lp dm adenium winda

27
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS DI RUANG RAWAT INAP ADENIUM RSD dr. SUBANDI JEMBER Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah Oleh Winda Sulistya Safitri NIM 102311101036

Upload: al-vivo

Post on 18-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DM

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

DI RUANG RAWAT INAP ADENIUMRSD dr. SUBANDI JEMBER

Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi Ners

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh

Winda Sulistya Safitri

NIM 102311101036

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JEMBER

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Alamat : Jl. Kalimantan No. 37 Telp./Fax (0331) 323450 JemberA. Tinjauan Teori

1. Definisi

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2006). Diabetes Mellitus adalah keadaan kadar glukosa dalam darah yang berlebih disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron (Mansjoer et al, 2000).2. Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi Diabetes Mellitus yang berbeda, penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi Diabetes Mellitus yang utama adalah Diabetes Mellitus tipe I, tipe II, Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain (Diabetes Mellitus tipe lain), dan Diabetes Mellitus gestasional.

a. Diabetes Mellitus tipe I

Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM). Diabetes Mellitus tipe I disebabkan destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun (Mansjoer et al, 2000). Pada Diabetes jenis ini, sel-sel pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah (Smeltzer dan Bare, 2002).b. Diabetes Mellitus tipe II

Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes Mellitus tipe II disebabkan kegagalan sel dan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. 90% hingga 95% pasien dengan Diabetes Mellitus tipe II paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas (Mansjoer et al, 2000). Pada Diabetes Mellitus tipe II keterbatasan respon sel pankreas yang memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Pasien dengan Diabetes Mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982 dalam Situmorang, 2009).

c. Diabetes Mellitus tipe lain

Merupakan Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain, misalnya defek genetik fungsi sel , defek genetik kerja insulin, penyakit infeksi seperti pankreatitis, tumor, kelainan hormonal atau penggunaan obat-obatan/zat kimia seperti asam nikotinat dan glukokortikoid (Smeltzer dan Bare, 2002).

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita Diabetes Mellitus sebelum kehamilannya. Kenaikan kadar glukosa dalam darah terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah melahirkan, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita Diabetes Mellitus Gestasional akan kembali normal. Walaupun seperti itu, banyak wanita yang mengalami Diabetes Mellitus Gestasional ternyata di kemudian hari menderita Diabetes Mellitus tipe II. Oleh karena itu, semua wanita yang menderita Diabetes Mellitus Gestasional harus mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk menghindari tanda gejala Diabetes Mellitus tipe II (Smeltzer dan Bare, 2002).

3. Etiologi

Penyebab Diabetes Mellitus tidak diketahui sepenuhnya, tetapi faktor genetik, obesitas, penyakit autoimun, dan virus, juga faktor lingkungan, ekonomi, dan faktor budaya, semuanya dapat mempengaruhi (Sloane, 2004). Menurut Mistra (2004) menyebutkan bahwa beberapa penyebab Diabetes Mellitus, yaitu:

a. perubahan gaya hidup yang tidak sehat;

b. lingkungan;

c. usia;

d. pola makan yang berubah ke arah makanan cepat saji;

e. perokok;

f. ada riwayat keluarga yang terkenan Diabetes Mellitus (turunan);

g. stress menghadapi hidup atau persoalan lain;

h. kegemukan (obesitas);

i. kerusakan kelenjar pankreas (tidak lagi memproduksi hormon insulin atau sedikit memproduksi hormon tersebut).Tabel 2.1 Diabetes Mellitus dan Etiologinya

Tipe Diabetes Mellitus Etiologi

Tipe IDestruksi sel , umumnya menjerumus ke defisiensi insulin absolut

1. Autoimun

2. Idiopatik

Tipe IIBervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain1. Defek genetik fungsi sel

2. Defek genetik kerja insulin

3. Penyakit eksokrin pankreas

4. Endokrinopati

5. Karena obat atau zat kimia

6. Infeksi

7. Sebab imunologi yang jarang

8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus Gestasional

Sumber: PERKENI (2011).4. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus disebutkan oleh Mansjoer et al, (2000) yaitu:

a. poliuria (peningkatan pengeluaran urin), disebabkan oleh hiperglikemia yang berat melebihi ambang ginjal sehingga timbul glikosuria. Glikosuria mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin;

b. polidipsia (peningkatan rasa haus), disebabkan oleh poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus;

c. polifagia (peningkatan rasa lapar), disebabkan oleh pengeluaran glukosa bersama urin sehingga pasien mengalami kekurangan kalori dan timbul rasa lapar berlebih;

d. lemas, dan berat badan turun akibat gangguan sirkulasi, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi;e. gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien adalah rasa kesemutan, pruritus (gatal-gatal), mata kabur, gigi mudah goyah dan lepas, ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.5. Patofisiologi

Pada Diabetes Mellitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer dan Bare, 2002).Pada Diabetes Mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Mellitus tipe II (Smeltzer dan Bare, 2002).Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes Mellitus tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada Diabetes Mellitus tipe II. Meskipun demikian, Diabetes Mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan Diabetes Mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi vagina dan pandangan yang kabur (Smeltzer dan Bare, 2002).6. Komplikasi

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini, aliran darah akan berkurang terutama yang menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis yaitu penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah (Soegondo, 2007 dalam Situmorang, 2009).Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan bahwa ada tiga komplikasi akut dari Diabetes Mellitus dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah: hipoglikemia, ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik. Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness) (Mansjoer et al, 2000).

Komplikasi kronik Diabetes Mellitus meliputi penyakit makrovaskuler atau makroangiopati, penyakit mikrovaskuler atau mikroangiopati, neuropati diabetik, luka diabetik dan rentan terhadap terjadinya infeksi. Makroangiopati merupakan komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar seperti pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak, sedangkan mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil seperti retinopati diabetik dan nefropati diabetik. Neuropati diabetik mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer, otonom, dan spinal. Pasien dengan Diabetes Mellitus sangat rentan terjadinya infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih (Mansjoer et al, 2000).

Komplikasi yang juga sering terjadi pada Diabetes Mellitus adalah perubahan patologis anggota gerak ekstremitas bawah akibat gangguan sirkulasi, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik yang bisa menyebabkan luka atau tidak terkontrolnya infeksi yang dapat mengakibatkan luka gangren dan apabila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan amputasi bahkan berujung pada kecacatan (Situmorang, 2009).7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan jangka pendek pada Diabetes Mellitus bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala Diabetes Mellitus. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah komplikasi. Terdapat 4 pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2011):a. Edukasi

Edukasi memegang peranan yang sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 karena pemberian edukasi kepada pasien dapat merubah perilaku pasien dalam melakukan pengelolaan Diabetes Mellitus secara mandiri. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang perjalanan penyakit Diabetes Mellitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Mellitus, penyulit Diabetes Mellitus dan resikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan, interaksi antara (asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat anti hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obat lain), cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tak tersedia), mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau hipoglikemia, pentingnya latihan jasmani yang teratur, masalah khusus yang dihadapi (mis: hiperglikemi pada kehamilan), pentingnya perawatan diri, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.b. Terapi nutrisi medis (TNM)

Terapi nutrisi medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Setiap orang dengan diabetes (diabetisi) sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi, prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu, juga perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan (jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin).c. Latihan jasmani

Kegiatan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan berkebun harus tetap dilaksanakan.Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pada saat latihan jasmani otot-otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa harus menyesuaikan diri. Otot-otot akan menggunakan asam lemak bebas dan glukosa sebagai sumber tenaga (energi). Bila latihan jasmani dimulai, glukosa yang berasal dari glikogen di otot-otot pada waktu latihan jasmani mulai dipakai sebagai sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka sumber tenaga dari glikogen otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat pula pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepard. Intervensi farmakologis

Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan kepada pasien Diabetes Mellitus tipe 2. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis GLP-1/incretin mimetic (PERKENI, 2011). Berdasarkan cara kerjanya, obat hiperglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin (misalnya sulfonilurea dan glinid), peningkat sensitivitas terhadap insulin (misalnya metformin dan tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis (misalnya metformin), penghambat absorpsi glukosa (misalnya penghambat glukosidase alfa), dan DPP-IV inhibitor.8. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan dari keluhan dan gejala khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih dari 200 mg/dl atau glukosa darah puasa sama dengan atau lebih dari 126 mg/dl. Apabila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) diperlukan untuk memastikan diagnosis Diabetes Mellitus. Untuk diagnosis Diabetes Mellitus dan gangguan tolesansi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk penegakan diagnosis Diabetes Mellitus pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal (Mansjoer et al, 2000). Diagnosis Diabetes Mellitus disajikan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis Diabetes Mellitus (mg/dl)

Bukan Diabetes MellitusBelum pasti Diabetes MellitusDiabetes Mellitus

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena

Darah kapiler< 110

< 90110-199

90-199>200

>200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena

Darah kapiler< 110

< 90110-125

90-109>126

>110

A1c (%)< 6,56,5-8 8

Kol. Total (mg/dL)< 200200-239240

Kol. LDL (mg/dL)< 100100-129130

Kol. HDL (mg/dL)>45

Trigliserida (mg/dL)< 150150-199200

IMT (kg/m2) 18,5-23 23-25>25

Tekanan darah (mmHg)180/80130-140/80-90>140/90

Sumber: Mansjoer et al (2000); Sudoyo et al (2006).

9. Pathway

Terlampir B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan.b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga.Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): diantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).c. Riwayat penyakit saat inKlien Diabetes mellitus biasanya mengalami gejala khas, yaitu poliuria, polidipsi, dan polifagi.d. Riwayat penyakit dahulue. Riwayat penyakit keluargaFaktor risiko, adanya keluarga yang mengalami Diabetes Mellitusf. Genogramg. Pengkajian Keperawatan:

1) Aktivitas / IstirahatBiasanya klien mengalami kelemahan, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, dan tonus otot menurun.2) SirkulasiSirkulasi klien biasanya terganggu, sehingga terjadi ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama, rasa kesemutan/kebas pada ekstremitas.3) Integritas EgoKlien biasanya mengalami ketergantungan pada orang lain.4) EliminasiTerjadi perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, urine klien menjadi encer.5) Makanan/cairanKlien mengalami penurunan nafsu makan, mual/muntah, dan mengalami penurunan berat badan.6) Nyeri/ kenyamananKlien merasa nyeri jika terdapat luka. Nyeri dirasakan pada luka yang dialami.h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum, tanda vital2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.i. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawtaan yang dapat muncul pada klien Diabetes Mellitus, yaitu:

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (Diabetes Mellitus)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (tekanan atau robekan)4. Kelemahan berhubungan dengan status penyakit: Diabetes Mellitus5. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung kemih dan poliuria

6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan poliuria

7. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya imun tubuh

3. Intervensi KeperawatanNoDiagnosaTujuanKriteria hasilIntervensiRasional

1.Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (Diabetes Mellitus)Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam perfusi jaringan menjadi efektifNOC: Circulation statusIndikator:

a. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang nilai normalb. Tidak terdapat hipotensi ortostatik

c. Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial NIC: Peripheral Sensation Management1. Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tumpul/tajam

2. Kaji Capillary Refill Time (CRT)3. Gunakan sarung tangan

4. Diskusikan mengenai perubahan sensasi5. Mengkaji dan melibatkan keluarga untuk mengobservasi adanya luka1. Mengkaji kemungkinan tidak adekuatnya sirkulasi pada daerah tersebut2. Menilai pengisian darah dei pembuluh darah kapiler di daerah perifer

3. Untuk proteksi

4. Pasien dan keluarga paham mengenai perubahan yang terjadi

5. Mencegah komplikasi lebih lanjut yaitu adanya luka pada klien

2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmaniKlien dapat mempertahankan masukan nutrisi yang adekuatNOC: nutritional statusIndikator:

Berat badan dan tinggi badan dalam rentang nilai idealNIC: nutrition management1. Identifikasi adanya alergi atau adanya intoleransi makanan pada klien

2. Kaji makanan kesukaan klien3. Sediakan makanan kesukaan klien selam dalam batas-batas diet4. Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya5. Timbang berat badan harian1. Agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan menu makanan dan menyebabkan hipersensitivitas

2. Agar nafsu makan klien menjadi meningkat

3. Mendorong peningkatan diet4. Meningkatkan keinginan klien untuk makan5. Untuk memantau status cairan dan nutrisi

3.Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (tekanan atau robekan)Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam integritas kulit membaik

NOC:

a. Tissue integrity

b. Wound healingIndikatora. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

b. Tidak terdapat luka/lesi pada kulit

c. Perfusi jaringan baik

d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulitNIC: Wound Carea. Monitor karakteristik dari luka

b. Bersihkan dengan normal salin

c. Pantau proses penyembuhan luka

d. Instruksikan pasien dan keluarga menjaga kebersihan luka

e. Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai tanda-tanda infeksia. Pertimbangan intervensi yang akan dilakukan

b. Cairan fisiologis untuk perawatan luka

c. Memantau keefektifan dari perawatan luka

d. Mencegah luka terkontaminasi

e. Mencegah infeksi terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A., et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Mistra. 2004. 3 Jurus Melawan Diabetes Mellitus. Jakarta: Puspa Swara.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan Endorinologi Indonesia.

Price, S.A., & Wilson L.M.C. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol. 2. Edisi 6. Alih Bahasa oleh Brahm U. Pendit et al. Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Alih Bahasa oleh James Veldman. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Vol. 2. Edisi 8. Alih Bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. Jakarta: EGC.Situmorang, L.L. 2009. Efektivitas Madu terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus di RSUP H. Adam Malik Medan. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Sumatera Utara: PSIK FK Universitas Sumatera Utara. [serial online]. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25284 [11 Nopember 2014].

Sudoyo, A.W., et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: FK Universitas Indonesia.