amenore lengkap

24
BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. S Umur : 22 tahun Pekerjaan : Karyawan Pendidikan : SMA Status : Belum menikah Alamat : Jakarta Timur No. RM : 28.5508 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Pasien mengeluh tidak datang haid sejak 4 bulan yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dengan keluhan tidak haid 4 bulan yang lalu, siklus haid sebelumnya teratur. Karena keluhan ini, pasien sudah melakukan tes pack kehamilan tanggal 7/10/2012, hasil negatif. Pasien mengaku tidak pernah melakukan hubungan intim. HTA 5/6/2012. Pusing (-), demam (-), nyeri pinggang (-), mual (-), muntah (-), keputihan (-). Riwayat Menstruasi : Menarche usia 12 tahun, siklus tidak teratur tiap bulan 35 hari lebih, sejak 4 bulan terakhir mulai tidak teratur, lama 5-7 hari, keluhan saat haid (-) Ganti pembalut 2x/hari Riwayat Penyakit Dahulu : Page | 1

Upload: elmirayulharnida6449

Post on 04-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: amenore lengkap

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. S

Umur : 22 tahun

Pekerjaan : Karyawan

Pendidikan : SMA

Status : Belum menikah

Alamat : Jakarta Timur

No. RM : 28.5508

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Pasien mengeluh tidak datang haid sejak 4 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dengan keluhan tidak haid 4 bulan yang lalu, siklus haid sebelumnya teratur.

Karena keluhan ini, pasien sudah melakukan tes pack kehamilan tanggal 7/10/2012,

hasil negatif. Pasien mengaku tidak pernah melakukan hubungan intim. HTA 5/6/2012.

Pusing (-), demam (-), nyeri pinggang (-), mual (-), muntah (-), keputihan (-).

Riwayat Menstruasi :

Menarche usia 12 tahun, siklus tidak teratur tiap bulan 35 hari lebih, sejak 4 bulan

terakhir mulai tidak teratur, lama 5-7 hari, keluhan saat haid (-) Ganti pembalut 2x/hari

Riwayat Penyakit Dahulu :

HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-), keluhan serupa

dalam keluarga (-).

Page | 1

Page 2: amenore lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda vital : TD : 120/80 mmHg, N : 84x/mnt, RR : 18x/mnt, S : 36,6°C

BB/TB : 84 Kg, penurunan BB sejak 1 bln terakhir

Status Generalisata :

Kepala : deformitas (-), normocephal

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT : otorhea -/-, rinorhea -/-

Leher : retraksi (-), thyroid dalam batas normal, KGB

Dada : Simetris statis-dinamis, retraksi (-)

Jantung : BJ I&II (N), murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, BU(+) N, massa (-)

Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”, oedema (-), varises (-)

Status Ginekologi :

pasien menolak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG

Kedua uterus retrofleksi ukuran 5 x 2.4 x 2.9

Kelainan uterus tidak tampak (hanya cenderung lebih kecil dari batas normal)

Kedua ovarium dalam batas normal bentuknya, ukuran cenderung lebih kecil dari

ukuran normal.

Kesan : Genitalia interna cenderung hipotrofi

Saran : terapi hormonal (maintenace), penurunan berat badan.

V. RESUME

Pasien Nn.S Berusia 22 tahun datang ke poliklinik kebidanan Rumah Sakit

Persahabatan dengan keluhan tidak datang haid sejak 4 bulan yang lalu. Pasien berstatus

belum menikah dan pasien sudah melakukan tes pack kehamilan tanggal 7/10/2012,

hasil negatif. Pasien mengaku tidak pernah melakukan hubungan intim. HTA 5/6/2012.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada pasien ini kelebihan berat badan. Pemeriksaan

Ginekologi tidak dilakukan. Dari gambaran USG didapatkan kesan ovarium kanan dan

kiri serta uterus mengalami hipotrofi.

Page | 2

Page 3: amenore lengkap

VI. DIAGNOSIS

Amenorhea Sekunder e.c hipotrofi genitalia interna

VII. PENATALAKSANAAN

Anjuran penurunan berat badan, diharapkan turun 10% dari BB awal. Dengan :

- Olah raga teratur

- Latihan puasa dan pengaturan pola makan

Klomifen sitrat 50 mg per hari selama 5 hari

Uji Laboratorium : FSH, LH, HDL, TGA, GDP.

Page | 3

Page 4: amenore lengkap

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LATAR BELAKANG

Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.

Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea

primer terjadi pada seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid; sedang

pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.

Amenorea sekunder ditandai dengan tidak adanya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus

oligomenorea <jumlah darah menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya

mendapatkan siklus menstruasi biasa.1

Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit

untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya

amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam

kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit

infeksi, dan lain-lain.1

2.2. FISIOLOGI MENSTRUASI

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

(deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang

memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium

(hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang,

hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi

neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus.

Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin

Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormone (LH)

dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.1,4

Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan

satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar

hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara

hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif

terhadap FSH, sedangkan terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika

kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik

terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.4

Page | 4

Page 5: amenore lengkap

Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel berkembang

oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus

luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi

estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi

dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia.4,5

Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu

pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir

ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah

peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas

meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat

mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan

lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH

yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal.5

Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH

meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun.

Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin

pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap

hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel

hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi.5

Pecahnya folikel terjadi 16 – 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya

satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena

meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen

pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang

peranan dalam peristiwa itu.5

Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan

bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam

lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8–9 hari setelah ovulasi.

Luteinized granulose cell dalam korpus luteum itu membuat progesteron banyak, dan

luteinized theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu

meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10–12 hari setelah ovulasi, korpus luteum

mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti

oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia

tidak bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri

Page | 5

Page 6: amenore lengkap

(autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan

sedikit LH terus-menerus. 5,6 Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH.

Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat

belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi variasi

dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikular.

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari

Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan

ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang

tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus

luteum hingga 9–10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari

Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan

ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang

tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus

luteum hingga 9–10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.6

2.3. ETIOLOGI

Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang

memisahkan dalam beberapa kompartemen dimana menstruasi yang normal tergantung. Hal

ini berguna untuk memakai evaluasi diagnostik yang memilah penyebab amenorea dalam 4

kompartemen, yaitu:

- Kompartemen I : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract

- Kompartemen II : kelainan pada ovarium.

- Kompartemen III : kelainan pada pituitari anterior

- Kompartemen IV : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).1,9

Page | 6

Page 7: amenore lengkap

Gambar 2. Etiologi Kompartemen pada Amenore

Amenorea primer dan amenorea sekunder masing-masing mempunyai sebab-sebab

sendiri; pada amenorea primer kelainan gonad memegang peranan penting. Akan tetapi,

banyak sebab ditemukan pada kedua jenis amenorea; oleh karena itu, klasifikasi di bawah ini

mencakup sebab-sebab pada amenorea primer dan amenorea sekunder.

1. Gangguan organik pusat

Sebab organik : tumor, radang, destruksi.

2. Gangguan kejiwaan

a. Syok emosional;

b. Psikosis;

c. Anoreksia nervosa;

d. Pseudosiesis.

3. Gangguan poros hipotalamus-hipofisis

a. Sindrom amenorea-galaktorea;

b. Sindrom Stein-Leventhal;

c. Amenorea hipotalamik.

4. Gangguan hipofisis

a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds;

Page | 7

Page 8: amenore lengkap

b. Tumor ;

1) Adenoma basofil (penyakit Cushing);

2) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme);

3) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright).

5. Gangguan gonad

a. Kelainan kongenital

1) Disgenesis ovarii (sindrom Turner);

2) Sindrom testicular feminization;

b. Menopause prematur;

c. The insensitive ovary;

d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan sebagainya;

e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.

6. Gangguan glandula suprarenalis

a. Sindrom adrenogenital;

b. Sindrom Cushing;

c. Penyakit Addison.

7. Gangguan glandula tiroidea

Hipotiroidea, hipertiroidea, kretinisme.

8. Gangguan pankreas

Diabetes mellitus.

9. Gangguan uterus, vagina

a. Aplasia dan hipoplasia uteri;

b. Sindrom Asherman;

c. Endometritis tuberkulosa;

d. Histerektomi;

e. Aplasia vaginae.

10. Penyakit-penyakit umum

a. Penyakit umum;

b. Gangguan gizi;

c. Obesitas.

Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat digolongkan menurut

kopartemen badan yang ikut berperan dalam terjadinya proses haid, dan yang menjadi tempat

dari kelainan yang menyebabkan amenorea.1,2

Page | 8

Page 9: amenore lengkap

2.4. DIAGNOSIS

Dilihat dari etiologi yang mendasari terjadinya amenorea yang begitu luas, maka

dibutuhkan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit, dan mahal.

Seperti pemeriksaan hormon meliputi LH, FSH, estrogen dan lain-lain.1

2.4.1. Anamnesis

Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sejak

kanak-kanak, termasuk tinggi, berat badan dan usia saat pertama kali mengalami

pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan.1,4

Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan saudara wanita)

mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama, karena biasanya antara ibu dan anak-

anaknya pertama kali mendapatkan menstruasi hanya berselang 1 tahun. Informasi tentang

banyaknya perdarahan, lama menstruasi, dan periode menstruasi terakhir juga perlu untuk

ditanyakan.

Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga

penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan

narkoba, olahraga, diet, situasi di rumah dan sekolah, dan kelainan psikisnya juga penting

untuk ditanyakan. Gejala-gejala klinis yang lain seperti gejala vasomotor, panas badan,

galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan

juga harus ditanyakan.3,4

2.4.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kali diperiksa adalah tanda vital, termasuk

tinggi badan, berat badan dan perkembangan seksual. Pemeriksaan fisik yang lain adalah

sebagai berikut :

a). Keadaan umum :

Anoreksia-cacheksia, bradikardi, hipotensi, dan hipotermi.

Tumor hipofise-perubahan pada funduskopi, gangguan lapang pandang, dan

tanda-tanda saraf kranial.

Sindroma polikistik ovarium-jerawat, akantosis, dan obesitas.

Inflammatory bowel disease-Fisura, skin tags, adanya darah pada pemeriksaan

rektal.

Gonadal dysgenesis (sindroma Turner)- webbed neck, lambatnya perkembangan

payudara.9

b). Keadaan payudara

Page | 9

Page 10: amenore lengkap

Galactorrhea-palpasi payudara.

Terlambatnya pubertas- diikuti oleh rambut kemaluan yang jarang.

Gonadal dysgenesis (sindroma Turner)- tidak berkembangnya payudara dengan

normalnya pertumbuhan rambut kemaluan.1,2

c). Keadaan rambut kemaluan dan genitalia eksternal

Hiperandrogenisme- distribusi rambut kemaluan dan adanya rambut di wajah.

Sindroma insensitifitas androgen- Tidak ada atau jarangnya rambut ketiak dan

kemaluan dengan perkembangan payudara.

Terlambatnya pubertas- tidak disertai dengan perkembangan payudara.

Tumor adrenal atau ovarium- clitoromegali, virilisasi.

Massa pelvis- kehamilan, massa ovarium, dan genital anomali.1

d). Keadaan vagina

Imperforasi himen- menggembung atau edema pada vagina eksternal.

Agenesis (Sindroma Rokitansky-Hauser)- menyempitnya vagina tanpa uterus dan

rambut kemaluan normal.

Sindroma insensitifitas androgen- menyempitnya vagina tanpa uterus dan tidak

adanya rambut kemaluan.1

c). Uterus : Bila uterus membesar, kehamilan bisa diperhitungkan.

d). Cervix : Periksa lubang vagina, estrogen bereaksi dengan mukosa vagina dan sekresi

mukus.

Adanya mukus adalah tanda bahwa estradiol sedang diproduksi oleh ovarium. Kekurangan

mukus dan keringnya vagina adalah tanda bahwa tidak adanya estradiol yang sedang

diproduksi.1

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus

amenorea dapat diketahui penyebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran

yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan

sebagai berikut :1,4

a. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella

tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.

b. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan

berkat pengaruhnya.

Page | 10

Page 11: amenore lengkap

c. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapang pandang jika ada

kemungkinan tumor hipofisis.

d. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya

endometritis tuberkulosa.

e. Pemeriksaan metabolisme basal, atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4 untuk

mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :

a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat,

aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (Sindrom Stein-

Leventhal) dan sebagainya.

b. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang

wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang

bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif

dijumpai pula pda gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti

XX/XO, XXXY atau XXYY.

c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-hal mengenai

kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan genotip.

d. Pemeriksaan kadar hormon

Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-

ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar

FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar

estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-ketosteroid

meningkat.1,2

Dapat pula diagnosis diferensial dari amenorea didekati dengan melakukan tes-tes yang

dinamakan tes fungsional.

1. Diberikan sebagai langkah pertama kepada penderita 100 mg progesteron (dalam minyak)

intramuskulus. Jika sesudah 2-7 hari terjadi perdarahan (withdrawal bleeding), ini berarti

bahwa dalam tubuh ada estrogen endogen. Dapat diambil kesimpulan bahwa poros

hipotalamus-hipofisis-ovarium masih berfungsi, meskipun minimal. Pada penderita ini

tidak adanya galaktorea, dan adanya kadar prolaktin normal, menyingkirkan

kemungkinan adanya tumor hipofisis. Jika ditemukan kadar prolaktin tinggi, perlu

dipikirkan tumor hipofisis. Foto Roentgen biasa atau politomografi dari sella tursika dapat

Page | 11

Page 12: amenore lengkap

membantu untuk mengetahui ada tidaknya tumor itu. Jika tidak terjadi perdarahan, ada 2

kemungkinan :

(a) Uterus tidak bereaksi;

(b) Tidak terdapat pembuatan estrogen.

2. Untuk membedakan antara kemungkinan ini, sebagai langkah ke-2, diberikan kepada

penderita 2,5 mg conjugated estrogen (Premarin, Oestrofeminal) tiap hari untuk 21 hari,

ditambah dengan 10 mg Asetas medroksiprogesteron sehari untuk 5 hari terakhir.

Jika tidak timbul perdarahan dalam 2 minggu setelah berhentinya pemberian obat, dapat

disimpulkan bahwa uterus tidak berfungsi lagi (misalnya pada adhesi intra uterin yang

luas seperti sindrom Asherman).

3. Jika timbul perdarahan, dapat dilakukan Langkah ke-3. Langkah ini terdiri atas

pemeriksaan kadar FSH dengan jalan radioimmuno-assay.

a. Jika kadar FSH lebih tinggi dari 40 MIU/ml, sebab amenorea ialah gangguan fungsi

ovarium (angka normal berkisar antara 5-25 MIU/ml misalnya pada menopause

prematur).

b. Jika kadar FSH rendah, maka sebab amenorea ialah gangguan fungsi hipofisis atau

alat-alat lebih atas.

Dengan pemeriksaan foto Roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya

tumor hipofisis.1,2

2.5. PENATALAKSANAAN1,2,4

Tiap penderita harus diobati sesuai dengan sebabnya amenorea. Di bawah ini hanya

ditemukan pandangan umum mengenai penanganan amenorea tanpa sebab yang khas.

Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi. Misalnya, seorang wanita berumur lebih

dari 40 tahun dengan amenorea tanpa sebab yang mengkhawatirkan tidak memerlukan

pengobatan. Penderita-penderita dalam kategori ini yang memerlukan terapi ialah wanita-

wanita muda yang mengeluh tentang infertilitas, atau yang sangat terganggu oleh tidak

datangnya haid.

Dalam rangka terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki keadaan kesehatan,

termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat dan tenang, dan

sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan obesitas tidak jarang mempunyai

pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea. Pemberian tiroid tidak banyak gunanya,

kecuali jika ada hipotiroidi. Demikian pula pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada

amenorea berdasarkan gangguan fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten).

Page | 12

Page 13: amenore lengkap

Pemberian estrogen bersama denga progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara

siklis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, bukan haid yang didahului

oleh ovulasi. Tetapi ini ada maknanya pada hipoplasia uteri, dan kadang-kadang walalupun

jarang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang ringan.

Terapi yang penting bila pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan yang mencolok

yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini ada 2 cara, yang satu ialah pemberian

hormon gonadotropin yang berasal dari hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen.

BAB III

PEMBAHASAN

Page | 13

Page 14: amenore lengkap

Pada pasien Nn. S 22 tahun ini datang dengan gejala amenorea. Pasien mengaku

tidak mendapat haid selama 4 bulan terakhir. Dari riwayat sebelumya pasien sering

mengeluh siklus haidnya tidak teratur sejak awal menarche, siklus haid sekitar 35 hari lebih

dengan lama haid 5-7 hari. Pasien menyangkal adanya rasa sangat nyeri saat haid.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien ini mengalami kelebihan berat badan. Dari

pemeriksaan penunjang USG didapatkan kesan hipotrofi pada genitalia interna

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat diambil

kesimpulan bahwa pada pasien ini terdapat amenorea sekunder dengan hipotrofi interna

kemungkinan disebabkan oleh gangguan hormonal. Dikatakan amenorea sekunder karena

berdasarkan definisi bahwa amenorea sekunder terjadi pada seorang wanita yang pernah

mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat haid lagi. Berbeda dengan amenorea primer,

penyebab amenorea sekunder biasanya timbul akibat gangguan gizi, gangguan metabolisme,

tumor, penyakit infeksi dan lain-lain. Sedangkan amenorea primer diawali akibat kelainan-

kelainan kongenital dan kelainan genetik. Disini jelas bahwa pada pasien tidak ditemukan

gejala-gejala kelainan genetik ataupun kongenital, sehingga jelas bahwa pada pasien ini

mengalami amenorea sekunder.

Hipotrofi Genitalia interna ini bisa disebabkan berbagai hal antara lain ketidak

seimbangan antara hormonal salah satunya dapat disebabkan gangguan hipotalamus-pituitari-

axis. Untuk itu penatalaksanaan pada pasien ini adalah program penurunan berat badan dan

terapi hormonal. Program penurunan berat badan bagi pasien dengan Indeks Masa Tubuh

(IMT) antara 27-30 kg/m2 merupakan hal yang sangat penting bagi pasien ini. Pengurangan

kalori antara 300-500 kalori per hari dapat menurunkan berat badan sebanyak 10% dalam 6

bulan.

Terapi lain adalah memperbaiki ovulasi yaitu menggunakan obat-obat induksi ovulasi.

Obat yang paling sering digunakan adalah klomifen sitrat. Jika terdapat kegagalan klomifen

sulfat maka perlu diperhatikan kemungkinan adanya resistensi insulin. Terapi kombinasi

antara klomifen sitrat dengan obat yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin seperti

meformin dilaporkan mampu memperbaiki kemampuan ovulasi.11

BAB V

KESIMPULAN

Page | 14

Page 15: amenore lengkap

Amenorea merupakan suatu keadaan tidak adanya haid sedikitnya 3 bulan berturut-

turut. Amenorea dibedakan menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder. Pembagian ini

berdasarkan batasan telah dapat haid atau belum dikatakan amenorea pimer jika belum

pernah mendapai, sedangkan dikatakan amenorea sekunder jika sudah pernah mendapat haid

namun kemudian tidak dapat lagi.

Secara garis besar, etiologi dari amenorea primer dan amenorea sekunder dapat

dibedakan yaitu amenorea primer mempunyai etiologi yang berat dan lebih sulit yaitu

kelainan kongenital dan kelainan genetik. Sedangkan amenorea sekunder disebabkan oleh

pola hidup yang tidak seimbang, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor,

penyakit infeksi dan lain-lain.

Dalam kasus ini, pasien memenuhi kriteria diagnostik amenorea sekunder dengan

pertimbangan sebagai berikut :

Pasien sudah pernah haid sebelumnya, tetapi saat ini pasien tidak mendapat haid.

Dari faktor etiologi, tidak ditemukan adanya kelainan genetik ataupun kelainan

kongenital. Yang tampak jelas adalah kelainan-kelainan yang berhubungan dengan pola

hidup tidak seimbang. Pada pasien ini didapatkan kelainan berat badan,yang

menunjukkan salah satu etiologi dari amenorea sekunder ini. Selain itu, dari pemeriksaan

USG didapatkan kesan ukuran uterus dan ovarium yang cenderung lebih kecil dari ukuran

normal. Kelainan ukuran ovarium dan uterus ini dapat disebabkan oleh gangguan

hormonal.

Tatalaksana dari amenorea sekunder terutama pada gangguan hormonal ini adalah

pengaturan pola hidup yang seimbang, diantaranya penurunan berat badan dengan diet atau

olah raga teratur, diharapkan terjadi penurunan resistensi insulin yang dapat menyebabkan

gangguan ovulasi. Dapat juga diberikan obat-obat induksi ovulasi, yang paling terkenal untuk

pengobatan polikistik ovarium ini adalah klomifen sitrat.

DAFTAR PUSTAKA

Page | 15

Page 16: amenore lengkap

1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 203-223

2. Cunningham, McDonald, Gant. Obstetri Williams. Jakarta. EGC. 2005

3. http://www.klikdokter.com/kesehatankewanitaan/read/2010/07/05/4/amenorea Dikases

tanggal 17 Juli 2011.

4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 203-223

5. Ilmu Kebidanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. EGC. 20

6. Baziad, Ali. Endokrinologi Ginekologi. FKUI. Jakarta. 2008

7. Rebar RW, Connolly HV. Clinical features of young women with hypergonadotropic

amenorrhea. Fertil Steril 1990, 53: 804-810

8. Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA.

Novak’s gynecology. 12th edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 820-832.

Diunduh dari : http://www.klik dokter.com/amenoreatatalaksana diakses tanggal 18 Juli

2011.

9. Brewer JI, Decosta EJ. Textbook of Gynecology. 4th edition. Baltimore: Williams &

Wilkins, 1967: 101-136. Diunduh dari : http://www.forumotionkesehatan.com diakses

tanggal 16 Juli 2011.

10. Yen SSC. Chronic anovulation caused by peripheral endocrine disorders. In: Yen SSC,

Jaffe RB. Reproductive Endocrinology. 3rd edition. Philadelphia: WB Saunders

Company, 1991: 577-673. Diunduh dari : http://www.kesehatanwanitadewasa.com

Diakses tanggal 16 Juli 2011.

11. Andon Hestiantoro, dr. SpOG, KFER. Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi.

Departemen Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2010. Diunduh dari : http://www.botefilia.com/index.php/archives/2010. diakses

tanggal 18 Juli 2011.

Page | 16