teknik-transmisi sdh

44
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 1 Teknik Transmisi Mata kuliah ini membahas teknik/metode yang digunakan untuk memproses sinyal yang akan dikirimkan melalui media transmisi. Pembahasan dalam teknik pemrosesan sinyal difokuskan pada transmisi sinyal digital terutama dengan teknik multipleksing TDM (Time Devission Multiplexing) meliputi PDH, SDH dan SONET. 1. Pengertian TDM TDM adalah teknik penggabungan (Multiplexing) beberapa kanal informasi (Low Rate) ke dalam kanal transmisi (High Speed) dengan pembagian bidang waktu atau berdasarkan pada time domain. Dalam teknik multipleksing ini tiap kanal informasi akan diambil sampelnya dan dikirimkan dalam kanal transmisi secara bergantian dan berurutan secara terus menerus. TDM adalah teknik yang paling umum digunakan utuk mentransmisikan sinyal digital sejumlah kanal low rate pada fasilitas transmisi high speed. Fungsi multiplexing ini dilaksanakan dengan mengalokasikan tiap kanal informasi kedalam timeslot pada kanal transmisi high speed. Gabungan beberapa Time slot yang berisi informasi dan sinyal lain yang diambil pada periode tertentu akan membentuk frame. Dalam pembentukan frame ini pola framing periodik ditambahkan pada fasilitas high speed utuk identifikasi posisi kanal low speed di penerima. Gambar 1-1. Teknik Multiplexing TDM Disisi pengirim peralatan yang berfungsi menggabungkan beberapa kanal informasi disebut Multiplexing atau MUX sedang disisi penerima, disebut Demultiplexing atau DEMUX. Sebelum dilakukan multiplexing terlebih dahulu dilakukan pemisahan kanal arah kirim dan arah terima dengan rangkaian hybrid 2 ke 4 kawat, sehingga dua kawat yang mula mula berisi

Upload: pemburu-rupiah

Post on 05-Jul-2015

732 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 1

Teknik Transmisi

Mata kuliah ini membahas teknik/metode yang digunakan untuk memproses sinyal yang akan

dikirimkan melalui media transmisi. Pembahasan dalam teknik pemrosesan sinyal difokuskan

pada transmisi sinyal digital terutama dengan teknik multipleksing TDM (Time Devission

Multiplexing) meliputi PDH, SDH dan SONET.

1. Pengertian TDM

TDM adalah teknik penggabungan (Multiplexing) beberapa kanal informasi (Low Rate) ke

dalam kanal transmisi (High Speed) dengan pembagian bidang waktu atau berdasarkan pada

time domain. Dalam teknik multipleksing ini tiap kanal informasi akan diambil sampelnya

dan dikirimkan dalam kanal transmisi secara bergantian dan berurutan secara terus menerus.

TDM adalah teknik yang paling umum digunakan utuk mentransmisikan sinyal digital

sejumlah kanal low rate pada fasilitas transmisi high speed. Fungsi multiplexing ini

dilaksanakan dengan mengalokasikan tiap kanal informasi kedalam timeslot pada kanal

transmisi high speed. Gabungan beberapa Time slot yang berisi informasi dan sinyal lain yang

diambil pada periode tertentu akan membentuk frame. Dalam pembentukan frame ini pola

framing periodik ditambahkan pada fasilitas high speed utuk identifikasi posisi kanal low

speed di penerima.

Gambar 1-1. Teknik Multiplexing TDM

Disisi pengirim peralatan yang berfungsi menggabungkan beberapa kanal informasi disebut

Multiplexing atau MUX sedang disisi penerima, disebut Demultiplexing atau DEMUX.

Sebelum dilakukan multiplexing terlebih dahulu dilakukan pemisahan kanal arah kirim dan

arah terima dengan rangkaian hybrid 2 ke 4 kawat, sehingga dua kawat yang mula mula berisi

Page 2: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 2

pembicaraan 2 orang (misal ali dan umar) akan dipisahkan suaranya ali ada di 2 kawat arah

kirim dan suaranya umar ada di 2 kawat arah terima. Sinyal yang akan menuju lawan bicara

diubah ke dalam bentuk digital 64 kbps, kemudian masuk perangkat multiplexing. Jika

perangkat multiplex menggunakan PDH Eropa, maka keluaran Mux mempunyai bitrate 2048

kbps berisi 30 kanal voice. Perangkat multipleksing terdiri atas dua bagian yaitu Tx dan RX,

jika digunakan media transmisi radio sebagai link maka Tx akan ditumpangkan pada

frekuensi berbeda dengan Rx. Contohnya arah kirim Tx dengan frekuensi 21952.00 MHz

sedang untuk transmisi arah terima Rx adalah 23002.00 MHz.

Gambar 1-2. Blok diagram teknik transmisi

Untuk memenuhi dan meningkatkan kapasitas transmisi maka dibuat hierarkhy PDH orde 1,

orde 2, orde 3 dan orde 4. Orde 2 dibuat dari 4 buah orde 1, sehingga mempunyai kapasitas 4

x 30 kanal = 120 kanal dengan bitrate 8448 kbps. Orde 3 dibentuk dengan menggabungkan 4

buah orde 2, sehingga mempunyai kapasitas 4 x 120 kanal = 480 kanal dengan bit rate 34.368

kbps. Orde 4 = 4 x orde 3 = 4 x 480 kanal = 1920 kanal.

Dalam TDM multiplexing frekuensi sampling diatur sedemikian rupa sehingga antara kanal

kanal yang akan dimultiplek dapat diakses secara bergantian tanpa ada data kanal yang hilang.

MUX 64 kbps

Hybrid 2 ke 4

kawat

Tx

Rx

Analog to

Digital

Digital to

Analog

64 kbps

Masuk ke MUX

Dari DEMUX

Ali + Umar

Ali

Umar

DEMUX

MUX

64 kbps

Hybrid 2 ke 4

kawat

Tx

Rx

Analog to

Digital

Digital to

Analog

64 kbps

Masuk ke MUX

Dari DEMUX

Ali + Umar

Ali

Umar

DEMUX

Deskphone Ali

Deskphone Umar

Page 3: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 3

Frekuensi sampling ke 3 kanal sama, tetapi berbeda fasa 1200 satu sama lain sehingga

menghasilkan PAM yang berbeda waktunya. Kondisi ini yg digunakan untuk mux.

Dalam teknik ini kanal informasi berupa sinyal digital dengan bitrate 64 kbps, sehingga kanal

informasi yang berupa sinyal analog harus diubah agar menjadi sinyal digital dengan bit rate

64 kbps. Perubahan sinyal analog menjadi sinyal digital ini dilakukan dengan teknik PCM

(Pulse Code Modulation)

Pada gambar 1-3 diperlihatkan blok diagram proses perubahan sinyal analog agar menjadi

sinyal digital yang pada dasarnya terdiri atas 3 proses utama yaitu sampling, quantizing dan

coding. Sampling dilakukan oleh rangkaian sampler, quantizing dilakukan oleh compression

dan Quantizer dan coding dilakukan oleh Encoder. Sebelum sinyal dikirimkan melalui media

transmisi tertentu terlebih dahulu diproses dengan teknik TDM. Disisi penerima sinyal digital

Input

waveform

Digital

switching or

transmission

output

waveform

Fig. 5.1 The processes of PCM

Low pas filter Sampler ExpansionQuantizerCompression

Low pas filterEncoder

1 0 1 0

Decoder

1 0 1 0

Gambar 1-4. Proses PCM

Media & teknik

transmisi

low-pass filter

Sampling

gateCh1

P1

low-pass filter

Sampling

gateCh2

P2

low-pass filter

Sampling

gateCh3

P3

reconstructed

output waveforms

low-pass filter

Sampling

gate Ch1

P1

low-pass filter

P2

low-pass filter

Sampling

gateCh3

P3

input waveforms

Ch.3 samples

frame

Ch.2 samples

TDM Highway

Fig 4.8 Example of a 3-channel TDM sstem

Sampling

gate Ch2

Ch.1 samples

Gambar 1-3. TDM multiplexing 3 input

Page 4: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 4

terlebih dahulu dikodekan oleh rangkaian decoder dengan tujuan untuk memisahkan sinyal

sinkronisasi dari sinyal informasi, kemudian sinyal informasi dikembalikan kedalam bentuk

sinyal analog oleh rangkaian expansion dan low pass filter.

1.1. Sampling.

Sampling adalah proses pengambilan sampel amplitudo sinyal informasi. Pengambilan

sampel dilakukan secara periodik tiap detik dengan jumlah sampel tiap detik ditentukan oleh

frekuensi sampling.

Gambar 1- 5. Proses sampling

Keluaran rangkaian sampling adalah sinyal PAM (Pulse Amplitude Modulation). Semakin

tinggi frekuensi sampling akan menghasilkan sinyal PAM lebih banyak semakin rendah

frekuensi sampling akan menghasilkan sinyal PAM lebih sedikit. Untuk mendapatkan

frekuensi sampling ideal dikemukakan oleh teori Nyquist sebagai berikut :

𝑓𝑠 ≥ 2 𝑥 𝑓𝑖

Keterangan : fs = frekuensi sampling (hz)

Fi = frekuensi informasi (hz)

Untuk sinyal informasi voice dengan frekuensi 300 hz s/d 3400 hz, CCITT (Committe

Consultative International Telephone and Telegraph) memberikan rekomendasi besarnya

frekuensi sampling adalah 8000 hz. Dengan frekuensi 8 kHz tersebut akan dihasilkan sinyal

PAM sebanyak 8000 PAM/detik, hal ini menyebabkan waktu antara sinyal PAM 1 ke sinyal

PAM berikutnya adalah sebesar 125 µS.

Electronic switchPAM signal

Sampling rate : 8 KHz

Samplepulse

analog (telephone)

signal

t

sampling interval :

TA = 1/fA = 125 ms

t

Page 5: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 5

1.2. Quantizing

Quantizing atau kuantisasi adalah proses penyesuaian amplitudo sinyal PAM ke dalam

amplitudo standar pengkodean (coding). Terdapat dua jenis kuantisasi, yaitu kuantisasi

uniform dan kuantisasi non-uniform.

Gambar 1-6. Kuantisasi Uniform

1.2.1. Uniform Quantizing.

Pada kuantisasi uniform, amplitudo sinyal PAM dibagi menjadi 8 segmen sama besar baik

untuk level positip maupun level negatif. Dalam kuantisasi ini terdapat kesalahan kuantisasi

(Error Quantizing) sebesar Eq=𝛥𝑌

𝑌 (ΔY adalah selisih amplitudo sinyal dengan level

kuantisasi standar, Y adalah amplitudo sinyal). Pada kuantisasi uniform ini kesalahan

kuantisasi untuk sinyal PAM dengan amplitudo kecil akan jauh lebih besar dibandingkan

dengan sinyal PAM dengan level amplitodu besar, karena itu sistem kuantisasi ini diperbaiki

dengan kuantisasi uniform.

PAM signalQuantizing

intervals

+ 8

+7

+ 6

+ 5

+4

+ 3

+ 2

+ 1

- 1

- 2

- 3

- 4

- 5

- 6

- 7

- 8

t0 t1 t2 t3 t4 t5

Sampling instant

Dxx

Dy

y

error quantizing =

Dxx

error quantizing =

Dyy

Error quantizing untuk sinyal dg level rendah lebih besar dibanding level

tinggi, sedangkan secara statistik sinyal voice (tlp) lebih dominan berlevel

rendah à maka dikembangkan kuantisasi non linier/non uniform

Dyy

Dxx

m-Law

(standar Eropa)

E1

A-Law

(standar Amerika/

Jepang)

T1

ska

la : lin

ier (u

nifo

rm)

error kuantisasi

Page 6: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 6

1.2.2. Non-Uniform Quantizing

Pada kuantisasi non-uniform, amplitudo sinyal PAM dibagi menjadi 8 segmen yang tidak

sama besarnya baik untuk level positip maupun level negatif. Ada dua macam kuantisasi non-

uniform yaitu µ-Law yang dipakai oleh Eropa dan A-Law yang dipakai oleh Amerika.

Gambar 1-7. Kuantisasi Non-uniform µ-Law

Segmen 7 = ( ½ – 1 ) à bawah = 0,50000 atas = 1

Segmen 6 = ( 1/4 – 1/2 ) à bawah = 0,25000 atas = 0,5

Segmen 5 = ( 1/8 – 1/4 ) à bawah = 0,12500 atas = 0,25

Segmen 4 = ( 1/16 – 1/8 ) à bawah = 0,06250 atas = 0,125

Segmen 3 = ( 1/32 – 1/16 ) à bawah = 0,03125 atas = 0,0625

Segmen 2 = ( 1/64 – 1/32 ) à bawah = 0,015625 atas = 0,03125

Segmen 1 = ( 1/128 – 1/64 ) à bawah = 0,007812 atas = 0,015625

Segmen 0 = ( 0,00 – 1/128 ) à bawah = 0,00000 atas = 0.007812

1/21/4

1/8

1/16

1/32

1/64

32.............1

48.....

33

64.....

49

80.....

65

112.....

97

Segment 7

Segment 6

Seg

men

t 5

Sgm

t 4

Sg-2

Seg-1

PAM signal

96.....

81

128

127

126

125

124

123

122

121

120

119

117

116

115

114

113

1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 0 0

1 1 1 1 0 1 0 1

1 1 1 1 0 0 0 085

128.....

113

1 1 0 1 0 1 0 0

Decoding

85

118

Quantizing

interval

nos

1

125

118

Sg-3

Encoding

78

68

58

164

132

116

18

14

12

28

18

38

48

1

Segment no 13

Segment no 1

2

12

3

4

5

6

Segment

no 7

9

10

11

8

Input signal

Output signal

-1

Page 7: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 7

Dalam kuantisasi ini kesalahan kuantisasi (Error Quantizing) sebesar Eq=𝛥𝑌

𝑌 (ΔY adalah

selisih amplitudo sinyal dengan level kuantisasi standar, Y adalah amplitudo sinyal) dapat

diperkecil, hal ini dapat terjadi karena pada kuantisasi non-uniform ini kesalahan kuantisasi

untuk sinyal PAM dengan amplitudo kecil sebanding dengan sinyal PAM dengan level

amplitudo besar, dan untuk memperkecil kesalahan kuantisasi dilakukan dengan membagi

lagi tiap segmen menjadi 16 interval yang sama, sehingga sebuah sinyal kecil yang

mempunyai amplitudo berbeda tetapi berada pada segmen sama dapat dibedakan kedalam

interval yang berbeda.

Interval 15

Interval 10

Interval 11

Interval 12

Interval 13

Interval 14

Interval 6

Interval 7

Interval 8

Interval 9

Interval 3

Interval 4

Interval 5

Interval 2

Interval 0

Interval 1

0,25

0,125

Segmen 5

0,007813

Segmen 6

Segmen 7

0,1875

0,195313

0,174

0,192

Gambar 1-8. Interval pada segmen 5.

Page 8: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 8

Dari ke 16 interval pada tiap tiap segmen mempunyai harga sama. Jarak antar interval

(interval 1 ke interval 2) dan seterusnya dapat dihitung sebagai berikut :

Jarak antar interval =𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑠 −𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎 𝑕

16= ∆𝑖

Pada segmen 5, jarak antar interval =0,25−0,125

16= 0,007813

Untuk mencari nilai interval ke N dari suatu harga amplitudo sinyal PAM dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

N =𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑃𝐴𝑀−𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎 𝑕

𝛥𝑖

Harga N bisa jadi tidak berupa bilangan bulat, hal ini tidak jadi masalah, karena angka

dibelakang koma menunjukkan posisi amplitudo PAM di interval tersebut dan nilai interval

diambil angka desimal tanpa angka dibelakang koma.

Contoh amplitudo sinyal PAM sebesar 0,714 akan menghasilkan nilai N sebesar 6,272 harga

ini menunjukkan nilai interval 6, sedang nilai 0,272 menunjukkan posisi amplitudo PAM di

interval 6 kurang lebih 27,2 %.

1.3. Coding (Pengkodean)

Coding adalah proses pengkodean sinyal PAM hasil kuantisasi untuk dijadikan sinyal (data)

digital 8 bit dari range amplitudo segmen 0 sampai segmen 7 baik yang positip maupun

negatip, proses ini pada dasarnya adalah proses Analog to Digital Convertion (ADC). CCITT

merekomendasikan format pengkodean adalah sebagai berikut :

S A B C W X Y Z

Nomor Interval

Nomor Segmen

Polaritas amplitudo

Polaritas amplitudo sinyal PAM dinyatakan dengan data digital pada S, jika polaritas positip

maka S = 1 dan jika polaritas negatip S = 0. Nomor segmen dinyatakan dengan data digital 3

bit dalam ABC, sedang nomor interval dinyatakan dengan data digital 4 bit dalam WXYZ.

Nilai digital pada segmen maupun interval ditunjukkan pada tabel 1-1 dan tabel 1-2 sebagai

berikut :

Page 9: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 9

Tabel 1-1. Nilai digital tiap segmen

Segmen A B C

Segmen 0 0 0 0

Segmen 1 0 0 1

Segmen 2 0 1 0

Segmen 3 0 1 1

Segmen 4 1 0 0

Segmen 5 1 0 1

Segmen 6 1 1 0

Segmen 7 1 1 1

Tabel 1-2. Nilai digital tiap interval

Interval W X Y Z

Interval 0 0 0 0 0

Interval 1 0 0 0 1

Interval 2 0 0 1 0

Interval 3 0 0 1 1

Interval 4 0 1 0 0

Interval 5 0 1 0 1

Interval 6 0 1 1 0

Interval 7 0 1 1 1

Interval 8 1 0 0 0

Interval 9 1 0 0 1

Interval 10 1 0 1 0

Interval 11 1 0 1 1

Interval 12 1 1 0 0

Interval 13 1 1 0 1

Interval 14 1 1 1 0

Interval 15 1 1 1 1

Dalam proses coding, setiap sinyal PAM yang sudah dijadikan data digital 8 bit paralel

diubah dan dikirimkan secara serial, sehingga menghasilkan bitrate 64 kbps. Perhitungan bit

rate ini adalah : Dengan frekuensi sampling 8000 Hz, akan menghasilkan sinyal PAM 8000

buah per detik. Kemudian 1 sinyal PAM akan menghasilkan data digital 8 bit, sehingga

jumlah bit yang dihasilkan tiap detik adalah 8000/detik x 8 bit = 64.000 bit/detik, atau ditulis

64 kbps (64 kilo bit per second).

Page 10: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 10

Bitrate 64 kbps ini adalah standar yang ditetapkan untuk berbagai layanan dalam teknik

transmisi digital.

Gambar 1-9. Coding tiap sinyal PAM

2. Pulse Code Modulation - Multiplexing

Pulse Code Modulation – Multiplexing adalah multiplexing kanal informasi analog yang telah

diubah kedalam sinyal digital melalui PCM. Ada 3 konsep hirarkhy multiplexing ini, yaitu

yang dikembangkan Eropa dikenal dengan sebutan PCM-30, yang dikembangkan Amerika

utara dan Jepang disebut PCM-24. Dalam perkembangannya PCM-Mux ini dikenal dengan

sebutan Plesiochronous Digital Hierarkhy (PDH) hal ini karena adanya perbedaan bitrate

highway dengan N kali bitrate inputnya (Tributary).

Gambar 1-10. Plesiochronous Digital Hierarkhy

Page 11: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 11

Dinamakan PCM-30, karena dalam satu peralatan ini dapat menampung sekaligus 30 kanal

telepon dalam waktu yang bersamaan. Tiap-tiap kanal pembicaraan telepon ini ditempatkan

pada satu time slot, sehingga ke 30 kanal telepon tersebut menempati 30 time slot, namun

demikian dalam PCM-30 terdapat 32 time slot, dengan tambahan satu time slot untuk

signalling dan satu time slot lagi untuk sinkronisasi. Sedangkan PCM-24, menggabungkan 24

kanal voice menjadi satu kanal transmisi.

Gambar 1-11. Interkoneksi PLMN dan PSTN

PLMN (Public Land Mobile Network); PSTN (Public Switched Telephone Network).

Pemakaian PCM-MUX pada sistem komunikasi telepon awalnya ditujukan sebagai interface

antara sentral analog dengan sentral digital, pada aplikasi ini beberapa kanal voice analog

pada outgoing sentral analog digabungkan menjadi satu kanal transmisi digital, sehingga

PLMNMSC MSC

BTS

BTS

BTS

BSCBSC

BTS

*0 #741

852

963

*0 #741

852

963

*0 #741

852

963

*0# 741

852

963

*0# 741

852

963

*0# 741

852

963A

TE1A TE2ATE2B TE1B LEBLEA

STP

STP

STP

STP

PSTN

SS7

Network

BTS

MS

MS

MS

BTSBTSBTS

MSB

MSMSMS

MS

BSCBSC

VLR

VLR

HLR

1

2

3

4

5

6

Ket :

Speech path

Signaling path

MS : Mobile Station

BTS : Base Transceiver Station

BSC : Base System Controller

MSC : Mobile Switching Center

VLR : Visitor Location Register

HLR : Home Location Register

STP : Signaling Transfer Point

LE : Local Exchange

TE ; Trunk Exchange

Page 12: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 12

dalam transmisinya sinyal voice dari sentral analog sudah berupa sinyal digital. Sistem ini

sebenarnya dapat dikatakan sudah sangat kuno ditengah perkembangan teknologi transmisi

saat ini, namun demikian penggunaan PCM-MUX orde 1 (E1) masih banyak digunakan untuk

radio link antara BTS ke BSC dan MSC, ataupun hubungan PLMN dengan PSTN.

2.1. Plesiochronous Digital Hierarkhy (PDH) Orde-1 Eropa

PDH orde-1 dibentuk dari 30 kanal voice dengan bitrate masing masing 64 kbps digabung

menjadi satu kanal transmisi yang disebut PDH Orde-1, yang mempunyai bitrate 2048 kbps. P

CM

MU

X O

rde

1

Ch 1

Ch 30

Ch 29

Ch 28

Ch 3

Ch 2

Masing masing ch

mempunyai bitrate

64 kbpsTs15 Ts31Ts17Ts16Ts1Ts0

bitrate 2048 kbps

1 Frame = 125 µS

1 Ts = 8 Bit PCM Word

Gambar 1-12. PCM MUX Orde 1, Susunan Frame dan Multiframe

Bitrate 2048 kbps didapat dari 32 kanal (time slot) x 64 kbps. Isi dari 32 time slot adalah 30

time slot kanal voice ditambah 1 time slot sinkronisasi (FAS=Frame Alignment Signall) dan

satu time slot untuk signalling. Urutan isi masing masing time slot adalah :

Page 13: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 13

Time Slot 0 (Ts0) berisi FAS

Time slot 1 (Ts1) berisi voice kanal 1 berurutan terus sampai time slot 15 (Ts15)

Time slot 15 (Ts15) berisi voice kanal 15

Time slot 16 (Ts16) berisi kanal signalling CAS, MAS dan Alarm

Time slot 17 (Ts17) berisi voice kanal 16 berurutan sampai time slot 31

Time slot 31 (Ts31) berisi voice kanal 30.

Khusus Time Slot 16 digunakan untuk sinkronisasi multiframe (MAS=Multiframe Alignment

Signal) dan untuk kanal signalling dari masing masing kanal voice.

Tiap kanal voice memerlukan 4 bit untuk kanal signalling, sehingga keseluruhan kanal

memerlukan 4 x 30 kanal = 120 bit atau 15 frame, sehingga membentuk susunan multiframe

terdiri atas 16 frame dari frame 0 sampai frame 15.

Signalling Ch 29

Signalling Ch 28

Signalling Ch 14

Signalling Ch 13

Ts15 Ts31Ts17Ts16Ts1Ts0

Signalling Ch 1

Signalling Ch 18

Frame 0 M A S Alarm

Signalling Ch 15 Signalling Ch 30

Signalling Ch 3

Signalling Ch 17Signalling Ch 2

Signalling Ch 16Frame 1

Frame 2

Frame 3

Frame 13

Frame 14

Frame 15

Gambar 1-13. Isi time slot 16

2.2. Plesiochronous Digital Hierarkhy (PDH) Eropa Orde Tinggi

PDH Eropa Orde tinggi (High Orde PDH) adalah PDH orde 2, orde 3, orde 4. Pada tingkatan

ini terdapat perbedaan bitrate highway dengan n kali tributary, sehingga diperlukan konversi

dengan cara menambah bit tertentu yang disebut dengan justifikasi. ITU-T mendefinisikan

kemungkinan justifikasi sebagai berikut: Justification (stuffing, pulse stuffing). Proses

Page 14: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 14

mengubah rate digit dari sinyal digital secara terkontrol sehingga dapat sesuai dengan rate

digit yg diinginkan yg berbeda dari rate asalnya, tanpa kehilangan informasi asalnya.

Jenis Justification

Macam-macam metoda Justification adalah : Positive justification, Negative justification dan

Positive/zero/negative justification. Dikonversikan ke rate synchronous lebih tinggi dari rate

tributari nominal – cara ini disebut sebagai positive justification. Dikonversikan ke rate

synchronous lebih rendah dari rate tributari nominal – cara ini disebut sebagai negative

justification. Dikonversikan ke rate synchronous pada rate tributari nominal – cara ini disebut

sebagai positive – zero – negative justification.

Positive Justification, adalah metoda justifikasi dimana timeslot digit yang digunakan untuk

membawa sinyal digital mempunyai rate digit yang selalu lebih tinggi dari rate digit sinyal

original. Biasanya dicapai dengan penempatan sejumlah tambahan digit timeslot tetap per

frame (bit justifikasi, JT) pd sinyal multiplex yg bisa digunakan utk membawa data atau

dummy sesuai dg rate digit relatif dari tributari dan sinyal multiplex. Perlu informasi yang

mengidentifikasikan apakah bit justifikasi berisi data atau dummy, informasi ini disimpan dlm

justification service digits, JS pada sinyal multiplex.

Negative Justification, adalah metoda justifikasi dimana timeslot digit yang digunakan untuk

membawa sinyal digital mempunyai rate digit yang selalu lebih rendah daripada rate digit dari

sinyal original. Digit-digit yang dibuang dibawa dengan cara terpisah.

Positive/Zero/Negative Justification, adalah metoda justifikasi dimana timeslot digit yang

digunakan untuk membawa sinyal digital mempunyai rate digit yang mungkin, lebih besar,

sama, atau lebih rendah daripada rate digit sinyal original. Tipe justifikasi ini dapat dilihat

sebagai kombinasi dari justifikasi positif dan negatif.

Dalam PDH tributari tributari mempunyai harga nominal yg sama tetapi dapat bervariasi

dalam range yg sudah dispesifikasikan. Digunakan justifikasi positif, karena sinyal multiplex

selalu lebih besar atau sama dengan aggregat seluruh tributari, maka kelebihan bit digunakan

untuk mengakomodir variasi dari tributari, yg disebut (justification bit, JT). Justification bit

dapat memuat data dari tributari atau dummy. Pada peralatan demultiplex bit justifikasi

(dummy) harus diekstrak (dibuang) sebelum sinyal tributari dapat direkonstruksi. Bit-bit yang

digunakan untuk indikasi justifikasi, disebut justification service bits (JS).

Informasi pada justification service bits (JS bit) sangat kritis karena jika salah

mengindikasikan isi dari justification bit maka sinyal output demultiplex dapat mempunyai

kelebihan atau kekurangan bit yang berakibat kehilangan frame. Kode error biasanya

Page 15: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 15

diterapkan utk justification service bits (JS), dimana satu service bit error tidak akan

menghasilkan keputusan justifikasi yang salah pada demultiplexer. Keputusan dibuat pada

demultiplexer mengenai apakah suatu justification bit memuat informasi tributari yg

diperlukan atau informasi dummy atas dasar kondisi mayoritas (1 atau 0) dari digit JS.

Keterangan : TB = Tributari bit Panjang frame = 100,38 µs

JT = Bit justifikasi atau bit tributari JS = Justification Service bit

Jumlah bit tributari/frame = 820 – 824 Bit rate = 8448 Kbps +/- 30 ppm

Gambar 1-14. Justifikasi pada orde 2.

Sinyal sinkronisasi (Frame Alignment)

Pada sistem PDH ITU-T frame alignment digunakan pada sistem orde 2 (8 Mbit/s), yaitu 10

bit (1111010000) pada blok I, berulang setiap 848 bit. Sistem orde 3 (34 Mbit/s), yaitu 10 bit

(1111010000) pada blok I dan berulang setiap 1536 bit. Sistem orde 4 (140 Mbit/s), yaitu 12

bit (111110100000) pada blok I dan berulang setiap 2928 bit.

Strategi frame alignment dilihat dari sinyal yang diterima dianggap out of alignment jika 4 FA

words berturutan tidak terdeksi atau error, FA recovery tidak dapat dikonfirmasi jika 3 FA

words berturutan tidak dapat dikenali pada interval durasi frame.

2.2.1. PDH Eropa Orde 2

PDH Orde 2 dibentuk dari 4 buah PDH orde 1 sebagai tributary input. Ada 848 bit dalam satu

frame, tiap frame berisi 1 justification bit untuk masing-masing dari 4 tributari. Karena

justification service diulang 3 kali, frame dibagi kedalam empat subframe 212 bit. Frame

alignment word terdiri dari 10 bit serta disediakan 2 bit service. Jumlah bit data per frame

(untuk 4 tributari) adalah antara 820 – 824. Rate sistem adalah 8448 Kbit/s dengan toleransi

253 Hz (yaitu 30 ppm) dari clock frekuensi. Durasi frame kira-kira sebesar 0,1 mdet.

Page 16: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 16

Gambar 1-15. Hierarkhy PDH Eropa

2.2.2. PDH Eropa Orde 3

PDH Orde 3 dibentuk dengan menggabungkan 4 buah PDH Orde 2 sebagai masukan

tributary. Pada highway aliran data dikelompokkan pada frame frame, yang masing-masing

frame orde tiga berisi 1536 bit. Justification service diulangi 3 kali dan karenanya ada 4

subframe masing-masing dengan 384 bit. Frame alignment word terdiri dari 10 bit, serta

disediakan 2 bit service bit. Tiap frame berisi 1 justification bit untuk masing-masing dari 4

tributari. Tiap frame karenanya berisi 1508 – 1512 bit-bit data. Rate sistem adalah 34368

Kbit/s, dengan toleransi clock 687 Hz (yaitu 20 ppm). Durasi kira-kira dari tiap frame adalah

0,045 mdet.

Gambar 1-16. Susunan Frame Orde 3

Page 17: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 17

2.2.3. PDH Eropa Orde 4

PDH Eropa Orde 4 dibentuk dengan menggabungkan 4 buah PDH Orde 3 sebagai masukan

tributary. Pada highway mempunyai bitrate 139.264 Mbps, serta dikelompokkan pada frame

frame yang masing-masing frame orde ke-4 berisi 2928 bit. Karena justification service

diulang 5 kali, maka ada 6 subframe, masing-masing dengan 488 bit. Frame alignment word

berisi 12 bit serta disediakan 4 bit-bit service. Tiap frame berisi 1 justification bit untuk

masing-masing dari 4 tributari. Tiap frame berisi 2888 – 2892 bit-bit data. Rate dari sistem

adalah 139264 Kbit/s, dengan toleransi 2089 Hz (yaitu 15 ppm). Durasi kira-kira dari frame

adalah 0,02 mdet

Gambar 1-17. Susunan Frame Orde 4.

3. Synchronous Digital Hierarkhy (SDH)

SDH adalah system transmisi digital yang menggunakan multiplex sinkron. System SDH juga

dipersiapkan untuk menghadapi perubahan dari jaringan pita sempit (narrowband) menuju

jaringan pita lebar (broad band) di masa mendatang. Sehingga dapat mendukung teknologi

ATM (Asynchronous Transfer Mode). Di samping meningkatkan kualitas, SDH juga

dimaksudkan untuk memperbaiki sistem manajemen jaringan. Dalam system SDH ada 3

elemen jaringan, yaitu Multiplexer, Add/Drop Multilexer (ADM) dan Cross Connect

Multiplexer adalah elemen yang berfungsi untuk menggabungkan beberapa sinyal menjadi

satu sinyal saja, biasanya digunakan pada Hub, ADM juga mempunyai fungsi yang sama

seperti multiplexer, tetapi elemen jaringan ini juga dapat mengembalikan sinyal hasil

multiplex ke bentuk aslinya, ADM biasanya digunakan dalam topologi ring. Dan cross

connect adalah elemen yang berfungsi untuk menghubungkan antar sentral, biasanya

digunakan pada topologi mesh.

Page 18: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 18

Penggunaan SDH di jaringan local dimaksudkan untuk meningkatkan kehandalan jaringan

dan mengurangi kebutuhan kabel serat optic. SDH biasanya diterapkan bagi kelompok

pelanggan dengan demand yang tinggi (bisnis area) serta membutuhkan layanan dengan laju

bit yang tinggi Sebelum kemunculan SDH, standar transmisi yang ada dikenal dengan PDH

(Plesiochronous Digital Hierarchi) yang sudah lama ditetapkan oleh CCITT. Suatu jaringan

plesiochronous tidak menyinkronkan jaringan tetapi hanya menggunakan pulsa-pulsa detak

(clock) yang sangat akurat di seluruh simpul penyakelarnya (switching node) sehingga laju

slip di antara berbagai simpul tersebut cukup kecil dan masih bisa diterima (misalnya

plus/minus 50 bit atau 5×10-5 untuk jaringan/kanal 2,048 atau 1,544 Mbps). Mode operasi

seperti ini barangkali memang merupakan suatu implementasi yang paling sederhana karena

bersifat menghindari pendistribusian pewaktuan di seluruh jaringan. Ternyata bahwa PDH

tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik pengendalian dan pemrosesan

sinyal untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan penyedia

layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah peralatan transmisi tertentu umumnya hanya

menangani dengan baik satu fungsi tertentu saja dalam jaringan, sementara dalam SDH, ada

integrasi dari berbagai tipe peralatan yang berbeda-beda yang mampu memberikan kebebasan

baru dalam perancangan jaringan. Sudah bukan merupakan berita baru bahwa SDH dapat

dipergunakan untuk transmisi optik kapasitas besar, pengaturan lalu lintas komunikasi dan

restorasi jaringan. SDH memiliki dua keuntungan pokok : fleksibilitas yang demikian tinggi

dalam hal konfigurasi-konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan

kemampuan-kemampuan manajemen jaringan baik untuk payload trafic-nya maupun elemen-

elemen jaringan. Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan jaringannya untuk

dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH ke dalam jaringan lain

yang secara aktif mentransportasikan dan mengatur informasi.

Tawaran-tawaran spesifik yang diciptakan oleh SDH diantaranya termasuk:

Self-healing; yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi secara otomatis

tanpa interupsi layanan.

Service on demand; provisi yang cepat end-to-end customer services on demand.

Akses yang fleksibel; manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita tetap ke tempat-

tempat pelanggan.

Standar SDH juga membantu kreasi struktur jaringan yang terbuka, sangat dibutuhkan dalam

lingkup yang kompetitif sekarang ini bagi perusahaan-perusahaan penyedia layanan

telekomunikasi.

Page 19: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 19

3.1. Mengapa SDH ?

1) Pada awalnya, sistem transmisi digital menggunakan asynchronous (PDH), setiap terminal

di dalam jaringan bekerja dengan timing clock yang dibangkitkan sendiri. Pada transmisi

digital, timing adalah salah satu hal yang utama. Karena clock-clocknya tidak sinkron,

variasi yang lebih besar bisa muncul pada kecepatan clock dan kecepatan bit dari sinyal.

Contoh : sinyal E3 spesifikasinya adalah 34 Mb/s ± 20 ppm (parts per million), hal ini

dapat menghasilkan perbedaan timing sampai dengan 1789 bit/s diantara sinyal-sinyal E3

yang datang satu terhadap yang lainnya.

2) Multiplexing Asynchronous menggunakan “multiple stages”. Sinyal-sinyal seperti E1

asynchronous di multiplexkan (secara bit-interleaving), kemudian kedalamnya

ditambahkan bit-bit ekstra (bit-stuffing) untuk menyamakan kecepatan deretan individual

sinyal yang bervariasi, untuk kemudian digabungkan dengan E1 lainnya menjadi satu

sinyal E2 (8 Mb/s). Mulltiplexing dengan methode yang sama (bit-interleaving) akan

digunakan lagi untuk menggabungkan E2 menjadi E3 (34 mb/s), dan E3 menjadi E4 (140

mb/s). Pada sinyal asynchronous dengan kecepatan bit yang tinggi, add dan drop tidak

bisa dilakukan tanpa proses multiplexing/demultiplexing.

Gambar 1-18. Kelemahan PDH

3) Electrical interfaces, PDH berstandar regional yaitu Eropa (2.048 kbps), Jepang dan

Amerika Utara (1.544 kbps), sehingga penggabungan harus diturunkan ke bitrate 64 kbps

baru kemudian dinaikkan lagi ke bitrate orde yang dikehendaki.

4) Optical interfaces, PDH tidak mempunyai standar untuk peralatan transmisi optik, para

manufactur mengembangkan sesuai hierarkhy masing masing.

Page 20: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 20

Dengan adanya SDH, maka perbedaan bitrate antara PDH Eropa, Amerika Utara dan Jepang

dapat diselesaikan.

Gambar 1-19. Integrasi PDH ke SDH

Oleh sebab itu CCITT memprakarsai pertemuan antara ANSI dan ETSI dan menghasilkan

sistem transmisi sinkron SDH.

3.2. Kelebihan SDH

1) SDH menggunakan Virtual Container untuk menampung kanal kanal PDH.

Gambar 1-20. Multiplexing dengan Virtual Container

2) Pada sistem Synchronous, sebagaimana halnya SDH, frekwensi rata-rata dari semua clock

didalam sistem SDH akan sama. Setiap slave clock dapat diatur agar selalu mempunyai

harga sama dengan clock pembanding. Akibatnya, kecepatan STM-1 nominalnya akan

Page 21: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 21

tetap 155,52 Mb/s, dan multiplexing STM-1 dapat dilakukan dengan mudah, tanpa suatu

bit-stuffing. Oleh sebab itu, sinyal-sinyal STM-1 dapat dengan mudah diubah menjadi

sinyal dengan kecepatan lebih tinggi lagi, yanitu dapat kita istilahkan dengan STM-N (N =

0, 1, 4, 16, dan 64 dst).

3) Dapa dilakukan akses kanal pada tingkat bitrate tinggi tanpa mengganggu kanal yang lain,

hal ini dapat dilakukan karena pemakaian pointer.

Gambar 1-21. Pemakaian Pointer pada SDH

4) Pembentukan frame dilakukan byte demi byte baik untuk membentuk frame STM-1,

maupun Frame STM-N. Dan single stage multiplexing

Gambar 1-22. Kemudahan Multiplexing SDH

5) Dengan transmisi SDH dapat dilakukan penggabungan hampir semua jenis komunikasi

dan layanan dalam sebuah jaringan transmisi digital. Disamping itu SDH juga dapat

menampung kanal-kanal PDH Eropa maupun PDH Amerika dan Jepang, dan dapat

integrasi langsung dengan SONET (Synchronous Optical Network), yaitu jaringan

transmisi sinkron yang pertama dikembangkan oleh Amerika untuk pentransmisian kanal

Page 22: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 22

kanal informasi melalui media transmisi fiber optik. Pembentukan frame SDH STM-N

yang berasal dari PDH Eropa, Amerika, Jepang serta jaringan transmisi sinkron SONET

digambarkan seperti berikut.

Synchronous Digital Hierarkhy CCITT

STM – N (N x 155,52 Mbps)

Orde 4 ETSI

139.264 Kbps

SONET

STS–1 = 51,84 Mbps

Orde 3 ETSI

34.368 Kbps

Orde 2 ETSI

8.448 Kbps

Orde 1 ETSI

2.048 Kbps

Orde 3 ANSI

44.736 Kbps

Orde 2 ANSI

6.312 Kbps

Pulse Code Modulation

64 Kbps

Orde 1 ANSI

1.544 Kbps

Gambar 1-23. Mapping Asynchron ke Synchron

6) SDH merupakan standar international, pengontrolan yang lebih baik. Self-healing: yakni

pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi secara otomatis tanpa interupsi

layanan. Service on demand; provisi yang cepat end-to-end customer services on demand.

Akses yang fleksibel; manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita tetap (fix

bandwidth) ke tempat-tempat pelanggan. SDH dapat dimasuki langsung transmisi PDH

dengan tiga metode evolusi yaitu top-down (metode level atau layer), bottom-up (metode

pulau atau branch) dan paralel (metode overlay).

1. Metode top down, dalam strategi ini introduksi untuk SDH dimulai pada level

backbone atau supernode, interkoneksi ke suatu jaringan PDH adalah dengan sebuah

gateway, umumnya pada port-port cross connect, mengubah lapisan-lapisan

berikutnya yang lebih rendah ke SDH.

Page 23: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 23

2. Metode bottom up atau metode pulau atau branch, strategi dengan metode pulau

adalah memasang SDH pada simpul-simpul jaringan pada level tengahan maupun

level bawah, yakni menyediakan pulau-pulau SDH untuk komunitas tertentu.

3. Metode paralel atau overlay, melalui metode paralel, SDH diinstalasi dalam sebuah

jaringan overlay (yang ditumpang-tindihkan) di samping jaringan PDH nya dalam

beberapa simpul. Tujuannya adalah untuk mengimplementasikan layanan-layanan

baru tertentu, gateway bagi jaringan PDH masih dibutuhkan, meskipun ada segregasi

(pemisahan) antara layanan-layanan lama dan baru antara fasilitas-fasilitas SDH dan

PDH.

3.3. Level SDH dan SONET

Synchronous Optical Network (SONET) adalah versi Amerika dari SDH (SDH adalah versi

CCITT), kecepatan SDH dan SONET adalah kompatibel satu dengan yang lain, perlengkapan

SONET yang sama dapat digunakan baik pada kecepatan OC maupun SDH, SONET

disahkan oleh ECSA untuk ANSI, dipakai sebagai standard industri telekomunikasi dan

berbagai industri lainnya

Tabel 1-3. Kesepadanan SONET dan SDH

Kecepatan

(Mbit)

Level sinyal

SONET Amerika

Utara

Kanal SONET Level sinyal

SDH CCITT

Isi Kanal

SDH

51,840 OC-1, STS-1 28 DS-1 atau

1 DS-3 STM-0 21 E1

155,520 OC-3, STS-3 84 DS-1 atau

3 DS-3 STM-1

63 E1 atau

1 E4

622,080 OC-12, STS-12 336 DS-1 atau

12 DS-3 STM-4

252 E1 atau

4 E4

2.488,320 OC-48, STS-48 1344 DS-1 atau

48 DS-3 STM-16

1008 E1 atau

16 E4

9.953,280 OC-192, STS-192 5376 DS-1 atau

192 DS-3 STM-64

4032 E1 atau

64 E4

Keterangan : OC = Optical Carrier (ANSI)

Page 24: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 24

STS = Synchronous Transport Signal (ANSI)

STM = Synchronous Transport Modul (CCITT atau ITU-T)

3.4. Sistem, Standard dan Bagian Fungsional

Secara garis besar semua informasi baik dari kanal PDH, SDH STM-1, ATM maupun

Ethernet akan dibentuk dalam Frame STM-N, ditransmisikan melalui jaringan SDH dan

dikembalikan ke bentuk informasi aslinya di penerima.

Gambar 1-24. Proses input dan output SDH

Gambar 1-25. Sistem Transmisi SDH

Page 25: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 25

Dalam gambar 1-25 dapat dilihat bahwa transmisi SDH dapat membawa informasi yang

berasal dari kanal PDH 2 Mbps, 34 Mbps, 140 Mbps, STM-1, STM-4, dapat interkoneksi

langsung ke SONET. Hal ini dapat terjadi karena adanya standard ITU-T.

Rekomendasi ITU-T terhadap standarisasi SDH dikelompokkan pada 3 bagian besar, yaitu

Network Architecture, Equipment dan Network Management sebagai berikut.

Gambar 1-26. Rekomendasi ITU-T pada Standard SDH

Rekomendasi standar ITU-T yang berhubungan dengan struktur frame STM-1 adalah G.707

Dalam rekomendasi tersebut disebutkan bahwa :

Waktu satu frame adalah 125 µS atau dalam 1 detik terdapat 8000 frame.

Format frame berbentuk segi empat dengan 270 kolom x 9 baris, dengan tiap 1 kolom 1

baris berisi 8 bit.

Page 26: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 26

Mode pentransmisian dilakukan byte demi bayte dimulai dari baris pertama kolom

pertama sampai kolom 270 kemudian baris kedua kolom pertama sampai kolom 270

demikian seterusnya sampai baris ke sembilan kolom 270.

Satu frame berisi 9 x 270 x 1 byte = 2430 byte atau 9 x 270 x 8 x 8000 = 155,52 Mbps.

Gambar 1-27. Visualisasi frame sesuai rekomendasi ITU-T G.707

Dalam tiap frame STM-N terdiri dari tiga bagian yaitu informasi payload, pointer dan Section

Overhead (terdiri dari RSOH= Regenerative Section Overhead dan MSOH = Multiplxer

Section Overhead).

Gambar 1-28. Struktur Frame STM-N

Page 27: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 27

Information Payload juga dikenal sebagai Virtual Container level 4 (VC-4), digunakan untuk

membawa sinyal tributary kecepatan rendah, disamping itu payload juga berisi Path

Overhead (POH) yang berlokasi pada baris 1 sampai 9 kolom 10.

Gambar 1-29. Isi Payload dalam Frame STM-N

Section Overhead berada pada kolom 1 sampai kolom 9 baris 1 sampai 3 dan baris 5 sampai

baris 9.

Gambar 1-30. Section Overhead

Page 28: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 28

Overhead berfungsi memberikan informasi yang diperlukan dalam OAM meliputi, signal

indikasi alarm, untuk menotoring kesalahan performance, untuk melihat path status, path trace

dan section trace, informasi pengaturan pointer, untuk indikator kegagalan, dan sinkronisasi.

Gambar 1-31. Fungsi dan lokasi Overhead

Overhead dalam jaringan transport dibagi kedalam tiga layer, yaitu Regenerator Section,

Multiplex Section dan Path. Regenerator Section Overhead hanya berisi informasi antara dua

regenerators, yaitu PTE and regenerator atau dua PTE. Multiplex Section berada pada jaringan

yang terjadi multiplexing. High order path overhead digunakan untuk mengirimkan VC

yang dihasilkan perangkat terminal path sampai payload didemultiplex pada perangkat

terminal path lawan, misalnya VC3 atau VC4. Lower-Order Path Overhead (VC-2/VC-1)

berfungsi sebagai monitor kesalahan path, untuk identitas akses path, informasi call set up,

informasi struktur multiplexing VC.

Gambar 1-32. Posisi Overhead pada STM-1

Page 29: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 29

3.5. Proses Pembentukan Frame STM-N

Frame STM-N dapat dibentuk dari kanal PDH orde 1, orde 3 dan orde 4, sedang kanal orde 2

eropa tidak dapat dimasukkan kedalam SDH. Proses pembentukan frame diawali dari

Containe (C), Virtual Container (VC), Tributary Unit (TU), Tributary Unit Group (TUG),

Administrative Unit (AU), Administrative Unit Group (AUG) kemudian ke STM-N.

Gambar 1-33. Pembentukan Frame STM-N

Dalam pembentukan frame ini melalui tahap tahap proses sebagai berikut, maping, aligning,

multiplexing dan penambahan pointer.

1. Mapping, adalah proses transformasi tributari-tributari signal asinkronus kedalam

Container atau Virtual Container yang berada dalam jaringan sinkron. Sebelum mapping

diperlukan justifikasi positip/zero/nol (P/Z/N).

2. Aligning, adalah proses penyesuaian sebuah Virtual Container ke dalam sebuah Tributary

Unit atau Administrative Unit berikut dengan informasi selisih/perbedaan clock antara VC

dengan TU atau AU, VC disesuaikan pada satuan dasar yang berukuran 1 atau 3 byte dan

status dari penyesuaian ditunjukan oleh TU atau AU pointer.

3. Multiplexing (dalam arti sempit), adalah penggandaan signal-signal dari lapis path lower

order disesuaikan ke dalam signal lapis path higher order atau beberapa signal lapis path

higher order, Misalnya, multipleksing dari beberapa TU menjadi sebuah TUG dan

Page 30: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 30

beberapa TUG menjadi sebuah VC high order juga beberapa AU menjadi sebuah AUG

dann buah AUG menjadi sebuah STM-N, pada multipleksing dari TU atau AU ke TUG

atau AUG tidak diperlukan over-head tambahan, tetapi ketika TUG dimultipleksing ke

VC ditambahkan POH dan dari AUG ke STM-N ditambahkan SOH

4. Pemrosesan Pointer, Dilakukan jika terjadi frame offset karena perbedaan frekuensi clock

antara suatu VC dengan TU atau AU, Pemrosesan pointer meliputi, penunjukan posisi

awal (dan informasi perubahannya) dari VC pada ruang payload TU atau AU, dan

informasi dari justifikasinya (P/Z/N)

Container (C) adalah unsur yang paling dasar dalam susunan multipleksing sinkron,

Tributari dari PDH dipetakan ke dalam container yang sesuai sebelum diproses dalam

multipleksing sinkron. Container-container dalam susunan SDH dibagi-bagi ke dalam

kategori kelas C-1, C-2, C-3, C-4. Angka di belakang huruf C menunjukan level dari

hierarkhy digital (PDH) pembentuknya.

C-11 untuk PDH Amerika Orde 1 (T1)

C-12 untuk PDH Eropa Orde 1 (E1)

C-2 untuk PDH Amerika Orde 2

C-3 untuk PDH Eropa dan Amerika Orde 3

C4 untuk PDH Eropa orde 4

Virtual Container (VC) berfungsi untuk mendukung hubungan antar lapis path di dalam

transmisi sinkron, VC berisi Payload (Container) + POH. VC dibagi kedalam 4 kelas yaitu

VC-1, VC-2, VC-3, VC-4 (masing-masing berkaitan dg C-1, C-2,C-3 dan C-4). Beberapa hal

yang berkaitan dengan VC adalah :

VC-1 dibagi lagi menjadi VC-11 dan VC-12

VC-1 dan VC-2 disebut sebagai VC Low Order

POH untuk VC low order disebut V5

VC-3 dan VC-4 disebut sebagai VC High Order

POH untuk VC high order disebut VC-3 POH atau VC-4 POH

Tributari Unit (TU), berfungsi untuk menyesuaikan antara high order dengan low order dari

lapis path, TU dibuat dengan menambahkan TU pointer ke VC low order (pointer digunakan

untuk menunjukan derajat dari offset VC low order relatif terhadap posisi awal dari frame VC

high order). TU di kelompokkan menjadi :

Page 31: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 31

TU dikategorikan ke dalam TU-1, TU-2, TU-3

TU-1 dikategorikan lagi ke dalam TU-11 dan TU-12 sesuai dengan kategori VC yang

dimuat.

Tributari Unit Group (TUG), fungsi TUG adalah mengumpulkan satu atau lebih TU dan

menempatkannya ke lokasi tertentu dari VC high order. Dalam pembentukan TUG ada

beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :

Tidak ada penambahan over-head dalam pembentukan TUG

Hanya ada dua kelas dari TUG: TUG-2 dan TUG-3

TUG-2 dibentuk dari beberapa TU-1 atau dengan pemetaan langsung dari sebuah TU-2

TUG-3 dibentuk dari beberapa TU-2 atau sebuah TU-3

Administratif Unit (AU), berfungsi sebagai penyesuai antara lapis path high order dengan

lapis multipleks. Ukuran AU ditentukan oleh kondisi lokasi AU. Isi AU antara lain :

AU terdiri dari payload dan AU pointer

Payload berisi VC high order

AU pointer menunjukan offset relatif antara posisi awal dari payload dan frame dari lapis

multipleks

Ada dua kategori AU yaitu AU-3 dan AU-4 yang masing-masing membawa VC-3 dan

VC-4.

Administratif Unit Group (AUG), Satu atau lebih AU yang menempati lokasi tertentu dari

payload pada STM disebut dengan AUG, satu AUG dapat terdiri dari tiga AU-3 atau satu

AU-4.

Synchronous Transfort Modul (STM), adalah hasil akhir dari susunan multipleksing sinkron

dan ditransmisikan melalui jaringan transmisi sinkron, STM-N dibentuk dengan byte inter-

leaving dari N buah AUG dan penambahan SOH pada awal framenya, N dapat berharga 1, 4,

16, 64, 256 dst.

Page 32: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 32

3.6. Pembentukan STM-N dari kanal 140 Mbps

STM-N yang dibentuk dari masukan kanal 140 Mbps diawali dengan memasukkan kanal 140

Mbps ke Container-4 (C-4) yang berukuran 2340 byte, kemudian ditambahkan High Path

Over Head (HPOH) sebesar 9 byte sehingga menjadi VC-4 yang berukuran 2349 byte.

Gambar 1-34. Mapping kanal 140 Mbps membentuk VC-4

Setelah ditambah ditambah High Path Over Head terjadi proses Aligning untuk membentuk

AU-4 yaitu dengan ditambah AU-PTR (AU4 Pointer) sehingga VC-4 menjadi seperti berikut.

Page 33: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 33

AU-4 Pointer mempunyai lokasi pada baris ke 3 kolom satu sampai kolom 9, dari 270 kolom

frame STM-1.

Gambar 1-35. Penambahan AU4 PTR, RSOH dan MSOH

Page 34: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 34

Fungsi byte byte RSOH adalah sebagai berikut :

Fungsi byte byte MSOH adalah sebagai berikut :

Proses mulai awal kanal 140 Mbps dimasukkan ke C-4, untuk menjadi VC-4 ditambah

dengan VC-4 POH (1x9byte), VC-4 ditambah dengan AU-4 PTR (1x9byte) menjadi AU-4,

kemudian dilakukan multiplexing menjadi AUG. Selanjutnya AUG ditambah dengan RSOH

(3x9byte) dan MSOH (5x9byte) akan menjadi STM-1.

VC-4 = C-4 + VC-4 POH = (9x260) + (9x1) = 2349 byte

AU-4 = VC-4 + AU-4 PTR = 2349 + (1x9) = 2358 byte

STM-1 = AU-4 + RSOH + MSOH = 2358 + (3x9) + (5x9) = 2430 byte

Page 35: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 35

3.7. Pembentukan STM-1 dari kanal 34 Mbps

Pembentukan frame STM-1 dari kanal 34 Mbps melalui proses mapping, aligning,

multiplexing dan penambahan pointer. Mapping dilakukan pada pembentukan VC-3, aligning

dilakukan pada pembentukan TU-3, multiplexing terjadi pada pembentukan VC-4, setelah itu

dilakukan penambahan Pointer, RSOH dan MSOH seperti pada pembentukan frame STM-1

dari kanal 140 Mbps.

Gambar 1-36. Pembentukan STM-1 dari kanal 34 Mbps

Kanal 34 Mbps dimasukkan pada C-3 (9x84byte), kemudian ditambah dengan LPOH akan

menjadi VC-3 (9x85byte), VC3 ditambah dengan TU-3 PTR (3byte) menjadi TU-3, untuk

Page 36: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 36

memenuhi (9x86byte) TU-3 ditambah dengan 5 byte sehingga menjadi TUG-3, untuk

membentuk VC-4, TUG-3 dimultiplexing 3x dan ditambah POH (9x1) + (9x2byte), sehingga

VC-4 = 3 x TUG-3 + POH + 18 byte = 3 x 774 byte + 9 + 18 byte = 2349 byte.

Gambar 1-37. Posisi TU-3 PTR pada TU-3

VC-4 yang dibentuk dari TUG-3 mempunyai ukuran sama dengan VC-4 yang dibentuk dari

kanal 140 Mbps, selanjutnya untuk membentuk STM-1 dilakukan langkah langkah sama

dengan STM – 1 dari kanal 140 Mbps. AU-4 = VC-4 + AU-4 PTR = 2349 + (1x9) = 2358

byte, STM-1 = AU-4 + RSOH + MSOH = 2358 + (3x9) + (5x9) = 2430 byte

3.8. Pembentukan STM-1 dari kanal 2 Mbps

STM-1 yang dibentuk dari kanal 2 Mbps diawali dengan memasukkan kanal 2 Mbps ke

Gambar 1-38. Pembentukan VC-12 dan TU-12

Page 37: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 37

Container C-12, kemudian ditambah dengan LPOH sehingga menjadi VC-12. LPOH berupa

V5, J2, N2 dan K4. Untuk memenuhi 36 byte standard frame VC-12 maka ditambahkan byte

stuffing R sebanyak 2 byte.

Ts15 Ts31Ts17Ts16Ts1Ts0

1 Frame = 125 µS

1 Frame = 32 byte

V5 2 MR R

35 byte

J2 2 MR R N2 2 MR R K4 2 MR R

2 Mbps

VC-12

Gambar 1-39. Penambahan LPOH dan Byte Stuffing

Keterangan : V5, J2, N2, K4 adalah Low Path Over Head

V5 = Error chacking, Signal Label, Path Status

J2 = Path Trace

N2 = Network Operator Byte

K4 = Automatic Protection Switch (b1 s/d b4)

K4 = Enhanced Remote Defect Indication (RDI) pada (b5 s/d b7)

1 2 3 4 5 6 7 8

BIP-2 REI RFI Signal Label RDI

Path Over Head V5

Gambar 1-40. Path Over Head V5

Keterangan : BIP-2 = Bit Interleaved Party check the preceding VC

REI = VC path Remote Error Indication sent back to the originating

end of a VC Which gives an error in the BIP-2 check

RFI = VC Path Remote Failure Indication

Signal Label = Indication the type of mapping

RDI = VC path Remote Detect Indication used to indicate the TU-12

Path AIS as signal failure

Page 38: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 38

V5 2 MR R

35 byte

J2 2 MR R N2 2 MR R K4 2 MR R

VC-12

35 byte 35 byte 35 byte

V1 VC-12V2 VC-12V3 VC-12V4

VC-12

TU-12

V4 2 MK4 R

V3 2 MN2 R

V2 2 MJ2 R

V1 2 MV5 R

Gambar 1-41. Penambahan TU-12 PTR pada VC-12

Keterangan : V1 = TU Pointer 1 R = Stuff Byte

V2 = TU Pointer 2 V5, J2, N2, K4 = Path Over Head

V3 = TU Pointer 3

V4 = Reserve

TU-12 = (VC-12) + TU-12 PTR (V1 + V2 + V3 + V4)

Selanjutnya 3 TU-12 dimasukkan ke TUG-2 yang mempunyai ukuran 9 baris x 12 kolom.

Kapasitas TUG-2 dapat menampung 3 TU-12, multiplexing dilakukan mulai dari Pointer V1

TU-12 # 1 kemudian Pointer V1 TU-12 # 2, kemudian Pointer V1 TU-12 # 3.

Gambar 1-42. Multiplexing TUG-2 ke TUG-3

Selanjutnya Path Over Head V5 TU-12 #1 dilanjutkan Path Over Head V5 TU-12 #2, dan

kemudian Path Over Head V5 TU-12 #3, kemudian Payload TU-12 #1 dilanjutkan Payload

Page 39: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 39

TU-12 #2 dan Payload TU-12 #3, dan seterusnya sampai semua isi ke tiga TU-12 dimasukkan

ke TUG-2 semuanya. Multiplexing ini dilakukan byte demi byte.

V4 K4

A BC D

V3 N2

A BC D

V2 J2

A BC D

V1 V5

A B C D

9 Row

V4 K4

A BC D

V3 N2

A BC D

V2 J2

A BC D

V1 V5

A B C D

TU-12 # 1

4 Column

9 Row

V4 K4

A BC D

V3 N2

A BC D

V2 J2

A BC D

V1 V5

A B C D

TU-12 # 2

4 Column

TU-12 # 3

4 Column

V4

A

V4

A

V4

A

K4

B

K4

B

K4

B C C C D D D

V3

A

V3

A

V3

A

N2

B

N2

B

N2

B C C C D D D

V2

A

V2

A

V2

A

J2

B

J2

B

J2

B C C C D D D

V1

#1

A

V1

#2

A

V1

#3

A

V5

#1

B

V5

#2

B

V5

#3

B

#1

C

#2

C

#3

C

#1

D

#2

D

#3

D

12 Column

TUG-2

9 Row

Gambar 1-43. Multiplexing TU-12 ke TUG-2

Multiplexing TU-12 ke TUG-2 tanpa ada tambahan byte. TU-12 terdiri dari 36 byte yaitu 4

kolom x 9 baris dimultiplex 3 kali menghasilkan TUG-2 sebesar 12 kolom x 9 baris = 108

byte, hal ini sama dengan 36 x 3 = 108 byte.

Selanjutnya TUG-2 dimultiplex sebanyak 7 kali untuk membentuk TUG-3. Sedikit berbeda

dengan proses pembentukan TUG-2, maka pada pembentukan TUG-3 ini, disamping

multiplexing juga dilakukan penambahan byte (Stuffing Byte) sebanyak 18 byte, hal ini

karena jika jumlah byte TUG-2 dikalikan 7 belum memenuhi kapasitas TUG-3. Ukuran TUG-

Page 40: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 40

2 sebesar 108 byte dikalikan 7 (108 x 7 = 756 byte), sedang ukuran TUG-3 adalah 86 x 9 =

774 byte, sehingga masih kurang 774 – 756 = 18 byte.

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V4

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V3

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V2

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V1

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V4

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V3

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V2

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V1

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V4

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V3

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V2

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

V1

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

P

O

H

V1

#1

V4 V1

#2

V4 V1

#3

V4

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

P

O

H

V1

#1

V3 V1

#2

V3 V1

#3

V3

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

P

O

H

V1

#1

V2 V1

#2

V2 V1

#3

V2

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

S

T

U

F

F

P

O

H

V1

#1

V1 V1

#2

V1 V1

#3

V1

9 Row

258 Column

261 Column

TUG-3 # 1 TUG-3 # 2 TUG-3 # 3

VC-4

Gambar 1-44. Multiplexing TUG-3 ke VC-4

Pada pembentukan VC-4, disamping multiplexing juga dilakukan penambahan byte (Stuffing

Byte) sebanyak 18 byte dan penambahan High Path Over Head, hal ini karena jika jumlah

byte TUG-3 dikalikan 3 belum memenuhi kapasitas VC-4. Ukuran TUG-3 sebesar 774 byte

dikalikan 3 (774 x 3 = 2322 byte), sedang ukuran VC-4 adalah 261 x 9 = 2349 byte, sehingga

masih kurang 2349 – 2322 = 27 byte, yang terdiri atas POH 9 byte dan Stuff byte 2 x 9 byte.

Dengan penambahan byte stuff pada level ini menjadikan jumlah byte stuff adalah sebesar 8

kolom x 9 baris = 72 byte, setelah itu diletakkan pointer (TU-12 Pointer) berurutan dari TUG-

3 #1, TUG-3 # 2 dan TUG-3 # 3, selanjutnya berisi payload VC-12 yang berasal dari TUG-2.

Jika diuraikan secara terperinci, susunan Container, Path Over Head, Pointer serta Byte Stuff

adalah sebagai berikut :

Kanal 2 Mbps à Container C-12 à Virtual Container VC-12

+ Path Over Head dan Byte Stuff (9 + 18) byte

Page 41: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 41

VC-12 menjadi TU-12 ditambahkan TU-12 Pointer (TU-12 PTR = 9 byte)

TU-12 menjadi TUG-2, multiplexing 3 kali, sehingga TUG-2 dapat dimuati kanal 2 Mbps

sebanyak 3 kanal 2 Mbps atau 3 E1.

TUG-2 menjadi TUG-3, multiplexing 7 kali, sehingga TUG-3 dapat dimuati 7 x 3 E1 = 21

kanal E1, disamping itu terdapat penambahan byte stuff sebanyak 18 byte.

TUG-3 menjadi VC-4, multiplexing 3 kali, sehingga VC-4 dapat dimuati 3 x 21 E1 = 63

kanal E1, ditambah Path Over Head 9 byte dan byte stuff 18 byte.

P

O

H

HPOH 9 byte

Byte Stuff 72 byte

63 TU-12 PTR

63 TU-12

P

O

H

HPOH 9 byte

Byte Stuff 72 byte

63 TU-12 PTR

63 TU-12

AU Pointer

261 Column

270 Column

9 Baris

VC-4

AU-4

Gambar 1-45. Penambahan AU-4 Pointer pada VC-4

VC-4 menjadi AU-4, merupakan proses aligning, pada proses ini dilakukan penambahan AU

Pointer (AU-4 PTR) sebanyak 9 byte, sehingga jumlah byte pada AU-4 adalah 261 kolom kali

9 baris Virtual Container (VC-4) ditambah 1 baris kali 9 kolom AU Pointer sehingga sebesar

(261 x 9 = 2349 + 9 = 2358 byte).

Selanjutnya AU-4 akan dimultiplex 1 kali menjadi AUG, dalam multiplexing ini tidak

dilakukan penambahan byte apapun, sehingga isi frame AUG masih sama dengan isi frame

AU-4.

Page 42: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 42

Pembentukan STM-1 dari AUG dilakukan dengan penambahan Section Over Head (SOH),

yang terdiri dari Regenerative SOH dan Multiplexer SOH.

P

O

H

HPOH 9 byte

Byte Stuff 72 byte

63 TU-12 PTR

63 TU-12

AU Pointer

261 Kolom

9 Baris

AU-4

P

O

H

HPOH 9 byte

Byte Stuff 72 byte

63 TU-12 PTR

63 TU-12

AU Pointer

270 Kolom

9 Baris

RSOH

MSOH

9 Kolom

STM-1

3

5

1

9

Gambar 1-46. Pembentukan Frame STM-1 dari AU-4

Tambahan yang dilakukan pada pembentukan frame STM-1 dari AUG adalah Section Over

Head yaitu RSOH dan MSOH, dengan jumlah byte RSOH adalah 27 byte dan MSOH adalah

45 byte.

3.9. Kapasitas kanal STM-1.

Kapasitas kanal yang dapat ditampung dalam Frame STM-1 ditentukan oleh kanal informasi

masukan PDHnya, apakah dari kanal orde 1 (2 Mbps), orde 2 (34 Mbps) atau PDH orde 2

(140 Mbps). Kapasitas kanal dapat dinyatakan dalam kanal satuan 64 kbps, tetapi biasanya

sering kali pengukuran kapasitas dinyatakan dalam standar ETSI yaitu E1. Dalam

menentukan kapasitas ini dihitung berdasarkan multiplexing yg terjadi pada tiap kanal

masukan.

Page 43: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 43

Untuk masukan kanal 2 Mbps maka dapat dihitung sebagai berikut :

Multiplexing pertama terjadi pada proses pembentukan TUG-2, yaitu 3 kali TU-12,

sedang satu TU-12 berisi 1 kanal 2 Mbps (30 kanal @ 64 kbps), sehingga TUG-2 dapat

menampung 3 x 30 kanal @ 64 kbps = 90 kanal @ 64 kbps.

Multiplexing kedua terjadi pada proses pembentukan TUG-3, yaitu 7 kali TUG-2,

sehingga TUG-3 dapat menampung 7 x 90 kanal @ 64 kbps = 630 kanal @ 64 kbps.

Multiplexing ketiga terjadi pada proses pembentukan VC-4, yaitu 3 kali TUG-3, sehingga

VC-4 dapat menampung 3 x 630 kanal @ 64 kbps = 1890 kanal @ 64 kbps.

Multiplexing terakhir pada pembentukan AUG dari AU-4 yang berisi VC-4 + AU-4 PTR,

hanya dilakukan sekali (1x) sehingga kapasitas kanal yng dibawa oleh AUG sama dengan

VC-4, demikian juga STM-1 akan berisi 1890 kanal @ 64 kbps atau setara dengan 63 E1,

karena 1 E1 = 30 kanal @ 64 kbps.

Jadi STM-1 yang dibentuk dari kanal 2 Mbps dapat menampung 1890 kanal @ 64 kbps atau

63 E1.

Untuk masukan kanal 34 Mbps maka dapat dihitung sebagai berikut :

Multiplexing pertama terjadi pada proses pembentukan VC-4, yaitu 3 kali TUG-3, pada

proses ini TUG-3 berisi 1 TU-3, sedangkan TU-3 berisi 1 VC-3 (480 kanal @ 64 kbps),

sehingga VC-4 dapat menampung 3 x 480 kanal @ 64 kbps = 1440 kanal @ 64 kbps.

Multiplexing terakhir pada pembentukan AUG dari AU-4 yang berisi VC-4 + AU-4 PTR,

hanya dilakukan sekali (1x) sehingga kapasitas kanal yng dibawa oleh AUG sama dengan

VC-4, demikian juga STM-1 akan berisi 1440 kanal @ 64 kbps atau setara dengan 48 E1,

karena 1 E1 = 30 kanal @ 64 kbps.

Jadi STM-1 yang dibentuk dari kanal 34 Mbps dapat menampung 1440 kanal @ 64 kbps atau

48 E1.

Untuk masukan kanal 140 Mbps maka dapat dihitung sebagai berikut :

Kanal 140 Mbps berisi 1920 kanal @ 64 kbps, kanal ini dalam proses menuju STM-1 hanya

mengalami multiplexing sekali yaitu pada pembentukan AUG, sedangkan AUG dibentuk dari

VC-4 yang menampung C-4 yang mempunyai jumlah kanal 1920 kanal, sehingga STM-1

akan berisi 1920 kanal @ 64 kbps atau setara dengan 64 E1, karena 1 E1 = 30 kanal @ 64

kbps.

Jadi STM-1 yang dibentuk dari kanal 140 Mbps dapat menampung 1920 kanal @ 64 kbps

atau 64 E1.

Page 44: TEKNIK-TRANSMISI SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 44

4. Kesimpulan.

STM-1 yang dibentuk dari kanal PDH Eropa dapat berisi 1440 kanal, 1890 kanal atau 1920

kanal. Namun demikian sebenarnya effisiensi paling menguntungkan jika STM-1 dibentuk

dari kanal 2 Mbps, hal ini karena kanal 2 Mbps dapat dimasukkan langsung ke C-12 untuk

membentuk STM-1, tidak perlu memerlukan orde PDH lebih tinggi berikutnya dan dapat

menghasilkan 1890 kanal @ 64 kbps atau 63 E1.

Jika dimasuki kanal 34 Mbps, dari kanal 2 Mbps harus dinaikkan terlebih dahulu melalui

kanal 8 Mbps, sedangkan hasilnya hanya akan didapat jumlah kanal sebesar 1440 kanal @ 64

kbps, atau 48 E1.

Jika dibentuk dari kanal 140 Mbps memang menghasilkan jumlah kanal terbesar yaitu 1920

kanal @ 64 kbps atau 64 E1, tetapi dalam kanal PDH harus melalui proses orde 1, orde 2,

orde 3 dan hasilnya hanya berbeda 1 E1.