materi patologi sistemik

31
Materi Patologi Sistemik HEPAR Merupakan Kelenjar terbesar dalam tubuh yang mempunyai daya regenerasi yang besar Vena porta & art. Hepatica(darah campuran) – (sinusoid)HEPAR(v sublobularis-v lobularis) – vena hepatica- vena cava caudalis Darah portal berasal dari : lambung , intestin, lien, pankreas, omentum, mesenterium Hepar lobus sinister: darah portal berasal dari colon dan lien Hepar lobus dexter: darah portal dari intestinum tenue (radang pada salah satu organ akan mempengaruhi masing2 lobus hepar) Fungsi Hepar 1. Sekresi empedu- garam2 empedu(taurocholat, glicocholat natrium), pigmen2 empedu(bilirubin, biliverdin), lemak, kholesterol, lesitin dan garam2 mineral(kalsium karbonat dan kalsium fosfat) – kerusakan hepar akan menyebabkan urobilinogen tidak dapat diubah kembali menjadi bilirubin (hiperbilirubinemia/ikhterus 2. Metabolisme Lemak- mengubah lemak netral menjadi emulsi-hidrolisis- asam lemak&gliserol Kerusakan hepar(empedu tidak dihasilkan) menyebabkan lemak melalui usus dalam keadaan tidak di emulsi (feses bercampur lemak – steatorrhea) 3. Metabolisme asam amino- hepar menggunakan asam amino untuk membentuk protein plasma (albumin, globulin, fibrinogen, protrombin, ester kholin) dan protein jaringan serta protein cadangan (tidak ada depo protein dalam hepar) bila fungsi hati terganggu akan terjadi perubahan kadar nitrogen pada plasma darah 4. Metabolisme karbohidrat 5. metabolisme besi- sel-sel R.E.S menghancurkan eritrosit tua dan menyimpan Fe untuk digunakan pada pembentukan sel darah baru

Upload: reny-purnama-hadi

Post on 23-Oct-2015

101 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pemeriksaan patologi sistemik dan nekropsi pada hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Materi Patologi Sistemik

Materi Patologi Sistemik

HEPAR

Merupakan Kelenjar terbesar dalam tubuh yang mempunyai daya regenerasi yang besar

Vena porta & art. Hepatica(darah campuran) – (sinusoid)HEPAR(v sublobularis-v lobularis) – vena hepatica- vena cava caudalis

Darah portal berasal dari : lambung , intestin, lien, pankreas, omentum, mesenterium

Hepar lobus sinister: darah portal berasal dari colon dan lien

Hepar lobus dexter: darah portal dari intestinum tenue (radang pada salah satu organ akan mempengaruhi masing2 lobus hepar)

Fungsi Hepar

1. Sekresi empedu- garam2 empedu(taurocholat, glicocholat natrium), pigmen2 empedu(bilirubin, biliverdin), lemak, kholesterol, lesitin dan garam2 mineral(kalsium karbonat dan kalsium fosfat) – kerusakan hepar akan menyebabkan urobilinogen tidak dapat diubah kembali menjadi bilirubin (hiperbilirubinemia/ikhterus

2. Metabolisme Lemak- mengubah lemak netral menjadi emulsi-hidrolisis-asam lemak&gliserol

Kerusakan hepar(empedu tidak dihasilkan) menyebabkan lemak melalui usus dalam keadaan tidak di emulsi (feses bercampur lemak –steatorrhea)

3. Metabolisme asam amino- hepar menggunakan asam amino untuk membentuk protein plasma (albumin, globulin, fibrinogen, protrombin, ester kholin) dan protein jaringan serta protein cadangan (tidak ada depo protein dalam hepar) bila fungsi hati terganggu akan terjadi perubahan kadar nitrogen pada plasma darah

4. Metabolisme karbohidrat

5. metabolisme besi- sel-sel R.E.S menghancurkan eritrosit tua dan menyimpan Fe untuk digunakan pada pembentukan sel darah baru

6. Detokasi-gangguan fungsi hepar dapat timbul gejala intoksikasi

7. Pembentukan sel darah merah-khususnya unggas

8. metabolisme dan penyimpanan vitamin-kelainan fungsi hati akan menyababkan gangguan penyerapan vit K, vit larut lemak (A,D,E) dan vit B kompleks

fungsi hepar yang terganggu menyebabkan: hiperbilirubinemia disertai ikhterus, bilirubinuria, emasiasi, intoksikasi, hipoglikemi, gangguan pembekuan darah, anemia, edema

Page 2: Materi Patologi Sistemik

Perubahan post mortem

1. Perubahan warna -persenyawaan H2S dengan Fe-FeS

2. Autolisis-mirip nekrosis tanpa infiltrasi sel radang

3. Aplasia/hipoplasia

4. dislokasi hepar

5. ruptur hepar - bisa terjadi secara spontan karena dipermudah dengan keadaan infiltrasi lemak, amiloidosis, limfadenosis, tumor, tubrkulosis

6. perforasi hepar

7. pembendungan hati-dimulai dari vena centralis

8. anemi-c/parasit, gangguan keseimbangan jaringan, fungsi lien terganggu

9. pigmentasi hati-pigmen endogen dan eksogen

ikhterus

a. ikhterus resorpsi/post hepatic/ikhterus pembendungan/ikhterus mekanik-terhalangnya aliran empedu dari hepar ke intestin

b. ikhterus retensi/intra hepatic-kerusakan sel hati c/perlemakan hati, toksin

c. ikhterus superfungsi/ pre hepatic-terjadi karena superfungsi sel2 hati ikhterus hemolitik (superfungsi sel RES), ikhterus toksik, ikhterus septik (piroplasmosis, leptospirosis)

10. hepatitis-

Menurut tersebarnya radang: hepatitis diffusa (meluas)/ hepatitis sircumscripta (setempat)

Menurut tingkatannya: hepatitis acuta/hepatitis chronica

Menurut causanya: hepatitis spesifik/ hepatitis aspesifik

a. hepatitis c/ bakteri

-akut: leptospirosis, staphylococus aureus, hepatitis necroticans

- kronis: TBC, actinobacillosis

b. hepatitis c/ virus- psittacossis, hepatitis contagiosa canis, pes babi

c. hepatitis c/ protozoa: enterohepatis, toksoplasmosis

11. chirrosis hepatis

Page 3: Materi Patologi Sistemik

Akibat chirrosis

a. berkurang/hilangnya fungsi hepar (digantikan ren dan intestin)

b. produksi empedu terganggu

c. R.E.S hepar terganggu fungsinya digantikan R. E. S lien

d. kelainan peredaran darah menjadikan hydrops ascites dan penimbunan cairan pada organ tubuh

e. anemia

12. Tumor hepar

Perubahan regresif pada hepar

1. atrofi umum- gangguan gizi, atrofi lokal- c/ tekanan oleh tumor, kista, TBC, actinomikosis, abses

2. degenerasi- perlemakan patologik hati yang disebabkan oleh hipoksemi(hati tidak mampu membakar lemak) akibat dari gangguan peredaran darah, anemi, gangguan gizi, TBC, alkohol, fosfor, arsen dan toxin lain menyebabkan hati kekurangan oksigen untuk membakar lemak

Faktor2 lipotrop (kholin, metionin, kasein, albumin, daging sapi)- faktor yg menghindarkan penimbunan lemak

Faktor2 a-lipotrop (cystine, tiamin, biotin)- faktor yang mempercepat produksi lemak

3. distrofi toksik hati(hepatitis haemorhagica et necroticans/atrofi kuning/belang)

4. nekrosa hepar

Toksopatik-karena agen yg bersifat toksik (cepat tibul gejala klinis)

Tropofatik/nekrosa massif- karena kekurangan faktor untuk kehidupan sel ex: oksigen

a. nekrosa centrolobuler-kerusakan sel hanya pada sentrolobuler c/streptococcosis, ankilostomiasis

b. nekrosa perilobuler- kerusakan sel pada perifer lobulus c/ endotoksin bakteri

c. nekrosa lokal- c/chloroform, gangguan sirkulasi kronis, penularan virus(hepatitis contagiosa canis, streptococus, defisiensi gizi

d. nekrosa merata-defisiensi gizi (cystein), def vit E (tokoferol), gangguan sirkulasi, toksik (TNT, fosfor, arsen)

Page 4: Materi Patologi Sistemik

PANCREAS

Kerusakan kelenjar parenkim- pengurangan produksi tripssin, steapsin, amilopsin yang penting untuk pencernaan asam amino, lemak dan amilum-hewan menjadi kurus, feses berlemak/berbuih

Jika berlanjut ke kerusakan pulau langerhans-hiperglikemi dan glikosuria (diabetes mellitus)

Penyebab kerusakan parenkim

1. radang kronis-jaringan hepar diganti jaringan ikat

2. atrofi pankreas

salah letak pancreas (pancreas ectopic) dapat ditemui di bawah serosa duodenum, dalam mesenterium, di bawah mukosa duodenum

DIABETES MELLITUS (gamparan post mortem)

1. infiltrasi lemak patologik pada hepar dan ren (hepar mengapung bila di tempatkan di air)

2. hewan kurus

3. hepar dan ren membengkak, berwarna kekuningan dan lunak

4. pancreas mengecil

Pankreatitis pada anjing sering terjadi dan terbagi menjadi 4 bagian:

1. radang akut disertai nekrosa

2. sub akut/kronis(defisiensi sekresi endokrin dan eksokrin)

3. radang pancreas disertai fibrosis (defisiensi sekresi eksokrin)

4. kolaps dan atrofi jaringan asini pancreas (defisiensi ekskresi eksokrin)

LIEN

Fungsi

1. menyimpan darah yang tidak ikut dalam peredaran darah

2. pada hewan muda, membantu sutul memproduksi eritrosit

3. membantu sutul dan sel R.E.S hepar mendegradasi eritrosit tua

Page 5: Materi Patologi Sistemik

4. sebagai filter bakteri (adanya sel R.E.S.)

5. ikut serta dalam metabolisme nitrogen

6. membentuk limfosit terkait dengan aantobody

Pada kasus piroplasmosis dan anthrax lien hiperaktif dan hipertrofi

Susunan cairan limfe hampir sama dengan susunan ciran plasma darah dengan kadar protein lebih rendah dengan kandungan chlor, urea, asam karbonat lebih tinggi

PERUBAHHAN POST MORTEM

1. Radang Lien

a. splenitis acuta/hemorrhagica-c/aanthrax, white scourrs, anemi menular pd kuda

b. splenitis chronica /hyperplastica-c/salmonellosis, trypanosomiasis,

c. splenitis suppurativa-c/ emboli septik pd endocarditis

d. splenitis necroticans-c/penyumbatan a.lienalis oleh jaringan mati dari endocarditis, salmonellosis, ankilostomiasis, anthrax

2. leucaemia

Limpa membesar dan memproduksi limfosit,granulosit, monosit berlebih c/ radiasi, hormonal, bahan kimia, virus (enzootic bovine leucosis, leukosis unggas)

Berdasarkan lamanya:

a. leukemia kronis (pada hewan tua)

b. leukemia akut

Berdasarkanjumlah leukosit terhitung pada darah tepi:

a. leukemik: jumlah leukosit > 2x jumlah normal

b. subleukemik: jumlah leukosit< 2x jumlah normal+ sel patologik(granulosit, monosit, limfosit, megakariosit)

c. aleukemik: jumlah leukosit< 2x jumlah normal

Berdasarkan jenis sel yang berproliferasi

a. leukemia limfoblastik/lifositik : banyak dijumpai pada hewan, hampir semua kelenjar limfe membengkak perubahan juga terjadi di bagian mata

Page 6: Materi Patologi Sistemik

b. leukemia granulositik/myeloblastik : tidak semua kelenjar limfe membengkak

3. amiloidosis-terlihat warna keputihan pada bidang sayatan c/ TBC, mastitis

4. ruptur lien-traumatis

5. tumor limpa

PEMBULUH LIMFE DAN KELENJAR LIMFE

PERUBAHAN POST MORTEM

1.Limfangitis (radang pembuluh limfe)

Aspesifik: ex: pneumoni-terlihat trombosis dan gumpalan2 sel radang dalam pembuluh limfe

Spesifik: TBC, pada TBC, malleus, actinomikosis, lymfangitis epizootica(saccharomycosis)

2.Perubahan warna kelenjar limfe

a. Hemosiderosis-warna coklat/cooklat merah c/ distomatosis

b. antrakosis- warnahijau- hitam c/ debu yang tertimbun dalm sel R.E.S

c. warna merah- adanya kandungan eritrosit pd kelenjar c/ pendarahan ex; sampar babi

d. warna keputih-putihan-c/resorbsi lemak susu pada puncak laktasi

3. Limfadenitis (radang elenjar limfe)

-terjadi pada penyakit septik dan akut (anthrax, pasteurellosis) efek terlihat sistemik

a. limfadenitis berserum: ditemukan pada stadium awal penyakit akut dan septikemik

b. limfadenitis berdarah: ditemukan pada septikemik akut ex: anthrax,septikemik hemoragik, pes babi, erisipelas babi

c. limfadenitis bernanah: ditemukan pada infeksi oleh bakteri pyogen (ingus tenang),arthritis, mastitis suppurativa

d. limfadenitis kronis: ditemukan pada penyakit menular kronis, corak radang bersifat limfadenitis suppurativa, limfadenitis granulomatosa atau keduanya ex; radang kelenjar mesentrial, para TBC, TBC, brucellosis, histoplasmosis

4. tumor : Limfo-sarkoma, leukosis

Page 7: Materi Patologi Sistemik

PATOLOGI NEKROPSI PADA HEWAN

Pendahuluan

Nekropsi, disebut juga pemeriksaan post mortem, adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah hewan mati. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian, meliputi pemeriksaan hewan secara keseluruhan dan juga pemeriksaan setiap organ di dalam tubuh hewan. Pemeriksaan secara lebih teliti dan pengambilan sampel organ dapat membantu menentukan penyebab kematian, apakah disebabkan oleh penyakit atau oleh trauma.

Pada beberapa kasus, penyebab kematian pada hewan sudah diketahui, misalnya, terdapat tanda-tanda adanya trauma yang berat. Pada kasus yang lain gejala klinis penyakit merupakan indikasi apa yang terjadi pada hewan tersebut. Seringkali, kejadian penyakit tidak diketahui dan gejala yang timbul bisa disebabkan oleh beberapa macam penyakit yang berbeda. Dalam hal ini, diperlukan pemeriksaan lebih mendalam.

Page 8: Materi Patologi Sistemik

Tujuan dilakukan Nekropsi adalah

Identifikasi penyakit Indikasi tindakan pengobatan untuk penyakit dalam kawanan Mengurangi kerugian di masa depan Meningkatkan pengetahuan dampak penyakit pada hewan Menambah diskusi dalam peningkatan program kesehatan dengan

para spesialis (program vaksin, pengobatan, managemen pemeliharaan, dll)

Kapan Dilakukan Nekropsi

Perubahan jaringan terjadi segera setelah 20 menit hewan mati. Karena perubahan ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, maka sebaiknya pengambilan sampel jaringan dilakukan segera setelah hewan mati untuk mendapatkan hasil diagnosa yang lebih akurat. Hal ini lebih penting lagi dilakukan pada daerah dengan suhu lingkungan panas, atau hewan mengalami demam, atau apabila gejala penyakit mengarah pada gangguan saluran pencernaan. Pada keadaan tersebut, hewan harus segera diperiksa den sampel jaringan harus diambil dengan benar dan disimpan dalam pendingin sampai diperiksa oleh dokter hewan yang berwenang.

Nekropsi memerlukan informasi yang menyeluruh tentang hewan yang diperiksa. Hal ini dapat membantu untuk menentukan gambaran menyeluruh penyebab kematian.

- Catat informasi hewan: umur, jenis kelamin, siklus produksi, breed, tanda khusus

- Catat gejala klinis sebelum kematian, sejarah trauma atau penyakit, dsb

- Apabila hewan masih hidup, lakukan pemeriksaan dengan memperhatikan keamanan bagi operator, atau terhadap hewan lainnya akan bahaya penyakit menular

- Catat dimana hewan ditemukan mati- Apakah ada tanda-tanda hewan mati ditempat atau hewan meronta-

ronta- Adanya darah dari lubang-lubang tubuh (hidung, rectum, vulva, dsb.)- Catat apabila ada hewan lain yang mengalami gejala sama, umur,

lokasi

Page 9: Materi Patologi Sistemik

- Pastikan untuk menggunakan disinfektan yang sesuai- Lakukan analisa pakan apabila ada dugaan masalah nutrisi- Ambil gambar untuk nantinya bisa dilakukan cek ulang atau

dikonsultasikan dengan dokter hewan ahli- Perhatikan cara memusnahkan karkas yang aman.

Tindakan Post-necropsy

a. Dekontaminasi alat sebelum dicuci dan dibersihkan.

b. Bersihakan dan disinfeksi semua permukaan tempat nekropsi

c. Dekontaminasi operator (e.g., disinfeksi, lepas sarung tangan, apron, jas lab).

d. Catat hasil pemeriksaan nekropsi.

Tempat Nekropsi

Ada beberapa syarat yang diperlukan untuk memilih tempat nekropsi. Lokasi nekropsi harus mempunyai cahaya yang cukup, sumber air, ventilasi, drainase, tempat pembuangan kadafer, dan lokasi yang sekiranya tidak menyebabkan bahaya kontaminasi lingkungan sekitarnya.

Hewan yang mati karena dicurigai mati karena penyakit menular atau zoonosis sebaiknya diperiksa di laboratorium. Pada umumnya, diagnosa klinis dapat membantu menentukan lokasi untuk nekropsi. Contohnya, diagnosa klinis untuk kasus anthrax tidak diberbolehkan dilakukan nekropsi sama sekali karena potensi kontaminasi yang tinggi.

Apabila dilakukan di lapangan, tempat untuk nekropsi harus jauh dari sumber pakan, hijauan dan air minum. Hindari tempat yang berdekatan dengan kawanan hewan. Tempat nekropsi harus bebas dari bahaya serangga, predator dan vector biologis.

Pembuangan Karkas

Pemusnahan cadaver dengan cara insinerasi adalah cara yang terbaik setelah proses nekropsi selesai dilaksanakan. Akan tetapi karena alasan kepraktisan, prosedur ini tidak cocok untuk hewan besar.

Page 10: Materi Patologi Sistemik

Pembuangan dengan cara mengubur karkas di dalam tanah, bisa dilakukan untuk hewan kecil maupun hewan besar. Yang harus diperhatikan adalah lubang yang dibuat harus cukup dalam sehingga hewan liar dan predator lainnya tidak akan mendapatkan akses ke cadaver yang dikubur. Dan juga harus diperhatikan akan bau yang mungkin timbul ke lingkungan apabila lubang yang dibuat tidak cukup dalam dan lebar sehingga menutup keseluruhan karkas.

Lokasi pembuangan karkas harus jauh dari sumber air tanah dan pakan. Semua bangkai hewan harus dianggap sebagai sumber kontaminasi, sehingga harus dibuang secara benar.

BERITA ACARA NEKROPSI

Nama Hewan :Jenis Hewan/Umur :Jenis Kelamin :Nama pemilik :Alamat / Tlp :

ANAMNESA :

Prosedur euthanasia : Ya / Tidak keterangan: _____________________

Page 11: Materi Patologi Sistemik

HASIL PEMERIKSAAN :

1. SISTEM DIGESTI

a. Oroparhyngeal :b. Oesofagus :c. Lambung :d. Duodenum :e. Jejenum :f. Ileum :g. Colon :h. Caecum :i. Rectum :j. Kloaka :

2. SISTEM SIRKULASI

a. Jantung :b. Pembuluh darah :

3. SISTEM RESPIRASI

a. Chonca nasalis :b. Larynx :c. Trachea :d. Pulmo :

4. SISTEM REPRODUKSI

a. Labia, vagina :b. Cervix, uterus :c. Penis :d. Testis :e. Kelenjar asesoris :

5. SISTEM URINARIA

a. Ginjal :b. Vesica urinaria :c. Urethra :

6. SISTEM MUSKULOSKELETAL

a. Musculus :

Page 12: Materi Patologi Sistemik

b. Tulang :

7. LAIN-LAIN

a. Mata :b. Telinga :c. ...................... :

DIAGNOSA :

DIAGNOSA BANDING :

Malang,

drh Penanggung Jawab

( )

Page 13: Materi Patologi Sistemik

PENGAMBILAN SAMPEL DAN SPESIMEN UNTUK PEMERIKSAAN LABORATORIS

Nekropsi merupakan awal untuk prosedur diagnosa laboratoris lainnya, dan spesimen untuk pemeriksaan laboratoris lanjutan harus secara rutin diambil selama proses nekropsi berjalan.

Diusahakan mengambil cukup sampel selama pemeriksaan nekropsi

Spesimen yang diambil diberi label yang sesuai untuk identifikasi

Informasi yang diperlukan untuk identifikasi spesimen antara lain:

1) Identifikasi spesies

2) Detail sejarah atau gejala klinis

3) Hasil nekropsi yang relevan

4) Keadaan pada saat sampel dikoleksi, dan prosedur koleksi serta cara pengawetan sampel.

5) Format atau jenis pemeriksaan yang diinginkan.

Adalah merupakan tanggung jawab pihak pemeriksa untuk melaporkan kepada pihak berwenang apabila spesipen yang diambil diduga berasal dari hewan dengan penyakit menular, zoonosis atau penyakit eksotik. Untuk hal ini, pada label spesimen dicantumkan peringatan untuk biohazard.

Sampel untuk pemeriksaan Histopatologi

Fiksasi sampel untuk pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan buffer formalin netral 10%. Potongan organ atau jaringan harus diambil sesegera mungkin, dan tidak boleh lebih tebal dari 0.5 cm.

Ambil jaringan dengan menggunakan pisau tajam atau silet, usahakan agar potongan jaringan tidak hancur atau menjadi kering. Jaringan yang hancur atau kering dapat menyebabkan distorsi pada morfologi sel dan jaringan. Sebaiknya, potongan jaringan dipilih pada bagian yang mewakili jaringan normal dan abnormal dari suatu organ. Lakukan fiksasi jaringan

Page 14: Materi Patologi Sistemik

segera dalam larutan 10% formalin dengan perbandingan 1:10. Cuci spesimen dengan larutan garam fisiologis sebelum difiksasi dengan formalin apabila spesimen mengandung banyak kotoran

Fiksasi spesimen otak dengan memompakan larutan formalin melalui arteri carotid sampai cairan yang keluar dari vena jugularis dan arteri carotid pada sisi lainnya tidak lagi mengandung darah. Cara alternatif adalah dengan merendam seluruh otak dalam volume besar larutan formalin. Biarkan mengeras selama 24 jam, lalu kemudian buat irisan jaringan yang diperlukan.

Potongan dari saluran gastrointestinal harus segera dilakukan setelah proses membuka cadaver untuk meminimalkan perubahan post mortem. Potong saluran gastrointestinal sebelum dimasukkan ke dalam larutan fiksasi untuk memastikan pengawetan secara benar dan untuk memperluas permukaan penyerapan larutan fiksasi.

Sampel untuk pemeriksaan mikrobiologi

Pengambilan sampel yang bertujuan untuk pemeriksaan mikrobiologi dilakukan secara aseptis. Sebaiknya permukaan jaringan atau organ dipanaskan terlebih dahulu dengan menempelkan spatula panas, kemudian buat irisan dan ambil sampel yang diperlukan dari bagian dalam organ, abses atau massa koagulasi dalam jaringan. Dari tempat irisan ini, bisa diambil sampel dengan swab steril, runtuhan jaringan atau cairan.

Ambil swab dan cairan ke dalam transport media, terutama untuk mikro organism yang sulit diisolasi. Pemilihan media transport tergantung pada sangkaan mikroorganisme yang terdapat pada spesimen. Pengambilan sampel mikrobiologi, apakan dari permukaan atau dari dalam rongga tubuh, sebaiknya dilakukan segera sebelum dilakukan proses nekropsi keseluruhan.Untuk organ berongga seperti saluran gastrointestinal cara terbaik adalah dengan diikat pada ujung-ujungnya dan letakkan pada petridish steril.

Sampel untuk pemeriksaan Toksikologi

Material untuk pemeriksaan toksikologi harus bebas dari kontaminasi bahan kimia selama proses nekropsi. Bahan kimia yang mungkin mencemari spesimen antara lain bahan fiksasi, detergen, disinfektan. Meskipun untuk

Page 15: Materi Patologi Sistemik

bahan toksik berbeda memerlukan analisa yag berbeda, beberapa sampel yang harus diambil antara lain:

1) Whole blood dan sera

2) Potongan jaringan (sekitar 100 grams) dari hepar dan ren

3) Urine

4) Isi lambung dan usus

Hubungi laboratorium toksikologi tempat sampel akan dikirim untuk memastikan spesimen yang diambil sudah benar dan jumlah yang diambil cukup untuk keperluan pemeriksaan.

Pengambilan sampel Parasitologi

Biasanya, sampel ektoparasit dan endoparasit diambil untuk identifikasi. Sampel ektoparasit diambil sebelum cadaver dibuka untuk proses nekropsi. Caplak, kutu dan pinjal harus diambil hati-hati dari rambut atau bulu dan difiksasi menggunakan formalin. Untuk memudahkan pengambilan, basahi bulu atau rambut hewan dengan larutan detergen. Pada pengambilan caplak, hindari kerusakan bagian mulut caplak dengan cara mengusap bagian tubuh caplak dengan ether, cara ini akan membunuh caplak sehingga mudah diambil. Lakukan fiksasi spesimen dengan ethyl alcohol 70% atau formalin 10%.

Informasi tentang tingkat infestasi parasit harus disertakan bersama sampel yang dikirim.

Untuk infestasi kutu kurap (mange mites), pengambilan sampel dengan cara melakukan kerokan kulit dan letakkan pada gelas objek dan teteskan mineral oil.

Cacing gelang yang diambil dari saluran intestinal dapat difiksasi menggunakan formalin segera setelah koleksi sampel. Untuk mencegah spesimen melingkar saat fiksasi, teteskan larutan menthol atau air hangat pada spesimen. Cacing pita diambil sampel segmen yang meliputi segmen muda dan dewasa, dengan scolex masih utuh. Jangan angkat cacing pita dari prlrkatannya karena dapat merusak scolex. Scolex cacing pita sangat penting untuk proses identifikasi. Eksisi bagian dimana scolek melekat dan fiksasi dengan formalin. Untuk Cestoda, tekan spesimen diantara 2 gelas

Page 16: Materi Patologi Sistemik

objek dan ikat dengan karet gelang atau kawat clip sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi.

Untuk penghitungan jumlah cacing pada ruminansia, ikat abomasums pada kedua ujungnya dan ambil semua isi abomasum.

Pada unggas, lakukan kerokan pada mukosa usus dan periksa preparat ulas basah untuk mengetahui adanya infestasi koksidia.

Pengambilan Sampel Sitologi

Sampel ulas (smears) dari jaringan tumor biasanya dilakukan untuk pemeriksaan sitologis. Preparat ulas diambil dari irisan tumor, biarkan kering segera untuk mengawetkan struktur selnya, fiksasi bisa dilakukan dengan api Bunsen, atau dengan merendamnya dalam larutan methanol. Beberapa ahli menyarankan penggunaan hair spray, karena kandungan alcohol di dalamnya cukup untuk fiksasi sel pada preparat ulas.

Preparat ulas darah bisa dilakukan dengan meneteskan pada gelas objek. Sentrifugasi Sampel darah untuk memperoleh keeping darah dan lakukan fiksasi dengan formalin atau methanol pada preparat ulas. Sebagai alternatif, bisa digunakan gelatin atau albumin untuk mengentalkan keping darah kamudian fiksasi campuran dengan formalin. Preparasi sampel ini kemudian bisa diproses dengan teknik paraffin embedding seperti pada pemrosesan preparat jaringan.

Pengambilan sampel cairan dan darah

Sampel darah harus segera diambil pada hewan yang sudah moribound. Pada beberapa kasus, sampel darah masih bisa diambil pada hewan yang sudah mati selama 3-4 jam. Hal ini dapat dilakukan dengan mengambil darah dari jantung pada saat nekropsi dengan seksi pada dinding jantung. Penambahan antikoagulan (mis. EDTA) harus dipertimbangkan apabila yang dibutuhkan adalah plasma. Jika serum yang dibutuhkan, sebaiknya sampel darah dikoleksi ke dalam tabung gelas yang akan mempercepat proses koagulasi.

Page 17: Materi Patologi Sistemik

Syarat umum pada pengambilan sampel cairan tubuh adalah sampel harus bebas dari kontaminasi. Sampel cairan tubuh harus diambil pada saat proses pemeriksaan berjalan apabila diantisipasi diperlukan pemeriksaan lanjut. Cairan ascites harus diperhatikan jumlah yang diambil, warna dan kekentalannya.

Pengambilan sampel urin dilakukan dengan aspirasi dari kandung kemih.

Cairan cerebrospinal dapat dilakukan sebelum proses membuka otak. Sampel diambil dengan aspirasi dengan bantuan syringe dan jarum pada cisterna magna

Membuat preparat apus darah

Page 18: Materi Patologi Sistemik

TEKNIK NEKROPSI PADA UNGGAS

Nekropsi disebut juga seksi, otopsi, abduksi atau bedah bangkai adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan rinci secara patologik anatomic untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit atau sebab-sebab kematian seekor/sekelompok unggas sehingga dapat dilakukan tindakan penanggulangan.

Jadi, nekropsi bertujuan untuk menentukan diagnosis, kemudian melakukan tindakan penanggulangan meliputi pencegahan, pengobatan dan menghilangkan sumber/factor pendukung terjadinya penyakit.

Pemeriksaan patologi didukung oleh pemeriksaan mikrobiologi (bakteriologi, virology, mikologi), parasitologi, toksikologi, patologi klinik, analisis pakan dan pemeriksaan air minum.

Tempat Nekropsi

Page 19: Materi Patologi Sistemik

Jika tidak dilakukan di laboratorium, makan harus dipilih tempat yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Mudah dibersihkan dan disanitasi/didesinfeksi Dekat dengan tempat bangkai dan akan dikubur/dimusnahkan. Jauh dari kandang, gudang pakan dan gudang obat dan sumur/sumber

air minum

Cara membunuh Unggas

Pada umumnya euthanasia banyak dilakukan pada hewan kesayangan, dan mempunyai tujuan antara lain:

- Membantu dalam diagnosa penyakit- Mencegah meluasnya suatu penyakit pada hewan ataupun manusia

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membunuh hewan adalah

- Rasa sakit yang seminimal mungkin- Hindari terjadinya perdarahan yang berlebihan- Hindari terjadinya luka yang berlebihan pada tubuh hewan

Cara membunuh unggas adalah sebagai berikut:

- Mematahkan leher pada persendian atlanto-occipitalis (antara tulang atlas dan tulang cervicalis I)

- Emboli udara ke dalam jantung menggunakan alat suntik melalui rongga dada

- Gas CO2

Persiapan Operator

Oleh karena bangkai unggas dan jaringannya dapat menularkan penyakit tertentu pada manusia, maka operator harus selalu mengenakan sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu khusus. Hal ini juga berlaku untuk bangkai yang diduga tidak mengandung penyakit menulat oleh karena sering ditemukan adanya organism tertentu dalam jaringan yang dapat masuk melalui kulit dan menyebabkan infeksi lokal.

Informasi yang diperlukan pada waktu melakukan nekropsi pada unggas

Page 20: Materi Patologi Sistemik

Jika dimungkinkan sebaiknya mengambil 5-6 ekor ayam sakit dan sejumlah ayam mati untuk kepentingan diagnosis. Riwayat kasus yang perlu dicatat/diketahui meliputi:

Nama dan alamat pemilik Tipe operasi (komersial/breeder) Tipe ayam yang dipelihara (layer/broiler) Keterangan tentang flok:

o Strain ayamo Jumlah ayam dalam flok atau kandango Umur ayamo Sumber ayam (nama breeding farm, nama pemelihara pullet)o Morbiditas dan mortalitaso Waktu timbulnya gejala klinik dari awalo Lama proses penyakito Saat kematian awal dan proses perkembangan angka kematiano Gejala klinik yang teramatio Pernapasan, pencernaan, syaraf, gangguan alat gerako Penyakit yang pernah diderita oleh ayam dalam flok

Tipe kandang (lantai semen, lantai tanah, panggung, battery kawat, battery bamboo, battery kayu)

Jenis litter (sekam, serbuk gergaji, serutan kayu) Jenis unggas/hewan lain yang dipelihara dalam areal peternakan Produksi telur (status produksi, persentase penurunan, kualitas telur) Riwayat vaksinasi Riwayat pengobatan Sumber pakan (komersial atau campur sendiri, sumber bahan baku,

kualitas bahan bakar, keadaan gudang pakan, penggunaan feed additive, antibiotic, premix)

Sumber air minum Tingkat konsumsi pakan dan air minum Letak geografis peternakan meliputi, temperature dan kelembaban

(kandang, lingkungan) Kondisi manajemen (perubahan pakan, adanya kelompok ayam baru

dalam flok, adanya ayam yang dipindah ke lokasi lain, perubahan sumber air, perubahan pengelolaan peternakan secara keseluruhan)

CARA PEMERIKSAAN JARINGAN PADA WAKTU NEKROPSI

Page 21: Materi Patologi Sistemik

Perlu diperhatikan ukuran, warna, konsistensi, bidang irisan dan pemeriksaan khusus untuk organ tertentu, misalnya uji apung untuk pulmo.

Jika terdapat eksudat/transudat harus dicantumkan keterangan tentang volume, warna, sifat dan bau

Cacing dan parasit lainnya harus dicantumkan keterangan tentang jumlah, ukuran, warna dan lokasi

Untuk tumor, abses, cyst harus dicantumkan keterangan tentang ukuran, warna, sigat, konsistensi dan lokasi

Pengambilan contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan memotong jaringan yang dicurigai mengalami perubahan dengan ukuran 2x1x0,5 cm kemudian dimasukkan ke dalam container yang mengandung larutan formalin 10% (jika mungkin diberi buffer agar pH=7).

Volume formalin sebaiknya 10 x volume jaringan. Jaringan yang mempunyai rongga (usus, trachea, oviduct) dapat dipotong dengan ukuran sekitar 3 cm pada bagian yang mengalami perubahan lalu dimasukkan ke dalam formalin. Container tersebut hendaklah diberi nomor protocol dan tanggal pengambilan spesimen.

Pemeriksaan usus dan lambung

Periksalah esophagus, proventriculus, ventriculus dan intestinum terhadap keadaan serosa, mukosa penggantung, pembuluh darah dan isi lumen

Pemeriksaan lien dan hepar

Buatlah irisan selebar 0,5-1 cm dan amatilah kemungkinan-kemungkinan abnormalitasnya. Perhatikanlah ukuran, warna, konsistensi dan bidang irisan jaringan-jaringan tersebut

Pemeriksaan saluran pernapasan

Periksalah nares, cavum nasi, dan sinus terhadap kemungkinan adanya cairan. Periksa juga kantong udara terhadap adanya kekruhan, penebalan atau timbulnya cairan pada permukaannya

Oesophagus, pharynx, larynx dan trachea dibuka sampai ke percabangan bronchus yang masuk ke dalam pulmo; supaya diteliti glandula thyroidea dan parathyroidea yang terletak di percabangan trachea.

Page 22: Materi Patologi Sistemik

Periksalah ukuran, warna, konsistensi, bidang irisan dan uji apung pulmo. Irislah pulmo menjadi bagian-bagian kecil selebar 0,5 – 1 cm dan periksalah kemungkinan adanya abnormalitas tertentu.

Pemeriksaan Jantung

Perhatikan keadaan umum jantung, kemudian guntinglah pericard dengan memegang bagian apex cordis. Jika terdapat hydropericard catatlah jumlah, sifat, dan warnanya.

Pemeriksaan jantung dapat dilakukan secara sederhana dengan cara memotong secara longitudinal melalui atrium dan ventrikel kiri dan kanan. Jantung juga dipotong secara melintang di daerah ventrikel. Periksa ketabalan dinding atrium dan ventrikel, serta keadaan pembuluh darah jantung.

Pemeriksaan Ginjal

Periksalah terhadap ukuran, warna, konsistensi dan bidang irisan. Amati juga keadaan ureter

Pemeriksaan saluran reproduksi

Perhatikanlah keadaan serosa, mucosa, pembuluh darah, penggantung dan lumen dari oviduct. Amati juga keadaan ovarium dan folikelnya.

Pemeriksaan Otak

Periksalah warna dan pembuluh darah otak dan meninges. Semua bagian otak dimasukkan ke dalam formalin 10% dan setelah 24 jam baru diperiksa sekali lagi terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu. Hal ini dijalankan oleh karena jaringan otak sangat rapuh sehingga mudah hancur.

PROSEDUR NEKROPSI

Pelajari diagnosa secara klinis (sejarah, pengamatan pemilik) dan pertimbangkan diagnosaasangkaan yang paling sesuai

Page 23: Materi Patologi Sistemik

Jika unggas dalam keadaan hidup, periksalah tubuh bagian luar dan amati gejala klinis tertentu. Periksa secara seksama kemungkinan adanya parasit eksternal pada bulu dan kulit. Amatilah warna pial, bauing dan cuping telinga. Perhatikan juga terhadap kemungkinan adanya kebengkakan dan perubahan warna daerah fasial.

Jika unggas masih hidup, maka hewan tersebut dapat dibunuh dengan salah satu dari beberapa cara euthanasia yang sesuai.

Bangkai hendaknya dibasahi dengan air yang dicampur detrgen untuk menghindari agar bulu tidak beterbangan dan menyebabkan pencemaran ke lingkungan sekitar.

Bangkai dibaringkan pada bagian dorsal dan buatlah suatu irisan pada kulit di bagian medial paha dan abdomen pada kedua sisi tubuh. Tarik paha ke bagian lateral dan teruskan irisan dengan pisau sampai persendian coxo femoralis terlepas dari caput femoralis. Irislah kulit pada bagian medial dari kaki/paha dan periksalah otot persendian pada daerah tersebut.

Buatlah irisan melintang pada kulit di daerah abdomen, lalu kulit ditarik ke bagian anterior dan irisan tersebut diteruskan ke daerah thorax sampai mandibula. Irisan pada kulit diteruskan juga ke daerah abdomen.

Perhatikan warna, kualitas dan derajat dehidrasi dari jaringan subcutaneous dan otot-otot dada.

Buatlah irisan pada otot di daerah brachialis (kiri dan kanan) untuk memeriksa nervus dan plexus brachialis

Buatlah irisan melintang pada dinding peritoneum, di daerah ujung sternum (processus xiphoideus) kea rah lateral. Buat juga suatu irisan longitudinal ke daerah abdomen melalui linea mediana ke arah posterior sampai daerah cloaca. Cara ini akan membuka cavum abdominalis.

Buatlah irisan longitudinal melalui musculus pectoralis pada kedua sisi sternum sepanjang persendian costochondral semua costae mulai dari posterior ke anterior. Pada bagian anterior, irisan pada kedua sisi thorax harus bertemu pada daerah pintu rongga dada. Setelah memotong tulang coracoids dan calvicula. Cara ini akan membuka rongga dada.

Periksalah kantong udara di daerah abdominalis dan thoracalis. Periksa juga letak berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis sesuai posisi aslinya tanpa menyentuh organ-organ tersebut. Juka akan mengambil sampel untuk isolasi bakteri, jamur dan virus lakukanlah secara aseptis.

Page 24: Materi Patologi Sistemik

Perhatikan kemungkinan terhadap adanya cairan, eksudat, tansudat atau darah di dalam rongga perut dan rongga dada.

Periksalah pancreas, saluran pencernaan dapat dikeluarkan dengan memotong oesophagus pada bagian proksimal proventriculus. Tarik seluruh saluran pencernaan kea rah posterior dengan memotong mesenteriun, sampai pada daerah cloaca. Pada ayam muda, periksalah bursa fabricius terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu.

Keluarkan hepar dan lien dan periksalah terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu

Buatlah irisan secara longitudinal pada proventriculus, ventriculus, intestinum tenue, caeca, colon dan cloaca. Periksa terhadap kemungkinan adanya lesi dan parasit.

Keluarkan saluran reproduksi dan irislah oviduct secara longitudinal. Periksa ovarium meliputi stroma dan folikelnya.

Periksalah ureter dan ren pada tempatnya yang asli. Ren dan ureter dapat dikeluarkan untuk melakukan pemeriksaan yang lebih teliti.

Periksa mervus dan plexus ischiadicus. Nervus ischiadicus dapat diperiksa setelah otot-otot abductor di bagian medial paha dipisahkan. Plexus ischiadicus dapat diamati setelah beberapa lobi dari ren diangkat.

Bangkai diputar sehingga kepala menghadap operator Buatlah irisan pada sisi kiri dari sudut mulut, kemudian irisan tersebut

diteruskan ke pharynx, oesophagus dan ingluvies. Periksalah terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu pada rongga mulut, oesophagus dan ingluvies.

Periksalah gladula thyroidea dan parathyroidea di daerah trachea Buatlah irisan longitudinal melalui larynx, trachea, bronchus sampai ke

pulmo. Larynx, trachea, bronchus, pulmo dan cor dapat dikeluarkan secara bersamaan setelah pulmo diankat dar perlekatannya dengan rongga dada. Periksalah pulmo terhadap ukuran, warna konsistensi, bidang irisan dan uji apung.

Periksa juga jantung terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu, meliputi keadaan pericardium, ukuran, warna dan apex cordis.

Jantung padat diperiksa dengan membuat suatu irisan longitudinal melalui atrium dan ventricle kiri dan kanan. Jantung dapat juga diperiksa dengan membuat irisan secara melintang melalui ventricle. Periksa juga aorta dan pembuluh darah jantung lainnya.

Page 25: Materi Patologi Sistemik

Potonglah paruh bagian atas secara melintang di dekat daerah mata sehingga cavum nasi dan sinus infraorbitalis dapat diperiksa terhadap adanya cairan atau abnormalitas tertentu

Periksalah semua persendian kaki dan sayap dengan membuat irisan pada kulit diantara caput dan sulcus persendian. Periksa juga tendo, khususnya tendo gastroenemius dan tendo flexor digitalis.

Pecahkan femur dengan gunting yang kuat untuk memeriksa sunsum tulang

Untuk memeriksa otak maka kulit dan tulang leher di daerah persendian atlanto-occipitale diiris sehingga foramen magnum dan medulla oblongata kelihatan. Kepala dibiarkan tetap melekat pada tulang leher agar dapat dipegang dengan mudah pada waktu membuka tengkorak.

Untuk membuka tulang tengkorak biasanya dipergunakan gunting tulang atau gunting yang kuat. Otak dapat dikeluatkan dengan cara cebagai berikut: kulit di daerah kepala dibuka, kemudian buatlah irisan dengan gunting dari foramen magnum kea rah os frontalis yang membentuk sudut 400 pada kedua sisi tulang tengkorak. Selanjutnya buatlah irisan tersebut, tulang tengkoran dapat dibuka. Setelah tulang tengkorak dibuka, meninges diiris, kemudian bulbus olfactorius nervi craniales dipotong sambil mengeluarkan seluruh bagian otak. Hypopysis cerebri yang mesih melekat pada tulang tengkorak dikeluarkan sengan mengiris duramater yang mengelilingi sella tursica.

Sinus paranasales dan sinus lainnya diperiksa dengan membuat suatu potongan melalui garis median hidung.