lp dm hiperglikemia
DESCRIPTION
Lp Dm HiperglikemiaTRANSCRIPT
LAPORAN INDIVIDU
Di Ruang IRD RSUP Dr. Sardjito
Periode 6-11 Januari 2014
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas tahap profesi
Stase Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Ristia Anggarini
09/281900/KU/13168
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERGLIKEMI
Di Ruang IGD RSUP Dr. Sardjito
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Ristia Anggarini
09/281900/KU/13168
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
2
A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C. Suzanne, 2001). Krisis hiperglikemia
merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1
maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi
sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari diabetes mellitus tergantung pada tipenya, tipe I yaitu Diabetes mellitus
yang tergantung insulin (IDDM) Insulin dan Tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak
tergantung oleh insulin (non IDDM).
1. Diabetes mellitus tipe I (IDDM) yaitu disebabkan oleh genetik, faktor imunologi,
lingkungan dan virus
2. Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) penyebabnya belum diketahui dengan pasti
namun ada beberapa faktor risiko : yaitu usia, obesitas, herediter, kurang gerak
badan dan diit tinggi lemak rendah karbohidrat
C. KLASIFIKASI
Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yang tergantung pada insulin / Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus Pada diabetes
mellitus tipe I ciri-ciri klinisnya antara lain : awitan terjadi pada segala usia, tetapi
biasanya usia muda (< 20 tahun), biasanya bertubuh kurus pada saaat diagnosis
dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi. Etiologi mencakup faktor
genetik, imunologik, lingkungan atau virus, sering memiliki antibodi sel pulau
langerhans terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin,
sedikit / tidak memiliki insulin endogen, memerlukan insulin untuk
mempertahankan hidup, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
serta komplikasi akut hiperglikemia ketosis diabetic
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh
insulin / Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) 90% - 95% dari
seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas 20%. Pada tipe
II ciri-ciri klinisnya antara lain awitan terjadi disegala usia, biasanya diatas 30
tahun, bertubuh gemuk pada saat diagnostik. Etiologi mencakup faktor obesitas,
herediter, usia, diet tinggi lemak rendah karbohidart dan kurang gerak badan.
Tidak ada antibodi di pulau Langerhans, penurunan produksi insulin endogen /
3
peningkatan resistensi insulin, mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan
kadar gula dalam darah melalui penurunan berat badan agens hipoglikemia oral
dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila memodifikasi diet dan latihan, bila
tidak berhasil mungkin akan memerlukan insulin dalam waktu yang pendekj /
panjang untuk mencegah hiperglikemia, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam
keadaan stress / menderita infeksi serta komplikasi akut sindrom hiperosmalor non
ketotik.
3. Diabetes mellitus dengan Malnutrisi (DMTM) Diabetes mellitus jenis ini biasanya
ditemukan didaerah tropis yang disebabkan oleh adanya malnutrisi dan disertai
kekurangan protein. DMTM ini dimasa mendatang masih akan banyak terjadi,
mengingat jumlah penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan yang
masih tinggi.
4. Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus jenis ini adalah diabetes mellitus yang timbul selama kehamilan.
Hal ini sangat penting untuk diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik
bila tidak ditangani dengan tepat.
D. PROSES PENYAKIT
Diabetes mellitus tipe I (IDDM) disebabkan oleh genetik, faktor imunologi,
lingkungan, virus. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat pankreas untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa dari makan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tidak tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut keluar
dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis
osmotik). Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan (polidipsi). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (poligfagia) akibat
menurunannya simpanan kalori. Gejala lain dari tipe diabetes mellitus mencakup
kelelahan dan kelemahan. Diabetes mellitus tipe II (NDDM) belum diketahui
penyebabnya dengan pasti namun ada beberapa faktor risiko yaitu usia, obesitas,
herediter, diit tinggi lemak rendah karbohidrat dan kurang gerak badan. Diabetes mellitus
tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
4
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai penurunan reaksi intrasel. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Pada orang yang terkena diabetes mellitus tipe II dimana produksi insulin tidak
sesuai dengan kebutuhan, maka selalu mengalami kekurangan glukosa dan glukosa
tersebut menumpuk di pembuluh darah sehingga ginjal tidak mampu menyerap glukosa
yang harusnya di saring oleh ginjal, keluar melalui urine atau disebut glukosaria sehingga
mengakibatkan diuresis osmotik (pengeluaran cairan dan elektrolit). Jika tidak ditangani
segera akan menyebabkan dehidrasi dimana dari dehidrasi akan mengakibatkan syok
hipovolemik.
E. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinik pada penyakit diabetes mellitus yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial (peningkatan kadar
glukosa dalam darah sesudah makan, glukosuria (glukosa muncul dalam urine),
diuretik osmosis (pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan), poliuria
(peningkatan rasa haus), penurunan berat badan, kelelahan dan kelemahan, nafas
bau keton serta hiperventilasi, nyeri abdomen, mual, muntah, perubahan
kesadaran, koma.
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria (peningkatan dalam
berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus), bila terjadi luka pada kulit, lama
sembuhnya
F. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal
rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHNK (hiperosmolar non ketotik)
a. Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60
mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berlebihan.
b. Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak.
5
c. Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK) yaitu merupakan
keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness). Pada saat yang sama tidak
ada atau terjadi ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini
berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilanga cairan dan elektrolit
untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan
dehidrasi, akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningakatan osmolaritas.
Gambaran klinis sindrom HHNK terddiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat
(membrane mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda
neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiparesis).
Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5%
hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya.
2. Komplikasi jangka panjang
a. Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung koroner
yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh arteri koroner,
pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam
sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler perifer disebabkan perubahan
aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah.
b. Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati diabetic disebabkan oleh
perubahan pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan juga terdapat 3
stadium utama neuropati yaitu Retinopati non proliferatif dan retinopati
praproliferatif dan retinopati proliferatif.
3. Komplikasi oftalmologi
Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas lensa
mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah meningkat sehingga
meningkat, hipoglikemia dikarenakan kadar glukosa darah yang abnormal rendah
dibawah 50 – 60 mg/dl (2,7 – 3,3 mmol/L). Glukoma terjadi dengan frekuensi
yang agak lebih tinggi pada populer diabetik. Kelumpuhan ekstra okuler jadi
akibat neuropati diabetik, neuropati dikarenakan kadar glukosa darah meninggi,
maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres terjadi kebocoran protein
6
darah ke dalam urine dan neropati dabetik menyerang semua tipe saraf termasuk
saraf perifer (sensori motor) otonom dan spinal.
G. TERAPI
Pada KAD, cairan yang digunakan tidak ada yang pasti. Cairan inisiasi untuk
rehidrasi digunakan cairan normal saline ( NaCl 0,9%) apabila tidak terdapat kelainan
jantung. Pada umumnya pada penderita dewasa terjadi defisit cairan 3 – 5 liter, atau 15-20
mg/kg/jam atau lebih banyak pada jam pertama pemberian (1 – 1,5 liter/jam). Jumlah
pemberian inipun harus menilai status hidrasi, kadar elektrolit dan diuresis( output). Jika
penderita hipernatremia, NaCl 0,45% ( halfstrenght). Apabila diyakini tidak terdapat
gangguan ginjal dapat ditambahkan Kalium 20-30 mEq/l ( 2/3 KCL dan 1/3 KPO4)
selama penderita stabil dan mentolerasi suplement peroral. Cairan Ringer laktat dapat
diberikan secara hati- hati, mengingat pada penderita KAD dengan hipovolemia sering
kali bersamaan terjadi dengan asidosis laktat. Keberhasilan pemberian cairan adalah
adanya perubahan hemodinamik ( tekanan darah ), mencatat input/ out put cairan, dan
perbaikan klinis. Kekurangan cairan pada 24 jam pertama harus dievaluasi kembali, sebab
tindakan pemberian cairan ini tidak boleh merubah osmolaitas darah meningkat sebanyak
>3 mOsm/kgH2O/jam.
Walaupun masih banyak kontroversi pemberian insulin, apakah dengan dosis
tinggi atau dosis rendah? Selain menurunkan gula darah juga menurunkan benda keton
(ketonemia), merupakan tindakan yang penting. Kedua terapi insulin dosis rendah atau
tinggi menunjukan efikasi yang sama. Pada umumnya merekomendasikan pemberian
insulin dengan dosis rendah secara kontinju intravena antara 5 – 7 unit perjam ( 0,1
u/kg/jam) dengan tujuan menurunkan gula darah 10-20 % dalam waktu 2 jam. Jika gula
darah menurun secara cepat, infus insulin diturunkan setengahnya, tetapi apabila kadar
gula darah belum dapat diturunkan dosis dinaikan 2 kali lipat. Pada keadaan penderita
memerlukan dosis insulin sangat tinggi ( 50 -60 u/jam), kondisi ini bisa ditemukan pada
keadaan resistensi insulin akibat kelainan dasar seperti adanya infeksi atau kelainan
imunitas. Oleh karena ini pada kondisi tersebut, apabila faktor infeksinya dapat diatasi,
maka akan secara mendadak tidak terjadi resistensi insulin, sehingga monitor gula darah
harus lebih ketat.
Pada umumnya, 24-48 jam pertama gula darah tercapai normal dan tidak ditemukan
ketonemia, kemudian insulin drip diganti ke subkutan, makan dan cairan melalui oral.
Sedangkan insulin drip tetap dilanjutkan sampai 2 jam setelah insulin subkutan. Elektrolit
( Na,K, Mg, Fosfat ) bisa terukur rendah atau tinggi, disebabkan keadaan kombinasi
7
antara hypovolemia, asidosis, dan defisiensi insulin. Diuretik osmotik secara signifikan
menyebabkan penurunan elektrolit tubuh secara keseluruhan. Oleh karena itu,
penggantian cairan sangat menentukan hasil akhir. Oleh sebab itu pemberian cairan
mengandung natrium lebih dini diberikan.
Kadar natrium darah sendiri sering rendah akibat adanya hyperglikemia atau
hypertrigliseridemia. Adanya perubahan elektrolit, maka monitor kalium perlu perhatian
khusus. Pada awalnya terjadi kadar kalium serum tinggi, sedangkan cadangan kalium
tubuh menurun. Pada penderita dengan BAK terus memungkinkan pemberian kalium
lebih dini walaupun kadar kalium normal tinggi. Pemberian cairan dan insulin
menurunkan kalium akibat dilusi dan reequilibrium elektrolit Kalium dengan hidrogen
akibat asidosis disertai proses transport seluler kalium dan fosfat kedalam sel bersama gul
kosa. Untuk itu monitoring kalium dapat dilakukan dengan pengamatan EKG, sering kali
penderita membutuhkan kalium 120 – 160 mEq pada 24 jam pertama pengobatan.
Kemudian substitusi kalium diberikan peroral selama 5-7 hari. Penggunaan bicarbonate
dalam pengelolaan KAD masih terdapat banyak beda pendapat. Apabila pH kurang 7,10
bicarbonate dapat diberikan; Biasanya diberikan melalui cairan infus ( 44 atau 88 mEq )
atau cairan hipotonik ( 1/3 – ½ NaCl ). Pemberian Bicarbonat tidak diberikan secara cepat
melalui intravena, hal ini akan menimbulkan penurunan kalium darah. Dengan demikian
apabila penderita diberikan cairan bicarbonat memerlukan pemantauan kadar kalium jauh
lebih ketat. Walaupun demikian sampai saat ini pemberian bikarbonat pada KAD tidak
mempengaruhi hasil pengobatan. Keadaan ini menyebabkan pemberian bikarbonat ini
tidak menjadi tindakan rutin dan apabila diperlukan itupun harus dilakukan atas dasar
indikasi yang tepat disertai pemantauan yang ketat.
Pengelolaan HHNK tidak jauh berbeda dengan pengelolaan DKA. Penggantian cairan
yang tepat dan cepat sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Dengan mengikuti
pengelolaan pada DKA tanpa dibutuhkan bikabonat dan monitoring pH yang ketat. Pada
kasus HHNK, komplikasi yang terjadipun tidak jauh berbeda pada DKA. Target
pengelolaan adalah kadar gua darah normal dan natrium serum normal. Sedangkan resiko
hipokalemia dan hipofosfatemia sama dengan DKA.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi : Resiko perbedaan kadar gula/glukosa darah dari rentang normal
8
Faktor Resiko :
Kurangnya pengetahuan tentang manajemen diabetes
Tingkat perkembangan
Asupan makanan
Ketidakadekuatan monitor glukosa darah
Kekurangan penerimaan diagnosis
Kekurangan ketaatan manajemen diabetes
Kekurangan manajemen diabetes
Manajemen pengobatan
Status kesehatan mental
Tingkat aktivitas fisik
Status kesehatan fisik
Kehamilan
Kecepatan periode pertumbuhan
Stress
Pertambahan berat badan
Kehilangan berat badan
Kriteria Evaluasi (NOC):
· Kontrol Gula Darah
· Pengetahuan : Manajemen Diabetes
· Status Nutrisi
· Status Nutrisi : Ukuran Biokimia
· Status Nutrisi : Asupan Makanan Dan Cairan
· Kontrol Resiko
· Deteksi Resiko
Intervensi Keperawatan (NIC):
· Pengajaran : proses penyakit
· Pengajaran : aktivitas/latihan yang dianjurkan
· Pengajaran : diet yang dianjurkan
· Pengajaran : pengobatan yang dianjurkan
· Pengajaran : prosedur/penanganan
9
Daftar Pustaka:
Permana, Hikmat. Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrinologi. Sub bagian
Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Perjan RS Dr Hasan Sadikin Bandung.
Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Ed. VIII Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
10