mandiri urin sk 1

39
12LO. 1.1. Makroskopik Ginjal Ginjal terletak di posterior abdomen bagian atas Retroperitoneum. Diliputi peritoneum kurang dari 2/3 bagian. Di depan 2 costa terakhir (costa 11 dan 12), dan 3 otot besar m. transversus abdominalis, m. quadratus lumborum, dan m. psoas major. Ukuran 12x6x2 cm Berat 120-150 gram Seperti kacang tanah: extremitas superior, extremitas inferior, margo lateralis, margo medialis (terdapat hilum renale tempat keluar masuk ureter, a.v. renalis, nervus, dan vasa lymphatica. Gambar 1. Retroperitoneal wanita http://www.doereport.com/imagescooked/144W.jpg

Upload: arlita-mirza-dian-prastiwi

Post on 22-Dec-2015

263 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

PBL URIN SK 1

TRANSCRIPT

Page 1: MANDIRI URIN SK 1

12LO. 1.1. Makroskopik Ginjal

Ginjal terletak di posterior abdomen bagian atas Retroperitoneum. Diliputi peritoneum kurang dari 2/3 bagian. Di depan 2 costa terakhir (costa 11 dan 12), dan 3 otot besar m. transversus abdominalis,

m. quadratus lumborum, dan m. psoas major. Ukuran 12x6x2 cm Berat 120-150 gram

Seperti kacang tanah: extremitas superior, extremitas inferior, margo lateralis, margo medialis (terdapat hilum renale tempat keluar masuk ureter, a.v. renalis, nervus, dan vasa lymphatica.

Ginjal kiri lebih tinggi setengah vertebra dari ginjal kanan. Terletak di pertengahan V11 – pertengahan VL3. Ginjal kanan terletak mulai tepi atas VT12- tepi atas VL4. Ginjal kanan hanya di depan costa 12.

Ginjal tidak sejajar dengan linea medialis posterior, axisnya miring yaitu cranio lateral ke caudo medial.

Gambar 1. Retroperitoneal wanita

Sumber: http://www.doereport.com/imagescooked/144W.jpg

Page 2: MANDIRI URIN SK 1

Puncaknya terdapat topi glandula suprarenalis. Ginjal kanan berbentuk pyramid, kiri bentuk bulan sabit.

Ginjal diliputi kapsula cribrosa tipis mengkilat, berikatan dengan jaringan di bawahnya disebut fascia renalis.

Fascia renalis terdiri dari lamina anterior dan lamina

posterior. Ke arah kanan dan kiri bersatu membentuk fascia transversa abdominalis membentuk corpus adiposum. Ke cranial setinggi VT11 bersatu membentuk fascia abdominalis untuk melapisi diafragma.

Ginjal mempunyai selubung capsula fibrosa yang langsung

membungkus ginjal dan capsula adipose yang membungkus lemak. Pada penampang lintang ginjal terbagi:1. Pinggir: cortex. Bagian cortex yang masuk ke medulla (columna renales Bertini)2. Tengah: medulla. Bangunan pyramides renales, puncaknya papillae renales dan basisnya

basis pyrimidis. Pada medulla, dari papillae renales ke calices renales minors ke calices renales majores,

selanjutnya ke pelvis renales, ureter, dan vesica urinaria.

Vaskularisasi Ginjal

1. Medulla: dari aorta abdominalis bercabang a. renallis sinistra dan dextra setinggi VL1, masuk melalui hilum renalis menjadi a. segmentalis (a. lobaris), lanjut menjadi a. interlobaris lalu a. arcuate lalu menjadi a. interlobularis terus a aferen dan selanjutnya masuk ke cortex ke dalam glomerulus.

2. Cortex: a. eferen berhubungan dengan v. interlobularis, bermuara ke v. arcuate ke v.

Gambar 2. Anatomi Ginjal

Sumber: http://www4.ncsu.edu/~kmpigfor/zoo/kidney1.jpg

Gambar 3. Vaskularisasi Ginjal

Sumber: http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-2.jpg

Page 3: MANDIRI URIN SK 1

renalis sinistra dan dextra dan selanjutnya ke v. cava inferior, dan berakhir bermuara ke atrium dextra.

Pada hilum renalis, a. renalis bercabang dua menjadi ramus anterior dan posterior. Diantara keduanya membentuk anastomosis yang disebut avascular line (broedel)

Inervasi Ginjal:

Plexus symphaticus renalis Serabut aferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n. thoracalis X, XI, XII

Pembuluh limfe Ginjal:

Mengikuti v. renalis melalu nl. Aorta lateral, sekitar pangkal a. renalis.

Sintopi ginjal kanan:

1. Depan: flexura coli dextra, colon ascendens, duodenum pars descendens, hepar lobus dextra dan mesocolon transversum.

2. Belakang: m. psoas dextra, m. quadratus lumborum, m. transversus abdominis dextra, n. subcostalis VT12 dextra, n. ileohypogastricus dextra, n. ileoinguinalis VL1 dextra dan costa 12 dextra.

Sintopi ginjal kiri:

1. Depan: flexura coli sinistra, colon descendens, pancreas, pangkal mesocolon transversum, lien, curvature major (gaster)

2. Belakang: m. psoas sinistra, m. quadratus lumborum sinistra, m. transversus abdominis sinistra, n. subcostalis VT12 sin, n. ileohypogastricus sin, n. ileoinguinalis VL1 sin dan costa 11 dan 12 sinistra.

Page 4: MANDIRI URIN SK 1

LO. 1.2. Mikroskopik Ginjal

Ginjal berbentuk seperti kacang merah. Di sebelah medial terdapat bagian cekung (hilus), tempat keluar masuknya pembuluh darah. Pada hilus terdapat pelvis. Di bagian dalam hilus berlanjut menjadi ruang besar yaitu sinus renalis yang berisi pembuluh darah dan pelvis serta cabangnya. Di dalam sinus terdapat calyx major dan calyx minor. Setiap calyx minor membungkus papilla renalis yang merupakan ujung pyramid ginjal.

Ginjal dibungkus oleh capsula fibrosa yang tidak melekat erat dengan parenkim dibawahnya. Potongan ginjal, parenkim terlihat berwarna merah di cortex dan lebih terang di medulla. Parenkim mengelilingin sinus renalis. Medulla ginjal disusun oleh pyramid, dasarnya menghadap cortex dan puncaknya menonjol masuk ke dalam lumen calyx minor. Pyramid dibungkus oleh jaringan cortex. Pada sisi pyramid terdapat substantia corticalis disebut columna renalis Bertini yang masuk ke dalam medulla.

Pyramid beserta columna renalis serta jaringan cortex yang berkaitan membentuk lobus ginjal. Dengan demikian ginjal adalah multilobar atau multipyramid yang sesuai dengan lobus ginjal sipada masa fetus.

Ginjal tersusun dari unit individual yang disebut tubulus uriniferus yang terbagi dua yaitu nefron dan ductus coligens. Pangkal nefron berupa kantong buntu disebut capsula Bowman, berbentuk mangkuk berdinding luar pars parietalis dibentuk oleh sel epitel selapis gepeng dan pars visceralis dibentuk oleh pedikel yaitu podosit.

Gambar 4. Histologi Ginjal

Sumber: http://faculty.une.edu/com/abell/histo/rencorp2w.jpg

Page 5: MANDIRI URIN SK 1

Podosit berdiri di atas membrana basalis melalu

pedikelnya. Antara pedikel terdapat membrane tipit filtration slit membrane. Ke dalam capsula Bowman masuk gulungan kapiler disebut glomerulus. Sel endotel kapiler glomerulus memiiliki pori/fenestra pada sitoplasmanya. Capsula Bowman bersama glomerulus disebut corpus malphigi yang fungsi utamanya adalah filtrasi. Hasil filtrasi disebut ultra filtrate kemudian dialirkan ke sistem tubulus.

Tubulus terbagi 3 bagian yaitu tubulus proksimal, ansa Henle, dan tubulus distal. Tubulus proksimal berfungsi reabsorbsi, ion Na dipompakan kembali ke jaringan interstitial, glukosa, asam amino, dan bahan lain yang masih diperlukan diserap kembali dari ultra filtrate. Dinding tubulus proksimal disusun oleh epitel selapis kuboid dengan inti berbentuk lonjong dan sitoplasma eosinophil, batas antar sel tidak terlihat jelas. Pada permukaan sel terdapat micovili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran “brush border”. Tubulus proksimal mempunyai bagian berkelok (pars contortus) terdapat di cortex dan bagian yang lurus (pars rectus) turun ke medulla menjadi pars descenden (segmen tebal) ansa Henle.

Bagian tipis ansa Henle terletak di medulla, tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil mirip kapiler. Ansa Henle berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi oleh epitel selapis kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari pars rectus tubulus distal.

Tubulus distal disusun oleh selapis sel kuboid, pada potongan melintang terlihat sel menyusun dinding lebih banyak dan sitoplasma kurang eosinophil disbanding tubulus proksimal, tidak terdapat gambaran brush border. Di cortex tubulus distal berkelok-kelok, mendekati glomerulus, dan kemudian bermuara ke dalam ductus coligens. Sel epitel dinding tubulus distal pada sisi yang dekat ke glomerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat, sehingga

Gambar 5. Membrana basalis glomerulus

Sumber: http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8054/Labs/Lab23/IMAGES/FILTBAR2.jpg

Page 6: MANDIRI URIN SK 1

disebut macula densa. Ductus coligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel dinsing ductus coligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel terlihat tegas dan dinding sel pada apex cenderung menggelembung menonjol ke lumen.

Pembuluh darah masuk ke glomerulus melalui arteriole aferen, di dalam capsula Bowman bercabang membentuk glomerulus kemudian menyatu kembali dan keluar sebagai arteriol eferen. Daerah tempat masuknya pembuluh darah ke capsula Bowman disebut polus vascularis, sedangkan daerah tempat capsula Bowman berdambungan dengan tubulus proksimal disebut polus urinarius. Pada polus vascularis, corpus malphigi terdapat struktur khusus yang disebut apparatus jukstaglomerulus yang terdiri dari sel jukstaglomerularis, macula densa, dan sel mesangial extraglomerularis (polkissen).

Di luar glomerulus, tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari tunica muscularis dinding arteriol aferen berubah menjadi besar, bulat, dan sitoplasmanya mempunyai granula yang mengandung renin. Sel ini disebuut sel jukstaglomerularis. Berhadapan dengan macula densa, di daerah antara vas aferen dan vas eferen, sel mesangium extraglomerular membentuk bantalan tebal disebut polkissen (polar cushion). Ketiga unsur tersebut berperan dala mengatur tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal

Ginjal

Ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan elektrolit cairan ekstraseluler, membersihkan tubuh, dan mengeluarkan sisa metabolic yang toksis juga benda asing.

Fungsi-fungsi ginjal adalah:

1. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai3. Mengatur jumlah dan konsentrasi ion cairan ekstraseluler4. Mempertahankan volume plasma5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa6. Mengekskresikan produk akhir metabolism tubuh; urea, asam urat, dan kreatinin7. Mengeluarkan banyak senyawa asing8. Menghasilkan eritropoietin9. Menghasilkan renin10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.

TIGA PROSES DASAR

1. FILTRASI GLOMERULUS

Page 7: MANDIRI URIN SK 1

Darah difiltrasi di glomerulus dalam bentuk plasma bebas protein yang tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman (hanya 20%) dengan hasil akhir bernama ultra filtrate. Jumlah normalnya 125 ml/menit atau setara dengan 180 l/hari.

Cairan harus melewati membrane glomerulus yang terdiri dari:

1) Dinding kapiler glomerulus (sel endotel selapis gepeng) yang 100 kali lebih permeabel terhadap air dan zat terlarut.

2) Membrane basal (lapisan gelatinosa aselular) dari kolagen untuk kekuatan strukturalnya dan glikoprotein untuk menghambat filtrasi protein plasma dengan muatan negatif sehingga menolak albumin/protein lain yang bermuatan negatif juga.

3) Kapsul Bowman pars viseralis (podosit) memiliki pedikel yang diantaranya terdapat celah filtrasi.

Tekanan Darah Kapiler Glomerulus

Tekanan yang mendorong plasma di glomerulus menembus membrane. Dilakukan oleh gaya fisik pasif yang sama dengan yang ada di kapiler lainnya. Perbedaannya hanyalah kapiler glomerulus jauh lebih permeabel sehingga keseimbangan gaya menyebabkan seluruh panjang kapiler glomerulus terfiltrasi.

Terdapat 3 gaya fisik pasif:

1) Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg): tekanan cairan yang ditimbulkan darah dalam kapiler. Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi aliran darah dari a. aferen dan a. eferen. Tekanan ini bekerja mendorong filtrasi.

2) Tekanan osmotik koloid plasma (30 mmHg): ditimbulkan dari distribusi tidak seimbang protein plasma di kedua sisi membrane karena konsentrasi air di kapsul Bowman lebih tinggi dari kapiler sehingga timbul osmosis air kapsul Bowman untuk menurunkan konsentrasi. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.

3) Tekanan hidrostatik kapsul Bowman (15 mmHg): ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus mendorong cairan keluar kapsul Bowman. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Mendorong – melawan = tekanan filtrasi netto

55mmHg – 45 mmHg = 10 mmHg

LFG bergantung pada: tekanan filtrasi netto, luas permukaan glomerulus, dan permeabilitas membrane glomerulus (Kf = koefisien filtrasi).

Rumus LFG: Kf x tekanan filtrasi netto

Page 8: MANDIRI URIN SK 1

Jika filtrate dihasilkan pria 180 l/hari maka LFG pria adalah 125 ml/menit. Sedangkan filtrate yang dihasilkan wanita 160 l/hari maka LFG wanita adalah 115 ml/menit.

Kontrol LFG

Terdapat 2 mekanisme control LFG:

1) Otoregulasi: mencegah perubahan spontan LFG (80-180 mmHg) dengan cara mengubah caliber a. aferen. Jika tekanan arteri dan LFG meningkat, maka terjadi kontriksi a. aferen sehingga LFG menjadi normal dan begitu pula jika LFG menurun maka akan terjadi sebaliknya.

2) Kontrol simpatis ekstrinsik: untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri. Diperantarai sinyal sistem saraf simpatis ke a. aferen. Jika volume plasma menurun sehingga tekanan darah arteri menurun (terdeteksi baroreseptor), maka terjadi reflex saraf ke otak dan jantung (jangka pendek) sehingga terjadi penurunan ekskresi urin dan penurunan LFG (jangka panjang).

2. REABSORPSI TUBULUS

Reabsorpsi (%) Ekskresi (%)Air 99 1

Natrium 99,5 0,5Glukosa 100 0

Urea 50 50Fenol 0 100

Tabel 1. Persentase Reabsorpi dan Ekskresi Bahan-bahan di Ginjal

Sumber: Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Transpor Transepitel

Terdapat 5 tahap transport transepitel:

1) Bahan meninggalkan cairan tubulus dengan melewati membrane luminal sel tubulus.2) Bahan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.3) Bahan melewati membrane basolateral sel tubulus ke cairan interstitium.4) Bahan berdifusi melalui interstitium.5) Bahan menembus dinding kapiler ke plasma darah.

Pompa N-K-ATPase

Page 9: MANDIRI URIN SK 1

Natrium direabsorpsi di sepanjang tubulus. Di tubulus proksimal Na+ di reabsorpsi untuk diikuti oleh reabsorpsi glukosa, asam amino, air, klorida, dan urea. Di pars ascenden natrium dan klorida di reabsorpsi dan bagian penting untuk menghasilkan urin berkonsentrasi dan bervolume bervariasi. Di tubulus distal dan duktus koligen natrium di reabsorpsi di bawah kontrol hormon.

Semua itu melibatkan pompa Na-K-ATPase di membrane basolateral sel tubulus.

Aldosteron: mereabsorpsi natrium di tubulus distal berbanding terbaik dengan beban natrium.

Sistem RAA terdiri dari apparatus jukstaglomerulus yang menghasilkan renin untuk merespon adanya penurunan natrium klorida atau volume CES atau tekanan darah, yaitu:

1) Sel granular sebagai baroreseptor intrarenal2) Sel macula densa yang peka NaCl3) Sel granular disarafi saraf simpatis sehingga menurunkan tekanan darah.

Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I, hormone ACE di paru mengaktifkan angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin II memicu korteks adrenal untuk menghasilkan aldosterone.

Atrial Natriuretic Peptide (ANP)

Hormone yang cara kerjanya melawan sistem RAA dengan membuang natrium dan menurunkan tekanan darah. Hormone ini dihasilkan oleh atrium jantung dan dilepas saat volume plasma dan CES meningkat. Fungsi ANP adalah menghambat secara langsung reabsorpsi natrium di distal, menghambat sekresi renin, dan menghambat aldosteron.

3. SEKRESI TUBULUS

Sekresi H+ untuk mengatur keseimbangan asam basa, berlawanan dengan sekresi K+ yang dikontrol aldosterone. Proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks.Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.

Page 10: MANDIRI URIN SK 1

Gambar 7. Reabsorpsi dan Sekresi Ginjal

Sumber: http://media.pharmacologycorner.com/wp-content/uploads/2008/12/diuretics-mechanism-of-action.gif

LI3. MM SINDROMA NEFROTIK

3.1. Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif

(lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema,

hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya

kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah sindrom

nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik dikarenakan etiologi keduanya sama

termasuk manisfestasi klinis serta histopatologinya

3.2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Sindrom nefrotik primer

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena

sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri

Page 11: MANDIRI URIN SK 1

tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk

dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu

jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.7

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan

menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).

Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop

cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop

elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi

histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut

rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta

Habib dan Kleinknecht (1971).8

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik

primer

1. Kelainan minimal (KM)

2. Glomerulosklerosis (GS)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

4. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

5. Glomerulonefritis kresentik (GNK)

6. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

7. Glomerulopati membranosa (GM)

8. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Page 12: MANDIRI URIN SK 1

Sementara itu, berdasarkan histopatologis, Churk dkk membagi sindrom nefrotik

primer menjadi empat, yaitu:

a. Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara

imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.

Gambar 1. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis kelainan minimal.

b. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

Page 13: MANDIRI URIN SK 1

Gambar 2. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis glomerulopati

membranosa.

c. Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial

dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang

menyebabkan kapiler tersumbat.

Dengan penebalan batang lobular.

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

Dengan bulan sabit ( crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan

viseral. Prognosis buruk.

Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran

basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis

buruk.

Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

d. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.

Prognosis jenis ini adalah buruk.

Page 14: MANDIRI URIN SK 1

Gambar 3. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis

glomerulosklerosis fokal segmental.

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan

data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal

dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di

Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom

nefrotik primer yang dibiopsi.9,10

2. Sindrom nefrotik sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai

sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai

adalah infeksi, keganasan, penyakit jaringan penyambung (connective tissue diseases),

obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.11

Tabel 2. Penyebab Sindrom Nefrotik Sekunder

Infeksi

- HIV, hepatitis virus B dan C

- Sifilis, malaria, skistosoma

- Tuberculosis, lepra

Page 15: MANDIRI URIN SK 1

Keganasan

- Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, multiple mieloma, dan karsinoma ginjal.

Penyakit jaringan penghubung

- SLE, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective tissue diseases)

Efek obat dan toksin

- Obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, captopril, dan heroin

Lain-lain

- Diabetes mellitus, amiloidosis, preeklamsia, rejeksi alograf kronik, refluk vesikoureter, atau sengatan lebah

Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada

glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus atau virus hepatitis B, akibat obat

misalnya obat antiinflamasi nonsteroid atau preparat emas organik, dan akibat

penyakit sistemik misalnya SLE dan diabetes melitus.

3.3. PATOFISIOLOGI

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,

namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat

menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel

kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan

albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.

Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat

rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan

konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.

Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang

intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau

volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi

Page 16: MANDIRI URIN SK 1

natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan

tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran

plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya

mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas

sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti diuretik

hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang,

pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill yang dijabarkan

seperti bagan di bawah ini :

Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah

sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik

menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan

peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,

sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill yang dijabarkan seperti bagan di

bawah ini:

EDEMA

Retensi Na di tubulus distal dan sekresi ADH

Volume plasma

Tekanan onkotik koloin plasma

Hipoalbuminernia

Albuminuria

Kelainan Glomerulus

Page 17: MANDIRI URIN SK 1

Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer

dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer

mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi

sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat

menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah

sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan

mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu

berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan

suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan

aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila

kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus

albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua kadar

lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar kolesterol

disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut

kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL ( very low density

lipoprotein).

Albuminuria

Hipoalbuminemia

EDEMA

Volume Plasma

Retensi Na renal primer

Kelainan Glomerulus

Page 18: MANDIRI URIN SK 1

Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan

lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan

sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL

menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL ( lipoprotein

lipase ) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis

lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Sedangkan kadar

HDL turun diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase ) yang

berfungsi sebagai katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari

sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT diduga terkait dengan

hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.

3.4. MANIFESTASI KLINIK

Empat gejala klinis yang paling utama dari pasien Sindroma nefrotik adalah sebagai berikut:

1. Proteinuria

Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih berat

dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapi

40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi

disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus.

2. Hipoalbuminemia

Jumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran

akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Pada anak dengan SN terdapat hubungan

terbalik antara laju eksresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Sintesis protein di hati biasanya

meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin

normal atau menurun.

3. Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida

meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan

pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan

sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.

Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat. Paling

tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein

Page 19: MANDIRI URIN SK 1

menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar

lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

4. Sembab atau edema

Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori

overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin

(hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan

tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan

intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga

terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang reabsorbsi natrium

ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang

mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan

natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

Sedangkan pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme

intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen dalam

sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer

akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema yang

terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder

terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma

nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom

nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.

Page 20: MANDIRI URIN SK 1

3.5. DIAGNOSIS, DD DAN PEMERIKSAAN

1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak mata,  perut, tungkai,

atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga

dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.ped.com

2. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,

tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang  ditemukan

hipertensi.ped.com

3. Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.

Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju

endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin

umumnya  normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.ped.com

DIAGNOSIS BANDING

1. Sembab nonrenal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, dan edema hepatal.

2. Glomerulonefritis akut.

3. Lupus sistemik eritematosus.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urine 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama

pagi hari

3. Pemeriksaan darah

a. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit,LED)

b. Kadar albumin dan kolestrol plasma

c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kratinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwatz

Page 21: MANDIRI URIN SK 1

d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persistent.

e. Bila curiga LES, pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4, ANA

(anti nuclear antibody) dan anti-dsDNA.

3.6. TATALAKSANA

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa

memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid

dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan

respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah

seperti tercantum pada tabel 3.7

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis

maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40

mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu

pengobatan dihentikan.7

         

Page 22: MANDIRI URIN SK 1

Penatalaksanaan sindrom nefrotik dapat dikelompkkan menjadi:7

1. Sindrom nefrotik serangan pertama

a.  Perbaiki keadaan umum penderita :

- Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian

gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan

fungsi ginjal.

- Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin

konsentrat.

Tabel 3. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada sindrom

nefrotik.

Remisi

Kambuh

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4

mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Proteinuria ≥ + 2 atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama

3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah

mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam

periode 12 bulan.

Kambuh ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal,  atau  ≥ 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa

tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah

terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi

prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60

mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya

responsif-steroid.

Page 23: MANDIRI URIN SK 1

- Berantas infeksi.

- Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

- Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.

Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada

hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan,

prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi

pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu  14 hari.

2.  Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

a. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

b. Perbaiki keadaan umum penderita.

- Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2

kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

prednison dihentikan.

- Sindrom nefrotik kambuh sering

Sindrom nefrotik kambuh sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali

dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Page 24: MANDIRI URIN SK 1

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1

minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20

mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu,

kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari

diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi

untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap

pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid,  atau

untuk biopsi ginjal.7

Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgBB/hari. Sebagian besar terdiri dari karbohidrat.

Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgBB/hari. Giordano dkk memberikan diet protein 0,6

g/kgBB/hari ditambah dengan jumlah gram protein sesuai jumlah proteinuria. Hasilnya

proteinuria berkurang, kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun.6

Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai

diuretik (furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan

potassium sparing diuretic (spironolakton). Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap

diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg spironolakton). Resistensi terhadap diuretik ini bersifat

multifaktorial. Diduga hipoalbuminemia menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat

kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme utama resistensi

ini. Pada pasien demikian dapat diberikan infus salt-poor human albumin. Dikatakan terapi ini

dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan

ekskresi natrium. Namun demikian infus albumin ini masih diragukan efektivitasnya karena

albumin cepat diekskresi lewat urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan

edema paru pada pasien hipervolemia.6

Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dini.

Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan penghambat hidroxymethyl glutaryl co-enzyme

A (HMG Co-A) reductase yang efektif menurunkan kolesterol plasma. Obat golongan ini

Page 25: MANDIRI URIN SK 1

dikatakan paling efektif dengan efek samping minimal. Gemfibrozil, bezafibrat, klofibrat

menurunkan secara bermakna kadar trigliserid dan sedikit menurunkan kadar kolesterol.

Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat bebas yang meningkat

menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol menurunkan kadar kolesterol total

dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserid. Asam nikotinat (niasin) dapat

menurunkan kolesterol dan lebih efektif jika dikombinasi dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan

kolestipol efektif menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, namun obat ini tidak

dianjurkan karena efeknya pada absorbsi vitamin D di usus yang memperburuk defisiensi

vitamin D pada sindrom nefrotik.6

Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yaitu tromboemboli yang terjadi pada

kurang lebih 20% kasus SN (paling sering pada nefropati membranosa), digunakan dipiridamol

(3 x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari) sebagai antiagregasi trombosit dan deposisi

fibrin/trombus. Selain itu obat-obat ini dapat mengurangi secara bermakna penurunan fungsi

ginjal dan terjadinya gagal ginjal tahap akhir. Terapi ini diberikan selama pasien mengalami

proteinuria nefrotik, albumin < 2 g/dl atau keduanya. Jika terjadi tromboemboli, harus diberikan

heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti pemberian warfarin oral sampai 3 bulan atau

setelah terjadi kesembuhan SN. Pemberian heparin dengan pantauan activated partial

thromboplastin time (APTT) 1,5-2,5 kali kontrol, sedangkan efek warfarin dievaluasi

dengan prothrombin time (PT) yang biasa dinyatakan dengan International Normalized

Ratio (INR) 2-3 kali normal.6

Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis)

diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. Untuk

mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menimbulkan

masalah infeksi virus seperti campak, herpes.6

Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal

akut, gagal ginjal kronik yang dapat terjadi 5-15 tahun setelah terkena sindrom nefrotik.

Penanganannya sama dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal

kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal. Dantal dkk. menemukan pada

pasien glomerulosklerosis fokal segmental yang menjalani transplantasi ginjal, 15%-55% akan

terjadi SN kembali. Rekurensi mungkin disebabkan oleh adanya faktor plasma (circulating

factor) atau faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. Imunoadsorpsi protein

Page 26: MANDIRI URIN SK 1

plasma A menurunkan ekskresi protein urin pada pasien SN karena glomerulosklerosis fokal

segmental, nefropati membranosa maupun SN sekunder karena diabetes melitus. Diduga

imunoadsorpsi melepaskan faktor plasma yang mengubah hemodinamika atau faktor yang

meningkatkan permeabilitas glomerulus.6

3.7. KOMPLIKASI

Infeksi

Anak-anak dengan NS berada pada risiko yang lebih tinggi terkena infeksi, sebagian karena

penyakit itu sendiri dan sebagian karena terapi imunosupresif. Mereka memiliki kecenderungan yang

kuat untuk infeksi pneumokokus. Beberapa ahli mengusulkan bahwa anak-anak dengan NS diberikan

profilaksis penisilin selama relaps dari penyakit ini. Penting untuk diingat bahwa bakteri gram negatif

menyebabkan proporsi yang signifikan dari infeksi pada anak-anak

dengan NS, dan sampai organisme telah diidentifikasi dalam pasien tertentu, antibiotika spektrum luas

harus ditentukan. Pasien pada obat-obatan imunosupresif, jika terkena infeksi varicella, sebaiknya

menerima imunoglobulin zoster dalam waktu 72 jam. Pasien dengan varicellaharus ditangani dengan

infus asiklovir.

Hipovolemia

Shock dan hipovolemia umumnya terjadi pada perkembangan edema. Kehilangan cairan selama

diare, muntah, sepsis dan terapi diuretik secara gegabah

memicu terjadinya hipovolemia. Tanda-tanda klinis dan gejala termasuk kram pusat perut parah dengan

atau tanpa muntah, penurunan output urine, kaki dingin, tekanan darah rendah atau hipertensi reaktif.

Laboratorium temuan natrium urin rendah (<10 mEq / l) dan hematokrit meningkat menandakan shock

hipovolemik. pengobatan sangat penting dan infus koloid adalah andalan pengobatan; 4,5% albumin,

albumin 20% atau plasma harus diinfus perlahan-lahan di bawah pengawasan hati-hati. Jika terjadi

edema paru, infus harus dihentikan dan diberikan furosemid intravena (1 mg / kg).

Hipertensi

Dalam sindrom nefrotik sensitive steroid (SSNS), tekanan darah biasanya normal. Namun,

hipertensi pada anak dengan SSSN harus dievaluasi sangat hati-hati. Ini mungkin mencerminkan

hipervolemia atau vasokonstriksi ekstrim dalam menanggapi hipovolemia dimediasi melalui sistem

renin-angiotensin. kemudian, kadar natrium urin akan sangat rendah. Jika tekanan darah melebihi batas

normal, terapi singkat antihipertensi dapat ditentukan setelah hipovolemia tidak diperhitungkan.

Page 27: MANDIRI URIN SK 1

Umumnya obat antihipertensi yang digunakan adalah nifedipin, hydralazine atau atenolol. Diuretik

sangat berguna ketika hipertensi diakibatkan overload cairan

Trombosis

Anak-anak dengan sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi thrombosis arteri dan vena. Kejadian

thrombosis karena kombinasi factor hemodinamik dan status hiperkoagulasi yang berhubungan dengan

sindrom nefrotik. Ini terjadi kehilanngan antitrombus melalui urine, sehingga meningkatkan resiko

terjadinya thrombosis pada sindrom nefrotik.

Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut sangat jarang terjadi pada SSNS, tetapi derajat ringan azotemia prerenal terlihat dalam

hubungan hipovolemia yang merespon penggantian volume.

Osteoporosis

Risiko osteoporosis terpengaruh-steroid memiliki implikasi signifikan jangka panjang. Faktor

prediktif massa tulang yang rendah adalah usia lebih tua saat onset, asupan kalsium yang rendah dan

dosis steroid kumulatif.

Gizi Buruk :

Kehilangan protein darah terlalu banyak dapat mengakibatkan kekurangan gizi. Hal ini dapat

menyebabkan penurunan berat badan, tapi tertutupi oleh adanya pembengkakan.

3.8. PENCEGAHAN

3.9. PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut:7

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas enam tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap

pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan

sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.7

3.8. PENCEGAHAN

3.9. PROGNOSIS

Page 28: MANDIRI URIN SK 1

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut:7

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas enam tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap

pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan

sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.7