lp sle

22
LAPORAN PENDAHULUAN SYSTEMIC LUPUS ERYTEMATOSUS 1. PENGERTIAN Lupus yang dalam bahasa latin berarti anjing hutan, diperkenalkan lebih kurang seabad lalu. Saat itu dikira penyakit dengan kelainan kulit kemerah-merahan di wajah (erythematosus) itu di sebabkan oleh gigitan anjing hutan. Secara medis, SLE merupakan penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem tubuh. Pada penderita Lupus, antibodi diproduksi berlebihan. Antibodi yang diibaratkan sebagai tentara di suatu negara yang seharusnya melindungi rakyatnya (organ tubuh) dari musuh (penyakit) malah bekerja salah arah, menyerang rakyatnya sendiri karena tidak dapat mengenali jaringan tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus biasanya menjadi liar dan merusak organ tubuh sendiri, di antaranya kulit, syaraf, otot dan persendiaan, mata, jantung, darah, hati, ginjal, dan paru. SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus yang etiologinya tidak diketahuinya. SLE ini merupakan penyakit multisistem autoimun, ditunjukkan dengan sirkulasi autoantibodi yang terus-menerus sehingga terbentuk suatu komplek imun. Autoantibodi ini berasal dari berbagai jenis autoantigen. Ahli medis mengemukakan pendapat berdasarkan diagnosis dan berbagai bentuk dan gejala yang ringan sampai parah dan mengakibatkan kematian.

Upload: aisyahyuli

Post on 30-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medikal case

TRANSCRIPT

Page 1: LP SLE

LAPORAN PENDAHULUAN

SYSTEMIC LUPUS ERYTEMATOSUS

1. PENGERTIAN

Lupus yang dalam bahasa latin berarti anjing hutan, diperkenalkan lebih kurang

seabad lalu. Saat itu dikira penyakit dengan kelainan kulit kemerah-merahan di wajah

(erythematosus) itu di sebabkan oleh gigitan anjing hutan. Secara medis, SLE merupakan

penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem tubuh. Pada penderita

Lupus, antibodi diproduksi berlebihan. Antibodi yang diibaratkan sebagai tentara di

suatu negara yang seharusnya melindungi rakyatnya (organ tubuh) dari musuh (penyakit)

malah bekerja salah arah, menyerang rakyatnya sendiri karena tidak dapat mengenali

jaringan tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus biasanya menjadi liar

dan merusak organ tubuh sendiri, di antaranya kulit, syaraf, otot dan persendiaan, mata,

jantung, darah, hati, ginjal, dan paru.

SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus yang

etiologinya tidak diketahuinya. SLE ini merupakan penyakit multisistem autoimun,

ditunjukkan dengan sirkulasi autoantibodi yang terus-menerus sehingga terbentuk suatu

komplek imun. Autoantibodi ini berasal dari berbagai jenis autoantigen. Ahli medis

mengemukakan pendapat berdasarkan diagnosis dan berbagai bentuk dan gejala yang

ringan sampai parah dan mengakibatkan kematian.

2. ETIOLOGIFaktor utama masih tidak dapat di kenal pasti. Berkemungkinan besar terjadi

daripada faktor genetik, jangkitan kuman atau virus, Obat-Obatan dan juga sinaran

Ultraviolet. Wanita mempunyai peratus yang tinggi berbanding lelaki menghidap

penyakit ini. Ia bukanlah penyakit keturunan tetapi risiko untuk mendapat adalah tinggi

sekiranya mempunyai gabungan gen tertentu. Bagi wanita yang berusia dalam

lingkungan 15 hingga 50 tahun iaitu di peringkat usia yang boleh melahirkan anak

mempunyai risiko yang paling tinggi.

Page 2: LP SLE

3. FAKTOR RESIKO Faktor Genetik

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya

tidak diketahui. Faktor keturunan ini frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga

dimana terdapat anggota keluarga dengan penyakit tersebut. Penemuan terakhir

menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki

kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.

Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan

menderita penyakit ini. Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga

bisa diderita oleh pria.Dimana frekuensi kejadian pada wanita dewasa 8 kali lebih sering

dari pada pria dewasa. Lupus bisa menyerang usia berapa saja, akan tetapi lebih sering

terjadi pada usia 20 – 40 tahun.

Faktor Hormon

Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering

menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau

selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin

berperan dalam timbulnya penyakit ini sedangkan hormon androgen mengurangi risiko

terjadinya SLE.

Sinar Ultra violet

Sinar ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang

efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit

mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut

maupun secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.

Sistem Imunitas

Pada pasien SLE terdapat hiperaktifitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.

Obat – obatan

Obat tertentu dalam persentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum

dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat ( drug indused lupus

erythematosus atau DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:

- Obat yang pasti menyebabkan lupus obat: klorpromazin, metildopa, hidralasin,

prokainamid, dan isoniazid.

Page 3: LP SLE

- Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat: dilantin, penisilinamin, dan

kuinidin.

- Hubungannya belum jelas: garam emas, antibiotik, dan griseofulvin.

Infeksi

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang – kadang penyakit ini

kambuh setelah infeksi.

Stres

Stres berat dapat mencetuskan SLE pada paisen yang sudah memiliki

kecenderungan akan penyakit ini.

4. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dari SLE biasanya dapat membingungkan, terutama pada awalnya.

Gejala yang paling sering adalah atritis simetris atau atralgia, gangguan ini dapat

ditemukan pada sekitar 90% dari seluruh kasus, seringkali sebagai manifestasi awal.

Sendi-sendi yang paling tersering adalah sendi-sendi prosikmal tangan, pergelangan

tangan, siku, bahu, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini akan berlangsung secara kronik

dan akan berkembang menjadi hiperekstensi pada bagian proximal dan fleksi di bagian

distal persendian. Poliartritis SLE berbeda dari artritis reumatoid karena jarang bersifat

erosif atau menimbulkan deformitas. Nodula subkutan juga jarang ditemukan pada

penyakit lupus eritematosus sistemik. Gejala -gejala konstitusional adalah demam, rasa

lelah, lemah, dan berkurangnya berat badan. Gejala ini terutama pada masa aktif,

sedangkan pada masa remisi (non-aktif) menghilang. Pada kulit, yang khas terjadi adalah

ruam merah membentang antara kedua pipi dan dan bentuknya seperti kupu-kupu

(butterfly rash). Bercak merah bentuknya menyerupai cakram, dapat muncul di kulit

mana saja. Bercak tersebut menonjol, kadang-kadang bersisik. Pleuritis dapat timbul

akibat proses peradangan kronik dari SLE. Selain itu juga dapat menyebabkan karditis

yang menyerang miokardium,endokardium,atau perikardium. Kira-kira 65% dari

penderita SLE akan mengalami gangguan pada ginjal, tetapi hanya 25% yang menjadi

berat. Nefritis lupus diketahui dengan melakukan pemeriksaan adanya protein dan sel

darah merah atau silinder di dalam air kemih. Untuk mendapatkan suatu diagnosis pasti

mungkin perlu dilakukan biopsi ginjal.

Page 4: LP SLE

SLE juga dapat menyerang sistem saraf pusat atau perifer. Gejala -gajala yang

dditimbulkan meliputi perubahan tingkah laku (depresi, psikosis), kejang-kejang,

gangguan saraf otak, dan neuropati perifer. Perubahan -perubahan pada sistem saraf pusat

sering berkaitan dengan bentuk penyakit yang ganas dan sering kali bersifat fatal.

5. PATOFISIOLOGITerlampir

6. MANIFESTASI KLINIS

Pada awal mulanya, SLE mungkin hanya meliputi satu sistem organ, (manifestasi

tambahan terjadi pada tahap selanjutnya, mungkin akan terjadi pada berbagai sistem).

Autoantibodi ditemukan pada awal mula perkembangan penyakit dan tingkat keparahan

dimulai dari ringan, berulang-ulang, menetap dan mencapai keparahan. Gejala sistemik

yang menonjol meliputi: fatigue,malaise, demam, anoreksia, dan turunnya berat badan.

1. Manifestasi Muskuloskeletal.

Sebagian besar pasien mengalami Arthralgias dan Myalgias. Lalu akhirnya

berkembang menjadi inerrnitteniarthritis. Nyeri fisik juga seringkali ditemukan

terutama persendian pada interphalang proximal (PIP) dan metacarpophagal (MCP)

pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut. Bengkak pada tangan dan kaki dan terlihat

tenosinovitis. Kelainan bentuk pada persendian jarang ditemukan, hanya terdapat pada

10% dari pasien seperti kelainan bentuk seperti leher angsa pacUi jari-jari dan

penyimpangan ulnair pada persendian metacarpophngeal. Jarang terjadi erosi pada

penderita SLE, akan tetapi sering terjadi nodul subkutan. Proses peradangan pada

Myopati (selama penyakit masih aktif), hipokalemia, glukokortikoid pada penderita.

2. Manifestasi Cutaneus

“Butterflay Rush” bersama erythematosus rush adalah fotosensitisasi dari

manifestasi cutaneus SLE meliputi daerah pipi, hidung, kadang juga terdapat pada

dagu dan telinga yang mungkin berkembang menjadi telangiektasis. Hal ini

predominan pada daerah yang terpapar sinar matahari dan menandakan atau

mengindentifikasi proses penyebaran penyakit. Kehilangan/kerontokan rambut,

pertumbuhan kulit kepala yang tidak sehat terjadi secara bertahap hingga akhirnya

Page 5: LP SLE

meluas. Rambut biasanya akan tumbuh kembali pada lesi akibat SLE tetapi hal ini

tidak terjadi pada lesi yang diakibatkan oleh Discoid Lupus Erythematosus.DLE

terjadi pada 20% penderita SLE dan dapat mengakibatkan kecacatan. Ketika lesi

mengenai pusat pertumbuhan dengan permanent dari anggota badan. Lesi pada DLE,

berbentuk sirkular atau melingkar dengan kemerahan berskala,follikular plugging dan

telangiektasis. Hal ini terjadi pada daerah kulit kepala, telinga, wajah, daerah yang

terpapar sinar matahari, ketiak, punggung dan leher. Hanya 5% dari pasien dengan

DLE dapat berkembang menjadi SLE. Sedangkan lesi di kulit pada SLE meliputi

Urtikaria, bullae, eritema multiforme, lichen planus dan panniculitis (Lupus

profundus). Pasien dengan Subakut Cutaneus Lupus Erythematosus (SCLE) jelas

terkena dermatitis yang meluas yang seringkali disertai arthritis dan fatigue. Tetapi

tidak di sertai gangguan sistem saraf pusat dan ginjal. Beberapa pasien denagn

Antinuclear Antibodi Negatif (ANA-) sebagian memiliki antibodi untuk Ro (SS-A)

atau stranded tunggal (SS) DNA. Lesi pada kulit yang fotosensitisasi dan

papulosquamos psoriaform terjadi di daerah ketiak, batang tubuh dan wajah tetapi

tidak ada bekas lukanya. Pasien dengan SLE dan DLE dapat berkembang menjadi lesi

di kulit yang meliputi purpura, nodul subkutan, nailfold infares, ulser, vaskulitis

urticaria, paniculitis dan gangren yang dangkal, ulser kecil yang menyakitkan di mulut

dan hidung tapi terutama terjadi pada pasien SLE.

3. Manifestasi Ginjal

Umumnya pasien dengan SLE mempunyai kelebihan globulin di glomelurus tetapi

hanya satu setengahnya yang berhubungan dengan klinis dari nefritis yang disebut

proteinuria. Pada awalnya penyakit ini merupakan asimtomatis bahkan beberapa

menyebabkan sindrom edema nefrotik. Pada pemeriksaan urin menujukan adanya

hematuria, cylinduria, dan proteinuria. Umumnya pasien dengan nefritis yang

proliferatif yang memelihara fungsi ginjal. Pasien dengan nefritis yang proliferstif

menyebabkan gagal ginjal jika tidak mendapatkan pengobatan sebab nefritif yang

lama menyebabkan imunosupresi yang agresif dengan meningkatkan obat

glukokortikoid dan sitotoksik. Pasien dengan fungsi renal yang memburuk dan adanya

endapan urin membutuhkan terapi yang cepat. Terapi bioksi (pengambilan caiaran

dalam tubuh) dalam ini tidak dibutukan kecuali jika gagal dalam merespon. Namun

Page 6: LP SLE

pasien denagn peningkatan kreatin diserum harus dibioksi. Peningkatan sekresi

glumelurus dalam biopsi menunjukkan bahwa pasien tidak mungkin untuk merespon

terhadap adanya imonosupresi dan memungkinkan untuk dialisis atau transplantasi.

4. Manifestasi Sistem Saraf

Sistem saraf beberapa daerah di otak juga terpengaruh adanya SLE seperti di

mengies, spinalcord, serta kranial maupun perifer. Sistem saraf pusat, sedikit banyak

akan mengalami perubahan ketika SLE aktif di dalam sistem organ. Gangguan

kognitif sering menjadi manifestasinya, pusing, lemah, kejang dan kadang-kadang

migren. Masalah yang jarang terjadi biasanya adalah psikosis disorientasi gangguan

selaput mielin, penyakit cerebrovaskuler, disfungsi otonom pendarahan subarakoid.

Depresi dan kecemasan juga sering terjadi.

Diagnosa laboratorium dari CNS lupus. Abnormal pada elektroencepalogram

terjadi kira-kira 70% pada pasien dengan gangguan neorologis dan biasanya

menunjukan masalah fokal. Caiarn cerebrospinal menunjukkan peningkatan protein

hingga 50% dan peningkatan mononuklear sel pada 30% pada pasien serta terjadi

sintesis imonoglubulin. Pemeriksaan resonansi magnetik atau MRI (magnetic

resonance imaging ) bisa digunakan sebagai tehnik untuk mendeteksi adanya lesi akut

atau kronik dari SLE namun perubahan yang terjadi sering tidak spesifik. Pasien

dengan lesi neurologis menghasilkan nilai positif terhadap nilai ini. Komputed

tomografi (CT)scar, sangat berguna untuk mendeteksi adanya perdarahan dan lesi.

Angeogram dapat mendeteksi adanya fosolitis hambatan vaskuler dan emboli mereka

tidak dapat divisualisasikan pada pembuluh darah lebih kecil dari 50um vaskulitis

pada lupus biasanya terdiri dari pembuluh darah yang lebih sehingga tidak dapat

divisulisasikan oleh Ctscan. Terkadang memeriksaan laboratorium terhadap aktifitas

penyakit jarang berhubungan dengan manifestasi nerologis. Masalah nerologis

biasanya meningkat dengan terapi imonosupresif, serta adanya kekambuhan juga

sering terjadi pada sepertiga yang mengalami SLE.

5. Manifestasi Sistem Vaskuler

Trombosis yang terjadi di berbagai ukuran pembuluh darah dapat menjadi masalah

utama. Vaskulitis juga dapat menimbulkan terjadinya trombosis, di mana terdapat

Page 7: LP SLE

peningkatan antibodi yang melawan phospolipid Lupus Antikoagulan (LA),

Antikardiolipin (aCL) tanpa menimbulkan inflamasi. Emboli pada serebral sepertinya

juga ditimbulkan oleh lesi pada Endokarditis Libmann Sack. Sebagai tambahan sistem

vaskuler yang mengalami degenerasi dapat menyebabkan terganggunya pembentukan

sistem imun kompleks oleh darah itu sendiri dan juga timbul hiperlipidemia dari terapi

glukokortikoid, di mana hal tersebut bisa menimbulkan degenerasi pada serebral dan

penyakit aerteri koroner pada pasien lupus.

6. Manifestasi Hematologik

Anemia yang parah dapat terjadi pada pasien lupus yang aktif. Hemolisis

(pelepasan Hb) jarang terjadi (hanya terjadi bila pasien memiliki hasil positif terhadap

Test Combs). Test Combs nerupakan test yang dilakukan untuk mendeteksi antibodi

terhadap sel-sel darah merag dengan bantuan antiglobulin. Hal ini bisa terjadi akibat

tingginya dosis glukokortikoid yang diberikan. Kasus-kasus lain juga bisa disebabkan

oleh spienectomy (perlubangan pada limpa). Leukopenia sering terjadi tapi tidak

berhubungan dengan terjadinya infeksi berulang dan tidak membutuhkan pengobatan.

ituTrombositopeni ringan juga sering terjadi, tapi untuk trombositopeni berat dengan

pendarahan dan purpura terjadi pada 5% pasien dan harus segera diobati dengan

glukokortikoid dosis tinggi. Hasil jangka pendek dapat dicapai dengan pemberian

obat-obat cytotoxic, cyclosporine, danuzole, dan atau splenectomi perlu

diperhitungkan.

Manifestasi klinis dari aCL dan LA adalah trombositopenia, aliran balik vena

terhambat atau tersumbatnya arteri, dan penyakit katup jantung. LA dengan

hipoprotrombinemia atau trombositopenia, sering terjadi pendarahan. Pendarahan juga

diakibatkan karena menurunnya faktor pembentuk antibodi (VIII, IX). Sindrom

pendarahan ini terjadi akibat respon berlebihan terhadap glukokortikoid.

7. Manifestasi Kardiopulmonari

Gejala yang biasa timbul dari sistem kardiovaskuler adalah jantung berdebar, pada

kelainan jantung yang lanjut, kaki menjadi bengkak. Pengumpulan cairan di selaput

kantung jantung kadang-kadang bisa hebat, sampai membahayakan penderita.

Penyempitan atau pengerutan pembuluh darah yang mendarahi anggota gerak dapat

Page 8: LP SLE

terlihat sebagai jari tangan atau kaki yang kadang-kadang menjadi pucat atau kebiru-

biruan. Perikarditis merupakan manifestasi yang paling sering muncul oleh karena

SLE ini, kadang-kadang disertai efusi. Myokarditis umumnya menyebabkan aritmia,

kematian mendadak, atau gagal jantung. Kerusakan katup disertai atau tanpa

Endukarditis Libmann Sack. Lesi pada katup tersebut bisa dideteksi dengan

pemeriksaan ekokardiografi transesofageal. Infrak myokard biasanya timbul karena

penyakit degeneratif atau karena adanya peradangan pada pembuluh darah atau

jantung itu sendiri.

Efusi pleura juga merupakan manifestasi dari SLE. Lupus Pneumonitis

menyebabkan demam, dysnea dan batuk. Sinar X mampu menunjukkan bagian yang

mengalami kerusakan/atelektasis. Sindrom ini merupakan respon terhadap

glukokortikoid, namun pada sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Hal ini

menyebabkan fibrosis pada interstitil pada hipertensi pulmonal jarang ditemukan pada

kasus SLE. Manifestasi pada paru dapat menimbulkan angka kematian tinggi bila

disertai dengan ARDS (Acute Distress Syndrom) dan pendarahan masif intraalveolar

8. Manifestasi Gastointestinal

Gejala yang biasa timbul dari sistem gastrointestinal adalah sakit perut,mual,

muntah, diare, atau sukar buang air besar. Peradangan pada usus merupakan

manifestasi yang sangat berbahaya, ditunjukkan denagn adanya nyeri abdomen,

muntah dan diare. Perforasi usus dapat terjadi karena adanya suatu tindakan

pembedahan. Sinar X mampu menunjukkan adanya edema. Pembedahan juga dapat

menunjukkan adanya obstruksi. Glukokortikoid merupakan salah satu terapi untuk

sistem GI ini. Beberapa pasien mengalami motilitas yang kacau karena tidak

berfungsinya steroid. Pankreatitis akut dapat terjadi karena pemakaian terapi

Glukokortikoid dan Azathioprine yang berlebihan. Selain pankreatitis, amilase juga

dapat menyebabkan peradangan pada kelenjar saliva, sedangkan transaminase serum

pada pasien SLE aktif tanpa kerusakan hati yang berat dapat mengembalikan pasien

itu ke keadaan normal.

9. Manifestasi Okular (mata)

Page 9: LP SLE

Gangguan pada penglihatan dapat disebabkan oleh lupus atau Kortikosteorid dan

anti malaria yang digunakan pada pengobatan Lupus. Gangguan ini meliputi radang

pada mata, glukoma, katarak, gangguan penglihatan , dan air mata yang terhambat.

Peradangan pada retina adalah manifestasi klinis yang serius dan dapat menyebabkan

kebutaan. Pemeriksaan dapat dilakukan pada selaput, arteriol retina, dan hadan cytoid

sampai pada otot mata. Abnomarlitas pada mata lainnya adalah konjungtivitas,

episkleritis, optik neuritis dan sindrom sicca.

Tanda –tanda dari gangguan penglihatan adalah gangguan pada kelopak mata,

keluar lendir dari mata, pandangan kabur, sensitif pada cahaya, sakit kepala, mata

merah, air mata kuning dan kering.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan yang tampak pada pemeriksaan laboratorium adalah anemia hemolitik dan

normositer, leukopenia, trombositopenia, peninggian laju endap darah,

hiperglobulinemia dan bila terdapat sindrom nefrotik, albumin akan rendah.

Proteinuria yang biasanya bersifat gross proteinemia merupakan gejala penting.

Tes sel LE

Sel LE merupakan sel fagosit yang mengandung homogenous cosinophills inclusion.

Sel ini terbentuk apabila sel leukosit diinkubasikan dengan serum penderita LE. Sel

LE terdiri atas granulosit neutrofilik yang mengandung bahan nuklear basofilik yang

telah difagositosis dan segmen nuklearnya berpindah ke perifer.

Antibody Antinuclear (ANA)

Pemeriksaan antibodi antinuklear termasuk pemeriksaan pembantu dalam

menevaluasi hasil laboratorium. Antibodi antinuklear positif pada lebih dari 95%

penderita SLE. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya antibody yang

mampu menghancurkan inti dari sel-sel tubuh sendiri. Selain mendeteksi adanya

ANA, juga berguna untuk mengevaluasi pola dari ANA dan antibody spesifik. Pola

ANA dapat diketahui dari pemeriksaan preparat yang diperiksa di bawah lampu

ultraviolet. Walaupun pada gangguan neumatologik lain dapat juga menyebabkan

hasil ANA positif, tetapi antibodi anti-DNA jarang ditemukan kecuali pada SLE.

Page 10: LP SLE

Lupus Band Test

Pada pemeriksaan imunofloresens langsung dapat dilihat pita terdiri atas deposit

granuler immunoglobulin G,M,atau A dan komplemen C3 pada taut epidermal-

dermal yang disebut lupus band. Caranya disebut Lupus Band Test, spesimen

diambil dari kulit yang normal. Tes tersebut positif pada 90-100% kasusu SLE dan

90-95% kasus LED.

Antibodi-anti DNA

Antibody yang bereaksi dengan native DNA dapat dideteksi dengan aktivasi

komplemen, difusi gen dan tehnik lain. DNA komersial mengandung double strand

dan single strand. Antibody terhadap DNA double strand spesifik terhadap SLE.

Sedang antibodi terhadap DNA single strand positif tehadap SLE juga positif

terhadap skleroderma, arthritis rhematoid, dermatomiositis dan hepatitis kronik aktif.

8. PENATALAKSANAAN

Ada dua kategori obat yang dapat digunakan dalam pengobatan lupus, yaitu

golongan kortikosteroid dan golongan selain kortikosteroid. Golongan kortikosteroid

merupakan obat utama penyakit lupus. Untuk kelainan kulit diberikan dalam bentuk

topikal (salep, krem, atau cairan). Untuk lupus ringan digunakan kortikosteroid dalam

bentuk tablet dosis rendah. Bila lupus sudah dalam kondisi berat, digunakan

kortikosteroid dalam bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi.

Obat golongan selain kortikosteroid biasanya merupakan pelengkap obat

kortikosteroid. Di antara obat golongan ini adalah antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak sendi; obat antimalaria (kloroquin/resochin,

dihidroksi kloroquin/plaquenil) untuk mengatasi gejala penyakit pada kulit, rambut, nyeri

otot dan sendi, bahkan untuk odapus dengan gejala ringan; dan obat imunosupresif

macam siklofostamid untuk kondisi yang disertai gangguan ginjal, azatioprin yang

merupakan obat pendamping kortikosteroid agar kebutuhan kortikosteroid dapat

dikurangi, dan klorambusil.

Page 11: LP SLE

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala

sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,

kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra

diri pasien.

2. Kulit

Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.

3. Kardiovaskuler

Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.

Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan

vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan

bawah atau sisi lateral tanga.

4. Sistem Muskuloskeletal

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi

hari.

5. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal

hidung serta pipi.

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

6. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

7. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan

purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi

lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

8. Sistem Renal

Edema dan hematuria.

Page 12: LP SLE

9. Sistem saraf

Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun

manifestasi SSP lainnya.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.

Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan

Intervensi :

a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres panas

/dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai;

teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)

b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.

c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap

penatalaksanaan nyeri.

d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik

penyakitnya.

e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri

sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.

f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk

memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.

g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.

Diagnosa 2 : Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa

nyeri, depresi.

Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang

diperlukan untuk mengubah.

Intervensi :

a. Beri penjelasan tentang keletihan :

hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan

menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara

melaksanakannya

Page 13: LP SLE

mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air

hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)

menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan

emosional

menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga

kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.

b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.

c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.

d. Rujuk dan dorong program kondisioning.

e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.

Diagnosa 3 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang

gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan

fisik.

Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.

Intervensi :

a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.

b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :

Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit

Meningkatkan pemakaian alat bantu

Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.

Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.

c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.

d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.

Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas

Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.

Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi

Page 14: LP SLE

Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan

ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.

Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik

yang ditimbulkan enyakit.

Intervensi :

a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan

penanganannya.

b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut

Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.

Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.

Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.

Diagnosa 5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi

barier kulit, penumpukan kompleks imun.

Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.

Intervensi :

a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi

b. Hilangkan kelembaban dari kulit

c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat penggunaan

kompres hangat yang terlalu panas.

d. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.

e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Smeltzer. Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall.1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 Alih Bahasa

Yasmin Asih. Jakarta : EGC.