makalah gerd blok 16

Upload: ardillasilvia

Post on 08-Mar-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

maalah blok 16

TRANSCRIPT

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)Silvia Ardila (10.2013.194)Fakultas Kedokteran Universitas Krida WacanaFakultas Kedokteran UKRIDA, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta BaratAlamat korespondensi : [email protected]

PendahuluanGastroesophageal Reflux Disease (GERD), atau yang biasa dikenal sebagai penyakit lambung akibat refluks asam lambung, adalah masalah kesehatan yang cukup umum. Ini terjadi karena adanya gangguan pada lower esophageal sphincter yang merupakan katup penghubung antara lambung dan kerongkongan. Akibatnya, asam lambung yang seharusnya tetap berada di perut, naik ke kerongkongan dan menimbulkan sensasi terbakar di dada.Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke dokter. Berbagai survei menunjukkan bahwa pada orang dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Sedangkan pada bayi dan balita, tidak ada gejala kompleks yang dapat menegakan diagnosis GERD atau memprediksi respon terhadap terapi. 1

SkenarioSeorang perempuan 50 th dating berobat ke poliklinik umum dengan keluhan bila makan cepat kenyang, begah dan rasa terbakar di daerah dada (heart burn) kadang disertai kembung bila makan agak banyak. Keluhan seperti ini dirasakan sudah kira-kira 4 bulan. BB=50kg TB=149cm saat ini BB menjadi 44kg. pasien memiliki kebiasaan minum soft drink dan jamu. Setiap 2 hari sekali.

PembahasanAnamnesis Anamnesis merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan anamnesis adalah dokter dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan oleh pasien,hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit dan hal-hal lain yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit dan proses pengobatan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat dan menilai adanya kelainan dan gangguan pada tubuh pasien, baik terlihat keluhannya ataupun tidak.Anamnesis antara dokter dan pasien harus membina hubungan yang baik dapat dilakukan dengan cara menyampaikan ucapan selamat datang dan mempersilahkan pasien duduk dengan sopan, serta menampilkan sikap dan wajah yang ramah. Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan;2 (1) menanyakan identitas pasien, (2) keluhan utama dan lamanya sakit, (3) riwayat penyakit sekarang dengan menanyakan karakter keluhan utama,perkembangan keluhan utama seperti obat-obat yang telah diminum dan hasilnya, (4) riwayat penyakit dahulu, (5) riwayat pribadi seperti kebiasaan makan, kebiasaan merokok, alkohol, dan penggunaan narkoba, serta riwayat imunisasi, (6) riwayat sosial ekonomi seperti lingkungan tempat tinggal dan hygiene, (7) riwayat kesehatan keluarga, dan (8) riwayat penyakit menahun keluarga seperti alergi, asma, hipertensi, kencing manis, dll.2Pembahasan kasus Identitas pasien : Perempuan (50 tahun). Keluhan utama : bila makan cepat kenyang, begah dan rasa terbakar didaerah dada heart burn, disertai kembung bila makan agak banyak. Sudah berapa lama : kira- kira 4 bulan. Riwayat penyakit sekarang : terjadi penurunan berat badan dari 50 kg ke 44 kg. Riwayat penyakit dahulu: tidak diketahui Riwayat Keluarga: tidak diketahui Riwayat pribadi: kebiasaan minum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali. Riwayat sosial: tidak diketahui Bagian anamnesis ini dirancang untuk menemukan gejala yang belum diungkapkan oleh pasien dalam anamnesis keluhan utama. Dalam suatu situasi klinis tertentu, pertanyaan ini harus difokuskan tergantung dari sifat keluhan utama. Ditemukannya kelainan pada pemeriksaan fisik atau setelah pemeriksaan penunjang bisa menimbulkan pertannyaan yang lebih terarah.2

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang perlu kita ketahui adalah keadaan umum pasien dan memeriksa tanda-tanda vital pada pasien. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang biasanya terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Palpasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk dengan tangan atau dengan alat bantu.4Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen pada bayi. Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Palpasi dilakukan terakhir, dikarenakan palpasi dapat mengganggu bunyi normal abdomen. Untuk tujuan deskriptif abdomen dibagi menjadi 4 kuadran(LUQ, LLQ, RUQ, RLQ). Bias dilakukan pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.Dan yang didapatkan pada kasus,pada pemeriksaan fsik dan tanda-tanda fisik pada bayi tersebut dalam batas yang normal dan bayi juga masih terlihat aktif dan bagus dalam menyusui.

Pemeriksaan Penunjang1 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa GERD yaitu: EndoskopiDewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi pasien dengan dugaan PRGE.Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi.Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).

Gambar 1: Salutran cerna bagian atas

Klasifikasi Los Angeles Derajat kerusakanGambaran endoskopi

AErosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm

BErosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan

CLesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

DLesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esophagus)

RadiologiPemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan.Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen. Tes Provokatifa. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%. b. Tes EdrofoniumTes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 g/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus. Pengukuran pH dan tekanan esofagusPengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus.Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE. Namun tidak semua bayi yang muntah atau regurgitasi diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan ini.1 Tuttle test acid refluxTes ini menggunakan asam hidrokhloric (0.1N per 1.7m2) atau dengan jus apel yang tidak dimaniskan (300ml per 1.7m2) yang ditelan oleh pasien lalu pH dimonitor selama 30 menit, penurunan pH dibawah 4 merupakan kasus abnormal.1 Tes Gastro-Esophageal ScintigraphyTes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan sifatnya non invasive. Pemeriksaaan EsofagogramPemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa esofagus, erosi, dan striktur. Manometri esofagusTes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien NERD.Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus. HistopatologiPemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.Tetapi bukan untuk memastikan NERD.

Diagnosis Kerja Karena ditemukan regurgitasi pada bayi setelah minum susu, maka ditetapkan bahwa diagnosisnya adalah Gastroesophageal Refluks Disease.

Diagnosis Banding NERD (Non Esophageal Refluks Disease) merupakan gejala GERD tanpa adanya cedera mukosa esofagus selama endoskopi saluran cerna atas/ tidak ditemukannya kelainan. DYSPEPSIA FUNGSIONAL merupakan Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent). Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi) Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome) symptom tidak hilang dengan defekasi tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.Mekanisme Terjadinya Dyspepsia Fungsional :Pertaman pada Asam lambung lalu kedua pada Motilitas Hipomotilitas antrum : pengosongan lambung terhambat Gastrid Accomodation menurun : kemampuan menerima makanan dalam jumlah besar berkurang. Gangguan aktifitas listrik pada otot lambung, dan yang ketiga pada Psikologis Anxiety Neurotik Somatosasi Depresi.

Epidemiologi4Gastroesophageal reflux disease (GERD) umum ditemukan pada populasi di negara barat namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Asia-Afrika. Pada bayi mengalami refluks ringan sekitar 1 : 300 sampai 1 : 1000. Gastrorefluksesofagus pada bayi banyak terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, pada umur 6 sampai 7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi 21% . Hanya 5 % bayi berumur 12 bulan yang mengalami GERD.

Patogenesis4 Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah. Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :

a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan c. Meningkatnya tekanan intraabdominal Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik. Pemisah antirefluks Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES. Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung. Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES. Bersihan asam dari lumen esophagus Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal. Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak aktif. Ketahanan epithelial esophagus Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari : membran sel batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan esophagus aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2 sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler. Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus, sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas. Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam. Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barretts esophagus dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H.pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang. Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas visceral.

Komplikasi GERD Komplikasi EsofagusEsofagitis, Barrett esophagus, striktur dan adenokarsinoma dilaporkan sebagai konsekuensi dari GERD yang berat. Esofagitis dapat muncul karena paparan asam lambung secara kronis dan harus didiagnosis dengan upper endoscopy dan histologi. Gejala RespirasiGERD berhubungan dengan astma. Hal ini berkaitan dengan aspirasi isi lambung yang menyebabkan hiperresponsif saluran nafas dan inflamasi pada bronkus. Komplikasi lain dari refluks adalah pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Gejala saluran nafas atasRefluks berhubungan dengan serak, batuk kronis dan juga penemuan pada pemeriksaan laringoskop berupa edema saluran nafas atas, eritema.

Karies gigiGERD berkaitan dengan karies gigi. Selain itu GERD juga berkaitan dengan hilangnya enamel gigi.

Penatalaksanaan5 Non Medikamentosa Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu : Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidur. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.

Medikamentosa Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas. Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.5 Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down. Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi GERD : Antasid Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Antagonis reseptor H2 Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. Obat-obatan prokinetik Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam. Metoklopramid Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia. Domperidon Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. Cisapride Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat) Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi). Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI) Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat- obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.

Pencegahan Beberapa peralatan kemungkinan digunakan untuk meringankan gastroesophageal reflux. Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci mencegah asam mengalir dari kerongkongan sebagaimana seseorang tidur. Makanan dan obat-obatan yang menjadi penyebab harus dihindari, sama seperti merokok. Pemberian obat bethanechol atau metoclopramide juga biasa digunakan untuk membuat sphincter bagian bawah lebih ketat. Makanan dan minuman yang secara kuat merangsang perut untuk menghasilkan asam atau yang menghambat pengosongan perut harus dihindari sebaiknya. Prognosis Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi bila perlu (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang. Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD

Kesimpulan Gastroesofageal refluks disease ( GERD ) merupakan keadaan patologis yang diakibatkan refluks kandungan lambung ke dalam esofagus. GERD dapat menyerang segala jenis usia dari bayi hingga orang tua. Pada GERD ditemukan keluhan seperti adanya rasa nyeri di bagian epigastrium, regurgitasi, heartburn, disfagia dan odinofagia. Diagnosis GERD dapat dicapai berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan. Salah satu penatalaksaan untuk GERD adalah dengan modifikasi gaya hidup.

Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. 4thed. Jakarta:FKUI; 2006 2. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2006. 3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam: Brahm U. Pendit, alih bahasa;Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari, editor edisi bahasa Indonesia. Buku ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2007. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Dalam: A. Aziz Rani, Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z. Nasir, Ika Prasetya Wijaya, Nafrialdi, Arif Mansjoer. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 5. Gunawan Gan S, et al. Farmako dan terapi. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007

1