makalah organik analisis

27
MAKALAH KIMIA ORGANIK ANALISIS METODE ANALISIS UJI WARNA SENYAWA METABOLIT SEKUNDER OLEH : RIZKY DERMAWAN H311 10 251

Upload: wirayuliadha

Post on 03-Aug-2015

448 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah organik analisis

MAKALAH

KIMIA ORGANIK ANALISIS

METODE ANALISIS UJI WARNA SENYAWA

METABOLIT SEKUNDER

OLEH :

RIZKY DERMAWAN

H311 10 251

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: makalah organik analisis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara dengan keanekaragaman hayatinya

yang mengagumkan seperti flora dan fauna yang tersebar hingga ribuan spesies di

bumi pertiwi ini. Keanekaragaman hayati negeri ini seharusnya dapat dieksplorasi

salahsatunya dalam hal pengembangan metabolit sekunder yang dimana metabolit

sekunder ini apabila dapat diolah dengan baik maka dapat memberikan suatu

manfaat yang besar serta bernilai tinggi.

Saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk studi pengembangan

metabolit sekunder dalam berbagai bidang seperti dalam bidang farmakologi

yakni pembuatan obat herbal yang dinilai lebih aman untuk dikonsumsi,

ekonomis, dan hasil yang diberikan tidak kalah dari obat-obat sintetis. Dalam

bidang industri seperti produksi minyak atsiri yang memiliki nilai komersial yang

tinggi di pasaran dunia serta masih banyak lagi.

Dengan demikian pentingnya kita mengetahui metode untuk

mengidentifikasi golongan senyawa metabolit sekunder pada suatu sampel bahan

alam dikarenakan dalam satu sampel dimungkinkan mengandung lebih dari satu

golongan metabolit sekunder di dalamnya. Untuk itu diperlukan suatu analisis

khusus secara kualitatif untuk mengidentifikasi golongan metabolit sekunder,

salah satunya melalui metode uji warna menggunakan pereaksi spesifik yang

dimana setiap golongan metabolit sekunder akan memberikan warna khas untuk

setiap pereaksi tertentu.

Page 3: makalah organik analisis

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara melakukan uji warna untuk mengidentifikasi senyawa bahan

alam?

Bagaimana menuliskan reaksi senyawa bahan alam dengan pereaksi spesifik

untuk uji warna?

Page 4: makalah organik analisis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala

jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk

sayuran dan buah-buahan. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada

senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi

normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau

memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit (Clark, 2010).

Penapisan kimia merupakan tahap awal dari pengerjaan secara kimia.

Metode yang digunakan harus bersifat sederhana, pengerjaannya cepat,

menggunakan peralatan yang minimun, menggunakan reagen yang selektif

terhadap suatu golongan senyawa tertentu, memiliki limit deteksi yang rendah dan

memberikan informasi tambahan mengenai ada atau tudaknya gugus fungsi

tertentu (Harborne, 1973).

Satu hal yang penting dan pertimbangan mendasar dalam mendesain

prosedur pada fitokimia adalah seleksi dalam pelarut yang tepat untuk ekstraksi.

Seringkali sulit umumnya atau diharapkan mengikuti aturan kelarutan untuk

pemberian kelas pada fitokonstituen karena mereka menyajikan substansi dalam

ekstrak tumbuhan kasar pada efek kelarutan (Wilcox & Wilcox, 1995).

Senyawa bahan alam adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup

(tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit

sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai

sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun

Page 5: makalah organik analisis

untuk menujang berbagai kepentingan industri. Selain sebagai bahan obat,

senyawa metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang

kepentingan industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida

dan insektisida (Putra, 2005).

Senyawa Metabolit Sekunder :

1. Alkaloid

Secara umum, golongan senyawa alkaloid biasanya merupakan kristal tak

bewarna, bersifat basa, dapat membentuk endapan dengan larutan asam

fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain

sebagainya.

2. Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol

yang terbanyak dialam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab

terhadap zat warna ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam

tumbuhan.

Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi :

a) Sebagai pigmen warna

b) Fungsi patologi dan sitologi

c) Aktivitas farmakologi

d) Flavonoid dalam makanan

3. Triterpenoid

Banyak tumbuhan (bunga, daun, buah, biji atau akar) yang berbau harum.

Bau harum itu berasal dari senyawa yang terdiri dari 10 dan 15 karbon yang

disebut terpen.

Page 6: makalah organik analisis

Berdasarkan jumlah unit isoprena yang dikandungnya, senyawa terpenoid terbagi

atas :

a. Monoterpena (dua unit isoprena)

b. Seskuiterpena (tiga unit isoprena)

c. Diterpena (empat unit isoprena)

d. Triterpena (enam unit isoprena)

e. Tetraterpena (delapan unit isoprena)

4. Steroid

Secara sederhana steroid dapat dioartkan sebagai kelas senyawa organik

bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan

(siklopentanofenantren), mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini

mempunyai efek fisiologis tertentu (Handayani, 2009).

5. Saponin

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.

Saponin memiliki karakteristik berupa buih, sehingga ketika direksikan dengan air

dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin

diklasifikasikan menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.

Saponin steroid dihidrolisis dapat menghasilkan suatu aglikon (Fessenden &

Fessenden, 1986).

Page 7: makalah organik analisis

BAB III

METODE ANALISIS

3.1 Uji alkaloid

Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer,Wagner dan Dragendorff.

Sampel sebanyak 3 mL diletakkan dalam cawan porselin kemudian ditambahkan

5 mL HCl 2 M , diaduk dan kemudian didinginkan pada temperatur ruangan.

Setelah sampel dingin ditambahkan 0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat

yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes , kemudian dipisahkan

menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah

pereaksi Mayer, filtrat C ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D

digunakan untuk uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan

pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan adanya alkaloid. Uji

penegasan dilakukan dengan menambahkan amonia 25% pada filtrat D hingga PH

8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dan diuapkan diatas waterbath.

Selanjutnya ditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring. Filtratnya dibagi menjadi

3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji dengan pereaksi Mayer,

sedangkan filtrat C diuji dengan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan

menunjukkan adanya alkaloid.

3.2 Uji tanin

Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi akuades panas kemudian didinginkan.

Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A,

B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3

Page 8: makalah organik analisis

tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin. Kemudian

diamati perubahan yang terjadi.

3.3 Uji saponin.

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara

memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL

akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila

terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi

menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan

menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai

filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit,

kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi

menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrate B ditetesi anhidrat

asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali.

Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin.

3.4 Uji Kardenolin dan bufadienol.

Uji Kardenolin dan Bufadienol menggunakan 2 metode yaitu metode

Keller Killiani, dan metode Kedde.

(i) Metode Keller-Killiani yaitu dengan menguapkan 2 mL sampel, dan

mencucinya dengan heksana sampai heksana jernih. Residu yang tertinggal

dipanaskan diatas penangas air kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1

Ml H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu maka

identifikasi menunjukkan adanya kardenolin dan bufadienol.

(ii) Metode Kedde yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering

kemudian menambahkan 2 mL kloroform, lalu dikocok dan disaring. Filtrat dibagi

Page 9: makalah organik analisis

menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, dan filtrat B ditambah 4

tetes reagen Kedde. Senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna

ungu

3.5 Uji flavonoid.

Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci dengan heksana sampai jernih.

Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring. Filtrat dibagi 4 bagian

A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat

kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua

sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf).

Filtrat C ditambahkan 0,5 mL HCl dan logam Mg kemudian diamati perubahan

warna yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh

senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon, warna

hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida. Filtrat D digunakan untuk

uji KLT.

3.6 Uji Terpenoid & Steroid

Sampel yang telah dihaluskan. Ditimbang sebanyak 4,3 gram. Kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan ethanol sampai

sampel terendam. Lalu diaduk dengan batang pengaduk. Setelah itu kapas

dimasukkan dan ekstraknya dikeluarkan. Kemudian ekstrak ditambahkan dengan

eter. Setelah itu diuapkan dicawan penguap. Ekstrak eter ditambahkan dengan

reagen Liebermann-Burchard. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna

hijau atau biru atau hijau untuk steroid sebaliknya jika wana yang ditunjukkan

warna merah, ungu atau coklat, maka sampel positif mengandung triterpenoid.

Page 10: makalah organik analisis

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Preparasi sampel

Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengujian

fitokimia adalah pengumpulan bagian tanaman. Pengujian

dengan menggunakan sampel tumbuhan yang masih segar

dimaksudkan untuk menghindari rusaknya jaringan sel

tumbuhan. Kerusakan jaringan ini dapat berakibat pada hilang

atau rusaknya senyawa aktif yang dikandung tanaman itu akibat

panas atau tanaman tersebut terlalu lama didiamkan maka

dikhawatirkan senyawa aktifnya akan rusak disebabkan oleh

enzim atau air yang terdapat pada tumbuhan yang ditandai

dengan perubahan warna (layu atau kering). Dalam pengujian

fitokimia, untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit

sekundernya (alkaloid, steroid, triterpenoid dan saponin), sampel

daun tumbuhan dipotong-potong sampai hancur dan kemudian

ditumbuk sampai halus, sehingga dinding sel tumbuhan terbuka

sehingga metabolit sekunder lebih mudah keluar dan lebih

mudah diekstraksi..

4.2 Uji Alkaloid

Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Wagner dan Dragendorff berarti

dalam ekstrak sampel terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCl adalah karena

alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang

Page 11: makalah organik analisis

mengandung asam (Harborne, 1996). Perlakuan ekstrak dengan NaCl sebelum

penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein. Adanya protein

yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat

(pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa

(Santos et al., 1998).

4.2.1 Uji Meyer

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya

endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid.

Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium(II) klorida ditambah kalium

iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium(II) iodida. Jika

kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium

tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang

mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk

ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloid

dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan

ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-

alkaloid yang mengendap.

4.2.2 Uji Wagner

Page 12: makalah organik analisis

Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya

endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah

kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I-

dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner,

ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada

alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.

4.2.3 Uji Dragendorff

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan

terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah

kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan

dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah

terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+).

Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam

sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari

bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodide membentuk endapan hitam

Bismut(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih

membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan

Page 13: makalah organik analisis

pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen

koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam.

4.3 Uji Kardenolin & Bufadienol

4.3.1 Reaksi Uji Kedde

Uji Kedde dilakukan untuk menunjukkan adanya lakton tidak jenuh

(Santos, 1978). Hasil positif pada uji Kedde diperkirakan karena terjadi reaksi

antara lakton tidak jenuh pada kardenolin/bufadienol dengan 3,5 dinitrobenzen

(pereaksi Kedde). Karbonil (C=O) pada lakton tidak jenuh memiliki ikatan π yang

mudah putus dan membentuk ikatan baru dengan senyawa 3,5 dinitrobenzen.

Karena gugus nitro pada senyawa 3,5 dinitrobenzen merupakan gugus pengarah

meta maka diperkirakan ikatan yang terjadi adalah antara atom oksigen pada

gugus karbonil dengan atom karbon posisi meta pada 3,5 dinitrobenzen. Hasil

positif dengan semua pereaksi tersebut baru menunjukkan adanya gula jantung

(kardenolin dan bufadienol).

Page 14: makalah organik analisis

4.3.2 Reaksi Uji Keller Killiani

Hasil positif pada uji Keller Kiliani menunjukkan adanya deoksi gula

untuk glikosida (Santos et al., 1978). Warna merah yang terbentuk kemungkinan

disebabkan terbentuknya kompleks. Atom oksigen yang mempunyai pasangan

elektron bebas pada gugus gula bisa mendonorkan elektronnya pada Fe3+

membentuk kompleks.

4.4 Uji Saponin

4.4.1 Uji Forth

Page 15: makalah organik analisis

Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang

mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi

glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990).

Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa setelah

pengocokan dengan akuades panas dan busa konstan selama 15

menit. Busa tersebut terbentuk karena adanya gelembung-

gelembung udara yang terjebak dalam larutan. Saponin

merupakan zat yang memiliki senyawa aktif permukaan dan

bersifat seperti sabun sehingga pengenalannya dapat dilakukan

degan mudah.

Saponin merupakan komponen lipida polar yang bersifat

ampifilik (memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik). Di

dalam sistem cair, lipida cair secara spontan terdispersi

membentuk misel dengan ekor filik yang bersinggungan dengan

medium cair. Misel tersebut dapat mengandung ribuan molekul

lipida. Lipida cair membentuk suatu lapisan dengan ketebalan

satu molekul yaitu lapisan tunggal. Pada sistem tersebut, ekor

hidrokarbon terbuka sehingga terhindar dari air dan lapisan

hidrofilik memanjang ke air yang bersifat polar, sistem inilah

yang

disebut denga busa. Hasil tidak menunjukkan adanya busa

menandakan bahwa sampel tidak mengandung saponin.

Page 16: makalah organik analisis

4.5 Uji Tanin

Adanya tanin akan mengendapkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi

dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam

airn(Harborne, 1996). Reaksi ini lebih sensitif dengan penambahan NaCl untuk

mempertinggi penggaraman dari tanin-gelatin.

Page 17: makalah organik analisis

4.6 Uji Flavonoid

Ekstraksi flavonoid dari tumbuhan dapat dilakukan dengan

menggunakan pelarut polar. Flavonoid merupakan senyawa polar

karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil. Oleh karena itu,

umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti metanol.

Metanol berfungsi sebagai pembebas flavonoid dari bentuk

garamnya, kemudian ditambahkan asam sulfat 2N, asam sulfat

berfungsi untuk protonasi flavonoid sehingga terbentuk garam

flavonoid. Setelah itu ditambahkan bubuk magnesium. Hasil

Page 18: makalah organik analisis

positif ditunjukkan dengan larutan berubah warna menjadi

orange.

Uji Wilstater cyanidin biasa digunakan untuk mendeteksi senyawa yang

mempunyai inti α-benzopyron. Warna orange yang terbentuk pada uji Bate Smith-

Mertcalf dan warna merah pada uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya

garam flavilium (Achmad, 1986).

4.6.1 Uji Bate Smith-Metchalf

4.6.2 Uji Willstater

Page 19: makalah organik analisis

4.7 Uji Terpenoid & Steroid

4.7.1 Uji Lieberman-Buchard

Indikasi positif steroid ditandai dengan perubahan warna menjadi biru atau

hijau. Warna biru atau hijau bukan merupakan warna yang diserap melainkan

warna komplementer.. Sedangkan pada triterpenoid indikasi positif ditandai

dengan perubahan warna menjadi merah, ungu atau coklat. Reaksi pembentukan

warna ini dapat terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yang

disebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik.

Jika sampel mengandung triterpenoid dan steroid sekaligus maka warna

yang pertama kali timbul adalah warna triterpenoid kemudian disusul warna

steroid. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang yang diserap oleh

triterpenoid lebih panjang artinya energinya lebih rendah sehingga akan muncul

lebih dahulu. Hasilnya menunjukkan tebentuknya warna coklat menandakan

bahwa sampel positif mempunyai triterpenoid, tetapi karena wana hijau atau biru

tidak muncul ini menandakan bahwa sampel daun tidak mengandung steroid.

Page 20: makalah organik analisis

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karnunika.

Clark, J. 2010. Fitokimia. http:www.chem-is-try.org/chemlab/25/fitokimia.html.

Fessenden, R.J & J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik, diterjemahkan oleh A.H.Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Handayani, S. 2009. Analisa dan Khasiat Daun Salam. http://analisatekinisia.blogspot.com/2009/05/analisa-dan-khasiat-daunsalam.html.

Harbone, J. B. 1973. Photocemical Method. A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Chapman & Hall. London.

Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

McMurry, J. and R.C. Fay. 2004. McMurry Fay Chemistry. 4th edition. Belmont, CA.: Pearson Education International.

Putra, S. A. 2005. Bahan Alam, Ujung Tombak Riset Kimia di Indonesia. http://www.chem-istry. org/artikel_kimia/berita/bahan_alam_ujung_tombak_riset_kimia_di_indonesia/.

Page 21: makalah organik analisis

Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, and C.Q. Estrada. 1978. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological, Screening of Medical Plants. Manila: Research Center University of Santo Thomas.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.

Wilcox, M. F. & C. F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. SecondEdition. Perntice Hall. New Jersey.