makalah bk kelompok 2

23
Landasan filosofis & perkmbngan so-bud djlaskan, priview dr kel 1 Landasan psikologis BAB II PEMBAHASAN RASIONAL BK DITINJAU DARI TINJAUAN KONSEPTUAL PSIKOLOGIS DAN PENDIDIKAN SECARA UMUM a. Landasan Filosofis Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philos berarti cinta dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofi berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan atau ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain sebagainya. Pemikiran dan pemahaman filosofi menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan membuat kputusan yang tepat. b. Landasan perkembangan social budaya Kebutuhan akan konseling antarbudaya di Indonesia makin terasa mengingat penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka corak sub-kultur yang berbeda-beda.

Upload: apit-meilani

Post on 02-Aug-2015

336 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Bk Kelompok 2

Landasan filosofis & perkmbngan so-bud djlaskan, priview dr kel 1

Landasan psikologis

BAB II

PEMBAHASAN

RASIONAL BK DITINJAU DARI TINJAUAN KONSEPTUAL PSIKOLOGIS

DAN PENDIDIKAN SECARA UMUM

a. Landasan Filosofis

Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philos berarti cinta dan shopos

berarti bijaksana. Jadi filosofi berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan atau ilmu yang

mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-

prinsip atau hukum-hukum alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan,

termasuk kedalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain sebagainya.

Pemikiran dan pemahaman filosofi menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan

bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya yaitu membantu

konselor dalam memahami situasi konseling dan membuat kputusan yang tepat.

b. Landasan perkembangan social budaya

Kebutuhan akan konseling antarbudaya di Indonesia makin terasa mengingat penduduk

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka corak sub-kultur yang

berbeda-beda. Para konselor di Indonesia dihadapkan pada kenyataan adanya keanekaragaman

budaya yang menguasai kehidupan para penduduknya. Karakteristik social budaya masyarakat

yang majemuk itu tidak dapat diabaikan dalam perencanaan dan penyelenggaraan bimbingan dan

konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan

meningkatan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia harus berakar pada budaya

bangsa Indonesia sendiri.

Klien-klien dari latar belakang social budaya yang berbineka tidak dapat disamaratakan

penanganannya. Meskipun bangsa Indonesia sedang menuju pada satu budaya kesatuan

Indonesia, namun akar budaya asli yang sekarang masih hidup dan besar pengaruhnya terhadap

Page 2: Makalah Bk Kelompok 2

masyarakat budaya asli itu patut dikenali, dihargai, dan dijadikan pertimbangan utama dalam

pelayanan bimbingan dan konseling.

c. Landasan Psikologis

Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberi pemahaman

tentang tingkahlaku individu yang menjadi sasaran layanan. Karena bidang garapan bimbingan

dan konseling adalah tingkahlaku klien, yaitu tingkahlaku  klien yang perlu diubah dan

dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.

Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian bidang psikologis

perlu dikuasai yaitu tentang :

1. motiv dan motivasi

2. pembawaan dasar dan lingkungan

3. perkembangan individu

4. belajar

5. kepribadian

1. Motif dan motivasi

Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Motif dibedakan

menjadi dua yaitu motif yang bersifat primer dan yang bersifat skunder. Motif primer didasari

oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia terlahir dan

pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda, seperti kebutuhan menghilangkan rasa haus dan lapar.

Sedangkan motiv skunder tidak dibawa sejak lahir melainkan terbentuk bersamaan dengan

proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motiv skunder berkembang berkat adanya

usaha belajar.

Motif yang telah berkembang pada individu merupakan sesuatu yang laten pd diri

individu itu, yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan mendorong terwujudnya suatu tingkah laku.

Motif yang sedang aktif biasnya disebut motivasi, kekuatannya dapat meningkat sampai pada

taraf yang tinggi. Oleh karena itu sering kita jumpai ada orang yang motivasinya rendah atau  

Page 3: Makalah Bk Kelompok 2

tinggi. Semua itu menggambarkan kuat lemahnya motiv yang sedang aktif mendorong tingkah

laku yang dimaksutkan.

2. Pembawaan dan lingkungan

Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa

yang dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam arti luas pembawaan meliputi

berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut,golongan darah, kecenderungan

pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan cirri-ciri kepribadian

tertentu. Kondisi yang menjadi pembawaan itu selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang.

Untuk dapat berkembang apa-apa yang telah dibawa sejak lahir itu diperlukan sarana dan

prasarana yang semuanya berada dalam lingkungan individu yang bersangkutan.

Penelitian Jensen misalnya (dalam Sulton-Smith 1973) menegaskan bahwa faktor yang

menentukan tinggi rendahnya inteligensi seseorang adalah interaksi antara pembawaan dan

lingkungan. Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidaklah sama. Ada

pembawaan yang tinggi, sedang, kurang dan bahkan kurang sekali. Keadaan pembawaan dan

lingkungan seorang individu dapat diketahui melalui penerapan instrumentasi konseling yang

dipergunakan oleh konselor. Pemahaman tentang faktor-faktor pembawaan itu perlu mendapat

perhatian utama. Lebih dari itu konselor perlu menyikapi kondisi pembawaan dan lingkungan

sasaran layanan secara dinamis. Artinya konselor memandang apa-apa yang terdapat dalam

pembawaan sebagai modal atau asset yang harus ditumbuh kembangkan secara optimal.

3. Perkembangan individu

            Sejak masa konsepsi dalam rahim ibu bakal individu berkembang dari janin dan bertahap

hingga menjadi manusia lanjut usia. Dengan demikian bahwa perkembangan individu itu tidak

sekali jadi, melainkan bertahap dan berkesinambungan. Masing-masing aspek perkembangan,

seperti perkembangan kognitif atau kecerdasan, bahasa, moral, hubungan sosial, fisik,

kemampuan motorik memiliki tahap-tahap perkembangan sendiri. Meskipun masing-masing

aspek perkembangan cenderung memperlihatkan caranya sendiri, namun aspek-aspek itu saling

terkait. Oleh karena itu, selain konselor harus memahami secara terpadu kondisi berbagai aspek

perkembangan individu pada saat pelayanan bimbingan dan konseling diberikan, juga harus

dapat melihat arah perkembangan individu dimasa depan.

Page 4: Makalah Bk Kelompok 2

4. Belejar

      Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar

untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan

dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat

kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan

memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar

dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif,

afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat

belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar

sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori

belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah :

a) Teori Belajar Behaviorisme;

b) Teori Belajar Kognitif

c) Teori Pemrosesan Informasi

d) Teori Belajar Gestalt.

e) Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme.

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi

fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme

tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.

Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi

kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Thorndike melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya dihasilkan

hukum-hukum belajar, diantaranya:

1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka

hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan

Page 5: Makalah Bk Kelompok 2

efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-

Respons.

2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme

itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini

menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu.

3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin

bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak

dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan

hukum-hukum belajar, diantaranya :

1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam

stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka

refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang

sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa

menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung

merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,

maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui

proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan

menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah

sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant

conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh

Page 6: Makalah Bk Kelompok 2

reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan

kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai

pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori

belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan

penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata

refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai

hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar

menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi

melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih

memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang

individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar

behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan,

Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang

(the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak

serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan

dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran

konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan

untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan

individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)

sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.

Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan

akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which

a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the

Page 7: Makalah Bk Kelompok 2

evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind

or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan

tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk

melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya

dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan

kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan

menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar

dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru

harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi

dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang

sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari

pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi,

untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam

pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-

kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan

untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi

eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses

pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2)

pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)

perlakuan dan (8) umpan balik.

Page 8: Makalah Bk Kelompok 2

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau

konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan

dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada

tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa

setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan

suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar

belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran

antara latar dan figure.

1) Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun

ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

2) Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang

sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

3) Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada

dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

4) Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk

yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik

berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

5) Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek

atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1) Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”.

Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar,

sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.

Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”.

Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

2) Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan

geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang

Page 9: Makalah Bk Kelompok 2

sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.

Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan

behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan

yang lebat (lingkungan geografis).

3) Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa,

akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan

kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh

dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

4) Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang

dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu

proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1) Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.

Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu

kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

2) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait

akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna

hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting

dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan

pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya

memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3) Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan

hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan

tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik

mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan

sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan

lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki

keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

Page 10: Makalah Bk Kelompok 2

5) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran

tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan

melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian

menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd

menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran

dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan

terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan

menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam

situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai

prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

E. Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap

manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan

keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini

memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,

pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi

pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai,

sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat

sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh

kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa. Tujuan pembelajaran adalah

belajar how to learn. Penyajian isi KBM fakta diinterpretasi untuk mengkonstruksikan

pemahaman individu melalui interaksi sosial.

Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data

primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam pengambilan

kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada penyusunan makna secara aktif,

keterampilan intergratif dalam masalah nyata, menggali munculnya jawaban divergen dan

pemecahan ganda. Evaluasi dilihat sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan

Page 11: Makalah Bk Kelompok 2

penugasan untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi

proses untuk memecahkan masalah.

Selama ini masyarakat kita berada dalam suatu budaya dimana belajar dipandang sebagai

suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru bukan sekadar fasilitator, melainkan sebagai

sumber tunggal pengetahuan di depan kelas. Pembelajaran yang sedang dikampanyekan,

disosialisasikan justru berbeda dengan pandangan tersebut. Belajar adalah suatu proses dimana

siswa memproduki pengetahuan. Siswa menyusun pengetahuan, membangun makna (meaning

making), serta mengkonstruksi gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme menekankan bahwa

belajar adalah meaning making atau membangun makna, sedang mengajar adalah schaffolding

atau memfasilitasi. Oleh karena itu skenario suatu pembelajaran maupun kegiatan belajar

mengajar yang hanya terhenti pada tahapan dimana siswa mengumpulkan data dan memperoleh

informasi dari luar yakni guru, narasumber, buku, laboratorium dan lingkungan ke dalam ingatan

siswa saja, belumlah cukup, karena siswa masih berada pada tingkatan mengkonsumsi

pengetahuan. Karena itu perlu langkah-langkah yang menunjukkan tindakan siswa

mengkonstruksi gagasan untuk memproduksi pengetahuan. Langkah-langkah inilah yang sedang

disosialisasikan dua tahun terakhir

Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan perbuatan inti. Dalam

perbuatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi diri pelajar maupun pengajar. Sekolah

mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar mereka berhasil dalam

belajar. Berbagai model belajar telah dikembangkan oleh para ahli, antara lain model belajar

yang didasarkan pada teori pembiasaan dan keterpaduan, teori gestalt, teori perkembangan

kognisi, teori proses informasi, proses peniruan. Teori-teori itu perlu dikenal oleh konselor dan

dipahami berbagai kemungkinan penerapannya bagi perkembangan kegiatan belajar klien.

5. Kepribadian

            Sering dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Mengenai pengertian ini

para ahli psikologi umumnya memusatkan pada faktor-faktor  fisik dan genetic, berfikir dan

pengamatan, serta dinamika dan perasaan (Mussen & Rosenzweiq)

            Meskipun Hotersall (1985) mencoba merumuskan kepribadian sebagai “predisposisi cara

mereaksi yang secara relatif stabil pada diri individu” Namun dapat dipahami bahwa kepribadian

individu itu amat kompleks. Konselor perlu memahami kompleksifitas kepribadian klien,

Page 12: Makalah Bk Kelompok 2

disamping mampu memilah-milah cirri-ciri tertentu yang dapat diukur. Dalam kaitannya itu,

konselor mungkin cenderung tertarik pada tipologi kepribadian yang memberikan memberikan

arah pada pemahaman terhadap cirri-ciri kepribadian tertentu. Pemahaman tipologis yang sempit

justru akan mengebiri hakikat bimbingan dan konseling yang bersifat dinamis dan terbuka.

Adapun predisposisi yang ada pada individu adalah sesuatu yang terbuka, dinamis dan dapat

dikembangkan. Tugas konselor justru mengoptimalkan perkembangan dan pendayagunaan

predisposisi ataupun cirri kepribadian individu kea rah hal-hal positif sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kebutuhan individu yang bersangkutan.

Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang

kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan

oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50

definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,

akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.

Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai

sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider

dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons

individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-

kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara

keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat

dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan

struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif

dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas

tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian

yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik

dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori

Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport,

Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan

Page 13: Makalah Bk Kelompok 2

sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek

kepribadian, yang mencakup :

Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya

dalam memegang pendirian atau pendapat.

Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap

rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.

Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari

lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.

Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau

perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau

melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.

Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan

orang lain.

d. Landasan pedagogis

            Setaip masyarakat, tanpa kecuali, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan

berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Pendidikan merupakan

salah satu lembaga social yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi

Santoso, 1992). Inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari setiap

anak didik sebagai pribadi. Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan

pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional

(pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara

pribadi mendapat layanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Dalam hubungan inilah

bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap

pribadi anak didik agar berkembang secara optimal.

Landasan ini mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat

dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan

salah satu bentuk pendidikan. Proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang

menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normative. Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling

memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara

Page 14: Makalah Bk Kelompok 2

menyeluruh. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha

sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah

dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam

GBHN adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,

keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat

kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang

dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan

bangsa Dan pengertian dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan

adalah perkembangan kepribadian secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi.

Dengan demikian setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-

pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensi masing-masing.

Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya

bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi

meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan

sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan

seperti tersebut di atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian

yang baik, kurikulum beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada

anak didik melalui bimbingan.

     Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam

pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan

demikian maka hasil pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang

berkembang baik secara akademik, psikologis, maupun social.

http://yanermawan.blogspot.com/2011/07/alasan-rasional-perlunya-bimbingan-dan.html

http://animenekoi.blogspot.com/2011/06/rasional-pentingnya-bimbingan-dan.html