manajemen anestesi pd sdh

Upload: karina-rizqi-sandy

Post on 06-Jul-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    1/27

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

     

    2.1 Definisi Hematoma Subdural

    Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural

    (di antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya

    vena-vena jembatan (bridging veins) yang terletak antara kortek cerebri dan sinus

    venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi

     pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi

     pada permukaan lateral hemisfer dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan

    distribusi bridging veins. Perdarahan subdural juga menutupi seluruh permukaan

    hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya biasanya berat.

    Gambar 1. Subdural ematoma

    Perdarahan subdural yang disebabkan karena perdarahan vena, biasanya

    darah yang terkumpul hanya !!-"!! cc dan berhenti karena tamponade hematomsendiri. #etelah $-% hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan

    terselesaikan dalam !-"! hari. &arah yang diserap meninggalkan jaringan yang

    kaya dengan pembuluh darah sehingga dapat memicu lagi timbulnya perdarahan-

     perdarahan kecil dan membentuk suatu kantong subdural yang penuh dengan

    cairan dan sisa darah. Hematoma subdural dibagi menjadi ' fase, yaitu akut,

    subakut dan kronik. &ikatakan akut apabila kurang dari %" jam, subakut '-% hari

    setelah trauma, dan kronik bila " hari atau ' minggu lebih setelah trauma.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    2/27

    2.2 Anatomi

    2.2.1 Kulit Ke!ala

    ulit kepala terdiri dari $ lapisan yang disebut #*+P yaitu  skin atau

    kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau  galea

    aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan

     pericranium.

    2.2.2 Tulan" Ten"#ora#

    ulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. ulang

    tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan

    oksipital. alvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi

    oleh otot temporalis. asis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai

     bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. /ongga

    tengkorak dasar dibagi atas ' fosa yaitu 0 fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa

    media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak 

    dan serebelum.

     

    2.2.$ %enin"en

    #elaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari '

    lapisan yaitu0

    . &uramater 

    &uramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan

    lapisan meningeal. &uramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan

    ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. arena tidak 

    melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial(ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering

    dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang

     berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau

    disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan

    subdural. #inus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan

    sinus sigmoideus. +aserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan

    hebat. *rteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    3/27

    kranium (ruang epidural). *danya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan

    laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. 1ang paling

    sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa

    temporalis (fosa media).

    ". #elaput *rakhnoid

    #elaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. #elaput

    arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar 

    yang meliputi otak. #elaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,

    disebut  spatium subdural dan dari pia mater oleh  spatium subarakhnoid yang

    terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan

    akibat cedera kepala.

    '. Piamater 

    Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah

    membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi girus dan

    masuk kedalam sulkus yang paling dalam. 2embrana ini membungkus saraf otak 

    dan menyatu dengan epineuriumnya. *rteri-arteri yang masuk kedalam substansi

    otak juga dibungkus oleh piamater.

    Gambar 2. %enin"en

    2.2.& 'ta#

    3tak merupakan suatu struktur gelatin yang beratnya sekitar 4 kg pada

    orang dewasa. 3tak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan)

    terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan

    rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan

    serebellum.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    4/27

    5isura membagi otak menjadi beberapa lobus. +obus frontal berkaitan

    dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. +obus parietal

     berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. +obus temporal

    mengatur fungsi memori tertentu. +obus oksipital bertanggung jawab dalam

     proses penglihatan. 2esensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi

    retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula

    oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. #erebellum bertanggung jawab dalam

    fungsi koordinasi dan keseimbangan.

     

    2.2.( )airan Serebros!inalis

    airan serebrospinal (##) dihasilkan oleh ple6us khoroideus dengan

    kecepatan produksi sebanyak "! ml7jam. ## mengalir dari ventrikel lateral

    melalui foramen monro menuju ventrikel 888, dari akuaduktus  sylvius menuju

    ventrikel 89. ## akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio

    arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. *danya darah dalam ##

    dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan ##

    dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial. *ngka rata-rata pada kelompok 

     populasi dewasa volume ## sekitar $! ml dan dihasilkan sekitar $!! ml ##

     per hari.

     

    Gambar $. )airan *erebros!inalis

     

    2.2.+ Tentorium

    entorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

    supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang

    infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    5/27

     

    2.2., Perdaraan 'ta#

    3tak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis.

    eempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk 

    sirkulus :illisi. 9ena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam

    dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. 9ena tersebut keluar 

    dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

     

    2.$ -!idemiolo"i

    #ubdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada $-"$; pasien dengan

    trauma kepala berat, berdasarkan suatu penelitian. #edangkan kronik subdural

    hematoma terjadi -' kasus per !!.!!! populasi. +aki-laki lebih sering terkena

    daripada perempuan dengan perbandingan '0. &i 8ndonesia belum ada catatan

    nasional mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. 2ayoritas

     perdarahan subdural berhubungan dengan faktor umur yang merupakan faktor 

    resiko pada cedera kepala (blunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih

    sering ditemukan pada penderita-penderita dengan umur antara $!-%! tahun. Pada

    orang-orang tua bridging veins mulai agak rapuh sehingga lebih mudah

     pecah7rusak bila terjadi trauma. Pada bayi-bayi ruang subdural lebih luas, tidak 

    ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih sering di dapat pada bayi-

     bayi.

    2.& Klasifi#asi

    2.&.1 Perdaraan a#ut

    &ikatakan sebagai perdarahan akut apabila gejala yang timbul segerakurang dari %" jam setelah trauma. iasanya terjadi pada cedera kepala yang

    cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang

     biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang

    dari $ mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran -scan, didapatkan lesi

    hiperdens.

     

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    6/27

    2.&.2 Perdaraan sub a#ut

    Perdarahan sub akut biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-

    " hari sesudah trauma. *walnya pasien mengalami periode tidak sadar lalu

    mengalami perbaikan status neurologi yang bertahap.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    7/27

    subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas $! tahun. Pada

    gambaran -scan didapatkan lesi hipodens.

    >amieson dan 1elland mengklasifikasikan #&H berdasarkan keterlibatan

     jaringan otak karena trauma. &ikatakan #&H sederhana ( simple SDH ) bila

    hematoma ekstra aksial tersebut tidak disertai dengan cedera parenkim otak,

    sedangkan #&H kompleks (complicated SDH ) adalah bila hematoma ekstra a6ial

    disertai dengan laserasi parenkim otak, perdarahan intraserebral (P8#) dan apa

    yang disebut sebagai ’exploded temporal lobe’ . +ebih dari %!; perdarahan

    intraserebral, laserasi dan kontusio parenkim otak yang berhubungan dengan #&H

    akut disebabkan oleh trauma kounterkup (contrecoup), kebanyakan dari lesi

     parenkim ini terletak di lobus temporal dan lobus frontal. +ebih dari dua pertiga

    fraktur pada penderita #&H akut terletak di posterior dan ini konsisten dengan lesi

    kounterkup.

     

    2.( -tiolo"i

    eadaan ini timbul setelah cedera7trauma kepala hebat, seperti perdarahan

    kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan

    subdural. Perdarahan subdural dapat terjadi pada0

    a. rauma

     ? rauma kapitis

     ? rauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau

     putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.

     ? rauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi

     bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan

     juga pada anak-anak. b.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    8/27

    2.+ Patofisiolo"i

    Perdarahan terjadi antara duramater dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi

    akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di

     permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya

    araknoid. arena otak dikelilingi cairan serebrospinal yang dapat bergerak,

    sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang

    terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat dimana

    mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-

    gejala akut menyerupai hematoma epidural.

    ebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah

     parietal. #ebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik 

    serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan

    subdural akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan, disebabkan oleh

    ruptur vena-vena yang berjalan diantara hemisfer bagian medial dan falks, juga

     pernah dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri perikalosal karena

    cedera kepala. Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan gejala

    klasik monoparesis pada tungkai bawah. Pada anak-anak kecil perdarahan

    subdural di fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan

    karena goncangan yang hebat pada tubuh anak ( shaken baby syndrome).

    Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan

    tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. =umpalan darah lambat laun

    mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala

    seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.

    Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. 9ena

     jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecilsehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan

     pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena

    yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum

    gejala klinis muncul. arena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka

    lucid interval  juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari

     beberapa jam sampai beberapa hari. Pada perdarahan subdural yang kecil sering

    terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    9/27

    menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma

    subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran

    ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh

    lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan

    subdural kronik.

    *kibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial

    dan perubahan dari bentuk otak. uga pada hematoma subdural kronik,

    didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu

    dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.

    erdapat " teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,

    yaitu teori dari =ardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan

    mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam

    kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan

    onkotik didalam kapsul subdural hematoma. arena tekanan onkotik yang

    meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.etapi ternyata ada kontroversial dari teori =ardner ini, yaitu ternyata dari

     penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata

    hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. eori yang ke dua

    mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya

     perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat

    meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi

     bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    10/27

    kapsul dari subdural hematoma. +evel dari koagulasi, level abnormalitas en@im

    fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan

    terjadinya perdarahan subdural kronik.

    Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya

     pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara

     bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan,

    darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah

    terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. #ering

    kali, pembuluh darah besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut

    rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan

    kembali. :aktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural

    ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap

    individu sendiri.

    Prinsipnya kalau berdarah, pasti ada suatu proses penyembuhan. erbentuk 

    granulation tissue pada membrane luar. 5ibroblas kemudian akan pindah ke

    membrane yang lebih dalam untuk mengisi daerah yang mengalami hematom.

    Antuk sisanya, ada dua kemungkinan () direabsorbsi ulang, tapi menyisakan

    hemosiderofag dengan heme di dalamnya, dan (") tetap demikian dan berpotensi

    untuk terjadi kalsifikasi.

    2., %anifestasi Klinis

    =ambaran klinis ditentukan oleh dua faktor yaitu0 beratnya cedera otak 

    yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume #&H.

    Penderita-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim

    otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan batangotak. Penderita dengan #&H yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat

    kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi

    kecelakaan (initial impact ). eadaan berikutnya akan ditentukan oleh kecepatan

     pertambahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan benturan

    trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya

    trauma. #&H dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah

    dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma. #tone dkk 

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    11/27

    melaporkan bahwa lebih dari separuh penderita tidak sadar sejak kejadian trauma,

    yang lain menunjukkan beberapa lucid interval .

    =ejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh

    massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik 

    yang paling sering ditemukan. +esi pasca trauma baik hematoma atau lesi

     parenkim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan

    kontralateral terhadap defisit motorik. *kan tetapi gambaran pupil dan gambaran

    motorik tidak merupakan indikator yang mutlak bagi menentukan letak 

    hematoma. =ejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak 

    terletak kontralateral terhadap #&H atau karena terjadi kompresi pedunkulus

    serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. rauma langsung pada saraf 

    okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil

    kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai

    indikator letak #&H.

    #ecara umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti pada

    tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan

    kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera neuronal

     primer, kecuali bila ada efek massa atau lesi lainnya. =ejala yang timbul tidak 

    khas dan merupakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti0

    sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n.

    888, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan

    riwayat trauma yang tidak jelas, sering diduga tumor otak.

     

    a. Hematoma Subdural A#ut

    Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam "4 sampai4B jam setelah cedera. &an berkaitan erat dengan trauma otak berat. =angguan

    neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi

     batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan

     pada batang otak. eadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan

    dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

    b. Hematoma Subdural Suba#ut

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    12/27

    Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 4B

     jam tetapi kurang dari " minggu setelah cedera. #eperti pada hematoma subdural

    akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan

    subdural.

    *namnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang

    menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik 

    yang perlahan-lahan.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    13/27

     besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui

     pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah0

    a) sakit kepala yang menetap

     b) rasa mengantuk yang hilang-timbul

    c) linglung

    d)  perubahan ingatan

    e) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

     

    2. Dia"nosis

    2..1 Anamnesis

    &ari anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan

     jejas dikepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan

    kesadaran atau pingsan. >ika ada tanyakan pernah atau tidak penderita kembali

     pada keadaan sadar seperti semula. >ika pernah apakah tetap sadar seperti semula

    atau turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid 

    interval . Antuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan

    kejang setelah terjadinya trauma kepala. epentingan mengetahui muntah dan

    kejang adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar apakah karena

    inspirasi atau sumbatan nafas atas, atau karena proses intrakranial yang masih

     berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan

    mual, adanya kelemahan anggota gerak sesisi dan muntah-muntah yang tidak bisa

    ditahan. &itanyakan juga penyakit lain yang sedang diderita, obat-obatan yang

    sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam pengaruh alkohol.

    2..2 Pemeri#saan /isi#Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer ( primary survey) yang

    mencakup jalan nafas (airay), pernafasan (breathing ) dan tekanan darah atau

    nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. >alan nafas harus

    dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau obstruksi, bila perlu dipasang pipa

    orofaring atau pipa endotrakeal lalu diikuti dengan pemberian oksigen. Hal ini

     bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi jaringan tubuh.

    Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi 3".

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    14/27

    #ecara bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan darah untuk memantau apakah

    terjadi hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. >ika

    terjadi hipotensi atau syok harus segera dilakukan pemberian cairan untuk 

    mengganti cairan tubuh yang hilang. erjadinya peningkatan tekanan intrakranial

    ditandai dengan refleks ushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan

     bradipnea.

    Pemeriksaan neurologik yang meliputkan kesadaran penderita dengan

    menggunakan #kala oma =lasgow, pemeriksaan diameter kedua pupil , dan

    tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pemeriksaan kesadaran dengan #kala oma

    =lasgow menilai kemampuan membuka mata, respon verbal dan respon motorik 

     pasien terdapat stimulasi verbal atau nyeri. Pemeriksaan diameter kedua pupil dan

    adanya defisit neurologi fokal menilai apakah telah terjadi herniasi di dalam otak 

    dan terganggunya sistem kortikospinal di sepanjang korteks menuju medula

    spinalis.

    Pada pemeriksaan sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial

    meliputi =#, lateralisasi dan refleks pupil. Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini

    adanya gangguan neurologis. anda awal dari herniasi lobus temporal (unkus)

    adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya. *danya trauma

    langsung pada mata membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.

     

    2..$ Pemeri#saan Penun0an"

    a. +aboratorium

    Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin,

    elektrolit, profil hemostasis7koagulasi.

     b. 5oto tengkorak Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan

    adanya #&H. 5raktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan

    adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara

    fraktur tengkorak dan #&H. ahkan fraktur sering didapatkan kontralateral

    terhadap #&H.

    c. -#can

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    15/27

    Pemeriksaan scan adalah modalitas pilihan utama bila dicurigai

    terdapat suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh

     jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial

    dan ekstra-aksial.

    ) Perdarahan #ubdural *kut

    Perdarahan subdural akut pada -scan kepala (non kontras) tampak 

    sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit

    sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada

    konveksitas otak di daerah parietal. erdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di

    daerah bagian atas tentorium serebelli. #ubdural hematom berbentuk cekung dan

    terbatasi oleh garis sutura. >arang sekali, subdural hematom berbentuk lensa

    seperti epidural hematom dan biasanya unilateral.

    Perdarahan subdural yang sedikit ( small SDH ) dapat berbaur dengan

    gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan !" 

    indo idth. Pergeseran garis tengah (midline shi#t ) akan tampak pada

     perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. ila tidak ada midline

     shi#t harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shi#t hebat harus

    dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya.

    Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum

    relatif tidak bergerak sehingga merupakan proteksi terhadap ’bridging veins’ yang

    terdapat disana. Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer 

    menyebabkan gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan dan sering

     berhubungan dengan child abused .

    ") Perdarahan #ubdural #ubakut

    &i dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran . 3leh karena itu

     pemeriksaan dengan kontras atau 2/8 sering dipergunakan pada kasus

     perdarahan subdural dalam waktu 4B ? %" jam setelah trauma kapitis. Pada

    gambaran "$%eighted &'( lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada

     pemeriksaan dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas

    dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.

    Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    16/27

    membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat

    generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa

    kontras.

    ') Perdarahan #ubdural ronik 

    Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat

     pada gambaran tanpa kontras. #ekitar "!; subdural hematom kronik bersifat

     bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. #eringkali,

    hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang

    mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara

    komponen akut (hiperdens) dan kronis (hipodens).

    d. 2/8 ( &agnetic resonance imaging )

     &agnetic resonance imaging (2/8) sangat berguna untuk 

    mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. *kan tetapi -scan mempunyai

     proses yang lebih cepat dan akurat untuk mendiagnosa #&H sehingga lebih

     praktis menggunakan -scan dibandingkan 2/8 pada fase akut penyakit. 2/8

     baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan

     parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan

     pemeriksaan -scan. 2/8 lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak 

    nonperdarahan, kontusio, dan cedera aksonal difus. 2/8 dapat membantu

    mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah

    yang kurang jelas pada -scan.

    2. Dia"nosis Bandin"

    a. #troke b. Cncephalitis

    c. *bses otak 

    d. *dverse drugs reactions

    e. umor otak 

    f. Perdarahan subarachnoid

    g. Hydrocephalus

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    17/27

    2.1 Penatala#sanaan

    &alam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien #&H, tentu kita

    harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. &idalam masa

    mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada

     pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan

    intrakrania (P8). #eperti pemberian manitol !,"$gr7kg, atau furosemid !

    mg intravena, dihiperventilasikan.

     

    2.1.1 Tinda#an Tan!a '!erasi

    Pada kasus perdarahan yang kecil (volume '! cc ataupun kurang)

    dilakukan tindakan konservatif. etapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan

    terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang

    kemudian dapat mengalami pengapuran.

    #ervadei dkk merawat non operatif $ penderita dengan #&H akut dimana

    tebal hematoma D cm dan midline shi#t kurang dari !.$ cm. &ua dari penderita

    ini kemudian mendapat 8H yang memerlukan tindakan operasi. ernyata dua

     pertiga dari penderita ini mendapat perbaikan fungsional.

    roce dkk merawat nonoperatif sejumlah penderita #&H akut dengan tekanan

    intrakranial (8) yang normal dan =# ? $. Hanya E; dari penderita yang

    membutuhkan operasi untuk #&H.

    Penderita #&H akut yang berada dalam keadaan koma tetapi tidak 

    menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial (P8) yang bermakna

    kemungkinan menderita suatu di##use axonal injury. Pada penderita ini, operasi

    tidak akan memperbaiki defisit neurologik dan karenanya tidak di indikasikan

    untuk tindakan operasi. eberapa penderita mungkin mendapat kerusakan berat parenkim otak dengan efek massa (mass e##ect ) tetapi #&H hanya sedikit. Pada

     penderita ini, tindakan operasi7evakuasi walaupun terhadap lesi yang kecil akan

    merendahkan 8 dan memperbaiki keadaan intraserebral. Pada penderita #&H

    akut dengan refleks batang otak yang negatif dan depresi pusat pernafasan hampir 

    selalu mempunyai prognosa akhir yang buruk dan bukan calon untuk operasi.

     

    2.1.2 Tinda#an '!erasi

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    18/27

    aik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala-

    gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan

     pengeluaran hematoma. etapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan

    tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airay) breathing dan

    circulation (*s). indakan operasi ditujukan kepada0

    a. Cvakuasi seluruh #&H

     b. 2erawat sumber perdarahan

    c. /eseksi parenkim otak yang nonviable

    d. 2engeluarkan 8H yang ada.

     

    riteria penderita #&H dilakukan operasi adalah0

    a. Pasien #&H tanpa melihat =#, dengan ketebalan F ! mm atau pergeseran

    midline shift F $ mm pada -scan

     b. #emua pasien #&H dengan =# D G harus dilakukan monitoring 8 

    c. Pasien #&H dengan =# D G, dengan ketebalan perdarahan D ! mm dan

     pergeeran struktur midline shift. >ika mengalami penurunan =# F " poin antara

    saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit

    d. Pasien #&H dengan =# D G, dan7atau didapatkan pupil dilatasi asimetris7fi6ed

    e. Pasien #&H dengan =# D G, dan7atau 8 F "! mmHg.

    indakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy) tist 

    drill craniotomy) subdural drain. &an yang paling banyak diterima untuk 

     perdarahan sub dural kronik adalah burr hole craniotomy. arena dengan tehnik 

    ini menunjukan komplikasi yang minimal. /eakumulasi dari perdarahan subdural

    kronik pasca.raniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah diketahui. >ika pada

     pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah menunjukkan perbaikan klinis,

    reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang

    kembali.

    repanasi atau burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi #&H secara

    cepat dengan lokal anestesi. Pada saat ini tindakan ini sulit untuk dibenarkan

    karena dengan trepanasi sukar untuk mengeluarkan keseluruhan hematoma yang

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    19/27

     biasanya solid dan kenyal apalagi kalau volume hematoma cukup besar. +ebih

    dari seperlima penderita #&H akut mempunyai volume hematoma lebih dari "!!

    ml.

    raniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah

    yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. Hampir semua ahli

     bedah saraf memilih kraniotomi luas. +uasnya insisi ditentukan oleh luasnya

    hematoma dan lokasi kerusakan parenkim otak. +ubang bor yang pertama dibuat

    dilokasi dimana di dapatkan hematoma dalam jumlah banyak, dura mater dibuka

    dan diaspirasi sebanyak mungkin hematoma, tindakan ini akan segara

    menurunkan 8. +ubang bor berikutnya dibuat dan kepingan kranium yang lebar 

    dilepaskan, duramater dibuka lebar dan hematoma dievakuasi dari permukaan

    otak. #etelah itu, dimasukkan surgical patties yang cukup lebar dan basah keruang

    subdural, dilakukan irigasi, kemudian surgical patties disedot ( suction). Surgical 

     patties perlahan ? lahan ditarik keluar, sisa hematoma akan melekat pada surgical 

     patties, setelah itu dilakukan irigasi ruang subdural dengan memasukkan kateter 

    kesegala arah. ontusio jaringan otak dan hematoma intraserebral direseksi.

    &ipasang drain "4 jam diruang subdural, duramater dijahit rapat.

    Asaha diatas adalah untuk memperbaiki prognosa akhir #&H, dilakukan

    kraniotomi dekompresif yang luas dengan maksud untuk mengeluarkan seluruh

    hematoma, merawat perdarahan dan mempersiapkan dekompesi eksternal dari

    edema serebral pasca operasi. Pemeriksaan pasca operasi menujukkan sisa

    hematoma dan perdarahan ulang sangat minimal dan struktur garis tengah kembali

    lebih cepat ke posisi semula dibandingkan dengan penderita yang tidak dioperasi

    dengan cara ini. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari

     perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang.repanasi atau kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang

     bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Pada pasien

    trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan

    refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya

     penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh

    adanya massa e6tra aksial. 8ndikasi 3perasi, yaitu0

    a) Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    20/27

     b) *danya tanda herniasi7 lateralisasi

    c) *danya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana

    scan kepala tidak bisa dilakukan.

     

    2.1.$ Pera3atan Pas*abeda

    2onitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.

    >ahitan dibuka pada hari ke $-%. indakan pemasangan fragmen tulang atau

    kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah E-B minggu kemudian.

    #etelah operasi pun kita harus tetap berhati-hati, karena pada sebagian pasien

    dapat terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh darah yang baru

    terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-

    tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang

    kembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural. 2aka dalam hal ini

    hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan. #erial

    -scan tomografi pasca kraniotomi sebaiknya juga dilakukan.

    2.1.& /ollo34u!

    scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik 

    dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

     

    2.11 Kom!li#asi

    #etiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. edera parenkim

    otak biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat

    meningkatkan tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau

    masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahanlagi. #ebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera

    kepala berat. 8nfeksi luka dan kebocoran #5 bisa terjadi setelah kraniotomi.

    2eningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.

    Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi

    drainase, sebanyak $,4-G; mengalami komplikasi medis atau operasi.

    omplikasi medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    21/27

     pada E,G; kasus. omplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom

    intraparenkim, atau tension pneumocephalus terjadi pada ",'; kasus.

    /esidual hematom ditemukan pada G"; pasien berdasarkan gambaran

    scan 4 hari pasca operasi. indakan reoperasi untuk reakumulasi hematom

    dilaporkan sekitar "-"";. ejang pasca operasi dilaporkan terjadi pada '-!;

     pasien. Cmpiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada

    kurang dari ; pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural kronis

    (#&H). Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait dengan anestesi, rawat inap,

    usia pasien, dan kondisi medis secara bersamaan.

     

    2.12 Pro"nosis

    idak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,

     perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi

     pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa

    kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.

    indakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang

     baik, karena sekitar G! ; kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma

    subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi

    lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar $! ;.

    Pada penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit (diameter D

    cm), prognosanya baik. #ebuah penelitian menemukan bahwa %B; dari

     penderita perdarahan subdural kronik yang dioperasi (burr%hole evacuation)

    mempunyai prognosa baik dan mendapatkan penyembuhan sempurna. Perdarahan

    subdural akut yang sederhana ( simple SDH ) ini mempunyai angka mortalitas

    sekitar "!;.Perdarahan subdural akut yang kompleks (complicated SDH ) biasanya mengenai

     parenkim otak , misalnya kontusio atau laserasi dari serebral hemisfer disertai

    dengan volume hematoma yang banyak. Pada penderita ini mortalitas melebihi

    $!; dan biasanya berhubungan dengan volume subdural hematoma dan jauhnya

    midline shi#t . *kan tetapi, hal yang paling penting untuk meramalkan prognosa

    ialah ada atau tidaknya kontusio parenkim otak.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    22/27

    *ngka mortalitas pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas

    dan menyebabkan penekanan (mass e##ect ) terhadap jaringan otak, menjadi lebih

    kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. :alaupun

    demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu

     berakhir dengan kematian.

    Pada kebanyakan kasus #&H akut, keterlibatan kerusakan parenkim otak 

    merupakan faktor yang lebih menentukan prognosa akhir (outcome* daripada

    tumpukan hematoma ekstra a6ial di ruang subdural. 2enurut >amieson dan

    1elland derajat kesadaran pada waktu akan dilakukan operasi adalah satu-satunya

    faktor penentu terhadap prognosa akhir (outcome) penderita #&H akut. Penderita

    yang sadar pada waktu dioperasi mempunyai mortalitas G; sedangkan penderita

    #&H akut yang tidak sadar pada waktu operasi mempunyai mortalitas 4!; ? 

    E$;. etapi /ichards dan Hoff tidak menemukan hubungan yang bermakna

    antara derajat kesadaran dan prognosa akhir. *bnormalitas pupil, bilateral

    midriasis berhubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi. #eelig dkk 

    melaporkan pada penderita #&H akut dengan kombinasi refleks okulo-sefalik 

    negatif, relfleks pupil bilateral negatif dan postur deserebrasi, hanya mempunyai

     #unctional survival sebesar !;.

    2.1$ Penan"anan Anestesi

    2.1$.1 Pemeri#saan !rabeda

    Pemeriksaan prabedah sama seperti pemeriksaan rutin untuk tindakan

    anestesi lain, hanya ditambah dengan evaluasi tekanan intrakranial, efek samping

    kelainan serebral, terapi dan pemeriksaan sebelumnya, hasil -scan, 2/8 dll.

    scan menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dengan adanyamidline shift, obliterasi sisterna basalis, hilangnya sulkus, hilangnya ventrikel

    (atau pembesaran, dalam kasus hidrosefalus), dan edema (adanya daerah

    hipodensitas).

    8ndikasi untuk pemasangan monitor tekanan intrakranial adalah ) scan

    abnormal dan =# '-B setelah resusitasi syok dan hipoksia adekuat, ") scan

    normal dan =# '-B dan disertai dua atau lebih 0 umur F 4! tahun, posturing,

    tekanan sistolik D G! mmHg. Pemantauan tekanan intrakranial menggunakan

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    23/27

    kateter intraventrikuler lebih disukai karena selain dapat membaca tekanan

    intrakranial juga dapat digunakan untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial

    dengan cara drainase cairan serebrospinal. erapi untuk menurunkan tekanan

    intrakranial umumnya dimulai pada level tekanan intrakranial "!-"$ mmHg.

    ujuannya untuk mempertahankan tekanan perfusi otak F %! mmHg.

    Pengobatan hipertensi intrakranial adalah level kepala $! sampai '!!,

    mengendalikan kejang, ventilasi Pa3" normal rendah ('$ mmHg), suhu tubuh

    normal, tidak ada obstruksi drainase vena jugularis, optimal resusitasi cairan dan

    semua homeostasis fisiologis, dan pemberian sedasi dan obat pelumpuh otot bila

    diperlukan. ila tindakan ini gagal untuk menurunkan tekanan intrakranial,

    tambahan terapi diberikan dalam manuver first-tier dan second-tier terapi.

    5irst-tier terapi adalah 0 ) drainase #5 secara inkremental melalui kateter 

    intraventricular, ") &iuresis dengan mannitol, !."$-.$ g7kg diberikan lebih dari

    ! menit, ') hiperventilasi moderat. 2annitol menurunkan tekanan intrakranial

    dengan cara mengurangi edema otak dan memperbaiki aliran darah otak. *kan

    tetapi, mannitol dapat menyebabkan diuresis dan hipotensi, terutama pada fase

    resusitasi awal bila tidak dipasang alat pantau invasif dan adanya cedera lain tidak 

    diketahui. arena itu, dipertahankan euvolemia atau sedikit hipervolemia selama

    terapi mannitol dan osmolaritas serum dipantau serta dipertahankan dibawah '"!

    m3sm7+. Hiperventilatisi moderat untuk mencapai Pa3" antara '$ sampai 4!

    mmHg juga menurunkan tekanan intrakranial dengan mengurangi aliran darah

    otak. Hiperventilasi harus dilakukan dengan singkat untuk mengobati gangguan

    neurologis akut atau peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter terhadap

    drainase cairan serebrospinal dan pemberian mannitol.

    #econd-tier terapi adalah0 ) hiperventilasi agressif, ") dosis tinggi barbiturat dan, ') craniektomi decompresif. Hiperventilasi agressif untuk 

    mencapai Pa3" D '! mmHg mungkin diperlukan untuk peningkatan tekanan

    intrakranial yang tidak berespon terhadap first-tier terapi. ila digunakan aggresif 

    hiperventilasi, pemantauan jugular venous o6ygen saturation (#>3") atau cerebral

    tissue o6ygenation dianjurkan untuk menilai pengaruh penurunan aliran darah

    otak pada metabolisme oksigen serebral.

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    24/27

    Herniasi otak adalah satu hal yang paling ditakutkan sebagai akibat

     penyakit intrakranial misalnya tumor otak atau cedera kepala. &ari pasien cedera

    kepala yang berkembang menjadi herniasi transtentorial, hanya B; mempunyai

    outcome yang baik, didefinisikan sebagai good recovery atau moderate disability.

    #ecara klasik, trias yang dihubungkan dengan herniasi transtentorial yaitu

     penurunan kesadaran, dilatasi pupil, motor posturing timbul sebagai konsekwensi

    adanya massa hemisperic. anda pertama dan ketiga akan hilang bila pasien

    dianestesi dan yang kedua memerlukan pemantauan pupil yang sering.

    Pengelolaan klinis sindroma herniasi adalah sama dengan pengelolaan hipertensi

    intrakranial yaitu dirancang untuk mengurangi volume otak dan volume darah

    otak yaitu dengan cara0 berikan mannitol, hiperventilasi. ambahan tindakan yang

    mungkin digunakan adalah posisi kepala head-up (supaya drainase vena serebral

     baik), posisi leher netral (untuk menghindari penekanan vena jugularis), pola

    ventilasi yang tepat, glukokortikoid (hanya untuk tumor atau abses otak, tidak 

    efektif untuk stroke dan kerusakan akibat hipoksia), sedasi, pelumpuh otot dan

    terapi demam (lakukan hipotermi ringan). ila tekanan darah naik, harus

    dikurangi secara hati-hati karena hipertensi umumnya sekunder bukan primer 

    (merupakan komponen dari trias ushing).

    Pengelolaan pasien tanpa adanya tanda klinis herniasi otak. ila tidak ada

    tanda herniasi transtentorial, sedasi dan pelumpuh otot harus digunakan selama

    transportasi pasien untuk kemudahan dan keamanan selama transportasi. *gitasi,

    confus sering terdapat pada pasien cedera kepala dan memerlukan pertimbangan

     pemberian sedasi. Pelumpuh otot mempunyai keterbatasan untuk evaluasi pupil

    serta dalam pemeriksaan scan. arena itu, penggunaannnya pada pasien tanpa

    tanda herniasi otak adalah bila pemberian sedatif saja tidak cukup untuk menjaminkeamanan dan kemudahan transportasi pasien. ila akan digunakan pelumpuh

    otot, pakailah yang masa kerjanya pendek. idak perlu mannitol karena dapat

    menimbulkan hipovolemia. idak perlu dilakukan hiperventilasi tapi asal optimal

    oksigenasi dan normal ventilasi.

    Pengelolaan pasien dengan adanya tanda klinis herniasi otak. ila ada

    tanda herniasi transtentorial atau perubahan progresif dari memburuknya

    neurologis yang bukan disebabkan akibat ekstrakranial, diindikasikan untuk 

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    25/27

    melakukan terapi agresif peningkatan tekanan intrakranial. Hiperventilasi mudah

    dilakukan dengan meningkatkan frekuensi ventilasi dan tidak tergantung pada

    sukses atau tidaknya resusitasi volume. &isebabkan hipotensi dapat menimbulkan

    memburuknya neurologis dan hipertensi intrakranial maka pemberian mannitol

    hanya bila volume sirkulasi adekuat. ila belum adekuat jangan dulu diberi

    mannitol.

     

    2.1$.2 Anestesi

    Pasien dengan cedera kepala berat (=# '-B) biasanya telah dilakukan

    intubasi di unit gawat darurat atau untuk keperluan -scan. ila pasen datang ke

    kamar operasi belum dilakukan intubasi, dilakukan oksigenasi dan bebaskan jalan

    nafas. #pesialis anestesi harus waspada bahwa pasien ini mungkin dalam keadaan

    lambung penuh, hipovolemia, dan cervical spine injury.

    eberapa teknik induksi dapat dilakukan dan keadaan hemodinamik yang

    stabil menentukan pilihan teknik induksinya. /apid seuence induction dapat

    dipertimbangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil walaupun

     prosedur ini dapat meningkatkan tekanan darah dan tekanan intrakranial. #elama

     pemberian oksigen !!;, dosis induksi pentotal '-4 mg7kg atau propofol -"

    mg7kg dan succinylcholin,$ mg7kg diberikan, lidokain ,$ mg7kg lalu dilakukan

    intubasi endotrakheal. Ctomidate !,"-!,' mg7kg dapat diberikan pada pasien

    dengan status sirkulasi diragukan. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil

    dosis induksi diturunkan atau tidak diberikan. *kan tetap, depresi kardiovaskuler 

    selalu menjadi pertimbangan, terutama pada pasien dengan hipovolemia.

    #uccinylcholin dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pemberian dosis

    kecil pelumpuh otot nondepolarisasi dapat mencegah kenaikkan tekananintrakranial, akan tetapi keadaan ini tidak dapat dipastikan. #uccinylcholin tetapi

    merupakan pilihan, terutama, untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi yang

    cepat. /ocuronium !,E - mg7kg merupakan alternatif yang memuaskan

    disebabkan karena onsetnya yang cepat dan sedikit pengaruhnya pada dinamika

    intrakranial.

    ila pasien stabil dan tidak ada lambung penuh, induksi intravena dapat

    dilakukan dengan titrasi pentotal atau propofol untuk mengurangi efeknya pada

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    26/27

    sirkulasi. erikan dosis intubasi pelumpuh otot tanpa diberikan priming terlebih

    dulu. #ebagai contoh, dengan rocuronium !,E- mg7kg diperoleh kondisi intubasi

    yang baik dalam watu E!-G! detik. 5entanyl -4 ug7kg diberikan untuk 

    menumpulkan respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi. +idokain

    ,$ mg7kg intravena diberikan G! detik sebelum laringoskopi dapat mencegah

    kenaikan tekanan intrakranial.

    8ntubasi dengan pipa endotrakheal sebesar mungkin yang bisa masuk, dan

     pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir 

    secara pasif selama berlangsungnya operasi. >angan dipasang melalui nasal

    disebabkan kemungkinan adanya fraktur basis kranii dapat menyebabkan

    masuknya pipa nasogastrik kedalam rongga cranium.

    Pemeliharaan anestesi dipilih dengan obat yang ideal yang mampu

    menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan pasokan oksigen yang adekuat

    ke otak, dan melindungi otak dari akibat iskemia. Pemilihan obat anestesi

     berdasarkan pertimbangan patologi intrakranial, kondisi sistemik, dan adanya

    multiple trauma.

    iopental dan pentobarbital menurunkan aliran darah otak, volume darah

    otak, dan tekanan intrakranial. Penurunan tekanan intrakranial oleh obat ini

     berhubungan dengan penurunan aliran darah otak dan volume darah otak akibat

    depresi metabolisme. 3bat-obat ini juga mempunyai efek pada pasien yang respon

    terhadap 3"nya terganggu. iopental dan pentobarbital mempunyai efek 

     proteksi melawan iskemia otak fokal. Pada cedera kepala, iskemia merupakan

    seuele yang umum terjadi. :alaupun barbiturat mungkin efektif pada brain

    trauma, tapi tidak ada penelitian /andomi@ed ontrolled rial yang menunjukkan

    secara definitif memperbaiki outcome setelah cedera otak traumatika. #ebagaitambahan, tiopental dapat mempunyai efek buruk bila tekanan darah turun.

     

    2.1$.$ Pas*abeda

    ila pasien prabedah =# B kebawah, pasca bedah tetap diintubasi. ila

    masih tidak sadar, pasien mungkin dilakukan ventilasi mekanik atau nafas

    spontan. Harus diperhatikan bahwa pasien dalam keadaan posisi netral-head up,

     jalan nafas bebas sepanjang waktu, normokapni, oksigenasi adekuat, normotensi,

  • 8/17/2019 Manajemen Anestesi Pd SDH

    27/27

    normovolemia, isoosmoler, normoglikemia, normotermia ('$-'E!). erikan

    fenitoin sampai minggu pascabedah untuk profilaksis kejang.