laporan pl winda

52
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan harga minyak dunia menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak, khususnya minyak tanah di dalam negeri. Pemerintah berupaya mengatasi kelangkaan tersebut dengan usaha konversi minyak tanah ke gas elpiji. Namun, upaya tersebut tidak mengatasi kelangkaan karena gas elpiji sudah tidak terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengubah pola konsumsi energi masyarakat Indonesia dari energi gas dan minyak tanah menjadi sumber energi yang terbarukan, misalnya energi biomasa yang meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri rumah tangga, dan kotoran hewan. Salah satu perkiraan menyatakan, bahwa penggunaan energi yang berasal dari biomasa, terutama pemanfaatan kayu bakar, 1

Upload: wind-si-purple

Post on 27-Jun-2015

414 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PL WINDA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan harga minyak dunia menyebabkan kelangkaan bahan bakar

minyak, khususnya minyak tanah di dalam negeri. Pemerintah berupaya mengatasi

kelangkaan tersebut dengan usaha konversi minyak tanah ke gas elpiji. Namun,

upaya tersebut tidak mengatasi kelangkaan karena gas elpiji sudah tidak terjangkau

oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Hal tersebut dapat

diatasi dengan mengubah pola konsumsi energi masyarakat Indonesia dari energi

gas dan minyak tanah menjadi sumber energi yang terbarukan, misalnya energi

biomasa yang meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen

organik dari industri rumah tangga, dan kotoran hewan. Salah satu perkiraan

menyatakan, bahwa penggunaan energi yang berasal dari biomasa, terutama

pemanfaatan kayu bakar, limbah pertanian dan tinja hewan, mencapai 60% dari

seluruh konsumsi energi (Juankan, 2008).

Sebagai negara yang memilki areal pertanian, perkebunan dan kehutanan

yang sangat luas, limbah biomassa hasil pengolahan pertanian, perkebunan,

kehutanan yang ada di Indonesia terdapat dalam jumlah besar (seperti kulit kacang,

sekam padi, serbuk gergaji kayu, dan sebagainya) yang belum banyak

dimanfaatkan (dibakar, dibuang, dan sebagainya) sehingga dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan hidup dan merusak keseimbangan ekologis. Limbah

biomassa seperti serbuk kayu dapat dimanfaatkan atau ditingkatkan nilai

tambahnya dengan memampatkan menggunakan mesin biomass extruder menjadi

1

Page 2: LAPORAN PL WINDA

briket dan dikarbonisasi menjadi arang (charcoal). Sekitar 35% dari total

konsumsi energi nasional diperkirakan berasal dari biomassa. Energi yang

dihasilkan telah digunakan untuk berbagi tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah

tangga (memasak dan industri rumah tangga), penggerak mesin penggiling padi,

pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu

dan gula (Juankan, 2008).

Selama ini limbah serbuk kayu sebagai salah satu biomassa menimbulkan

masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk

dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga

penanggulangannya perlu dicarikan alternatif penyelesaiaannya. Salah satu cara

yang ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah

dengan teknologi aplikatif dan sederhana sehingga hasilnya mudah disosialisasikan

kepada masyarakat (Pareira, 2009).

Briket arang dari serbuk gergaji adalah salah satu alternatif. Penggunaan

briket arang sebagai bahan bakar dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil

utama dari hutan. Selain itu penggunaan briket arang dapat menghemat

pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji. Pemanfaatan

serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan meningkatkan

pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena

selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja. Manfaat

lainnya adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket

arang ini dikelola dengan baik untuk selanjutnya briket arang dijual. Bahan

pembuatan briket arang mudah didapatkan di sekitar kita berupa serbuk kayu

2

Page 3: LAPORAN PL WINDA

gergajian. Briket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan

berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan

dengan gaya tekan tertentu (Pareira, 2009).

B. Tujuan

Tujuan praktik lapang ini adalah untuk memanfaatkan limbah industri

penggergajian kayu.

3

Page 4: LAPORAN PL WINDA

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Kayu di Indonesia

Keberadaan dan peran industri hasil hutan utamanya kayu di Indonesia saat

ini menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan

antara kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara

lestari. Bila memerhatikan kondisi hutan alam yang makin menurun berarti makin

langkanya bahan baku kayu, serta besarnya tantangan berbagai aspek khususnya

disektor kehutanan (lingkungan, ekolabel, perdagangan karbon) maka perlu

dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan pembangunan kehutanan. Salah

satu upaya tersebut adalah dengan mengedepankan peran inovasi teknologi yang

lebih berpihak kepada masyarakat khususnya industri kecil, meningkatkan efisiensi

pengolahan hasilhutan serta memaksimalkan pemanfaatan kayu dan limbah

biomassa yang mengarah kepada zero waste (Anonim, 2000).

Terdapat tiga macam industri kayu di Indonesia yang secara dominant

mengkonsumsi kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu penggergajian, vinir/kayu

lapis, dan pulp/kertas. Sebagian besar limbah biomassa dari industri tersebut telah

dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahannya sebagai bahan bakar guna

melengkapi kebutuhan energi industri vinir/kayu lapis dan pulp/kertas. Namun

yang menimbulkan masalah adalah limbah penggergajian yang kenyataannya di

lapangan masih ada yang ditumpuk dan sebagian dibuang ke aliran sungai

(pencemaran air), atau dibakar secara langsung (berperan menambah emisi karbon

4

Page 5: LAPORAN PL WINDA

di atmosfir). Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2,6 juta m3 per

tahun. Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54,24 persen dari

produksi total, maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak1,4 juta m3 per

tahun yang merupakan jumlah cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari

produksi kayu gergajian (Fortestry Statistics of Indonesia 1997/1998 dalam Pari,

2002). Sedangkan menurut Setyawati (2003) “Industri penggergajian kayu

menghasilkan limbah yang berupa serbuk gergaji 10,6% sebetan 25,9% dan

potongan 14,3% dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang

digunakan”. Hal ini menunjukkan bahwa industri kayu di Indonesia kurang efektif

karena limbah yang dihasilkan mencapai angka 50 persen, sehingga limbah tersebut

perlu diolah lebih lanjut dengan berbagai cara. Salah satu alternatif adalah dengan

menggunakannya sebagai bahan bakar alternatif.

Tabel 1. Produksi kayu gergajian dan perkiraan jumlah limbah

Tahun Produksi

kayu

gergajian

(m3)

Produksi

limbah,50%

(m3)

Serbuk

gergajian

15% (m3)

Sebetan

25%( m3)

Potongan

ujung 10%

(m3)

1994/1995 1.729.839 864.919,5 129.737,9 216.229,9 86.492,0

1995/1996 2.014.193 1.007.096 151.064,5 251.774,1 100.709,7

1996/1997 3.565.475 1.782.737 267.410,6 445.684,4 178.273,8

1997/1998 2.613.452 1.306.726 196.008,9 326.618,5 130.672,6

1998/1999 2.707.221 1.353.610 203.041,6 338.402,6 135.361,1

Sumber : Departemen Kehutanan (1998/1999) dalam Rusiman,2008.

5

Page 6: LAPORAN PL WINDA

B. Jenis Limbah Industri Kayu

Industri-industri kayu di Indonesia menyisakan berbagai jenis limbah kayu

sesuai dengan pengerjaan dan pengolahan yang dilakukan industri tersebut.

Limbah kayu industri dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sebagai berikut.

1. Potongan kayu dan serbuk gergaji sebagai bahan dasar pembuatan berbagai

perabot kayu. Serbuk gergaji dan serpihan kayu dari proses produksi saat

ini pada umumnya dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan tambahan untuk

menbuat plywood, MDF (Medium Density Fiber board) dan lembaran lain.

Pada perusahaan dengan skala kecil dan lokasi yang jauh dari pabrik

pembuat chipboard memanfaatkan limbah ini sebagai bahan tambahan

pembakaran boiler di klin dry. Sebagian juga dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar sebagai bahan bakar untuk industri yang lebih kecil

seperti batu bata, keramik atau dapur rumah tangga.

2. Limbah bahan finishing beserta peralatan bantu lainnya.

Jenis limbah ini adalah terbanyak kedua setelah kayu dan pada

kenyataannya di Indonesia belum begitu banyak perusahaan yang

menyadari dan memahami dengan baik tentang tata cara penanganan limbah

tersebut. Beberapa masih melakukan pembuangan secara tradisional ke

sungai dan ke dalam tempat pembuatan tertentu di dalam area perusahaan

tanpa mempertimbangkan dampak lingkungannya.

3. Limbah kimia sekunder sebagai hasil dari alat bantu dari sebuah industri

kayu, misalnya accu dari mesin forklift, oli/pelumas bekas, lampu bekas,

6

Page 7: LAPORAN PL WINDA

tinta dan lain-lain. Limbah ini tidakditemukan dalam jumlah yang besar,

akan tetapi masih belum terkoordinasi dengan baik.

4. Bahan pembantu lain seperti kardus, plastik pembungkus, kertas amplas

bekas, kain bekas untuk proses finishing, pisau bekas dari mesin serut

danlainnya (Susetyo, 2008).

Namun limbah yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif

adalah limbah jenis pertama karena limbah tersebut dapat ditemukan dalam

jumlah besar, murah dan memiliki potensi untuk diolah sesuatu yang lebih

bernilai ekonomis.

C. Sumber Energi yang Terbarukan

Sumber energi utama di Indonesia hingga tahun 2003 sebagai besar berasal

dari energi fosil yang meliputi minyak bumi sebesar 54,4 persen, gas sebesar 26,5

persen, batu bara 14,1 persen, energi hidro 3,4 persen , energi geothermal 1,4

persen dan 0,2 persen dari sumber lainnya (Endah, 2008). Seperti umum

diketahui, energi dikelompokkan menjadi dua, yaitu energi terbarukan dan energi

yang tidak terbarukan. Energi fosil termasuk dalam kelompok energi yang tidak

terbarukan sehingga energi fosil tidak dapat dijadikan sebagai sumber energi utama.

Sumber energi terbarukan meliputi energi hidro, geothermal, mikrohidro, biomassa

meliputi hasil hutan dan limbah pengolahannya, energi cahaya, dan energi angin.

Energi biomassa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan,

komponen organik dari industri dan rumah tangga,kotoran hewan. Biomassa

dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik.

7

Page 8: LAPORAN PL WINDA

Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar padat, cair dan gas, antara lain

teknologi pirolisa (bio-oil), esterifikasi (bio-diesel), teknologi fermentasi (bio-

etanol), anaerobic digester (biogas). Teknologi konversi biomassa menjadi energi

panas yang kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik antara lain

adalah teknologi pembakaran dan gasifikasi. Sebagai negara agraris, Indonesia

mempunyai potensi energi biomassa yang besar (Juankan, 2008).

Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk

energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di pedesaan. Diperkirakan

kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa. Energi

yang dihasilkan telah digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan

rumah tangga (memasak dan industri rumah tangga), penggerak mesin penggiling

padi, pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri

kayu dan gula (Juankan, 2008).

Luas seluruh wilayah dunia adalah kira-kira 51 miliar ha. Jumlah ini

meliputi 36 miliar ha merupakan lautan dan 1,5 miliar ha tertutup es. Wilayah

daratan tersisa lebih-kurang 14 ha. Dari jumlah daratan kira-kira 45% merupakan

padang pasir dan rawa-rawa, 30% terdiri atas hutan, 15% berupa tanah pertanian

dan perkebunan, dan 10% berupa padang rumput. Menurut salah satu perkiraan

teoritis, jumlah biomassa yang dihasilkan setahun oleh seluruh dunia mencapai 75

miliar ton, atau suatu ekuivalensi dari 1.500 barrel minyak sehari (Juankan, 2008).

Pada Tabel 2 tertera data potensi energi di Indonesia termasuk sumber energi dari

biomassa.

8

Page 9: LAPORAN PL WINDA

Tabel 2. Potensi energi nasional

Energi Fosil Sumber Jumlah Tersedia

(proven+possible)

Produksi

(per tahun)

Jumlah

tersedia/produksi

(tahun)

Minyak 86,9 miliar

barel

9.1 miliar barel 387 juta barel 23

Gas 384,7 TSCF 185,8 TSCF 2,95 TSCF 62

Batu Bara 57 miliar

ton

19,3 miliar ton 132juta ton 146

Energi Non Fosil Sumber Ekuivalen Pemanfaatan

(GWh)

Kapasitas

(MW)

Hydro 845,00 mio

BOE

75,67 GW 6,851 GWh 4.200

Geothermal 219,00 mio

BOE

27,00 GW 2.593,5 GWh 800

Mikro hidro 485,75 MW 458.75 MW 84

Biomassa (arang,

kayu,serbuk

kayu)

49,81GW 302,40

Energi cahaya 4,80kWh/m2/day 8,00

Energi angin 9,29 GW 0,50

Sumber :MOEMR-2007 dalam Endah, 2008.

Keterangan :

- TSCF = Trillion Standard Cubic Feet

- BOE = Barrel of Oil Equivalent

Sumber penyediaan energi primer di Indonesia dari jenis energi fosil dari

tahun 2000 hingga 2007 cenderung menurun 2 persen hingga 2,5 persen, namun

9

Page 10: LAPORAN PL WINDA

batubara mengalami peningkatan hingga 8,1 persen dari tahun 2000 hingga 2006

lalu meningkat lagi sebesar 4,9 persen. Perubahan persentase yang fluktuatif

tersebut tidak ditemukan pada sumber energi non fosil yang cenderung stabil.

Sumber energy biomassa yang meliputi arang, kayu, juga limbah kayu memiliki

persentase 25 persen dari ketersediaan energi primer yang pada tahun 2000 lalu

menurun 2 persen di tahun 2006 menjadi 23 persen dan tidak mengalami perubahan

pada tahun 2007. Persentase ketersediaan yang cukup besar dari biomassa

menunjukkan bahwa biomassa dapat dijadikan sumber energi yang potensial selain

dari sumber energi fosil yang diperkirakan persentasenya akan menurun dari tahun

ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 3 tentang penyediaan energi primer.

Tabel 3. Penyediaan energy primer

Sumber Energi Tahun 2000 (%) Tahun 2006 (%) Tahun 2007 (%)

Minyak bumi 44 40.5 38

Gas bumi 19 16.5 14

Batubara 9 17.1 22

Tenaga air 2 2 2

Panas bumi 1 0.9 1

Biomassa 25 25 23

Sumber : Departemen ESDM 2008 dalam Endah 2008

10

Page 11: LAPORAN PL WINDA

D. Pengelola Limbah Serbuk Kayu dengan Menerapkan Sistem Waste To

Product

Pengelolaaan waste to product merupakan pengelolahan limbah menjadi

bahan baku atau produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaanya, waste

to product harus menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut (Pareira 2009).

1. Reduce

Reduce berarti mengurangi. Dalam hal ini diharapkan kita dapat

mengurangi penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah

serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat

penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan.

2. Reuse

Reuse berarti penggunaan kembali. Dalam pengolahan limbah serbuk

gergaji ini maksudnya adalah menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan

baku untuk membuat briket arang yang bernilai ekonomis .

3. Recycle

Recycle berarti mendaur ulang. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji

ini maksudnya adalah mendaur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru, yaitu

briket arang.

11

Page 12: LAPORAN PL WINDA

4. Dapat mengurangi biaya

Seperti telah diketahui, saat ini sedang terjadi krisis energi bahan bakar.

Saat ini minyak tanah telah langka dan harga gas LPG melonjak. Banyak rakyat

kecil yang merasa terbebani dengan adanya kenaikan harga gas LPG tersebut.

Keberadaan briket arang, diharapkan hal tersebut dapat teratasi dan mampu

menolong rakyat kecil.

Pengolahan limbah serbuk kayu menjadi briket arang sangat mudah dan

biaya produksinya murah karena bahan bakunya berasal dari limbah yang dengan

mudah dapat kita peroleh dimana-mana. Selain itu pengolahan limbah ini juga

dapat , meningkatkan pendapatan masyrakat bila pembuatan briket arang ini

dikelola dengan baik untuk selanjutnya dijual. Bahan pembuatan briket arang

mudah didapatkan di sekitar kita berupa serbuk kayu gergajian.

5. Mampu menghemat energi

Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi briket arang terbukti mampu

menghemat penggunaan energi. Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa

perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu

sebagai bahan baku utamanya.

Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari

7000 kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %.

Namun demikian studi yang dilaksanakanya di Jawa Barat menunjukkan bahwa

pabrik briket arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat

12

Page 13: LAPORAN PL WINDA

menguntungkan. Briket arang dari kayu pasar swalayan sekarang dijual dengan

harga jual Rp. 4.800/kg.

Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai

sumber energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar

maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia,

sedangkan untuk dunia Karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000

diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 sehingga jumlah CO2 yang dapat dicegah

pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/tahun.

6. Eco-efisiensi

Eco-efisiensi artinya pengolahan limbah serbuk gergaji diharapkan dapat

berimbasa positif terhadap lingkungan. Dengan penggunaan briket arang sebagai

bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari

hutan. Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuat briket arang

maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi

pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar

begitu saja.

E. Briket Arang

Briket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal

dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan gaya

tekan tertentu (Gustan 2004 dalam Yulizawati 2008). Sedangkan menurut Rusiman

(2008), “Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket

13

Page 14: LAPORAN PL WINDA

(penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk

keperluan sehari-hari”.

Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dilakukan

dengan cara penambahan perekat tapioka, yaitu bahan baku diarangkan terlebih

dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak (kempa dingin) dengan

sistem hidrolik manual selanjutnya dikeringkan. Selain itu hasil penelitian Sudrajat

(1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu dengan perekat campuran pati

dan molase menyimpulkan bahwa makin tinggi berat jenis kayu, kerapatan briket

arangnya makin tinggi pula. Kerapatan yang dihasilkan antara 0,45 sampai 1,03

g/cm3 dan nilai kalornya antara 7290 sampai 7456 kal/g. Pembuatan briket arang

yang digunakan sekarang adalah bahan baku yang digunakan sudah langsung dalam

bentuk arang serbuk sehingga proses penggilingan dan pengayakan bahan baku

yang dilakukan sebelumnya dapat dihilangkan. Proses selanjutnya adalah

penambahan perekat tapioka dan pengepresan seperti pembuatan briket arang

sebelumnya (Rusiman, 2008).

Sifat fisika dan kimia briket arang serbuk kayu sangat dipengaruhi oleh

kerapatan kayu, berat jenis kayu, kadar air bahan, dan jenis perekat yang digunakan

(Sudrajat, 1984). Berdasarkan hasil penelitian Sudrajat (1984), didapatkan nilai

rata-rata kerapatan briket kayu 0,875 sampai 1,037 g/cm3, keteguhan tekanan

216,32-604,12 kg/cm2, nilai kalor sebesar 4318-4668 kal/g, kadar air antara 3,58%

sampai 6,12% dan kadar abu sebesar 1,61% sampai 3,91 %. Kayu dengan

kerapatan tinggi akan menghasilkan briket kayu dengan kerapatan yang lebih tinggi

dibandingkan kayu brendah tetapi menghasilkan kadar air dan kadar abu yang

14

Page 15: LAPORAN PL WINDA

lebih rendah. Dengan dua jenis perekat yang digunakan, perekat pati

menghasilkan briket kayu dengan kerapatan dan kadar abu yang lebih tinggi

dibandingkan perekat molase, tetapi menghasilkan keteguhan tekanan dan nilai

kalor yang lebih rendah.

15

Page 16: LAPORAN PL WINDA

III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANG

A. Tempat dan Waktu

Praktik lapang tentang pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk briket

bahan bakar alternatif dilaksanakan di Pengrajin Kayu Gergajian, Desa Keramasan,

Kecamatan Kertapati, Palembang pada Juni 2009 sampai dengan selesai.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan praktik lapangan ini yaitu

serbuk gergaji dan perekat. Sedangkan alat yang digunakan yaitu ayakan ukuran

lolos 50 mesh, cetakan briket, dan oven.

C. Metode Pengumpulan Data

Praktik lapang ini menggunakan metode observasi yakni pengamatan secara

langsung di tempat dan analisis teknis. Hasil dari praktik lapang akan disajikan

secara tabulasi dan grafik. Analisis teknis meliputi simensi briket, sifat fisik briket

(kadar air briket, sifat tidak mudah patah, laju pembakaran, kuat tekan atau

crushing test, dan berat jenis briket).

D. Cara Kerja

Cara kerja praktik lapang ini terdiri dari beberapa tahap observasi meliputi

wawancara dan pengisian kuisioner dan tahap pembuatan briket yang terdiri dari

pengarangan dan pengayakan, dan pembriketan.

16

Page 17: LAPORAN PL WINDA

Tahap pengarangan

1. Serbuk gergaji dijadikan arang pada suhu tertentu.

2. Pengayakan bertujuan untuk menghasilkan arang serbuk gergajian yang

lembut dan halus. Arang serbuk gergaji diayak dengan saringan ukuran

kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran 70 mesh.

Tahap pembriketan

1. Arang yang telah dihaluskan dan perekat dimasukkan ke dalam bak

pengadukan dan diaduk sampai rata.

2. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan untuk dilakukan pengepresan.

3. Briket dikeluarkan dari cetakan dan dikeringkan menggunakan sinar

matahari.

E. Parameter Yang Diamati

1. Dimensi Briket

Dimensi briket yang akan dibuat adalah briket dengan bentuk silinder

dengan diameter 2 cm dan tinggi 5 cm. Briket akan dicetak menggunakan pipa

PVC kemudian akan dipres menggunakan alat penggepres dengan tekanan tertentu

untuk mendapatkan kepadatan yang diinginkan (Yulizawati, 2008).

2. Sifat Fisik Briket

Sifat fisik briket antara lain kadar air briket, sifat tidak mudah patah, laju

pembakaran, kuat tekan atau crushing test, dan berat jenis briket.

17

Page 18: LAPORAN PL WINDA

a. Kadar air briket

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dakam suatu bahan.

Kadar air briket menentukan kemudahan briket tersebut saat dibakar. Kadar air

briket dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

KA = ………………………………………………………(1)

Keterangan :

KA = Kadar air briket (%)

Wb = Berat basah briket (kg)

Wk = berat kering briket (kg)

b. Sifat tidak mudah patah dan hancur

Briket yang baik adalah briket yang kompak sehingga tidak mudah patah

atau hancur. Sifat tidak mudah patah dan hancur dapat diketahui dengan uji hancur

yaitu dengan menjatuhkan briket pada ketinggian 30 cm, 60 cm, dan 100 cm

(Yulizawati, 2008).

c. Laju pembakaran

Hasil penelitian Mahyidin (2006) dalam Yulizawati (2008) menyatakan

bahwa laju pembakaran merupakan jumlah briket yang terbakar pada selang waktu

pembakaran. Laju pembakaran dapat dihitung menggunkan persamaan sebagai

berikut :

18

Page 19: LAPORAN PL WINDA

LP = ……………………………………………………………….(2)

Keterangan :

LP = laju pembakaran (g/menit)

mt = massa briket terbakar (g)

t = waktu pembakaran (menit)

d. Kuat tekan briket

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan briket atau

kemampuan briket menahan beban sampai terjadi patahan. Pengujian ini

menggunakan alat kuat tekan yaitu load frame (2kN) dengan lima buah sampel.

e Berat jenis briket

Kerapatan suatu benda didefinisikan sebagai massa benda persatuan

volume. Dengan demikian sebuah benda yang memiliki massa (m) dengan volume

(v) maka berat jenis dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :

………………………………………………………………………(3)

Keterangan :

19

Page 20: LAPORAN PL WINDA

= berat jenis (g/m3)

m = berat benda (g)

v = volume benda (m3)

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PRAKTIK

A. Sejarah Singkat Industri

Pengrajin kayu gergajian Keramasan didirikan oleh bapak Abbas sekitar

tahun 1990. Pengrajin kayu gergajian ini dikelola langsung oleh Pak Abbas

dibantu sekitar 20 hingga 30 pekerja lepas setiap harinya. Kegiatan di lokasi

penggergajian Keramasan ini dimulai pada pukul 08.00 WIB dan selesai sekitar

pukul 15.00 WIB pada setiap hari Senin hingga Sabtu, namun jumlah hari kerja ini

bisa berubah sesuai dengan persediaan kayu yang diperoleh dalam satu minggu.

Pengrajin kayu gergajian Keramasan ini sehari-harinya mengolah kayu

karet menjadi kotak buah yang akan dipasarkan di wilayah Palembang dan

sekitarnya. Kegiatan produksi sangat tergantung pada persediaan kayu dan

permintaan produk sehingga limbah serbuk gergajian yang dihasilkan juga tidak

pasti jumlahnya.

20

Page 21: LAPORAN PL WINDA

Gambar 1. Lokasi penggergajian kayu Keramasan, Kertapati, Palembang

B. Deskripsi Wilayah Industri

Deskripsi wilayah praktik lapang, yaitu pengrajin kayu gergajian

Keramasan terletak di Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang, Sumatera

Selatan. Lokasi kerja penggergajiam kayu ini berada tepat dipinggir aliran sungai

Kramasan. Dampak dari lokasi penggergajian ini adalah penumpukan limbah

serbuk kayu sisa dari penggergajian sehingga menyebabkan pendangkalan sungai.

Wilayah kerja pengrajin kayu gergajian Kramasan yang berada di pinggir

sungai Kramasan menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai yang serius

selama kurang lebih 19 tahun. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengelolaan limbah

secara menyeluruh dan berkelanjutan.

21

Page 22: LAPORAN PL WINDA

Gambar 2. Penumpukan limbah serbuk gergaji di pinggir sungai Kramasan

C. Jenis Kayu yang Diolah

Jenis kayu yang diolah pada lokasi penggergajian kayu Keramasan adalah

kayu karet yang diperoleh dari beberapa tempat dari Palembang dan sekitarnya.

Kayu karet tersebut dijemur terlebih dahulu sebelum dipotong berbentuk kayu

batangan setebal kurang lebih 1,5 sampai 2 cm dan lebar antara 7 sampai 8 cm.

22

Page 23: LAPORAN PL WINDA

Gambar 3. Kayu karet glondongan

Gambar 4. Kayu karet dijemur sebelum proses pemotongan

23

Page 24: LAPORAN PL WINDA

Gambar 5. Kayu karet yang telah dipotong

Gambar 6. Produk akhir berupa kotak untuk buah-buahan

24

Page 25: LAPORAN PL WINDA

D. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam melaksanakan kegiatan pada lokasi praktik

lapang ini antara lain, satu unit alat pemotong kayu dan sebuah mobil pick up

untuk mengantar hasil produksi kepada konsumen. Penggerjaan kegiatan

pemotongan dilakukan di sebuah pondok sederhana yang melindungi pekerja dari

sengatan panas matahari langsung.

E. Tenaga Kerja dan Pemasaran Produk

Pengrajin kayu gergajian Kramasan memperkerjakan sekitar 20 hingga 30

orang setiap hari kerja sesuai dengan banyaknya permintaan dan jumlah persediaan

kayu yang tersedia pada tiap hari kerja. Tugas yang dilakukan pekerja mulai dari

menurunkan kayu karet sebagai bahan baku produk yang dihasilkan. Menjemur

kayu, memotong kayu hingga membuat kotak buah hingga menjadi produk akhir

yang siap dipasarkan lalu mendistribusikannya kepada konsumen yang telah

memesan produk.

F. Sistem Pengupahan

Pengupahan tenaga kerja pada pengrajin kayu gergajian Keramasan berupa

pembayaran perhari. Hal ini disebabkan karena para pekerja di lokasi

penggergajian adalah pekerja lepas, walaupun para pekerja tersebut kebanyakan

menjadikan pekerjaan sebagai pekerja di lokasi penggergajian sebagai pekerjaan

tetap. System pengupahan ini juga disebabkan oleh ketersediaan kayu yang

25

Page 26: LAPORAN PL WINDA

diperoleh pengrajian yang tidak menentu dalam tiap minggunya, sehingga jumlah

hari kerja dalam seminggu juga tidak pasti.

G. Keselamatan Kerja

Hasil pengamatan di lapangan, para pekerja di lokasi penggergajian kayu

Keramasan kurang memerhatikan keselamatan kerja. Hal ini dapat dilihat dari

tidak adanya alat-alat pengaman seperti sarung tangan, masker, ataupun helm yang

dikenakan oleh pekerja di lokasi penggergajian, para pekerja hanya menggunakan

sepatu Boots.

Padahal para pekerja tersebut harus mengoperasikan mesin pemotong kayu

yang menghasilkan limbah tidak hanya berupa potongan kayu kecil dan serbuk

gergaji, namun juga debu halus yang tidak kasat mata yang dapat menyebabkan

gangguan pernapasan bagi para pekerja bila tidak menggunakan masker selama

bekerja. Para pekerja yang bertugas menurunkan kayu gelondongan dari mobil

pengangkut pun tidak menggunakan helm untuk melindungi kepala mereka dari

kemungkinan benturan dari batang kayu karet. Beberapa hal tersebut menunjukkan

bahwa para pekerja tidak mendapat jaminan keselamatn kerja atau perlindungan

diri saat bekerja di lokasi penggergajian Keramasan.

26

Page 27: LAPORAN PL WINDA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pembuatan Briket

Briket dibuat dengan mencampurkan 60 % serbuk gergaji, dan 40 %

kotoran sapi, serta air sebagai pencampur kedua bahan tersebut. Sehingga untuk

sebuah briket dengan berat basah 40 g, mengandung 24 g serbuk gergaji dan 16 g

kotoran sapi. Proses pembuatan briket dalam beberapa tahapan dapat dilihat dari

gambar 7 sampai gambar.

Gambar 7. Proses penjemuran serbuk gergaji

Gambar 8. Serbuk gergaji setelah dijemur dan diayak.

27

Page 28: LAPORAN PL WINDA

Gambar 9. Proses penumbukan kotoran sapi yang telah dikeringkan.

Gambar 10. Proses pengayakan kotoran sapi yang telah ditumbuk

28

Page 29: LAPORAN PL WINDA

Gambar 11. Kotoran sapi setelah dijemur dan diayak

Gambar 12. Proses pencetakan campuran serbuk gergaji, kotoran sapi dan air.

29

Page 30: LAPORAN PL WINDA

Gambar 13. Proses pengepresan dengan alat pengepres sederhana

B. Dimensi Briket

Briket serbuk gergaji dengan perekat kotoran sapi yang dibuat dan dianalisis

pada praktik lapang ini memiliki dimensi 4,3 cm dan ketinggian rata-rata 5 cm.

briket dicetak dengan cetakan pipa diameter 4,5 cm dan tinggi 10 cm.

30

Page 31: LAPORAN PL WINDA

Gambar 3. Cetakan briket

C. Sifat Fisik Briket

1. Kadar air

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dakam suatu bahan.

Kadar air briket menentukan kemudahan briket tersebut saat dibakar. Kadar air

briket dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

KA = ………………………………………(1)

Keterangan :

KA = Kadar air briket (%)

Wb = Berat basah briket (kg)

Wk = berat kering briket (kg)

Dari analisa yang dilakukan, berat basah briket sebelum proses penjemuran selama

4 hingga 6 jam dibawah terik matahari langsung dan 8 jam didiamkan pada bsuhu

ruangan adalah 40gr dengan komposisi 2 bagian serbuk gergaji dan 1 bagian

kotoran sapi yang telah dikeringkan dan telah diayak. Berat briket setelah dijemur

rata-rata 28 gr. Sehingga kadar airnya adalah

KA = = 42,857 %

31

Page 32: LAPORAN PL WINDA

2. Sifat tidak mudah patah atau hancur

Briket serbuk gergaji dengan komposisi 80 gr serbuk gergaji, 40 gr kotoran

sapi yang telah dikeringkan, dijemur, dan diayak, ditambah 300ml air (untuk 3

briket) dengan metode pengepresan menggunakan pemberat sederhana, memiliki

sifat mudah patah. Hal ini terbukti pada penjatuhan briket pada ketinggian 60 cm,

briket patah menjadi beberapa bagian dan menyerbuk, dan pada penjatuhan dari

ketinggian 30 cm, briket patah.

3. Analisis Nilai Kalor

Menurut analisa nilai kalor pada Laboratorium Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Sriwijaya dengan bombcalorimeter C 400, perhitungan nilai

kalor briket serbuk gergaji dengan perekat kotoran sapi adalah sebagai berikut :

Temperature awal : t1 = 4,674 ° c

Temperature akhir : t2 = 5,596 ° c

Berat sample : m sample = 0,911 g

Kapasitas panas : Qf = x cm sisa fase x 2,3 cal /gram = Qf cal + 2,3 cal

Sisa fase (sisa panjang kawar Ni-Cr)= 1 cm

Nilai tetapan : HOB = 6318

Nilai Kalor : C

C =

32

Page 33: LAPORAN PL WINDA

=

= 6247,61 cal/gram

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Briket dengan komposisi 60 % serbuk gergaji dan 40% kotoran sapi yang

telah diayak serta air memiliki kadar air briket sebesar 42,857 %.

2. Briket dengan komposisi 60 % serbuk gergaji dan 40% kotoran sapi yang

telah diayak serta air, memiliki sifat tidak mudah patah yang buruk, Karen

akan patah saat dijatuhkan pada ketinggian 30 cm.

3. Briket serbuk gergaji dan kotoran sapi dengan komposisi 60 % dan 40%

dan air, memiliki nilai kalori yang baik yaitu 6247,61 cal/gram.

B. Saran

33

Page 34: LAPORAN PL WINDA

1. Agar briket memiliki sifat tidak mudah patah yang baik, sebaiknya

ditambahkan bahan perekat yang lebih mengikat daripada kotoran sapi.

2. Untuk meningkatkan nilai kalor, sebaiknya briket dikeringkan dengan oven.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Sambutan Mentri Kehutanan dan Perkebunan pada seminar nasional kehutanan Masa depan industry hasil hutan (kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. (http://www.deptan.go.id diunduh 12 Maret 2009).

Endah, S.A. 2008. Situasi keenergian di Indoneisa. Seminar dan lokakarya Peran Mahasiswa Teknik Pertanian dalam Menanggulangi Maslah Pangan dan Energi Nasional, Bogor.

Juankan. 2008. Kayu Bakar dan Limbah Pertanian Sebagai Energi Alternatif. (http://www.tentangkayu.com diunduh 12 Maret 2009).

Pareira, B.M. 2009. Pengolahan Limbah Serbuk Kayu Dengan Menerapkan Sistem Waste To Product. (http://www.onlinebuku.com diunduh 17 Maret 2009).

34

Page 35: LAPORAN PL WINDA

Sudrajat, R. 1984. Pengaruh Kerapatan Kayu, Tekanan Pengempaan Dan Jenis Perekat Terhadap Sifat Briket Kayu. Jurnal PHH/FPR journal Vol. 1 No.1 (1984) pp. 11 – 16.

Susetyo. 2008. Limbah dari Industri Kayu. (http://www.tentangkayu.com diunduh 12 Maret 2009)

Yulizawati. 2008. Karakteristik Fisik dan Thermal Briket Cangkang Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurusan Teknologi Pertanian,Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Indralaya.(tidak dipublikasilan).

LAMPIRAN 1. Diagram alir cara kerja praktik lapangan

Serbuk gergajian

Arang serbuk Gergajian

Arang serbuk gergajian yang telah halus dan perekat

35

MULAI

Pengarangan dengan suhu tertentu

Pengayakan dan penyaringan (50 mesh – 70 mesh)

Pengadukan bahan

Pencetakan briket dengan alat

pengepres (d = 2cm t = 5 cm)

Pengeringan(KA = 10%)

SELESAI

Page 36: LAPORAN PL WINDA

LAMPIRAN 2. Daftar kuesioner

1. Berapa volume (m3) limbah gergajian dalam sehari pengerjaan?

2. Jenis kayu apa saja yang digergaji pada industri kayu Keramasan?

3. Berapa jumlah tenaga kerja pada industri gergajian Keramasan?

4. Berapa hari kerja dalam satu minggu?

5. Berapa upah tenaga kerja perhari/perbulan industri gergajian Keramasan?

6. Darimana kayu-kayu gergajian yang diolah diperoleh?

7. Diolah menjadi apa saja kayu yang diperoleh pada industri gergajian

Keramasan?

8. Dimana daerah pemasaran produk industri gergajian Keramasan?

36

Page 37: LAPORAN PL WINDA

37