makalah tentang aspek morfologi kepiting

28
KEPITING I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki berbagai macam tipologi habitat serta keanekaragaman biota yang tinggi. Kanekaragaman hayati tersebut merupakan sumber kehidupan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan atau perdagangan, sehingga keberadaannya sangat rawan terhadap kepunahan akibat aktifitas kehidupan dan pembangunan. Beberapa bentuk ancaman kelestarian keanekaragaman hayati antara lain karena pencemaran, eksploitasi sumber daya alam untuk perdagangan, penebangan hutan dan sebagainya. Salah satu bentuk ekosistem pesisir Indonesia adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem yang unik merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial, mendukung hidupnya keanekaragaman flora dan fauna. Komunitas terestris akuatik yang ada di dalamnya secara langsung atau tidak langsung berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan (ekologi). Tetapi ekosistem ini sangat mudah 1

Upload: yozie-yos

Post on 18-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

KEPITING

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir Indonesia memiliki berbagai macam tipologi habitat serta

keanekaragaman biota yang tinggi. Kanekaragaman hayati tersebut merupakan

sumber kehidupan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan atau

perdagangan, sehingga keberadaannya sangat rawan terhadap kepunahan akibat

aktifitas kehidupan dan pembangunan. Beberapa bentuk ancaman kelestarian

keanekaragaman hayati antara lain karena pencemaran, eksploitasi sumber daya

alam untuk perdagangan, penebangan hutan dan sebagainya.

Salah satu bentuk ekosistem pesisir Indonesia adalah ekosistem hutan

mangrove. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem yang unik merupakan

sumberdaya alam yang sangat potensial, mendukung hidupnya keanekaragaman

flora dan fauna. Komunitas terestris akuatik yang ada di dalamnya secara

langsung atau tidak langsung berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia

baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan (ekologi). Tetapi ekosistem ini

sangat mudah dipengaruhi oleh ekosistem yang ada di sekitarnya serta sulit untuk

dipulihkan kembali jika terjadi degradasi.

Ekosistem pesisir memiliki bermacam-macam fungsi, antara lain fungsi

fisik, biologis dan sosial ekonomis. Fungsi biologis yang dimiliki kawasan pesisir

antara lain sebagai daerah asuhan (nursery grund), daerah mencari makan (feeding

ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) dari berbagai biota laut, tempat

bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota, sumber plasma

nutfah (Rahmawaty, 2006).

Diantara sekian banyak fungsi tersebut, fungsi ekosistem pesisir yang

terpenting adalah sebagai daerah asuhan, mencari makan dan daerah pemijahan

bagi ikan, udang, kepiting, moluska serta vertebrata lainnya. Daerah ini terbentuk

1

Page 2: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

secara alamiah yang membuat suasana yang aman dan nyaman bagi hewan-

hewan tersebut bertelur, mencari makan dan membesarkan anak sebelum kembali

ke laut menjelang fase dewasa (MacKinnon, et al., 2000).

Seluruh fauna yang hidup di dalam ekositem pesisir mempunyai peranan

yang penting dalam menjaga keseimbangan ekologi. Sekian banyak fauna yang

hidup terdapat beberapa spesies kunci (keystone species) yang memegang peranan

yang sangat penting. Salah satu spesies tersebut adalah kepiting yang hidup di

dalam ekosistem pesisir. Kepiting diusulkan sebagai keystone species di kawasan

pesisir karena setiap aktivitasnya mempunyai pengaruh utama pada berbagai

proses paras ekosistem. Peran kepiting di dalam ekosistem diantaranya

mengkonversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi, meningkatkan distribusi

oksigen di dalam tanah, membantu daur hidup karbon, serta tempat penyedia

makanan alami bagi berbagai jenis biota perairan (Prianto, 2007).

B. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengenal kepiting dari berbagai aspek, baik

morfologi, daur hidup, habitatnya maupun metode sampling yang digunakan

dalam penelitian.

2

Page 3: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

II. MORFOLOGI DAN ANATOMI KEPITING

Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya

mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura =

ekor), atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan ini

dikelompokkan ke dalam Phylum Athropoda, Sub Phylum Crustacea, Kelas

Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder Brachyura.

Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang

sangat keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting hidup di air laut,

air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea crab, yang

lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan

rentangan kaki hingga 4 m (Anonim, 2008).

Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran

yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh.

Seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan (Gambar 1

dan 2). Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit,

chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki

struktur chelipeds yang berbeda-beda. Chelipeds dapat digunakan untuk

memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga

sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting juga

ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras atau dengan

istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam

bagian kepala, badan dan insang.

Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama

dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di

hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida),

perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh

maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapace tidak membentuk sebuah

rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih

(phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang

3

Page 4: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

berbeda. Insang yang terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk mengambil oksigen

biasanya sulit dilihat dari luar. Insang terdiri dari struktur yang lunak terletak di

bagian bawah carapace. Sedangkan mata menonjol keluar berada di bagain depan

carapace.

Gambar 1. Tubuh bagian dorsal kepiting dewasa (Sumber: Quinitio & Parado, 2003).

4

Page 5: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

Gambar 2. Tubuh bagian ventral kepiting dewasa (Sumber: www.portofpeninsula.org, 1997).

Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak

pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi

dalam memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang.

Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka

lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam

memperoleh makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan

sapit, kemudian baru dimakan (Shimek, 2008). Anatomi tubuh kepiting bagian

dalam dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Anatomi tubuh bagian dalam dari kepiting dewasa (Sumber: Shimek, 2008).

Kepiting bakau ukurannya bisa mencapai lebih dari 20 cm. Sapit pada jantan

dewasa lebih panjang dari pada sapit betina. Kepiting yang bisa berenang ini

terdapat hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, terutama di daerah

mangrove, di daerah tambak air payau, muara sungai, tetapi jarang ditemukan di

pulau-pulau karang (Nontji, 2002). Disamping morfologi sapit, kepiting jantan

dan betina dapat dibedakan juga berdasarkan ukuran abdomen, dimana abdomen

jantan lebih sempit dari pada abdomen betina (Gambar 4).

5

Page 6: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

Gambar 4. Perbedaan morfologi kepiting jantan dan betina (Sumber: www.environment.gov.au, 2007).

Irmawati (2005) melaporkan bahwa, kepiting bakau dapat diidentifikasi

dengan mengamati ciri-ciri meristik dan morfometril serta pola warna dengan

mengacu pada kunci identifikasi Keenan, Carpenter dan Niem (l998). Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan warna, bentuk duri pada frontal

dan jumlah duri pada karpus, teridentifkasi 3 spesies kepiting bakau di kawasan

Mangrove Sungai Keera Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan, yaitu Scylla olivacea,

Scylla serrata dan Scylla paramamosain dimana Scylla olivacea adalah jenis yang

dominan, yaitu 92% dari total sampel. Terdapat perbedaan karakter meristik yang

dimiliki oleh ketiga spesies kepiting bakau yang ditemukan di kawasan mangrove

tersebut.

Sebagian besar kepiting yang hidup di mangrove memperlihatkan adaptasi

morfologis saat bernafas ketika berada di darat. Ukuran insang kepiting

berkorelasi dengan habitat dan aktivitas metabolik. Spesies intertidal di daerah

temperate umumnya telah mereduksi luas insang dibanding dengan spesies

akuatik. Gejala ini terjadi pada spesies kepiting mangrove Ocypode dan Uca

yang mempunyai beberapa filamen insang dibanding kerabat dekatnya di spesies

akuatik. Filamen insang mengeras sebagai pemelihara bentuk, orientasi dan

6

Page 7: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

fungsi tubuh bila kepiting keluar dari air. Celah insang menjadi vaskular dan

dapat berfungsi sebagai paru-paru. Kepiting ini memompa udara melalui udara

yang tertahan di dalam celah insang yang harus diperbaharui secara teratur dengan

sering masuk ke dalam air (Hutching, dan Saenger, 2001 dalam Prianto, 2007).

Menurut Prianto (2007) bahwa, bagian tubuh kepiting juga dilengkapi bulu

dan rambut sebagai indera penerima. Bulu-bulu terdapat hampir di seluruh tubuh

tetapi sebagian besar bergerombol pada kaki jalan. Untuk menemukan

makanannya kepiting menggunakan rangsangan bahan kimia yang dihasilkan oleh

organ tubuh. Antena memiliki indera penciuman yang mampu merangsang

kepiting untuk mencari makan. Ketika alat pendeteksi pada kaki melakukan

kontak langsung dengan makanan, chelipeds dengan cepat menjepit makanan

tersebut dan langsung dimasukkan ke dalam mulut. Mulut kepiting juga memiliki

alat penerima sinyal yang sangat sensitif untuk mendeteksi bahan-bahan kimia.

Kepiting mengandalkan kombinasi organ perasa untuk menemukan makanan,

pasangan dan menyelamatkan diri dari predator.

Kepiting memiliki sepasang mata yang terdiri dari beberapa ribu unit optik.

Matanya terletak pada tangkai, dimana mata ini dapat dimasukkan ke dalam

rongga pada carapace ketika dirinya terancam. Kadang-kadang kepiting dapat

mendengar dan menghasilkan berbagai suara. Hal yang menarik pada berbagai

spesies ketika masa kawin, sang jantan mengeluarkan suara yang keras dengan

menggunaklan chelipeds-nya atau menggetarkan kaki jalannya untuk menarik

perhatian sang betina. Setiap spesies memiliki suara yang khas, hal ini digunakan

untuk menarik sang betina atau untuk menakut-nakuti pejantan lainnya

7

Page 8: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

III. DAUR HIDUP KEPITING

Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya

saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting

betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina

memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa

bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat

(bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan

ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa

tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa puluhan

hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah

beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal dengan

“zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan

perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen.

Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan moulting

beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan

sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). Daur hidup kepiting dapat dilihat pada

Gambar 5.

Daur hidup kepiting meliputi telur, larva (zoea dan megalopa), post larva

atau juvenil, anakan dan dewasa (Gambar 5 dan 8). Perkembangan embrio dalam

telur mengalami 9 fase (Juwana, 2004). Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea)

bentuknya lebih mirip udang dari pada kepiting (Gambar 6). Di kepala terdapat

semacam tanduk yang memanjang, matanya besar dan di ujung kaki-kakinya

terdapat rambut-rambut. Tahap zoae ini juga terdiri dari 4 tingkat untuk kemudian

berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi (Gambar 6 dan 7). Larva

kepiting berenang dan terbawa arus serta hidup sebagai plankton (Nontji, 2002).

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa larva kepiting hanya

mengkonsumsi fitoplankton beberapa saat setelah menetas dan segera setelah itu

lebih cenderung memilih zooplankton sebagai makanannya (Umar, 2002).

Keberadaan larva kepiting di perairan dapat menentukan kualitas perairan

8

Page 9: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

tersebut, karena larva kepiting sangat sensitif terhadap perubahan kualitas perairan

(Sara, dkk., 2006).

Gambar 5. Daur hidup kepiting (Sumber: httpwww.nio.org.gif, 2008).

Gambar 6. Skema bagian-bagian tubuh larva kepiting (zoea dan megalopa) (Sumber: Davey, 2000).

9

Page 10: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

Gambar 7. Perkembangan larva kepiting (Sumber: Anonim, 2007).

Gambar 8. Siklus hidup rajuangan dan Scylla sp. (Sumber: Juwana, 2004).

10

Page 11: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

IV. HABITAT DAN PENYEBARAN KEPITING

Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air

tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai

kolom di setiap perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup

di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang

hidup dalam ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting

bakau. Sebagian besar kepiting merupakan fauna yang aktif mencari makan di

malam hari (nocturnal) (Prianto, 2007).

Kepiting pada fase larva (zoea dan megalopa) hidup di dalam air sebagai

plankton. Kepiting mulai kehidupan di darat setelah memasuki fase juvenil dan

dewasa seiring dengan pembentukan carapace. Ilustrasi ini dapat dilihat pada

Gambar 9, dimana yang menjadi contoh pada gambar tersebut adalah kepiting

kelapa. Sedangkan habitat dan penyebaran kepiting (dalam contoh kepiting merah

Cancer magister) di estuary dan zona intertidal terlihat pada Gambar 10.

Kepiting dan rajungan tergolong dalam satu suku (familia) yakni Portunidae

dan seksi (sectio) Brachyura. Cukup banyak jenis yang termasuk dalam suku ini.

Dr. kasim Moosa yang banyak menggeluti taksonomi kelompok ini

mengemukakan bahwa di Indo-Pasifik Barat saja diperkirakan ada 234 jenis, dan

di Indonesia ada 124 jenis. Di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu diperkirakan

ada 46 jenis. Tetapi dari sekian jenis ini, hanya ada beberapa saja yang banyak

dikenal orang karena biasa dimakan, dan tentu saja berukuran agak besar. Jenis

yang tubuhnya berukuran kurang dari 6 cm tidak lazim dimakan karena terlalu

kecil dan hampir tidak mempunyai daging yang berarti. Beberapa jenis yang dapat

dimakan ternyata juga dapat menimbulkan keracunan (Nontji, 2002).

Menurut Prianto (2007), bahwa di seluruh dunia terdapat lebih dari 1000

spesies kepiting yang dikelompokkan ke dalam 50 famili. Sebagian besar

kepiting hidup di laut, tersebar di seluruh lautan mulai dari zona supratidal hingga

di dasar laut yang paling dalam. Sebagian jenis kepiting ada yang hidup di air

tawar. Keanekaragaman kepiting yang paling tinggi ada di daerah tropis dan di

selatan Australia, disini lebih dari 100 jenis kepiting telah diidentifikasi.

11

Page 12: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

Konsentrasi maksimum kepiting terjadi pada malam hari pada saat air

pasang. Kebanyakan kepiting memanjat akar mangrove dan pohon untuk mencari

makan. Pada saat siang hari, waktu pasang terendah kebanyakan kepiting tinggal

di dalam lubang untuk berlindung dari serangan burung dan predator lainnya.

Beberapa spesies seperti Sesarma erythrodactyla dan Paragrapsus laevis pada

saat air surut, turun ke bawah untuk berasosiasi dengan telur-telur ikan.

Kepiting mangrove seperti Scylla serrata (Mud Crab) merupakan hewan

yang hidup di wilayah estuaria dengan didukung oleh vegetasi mangrove. Hewan

ini merupakan hewan omnivora dan kanibal, memakan kepiting lainnya, kerang

dan bangkai ikan. Kepiting ini dapat tumbuh sampai ukuran 25 cm atau dengan

berat mencapai 2 kg, dimana kepiting betina ukurannya lebih besar dari yang

jantan (DPI & F, 2003).

Gambar 9. Tahap-tahap morfologi dan perkembangan kepiting kelapa (Birgus latro) dan habitat yang ditempatinya (Sumber: Hsieh, 2004).

Selain kepiting atau rajungan, masih banyak jenis lainnya dari seksi

Brachyura yang mempunyai ciri-ciri bentuk, sifat-sifat hidup dan lingkungan yang

berbeda-beda. Di daerah pasang surut dengan hamparan pasir yang luas di daerah-

12

Page 13: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

daerah tertentu dapat ditemukan kepiting Myctyris, nama Inggrisnya adalah

soldier crab sedangkan disini sering diberi julukan tentara Jepang. Di pantai

dekat Merauke, jika air sedang surut, mereka bisa terlihat bergerak kian kemari di

atas pasir, serentak dalam gerombolan besar yang terdiri dari ratusan atau ribuan

individu, dengan penuh kewaspadaan. Dengan sedikit saja gangguan, misalnya

dengan langkah seseorang yang mendekat, maka tiba-tiba saja mereka akan

lenyap seketika secara serempak, memasuki lubang perlindungan. Baru setelah

situasi dianggap aman, mereka akan ke luar lagi beramai-ramai hilir mudik di atas

pasir (Nontji, 2002).

Gambar 10. Siklus hidup, habitat dan penyebaran kepiting merah (Cancer magister) di wilayah estuaria dan zona intertidal (Sumber: www.shim.bc.ca, 2008).

13

Page 14: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

V. KEPITING SEBAGAI KEYSTONE SPECIES

Spesies kunci (keystone species) adalah suatu spesies yang menentukan

kelulushidupan sejumlah spesies lain. Dengan kata lain spesies kunci adalah

spesies yang keberadaannya menyumbangkan suatu keragaman hidup dan

kepunahannya secara konsekuen menimbulkan kepunahan bentuk kehidupan lain

(Power & Mills, 1995 dalam Prianto, 2007).

Secara tindak langsung melalui pola tingkah laku dan kebiasaannya,

kepiting telah memberikan manfaat yang besar terhadap keberlangsungan proses

biologi di dalam ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove. Menurut Prianto

(2007), beberapa peran kepiting di dalam ekosistem pesisir, adalah sebagai

berikut:

1. konversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi; Kepiting berfungsi

menghancurkan dan mencabik-cabik daun/serasah menjadi lebih kecil

(ukuran detritus) sehingga mikrofauna dapat dengan mudah

menguraikannya. Hal ini menjadikan adanya interaksi lintas permukaan,

yaitu antara daun yang gugur akan berfungsi sebagai serasah (produsen),

kepiting sebagai konsumen dan detrivor, mikroba sebagai pengurai;

2. meningkatkan distribusi oksigen dalam tanah; Lubang yang dibangun

berbagai jenis kepiting mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai

tempat perlindungan dari predator, tempat berkembang biak dan bantuan

dalam mencari makan. Disamping itu, lubang-lubang tersebut berfungsi

untuk komunikasi antar vegetasi misalnya mangrove, yaitu dengan

melewatkan oksigen yang masuk ke substrat yang lebih dalam sehingga

dapat memperbaiki kondisi anoksik;

3. membantu daur hidup karbon; Dalam daur hidup karbon, unsur karbon

bergerak masuk dan keluar melewati organisme. Kepiting dalam hal ini

sangat penting dalam konversi nutrien dan mineralisasi yang merupakan

jalur biogeokimia karbon, selain dalam proses respirasinya;

4. penyedia makanan alami; Dalam siklus hidupnya kepiting menghasilkan

ratusan bahkan pada beberapa spesies dapat menghasilkan ribuan larva

14

Page 15: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

dalam satu kali pemijahan. Larva-larva ini merupakan sumber makanan bagi

biota-biota perairan, seperti ikan. Larva kepiting bersifat neuston yang

berarti melayang-layang dalam tubuh perairan, sehingga merupakan

makanan bagi ikan-ikan karnivora.

15

Page 16: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

VI. METODE SAMPLING KEPITING

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena ditemukan berbagai

ekosistem mulai dari daerah pasang surut, estuaria, hutan mangrove, terumbu

karang, padang lamun dan rumput laut. Kepiting merupakan biota khas yang

hidup di wilayah pesisir terutama di hutan mangrove dan pantai berpasir.

Larva kepiting yang hidup di wilayah perairan tergolong dalam kelompok

plankton. Plankton umumnya berukuran kecil, jumlahnya di perairan relatif sangat

tidak padat. Oleh karena itu, pengambilan sampel plankton harus dilakukan

dengan alat yang dapat menyaring air sedemikian rupa sehingga plankton yang

tersaring cukup jumlahnya untuk dianalisis. Untuk keperluan ini alat khusus yang

biasa digunakan adalah jaring plankton (plankton net). Setiap mata jaring yang

digunakan ukurannya (mesh size) harus berbeda, tergantung dari plankton yang

akan dikumpulkan, apakah itu fitoplankton atau zooplankton. Jika yang

diinginkan fitoplankton, maka ukuran mata jaring harus kecil, demikian

sebaliknya untuk zooplankton (Fachrul, 2007).

Menurut Sara, dkk. (2006) bahwa, sampling larva kepiting (Scylla spp.) di

perairan dilakukan dengan menggunakan alat miller net high speed yang

dimodifikasi. Spesifikasi alat tersebut yaitu, mata jaring berukuran 300 µm,

diameter mulut jaring 20 cm, panjang jaring 100 cm dan panjang lengan

(pegangan) 100 cm. Alat sampling ini digunakan dengan cara diayunkan dari atas

ke bawah permukaan air terus-menerus selama 10-20 menit dengan kecepatan

yang sama. Sampel larva kepiting yang diperoleh difiksasi dengan larutan

formalin 4%.

Sedangkan menurut Fachrul (2007), untuk sampling zooplankton yang

berukuran besar, seperti larva kepiting, dapat digunakan jaring dengan diameter

mulut jaring 0,45 m, panjang 2,10 m dan ukuran mata jaring 0,50 mm. Selain itu

juga sampling plankton dapat dilakukan dengan menyaring air sebanyak 100 liter

dari lokasi sampling, dengan menggunakan water sampler 10 liter atau

16

Page 17: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

penyaringan dapat pula dilakukan dengan menggunakan ember ukuran 5 liter

sebanyak 20 kali penyaringan.

Air yang terkumpul kemudian disaring dengan plankton net dimana jaring

plankton tersebut telah dilengkapi dengan tabung pengumpul plankton yang

mempunyai ukuran 25 ml. Selanjutnya sampel plankton yang terjebak ditampung

dalam tabung pengumpul plankton dan diawetkan dengan lugol atau formalin 4%

yang telah dinetralkan dengan boraks atau alkohol 70% dan diberi label.

Pencacahan zooplankton dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan kaca

pembesar atau mikroskop dan dihitung berdasarkan jumlah individu yang terlihat.

Sampling juvenil dan kepiting dewasa biasanya dilakukan dengan

menggunakan perangkap dengan model yang beraneka ragam. Menurut DPI & F

(2005), perangkap kepiting yang digunakan dalam pengambilan sampel berupa

pot yang disebar di beberapa lokasi sampling. Tiap-tiap pot diberi nomor yang

berbeda-beda sesuai titik sampel untuk memudahkan dalam identifikasi lokasi.

Selain itu juga sampling kepiting dewasa dapat dilakukan dengan menggunakan

perangkap yang terbuat dari kawat atau jaring dimana biasanya di dalam

perangkap tersebut diberikan umpan dengan jenis dan jumlah yang sama.

Berbagai model perangkap kepiting dapat dilihat pada Gambar 11.

17

Page 18: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

Gambar 11. Berbagai bentuk perangkap kepiting (Sumber: http://www.fao.org, 2008)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknik Perbenihannya, (Online), (http://www.utkampus.net, diakses 1 Mei 2008)

---------. 2008. Kepiting, (Online), (http://mangrove.unila.ac.id, diakses 21 April 2008).

Davey, K. 2000. Decapod Crabs Reproduction and Development, (Online), (http://www.mesa.edu.au, diakses 1 Mei 2008).

DPI & F. 2003. Fish Guide. Saltwater, Freshwater and Noxious Species, (Online), The Great Outdoors Publications, Brisbane, (www2.dpi.qld.gov.au, diakses 13 Mei 2008).

DPI & F. 2005. Fisheries Long Term Monitoring Program Sampling Protocol Mud Crab: (2000 – 2005), (Online), Department of Primary Industries and Fisheries, (http://www2.dpi.qld.gov.au, diakses 14 Mei 2008).

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Hsieh, H.L. 2004. Towards Wetland Restoration for the "Wetland Three Musketeers”, A Horseshoe Crab, A Fiddler Crab, and A Coconut Crab, (Online), Research Center for Biodiversity, Academia Sinica, Taipei, (biodiv.sinica.edu.tw, diakses 14 Mei 2008).

Irmawati. 2005. Keanekaragaman Jenis Kepiting Bakau Scylla sp Di Kawasan Mangrove Sungai Keera Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan, Lembaga Penelitian UNHAS, (Online), (http://www.unhas.ac.id, diakses 30 April 2008).

Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H. & Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

18

Page 19: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.

Quinitio, E.T. & Parado, E.F.D. 2003. Biology and Hatchery of the Mud Crabs Scylla spp. Aquaculture Extension Manual, (Online), No. 34, SEAFDEC Aquaculture Department, Iloilo, Philippines (rfdp.seafdec.org.ph, diakses 15 Mei 2008).

Rahmawaty. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove Berdasarkan Pendekatan Masyarakat (Online), Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, (http://library usu.ac.id, diakses 2 April 2008).

Sara, L. dkk. 2006. Abundance and Distribution Patterns of Scylla spp. Larvae in the Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia, Asian Fisheries Science, (Online), Vol. 19; 331-347, (www.asianfisheriessociety.org, diakses 1 Mei 2008).

Shimek, R.L. 2008. Crabs, (Online), (www.reefkeeping.com, diakses 15 Mei 2008).

Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, (Online), IPB.

www.environment.gov.au. 2007. Red Crabs Gecarcoidea natalis (Pocock, 1888), (Online), (diakses 15 Mei 2008).

www.fao.org. 2008. Trap Crab, (Online), (diakses 15 Mei 2006).

www.nio.org.gif. 2008. Crab Life Cycle, (Online), (diakses 15 Mei 2006).

www.portofpeninsula.org. 1997. Crab. Washington State Department of Fish & Wildlife, (Online), (diakses 15 Mei 2008).

www.shim.bc.ca. 2008. Red Rock Crab, (Online), (diakses 15 Mei 2008).

19

Page 20: Makalah Tentang Aspek Morfologi Kepiting

20