tugas integumen sle

50
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Systemic Lupus Erythematosus (SLE) DISUSUN OLEH : MUHAMMAD ROZIKHIN (2012-33-013) MARIANA SAFRINA GON (2012-33-065) DIAH PURNAMA SARI (2012-33-023) YOGA HAPRIYANJAYA (2012-33-018) BELLA KARUNIA RAMDHANI (2012-33-024) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015

Upload: dzikhin8694

Post on 05-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Keperawatan Integumen

TRANSCRIPT

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

DISUSUN OLEH :MUHAMMAD ROZIKHIN (2012-33-013)

MARIANA SAFRINA GON (2012-33-065)DIAH PURNAMA SARI

(2012-33-023)YOGA HAPRIYANJAYA

(2012-33-018)BELLA KARUNIA RAMDHANI

(2012-33-024)PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangBanyak orang yang tidak mengetahui apa penyakit Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) sehingga cukup banyak juga yang beranggapan Lupus merupakan penyakit langka dan jumlah pasiennya sedikit. Kenyataannya pasien penyakit ini cukup banyak dan semakin meningkat. Jika tidak diketahui sejak dini, lupus sama bahayanya dengan kanker, jantung, maupun AIDS dan bisa mengancam jiwa juga menyebabkan kematian.Penyakit lupus lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1. Penyakit ini sering ditemukan pada beberapa orang dalam satu keluarga. Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokterannya dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) digambarkan pertama kali oleh Cazenave dan Clausit di tahun 1852. Pada awal abab ke-20 William Osler dkk menggambarkan berbagai bentuk klinis yang melibatkan sendi, ginjal dan susunan syaraf pusat. Di tahun 1948 Hargreaves pertama kali menemukan sel LE tetapi antibodi antinuklear baru ditemukan oleh Friou dkk dengan bantuan teknik imunofluoresen di tahun 1957-1958. Penyakit ini terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi dengan rasio wanita dan laki-laki 6- 10:1.B. Tujuan1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien

Systemic Lupus Erythematosus (SLE).

2. Tujuan Khususa. Mahasiswa mampu memahami konsep penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE).b. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE).c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik Systemic Lupus Erythematosus (SLE).d. Mahasiswa mampu memahami tindakan medis Systemic Lupus Erythematosus (SLE).e. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE) .BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PengertianLupus adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan akut dan kronis bermacam-macam jaringan tubuh. Penyakit autoimun adalah penyakit-penyakit yang terjadi jika jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri. Sistem imun adalah sistem yang kompleks di dalam tubuh yang dirancang untuk melawan agen-agen infeksi, seperti bakteri dan mikroba-mikroba asing lain.Salah satu cara sistem imun melawan infeksi adalah dengan memproduksi antibodi yang mengikat mikroba. Pasien dengan lupus menghasilkan antibodi abnormal di dalam darahnya dimana jaringan targetnya adalah lebih ke tubuhnya sendiri dari pada agen infeksi asing. Karena antibodi bersama sel-sel inflamasi dapat mempengaruhi jaringan manapun di dalam tubuh, lupus berpotensi mempengaruhi berbagai area tubuh. Kadang-kadang lupus dapat menyebabkan penyakit kulit, jantung, paru-paru, ginjal, persendian dan atau sistem saraf. Jika hanya kulit yang terkena, kondisinya disebut lupus dermatitis atau cutaneous lupus erythematosus. Bentuk dari lupus dermatitis yang dapat diisolasi dari kulit, tanpa penyakit organ dalam, disebut discoid lupus. Jika organ dalam terlibat, maka disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE).Keduanya, discoid dan systemic lupus lebih banyak pada wanita daripada pria (sekitar 8 kali lebih sering). Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi lebih sering dimulai sejak usia 20 sampai 45 tahun. Statistik menunjukkan bahwa lupus sedikit lebih sering pada orang-orang Amerika dan orang-orang keturunan Cina dan Jepang.Lupus merupakan penyakit kronik/menahun dan dikenal sebagai penyakit autoimun. Manusia membentuk antibody yang gunanya melindungi tubuh dari berbagai serangan virus, kuman, bakteri. Pada lupus, produksi antibody yang seharusnya normal menjadi berlebihan. Dan antibody ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman, bakteri yang ada di tubuh, tetapi justru menyerang sel dan jaringan tubuhnya sendiri. Lupus dikatakan great imitator alias peniru ulung, atau juga disebut penyakit seribu wajah karena menyerupai penyakit lain (mimikri). Lupus Menyerang seluruh organ tubuh. Hampir separuh pasien lupus terserang organ vitalnya (ginjal, syaraf, jantung, paru,sendi, darah). Gejala lupus mulai ringan sampai berat.B. Jenis-Jenis Penyakit Lupus

Terdapat macam-macam jenis penyakit lupus:

1. Discoid Lupus organ tubuh yang terkena hanya bagian kulit. Dapat dikenali dari ruam yang muncul dimuka, leher dan kulit kepala, ruam di sekujur tubuh, berwarna kemerahan, bersisik, kadang gatal. Pada Lupus jenis ini dapat didiagnosa dengan menguji biopsi dari ruam. Pada discoid lupus hasil biopsi akan terlihat ketidak normalan yang ditemukan pada kulit tanpa ruam. Dan, jenis ini pada umumnya tidak melibatkan organ-organ tubuh bagian dalam. Oleh karena itu, tes ANA (pemeriksaan darah yang digunakan untuk mengetahui keberadaan sistemik lupus - hasilnya bisa saja bersifat negatif pada pasien pengidap discoid lupus. Akan tetapi pada sebagian besar pasien dengan jenis discoid lupus hasil pemeriksaan ANA-nya positif, tetapi masih dalam tingkatan atau titer yang rendah. 10% pasien Discoid dapat menjadi SLE.2. Drug-Induced Lupus lupus yang timbul akibat efek samping obat. Pada lupus jenis ini baru muncul setelah odapus menggunakan jenis obat tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Ada 38 jenis obat yang dapat menyebabkan Drug Induced. Salah satu contoh faktor yang mempengaruhi DIL adalah akibat penggunaan obat-obatan hydralazine ( untuk mengobati darah tinggi ) dan procainamide ( untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). Tapi tidak semua penderita yang menggunakan obat-obatan ini akan berkembang menjadi drug induced Lupus, hanya sekitar 4% orang-orang yang menggunakan obat-obatan tersebut yang akan berkembang menjadi drug induced dan gejala akan mereda apabila obat-obatan tersebut dihentikan.Gejala dari drug-induced lupus (DIL) serupa dengan sistemik lupus. Umumnya gejala akan hilang dalam jangka waktu 6 bulan setelah obat dihentikan. Pemeriksaan Tes AntiNuclear Antibody (ANA) dapat tetap positif.3. Sistemic Lupus Erythematosus. Lupus ini lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus, karena gejalanya menyerang banyak organ tubuh atau sistim tubuh pasien Lupus.Pada sebagianorang hanya kulit dan sendinya saja yang terkena, akan tetapi pada sebagian pasienlupus lainnya menyerang organ vital organ:Jantung, Paru, Ginjal, Syaraf, Otak. Lupus sistemik bisa masuk periode dimana, jika ada, gejalanya membaik (remisi), dan dilain waktu penyakit dapat menjadi lebih aktif (flare up). Gejala dari yang paling ringan sampai yang paling berat.C. Penyebab LupusPenyebab pasti abnormalitas autoimun yang mendasari lupus tidak diketahui. Gen yang diturunkan, virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan tertentu mungkin juga ikut berperan. Faktor-faktor genetik meningkatkan kecenderungan terjadinya penyakit autoimun, dan penyakit-penyakit autoimun seperti lupus, rheumatoid arthtitis dan penyakit thyroid autoimun lebih sering di antara famili dari pasien dengan lupus dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Penelitian terbaru menunjukkan adanya bukti bahwa kegagalan enzim kunci untuk membuang sel-sel mati juga berperan dalam terjadinya SLE. Enzym DNase1, normalnya mengeliminasi apa yang disebut DNA sampah dan sampah-sampah sel lainnya dengan membelahnya menjadi potongan-potongan yang mudah dibuang. Para peneliti mematikan gen DNase1 pada tikus-tikus percobaan. Tikus-tikus tersebut tampak sehat saat lahir, tetapi setelah 6 sampai delapan bulan, mayoritas tikus yang tidak mempunyai DNase1 menunjukkan tanda-tanda SLE. Jadi, mutasi genetik pada gen yang dapat mengganggu pembuangan sampah sel-sel tubuh mungkin terlibat dalam permulaan timbulnya SLE.Selain itu ada juga beberapa obat yang dapat memicu SLE. Namun, lebih dari 90% nya terjadi sebagai efek samping dari salah satu dari obat-obat berikut : 1. Hydralazine (digunakan untuk hipertensi), 2. Quinidine dan procainamide (digunakan untuk irama jantung abnormal),

3. Phenytoin (digunakan untuk epilepsi), 4. Isoniazid (Nydrazid, Laniazid, digunakan untuk tuberculosis), 5. d-penicillamine (digunakan untuk rheumatoid arthtritis). Obat-obatan ini diketahui menstimulasi sistem imun dan menyebabkan SLE. Untungnya, SLE yang dipicu obat-obatan jarang (kurang dari 5% dari seluruh pasien SLE) dan biasanya membaik jika obat-obat tsb dihentikan.D. WOC SLE

WOC SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

E. Manifestasi Klinis

1. Sistem Muskuloskeletal

Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

2. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

3. Sistem kardiak

Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.

4. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

5. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

6. Sistem perkemihan

Glomerulus renal yang biasanya terkena.

7. Sistem saraf

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

F. Evaluasi Diagnostik

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.

Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.

G. Penatalaksanaan Medis

1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.

2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE

3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.H. Gejala dan Tanda LupusPasien dengan SLE dapat mengalami kombinasi yang berbeda dari gejala-gejala dan organ-organ yang terkena. Keluhan dan gejala tersering meliputi keletihan, demam ringan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, radang sendi, ulkus pada mulut dan hidung, rash di wajah (butterfly rash), sensitifitas yang berlebihan terhadap sinar matahari (photosensitivity), peradangan selaput paru-paru (pleuritis) dan selaput jantung (pericarditis), dan sirkulasi darah yang buruk pada jari-jari dan jempol kaki jika terpapar dingin (fenomena Raynaud). Komplikasi dari organ-organ yang terkena dapat menyebabkan gejala-gejala lanjut yang tergantung pada organ-organ yang terkena dan beratnya penyakit.

Manifestasi kulit sering pada lupus dan kadang-kadang dapat menyebabkan parut. Pada discoid lupus, hanya kulit yang terlibat. Skin rash pada discoid lupus sering ditemukan pada wajah dan kulit kepala. Biasanya berwarna merah dan mempunyai tepi yang menaik. Rash pada discoid lupus, biasanya tidak sakit dan tidak gatal, tetapi parutnya dapat menyebabkan kerontokan rambut permanen. 5%-10% pasien dengan discoid lupus bisa menjadi SLE.

Lebih dari separuh pasien dengan SLE mengalami rash khas yang datar dan berwarna merah pada wajah melewati hidung. Karena bentuknya maka disebut Butterfly Rash. Rash tersebut tidak sakit dan tidak gatal. Rash wajah, bersama dengan peradangan organ-organ lain, dapat ditimbulkan dan diperburuk oleh paparan cahaya matahari, yang dikenal dengan photosensitivity. Photosensitivity ini dapat bersama-bersama dengan pemburukan peradangan di sekujur tubuh, yang disebut dengan nyala api (flare). Yang khas, rash ini dapat sembuh tanpa parut permanen dengan terapi.

Kebanyakan pasien SLE akan mengalami radang sendi (arthtritis) selama perjalanan penyakitnya. Arthritis pada SLE sering terdapat pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan bahkan perubahan bentuk sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan dan kaki. Kadang-kadang arthritis pada SLE dapat mirip dengan rheumatoid arthtritis (salah satu penyakit autoimun juga)

Organ-organ yang lebih serius dapat mengalami peradangan seperti otak, hati dan ginjal. Sel darah putih dan faktor pembekuan darah juga dapat menurun pada SLE, dikenal dengan sebutan berturut-turut lekopeni dan trombositopeni. Lekopeni dapat meningkatkan resiko infeksi dan trombositopeni dapat meningkatkan resiko perdarahan.Macam-macam peradangan yang dapat terjadi bagi penderita SLE:1. Peradangan otot (myositis) dapat menyebabkan nyeri otot dan kelemahan. Ini dapat menyebabkan peningkatan kadar enzim otot dalam darah.

2. Peradangan pembuluh darah (vasculitis) yang mensuplai oksigen ke jaringan dapat menyebabkan perlukaan pada saraf, kulit, atau organ dalam. Pembuluh darah terdiri dari arteri yang dilalui darah yang kaya akan oksigen menuju jaringan tubuh dan vena yang mengembalikan darah yang kehabisan oksigen dari jaringan ke paru-paru. Vasculitis dicirikan oleh peradangan dengan kerusakan dinding berbagai pembuluh darah. Kerusakan tersebut menghalangi sirkulasi darah dan dapat menyebabkan perlukaan pada jaringan yang seharusnya disuplai oksigennya oleh pembuluh darah tersebut.

3. Peradangan selaput paru-paru (pleuritis) dan selaput jantung (pericarditis) dapat menyebabkan nyeri dada yang tajam. Nyeri dada tersebut diperburuk oleh batuk, menarik nafas dalam dan perubahan tertentu posisi tubuh. Otot jantung sendiri jarang mengalami peradangan (carditis). Seorang wanita muda dengan SLE mempunyai resiko yang meningkat signifikan terhadap serangan jantung akibat penyakit arteri koroner.

4. Peradangan ginjal pada SLE dapat menyebabkan kebocoran protein ke dalam urin, retensi cairan, tekanan darah tinggi, dan bahkan gagal ginjal. Ini dapat menyebabkan keletihan berlebihan dan pembengkakan tungkai dan kaki. Dengan terjadinya gagal ginjal, mesin diperlukan untuk membersihkan darah dari racun-racun yang prosesnya disebut dialisis.

5. Terlibatnya otak dapat menyebabkan perubahan kepribadian, gangguan pikiran (psikosis), seizure, dan bahkan koma. Kerusakan saraf dapat menyebabkan mati rasa, rasa menggelenyar, dan kelemahan bagian tubuh atau ekstremitas yang terlibat. Keterlibatan otak disebut dengan lupus celebritis.

Banyak pasien SLE mengalami kerontokan rambut (alopesia). Sering, ini terjadi bersama-sama dengan peningkatan aktifitas penyakitnya. Kerontokan rambut dapat sebagian atau menyebar dan tampak lebih seperti penipisan rambut. Selain itu ada beberapa pasien SLE mengalami Raynauds phenomenon. Pada pasien-pasien ini, suplai darah pada jari-jari dan jempol kaki menjadi terganggu pada paparan dingin, menjadi memucat, memutih dan atau membiru, dan terasa sakit serta mati rasa pada jari-jari dan jempol kaki yang terkena.H. Diagnosa Lupus

Karena pasien SLE dapat mempunyai gejala yang bermacam-macam dan mempunyai kombinasi yang berbeda dalam hal organ-organ yang terlibat, maka tidak ada satu tes yang dapat menegakkan diagnosa systemic lupus. Untuk membantu dokter memperbaiki akurasi diagnosa SLE, 11 kriteria telah ditetapkan oleh American Rheumatism Association. 11 kriteria itu sangat erat hubungannya dengan gejala-gejala yang telah didiskusikan diatas. Beberapa pasien yang disangka SLE mungkin tidak pernah mengalami kriteria untuk diagnosis pasti. Pasien yang lain mempunyai cukup banyak kriteria hanya setelah beberapa bulan atau tahun pengamatan. Jika seseorang mempunyai 4 atau lebih kriteria tersebut, diagnosa SLE bisa ditetapkan. Meskipun demikian, diagnosis SLE mungkin saja dibuat pada beberapa keadaan dimana pasien tsb hanya mempunyai sedikit kriteria klasik ini dan pengobatannya dapat ditetapkan pada tahap ini. Pada pasien dengan kriteria minimal, beberapa kemudian mengalami kriteria lain, tetapi banyak yang tidak mengalaminya.

11 kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa Systemic Lupus Erythematosus adalah

1. Rash Butterfly malar (di wajah di atas pipi)2. Rash kulit discoid (bercak kemerahan dengan hiperpigmentasi dan hipopigmentasi yang dapat menyebabkan parut).

3. Fotosensitifitas (rash kulit karena reaksi terhadap paparan cahaya matahari /sinar uv)

4. Ulkus selaput lendir (ulkus pada selaput mulut, hidung dan tenggorokan)

5. Radang sendi /arthritis (dua atau lebih pembengkakan, nyeri sendi ekstremitas)

6. Pleuritis atau pericarditis (peradangan selaput yang meliputi paru-paru atau jantung)

7. Ginjal abnormal (jumlah protein urin yang abnormal atau adanya sekumpulan elemen seluler abnormal yang terdeteksi pada pemeriksaan air kencing)

8. Inisiasi otak (manifestasinya kejang dan atau psikosis)

9. Hitung jumlah darah yang abnormal (penurunan jumlah sel darah putih dan sel darah merah, atau trombosit pada pemeriksaan darah rutin)

10. Gangguan imunologi (tes imun yang abnormal meliputi antibodi anti-DNA atau antibodi anti-Sm (Smith), positif palsu sifilis, antibodi antikardiolipin, lupus anticoagulant, atau tes LE prep positif)

11. Antibodi antinuklear (tes antibodi ANA positif [antibodi antinuklear dalam darah])

Di samping 11 kriteria tersebut, tes-tes lain dapat sangat membantu dalam mengevaluasi pasien SLE untuk menilai beratnya keterlibatan organ. Tes ini meliputi tes darah rutin untuk mendeteksi adanya peradangan (misalnya, tes yang disebut angka pengendapan/ sedimentation rate dan protein C-reaktif), test kimia darah, analisis langsung cairan tubuh dan biopsi jaringan. Cairan tubuh dan sampel jaringan yang abnormal (biopsi ginjal, kulit dan saraf) dapat menunjang diagnosis SLE. Prosedur tes yang sesuai dipilih untuk pasien secara individual oleh dokter.I. Pengobatan Lupus

Tidak ada penyembuhan permanen untuk SLE. Tujuan pengobatan hanyalah menghilangkan gejala dan melindungi organ tubuh dengan menurunkan peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun tubuh. Banyak pasien dengan gejala ringan dapat memerlukan pengobatan atau hanya diberi obat-obat anti peradangan rutin terus-menerus. Mereka yang mengalami gejala yang lebih berat dengan melibatkan kerusakan organ-organ dalam memerlukan dosis yang lebih tinggi kortikosteroid dengan dikombinasi obat-obat lain yang menekan sistem imun tubuh.

Pasien dengan SLE memerlukan lebih banyak istirahat selama periode aktif penyakitnya. Para peneliti telah melaporkan bahwa jeleknya kualitas tidur merupakan faktor yang signifikan dalam munculnya keletihan (fatigue) pada pasien dengan SLE. Laporan ini menekankan pentingnya bagi pasien dan dokter untuk memperhatikan kualitas tidur dan pengaruh yang dilatarbelakangi depresi, kurangnya olahraga, dan strategi mengatasi perawatan diri pada kesehatan secara keseluruhan. Selama periode ini, penentuan latihan secara hati-hati masih tetap penting untuk memelihara kekuatan otot dan rentang gerakan sendi.

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) sangat membantu mengurangi peradangan dan nyeri pada otot, sendi dan jaringan-jaringan lain. Contoh dari NSAID adalah aspirin, ibuprofen, Naproxen dan sulindac. Karena respon individu pada NSAID bervariasi maka biasa bagi seorang dokter untuk mencoba NSAID yang berbeda untuk menemukan satu yang paling efektif dengan efek samping paling kecil. Efek samping paling sering adalah rasa tidak enak pada perut, nyeri perut, ulkus dan bahkan perdarahan ulkus. NSAID biasanya diminum bersama dengan makanan untuk mengurangi efek samping. Kadang-kadang, obat pencegah ulkus, diberikan bersama NSAID untuk mengurangi efek samping, seperti misoprostol (cytotec).Kortikosteroid lebih kuat dibandingkan NSAID untuk mengurangi peradangan dan memperbaiki fungsi jika penyakitnya aktif. Kortikosteroid terutama sangat membantu jika organ-organ dalam terkena. Kortikosteroid dapat diberikan secara oral, disuntikkan langsung ke dalam sendi dan jaringan lain. Atau diberikan secara intravena. Sayangnya, kortikosteroid mempunyai efek samping yang serius jika diberikan dalam dosis tinggi selama periode yang lama, dan dokter akan berusaha memonitor aktifitas penyakit untuk keperluan menentukan dosis terendah yang aman. Efek samping kortikosteroid meliputi, penambahan berat badan, penipisan otot dan kulit, infeksi, diabetes, bengkak wajah, katarak dan kematian jaringan (nekrosis) sendi-sendi besar.

Hydroxychloroquine (Plaquenil) adalah obat anti malaria yang diketahui mempunyai efektifitas tertentu pada pasien SLE dengan fatigue, masalah kulit, dan sakit sendi. Secara konsisten memakai Plaquenil dapat mencegah lupus flare-ups (nyala api). Efek samping jarang meliputi diare, rasa tidak enak pada perut, perubahan pigmen mata. Perubahanpigmen mata jarang tetapi memerlukan monitoring dari ahli optalmologi (spesialis mata) selama terapi dengan Plaquenil. Para peneliti menemukan bahwa Plaquenil secara signifikan menurunkan frekuensi pembekuan darah abnormal pada pasien dengan systemic lupus. Lebih lanjut, pengaruh yang tampaknya tidak tergantung pada supresi imun, menyebabkan Plaquenil dapat secara langsung mencegah pembekuan darah.

Penelitian yang menarik ini menekankan sebuah alasan penting bagi pasien dan dokter untuk mempertimbangkan Plaquenill untuk penggunaan jangka panjang, khususnya bagi mereka yang mempunyai resiko pembekuan darah pada vena dan arteri, seperti mereka yang dengan antibodi phospholipid (antibodi cardiolipin, antikoagulan lupus, dan tes laboratorium positif palsu penyakit kelamin). Ini artinya, tidak hanya Plaquenil menurunkan kemungkinan re-flare SLE, tetapi juga dapat menguntungkan dalam mencegah pembekuan darah abnormal yang luas. Plaquenil sering digunakan dalam kombinasi dengan terapi lain untuk lupus.

Untuk penyakit kulit yang resisten, obat antimalaria lain, seperti chloroquine (Aralen) atau Quinacrine, dianjurkan dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan hydroxychloroquine. Pengobatan alternatif untuk penyakit kulit meliputi dapsone dan retinoic acid (Retin-A). Retin-A sering efektif untuk penyakit kulit lupus bentuk wart-like (seperti kutil) yang jarang. Untuk penyakit kulit yang lebih berat, pengobatan imunosupresif dianjurkan menggunakan obat-obat yang menekan imunitas (obat-obat imunosupresif) juga disebut obat sitotoksik. Obat-obat imunosupresif digunakan untuk mengobati pasien dengan manifestasi SLE yang lebih berat, seperti kerusakan oragan dalam. Obat-obat imunosupresif tersebut contohnya, methotrexate (Rheumatrex, Trexall), azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Semua obat imunosupresif dapat secara serius menurunkan jumlah sel darah dan meningkatkan resiko infeksi dan perdarahan. Efek samping lain khas pada masing-masing obat. Contohnya, Rheumatrex dapat menyebabkan keracunan hati, sementara Sandimmune dapat memperburuk fungsi ginjal.

Pada tahun-tahun terakhir, mycophenolate mofetil (Cellcept) telah digunakan sebagai obat yang efektif untuk lupus, khususnya jika berhubungan dengan penyakit ginjal. Cellcept telah sangat membantu dalam memperbaiki penyakit ginjal lupus aktif (lupus renal disease) dan dalam memelihara perbaikan setelahnya dianjurkan. Profil efek sampingnya yang lebih rendah menguntungkan bagi pengobatan imunsupresif tradisional.

Pada pasien SLE dengan penyakit otak atau ginjal yang serius, plasmapheresis kadang-kadang dipakai untuk menghilangkan antibodi dan substansi imun lain dari darah untuk menekan imunitas. Jarang, pasien SLE dapat mengalami kadar platelet rendah yang serius yang dapat meningkatkan resiko perdarahan spontan dan luas. Karena limpa diyakini merupakan tempat utama dalam penghancuran platelet, pembedahan untuk membuang limpa kadang-kadang menyebabkan perbaikan kadar platelet. Pengobatan lain menggunakan plasmapheresis dan menggunakan hormon laki-laki. Plasmapheresis juga digunakan untuk membuang protein cryoglobulin yang dapat menyebabkan vasculitis. Kerusakan ginjal end-stage pada SLE memerlukan dialisis dan atau transplantasi ginjal.

Penelitian terbaru menunjukkan keuntungan dari rituximab (Rituxan) dalam pengobatan lupus. Rituximab merupakan antibodi yang diberikan melalui infus intravena yang akan menekan sel darah putih tertentu, yaitu sel B, dengan menurunkan jumlahnya dalam sirkulasi. Sel B telah diketahui berperan sentral dalam aktivitas lupus, dan jika ditekan maka penyakit akan cenderung membaik. Ini terutama sangat membantu pasien dengan penyakit ginjal. Selain itu menurut penelitian suplementasi diet dosis rendah dengan minyak ikan omega-3 dapat membantu pasien lupus dengan menurunkan aktifitas penyakit dan mungkin juga menurunkan resiko penyakit jantung.J. Pencegahan Aktivitas Lupus

SLE tanpa diragukan merupakan penyakit yang potensial serius yang melibatkan sejumlah sistem organ. Namun, penting untuk mengetahui bahwa kebanyakan pasien SLE menjalankan hidup yang penuh, aktif dan sehat. Peningkatan periodik aktifitas penyakit (flare) biasanya dapat dikelola dengan bermacam-macam obat. Karena sinar ultraviolet dapat menimbulkan dan memperburuk flare, pasien dengan systemic lupus sebaiknya menghindari paparan sinar matahari. Sunscreen dan kain penutup ekstremitas (tangan dan kaki) dapat sangat membantu. Penghentian obat dengan tiba-tiba, khususnya kortikosteroid dapat juga menyebabkan flare dan harus dihindari. Pasien SLE mempunyai resiko tinggi terjadinya infeksi, khususnya jika mereka menggunakan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresif. Karena itu, demam kadang-kadang dilaporkan dan harus dievaluasi. Kunci pengelolaan yang sukses untuk SLE adalah kontak dan komunikasi teratur dengan dokter, melakukan monitoring gejala, aktifitas penyakit dan pengobatan terhadap efek samping.BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.

2. Kulit

Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.

3. Kardiovaskuler

Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.

Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.

4. Sistem Muskuloskeletal

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

5. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.6. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

7. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

8. Sistem Renal

Edema dan hematuria.

9. Sistem saraf

Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.

B. Masalah Keperawatan1. Nyeri 2. Keletihan 3. Gangguan integritas kulit4. Kerusakan mobilitas fisik5. Gangguan citra tubuhC. INTERVENSI1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.

Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan

Intervensi :

a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)

b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.

c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.

d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.

e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.

f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.

g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.

2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.

Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.

Intervensi :

a. Beri penjelasan tentang keletihan :

1) hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan

2) menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya

3) mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)

4) menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional

5) menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga

6) kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.

b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.

c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.

d. Rujuk dan dorong program kondisioning.

e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.

Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.Intervensi :

a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.

b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :

1) Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit

2) Meningkatkan pemakaian alat bantu

3) Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.

4) Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.

c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.

d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.

1) Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas

2) Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.

3) Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi

4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.

Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan enyakit.

Intervensi :

a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.

b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut

1) Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.

2) Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.

3) Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.

Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.Intervensi :

a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi

b. Hilangkan kelembaban dari kulit

c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.

d. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.

e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.

BAB IVKASUS SLE

Tgl Pengkajian : 11/05/2013

Jam : 08.30 WIB

Oleh : Setyawati Ajeng .P

I. Identitas

A. Pasien

Nama

: Ny. T

Tanggal Lahir

: 1 januari 1978

Umur

: 35 th

Jenis Kelamin

: perempuan

Alamat

: Patron Banyuraden Gamping Sleman

Agama

: Kristen

Status Perkawinan : kawin

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: wiraswasta

Suku/bangsa

: Jawa/Indonesia

Tanggal Masuk Rs : 11/05/2013

No.RM

: 00318xxx

Ruang

: H

Diagnosa Medis : SLE (Sistemic Lupus Eritematosus)

B. Keluarga/penanggungjawab

Nama

: Bpk. S

Hubungan

: suami

Alamat

: Patron Banyuraden Gamping Sleman

II. Riwayat Kesehatan

A. Kesehatan Pasien

1. Keluhan Utama

Klien mengatakan badannya demam2. Keluhan Tambahan

Lemah, nyeri pada sendi sendi dengan skala 5, tidak nafsu makan, panas pada wajah

3. Alasan masuk RS

Sejak satu bulan yang lalu klien mengatakan demamnya belum hilang

4. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak satu bulan yang lalu klien mengatakan demamnya tidak hilang sehingga klien dibawa ke RS dan diterima di IGD dengan diberi cairan infus RL 500 ml. kemudian klien dipindahkan ke ruang Anggrek.

5. Riwayat Penyakit Dahulu

3 tahun yang lalu pasien menderita lupus

6. alergi

Tidak ada alergi makanan ataupun obat.

B. Kesehatan Keluarga :

Keluarga klien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti : Asma, DM, Hipertensi

III. Pola Fungsi Kesehatan

A. Pola Nutrisi-Metabolik

1. Sebelum Sakit

Frekuensi

: 3x sehari

Jenis makanan

: nasi, lauk, sayur

Porsi yang dihabiskan : Setiap porsi yang diberikan habis

Makanan pantang

: Asin

Nafsu makan

: baik

Banyaknya minum : 1500 cc

Jenis Minuman

: air putih dan teh manis

2. Selama Sakit

Jenis makanan

: bubur lunak

Porsi yang dihabiskan : porsi

Banyak minum

: 1200 cc

Jenis minum

: air putih

Keluhan

: tidak ada

B. Pola Eliminasi

1. Sebelum sakit

BAB

Frekuensi

: 1x sehari

Keluhan

: tidak ada

BAK

Frekuensi, jumlah

: tidak menentu, 1000 cc

Keluhan

: tidak ada

2. Selama sakit

BAB

Frekuensi : sejak masuk RS.(11-05-2013) sampai pengkajian belum BAB

Keluhan

: tidak ada

Upaya yang dilakukan : memberikan makanan yang tinggi

serat

BAK

Frekuensi, jumlah

: tidak menentu, 800 cc

Keluhan

: tidak ada

C. Pola Aktivitas Intirahat-Tidur

1. Sebelum sakit

a. Keadaan aktivitas sehari-hari

Klien bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri

Tidak membutuhkan alat bantu untuk memenuhi aktivitas sehari-hariAktifitas01234

Mandi

Berpakaian

Eliminasi

Mobilisasi ditempat tidut

Pindah

Ambulasi

Naik tangga

Memasak

Belanja

Merapikan rumah

Keterangan : 0=mandiri, 1=dibantu sebagian,2=perlu bantuan orang lain,3=perlu bantuan orla dan alat, 4=tergantung/tidak tergantung

b. Pola tidur

Jumlah tidur dalam sehari hari

Tidur siang : tidak menentu

Tidur malam : 6-7 jam

2. Selama sakit

1. Keadaan aktivitas

Kemampuan merawat diri01234

Makan/minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilitas di TT

Berpindah

Ambulasi/ROM

Keterangan : 0=mandiri, 1=alat bantu,2=dibantu orla,3=dibantu orla dan alat, 4=tergangtung total

2. Kebutuhan tidur

Jumalah tidur dalam sehari

Tidur siang : jarang

Tidur malam : 5 jam

D. Pola Kebersihan Diri

1. Kebersihan Kulit : mandi 2x sehari menggunakan sabun

2. Kebersihan rambut : mencuci rambut bila kotor, menggunakan sampo

3. Kebersihan telinga : membersihkan telinga kalau merasa gatal atau kotor menggunakan cutton bud

4. Kebersihan mata : membersihkan mata pada saat baru bangun dan mandi

5. Kebersihan mulut : menggosok gigi setelah mandi

6. Kebersihan kuku : memotong kuku jika merasa panjang

E. Pola Persepsi-Pemeliharaan Kesehatan

Klien tidak mengkonsumsi tembakau/alkohol

Keluarga tahu mengetahui penyakit lupus

F. Pola Reproduksi-Seksualitas

Menikah mempunyai anak 3

G. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori

Keadaan mental : sadar

Suara jelas ,kata-katanya kurang jelas, mengalami sedikit kesulitan dalam berbicara, klien dapat mendengar dengan jelas.

H. Pola Konsep Diri

Identitas diri : klien mengenal dirinya sendiri

Ideal diri : Klien ingin cepat sembuh

Harga diri : klien senang jika dikunjungi oleh keluarga atau teman terdekat

Gambaran diri : klien tampak lemah, berbaring tidak dapat melakukan kegiatan

seperti biasa ditempat tidur.

Peran diri : Klien ingin cepat sembuh dan bekerja seperti biasanya

I. Pola Peran HubunganHubungan klien dengan keluarga, perawat dan tenaga kesehatan baik.J. Pola nilai dan keyakinan

Klien beragama kristen, klien selalu berdoa setiap akan melakukan aktivitas.IV. Pemeriksaan Fisik

A. Pengukuran tanda vital :

1. Suhu : 380C

2. Nadi : 92x/mnt

3. Respirasi : 22x/mnt

4. TD : 90/60 mmHg

B. Tingkat kesadaran

5. Kualitatif : Compos Mentis

6. Kuantitatif : GCS : 15, E :4, V : 5, M : 6

C. Keadaan umum

Pasien lemah dan lelah, terpasang infus RL di tangan kiri 20tts/mnt.

D. Urutan pemeriksaan fisik

1. Kepala

Bentuk kepala bulat, kulit kepala bersih, tidak dijumpai ketombe, tidak dijumpai luka pada kepala, pertumbuhan rambut lebat dan mudah rontok. Terdapat ruam kemerahan pada wajah.

2. Mata

Konjungtiva berwarna pucat, sklera putih, pupil isokor, reflek pupil terhadap cahaya +/+.

3. Telinga

Daun telinga kanan dan kiri simetris, tidak dijumpai cairan pada lubang telinga, telinga tampak bersih, fungsi pendengaran normal.

4. Hidung

Posisi septum ditengah-tengah, tidak dijumpai sekret pada lubang hidung, tidak dijumapai polip pada lubang hidung.

5. Mulut dan tenggorokan

Sariawan, mukosa bibir kering, nafas bau

6. Leher

Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Terdapat ruam pada leher

7. Tengkuk

Tidak ditemukan kaku kuduk

8. Dada

a. Inspeksi

Warna kulit sawo matang, dada simetris kanan dan kiri, tidak ditemukan adanya kelainan bentuk dada seperti funnel chest, burrel chest, pigeon chest

b. Palpasi

Tidak teraba adanya patah tulang, benjolan maupun masa, vocal fremitus sama kuat, tidak ada nyeri tekan, nafas dalam 22x/mnt detak jantung 92x/mnt

c. Perkusi

Batas atas jantung : ICS 2 sinistra

Batas bawah jantung : ICS 5 sinistra

Batas kanan jantung : ICS 4 linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS 4 linea media clavicularis sinistra

Batas hepar : ICS 4 dextra

Tidak ada pembesaran hepar dan limfe

d. Auskultasi

Vesikuler disemua lapang paru, tidak ditemukan suara tambahan, terdengar BJ 1 Lup. BJ II Dup

9. Abdoment

a. Inspeksi : Bentuk abdomen kanan kiri simetris, warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi

b. Auskultasi : peristaltik 15x/mnt

c. Palpasi : tidak teraba pemesaran pada hepar

d. Perkusi : terdengar suara timpani pada abdomen.

10. Punggung

Tidak terdapat kelainan bentuk punggung, seperti Lordosis, kifosis, dan skoliosis.

11. Integumen

Terdapat ruam kemerahan pada kulit wajah dan leher

12. Rektum dan anus

Tidak terkaji.

13. Genetalia

Vagina bersih, dan tidak terpasang kateter.

14. Ekstremitas

Atas :anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan bentuk dan jumlah jari, terasa lemas pada ekstremitas atas, terpasang infus RL 20tts/mnt, tidak ada edema, tidak ada luka

Bawah : anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan bentuk dan jumlah jari, terasa lemas pada ekstremitas bawah

Tonus otot :

52

52

V. Rencana Pulang

Klien dianjurkan untuk melanjutkan terapi obat sesuai dengan program pengobatan menghindari aktivitas yang menyebabkan kelelahahan dan menganjurkan pada keluarga untuk membantu aktivitas klien selama klien belum bisa mandiri.

VI. Diagnostik Test

PemeriksaanHasil

6,6

4,4

433

26

53

39

5

2

1Nilai rujukan

12-16 gr/dl

4,8-10,8/ mm3

15-450/mm3

37-47%

40-74%

19-48%

2-8 %

0-7%

0-1,5 %

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Leukosit

Trombosit

Hematokrit

Diff count (TH-1)

Neutrofil

Lymphosit

Monosit

Eosinofil

Basofil

VII. Program Pengobatan

1. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE2. Kortikosteroid (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off) 3. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP)4. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral)ANALISA DATA

NODATAMASALAHPENYEBAB

1.DS :

-pasien mengatakan panas diarea ruam pada wajah dan leher

DO :

-ruam kemerahan pada wajah dan leher

Kerusakan integritas kulitProses penyakit

2.

DS :

-klien mengatakan tidak nafsu makan karena terdapat sariawan di mulut

DO :

-terdapat sariawan dimulut

-mukosa bibir pasien terlihat kering

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhstomatitis

3.

DS :

-klien mengatakan sendinya nyeri dengan skala 5

DO :

- wajah pasien menyeringai terlihat menahan nyeriNyeri kronikimflamasi / kerusakan jaringan.

NODIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

2.

3.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit

DS :

-pasien mengatakan panas diarea ruam pada wajah dan leher

DO :

-ruam kemerahan pada wajah dan leher

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan stomatitis

DS :

-klien mengatakan tidak nafsu makan karena terdapat sariawan di mulut

DO :

-terdapat sariawan dimulut

-mukosa bibir pasien terlihat kering

Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan

DS :

-klien mengatakan sendinya nyeri dengan skala 5

DO :

- wajah pasien menyeringai terlihat menahan nyeri

NURSING CARE PLAN

NODXTUJUAN DAN KRITERIA HASILINTERVENSIRASIONAL

1.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakitSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi dengan kriteria :

Menjaga kebersihan di daerah lesi Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi berulang.1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.

2.Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.

3.Gunting kuku secara teratur.

4.Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.

5.Kolaborasi gunakan / berikan obat-obatan topical sesuai indikasi.1.Menentukan garis dasar di mana perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat

2.Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi

3. Kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.

4.Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.5. Digunakan pada perawatan lesi kulit

2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat :

Mempertahankan berat badan antar 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit. Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal (Hb meningkat) Melaporkan perbaikan tingkat energi Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan1.Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.

2.Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

3.Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.4.Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.5.Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.6.Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.7.Catat pemasukan kalori1.Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.

2.Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

3.Lambung yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan

4.Dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.

5.Mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.

6.Mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.

7.Mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.

3.Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat :

Mengungkapkan keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat.1.Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka.

2. Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.3.Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10).

4.Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi

5. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.

6. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.

7.Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.

1. Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.2.Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil..3.Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen.4.Menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridemen.5.Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.6.Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol, yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.7.Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penyakit lupus atau penyakit autoimun adalah penyakit-penyakit yang terjadi jika jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri.Jenis-jenis penyakit lupus yaitu : discoid lupus, Drug-Induced Lupus, Sistemic Lupus Erythematosus. Penyebab pasti abnormalitas autoimun yang mendasari lupus tidak diketahui. Gen yang diturunkan, virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan tertentu mungkin juga ikut berperan.Lebih dari 90% nya terjadi sebagai efek samping dari salah satu dari obat-obat berikut:

1. Hydralazine (digunakan untuk hipertensi), 2. Quinidine dan procainamide (digunakan untuk irama jantung abnormal),

3. Phenytoin (digunakan untuk epilepsi), 4. Isoniazid (Nydrazid, Laniazid, digunakan untuk tuberculosis), d-penicillamine (digunakan untuk rheumatoid arthtritis).

Keluhan dan gejala tersering meliputi keletihan, demam ringan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, radang sendi, ulkus pada mulut dan hidung, rash di wajah (butterfly rash), sensitifitas yang berlebihan terhadap sinar matahari (photosensitivity), peradangan selaput paru-paru (pleuritis) dan selaput jantung (pericarditis), dan sirkulasi darah yang buruk pada jari-jari dan jempol kaki jika terpapar dingin (fenomena Raynaud). Komplikasi dari organ-organ yang terkena dapat menyebabkan gejala-gejala lanjut yang tergantung pada organ-organ yang terkena dan beratnya penyakit.11 kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa Systemic Lupus Erythematosus adalah : rash butterfly malar, rash kulit discoid, fotosensitifitas, ulkus selaput lendir, radang sendi, pleuritis atau pericarditis, ginjal abnormal, inisiasi otak, hitung jumlah darah yang abnormal, gangguan imunologi, antibodi nuklear.Tidak ada penyembuhan permanen untuk SLE. Tujuan pengobatan hanyalah menghilangkan gejala dan melindungi organ tubuh dengan menurunkan peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun tubuh. Terapi pengobatan penyakit lupus dengan memperhatikan kualitas tidur, mengurangi stress, berolahraga, penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid, kortikosteroid, plaqunil, retin-A, obat-obat imunosupresif, cellcept khusus jika berhubungan dengan penyakit ginjal, plasmapheresis untuk penyakit otak atau ginjal srius, rituxan serta diet dosisi rendah dengan minyak ikan omega 3.Pencegahan aktivitas lupus dengan menghindari paparan sinar matahari dan kontrol kesehatan secara rutin dengan dokter.Wanita hamil yang menderita lupus dapat mempunyai resiko tinggi terhadap keguguran. Antibodi lupus dapat di transfer dari ibu ke janin dan menyebabkan lupus pada bayi baru lahir (neonatal lupus) dan kemungkinan terjadi masalah pada sistem kelistrikan jantung bayi (congenital heart block).Harapan pasien dengan systemic lupus semakin baik tiap tahun dengan berkembangnya tes monitoring dan pengobatan yang makin akurat. Peran sistem imun dalam menyebabkan penyakit dipahami dengan semakin baik melalui penelitian. Pengetahuan ini akan digunakan untuk mendisain metode pengobatan yang lebih aman dan efektif.B. SARANDalam penulisan makalah ini masih perlu dilakukan pengumpulan data lebih lanjut mengenai penyakit Lupus, serta bagaimana cara pengobatannya. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddath. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Doenges, E,Marlynne. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Lumbantobing, S.M. 2004. Stroke (Bencana Peredaran Darah di Otak). Jakarta: FKUL

PUSDIKNES. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Saraf. Jakarta: DEPKESSyaifuddin. 2002. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika

Faktor lingkungan

(Ultraviolet)

Faktor hormonal

Obat-obatan

Faktor genetik

Lesi akut pd kulit

Adanya bercak-bercak merah

Inflamasi pada kulit

Terjadi tekanan intra pleura

Gangguan fungsipleura

Inflamasi di pleura (pleuritis)

SLE

Perubahan reaksi imun

(reaksi hipersensitivitas dan autoimun)

Imun komplek

Obat berikatan dengan kompleks antibodi

Obat terakumulasi dalam tubuh

Aktivasi komplemen

Pembentukan komplek imun

Merangsang sistem imun

Hormon prolaktin

Stres berlebihan

Obat-obatan tidak cocok

infeksi

Gangguan kulit

Faktor pemicu (mengikat komplemen)

Gen membawa SLE ke turunan selanjutnya

Keterlibatan gen

Inflamasi di ginjal

Penurunan fungsi ginjal

Inflamasi perikardium(perikarditis)

Penurunan absorbsi cairan ke ginjal

Eksudasi cairan di rongga perikardium

Gagal ginjal

Nefrotik sindrom

Pengisian ventrikel terlambat

Ruan pd wajah berbentuk kupu-kupu

Gangguan jumlah produksi cairan gd absorbsi yg bs dilakukan oleh pleura viseralis

MK:G3 eliminasi

uremia

Produksi urine menurun

MK:G3 perfusi jaringan

Insufisiensi pengisian sistem arteri

Curah jantung menurun

MK:G3 integritas kulit

Kerusakan jaringan kulit

MK:G3 pola nafas tidak efektif

MK:G3 kerusakan pertukaran gas

dysnea

Penurunan kapasitas ventilasi

Paru-paru berkembang tidak optimal

Penimbunan cairan di cavum pleura

-Adanya tindakan invasif

-Perubahan status kesehatan

MK:

-G3 rasa nyaman nyeri

-Intoleransi aktivitas

nyeri

edema

Peningkatan cairan sinovial

Inflamasi di persensian

MK:Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

anoreksia

Mual,muntah

HCL meningkat

Inflamasi saluran pencernaan

MK:Resti cidera

Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Penurunan fungsi motorik

Penurunan fungsi serebral

Iskemik jaringan otak

Aliran ke otak tidak adekuat

-Ketidaktahuan

-Koping individu tidak efektif

MK:

-Ansietas

-Kurang pengetahuan