteria for Performance Excellence ini. Ia mengatakan memang masih ada beberapa kelemahan yang perlu disempurnakan dalam buku ini. Karenanya ia berharap kepada tim agar melakukan revisi buku ini.

Sebagai Ketua Tim penyusun buku ini, M. Surjani Ichsan mengakui banyaknya kekurangan buku ini. Namun demi mendapatkan masukan dari masyarakat, maka tim memberanikan diri untuk menerbitkan buku edisi perdana ini. “Sesungguhnya buku perdana ini masih banyak kekurangannya,” ujar Surjani.

Namun demikian, sembari melakukan penyempurnaan terhadap buku ini, maka tim sudah menyiapkan penerbitan buku kedua dan ketiga. Buku kedua berisi petunjuk praktis bagaimana mengaplikasikan konsep standardisasi ini. Sedangkan buku ketiga berisi bagaimana kita bisa menjadi assessor yang bisa mendeteksi atau mendiagnosa kesehatan kinerja organisasi zakat kita. “Inilah di antara tujuan disusunnya buku zakah criteria ini,” ujar Surjani.

Buku zakah criteria ini merupakan alat untuk mendiagnosa kinerja organisasi pengelola zakat. “Alat ini sangat penting untuk mengontrol perubahan lebih lanjut agar kesehatan organisasi lebih sehat lagi,” tambah Surjani.

Peluncuran Buku

Usai pembukaan acara, buku standard manajemen mutu organisasi pengelola zakat diluncurkan. Buku yang diberi jugul “Zakah Criteria for Performance Excellent ; Pedoman Kriteria Zakat untuk Kinerja Unggul” itu secara simbolik disertahterimakan dari ketua Tim Penyusun, M. Surjani Ichsan kepada Naharus Surur, Wakil Ketua BAZNAS. Penyerahan disaksikan oleh nara sumber dan pengurus FOZ ; yakni Ahmad Juwaini, Ahmad Mansyur Soeyanto dan Teten Kustiawan. [rep/na]

Seminar dan Peluncuran Buku

Standarisasi MutuOrganisasi Pengelola Zakat

Page 16: Infoz+ Edisi 11 OK Print

sosok

1� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Pepatah bilang ’buah takkan jatuh jauh dari pohonnya’. Setidaknya inilah gambaran dari sosok dari Mohd Nasir

yang setiap hari bergelut dengan urusan zakat di YBM BRI (Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia).

Keterlibatannya di dunia zakat ternyata diilhami masa kecilnya yang sering dilibatkan dalam pelbagai

kegiatan sosial keagamaan. Walaupun ayahnya bukan pejabat cuma sebagai imam masjid tetapi posisi

tersebut sangat sentral bagi masyarakat tempat kelahirannya, yaitu Pusaran Indragiri Hilir Riau.

Seorang imam masjid di sana bukan saja bertanggungjawab

terhadap pelaksanaan shalat dan peribadatan, lebih dari itu dia akan terlibat atau dilibatkan oleh berbagai macam urusan keseharian

masyarakat. Dari yang personal hingga sosial. ”Padahal ayah

saya lulus SD pun tidak. Makanya kemampuan tulis bacanya

sangat minim,” kenang pria kelahiran Riau 12 Pebruari

1971 ini. Karena keterbatasan tersebut Nasir acapkali diajak ikut serta terutama yang terkait dengan masalah pencatatan. ”Sebab saya anak laki-laki satu-satunya di keluarga,” jelas ayah dari 2 anak, Hanana Nahwa Atqiya dan Mohd. Ihya Al Haq.

Keterlibatan tersebut membuat

alumnus S2 UMJ ini, sedari awal tahu betul

tentang berbagai hal yang terkait

dengan soal-soal

keagamaan.

Menapak JejakSang Bapak

Salah satunya tentu bagaimana mengatur serta mengelola zakat. Meski sebatas lingkup kampung. Ini pula yang menjadikan orang tuanya menginginkan Nasir agar menekuni dan mendalami ilmu agama. Lebih-lebih di kampunya juga pilihannya cuma sekolah agama (madrasah diniyyah). ”Beliau berharap saya kelak meneruskan perjuanagan sebagai pengurus masjid,” tandasnya.

Naik kelas 2 SMA Nasir ikut merantau saudaranya ke Jakarta. Setelah itu dia melanjutkan kuliah S1 di fakultas Adab UIN Jakarta. Pada waktu kuliah dia sangat menggandrungi koran Republika yang digagas ICMI terutama edisi Jumat yang memiliki rubrik khusus keislaman. Lulus kuliah lantas Nasir mendaftar ke Dompet Dhuafa. ” Waktu itu yang wawancara saya pak Ahmad Juwaini, Ketua FOZ saat ini. Dari 25 orang cuma 5 orang yang diterima,” tukasnya . Selama dua tahun Nasir bergabung di DD.

Setelah menjadi aktivis DD rupanya Nasir berhasrat ingin mengepakkan sayap organisasi amil tersebut di kampung halamannya Riau. Syaratnya ketika itu jika ingin membuka cabang dia harus berpatner dengan media lokal. “Saya sempat urus ke koran Riau Pos cuma responnya lama dan tidak terlalu antusias,” sesalnya. Karena tak kunjung ada kejelasan akhirnya dia lebih menerima tawaran sesepuh DD, Eri Sudewo, untuk bergabung di lembaga zakat BRI yang baru saja dirintis. ”Al-hamdulillah dari tahun 2002 sampai sekarang saya masih di sini (YBM BRI, red). Jadi termasuk assabiqunal awwalun (generasi perintis-red),” katanya sumringah.

Bermula dari Gairah KeislamanNasir selanjutnya berkisah tentang awal mula berdirinya YBM BRI yang kini dia pimpin. Menurutnya, munculnya gairah keislaman dari kelas menengah membuat para petinggi Bank BRI mulai berfikir ingin melakukan apa yang telah dirintis oleh Dompet Dhuafa (DD). Kebetulan saat itu Bapak Rudjito sebagai Dirut Bank BRI dikenal memiliki loyalitas keislaman yang cukup tinggi. Di sisi lain dia menemukan fakta karyawan di bank plat merah tersebut 90 persen beragama Islam tentu kalau dioptimalkan akan banyak manfaat. Melihat potensi itu muncul gagasan mendirikan lembaga amil zakat. Gagasan tersebut disambut dengan dukungan antusias dari tokoh-tokoh muslim terutama mereka yang bergelut dengan persoalan zakat seperti Eri Sudewo, Didin Hafidudin dan lain-lain.

Sebetulnya sebelum ada YBM, di BRI sudah ada kegiatan sosial keagamaan yang salah satu tugasnya juga menghimpun zakat. Tetapi memang hasilnya kurang menggembirakan. Per tahun paling hanya terkumpul Rp 38 juta. Tetapi manakala YBM berdiri dengan ditopang surat edaran dari direksi yang menjadi ujung tombak sosialaisi zakat hasilnya langsung melonjak drastis. Per bulan mencapai Rp 140 juta (saat itu). Saat ini jumlahnya kian berlipat-lipat. Apalagi kini zakat karyawan BRI sudah masuk ke sistem penggajian jadi tiap bulan secara otomatis langsung masuk rekening tersendiri.

Nasir menjelaskan amil zakat seperti YBM yang berbasis karyawan perusahaan memiliki karekteristik tersendiri dibanding dengan lembaga semacam Dompet Dhuafa. Maka strategi dan pendekatannya berbeda pula. Kalau di lembaga macam DD akselerasinya bisa cepat karena tiap divisi diberikan kebebasan untuk berimprovisasi melakukan program seperti dilepas di hutan belantara, sedang di YBM lebih banyak menggunakan pendekatan kebijakan (top down) sehingga improvisasi mencari fundrising tidak terlalu menonjol karena sasarannya sudah ada pasti dengan memiliki prime muzaki. Di YBM karena ada kode etik perusahaan sektor seperti promosi, maka tidak terlalu bisa leluasa karena telanjur lekat dengan embel-embel bendera perusahaan (BRI) yang sudah sedemikian besar. Pola strategi pengumpulan dan pendayagunaan juga berbeda. Komunkasi dengan perusahaan merupakan faktor vital. Donatur bisa bersentuhan langsung bahkan bisa setiap hari memonitor. (M)

Mohd NasirKetua Pelaksana Harian YBM BRI

Page 17: Infoz+ Edisi 11 OK Print

sosok

1�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Kita sering dengar istilah ‘Islam KTP’ dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan para da’i, khatib, maupun muballigh acapkali menjadikan kata tersebut sebagai bahan sindirian bagi

mereka yang beragama Islam tetapi tidak pernah menjalankan bahkan malah mengabaikan ajaran agama. Nah, idiom itu kini makin populer setelah diangkat menjadi judul sebuah tayangan sinema elektronik (sinetron) di sebuah televisi swasta. Sontak tayangan ini banyak digemari masyarakat.

’Islam KTP’ digunakan untuk mendeskripsikan orang-orang yang mengaku beragama Islam, tetapi perilaku kesehariannya jauh dari syariat Islam. Rupa-rupa Islam KTP dalam tayangan tersebut cukup banyak dari yang biasa hingga yang ekstrim. Di antaranya digambarkan lewat sosok yang bernama Madit Musyawarah. Dia adalah seorang yang rajin beribadah, pakaian yang dikenakannya pun agamis, tetapi selalu menghitung-hitung amal baiknya kepada orang lain. Dari penampilannya yang sangat Islami, siapa mengira perilaku kesehariannya sangat jauh dari syariat. Dia suka beramal, tetapi semua dicatatnya. Selain itu gandrung mengungkit-ungkit kebaikan yang sudah diberikan kepada orang lain.

Madit Musyawarah terkenal dengan celotehannya yang kerap membuat geram orang yang mendengar dan melihatnya karena sok kaya. Ditambah dengan raut mukanya yang tak kalah menyebalkan. Acapkali kata-katanya memang kurang menyenangkan seperti bahlul, kismin, kecebong anyut, dan lainnya. Peran tersebut diperankan dengan apik oleh komedian senior Qubil AJ. Meskipun sebelumnya telah memerankan banyak sinetron religi seperti Para Pencari Tuhan, Lorong Waktu, Mengintip Surga, pria keahiran Jakarta, 1 Juni 1965 ini mengaku di sinetron inilah namanya berkibar sehingga mulai dikenal banyak orang. “Alhamdulillah, Ane lagi dapet arisan,” candanya sambil tersenyum saat ditemui disela-sela istirahat syuting di Cibubur. Waktu Qubil kini memang banyak

dihabiskan di tempat tersebut. “Full terus, nggak ada waktu break-nya. Setiap hari pulang pagi,” sambungnya sambil mengernyitkan dahi.

Anehnya, walaupun terkenal, Qubil kerapkali banyak mendapat komplain dari para penggemar sinetron tersebut yang sengaja datang ke lokasi syuting lantaran kata-kata yang dilontarkan dalam peran yang dilakoninya. “Biarpun peran Ane dibenci, tapi masyarakat suka. Itu yang Ane harepin, di mana peran antagonis tidak melulu selalu dibenci, tapi juga disukai,” terangnya bangga. Menurutnya, apa yang ia lontarkan itu semata-mata tuntutan profesionalisme dalam menjalankan seni peran. “Awalnya memang improve. Kayak Ane ngatain orang dengan singkatan-singkatan dan menyanjung diri sendiri seperti, orang terlanjur kaya, ahli shodaqoh, manusia tanpa dosa, matinya pasti masuk surga,” ungkapnya sambil terpingkal.

Beda di kehidupan nyata

Qubil sebagai Madit Musyawarah ternyata berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kehidupan keseharian yang dilakoni. Dia adalah sosok yang sangat mencintai keluarganya. Karena jadwal yang sedemikian padat Qubil acapkali terpisah dari keluarga, tetapi dia tetap menjaga komuniksasi dengan isteri dan anak-anaknya meskipun sekadar untuk menanayakan “sudah shalat belum?” atau “sudah makan belum?”. “ Karena memang padet banget. Apalagi sekarang jam tayangnya ditambah,” tukasnya. Jika sudah demikian, keluarga rela ia tinggalkan. “Ya, terpaksa harus ditinggal,” sambungnya singkat.

Dalam sinetronnya, Qubil berperan sebagai Bang Madit, orang kaya yang sombong dan mengaku sebagai ahli sedekah. Rupanya peran itu berimbas pada kehidupan sehari-harinya. Lantaran sering memberi uang sedekah kepada orang-orang, anak-anak di sekitar rumahnya kerap menodongnya dan mendatangi rumahnya. “Bang Madid, bagi pulus dong,” teriak anak-anak itu. “Kadang-kadang istri suka komplain juga. Tapi Ane selalu memberi pengertian. Kalau Ane sih mikirnya, apa yang kita kasih satu, kembalinya ke kita sepuluh. Rezeki kan bisa datang dari mana saja,” terang pemilik nama lahir Ramadani Hasbullah ini.

Qubil mengaku ikhlas memberikan uang kepada anak-anak tetangganya itu. “Buat Ane sih ikhlas saja. Mungkin mereka ngelihat Ane di TV suka ngasih sedekah. Jadi, anak-anak nangkapnya di kehidupan sehari-hari juga seperti itu. Padahal ikan itu cuma di film. Tapi Ane malah senang. Yang Ane takutin saat mereka minta, kita nggak punya dan nggak bisa ngasih,” paparnya.

Oleh karena itu, saat ini Qubil selalu menyediakan uang receh setiap akan bepergian ke mana-mana. “Doa yang mereka berikan kan bisa jadi rezeki buat kita. Ane percaya banget sama hal itu. Makanya, sekarang ke mana-mana Ane selalu nyediain recehan,” katanya sambil tertawa.

Satu lagi keinginan Qubil yang belum tercapai, yaitu membawa ibunya naik haji. Sang bunda sekarang sudah memasuki usia ke-80. Ibunya adalah orang yang sangat peduli kepadanya. Bahkan Qubil mengaku kariernya sampai saat ini baik juga karena doa dan dukungan ibunya. “Ane dulu umroh itu juga hadiah dari Bang Deddy (Deddy Mizwar-red). Ane punya niatan pengen ngajak Ibu buat pergi haji. Tapi sekarang lihat kondisinya juga udah sepuh. Jika Allah mengizinkan, ya, insya Allah,” harapnya. (M)

Qubil AJ ’Islam KTP’Artis Sinetron

MEMBIASAKAN SEDEKAH dari Peran Sinetron

Page 18: Infoz+ Edisi 11 OK Print

RUU Zakat

1� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

RANCANGANUndang-Undang Republik Indonesia

Nomor.....…Tahun….........Tentang

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOHDengan Rahmat Allah Yang Maha Esa

Presiden Republik Indonesia,

USULAN DPR RIMenimbang:a. bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan setiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya;

b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam yang mampu berdasarkan syariat Islam sebagai sumber dana potensial untuk mewujudkan kesejahteraan umat;

c. bahwa infaq dan shodaqoh merupakan anjuran agama sebagai sumber dana potensial untuk mewujudkan kesejahteraan sosial;

d. bahwa pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh belum dilaksananakan secara optimal, sehingga diperlukan penyempurnaan sistem pengelolaan yang mampu meningkatkan pelaksanaan zakat, infaq, dan shodaqoh yang tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan;

e. bahwa UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu diganti;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqah;

Mengingat: Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

Dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dan Presiden Republik Indonesia

Memutuskan:Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh adalah kegiatan perencanaan,

pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, dan pengawasan zakat, infaq dan shodaqoh

2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam sesuai dengan ketentuan syariat Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya

3. Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh perorangan dan atau badan usaha yang pemanfaatannya untuk kepentingan sosial

4. Shodaqoh adalah harta yang dikeluarkan oleh perorangan atau badan usaha untuk kemaslahatan dhuafa

5. Muzakki adalah orang yang beragama Islam dan mampu berdasarkan syariat Islam untuk menunaikan zakat

6. Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat7. Badan Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh yang selanjutnya disingkat

BPZIS adalah lembaga yang melakukan koordinasi, perencanaan, pengawasan atas lembaga amil zakat, infaq, dan shodaqoh

8. Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqoh yang selanjutnya disingkat LAZIS adalah badan hukum yang melakukan penerimaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh

9. Unit Pengumpul Zakat, Infaq, dan Shodaqoh yang selanjutnya disingkat UPZIS adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh dan/ atau bergabung dengan LAZIS untuk mengumpulkan zakat, infaq dan shodaqoh serta melayani muzakki

10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang agama

BAB IIASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh berasaskan:

RANCANGANUndang-Undang Republik Indonesia

Nomor.......…Tahun….............Tentang

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOHDengan Rahmat Allah Yang Maha Esa

Presiden Republik Indonesia,

USULAN FOZMenimbang:a. bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan setiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya;

b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam yang mampu berdasarkan syariat Islam sebagai sumber dana potensial untuk mewujudkan kesejahteraan umat;

c. bahwa infaq dan shodaqoh merupakan anjuran agama sebagai sumber dana potensial untuk mewujudkan kesejahteraan sosial;

d. bahwa pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh belum dilaksananakan secara optimal, sehingga diperlukan penyempurnaan sistem pengelolaan yang mampu meningkatkan pelaksanaan zakat, infaq, dan shodaqoh yang tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan;

e. bahwa UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu diganti;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqah;

g. Mengingat: Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

Dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dan Presiden Republik Indonesia

Memutuskan:Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh adalah kegiatan perencanaan,

pengumpulan, pendistribusian zakat, infaq dan shadaqoh dan pengawasannya2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam sesuai dengan

ketentuan syariat Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya3. Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh perorangan dan atau badan usaha yang

pemanfaatannya untuk kepentingan sosial4. Shodaqoh adalah harta yang dikeluarkan oleh perorangan atau badan usaha

untuk kemaslahatan dhuafa.5. Muzakki adalah orang yang beragama Islam dan mampu berdasarkan syariat

Islam untuk menunaikan zakat6. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat7. Badan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh Indonesia yang selanjutnya disingkat BZIS

Indonesia adalah badan yang melakukan koordinasi dan pengawasan atas pengumpulan, pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh yang dilakukan oleh lembaga amil zakat, infaq, dan shodaqoh dan badan amil zakat, infaq, dan shodaqoh

8. Lembaga amil zakat, infaq, dan shodaqoh disingkat LAZIS yang didirikan masyarakat dan badan amil zakat, infaq, dan shodaqoh disingkat BAZIS yang dibentuk pemerintah adalah pengelola yang melakukan penerimaan, pengumpulan dan pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh

9. Unit Layanan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh yang selanjutnya disingkat ULZIS adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh dan/atau bergabung dengan LAZIS atau BAZIS untuk melayani masyarakat dalam urusan zakat, infaq dan shodaqoh

10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

agama

BAB IIASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh berasaskan:a. kepercayaan;b. kemanfaatan;c. keadilan;d. kepastian hukum;e. keterbukaan; dan f. akuntabilitas

Pasal 3Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh bertujuan:a. meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq dan

shodaqoh;b. meningkatkan efektivitas pengelolaan zakat, baik dalam pengumpulan dan

Page 19: Infoz+ Edisi 11 OK Print

RUU Zakat

1�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

a. kepercayaan;b. kemanfaatan;c. keadilan;d. kepastian hukum;e. keterbukaan; danf. akuntabilitas

Pasal 3Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh bertujuan;a. meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat,

infaq dan shodaqoh; b. meningkatkan efektivitas pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh

dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh; dan

c. meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat, infaq dan shodaqoh dalam rangka pemberdayakan masyarakat dan memajukan pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Pasal 4Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh meliputi:a. koordinasi, perencanaan dan pengawasan; danb. pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan

Pasal 5(1) Zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 adalah zakat maal.(2) Zakat maal sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:

a. emas, perak dan uang;b. perniagaan;c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;d. hasil pertambangan;e. peternakanf. pendapatan dan jasa; dan g. rikaz

(3) Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan syariat Islam

BAB IIIORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH

Bagian KesatuBadan Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh

Paragraf 1Umum

Pasal 6(1) Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam

pasal 4 huruf a, dibentuk BPZIS(2) BPZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri

Paragraf 2Tugas dan Wewenang

Pasal 7BPZIS bertugas:a. melakukan pendataan, penelitian, dan pemetaan untuk menyusun

data base muzakki dan mustahik secara nasional;b. menyusun kebijakan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh di setiap

tingkatan;c. mengoordinasi LAZIS;d. melakukan pengawasan terhadap LAZIS;e. melakukan pembinaan terhadap LAZIS; danf. menyampaikan laporan tahunan kepada Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat

Pasal 8BPZIS Berwenang:a. menetapkan kebijakan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqohb. membentuk perwakilan BPZIS di daerah;c. memberikan atau mencabut sertifikasi LAZIS;d. menetapkan pedoman tentang pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh; dane. memberikan Nomor Pokok Muzakki

Pasal 9Dalam melaksanankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan pasal 8, BPZIS dapat bekerjasama dengan intansi pemerintah, pemerintah daerah, dan pihak lain yang dianggap perlu.

pendistribusian zakat;c. meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat, infaq dan shodaqoh dalam rangka

pemberdayaan masyarakat dan memajukan pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Pasal 4Pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh meliputi:a. perencanaan dan pengawasan; b. pengumpulan, c. pendistribusian, dand. pencatatan dan pelaporan

Pasal 5(1) Zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 adalah zakat mal(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:

a. emas, perak dan uang;b. perniagaan;c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;d. hasil pertambangan;e. peternakanf. pendapatan dan jasa; dan g. rikaz

(3) Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan syariat Islam

BAB IIIBADAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH INDONESIA

Bagian KesatuUmum

Pasal 6(1) Untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a,

pemerintah membentuk BZIS(2) BZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di bawah Presiden dan

bertanggungjawab kepada Presiden(3) BZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara

Pasal 7(1) BZIS sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) terdiri atas :

a. BZIS Pusat, danb. BZIS Daerah

(2) BZIS daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dibentuk oleh BZIS Pusat sesuai dengan kebutuhan dan berkedudukan di ibu kota propinsi atau ibu kota kabupaten / kota

Bagian KeduaSyarat dan Keanggotaan

Pasal 8(1) Anggota BZIS pusat berjumlah 7 (tujuh) orang(2) Anggota BZIS pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden(3) Anggota BZIS pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih melalui uji

kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(4) Anggota BZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan

Pasal 9Dalam melaksanankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan pasal 8, BZIS dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan pihak lain yang dianggap perlu

Pasal 10(1) Untuk pertama kalinya pembentukan BZIS difasilitasi oleh pemerintah(2) BZIS sebagaimana dimaksud ayat (1) harus telah dibentuk dalam waktu paling

lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 11Susunan keanggotaan BZIS terdiri atas:a. ketua merangkap anggota;b. wakil ketua merangkap anggota; danc. anggotad. ketua dan wakil ketua BZIS dari dan oleh anggota

Pasal 12Anggota BZIS berhenti dari jabatannya karena;a. berakhir masa jabatannya;b. mengundurkan diri; atauc. meninggal dunia

Pasal 13Anggota BZIS diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir karena:a. berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan

tidak dapat melaksanakan tugasnya;b. melanggar sumpah atau janji jabatan;

Page 20: Infoz+ Edisi 11 OK Print

RUU Zakat

20 INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Pasal 10(1) untuk pertama kalinya pembentukan BPZIS difasilitasi oleh

pemerintah(2) BPZIS sebagaimana dimaksud ayat (1) harus telah dibentuk dalam

waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan

Pasal 11Ketentuan mengenai struktur organisasi, pengangkatan, dan pemberhentian anggota serta pembiayaan BPZIS diatur dalam Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga BPZIS

Bagian KeduaLembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh (LAZIS)

Pasal 12(1) untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4

huruf b, didirikan LAZIS(2) pendirian LAZIS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berbentuk badan hukum;b. memiliki data potensi muzakki dan mustahik;c. memiliki program kerja dan wilayah operasional; dand. melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit oleh akuntan publik

(3) LAZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan dengan izin dari BPZIS

Pasal 13(1) LAZIS terdiri dari LAZIS Nasional, LAZIS Propinsi dan LAZIS Kabupaten/

Kota(2) Untuk mendapatkan status LAZIS sesuai tingkatannya sebagaimana

dimaksud pada ayat 1, dilakukan sertifikasi oleh BPZIS

Pasal 14Untuk mendapatkan sertifikasi sebagai LAZIS Nasional, LAZIS memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. memiliki wilayah operasional secara nasional minimal 10 (sepuluh)

propinsi; danb. telah mampu mengumpulkan dana Rp 2.000.000.000,- (dua miliar

rupiah) dalam 1 (satu) tahun

Pasal 15Untuk mendapatkan sertifikasi sebagai LAZIS Propinsi, LAZIS memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. memiliki wilayah operasional minimal 40% (empat puluh persen) dari

jumlah kabupaten / kota di propinsi tempat lembaga berada ; danb. telah mampu mengumpulkan dana Rp 1.000.000.000,- (satu miliar

rupiah) dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 16Untuk mendapatkan sertifikasi sebagai LAZIS Kabupaten / Kota, LAZIS memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. memiliki wilayah operasional minimal 40% (empat puluh persen) dari

jumlah kecamatan di kabupaten / kota tempat lembaga berada; danb. telah mampu mengumpulkan dana Rp 100.000.000,- (seratus juta

rupiah) dalam 1 (satu) tahun

Pasal 17(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, LAZIS dapat

membentuk Unit Pengumpulan Zakat, Infaq dan Shodaqoh (UPZIS)(2) UPZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas mengumpulkan

zakat, infaq, dan shodaqoh yang selanjutnya diserahkan pada LAZIS

Pasal 18Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja LAZIS, sertifikasi, dan UPZIS diatur dalam Peraturan BPZIS

BAB IVPENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDAYAGUNAAN, DAN

PELAPORANBagian KesatuPengumpulan

Pasal 19(1) Muzaki melakukan penghitungan sendiri atas harta dan kewajiban

zakatnya berdasarkan syariat Islam.(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban

c. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Pasal 14(1) Anggota BZIS daerah berjumlah 7 (tujuh) orang (2) Anggota BZIS daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan

diberhentikan oleh BZIS pusat

Pasal 15BZIS Pusat berwenang:a. menetapkan kebijakan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh di setiap tingkatan;b. mengangkat dan memberhentikan anggota BZIS daerah;c. memberikan atau mencabut izin operasional LAZIS dan BAZIS tingkat nasional

dengan mempertimbangkan rekomendasi dari asosiasi LAZIS dan BAZIS;d. melakukan akreditasi LAZIS dan BAZIS;e. menetapkan pedoman tentang pengumpulan, pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh f. menyusun rencana strategis pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh nasionalg. memberikan Nomor Pokok Wajib Zakat kepada setiap muzakki

Pasal 16BZIS Pusat bertugas:a. melakukan pendataan, penelitian, dan pemetaan untuk menyusun database

muzaki dan mustahik secara nasional;b. menyusun kebijakan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh di setiap tingkatan;c. mengkoordinasi BZIS daerah dan LAZIS dan BAZIS nasionald. melakukan pengawasan terhadap BZIS daerah dan LAZIS dan BAZIS nasionale. melakukan pembinaan terhadap BZIS daerah dan LAZIS dan BAZIS nasionalf. menyampaikan laporan pengelolaan zakat per tahun kepada Presiden dengan

tembusan Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 17BZIS Daerah berwenang:a. menyusun rencana strategis pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh daerahb. menerima dan memeriksa usulan permohonan izin LAZIS dan BAZISc. memberikan dan mencabut izin operasional LAZIS dan BAZIS daerah dengan

mempertimbangkan rekomendasi asosiasi LAZIS dan BAZISd. memberikan penilaian atas kinerja LAZIS dan BAZIS untuk mendapatkan akreditasi.

Pasal 18BZIS Daerah bertugas:a. melakukan pendataan, penilaian dan pemetaan untuk menyusun muzakki dan

mustahik daerahb. melaksanakan pengawasan LAZIS dan BAZIS Daerahc. melaksanakan kebijakan BZIS Pusatd. mengkoordinasi LAZIS dan BAZIS Daerahe. melakukan pembinaan terhadap LAZIS dan BAZIS Daerah, danf. menyampaikan laporan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh per tahun kepada

BZIS Pusat dan gubernur dengan tembusan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 19Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas BZIS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan / atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Pasal 20(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BZIS dibantu oleh sebuah sekretariat(2) Sekretariat BZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah

koordinasi menteri(3) Sekretariat BZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang

pejabat dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat oleh menteri

Pasal 21Susunan organisasi dan tata kelola BZIS Pusat dan BZIS Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden

BAB IVLEMBAGA AMIL ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DAN BADAN

AMIL ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH

Pasal 22(1) Untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)

huruf b, didirikan LAZIS dan BAZIS(2) Pendirian LAZIS dan BAZIS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berbentuk badan hukumb. memiliki data potensi muzakki dan mustahikc. memiliki program kerja dan wilayah operasionald. melampirkan surat persyaratan bersedia diaudit oleh akuntan publike. mendapatkan rekomendasi dari asosiasi LAZIS dan BAZISf. LAZIS dan BAZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan dengan izin

dari BZIS pusat

Pasal 23(1) LAZIS dan BAZIS terdiri LAZIS dan BAZIS nasional, LAZIS dan BAZIS daerah (2) Untuk mendapatkan status LAZIS dan BAZIS sesuai tingkatannya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan akreditasi oleh BZIS Pusat

Page 21: Infoz+ Edisi 11 OK Print

RUU Zakat

21INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzaki dapat meminta bantuan kepada LAZIS untuk menghitungnya

Pasal 20Pengumpulan zakat, infaq, shodaqoh dilakukan oleh LAZIS dengan mengambil dan / atau menerima berdasarkan pemberitahuan dari muzakki

Pasal 21(1) LAZIS dapat bekerjasama dengan perbankan dalam pengumpulan

zakat, infaq dan shodaqoh(2) Kerjasama dengan perbankan dalam pengumpulan zakat, infaq,

dan shodaqoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permintaan muzakki

(3) Kerjasama dengan perbankan dalam pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Pasal 22Zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada LAZIS dikurangkan dari penghasilan kena pajak

Pasal 23(1) LAZIS wajib memberikan bukti setoran pembayaran zakat kepada

setiap muzakki(2) Bukti setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai

pengurang penghasilan kena pajak

Pasal 24Pengumpulan zakat dari muzakki, infaq, dan shadaqoh di luar negeri dilakukan oleh LAZIS yang memiliki kantor perwakilan di luar negeri

Bagian KeduaPendistribusian

Pasal 25(1) Pendistribusian zakat bagi mustahik dilakukan berdasarkan syariat

Islam(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infaq dilakukan untuk kepentingan

sosial(3) Pendistribusian dan pendayagunaan shodaqoh dilakukan untuk

kemaslahatan dhuafa

Pasal 26LAZIS mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, infaq, dan shodaqoh yang terkumpul berbedoman kepada data base mustahik yang dibuat BPZIS

Bagian KetigaPendayagunaan

Pasal 27Pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh berdasarkan skala prioritas, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif sesuai pedoman pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan yang ditetapkan BPZIS

Bagian KeempatPelaporan

Pasal 28LAZIS wajib mencatat pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh

Pasal 29(1) LAZIS memberikan laporan secara berkala per tahun atas pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada BPZIS

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan di media cetak atau media elektronik

BAB VPENGAWASAN

Pasal 30(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas LAZIS dilakukan oleh BPZIS(2) Dalam rangka pengawasan, BPZIS memeriksa laporan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh oleh LAZIS yang telah diaudit oleh akuntan publik

(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menentukan tingkatan LAZIS dan BAZIS

Pasal 24Untuk mendapatkan akreditasi sebagai LAZIS dan BAZIS Nasional, LAZIS dan BAZIS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. memiliki wilayah operasional secara nasional minimal 10 (sepuluh) provinsib. telah mampu mengumpulkan dana Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) per

tahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turutc. telah diaudit oleh akuntan publik selama 3 (tiga) tahun berturut-turut

Pasal 25Untuk mendapatkan akreditasi sebagai LAZIS dan BAZIS Propinsi, LAZIS dan BAZIS memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. memiliki wilayah operasional minimal 40% (empat puluh persen) dari jumlah

kabupaten/kota di propinsi tempat lembaga beradab. telah mampu mengumpulkan dana Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) per

tahun selama 2 (dua) tahun berturut-turutc. telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 (dua) tahun berturut-turut

Pasal 26Untuk mendapatkan akreditasi sebagai LAZIS dan BAZIS kabupaten/kota, LAZIS dan BAZIS memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. memiliki wilayah operasional minimal 40% (empat puluh persen) dari jumlah

kecamatan di kabupaten tempat lembaga berada ; danb. telah mampu mengumpulkan dana Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam

1 (satu) tahun c. telah diaudit oleh akuntan publik

Pasal 27(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, LAZIS dan BAZIS dapat

membentuk ULZIS (Unit Layanan Zakat, Infaq dan Shodaqoh)(2) ULZIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas mengumpulkan dan

menyalurkan zakat, infaq dan shodaqoh

Pasal 28Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kelola LAZIS dan BAZIS diatur dalam peraturan yang dibuat oleh BZIS Pusat

BAB VASOSIASI LAZIS DAN BAZIS

Bagian Kesatu

Pasal 29Asosiasi LAZIS dan BAZIS bertugas:(1) Memberikan pertimbangan kepada BZIS mengenai kebijakan nasional(2) Memberikan rekomendasi pemberian dan pencabutan izin operasional LAZIS dan

BAZIS(3) Membantu BZIS dalam melakukan standarisasi dan akreditasi LAZIS dan BAZIS (4) Melakukan penguatan kapasitas LAZIS dan BAZIS

BAB VPENGUMPULAN DAN PENDISTRIBUSIAN

Bagian KesatuPengumpulan

Pasal 30Pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh dilakukan oleh LAZIS dan BAZIS dengan mengambil dari muzakki dan / atau menerima atas dasar pemberitahuan muzakki

Pasal 31(1) LAZIS dan BAZIS dapat bekerjasama dengan lembaga keuangan dan institusi

lain dalam hal pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh muzakki(2) Kerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Pasal 32(1) LAZIS dan BAZIS dapat bekerjasama dengan bank, lembaga keuangan bukan

bank dan institusi lain dalam hal pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban zakatnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada LAZIS dan BAZIS untuk menghitungnya

Pasal 33(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri atas harta dan kewajiban zakatnya

berdasarkan syariat Islam(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban zakatnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada LAZIS dan BAZIS untuk menghitungnya

Pasal 34(1) LAZIS dan BAZIS wajib memberikan bukti setoran pembayaran zakat kepada

setiap muzakki(2) Bukti setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang

pajak penghasilan

Page 22: Infoz+ Edisi 11 OK Print

RUU Zakat

22 INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

BAB VIPERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 31Dalam pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat berperan serta:a. Mengawasi pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,

infaq dan shodaqoh yang dilakukan oleh LAZIS ;b. Mengumpulkan zakat, infaq dan shodaqoh melalui LAZIS ; dan c. Meningkatkan kesadaran umat Islam untuk melakukan pembayaran

zakat, infaq dan shodaqoh melalui LAZIS

Pasal 32Pemerintah dan / atau organisasi kemasyarakatan Islam berperan serta:a. Meningkatkan kesadaran umat Islam untuk membayar zakat, infaq dan

shodaqoh melalui LAZIS ; danb. Mengawasi pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh oleh BPZIS dan

LAZIS

BAB VIISANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 33(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal

12 ayat (3), pasal 23 ayat (1) dan pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa:a. peringatan tertulisb. penghentian sementara dari kegiatan dan / atau c. pencabutan izin.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenakan sanksi administrasi diatur dalam peraturan BPZIS

BAB VIIILARANGAN

Pasal 34Setiap orang dilarang melakukan tindakan pemilikan, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan / atau mengalihkan harta zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya.

Pasal 35Setiap orang dilarang menggunakan dan / atau mengambil manfaat atas harta zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya melebihi jumlah yang ditentukan berdasarkan syariat Islam

BAB IXKETENTUAN PIDANA

Pasal 36Setiap orang yang dengan sengaja tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq dan shodaqoh sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 37Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan tindakan pemilikan, menjaminkan, menghibahkan, menjual dan/atau mengalihkan harta zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 38Setiap orang yang menggunakan dan / atau mengambil manfaat atas harta zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya melebihi jumlah yang ditentukan berdasarkan syariat Islam sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

BAB XKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39Semua peraturan pelaksanaan di bidang pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau

Pasal 35LAZIS dan BAZIS dapat menerima harta selain zakat, yang meliputi; infaq, shodaqoh, hibah dan dana lain yang sesuai dengan syariat Islam

Bagian KeduaPendistribusian

Pasal 36Pendistribusian yang meliputi penyaluran, pendayagunaan dan pemberdayaan diperuntukkan bagi mustahiq berdasarkan syariat Islam

Pasal 37LAZIS dan BAZIS mendistribusikan zakat, infaq dan shodaqoh yang terkumpul berpedoman kepada database mustahik dan database kemiskinan yang dimiliki oleh BZIS

Pasal 38Pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh berdasarkan skala prioritas, kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif sesuai pedoman pendistribusian yang ditetapkan oleh BZIS

BAB VIPELAPORAN

Pasal 39LAZIS dan BAZIS wajib mencatat pengumpulan dan pendistribusian harta zakat, infaq dan shodaqoh

Pasal 40(1) LAZIS dan BAZIS memberikan laporan pelaksanaan pengumpulan dan

pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh kepada BZIS sesuai dengan tingkatannya

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala per tahun(3) Laporan keuangan sebagai bagian laporan sebagaimana yang dimaksud ayat (2)

harus diaudit oleh akuntan publik.(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipublikasikan di media cetak dan

atau media elektronik sesuai dengan tingkatannya.(5) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud ayat (3) disusun berdasarkan standar

akuntansi keuangan yang berlaku.

Pasal 41(1) BZIS Pusat memberikan laporan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh tahunan

kepada Presiden, dengan tembusan kepada Dewan Perwakilan Rakyat(2) BZIS Daerah memberikan laporan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh

tahunan kepada BZIS Pusat, kepala daerah dengan tembusan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya

BAB VIIPENGAWASAN

Pasal 42(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas LAZIS dan BAZIS dilakukan oleh BZIS

sesuai tingkatannya(2) Dalam rangka pengawasan, BZIS memeriksa laporan pengumpulan,

pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh oleh LAZIS dan BAZIS yang telah diaudit oleh akuntan publik

Pasal 43Dalam pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat dapat berperan serta:a. mengawasi pengumpulan dan pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh yang

dilakukan oleh LAZIS dan BAZISb. mengumpulkan zakat, infaq dan shodaqoh melalui LAZIS dan BAZIS ; danc. meningkatkan kesadaran umat Islam untuk melakukan pembayaran zakat, infaq

dan shodaqoh melalui LAZIS dan BAZIS

Pasal 44Majelis Ulama Indonesia dan / atau ormas Islam berperan serta:a. meningkatkan kesadaran umat Islam untuk membayar zakat, infaq dan shodaqoh

melalui LAZIS dan BAZIS, danb. mengawasi kinerja BZIS dan LAZIS dan BAZIS

BAB IXLARANGAN

Pasal 45Setiap orang dilarang melakukan tindakan pemilikan, menjaminkan, menghibahkan, menjual dan / atau mengalihkan harta zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya kepada yang tidak berhak.

BAB XSANKSI

Pasal 46(1) Setiap muzakki yang tidak melaksanakan kewajiban zakat sebagaimana yang

dimaksud pada pasal 5 akan tetap dikenai kewajiban membayar zakat yang

Page 23: Infoz+ Edisi 11 OK Print

RUU Zakat

23INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini

Pasal 40(1) Paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak diundangkannya Undang-

Undang ini, organisasi pengelola zakat, infaq dan shodaqoh yang telah ada wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(2) Paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diundangkan Undang-Undang ini , setiap orang yang selama ini melakukan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh wajib bergabung atau membentuk LAZIS berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini

BAB XIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 41Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 42Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Disahkan di Jakartapada tanggal ......................................................

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal ..............................................

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA

PATRIALIS AKBARLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAHUN ...........NOMOR........

ditinggalkan ditambah dengan denda administrasi sebesar 10 persen dari jumlah zakat yang ditinggalkan

(2) Tata cara penentuan dan pembayaran denda akan diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah

BAB XIKETENTUAN PIDANA

Pasal 47Setiap orang dilarang menggunakan dan / atau mengambil manfaat atas zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya melebihi batas yang ditentukan BZIS Pusat

Pasal 48Setiap orang yang sudah wajib zakat dan tidak menunaikan kewajibannya melewati batas waktu satu (1) tahun dari jatuh tempo dikenai sanksi administratif yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan BZI

Pasal 49Setiap orang yang dengan sengaja tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq dan shodaqoh sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

Pasal 50Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan tindakan pemilikan, menjaminkan, menghibahkan, menjual dan/atau mengalihkan harta zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 51Setiap orang dilarang menggunakan dan/atau mengambil manfaat atas zakat, infaq dan shodaqoh yang ada dalam pengelolaannya melebihi jumlah yang ditentukan berdasarkan syariat Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

BAB XIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52(1) Paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak diundangkan Undang-Undang ini,

organisasi pengelola zakat yang telah ada wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(2) Paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diundangkan Undang-Undang ini , setiap orang yang selama ini melakukan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh wajib bergabung atau membentuk LAZIS dan BAZIS berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini

BAB XIIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 53Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Disahkan di Jakarta pada tanggal ......................................................

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal ...............................................

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA

PATRIALIS AKBARLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ...........NOMOR........

Page 24: Infoz+ Edisi 11 OK Print

kabar OPZ

2� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Selasa (15/2), Yatim Madiri,

lembaga amil zakat yang fokus pada program pemberdayaan anak-anak yatim ditetapkan MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa Yatim Terbanyak. Penghargaan nomor 4744 itu dberikan oleh Direktur Pelasana MURI, Paulus Pangka.

Yatim Mandiri, menurut catatan MURI , setiap semester memberikan BESTARI (Beasiswa Yatim Mandiri) tidak kurang dari 17.500 siswa SD, SMP, SMA. Dan semester ini, yakni penyaluran BESTARI ke 21, diberikan kepada 17.531 anak yatim, dengan total dana beasiswa RP 6.036.174.500,-

Pemberian beasiswa kali ini sengaja bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Salah satunya karena Rasulullah adalah seorang anak yatim piatu sejak kecil. “Kami ingin anak-

anak yatim terinspirasi oleh Rasulullah. Meski berstatus anak yatim piatu, tetapi bisa menjadi manusia paling sukses sepanjang sejarah”, kata Moch. Hasyim, Direktur Utama Yatim Mandiri.

“Meski pemberian kami belum seberapa, dan masih banyak anak yatim yang belum mendapatkan Bestari, kami harap dana ini digunakan sebaik mungkin untuk menjadikan kalian semua lebih giat belajar dan lebih bisa meraih prestasi”, nasehat lelaki yang peduli pada pendidikan anak yatim ini.

Agar inspirasi kesuksesan Rasulullah itu bisa meresap di hati anak-anak yatim, panitia menyediakan 100 balon yang telah ditempeli anak-anak yatim dengan cita-cita yang mereka impikan. Ada yang bercita mau jadi dokter, pejabat, pengusaha, ulama, seniman, watawan, dan lain-lain. Di bagian bawah stiker yang ditempelkan juga tertulis sifat-sifat baik Rasulullah yang harus dilakukan bila

anak-anak yatim pingin sukses, seperti rajin belajar, percaya diri, jujur dan lain-lain.

Balon-balon tersebut lalu diikat pada papan gabus yang bertuliskan Rasulullah Yatim Sukses, dan diterbangkan bersama Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

Sebelumnya, Tri Rismaharini didapuk bercerita kepada anak-anak yatim tentang perjalanan suksesnya. Acara berlangsung informal. Didampingi Moch Hasyim, walikota perempuan pertama di Surabaya ini, duduk lesehan di antara anak-anak yatim. Karena melihat anak-anak yatim masih malu dekat dengannya, dia tak segan mengajak menyanyi balonku ada lima.

Saat bercerita yang berlangsung gayeng itu, Tri Risma banyak memotivasi anak-anak agar tidak minder dengan status sebagai anak yatim. Tapi malah harus lebih bekerja keras agar bisa sukses. “Kalian harus tetap pede. Tidak boleh malu. Kita semua sama potensinya. Dan insyaallah semua bisa sukses”, kata Bu Risma.

Fatimah, salah satu anak yatim penerima Bestari dan sempat berdialog dengan Walikota Surabaya, mengaku senang bisa mendapatkan bantuan ini. Anak yang bercita-cita jadi guru ini, berharap anak-anak yatim lebih mendapat perhatia dari pemerintah. [ym]

Rekor MURI untuk BESTARI Yatim Mandiri

Kampung Ciputih merupakan perkampungan yang terletak di Desa Sukajaya Kecamatan

Sukajaya Bogor, Jawa Barat. Di sini H. Ridwan Noor menyerahkan wakaf kepada BMM (Baitul Maal Muamalat) seluas seluas 1,5 Ha. Pada awal Agustus 2010 lahan tanah yang tadinya posisinya miring tersebut di sulap menjadi Kampung Jamur BMM. Kampung Jamur adalah kegiatan pemberdayaan kelompok masyarakat dengan cara memberikan

bantuan berupa fasilitas produksi jamur yang terdiri atas ruang mixing & Filling (pembentukan media/wadah), sterilisasi (pengukusan media), Inokulasi (penyemaian), Growing (penumbuhan) dan Ruang Pengelola di lahan wakaf Baitulmaal Muamalat. Di Kampung Jamur juga diselenggarakan program pemberdayaan terpadu lainnya, seperti bantuan kesehatan, pendidikan dan bantuan sosial lainnya sebagai penguat dari program pemberdayaan ekonomi.

Program Pemberdayaan terpadu Kampung Jamur BMM setiap anggota diberikan pendidikan dan pelatihan sehingga mereka memahami teknik budi daya jamur yang kemudian di kembangkan penumbuhan dan pemeliharaannya di rumah masing-masing anggota. Selain itu peserta juga di wajibkan untuk mengikuti pembinaan dalam bentuk pertemuan dan pengajian rutin oleh pendamping, baru kemudian setelah 2 bulan mengikuti pembinaan, anggota peserta di berikan modal dalam bentuk baglog yang jumlahnya 200-500 buah baglog, disesuaikan dengan fasilitas tempat penyimpanan baglog yang disediakan anggota.

Penerima manfaat program sebanyak 423 mustahik. Sampai saat ini produksi kampung jamur mencapai 10.000 log dari target 40.000 log bulan Maret 2011, Hasil Jamur dari 10.000 Log mencapai Rp 28.000.000,- selama 3 bulan. Dengan mencadangkan biaya penyusutan bangunan dan peralatan selama lima tahun dan juga biaya pemeliharaan lingkungan yang ada maka keuntungan setiap bulan mencapai Rp 4.796.667,-. [bmm]

BMM Menyulap Lahan Wakaf Menjadi Kampung Jamur

Penyerahan sertifikat MURI

kepada Yatim Mandiri

Lokasi kampung jamur yang dikelola BMM

Page 25: Infoz+ Edisi 11 OK Print

kabar OPZ

2�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Selama bulan Februari 2011 program Senyum Sehat Rumah Zakat telah

memberikan pelayanan kesehatan untuk warga Bandung dan sekitarnya. Tidak kurang dari 15 lokasi di wilayah Bandung Raya (kota/kabupaten). Tim Armada Sehat Keluarga (AMARA) dan Mobil Klinik Sehat Keliling, mendatangi kampung ke kampung.

Untuk Amara yang beroperasi di

wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB), telah melayani tidak kurang dari 2514 warga, di 8 Kecamatan, yang aterdiri dari layanan USG untuk Ibu hamil, penyuluhan kesehatan perilaku hidup bersih, layanan kesehatan umum, dan pemberian makanan tambahan untuk warga.

Amara yang beroperasi di KBB ini hasil kerja sama antara bank bjb dan Rumah Zakat, yang sudah terlaksana 1 tahun. Sementara itu, Mobil Klinik

4000 Warga Nikmati Layanan Kesehatan Dari Rumah Zakat

Sehat Keliling, mempunyai area operasi di wilayah kota Bandung. Selama bulan ke -2 tahun 2011 telah memberikan layanan kesehatan untuk 2072 warga di 7 kecamatan kota Bandung dengan layanan yang relatif sama dengan Amara.

Mobil Klinik lebih banyak bekerjasama dengan tim kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (posyandu). Mobil Klinik yang beroperasi di wilayah kota Bandung, hasil kerja sama antara Rumah Zakat dan Indosat melalui program CRS (Corporate Responsbilty Social). [rumahzakat.org]

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya sumber daya air. Namun, sekitar 119 juta

rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Salah satu desa minus air adalah Desa Bumiharjo Klaten, Jawa Tengah. Desa ini terletak di lereng timur Gunung Merapi. Kebutuhan air warga desa ini sangat minim.

Atas rekomendasi Dewan Da’wah Islamiyah Kabupaten Klaten yang diketuai Rifa’i Haryono, LAZIS Dewan Dakwah mengajak Global Peace Malaysia (GPM) untuk membuat sumur air dalam dan warung air bersih di Bumiharjo. Kelak, warung air ini akan menghidupi warga Bumiharjo melalui sistem distribusi terminal berbasis masjid.

Warung air itu sekaligus akan difungsikan sebagai sekretariat da’i Dewan Dakwah untuk membina ummat setempat. Saprotan (sarana produksi pertanian) pun akan tersedia di sana.

Fawaz Hasbullah, CEO GPM, dan Halimi, Project Officer GPM untuk Indonesia, sepakat dengan LAZIS Dewan Dakwah. Mereka pun memberi support penuh, setelah

meninjau sendiri lokasi proyek.

Proyek pengeboran dan pembangunan instalasi dilaksanakan Pusat Pengembangan Geologi Nuklir BATAN. Rencananya, Stasiun Air Dewan Da’wah ini diresmikan penggunaannya pada 22 Maret bertepatan dengan Peringatan Hari Air Sedunia.

Masih Banyak Kurang

Direktur LAZIS Dewan Da’wah, Ade Salamun, mengingatkan, masih banyak komunitas muslim yang kekurangan air bersih. Salah satunya warga Desa Girikarto, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Di musim hujan, masyarakat binaan Kyai Ahmad Hasan Abwam ini menandon air hujan untuk keperluan sehari-hari. Tiap keluarga umumnya memiliki tandon air hujan berkapasitas 5000 liter. Nah, bila musim kemarau tiba, mereka harus menebus air bersih Rp 150 ribu per tangki berkapasitas 5000 liter. ‘’Toya

sakmonten paling-paling nggih kalih minggu pun telas (air sebanyak itu paling dua pekan sudah habis),’’ ucap Ny Hasanah, istri Kyai Hasan.

‘’Sebenarnya cukup berat bagi masyarakat untuk membeli air dengan harga tersebut. Warga kan umumnya pedagang kecil seperti tempe atau peyek. Kalau ada sumur air bersih atau pipanisasi air ke atas sini, ya alhamdulillah sekali. Insya Allah akan sangat menunjang da’wah kami,’’ tutur Kyai Dewan Da’wah yang sudah duapuluh tahun bertugas di Gunung Kidul. (nurbowo)

Bantuan SumurDari LAZIS Dewan Dakwah

Page 26: Infoz+ Edisi 11 OK Print

wawancara

2� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Menurut Bapak bagaimana perkembangan dunia zakat di Indonesia saat ini?Zakat adalah salah satu bukti keimanan, ashshadaqatu burhan oleh sebab itu jika bangsa ini keimanannnya kuat maka zakatnya akan naik. Sebaliknya, jika keimanannya kurang maka zakatnya akan kurang. Karena dua hal itu memiliki hubungan yang sangat erat. Termasuk juga dengan ibadah yang lain. Jadi, zakat merupakan bukti sebagai seorang mukmin.

banyak. Dengan begitu, kekuatan yang dimiliki lebih powerful. Ini berbeda bila zakat yang nominalnya kecil-kecil yang langsung disampaikan pada mustahik yang biasanya diberikan kepada tetangga sekitar rumah. Hal semacam ini tidak akan menjadikan sebuah gerakan yang mampu mengangkat kemiskinan.

Apa penyebabnya?Kewajiban zakat selama ini masih dianggap hanya berlaku pada tanaman, emas perak, dan perdagangan. Padahal zakat itu bisa dikeluarkan dari segala hal yang kita dapatkan. Termasuk saat menjadi pegawai. Jika gajinya dikumpulkan dalam setahun sehingga sampai pada satu nishab, maka ini pun terkena wajib zakat. Ini menjadi keprihatinan para dai karena pasti akan berpengaruh terhadap kondisi ummat. Karena manakala zakat tidak dikeluarkan sebagaimana mestinya berarti kaum muslim tidak banyak yang mengeluarkan zakat.

Maksudnya bagaimana? Umpama begini. Ada seseorang setiap bulan bergaji Rp 3 juta. Dikalikan 12 bulan menjadi Rp 36 juta. Padahal harga emas per gram 400 ribu x 86 gram sehingga 32 juta. Berarti orang yang setahun gajinnya Rp 36 juta sudah harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen. Bisa di keluarkan setiap bulan atau juga dikeluarkan pada saat akhir tahun. Yang jelas ini tidak boleh dilupakan. Kalau seaindainya harta zakat tersebut ada ribuan orang, lantas dikumpulkan pada satu lembaga yang terpercaya maka akan bisa dioptimalkan untuk mengatasi kemiskinan.

Ini berbeda dengan zakat fitrah yang sosialisasinya dilakukan melalui masjid-masjid secara massif sehingga sangat besar pendapatannya. Karena biasanya masyarakat terutama yang ada di kampung-kampung secara sporadis akan berbondong-bondong menyalurkan zakat pada panitia (amil) masjid. Biasanya jumlah perolehannya luar biasa tetapi kebanyakan dalam bentuk beras. Ini menandakan kurangnya pemahaman tentang urgensi dan kewajiban berzakat. Ini yang menyebabkan bangsa ini kurang mendapatkan keberkahan dari Allah SWT Kalau dari kacamata hukum Islam sebetulnya mana yang paling baik antara zakat yang langsung diberikan kepada mustahik

DR. KH. Ahmad Satori Ismail Ketua Umum Ikatan Da’i Indonesia (IKADI)

Tema Zakat Masih Terlupakan Para Da’i

Zakat sebagai rukun Islam seharusnya menjadi tema sentral dalam pelbagai momentum dan kesempatan. Tetapi pengakuan

Ahmad Satori Ismail, pentolan di organisasi da’i Indonesia, sungguh sangat mengejutkan. Bahwa ternyata, tema zakat

terlupakan oleh para muballigh, khatib maupun penceramah. Banyak faktor yang menjadi pemicu. Berikut wawancaranya dengan Ketua Umum Ikadi dengan wartawan INFOZ Plus di

Kampus Universitas Asy-Syafi’iyah Bekasi beberapa waktu lalu.

Lebih konkritnya bagaimana?Belakangan ini masih banyak muslim yang mengeluarkan zakat secara sendiri-sendiri. Bisa jadi ini karena mereka masih kurang percaya kepada lembaga amil yang ada atau karena susah menjangkaunya. Atau mungkin karena orang tersebut tidak mengerti, seandainya zakat itu dikumpulkan di suatu lembaga kemudian lembaga tersebut bisa mengelola secara baik, maka akan menghasilkan manfaat yang lebih besar. Sebab dana yang terkumpul akan lebih

Page 27: Infoz+ Edisi 11 OK Print

wawancara

2�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

dibanding dipercayakan kepada amil?Kalau perintah dari Islam sendiri yang berhak melakukan perintah penarikan dana adalah negara. Itu termuat dalam ayat khudz min amwalihim shadaqatan. Yang disuruh mengambil zakat adalah Rasulullah sebagai kepala negara. Tentu ini memerlukan prasyarat. Bahwa negara harus memiliki perangkat/orang-orang yang dapat dipercaya sehingga masyarakat juga taat. Tetapi manakala masih banyak yang tidak percaya (kepada pemerintah) akhirnya tak sedikit yang memilih menyalurkan sendiri-sendiri.

Apakah ada indikasinya?Fenomena ini banyak sekali. Misalnya ada yayasan yang memiliki jumlah pegawai mencapai ribuan orang. Bagi yang sudah wajib membayar zakat maka dikelola secara sendiri oleh yayasan tersebut dengan membentuk unit (amil) zakat sendiri. Ini masih mending dari pada setiap individu yang kena zakat misalnya dengan nominal cuma Rp 100 ribu lalu diberikan kepada mustahik secara lanbgsung. Tentu saja cara yang terakhir ini tidak memiliki dampak apa-apa terhadap kemiskinan. Namun ketika ada ratusan bahkan ribuan orang muzaki dijadikan satu maka akan banyak manfaat yang dirasakan oleh mustahik dengan melakukan berbagai program pemberdayaan. Ini akan lebih dahsyat apabila dana-dana tersebut dijadikan sebagai investasi mereka harus mengembalikan sehingga bisa diputar.

Setidaknya membesarkan mereka dari cengkeraman rentenir. Bisa dikatakan kepercayaan terhadap lembaga amil masih kecil? Yang perlu dikuatkan juga bagaimana masyarakat memiliki kepercayaan kepada amil zakat. Selain itu individu-individu yang ada di dalamnya juga harus terpercaya. Sehingga uang yang mereka berikan itu akan dikelola secara baik. Ini menuntut badan/lembaga amil zakat juga harus transparan. Semestinya tidak boleh ada lagi pelaporan dana zakat yang hanya mencantumkan (identitas) Hamba Allah karena susah sekali dicek. Ini perlu edukasi agar lembaga yang bersangkutan juga mudah melakukan pertanggungjawaban. Bisa saja ada lembaga yang telah menerima sekian banyak nama Hamba Allah tetapi dalam laporan dikurangi. Ini perlu mendapat perhatian.

Tapi nyatanya banyak masyarakat yang memang tidak mau menyebut identitasnya, ini bagaimana solusinya karena mereka takut dianggap riya? Mereka harus diedukasi. Nama anonim boleh-boleh saja namun demikian data dan identitas mereka harus terdaftar sebagaimana muzaki lainnya untuk bahan pertanggungjawaban. Rasulullah SAW manakala melakukan evaluasi pada bertanya pada para sahabat ”siapa yang puasa pada hari ini?” ”Saya ya Rasulalah” jawab Abu Bakar. Apa itu disebut riya, apa untuk menghindari riya harus diam seribu bahasa, tidak begitu pengertiannya. Maka itu saya sangat menekankan terkait dengan data-data muzaki harus dibuat se-transparan mungkin. Di beberapa tempat yang saya awasi jika muzaki melakukan donasi melalui rekening akan tercatat jelas asal muasal siapa yang mengirimya. Ada beberapa asumsi terkait potensi zakat. Ada yang menyebut 19 triliun. Ada juga Rp 35 T, bahkan ada yang sampai Rp 100 T per tahun tetapi nyatanya potensi yang baru terkumpul cuma Rp 1 triliun. Apa

pendapat Bapak? Ada banyak hal yang harus diperbaiki. Pertama, sosialisasi harus terus dilakukan melalui berbagai media dan instansi, khutbah jumat yang membahas tema zakat juga harusnya diarahkan agar disalurkan melalui amil. Kedua, sepengtahuan saya masih banyak masyarakat yang belum mengerti dan tahu apa itu amil zakat apalagi keberadaannya, terutama mereka yang ada di kampung-kampung. Nama Dompet Dhuafa yang katanya sudah besar kan bisa jadi cuma diketahui oleh mereka yang baca koran. Ketiga, seharusnya metodenya jangan menunggu tetapi menjemput bola. Misalnya jadi target utama perusahaan-perusahaan bonafit, lalu lembaga-lembaga kaya sampai kepada individu-individu yang punya kelebihan harta. Keempat, seharusntya

ada kerjasama antara lembaga zakat yang kecil-kecil dengan yang besar-besar yang berkumpul di FOZ.

Karena kita tahu pada setiap musholla maupun masjid biasanya telah terbentuk amil zakat khususnya pada bulan Ramadhan. Maka seandianya FOZ mampu melakukan gebrakan-gebrakan kerjasama dengan mereka hasilnya akan juga besar. Tetapi perlu dicatat FOZ sebagai pengumpul tetapi nanti ada bagian yang kembali kepada mereka, karena di lingkungan mereka juga banyak orang miskin. Kalau cuma mengambil duit dari mereka itu tidak baik juga. Bayangkan, masjid di Kota Bekasi saja jumlahnya 800 lebih. Mushalla lebih

“Semestinya tidak boleh ada lagi pelaporan dana zakat yang

hanya mencantumkan (identitas) Hamba

Allah karena susah sekali dicek. Ini perlu edukasi agar lembaga

yang bersangkutan juga mudah melakukan pertanggungjawaban.”

Page 28: Infoz+ Edisi 11 OK Print

wawancara

2� INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

dari 1000 buah. Cuma saat idul fitri jalan masing-masing. Ini yang menyebabkan prediksi angka yang mencapai triliunan susah tercapai. Maka itu langkah-langkah yang saya sampaikan bisa menjadi kontribusi. Sosialisasi harus lebih gencar lagi.

Tetapi kenapa ormas yang memiliki banyak pengikut dan dai perolehan zakatnya malah bisa dianggap tidak siginifikan dibanding dengan lambaga amil lainnya?Karena mereka tidak maksimal hanya sekadar sambil lewat saja cara mengumpulkannya. Sehingga terkesan dari pada tidak sema sekali, ya akhirnya seadanya saja. Tidak sampai menyentuh kalangan bawah. Katakan misalnya Muhamadiyah punya lembaga amil tersendiri tetapi cuma terpampang di koran tidak melakukan penggalangan secara serius. Jadi pengumpulan zakat ke bawah tidak dilakukan secara struktural. Begitu juga oramas-ormas lainnya seperti NU. Biasanya dilakukan yang mudah-mudah saja seperti pada awal sampai akhir Ramadhan karena tidak punya perencanaan matang. Maka di sini perlu juga penguatan hubungan ormas dengan amil zakat profesional.

Zakat seharusnya bukan melulu urusan amil kan? Sejauh mana peran para dai untuk melakukan gerakan sadar zakat. Sebab biasanya tema zakat hanya disampaikan pada bulan Ramadhan? Masalah zakat memang kurang mendapat perhatian dari para da’i. memang betul tema zakat banyak di dengungkan pada awal atau akhir Ramadhan. Ini karena banyak orang kurang peduli soal ini. Selain itu majelis taklim tidak banyak yang meyiapkan kurikulum sehingga materi-materi seperti itu jarang disampaikan secara khusus. Umumnya yang disampaikan terkait sedekah secara umum. Seperti Yusuf Mansur kemana-mena yang disampaikan hanya terkait manfaat sedekah biasa. Di sini sebetulnya pentingnya kerjasama dengan ormas-ormas karena mereka punya kaki (jejaring) hingga ke bawah. Tinggal bagaimana teknis kerjasamanya yang dibutuhkan. Tetapi boleh jadi ormas-ormas tersebut juga memiliki lembaga amil tersendiri sehingga agak kesulitan

untuk dilakukan sentralisasi secara nasional.

Faktor lainnya zakat dianggap mudah dijalankan sehingga bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Karena kesadaran akan manfaat zakat yang dikumpulkan secara masif belum banyak diketahui.

Ikadi sendiri apakah memberikan tema atau silabus tertentu kepada para anggotanya?Biasanya silabus itu berkaitan dengan akidah, ibadah dan kajian-kajian tematik maupun kajian yang terstruktur. Bahasannya seputar ibadah, akidah, akhlak, dan tema yang harus diketahui oleh semua kalangan ummat Islam. Sejauh ini Ikadi belum punya lembaga amil zakat namun suka melakukan pengorganisasian dana untuk membantu Palestina atau tempat-tempat yang dilanda bencana. Oleh karenanya para da’i ceramahnya bersifat umum bagaimana memperkenalkan Islam. Kalau da’i yang terjun di masjid perkantoran kita bekali dengan silabus sehingga lama-lama peserta mengenal Islam secara utuh. Namun bisa saja kalau FOZ memberikan khutbah zakat diberikan kepada Ikadi untuk dijadikan bahan khutbah atau ceramah dan lebih baik kalau ditampilkan di website sehingga mudah diakses seluruh Indonesia.

Acapkali persoalan zakat butuh keteladanan. Sedangkan da’i biasanya lekat dengan posisi

mustahik apa ini juga yang menjadi hambatan?Kami memang posisinya bukan seperti amil sehingga cuma bisa menghimbau kepada orang-orang yang sudah mampu berzakat. Dalam hal ini saya belum mengetahui hambatan-hambatan psikologis para da’i. Selama ini justeru yang lebih banyak disampaikan adalah tentang ekonomi syariah. Karena kami diberikan bahan oleh Masyarakat Ekonomi Syaraiah (MES). Saya kira memang kedepan perlu ada kerjasama antara kami dengan lembaga amil zakat.

Artinya meskipun seharusnya zakat menjadi tema sentral tetapi terlupakan? Ya memang terlupakan. Lebih banyak yang dibicarakan adalah sedekah secara umum.

Apakah Ikadi sendiri membuka kerjasama dengan amil zakat?Kerjasama bisa saja. Ikadi adalah ormas yang berisi orang-orang yang memiliki kemampuan ceramah agama. Bisa jadi di antara mereka masih dalam kategori mustahik, maka ketika mereka ingin diminta terjun ke daerah-daerah terpencil maka harus dibiayai. Kalau kerjasama yang kaitannya untuk membangkitkan kesadaran berzakat maupun pengenalan lembaga amil zakat sangat mungkin dilakukan. Dalam kerjasama diperlukan win win solution jangan sampai para dai juga merasa diperalat. (M)

N a m a : Dr. H. Achmad Satori Ismail Tempat/Tgl. Lahir : Cirebon, 6 Desember 1955Pekerjaan : - Dosen Fak Adab UIN Jakarta - Dosen Pascasarjana UIN Jakarta - Dosen Pascasarjana UMS SurakartaJabatan : Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Ketua Yayasan Al Haromain Jakarta Ketua Yayasan Al Mimbar BekasiPendidikan : KMI (SLTA) Gontor tamat th. 1975 SMU Al Azhar Mesir th. 1985 Sarjana Muda IAIN SGD Cirebon th. 1980 Sarjana Lengkap IAIN SGD Bandung th. 1982 Univ. Al Azhar Mesir th. 1987 S3 Univ. Al Minya Mesir th. 1990Peng. organisasi : OPPM Gontor th. 1975 PMII Cabang Cirebon th. 1979-1980 IPNU Wil. Jawa Barat th. 1982 PUI Jakarta th. 1999 - sekarang.

BIODATA

Page 29: Infoz+ Edisi 11 OK Print

kolom

2�INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Telogolele, desa di pundak Merapi. Jaraknya tak lebih 5 KM dari puncak Merapi, masuk wilayah Selo, Boyolali.

Telogo, dikenal juga sebagai danau. Sudah terbayang, Telogolele melimpah air dan surga bagi para ikan. Tapi, nama itu seperti sebuah misteri.

Telogolele, dihuni 700 lebih KK yang menggantungkan kebutuhan air dari menampung air hujan. Hanya sebagian kampung di bawahnya yang membuat pipanisasi dengan pompa hidran. Teknologi sederhana yang menaikkan air ke dataran tinggi ini, juga akrab disebut pompa setan, karena mengeluarkan suara 24 jam tanpa henti.

Sejak Merapi meletus, sumber air yang ada tertimbun lahar dingin. Pun, sisa mata air yang ada sudah tercemar belerang. Saat emergency, kebutuhan air di-drop-ing dengan tangki. Tapi, lahar dingin mengubah segalanya. Jembatan penghubung yang dapat dilalui truk tangki tumbang oleh gerusahan lahar dingin merapi. Air bersih pun tak dapat naik lagi ke Telogolele.

Sungai-sungai kecil di bawah jurang yang tak dilalui lahar dingin, jadi tumpuan. Disana, mengendap air hujan yang mengering saat kemarau. Warga datang ngangsu (mengambil) air itu, dari kampung atas yang cukup jauh. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak bergiliran antri menuju sungai. Perlahan, kaki-kaki mereka menapak jalan setapak di tebing curam. Mereka menggendong, memikul, juga dibawa dengan sepeda motor. Penuh hati-hati, karena licin dan terancam risiko jatuh.

Tak hanya air, tingkat pendidikan juga jadi kendala sejak bertahun-tahun. Sebagian besar warganya lulus sekolah dasar. Jarak sekolah lanjutan yang jauh, jadi salah satu sebab. Selain juga persoalan biaya, karena keterbatasan ekonomi masyarakatnya.

Dua tahun lalu, Ainur Rofiq, seorang pemuda satu-satunya yang pernah kuliah di desa itu, pulang kampung. Dia mendirikan Madrasah Tsanawiah. Kelasnya sewa di bangunan tua dekat SD di desa itu. Hebatnya, atap kelas itu sudah ambruk oleh abu vulkanik. Kini, murid-murid MTs menggunakan serambi rumah Rofiq untuk ruang kelas, dengan fasilitas sekadarnya.

Telogolele, sesungguhnya indah. Udaranya sejuk. Di balik desa, tegak gagah Gunung Merapi. Di utara, kokoh Gunung Merbabu. Keindahan ini seakan membalut ironi Telogolele. Bulan lalu, para petani panen sayur mayur. Tapi, harganya hancur lebur.

Satu kilo gram kol putih hanya Rp 100. Petani pun, membiarkan sayur itu membusuk, karena biaya panen dengan harga jual tak sebanding. Mau dimakan sendiri, juga kelewat banyak.

Pasca erupsi, saat pengungsi kembali ke desa, kehidupan nyaris mati. Abu vulkanik membekab semuanya. Seorang kepala dusun, sempat acuh, saat diajak berbincang tentang bagaimana mendatangkan air. Apalagi, seorang relawan menunjuk lereng gunung Merbabu. Oh, itu muskil dan tak masuk akal.

Tapi, warga desa malah punya keyakinan beda. Mereka akan korbankan raga dan tenaganya untuk mewujudkan obsesi itu. Meski, jarak Telogolele – gunung Merbabu memerlukan pipa 12 km. Hitungan seorang teman dari UGM, program ini perlu dana sekitar Rp 700 juta. Lunglailah semua yang mendengar angka itu. Tapi, seorang relawan meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada yang tak mungkin jika Allah SWT sudah berkehendak.

Tiga bulan berlalu. Warga desa berpadu dengan sebuah lembaga amil zakat mewujudkan niat yang semula muskil itu. Tiap hari bergiliran membentangkan pipa 4 inc sejauh 12 KM. Melintasi Kali Apu, dan 10 jurang yang berjarak 100 – 300 m, dibentang dengan kawat baja. Semangat warga untuk setetes air itu, membuat merinding.

Hari ini, Allah menjawab ikhtiar mereka. Saat melihat air deras mengalir dari Merbabu ke Merapi, lidah rasanya kelu. Untuk sekadar berkata-kata rasanya gemetar. Hanya kekaguman yang berguman dalam hati, akan kebesaran Allah swt yang telah menyempurnakan segala ikhtiar untuk mendatangkan air di Telogolele.

Tiga bulan, Masyarakat korban Merapi menunjukkan semangat tanpa kendur. Laki-laki dan perempuan, tak ada yang tersisa untuk tak terlibat meneteskan keringat. Tiap hari gotong-royong memasang pipa-pipa besar, meretas ladang, bukit, dan melompati jurang-jurang. Pipa 4 inc direntangkan secara manual, 10 jurang dalam, juga ditaklukkan secara nekat. Jika melihat hasilnya kini, rasanya muskil tanpa “kegilaan” pipanisasi 12 KM ini akan terwujud.

“Setiap malam saya berdoa, agar air bisa mengalir”, terang Sarindi (45) ketua kelompok Dusun Belang, Telogolele.

“Saya nangis, tiap ketemu orang dibilang, gak mungkin air Merbabu bisa ke Merapi. Sayang pipa mahal-mahal dipasang sia-sia”, kenang Sarindi berkaca-kaca.

“Tapi, relawan selalu memberi semangat

bahwa kita hanya berusaha, Gusti Alloh yang menyempurnakan”, kata ayah 3 anak yang sehari-hari bertani itu.

Membangun pipanisasi dari Merbabu ke Merapi, tak sekadar medan yang sulit jadi kendalanya. Tapi, mitos sebagian masyarakat yang menganggap tabu, mendatangkan air dari lereng Merbabu ke Merapi adalah tantangan yang tak kalah beratnya. Pada awal-awal membentuk kelompok, hanya sedikit orang yang antusias, sebagian mengaku ini program yang tak masuk akal.

“Konon kalau air Merbabu dibawa ke Merapi airnya akan mati”, kata Sarindi. Tapi, ia meyakini bahwa Tuhan yang punya air.

“Al-Azhar mendampingi kami dan meyakinkan kami, kalau Gusti Alloh sudah berkehendak tidak ada yang bisa melawan”, kini Sarindi teguh.

Meski sempat jatuh bangun membangun semangat warga, hari ini semua memetik hasilnya. Pernah pada tahun 2000, mereka secara swadaya membangun pipanisasi, tapi kalah oleh kampung lain. Air tak pernah sampai di desa. Untuk menghindari konflik, mereka pilih mengalah dan mengandalkan air dari menampung air hujan.

“Gusti Alloh mboten sare (Allah tidak tidur), sekarang kami kebanjiran air. Nanti kalau dari kampung lain ingin minta air, monggo kami ikhlas membaginya. Wejangan dari tim Al-Azhar, air ini punya Gusti Alloh”, tutur Sarindi.

Akhir bulan lalu, warga desa menggelar syukuran secara sederhana. Meski pipanisasi dan distribusi air belum usai 100 persen, tapi mereka ingin rasa syukur digelar dengan doa bersama.

“Bapak dan ibu sekalian, ini hasil keringat warga Telogolele. Bukan karena Al-Azhar Peduli Ummat. Bapak dan ibu yang gotong-royong mengagumkan. Ibu-ibu tiap pagi menyiapkan singkong rebus, kami merasakan singkong itu memberi energi yang membuat kita semua mampu memanggul pipa, melompati jurang, dan mendaki bukit-bukit. Ibu-ibu yang menggendong pasir, mengumpulkan batu, menjadi daya dorong kami untuk tidak menyerah. Ini hasil jerih payah masyarakat Telogolele. Sekarang, tugas kita bersyukur pada Gusti Alloh dan merawat program ini agar langgeng sampai anak cucu”, terang Sunaryo Adhiatmoko, relawan yang bertanggungjawab atas program itu.

Inilah jika Allah swt sudah berkehendak. Tak ada yang mampu menolak.

*) Pemimpin Redaksi Majalah INFOZ+

Inspirasi dari Merapi

‘Mengawinkan’ Merbabu - MerapiOleh: M Anwar Sani*)

Page 30: Infoz+ Edisi 11 OK Print

catatan akhir

30 INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

GAJI AMIL ZAKATOleh Ahmad JuwainiKetua Umum Forum Zakat

Banyak orang kini terlibat dalam pekerjaan sebagai amil zakat. Diperkirakan lebih dari 10.000 orang

di Indonesia telah menjadi amil zakat. Ada yang menjadi amil karena alasan ideologis, yaitu untuk memperjuangkan nasib sekaligus melayani umat. Ada yang menjadi amil karena alasan profesional, yaitu bahwa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, kecakapan dan pengalaman dalam mengelola zakat. Ada juga karena alasan pragmatis, yaitu bahwa saat ini pekerjaan yang mampu menampung yang bersangkutan adalah pekerjaan sebagai amil.

Dilihat dari waktu yang digunakan setiap amil untuk mengurusi zakat, maka kita bisa membagi menjadi : 1) Amil Penuh Waktu 2) Amil Paruh Waktu, dan 3) Amil Sementara. Amil Penuh Waktu adalah amil yang terlibat mengelola zakat dalam rata-rata delapan jam sehari, lima hari dalam seminggu dan terus bekerja sepanjang tahun. Amil Penuh Waktu relatif menjadikan pekerjaannya sebagai amil sebagai pekerjaan utama. Amil Paruh Waktu adalah amil yang melakukan pekerjaan mengelola zakat dalam jumlah jam kerja yang berbagi dengan pekerjaan atau profesi lain. Umumnya jam kerja rata-rata yang digunakan Amil Paruh Waktu untuk mengelola zakat adalah kurang dari empat jam dalam sehari. Adapun amil sementara adalah orang yang terlibat mengelola zakat dalam waktu yang sangat pendek, misalnya dalam sebuah kepanitiaan Ramadhan yang waktunya hanya tiga hari dalam setahun (menjelang idul fitri).

Dalam kaitan pekerjaan atau profesinya sebagai amil, banyak orang telah mendapatkan gaji atau upah secara tetap. Gaji ini tentu saja diberikan kepada Amil Penuh Waktu atau sekurang-kurangnya yang menjadi Amil Paruh Waktu. Sedangkan Amil Sementara, umumnya tidak mendapatkan gaji atau upah. Gaji ini bisa bersumber dari penyisihan atas

hak amil (mustahik) yang didapatkan dari akumulasi dana zakat yang dihimpun oleh organisasi yang mengelola zakat. Bisa juga berasal dari dana lain (non zakat) yang dimiliki oleh organisasi yang menjadi induk bagi pengelola zakat tersebut.

Pemberian gaji kepada amil diberikan dalam rangka memberikan balas jasa atas pengerahan tenaga, waktu, pikiran dan kompetensi seseorang dalam rangka mengurusi zakat. Pemberian balas jasa juga bertujuan untuk menumbuhkan semangat berkarya, kesungguhan dan kerja keras dalam melaksanakan tugas sebagai amil. Pemberian gaji amil diharapkan dapat mewujudkan pengelola zakat yang serius dan berkonsentrasi penuh dalam melayani masyarakat dan mengembangkan zakat dengan sebaik-baiknya.

Dalam kaitan dengan besaran gaji amil, pernah di sebuah media nasional dimuat pernyataan seorang birokrat yang terkait dengan zakat, menyebutkan bahwa ada pimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang gajinya Rp 45 juta per bulan. Pernyataan ini tentu saja tidak benar, karena sampai saat ini gaji pimpinan OPZ belum ada yang sampai pada angka tersebut. Meskipun sesungguhnya, sebagai sebuah kemungkinan, boleh saja suatu hari seorang pimpinan OPZ bergaji Rp 45 juta atau lebih apabila pencapaian penghimpunan zakatnya sudah sangat besar (sesuai dengan panduan fiqih zakat).

Pemberian gaji yang memadai kepada amil zakat, sesungguhnya saat ini kita perlukan. Selain dalam rangka menghargai jerih payah, kinerja dan dedikasinya dalam mengurusi zakat yang telah dicapai, juga untuk menumbuhkan rasa kebanggaan dan membangunkan perasaan senang terhadap pekerjaan sebagai amil zakat. Mengurus zakat tidak boleh menimbulkan kesan minder atau tidak percaya diri di kalangan sebagian masyarakat karena pekerjaan sebagai amil zakat dianggap hina atau rendah. Untuk membangunkan

kegemilangan zakat kita memerlukan orang-orang yang bangga dan penuh gairah dalam mengelola zakat.

Alasan lain perlunya kita memberikan gaji amil zakat yang memadai adalah dalam rangka menjaga agar setiap OPZ tetap diisi oleh orang-orang berkualitas dan kompeten. Setiap OPZ seharusnya dikelola oleh orang-orang yang cerdas, visioner, terampil, berintegritas, pekerja keras dan karyanya dapat dibanggakan masyarakat. Dengan balas jasa yang memadai akan dimungkinkan bagi OPZ untuk merekrut orang-orang terbaik dan merawatnya untuk terus berkarya penuh pengabdian di dalam pelayanan dan pengembangan zakat.

Manakala OPZ tidak mampu memberikan gaji yang memadai, maka pada suatu titik orang-orang terbaik, yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang memadai akan satu persatu meninggalkan OPZ dan mencari tempat beraktivitas atau bekerja di tempat lain yang menyediakan balas jasa yang lebih baik. Sebagian yang lain, mungkin akan keluar dari OPZ dan berubah haluan dengan menjadi wirausahawan. Sementara sebagiannya lagi akan bekerja sebagai amil dengan menyambi pekerjaan lain dalam rangka menutupi kebutuhan hidupnya yang tidak tercukupi dari penghasilannya sebagai amil. Dampak akhirnya akan menurunkan konsentrasi, komitmen, loyalitas dan kejuangannya dalam mengurus dan mengembangkan zakat.

Karena saat ini sudah sedemikian banyak orang terlibat sebagai amil, maka perhatian kita akan masalah gaji amil ini perlu kita tingkatkan. Kita perlu memberikan penghargaan dan balas jasa yang memadai, sekaligus tetap menjaga kemuliaan dan martabat sebagai amil. Tentu saja semua perhatian dan penataan kita harus tetap dirangkai dalam bingkai panduan fiqih zakat serta komitmen untuk menjaga amanah untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Page 31: Infoz+ Edisi 11 OK Print

advertorial

31INFOZ+EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011

Page 32: Infoz+ Edisi 11 OK Print

advertorial

32 INFOZ+ EDISI 11 TH VI MARET - APRIL 2011