makalah substansi filsafat ilmu
TRANSCRIPT
23
B. SUBSTANSI FILSAFAT ILMU
2.1. Filsafat sebagai landasan pemikiran
Menurut pengertian umum, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.18Filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Dengan pengertian khusus, filsafat
telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang kompleks maka timbul berbagai pendapat tentang arti
filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus
tentang filsafat :
1. Rasionalisme yang menggunakan akal
2. Materialisme yang menggunakan materi
3. Idealisme yang menggunakan idea
4. Hedonisme yang menggunakan kesenangan
5. Stoikisme menggunakan tabiat saleh
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang
berpijak di bumi sedang mengadah ke bintang-bintang. Atau seseorang yang
berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai atau lembah di bawahnya.
Masing-masing ingin mengetahui hakikat dirinya atau menyimak
18
Soetriono, Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI,
hal.20.
24
kehadirannya dalam kesemestaan alam yang ditatapnya.Seorang ilmuan
tidak akan pernah puas mengenal ilmu hanya dari sisi pandang ilmu itu
sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan lainnya.
Adapun filsafat sebagai landasan pemikiran dibuktikan secara rasionalisme
oleh orang-orang sofis diantaranya:19
1. Thales
Thales (624-546 SM), orang Miletus itu, digelari Bapak Filsafat
karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan
karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yang
jarang diperhatikan orang, juga orang zaman sekarang. Thales
menjadi filosof karena ia bertanya. Pertanyaan itu dijawabnya
dengan menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau
kepercayaan lainnya.
2. Anaximander
Penjelasan Anaximander dalam kutipan Mayer, bahwa substansi
pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirimya.
Anaximander mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber
segala kehidupan, demikian alasannya. Pembicaraan filosof ini
saja telah memperlihatkan bahwa di dalam filsafat terdapat lebih
19
Tafsir Ahmad. 2003. Filsafat Umum “Akal dan hati sejak Thales sampai Capra”.Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, hal 48.
25
dari satu kebenaran tentang satu persoalan. Sebabnya ialah bukti
kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya
argumen yang digunakan, bukan terletak pada kongklusi. Disini
sudah terlihat bibit relativisme yang kelak dikembangkan dalam
filsafat sofisme.
3. Socrates
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan
teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan
agama. Ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam
kehidupan. Inilah sebabnya socrates bangkit. Ia harus meyakinkan
orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif; ada
kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang.
Dari pemikiran beberapa pendapat ahli filsafat di zamannya,
dapat disimpulkan bahwa filsafat sangat erat dan penting bagi
manusia dalam proses berpikir secara factual dan kritis. Dari ketiga
tokoh diatas kita bisa mencontoh pemikiran orang filosof yang
mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai tujuan utamanya.
Hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki
perkembangan yang panjang sejak jaman yunani kuno. Pada mulanya,
filsafat „phylosophia” di yunani mencakup hampir seluruh pemikiran teoritis.
26
Tetapi dalam perkembangan ilmu penegetahuan, ternyata terdapat
kecendrungan yang lain. Filsafat yunani kuno yang tadinya satu menjadi
terpecah.
Menurut Nuchlemans (1982), bahwa dengan munculnya ilmu
pengetahuan alam pada abad 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa
sebelum abad ke 17, ilmu pengetahuan identik dengan filsafat.
Pada saat ini antara ilmu dan filsafat memiliki arti bahwa filsafat tidak
dapat perkembangan dengan baik jika terpisah dari ilmu pengetahuan. Ilmu
tidak dapat berkembang dengan baik tanpa adanya saran dan kritik dari
filsafat. Menurut Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk. 1997),
bahwa ilmu kelamaan persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat
dengan persoalan-persoalan filsafat sehingga memisahkan satu dari yang
lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafatyang sangat
memerlukan landasan pengetahuan ilmiah agar argumentasinya tidak terjadi
kesalahan.
2.2. Filsafat sebagai landasan perencanaan
Memahami suatu konsep dibutuhkan suatu penelaahan dari mulai hulu
hingga hilir, perencanaan merupakan suatu konsep yang tidak terlahir begitu
saja melainkan ada proses yang melahirkan konsep perencanaan. Filsafat
dipahami sebagai sebuah proses olah fikir manusia dalam memahami
27
fenomena dan peristiwa yang terjadi di bumi ini. Cara orang berpikir atau
berfilsafat itu yang selanjutnya melahirkan faham-faham filsafat, yang terus
berkembang seiring dengan peradaban dan dinamisasi manusia. Dalam
perkembangan filsafat terdapat beragam aliran, yang diantaranya aliran
idealisme, empirisme, rasionalisme, materialisme, sintesis dan lain
sebagainya.
Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan
keputusan berdasarkan fakta, mengenai kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan menurut Abe
(2001) dalam Ovalhanif (2009) adalah susunan (rumusan) sistematik
mengenai langkah-langkah mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan
dilakukan di masa depan, dengan didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yang seksama atas potensi, faktor-faktor eksternal dan pihak-
pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Dalam memahami konsep perencanaan ada dua faham filsafat yang
harus diketahui yaitu rasionalisme dan empirisme. Seperti yang dikemukakan
Usman (2004:53) untuk memahami perencanaan paling tidak dapat
digunakan empat aliran filsafat yaitu rasionalisme, empirisme, sintesis dan
pengembangan organisasi. Dua aliran yang menarik untuk dibahas dalam
memahami perencanaan yaitu rasionalisme dan empirisme.
28
Dalam konteks perencanaan, aliran empirisme memberikan dasar
bahwa dalam memutuskan sesuatu perlu dipelajari terlebih dahulu apa yang
telah dilakukan sebelumnya dan pengalaman yang telah dilalui.
Arena perencanaan merupakan lahan subur bagi berkembangnya
filsafat. Hali ini berdasarkan atas ruang lingkup ilmu perencanaan yang
bekerja pada domain publik. Perencanaa yang bekerja pada arena publik
inilah menyebabkan filsafat sangat erat kaitannya dengan perencanaan,
sebab sesuatu yang dicapai akan memiliki arah yang sama yaitu kebajikan.
Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan
beberapa komponen penting perencanaan dalam sebuah perencanaan yakni
tujuan apa yang hendak dicapai, kegiatan tindakan-tindakan untuk
merealisasikan tujuan dan waktu kapan bilamana tindakan tersebut hendak
dilakukan.
2.3. Filsafat sebagai landasan pengembangan ilmu
Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk
minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai
membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara subtantif
fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu
masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara
teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat
mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin
29
ilmu masing-masing. Dalam sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia
berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan.Dan
tujuan dari proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan,
kematangan dari kepribadian manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa
pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan manusia. Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha
dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam
membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar
pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia
yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai
manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan
kata lain, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan
kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta
dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang
bertanggung jawab.
Ruang lingkup bidang kajian filsafat ilmu mengalami perkembangan
secara terus menerus, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat
dan ilmu yang makin intens. Bidang kajian yang menjadi telaahan filsafat
ilmupun berkembang dan diantara para ahli terlihat perbedaan dalam
30
menentukan lingkup kajian filsafat ilmu, meskipun bidang kajian induknya
cenderung sama. Perbedaannya lebih terlihat dalam perincian topic telaahan.
Terkait dengan peranan filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan
ilmu pendidikan maka tidak lepas dari induk telaahannya yaitu ontologi.
Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu pendidikan, dalam
kajian ini mencakup masalah realitas pendidikan dan kenampakannya (reality
and appearance). Realitas adalah apa yang nyata atau ada eksistensinya,
sedangkan kenampakan adalah yang nampaknya saja nyata (AN, 1987).
Juga bagaimana hubungan kedua hal tersebut dengan subjek/manusia.
Epistemologi dipandang identik dengan teori pengetahuan. Pada saat
sekarang teori pengetahuan tidak mungkin diabaikan. Epistemologi ilmu
pendidikan berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya ilmu
pendidikan, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
yang benar. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu pendidikan,
bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana mengaplikasikan
ilmu pendidikan dalam kehidupan.
Ruang lingkup telaahan filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas di
dalamnya sebenarnya menunjukan hal-hal yang dikaji dalam filsafat ilmu.
Masalah-masalah dalam filsafat ilmu pada dasarnya menunjukan topik-topik
kajian yang dapat masuk kedalam salah satu lingkup filsafat ilmu pendidikan.
Adapun masalah-masalah tersebut adalah :
1. Masalah-masalah metafisis
31
2. Masalah-masalah epistemologis
3. Masalah-masalah metodologis
4. Masalah-masalah logis
5. Masalah-masalah etis
6. Masalah-masalah tentang estetika
Metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah
metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi, karena sebenarnya
metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan tentang bukti-
bukti adanya Tuhan. Epistemologi20 merupakan teori pengetahuan dalam arti
umum baik itu kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah,
maupun pengetahuan filosofis. Epistemologi menjadikan pengetahuan
sebagai objek kajiannya. Metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang
dipergunakan oleh suatu ilmu, baik dilihat dari struktur logikanya, maupun
dalam hal validitas metodenya. Masalah logis berkaitan dengan telaahan
mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode
deduksi. Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu,
apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu memperhatikan
kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral masyarakat. Sementara itu
masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau nilai-nilai
20
Moslih, Mohammad. 2005. Filsafat Ilmu “Kajian atas dasar paradigma dan kerangka teori ilmu pengetahuan”. Yogyakarta:Belukar, hal 20.
32
keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek aplikasinya
dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa ilmu pengetahuan sangat
berkaitan dengan ilmu-ilmu filsafat. Dimana ilmu filsafat mengkaji berbagai
masalah-masalah fenomena yang terjadi dengan melakukan pendekatan
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
2.4. Filsafat ilmu kaitannya dalam pendidikan dan profesional
Filsafat dengan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan. Menurut Brauner dan Burns (problem in education philosophy)
bahwa pendidikan dan filsafat tidak dapat dipisahkan karena yang dijadikan
sasaran atau tujuan pendidikan adalah yang juga dijadikan tujuan atau
sasaran filsafat yaitu kebijaksanaan.
Menurut Kilpatrick dalam bukunya “Philosophy of Education”,
menjelaskan bagaimana hubungan filsafat dengan pendidikan sebagai
berikut: “Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha;
berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita
yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilai-nilai
dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia.
Mendidik adalah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan
oleh filsafat, dimulai dengan generasi muda untuk membimbing rakyat
membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan dengan cara ini pula
33
cita-cita tertinggi suatu filsafat dapat terwujud dan melembaga di dalam
kehidupan mereka.” Dengan demikian, menurut pendapat diatas filsafat dan
pendidikan tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini peran filsafat sebagai yang
menetapkan konsep, ide-ide, dan idealisme yang dibutuhkan sebagai dasar
atau landasan dan tujuan pendidikan. Pendidikan berperan sebagai usaha
untuk mewujudkan dan mengupayakan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.
Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, bukan merupakan
insidental. Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan,
landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita dan pengalaman
yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas
dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah,
menganalis, dan menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam
jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan diharapkan bisa menggali
dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh karena
itu, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran
umum mengenai pendidikan.
Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat
penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem
pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang
menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan,
menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan
34
yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat
pendidikan, dan pengalaman manusia.
Tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing
kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan
adalah realisasi dari ide-ide filsafat. Filsafat memberi asas kepastian bagi
peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah
melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan.
Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan
teori pendidikan berikut :
1. Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang
dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan menyusun teori-
teori pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan
kehidupan yang nyata.
3. Filsafat, dalam hat ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogik).
35
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa antara filsafat
pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak
terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting
dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan
pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan
landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.