manajemen kronik rhinosinusitis

Upload: theofilus-ardy

Post on 15-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

telinga hidung tenggorokan

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    1/17

    Manajemen, Alasan Dari Kegagalan Terapi Medis Dan Bedah

    Pada Rhinosinusitis Kronik

    Dalam bab ini dijelaskan perbedaan antara CRSsNP dan CRSwNP. Pembaca

    harus menyadari bahwa seringkali dalam studi tidak tedapat perbedaan yang jelas

    antara dua kelompok pasien ini. Kadang-kadang untuk alasan ini studi membahas

    CRSsNP sebagai bagian dari CRSwNP.

    6.1. Pengobatan CRSsNP dengan kortikosteroid6.1.1. Pendahuluan

    Pengenalan glukokortikoid topikal telah meningkatkan pengobatan penyakit

    inflamasi saluran napas atas (rhinitis, polip nasal) dan bawah (asma). Manfaat

    klinis glukokortikoid sebagian bergantung pada kemampuan mereka untuk

    mengurangi infiltrasi eosinofil pada jalan napas dengan mencegah viabilitas dan

    aktivasi mereka. Baik glukokortikoid topikal maupun sistemik dapat mem-

    pengaruhi fungsi eosinofil dengan secara langsung mengurangi viabilitas danaktivasi eosinofil (899, 1643-1645) atau secara tidak langsung mengurangi sekresi

    sitokin kemotaktik oleh mukosa hidung dan polip sel epitel (1646-1649). Aksi

    biologis glukokortikoid diperantarai melalui aktivasi reseptor glukokortikoid

    intraseluler (GR) (1650, 1651) yang diekspresikan pada sebagian besar jaringan

    dan sel-sel (1652). Dua isoform GR manusia telah diidentifikasi, GR dan GR,

    yang berasal dari gen yang sama oleh splicing alternatif dari transkrip primer GR

    (1653). Dengan ikatan hormon, GR meningkatkan anti-inflamasi atau merepresi

    transkripsi gen pro-inflamasi, dan mengerahkan sebagian besar efek anti-inflamasi

    glukokortikoid melalui interaksi protein-protein antara GR dan faktor-faktor

    transkripsi, seperti AP-1 dan NF-kB. Isoform GR tidak mengikat steroid tetapi

    dapat mengganggu fungsi GR. Mungkin ada beberapa mekanisme yang berperan

    dalam resistensi terhadap efek anti-inflamasi glukokortikoid, termasuk ekspresi

    berlebih dari GR atau kurangnya ekspresi GR. Peningkatan ekspresi GR telah

    dilaporkan pada pasien dengan polip nasal (1654, 1655), sedangkan reduksi level

    GR setelah terapi dengan glukokortikoid (1656, 1657) juga telah diajukan menjadi

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    2/17

    salah satu penjelasan yang paling mungkin untuk fenomena resistensi

    glukokortikoid sekunder.

    Kemampuan obat untuk mencapai area anatomi yang tepat pada sistem

    para-nasal telah menjadi subyek dari banyak penelitian dalam 5 tahun terakhir.

    Sementara cara pencapaian sistemik tersedia, terapi topikal yang efektif

    bergantung pada beberapa faktor. Teknik penyampaian, keadaan pembedahan

    rongga sinus, perangkat pencapaian dan dinamika fluida (volume, tekanan, posisi)

    memiliki dampak yang signifikan terhadap pengiriman terapi topikal pada mukosa

    sinus. Distribusi larutan topikal ke sinus yang belum dioperasi terbatas (1658) dan

    dalam kondisi CRS dengan edema mukosa, mungkin hanya sekitar < 2 % dari

    total volume irigasi (1659). Nebulisasi juga tidak efektif dengan < 3 % penetrasi

    sinus (1660). Terdapat suatu keyakinan fundamental antara mereka yang merawat

    pasien CRS bahwa operasi sinus endoskopi (BSE) meningkatkan pencapaian obat

    topikal ke mukosa sino-nasal (1661, 1662), namun belum ada bukti terbaru untuk

    mendukung pernyataan ini (1658, 1663). Pembedahan sinus endoskopi sangat

    penting karena secara efektif memungkinkan distribusi topikal ke sinus. Sinus

    frontal dan sphenoid pada dasarnya tidak dapat diakses sebelum operasi (1658)

    dan ukuran ostial 4mm+ diperlukan untuk memulai penetrasi ke sinus maksilaris

    (1658). Untuk pencapaian, nebulizer tidak memiliki kemampuan penetrasi sinus

    yang baik bahkan setelah ESS maksimal (1664) dan squeeze bottle dengan

    volume besar atau perangkat aliran pasif tampaknya memiliki keberhasilan terbaik

    pasca ESS (1658, 1661, 1662, 1664). Saat pre-operasi, distribusi ke sinus sangat

    terbatas tanpa memandang perangkat apapun yang digunakan (1658, 1659, 1663)

    dan spray adalah yang paling efektif (1.658). Distribusi pasca operasi lebih baik

    dengan perangkat tekanan positif volume tinggi (1658, 1659, 1663). Obat spray

    dan tetes volume rendah sederhana memiliki distribusi yang sangat buruk dan

    harus dianggap sebagai pengobatan rongga hidung saja, terutama sebelum ESS

    (1658). Meskipun beberapa perangkat dan posisi kepala telah diujicobakan,

    kurang dari 50 % dari sebagian besar aplikasi volume rendah yang dapat

    mencapainya bahkan hanya pada meatus tengah (1665). Data mengenai volume

    yang tepat diperlukan untuk memungkinkan distribusi yang sempurna masih

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    3/17

    terbatas. Volume yang lebih tinggi untuk menembus baik sinus maksilaris dan

    frontal dengan cakupan yang baik dimulai sekitar 100ml (1666). Sinus frontal dan

    sphenoid tidak dapat diakses dengan baik oleh spray bertekanan bila dibandingkan

    dengan perangkat volume tinggi seperti squueze bottle atau neti pot (1658).

    Volume yang lebih tinggi dan irigasi bertekanan positif kemungkinan akan

    memberikan distribusi terbaik dari penelitian saat ini.

    Secara teoritis, fek anti-inflamasi kortikosteroid bisa diharapkan

    meringankan semua bentuk rhinosinusitis. Mengingat banyaknya publikasi pada

    penggunaan kortikosteroid pada CRSsNP dan CRSwNP, kami menyajikan

    temuan dari studi level 1. Jika studi level 1 tidak ditemukan, akan disajikan

    ringkasan bukti yang tersedia. Data disajikan secara terpisah pada CRSsNP dan

    CRSwNP bersamaan dengan penggunaan lokal dan sistemik.

    6.1.2. Kortikosteroid lokal (INCS) pada CRSsNP

    Penggunaan kortikosteroid intranasal lokal (INCS) telah dipublikasikan secara

    luas selama bertahun-tahun dan ringkasan berikut ini didasarkan pada pencarian

    sistematis dan ringkasan tingkat 1 atau penelitian acak terkontrol mengenai bukti

    dari manfaatnya pada gejala dalam mengobati CRSsNP dengan INCS. Namun,

    tidak semua studi menunjukkan manfaat dan analisis subkelompok dilakukan

    untuk membantu menjelaskan alasan temuan beberapa peneltii lebih bermanfaat

    daripada yang lain.

    6.1.2.1. Kri teri a ink lusi dan kri teri a eksklusi korti kosteroid lokal (INCS) di

    CRSsNP

    Kriteria inklusi

    Peserta dalam penelitian harus didefinisikan memiliki rhinosinusitis kronis (CRS)

    dengan:

    European Position Paper on Rhinosinusitis dan Nasal Polip 2007 (8) ; atau Rhinosinusitis Task Force Report (523) dan revisinya (1667) ; atau mengalami gejala sino-nasal kronis selama lebih dari 12 minggu.

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    4/17

    o peneltian yang mengikutsertakan peserta dari segala usia, yangmemiliki komorbiditas termasuk asma dan sensitivitas aspirin,

    baik alergi atau non-alergi, dan diikuti selama durasi tertentu.

    o penelitian yang mengikutsertakan peserta dengan CRS baikdengan dan tanpa polip jika mayoritas peserta tanpa polip. Jika

    memungkinkan, kami hanya mengambil data untuk peserta dengan

    CRS tanpa polip.

    Kriteria eksklusi

    Pasien didefinisikan oleh para penulis penelitian memiliki sinusitis akutatau sinusitas rekuren-akut.

    Pasien didefinisikan oleh para penulis penelitian memiliki CRS denganpolip atau poliposis hidung.

    Pasien memiliki CRS baik dengan dan tanpa polip dan mayoritas pesertamemiliki polip.

    6.1.2.2. Jenis intervensi kortikosteroid lokal (INCS) pada CRSsNP

    Setiap dosis steroid topikal versus plasebo. Setiap dosis steroid topikal versus tanpa pengobatan. Setiap dosis steroid topikal versus steroid topikal alternatif.

    6.1.2.3. Flow chart

    Sebanyak 666 referensi dari pencarian : 541 ini telah disingkirkan dalam skrining

    tingkat pertama (yaitu pembersihan dari duplikasi dan referensi yang tidak jelas

    dan tidak relevan), menyisakan 125 referensi untuk pertimbangan lebih lanjut.

    Kami kemudian menemukan satu penelitian tambahan dari pencarian manual

    yang dipandu oleh referensi diidentifikasi. Alur pengambilan studi dan seleksi

    ditampilkan pada Gambar 6.1.1.

    6.1.2.5. Studi yang dimasukkan

    Sepuluh studi dengan total 590 pasien memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik

    studi yang dimasukkan tercantum dalam Tabel 6.1.1.

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    5/17

    6.1.2.6. Ringkasan data

    Terdapat 11 penelitian yang dimasukkan. Sembilan penelitian (80 %)

    membandingkan steroid topikal terhadap plasebo (Hansen 2010; Dijkstra 2004;

    Furukido 2005; Jorissen 2009; Lavigne 2002; Lund 2004; Parikh 2001; Qvarnberg

    1992; Sykes 1986) (309, 1668-1674, 1823). Satu penelitian (10 %) (1675) dengan

    112 pasien membandingkan dua rejimen pengobatan steroid tanpa mem-

    bandingkan dengan plasebo. Satu (10 %) penelitian (1676) dengan 60 pasien yang

    membandingkan steroid topikal dengan antibiotik terhadap antibiotik saja. Kami

    tidak menemukan uji coba yang membandingkan steroid topikal versus steroid

    topikal alternatif.

    Lima studi yang dimasukkan disponsori oleh perusahaan farmasi. Dua

    disponsori sepenuhnya dan tiga yang didukung sebagian sebagai berikut : Dijkstra

    2004 (1668) (GlaxoSmithKline (GSK), Jorrisen 2009 (1674) (Schering-Plough

    Corp), Hansen 2010 (1823) (OptiNose UK ltd), Lund 2004 (1671). (AstraZeneca

    dan R & D Lund) dan Lavigne 2002 (1670) (AstraZeneca Canada Inc dan Fon de

    Recherche en Sante du Quebec) Obat-obatan disediakan oleh perusahaan farmasi

    dalam tiga studi : Parikh 2001 (1672) (Glaxo Wellcome Research), Sykes 1986 (.

    1673) (Boehringer Ingelheim), Qvarnberg 1992 (309) (Suomen Astra OY).

    Furukido 2005 (1669) tidak didanai oleh perusahaan farmasi. Dua studi tidak

    menyatakan darimana pendanaan mereka (Cuenant 1986;. Giger 2003) (1675,

    1676). Ringkasan hasil diberikan dalam Tabel 6.1.2.

    6.1.3.1. Meta-analisis

    Dari delapan studi yang membandingkan INCS dengan plasebo, lima studi

    (Furukido 2005; Jorissen 2009; Lavigne 2002; Lund 2004; Parikh 2001); (1669-

    1672, 1674) dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Analisis data yang

    terkumpul dari skor gejala dan proporsi pasien yang berespon menunjukkan

    manfaat yang signifikan pada kelompok steroid topikal. Hasil yang terkumpul

    secara signifikan menunjukkan kelebihan dari kelompok topikal steroid

    (perbedaan rata-rata standar gabungan (SMD-0.37, 95% confidence interval (CI)-

    0.60 sampai-0.13, p = 0,002, lima uji coba, 286 pasien). I2 adalah 12%, yang

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    6/17

    menunjukkan tidak adanya heterogenitas (x2 = 4,57, derajat kebebasan (df) = 4, p

    = 0,33). Hal ini berlaku untuk kedua SMD dan analisis responden (Gambar 6.1.2a

    & 6.1.2b). Empat studi yang tidak memberikan data untuk meta-analisis adalah

    (309, 1673, 1677, 1823) dan hanya Dijkstra 2004 tidak mendukung manfaat dari

    INCS.

    Skor Endoskopi hanya dilaporkan dalam 2 studi (Jorissen 2009 dan Parikh

    2001) (1672, 1674) dan tidak mencapai hasil yang signifikan dalam meta-analisis.

    Tiga studi menggunakan outcome radiologis yang belum divalidasi (Furukido

    2005 Qvarnberg 1992, Sykes 1986) (309, 1669, 1673) dan semuanya tidak

    menemukan manfaat INCS namun tidak bisa dikombinasikan untuk meta-analisis.

    Perbedaan rata-rata standar (SMD) dan 95% CI untuk data kontinyu seperti skor

    pasca-intervensi atau perubahan skor gejala. Rasio risiko (RR) dan 95% CI untuk

    responsivitas digunakan pada suatu titik waktu tertentu untuk data dikotomi

    seperti jumlah pasien yang merespon pengobatan atau jumlah pasien yang

    memiliki radiografi positif. Efek intervensi dikumpulkan ketika penelitian cukup

    homogen. Sebuah model fixed-effect digunakan dan mengasumsikan bahwa

    masing-masing studi memperkirakan jumlah yang sama.

    6.1.3.2. Anal isis subkelompok

    Analisis subkelompok dilakukan sebagai berikut.

    Metode pencapaian topikalo Metode pencapaian nasal (tetes, spray, nebulizer) versus sinus

    (kanulasi langsung, irigasi pasca operasi)

    Volume rendah (didefinisikan sebagai volume spray sederhana mendekati < 1 ml)

    versus volume besar (didefinisikan sebagai volume yang signifikan > 60 ml

    mewakili spuit irigasi sederhana atau perangkat irigasi komersial terkecil). Kami

    telah menentukan volume rendah dan besar berdasarkan pada studi sebelumnya

    yang menunjukkan bagaimana volume yang diaplikasikan mempengaruhi

    pencapaian sinus (1666). Tekanan rendah (termasuk spray, nebulizer, larutan

    melalui tabung dan irigasi tanpa tekanan) versus tekanan tinggi (termasuk irigasi

    tekanan positif).

    Status Bedah

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    7/17

    o Pasien dengan riwayat operasi sinus sebelumnya dibandingkandengan mereka tanpa operasi sinus.

    Jenis kortikosteroido Kortikosteroid modern (mometasone, fluticasone, ciclesonide)

    versus kortikosteroid generasi pertama (budesonide, beclo-

    methasone, betametason, triamsinolon, deksametason).

    Perbedaan antara dua subkelompok untuk analisis fixed-effect didasarkan pada

    metode inverse-varianceuntuk data kontinyu dan metode Mantel-Haenszel untuk

    data dikotomis.

    Terdapat manfaat pada analisis subkelompok untuk metode pemberian

    INCS. Manfaat ini signifikan ketika metode pemberian sinus (SMD-1,32, 95 %

    CI-2,26 sampai-0.38) dibandingkan dengan metode pemberian nasal (SMD -0.30;

    95% -0.55 to -0.06) (p=0,04). Temuan serupa ditemukan pada responder seperti

    pada analisis SMD (gambar 6.1.3.1 dan 6.1.3.b). Tidak ada studi yang

    menggunakan tetes nasal sehingga tidak ada perbandingan yang dibuat. Tidak ada

    teknik penyampaian topikal volume tinggi dan tekanan tinggi (misalnya, irigasi

    atau atomizer) yang dijelaskan.

    Ketika keadaan operasi pasien dinilai pada subkelompok, hanya pasien

    dengan operasi CRSsNP sebelumnya yang mengalami perbaikan gejala (SMD-CI

    0,54-1.03,-0.06)) tapi tidak ada perbaikan untuk pasien yang tidak menjalani

    operasi (SMD-0.10,-0.90, 0.71). Penilaian perbandingan antara sub-kelompok

    tidak mencapai signifikansi (p = 0,23). Hal ini berlaku untuk responder seperti

    halnya SMD (Angka 6.1.4.a dan 6.1.4.b).

    Akhirnya, menurut jenis kortikosteroid, terdapat 3 penelitian yang

    menggunakan kortikosteroid modern (1674, 1668,1672) dibandingkan dengan 7

    generasi pertama kortikosteroid yang lebih awal. Hanya skor gejala yang tersedia

    untuk perbandingan dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antara sub-

    kelompok (p = 0,75). Meskipun, tampak bahwa INCS generasi awal memiliki

    performa lebih baik dibandingkan yang modern padaforest plot(Gambar 6.1.5.a

    dan 6.1.5.b) perbedaan ini tidak signifikan dan tidak ada data dari INCS modern

    untuk digunakan dalam proporsi analisis responden.

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    8/17

    6.1.4. Efek samping dari rhinosinusitis kronis lokal kortikosteroid tanpa

    polip nasal

    Epistaksis, hidung kering, rasa terbakar pada hidung dan iritasi hidung dianggap

    sebagai peristiwa yang berhubungan dengan obat. Efek samping yang langka

    tersebut mungkin tidak terdeteksi pada penelitian acak terkontrol (RCT). Namun,

    jumlahnya sangat rendah dan tidak ada perbedaan efek samping antarkelompok

    studi dan kelompok kontrol dalam percobaan apapun. Efek samping untuk spray

    steroid intranasal sangat rendah. Efek samping ringan dari steroid nasal dapat

    ditoleransi dengan baik oleh pasien. Besarnya manfaat jelas melampaui risiko.

    Efek samping yang dilaporkan dari studi yang diikutsertakan dirangkum dalam

    Tabel 6.1.3.

    6.1.5. Kortikosteroid sistemik rhinosinusitis kronis tanpa polip nasal

    6.1.5.1. Pendahuluan

    Data yang menunjukkan kemanjuran kortikosteroid oral dalam rhinosinusitis

    kronis tanpa polip nasal masih terbatas. Review sistematis dilakukan oleh Lai et al

    (1678) pada tahun 2011. Mereka menemukan 27 publikasi penggunaan

    kortikosteroid sistemik pada manusia secara klinis. Hanya 1 dari studi ini adalah

    uji coba prospektif (seri kasus bukti tingkat 4) dan tidak ada studi kohort

    terkontrol atau RCT. Publikasi yang tersisa adalah 2 seri kasus retrospektif dan 24

    review atau guideline pengobatan. Semua studi menggunakan kortikosteroid

    sistemik dalam hubungannya dengan antibiotik dan INCS. Peningkatan outcome

    subyektif dan obyektif terlihat pada 3 penelitian untuk CRSsNP (49, 1679, 1680).

    Di Tosca et al populasi penelitian adalah anak-anak dengan asma (49).

    Subramamian et al memiliki baik CRSwNP dan CRSsNP dan mencatat bahwa

    CRSsNP memiliki outcome yang lebih baik (1679). Lal et al mencatat bahwa

    CRSsNP memiliki resolusi gejala 54,9 % dibandingkan dengan 51 % untuk total

    kelompok CRS (1680).

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    9/17

    6.1.5.2. Efek samping dar i kor tikosteroid sistemik r hinosinusitis kronis tanpa

    polip nasal

    Profil efek samping dari penggunaan kortikosteroid kemungkinan akan sama

    antara CRSsNP dan CRSwNP, namun, mengingat relatif kurangnya data klinis

    untuk mendukung penggunaan kortikosteroid sistemik, rasio risiko-manfaat ini

    mungkin lebih besar. Silakan lihat deskripsi efek samping kortikosteroid sistemik

    di bagian CRSwNP.

    6.1.5.3. Rekomendasi berdasarkan bukt i

    Terdapat bukti yang baik bahwa INCS bermanfaat untuk CRSsNP. Namun, tidak

    semua penulis menunjukkan temuan ini. Kondisi bedah dari sinus yang telah

    diobati (yaitu apakah sinus telah dibuka dan kemampuan INCS topikal untuk

    menembus ke dalam rongga sinus) tampaknya memiliki pengaruh yang signifikan

    terhadap respon. Alat penyampaian mungkin penting tapi tidak ada cukup

    penelitian untuk memberikan suatu kesimpulan lain selain teknik yang dapat

    menyampaikan obat ke sinus lebih efektif mungkin lebih menguntungkan.

    Part 2

    6.5. Pengobatan dengan kortikosteroid pada CRSwNP

    6.5.1. Pendahu luan

    Dalam bab ini dijelaskan perbedaan antara CRSsNP dan CRSwNP. Pembaca

    harus menyadari bahwa seringkali dalam studi tidak tedapat perbedaan yang jelas

    antara dua kelompok pasien ini. Kadang-kadang untuk alasan ini studi membahas

    CRSsNP sebagai bagian dari CRSwNP.

    Dalam studi tentang pengobatan CRSwNP, penting untuk melihat secara

    terpisah pada efek dari gejala rhinitis yang terkait dengan poliposis dan efek dari

    ukuran polip hidung itu sendiri. Ada banyak aspek gejala CRSwNP dan kami juga

    menyertakan ukuran yang obyektif untuk obstruksi hidung, nasal peak inspiratory

    flow (PNIF), karena ini adalah ukuran yang obyektif yang paling sering

    dilaporkan di belakang endoskopi.

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    10/17

    6.5.2. Kor tikosteroid lokal (I NCS) pada rhinosinusitis kronis dengan poli p

    hidung

    Mengingat jumlah penelitian dalam literatur, hanya RCT yang akan disebut dalam

    ringkasan ini. INCS untuk CRSwNP meliputi berbagai regimen pengobatan yang

    berbeda. Hal ini telah dijelaskan dengan hati-hati dalam tabel karakteristik

    penelitian (Tabel 6.5.1.).

    6.5.2.1. Kr iteria inklusi dan kr iteria eksklusi

    Kriteria inklusi

    Pasien dengan polip nasal jinak didiagnosis secara klinis dengan:

    bukti endoskopik polip nasal ; dan/atau bukti radiologis polip nasal

    Kriteria eksklusi

    Polip antrochoanal (polip jinak yang berasal dari mukosa sinusmaksilaris).

    Polip ganas Kistik fibrosis Diskinesia siliaris primer

    6.5.2.2. Jenis intervensi

    Steroid topikal versus tanpa intervensi Steroid topikal versus plasebo Steroid topikal dan oral versus steroid oral saja

    6.5.2.3. Flow chart

    Sebanyak 873 referensi diperoleh : tiga catatan diidentifikasi dari referensi

    penelitian yang diperoleh. Sebanyak 735 ini telah disingkirkan dalam skrining

    tingkat pertama (yaitu penghapusan duplikat dan referensi yang tidak jelas dan

    tidak relevan), meninggalkan 141 referensi untuk pertimbangan lebih lanjut. Judul

    dan abstrak diskrining dan kemudian 93 studi dieksklusikan kembali. Empat

    puluh delapan teks utuh dinilai untuk kelayakan. Tiga makalah adalah abstrak dari

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    11/17

    presentasi pada pertemuan akademis dari studi yang disertakan. Satu makalah

    mengumpulkan data dari dua studi termasuk untuk analisis ulang. Tiga studi non-

    acak dan dua studi yang tidak membandingkan steroid topikal dengan plasebo

    atau tanpa intervensi dikeluarkan. Tiga puluh sembilan studi dimasukkan. Alur

    pengambilan studi dan seleksi ditampilkan pada Gambar 6.5.1.

    6.5.2.4. Studi yang diikutser takan

    Terdapat total 3.532 peserta dalam 38 studi yang dimasukkan. Usia rata-rata

    pasien adalah 48,2 tahun. Persentase laki-laki adalah 66,6 persen. Karakteristik

    dari studi yang dimasukkan tercantum dalam Tabel 6.5.1.

    6.5.2.5. Ringkasan data

    Tiga puluh empat percobaan (92 %) membandingkan steroid topikal terhadap

    plasebo (Aukema 2005; Bross-Soriano 2004; Chalton 1985; Dingsor 1985;

    Djikstra 2004; Drettner 1982; Ehnhage 2009; Filiaci 2000; Hartwig 1988;

    Holmberg 1997; Holmstrom 1999; Holopainen 1982; Jankowski 2001; Jankowski

    2009; Johansen 1993; Johansson 2002; Jorissen 2009; Keith 2000; Lang 1983;

    Lildholdt 1995; Lund 1998; Mastalerz 1997; Mygind 1975; Olsson 2010; Passali

    2003; Penttila 2000; Rowe-Jones 2005; Ruhno1990 ; Kecil 2005; Stjarne 2006;

    Stjarne 2006b ; Stjarne 2009; Tos 1998; Vlckova 2009) (1109, 1172, 1426, 1668,

    1674, 1789-1816). Di antaranya, delapan percobaan juga membandingkan steroid

    topikal dosis rendah dengan dosis tinggi (Djikstra 2004; Filiaci 2000; Jankowski

    2001; Lildholdt 1995; Penttila 2000; Kecil 2005; Stjarne 2006; Tos 1998) (1668,

    1794, 1804, 1808, 1810, 1813, 1815-1817) dan tiga penelitian juga

    membandingkan dua agen steroid, fluticasone propionat dan beklometason

    dipropionat (Bross-Soriano 2004; Holmberg 1997; Lund 1998) (1109, 1790,

    1796). Tiga uji coba (8 %) membandingkan steroid topikal dengan tanpa

    intervensi (El Naggar 1995; Jurkiewicz 2004; Karlsson 1982) (1818-1820).

    Dua puluh (55 %) studi yang dimasukkan disponsori secara penuh atau

    sebagian oleh perusahaan farmasi ; Glaxo (Aukema 2005; Djikstra 2004; Ehnhage

    2009; Holmberg 1997; Keith 2000; Lund 1998; Mastalerz 1997; Mygind 1975;

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    12/17

    Olsson 2010; Penttila 2000; Rowe-Jones 2005) (1109, 1172, 1426, 1668, 1789,

    1796, 1802, 1805, 1806, 1808, 1821). Astra (Johansen 1993; Johansson 2002;

    Ruhno1990, Tos 1998) (1800, 1801, 1809, 1813) dan Schering Plough (Jorissen

    2009; Kecil 2005; Stjarne 2006; Stjarne 2006b ; Stjarne 2009) (1674, 1810-1812,

    1816).

    Agen steroid yang digunakan berbeda di seluruh studi :

    1. Fluticasone propionat diteliti dalam 15 peneltiian (Aukema 2005; Bross-Soriano 2004; Djikstra 2004; Ehnhage 2009; Holmberg 1997; Holmstrom

    1999; Jankowski 2009; Jurkiewicz 2004; Keith 2000; Lund 1998;

    Mastalerz 1997; Olsson 2010; Penttila 2000 ; Rowe-Jones 2005; Vlckova

    2009) (1109, 1172, 1426, 1668, 1789, 1790, 1796, 1797, 1799, 1802,

    1805, 1808, 1814, 1819, 1821).

    2. Beklometason dipropionat diteliti dalam 7 penelitian (Bross-Soriano 2004;El Naggar 1995; Holmberg 1997; Lund 1998; Karlsson 1982; Lang 1983;

    Mygind 1975) (1109, 1790, 1796, 1803, 1806, 1818, 1820).

    3. Betametason natrium fosfat diteliti dalam 1 peneltiian (Chalton 1985)(1791).

    4. Mometasone furoate diteliti dalam 6 penelitian (Jorissen 2009; Passali2003; Kecil 2005; Stjarne 2006; Stjarne 2006b ; Stjarne 2009) (1674,

    1807, 1810-1812, 1816, 1822-1825).

    5. Flunisolide diteltii dalam 2 penelitian (Dingsor 1985; Drettner 1982)(1792, 1793).

    6. Budesonide diteliti dalam 9 penelitian (Filiaci 2000; Hartwig 1988;Holopainen 1982; Jankowski 2001; Johansen 1993; Johansson 2002;

    Lildholdt 1995; Ruhno1990, Tos 1998) (1794, 1795, 1798, 1800, 1801,

    1804, 1809, 1813, 1815).

    6.5.2.6. Meta-anal isis

    Bila dibandingkan dengan plasebo, analisis data yang terkumpul mengenai gejala,

    ukuran polip, rekurensi polip dan aliran udara nasal menunjukkan manfaat yang

    signifikan pada kelompok steroid topikal. Meskipun outcome ini dilaporkan

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    13/17

    dalam berbagai cara di seluruh studi seperti nilai akhir, perubahan nilai setelah

    intervensi dan proporsi responden, semua meta-analisis menunjukkan hasil yang

    sama dalam mendukung steroid topikal. Meskipun 32, 29 dan 22 studi

    melaporkan gejala, ukuran polip dan aliran udara nasal, data dari hanya 9, 13 dan

    9 studi masing-masing dapat dikumpulkan untuk meta-analisis. Kebanyakan

    penelitian tidak memberikan data numerik dari hasil atau tidak menunjukkan

    standar deviasi, standard error, 95 % CI, rentang atau kisaran interkuartil. Data

    dari hanya satu penelitian dianalisis untuk perubahan CT scan (1789), dan kualitas

    hidup (1172). Tidak ada perbedaan dari plasebo yang ditemukan pada 2 hasil ini.

    Outcome olfaktori disebutkan dalam 22 studi (1426, 1797, 1800, 1802, 1804,

    1808, 1810-1814, 1816, 1818) dan dengan manfaat campuran dari INCS. Studi

    lebih lanjut dapat membantu untuk membuat kesimpulan untuk ketiga outcome

    ini.

    6.5.2.6.1. Perbaikan gejala (skor atau responden)

    Data yang membahas mengenai perubahan skor gejala gabungan tersedia dari

    tujuh studi (1674, 1794, 1798, 1801, 1805, 1806, 1814) dan dapat dikombinasikan

    dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung

    kelompok steroid topikal (SMD -0.46, 95 % CI -0.65 sampai -0.27), p < 0,00001 ;

    tujuh percobaan, 445 pasien) (Gambar 6.5.2.A). Data yang membahas proporsi

    responden terhadap gejala tersedia pada empat studi (1794, 1796, 1806, 1808).

    Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (RR

    (Non-event) 0,59, 95 % CI 0,46-0,78), p = 0,0001 (Gambar 6.5.2.B).

    6.5.2.6.2. Ukur an poli p (skor , perubahan atau responden pada endoskopi)

    Data yang membahas nilai akhir skor polip tersedia pada tiga studi (Dingsor 1985,

    Hartwig 1988; Johansson 2002) (1792, 1795, 1801) dan dapat dikombinasikan

    dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung

    kelompok steroid topikal (SMD -0.49, 95 % CI -0.77 sampai -0.21), p = 0,0007

    (Gambar 6.5.3.A). Data mengenai perubahan dalam skor polip tersedia pada tiga

    studi (1806, 1814, 1815). dan dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Hasil

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    14/17

    yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (SMD -

    0.73, 95 % CI -1.00 sampai -0.46), p < 0,00001 (Gambar 6.5.3.B). Data mengenai

    proporsi responden dalam ukuran polip tersedia pada delapan studi (1791, 1797,

    1798, 1802, 1803, 1808, 1811, 1814) dan dapat dikombinasikan dalam meta-

    analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid

    topikal (RR (Non-event) 0,74, 95 % CI 0,67-0,81), p < 0,00001. (Gambar 6.5.3.C)

    6.5.2.6.3. Nasal pernapasan (skor, mengubah atau responden di Puncak Nasal

    inspirasi Flow (PNIF))

    Data mengenai aliran inspirasi nasal puncak tersedia pada tujuh studi

    (tahun 1789, 1798, 1799, 1801, 1805, 1809, 1814) dan dapat dikombinasikan

    dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung

    kelompok steroid topikal (MD 22,04, 95% CI 13,29-30,80), p

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    15/17

    6.5.2.7. Anal isis subkelompok

    Analisis subkelompok dilakukan sebagai berikut.

    Status Bedah Pasien dengan riwayat operasi sinus sebelumnya versus mereka yang

    tanpa operasi sinus.

    Metode pemberian topikal Tetes hidung versus spray hidung versus metode pengiriman sinus

    (kanulasi langsung, irigasi pasca operasi).

    Jenis kortikosteroid

    Kortikosteroid modern (mometasone, flutikason, ciclesonide) versuskortikosteroid generasi pertama (budesonide, beclomethasone, beta-

    metason, triamsinolon, deksametason)

    Perbedaan antara dua subkelompok untuk analisis fixed-effect didasarkan pada

    metode inverse-varianceuntuk data kontinyu dan metode Mantel-Haenszel untuk

    data dikotomis.

    Sebanyak 38 studi yang diikutsertakan cukup beragam, baik secara klinis

    dan metodologis. Variabilitas meliputi status bedah sinus, metode penyampaian

    topikal, keparahan polip, jenis dan regimen steroid digunakan. Analisis

    subkelompok dilakukan untuk menyelidiki heterogenitas.

    6.5.2.7.1. Pengaruh operasi sebelumnya

    Pasien dengan operasi sinus berespon terhadap steroid topikal lebih besar

    dibandingkan pasien tanpa operasi sinus dalam pengurangan ukuran polip

    (Gambar 6.5.5.). Namun perbaikan gejala dan aliran udara nasal secara statistik

    tidak berbeda antarkedua kelompok (Gambar 6.5.6.). Sulit untuk membuat

    penilaian lengkap karena tidak semua studi dapat dikumpulkan untuk meta-

    analisis. Ringkasan penelitian yang menunjukkan manfaat INCS menurut status

    bedah dari populasi pasien mereka dapat dilihat pada Tabel 6.5.3.

    6.5.2.7.2. Pengaruh pengir iman tetes versus spray

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    16/17

    Aerosol nasal dan turbuhaler diketahui lebih efektif daripada spray hidung dalam

    hal pengontrolan gejala (Gambar 6.5.7.) Tetapi tidak ada perbedaan dalam

    pengurangan ukuran polip dan nasal airway pada berbagai jenis metode

    penyampaian topikal. Mirip dengan penilaian kondisi bedah, penilaian lengkap

    sulit dilakukan karena tidak semua studi dapat dikumpulkan untuk meta-analisis.

    Ringkasan penelitian yang menunjukkan manfaat dengan INCS dengan spray atau

    tetes ditunjukkan pada Tabel 6.5.4. Tidak ada penelitian yang melaporkan metode

    penyampaian sinus langsung atau volume tinggi, pengiriman tekanan tinggi pada

    pasien dengan operasi sinus sebelumnya.

    6.5.2.7.3. Pengaruh kor tikosteroid modern versus generasi pertama

    Tidak ada manfaat yang signifikan dari kortikosteroid modern versus generasi

    pertama untuk skor gejala akhir (Gambar 6.5.8.a) atau responden dengan reduksi

    polip (Gambar 6.5.8.b).

    6.5.2.8. Efek samping dari kortikosteroid lokal rhinosinusitis kronis dengan

    poli p hidung

    Peristiwa yang paling umum adalah epistaksis dan iritasi hidung seperti gatal,

    bersin, hidung kering dan rhinitis. Efek samping yang dilaporkan mungkin masih

    ambigu. Gejala rhinitis bisa terkait penyakit. Hal ini menjelaskan bahwa efek

    samping yang langka mungkin tidak terdeteksi pada percobaan acak terkontrol

    (RCT). Namun, jumlahnya sangat rendah dan tidak ada perbedaan dalam efek

    samping antara kelompok studi dan kelompok kontrol dalam penelitian apapun.

    Efek samping untuk spray steroid intranasal sangat rendah. Namun, kami tidak

    secara khusus mencari data efek samping dari studi non-RCT. Efek samping

    ringan dari steroid nasal biasanya ditoleransi oleh pasien. Besarnya manfaat jelas

    melampaui risiko. Efek samping yang dilaporkan dari studi dirangkum dalam

    Tabel 6.5.5.

    Epistaksis yang dilaporkan mungkin disebabkan efek lokal dari INCS pada

    septum mukosa dan diperparah dengan teknik yang kurang baik (1826) dengan

    signifikansi jumlah yang lebih kuat pada sisi epistaksis. Beberapa telah

  • 5/25/2018 Manajemen kronik rhinosinusitis

    17/17

    mengaitkan epistaksis dengan aktivitas vasokonstriktor (1827) dari molekul

    kortikosteroid, dan menghipotesiskan hal ini sebagai mekanisme perforasi septum

    nasi yang sangat jarang terjadi (1828). Namun, harus diingat bahwa perdarahan

    minor hidung yang umum dalam populasi, terjadi pada 16,5 % dari 2.197 wanita

    berusia 50-64 tahun selama studi satu tahun (1829) dan perforasi hidung spontan

    terjadi pada masyarakat dalam tingkat yang rendah (1830).

    Studi biopsi hidung tidak menunjukkan efek merugikan secara struktural

    mukosa hidung dengan pemberian kortikosteroid intranasal d jangka panjang an

    atrofi tidak terjadi karena mukosa adalah lapisan tunggal dari epitel bila

    dibandingkan dengan keratin yang memproduksi kulit berlapis-lapis dimana atrofi

    dilaporkan (1831 -1838). Banyak perhatian telah difokuskan pada keamanan

    sistemik dari aplikasi intranasal. Bioavailabilitas sistemik dari kortikosteroid

    intranasal bervariasi dari < 1 % sampai dengan 40-50 % dan mempengaruhi risiko

    efek samping sistemik (1828, 1839). Potensi efek samping yang berkaitan dengan

    pemberian kortikosteroid intranasal adalah efek pada pertumbuhan, efek mata,

    efek pada tulang, dan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (1840). Karena

    dosis yang disampaikan secara topikal cukup kecil, hal ini bukan pertimbangan

    utama, dan studi yang luas belum mengidentifikasi efek signifikan pada aksis

    hipotalamus-hipofisis-adrenal dengan pengobatan lanjutan. Suatu efek kecil pada

    pertumbuhan telah dilaporkan dalam satu studi pada anak-anak yang menerima

    dosis standar selama 1 tahun. Namun, hal ini belum ditemukan dalam studi

    prospektif dengan kortikosteroid intranasal yang memiliki bioavailabilitas

    sistemik rendah sehingga menjadi pilihan formulasi intranasal yang bijaksana,

    terutama jika ada inhalasi kortikosteroid bersamaan untuk asma, adalah bijaksana

    (1841). Singkatnya, kortikosteroid intranasal sangat efektif ; Namun demikian,

    mereka tidak benar-benar tanpa efek sistemik. Dengan demikian, perhatian tinggi

    harus dilakukan, terutama pada anak-anak, ketika pengobatan tersebut diresepkan.

    Namun efek sistemik kortikosteroid hidung dapat diabaikan bila dibandingkan

    dengan kortikosteroid inhalasi.