laporan pl
DESCRIPTION
tesTRANSCRIPT
I. Karateristik dan Demografi Keluarga
A. Identitas Kepala Keluarga dan Pasangannya
1. Kepala Keluarga
a. Nama : Basir Rudyarto
b. Usia : 51 tahun
c. Jeniskelamin : Laki-laki
d. Pendidikan : SD
e. Alamat lengkap : Desa Klahang RT/RW 01/04 Sokaraja, Banyumas
f. Bentuk keluarga : Extended Family
2. Pasangan KK
a. Nama : IbuRodiah
b.Usia : 43 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d.Pendidikan : SD
B. Data demografi keluarga responden pada home visit ini disajikan melalui tabel
berikut.
Nama L/P Usia Kedudukan Pekerjaan Pendidikan Ket.
Basir Rudyarto L 51 KK Pedagang SD -
Rodiah P 43 Istri Pembantu SD -
Yoniati P 24 Anak IRT SMEA -
Irfan Setiadi L 16 Anak Pekerja SMP -
Supangat L 24 Menantu Pekerja SMA -
Yuniarsih L 8 Anak Pelajar SD -
Flora Mardika Putri P 3 Cucu - - -
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
C. Genogram
Genogram keluarga KK dan pasangannya sebanyak 3 generasi dapat
digambarkan sebagai berikut
Gambar 1. Genogram KeluargaPasien
Kartamupadi
SanwikartaAsma
Samini
TorSinkop
Sunarji Rashiti Mun Saini Sunarti Asma
Agustia Asma DM
AdminahWaginah Kusimah Asma TB
Kusnul Slamet
Rodiyah, 43Asma
Romyati, 42 Asma
Jumeri, 35 BSK
II. Status Penderita
A. Identitas Penderita
1. Nama : Rodiah
2. Usia : 43 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Agama : Islam
6. Suku bangsa : Jawa
7. Kewarganegaraan : Indonesia
8. Pekerjaan : Asisten rumah tangga
9. Pendidikan : SD
10. Penghasilan/bulan : Rp. 400.000 – 500.000,-
11. Alamat : Desa Klahang RT 01 RW 04, Kecamatan Sokaraja,
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
B. Anamnesis
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita Ny. Rodiah berusia 43 tahun datang ke Puskesmas II
Sokaraja untuk kontrol keluhan sesak nafas yang dimilikinya sejak 10
tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakan setidaknya 1 kali setiap minggu
dan semakin berat pada sore atau malam hari. Keluhan disertai bunyi
“ngik-ngik” dan batuk dengan dahak kental. Sesak nafas kumat jika Ny.
Rodiah berada pada udara dingin, terlau lelah, dan terkena debuserta akan
segera membaik bila beristirahat dan menggunakan obat hisap yang
diperoleh dari dokter di rumah sakit tempatnya pernah dirawat dulu. Ia
berharap agar sesak nafasnya tidak sering kumat agar tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan sesak nafas pertama kali dirasakan Ny. Rodiah 10 tahun yang
lalu ketika menghirup obat nyamuk saat menginap di rumah saudaranya.
Beberapa bulan yang lalu Ny. Rodiah sempat dirawat di RS Wiradadi
selama 4 hari akibat sesak nafas mendadak yang semakin memberat dan
tak kunjung membaik. Pada saat itu Ny Rodiah belum memiliki obat
hisap. Ny. Rodiah memiliki riwayat penyakit tuberkulosis 5 tahun yang
lalu, telah mendapatkan pengobatan lengkap selama 6 bulan, dan telah
dinyatakan sembuh oleh dokter yang menanganinya saat itu.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah Ny. Rodiah berusia 60 tahun diketahui tidak memiliki riwayat
medis yang penting. Ibu Ny. Rodiah berusia 60 tahun diketahui memilki
riwayat penyakit asma. Ny. Rodiah merupakan anak pertama dari 3
bersaudara. Adik kedua (perempuan) berusia 42 tahundiketahui memilki
riwayat penyakit asma intermiten dan adik ketiga (laki-laki) berusia 35
tahun diketahui memiliki riwayat batu saluran kemih.
Ayah Ny. Rodiah merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Ketiga
saudaranya diketahui tidak memiliki riwayat medis yang penting. Ayah
dan ibunya telah meninggal dunia dengan sebab yang tidak diketahui.
Ibu Ny. Rodiah merupakan anak kedua dari 8 bersaudara. Adik
pertamanya (perempuan) telah meninggal dan diketahui memiliki riwayat
penyakit asma serta diabetes mellitus. Adik keempat (perempuan)
diketahui memilki riwayat penyakit asma dan tuberkulosis. Kakak
pertama (perempuan), adik kedua dan ketiga (perempuan), adik kelima
dan keenam tidak diketahui memiliki riwayat medis yang penting.
Ayahnya telah meninggal pada usia 70 tahun dan diketahui memiliki
riwayat penyakit asma. Ibunya juga telah meninggal pada usia 70 tahun
dengan penyebab yang tidak diketahui.
4. Riwayat Sosial dan Exposure
Ny.Rodiah telah menikah dengan Tn. Basir dan dikaruniai 3 orang
anak. Ia tinggal bersama anak pertamanya yang sudah berkeluarga dan
memiliki satu orang anak serta anak ketiganya yang masih duduk di
bangku sekolah dasar.
Ny.Rodiah merupakan tamatan SD dan bekerja sebagai asisten rumah
tangga di perumahan dekat tempat tinggalnya. Majikannya mengetahui
jika Ny.Rodiah memiliki penyakit sesak nafas dan memberikan
kesempatan beristirahat bila ia lelah atau sesak nafas kambuh. Saat
membersihkan rumah Ny.Rodiah tidak menggunakan masker sebagai alat
pelindung diri.
Saat ini ia tinggal di rumah yang luasnya 24 ubin (337,5 m2)
beratapkan kayu dengan lantai permanen berasal dari plester dan bilik
kayu sebagai pembatas antar ruangan. Rumah terdiri atas 1 ruang tamu
dan 2 kamar tidur di bagian depan, 1 ruang tengah dan 1 kamar tidur di
bagian tengah, ruang makan, dapur, dan 1 kamar mandi di belakang.
Ventilasi dan pencahayaan di ruang tamu cukup baik, terdiri atas 6
jendela yang masing-masing berukuran 115 cm x 48 cm dan dibuka setiap
pagi. Pada bagian tengah dan belakang (dapur dan ruang makan) rumah
tidak didapatkan adanya jendela hanya bilik-biliki kayu tempat sinar dan
udara menelisik masuk ke dalam ruangan. Limbah kamar mandi dibuang
ke kolam ikan di belakang rumah yang berjarak ± 15 m dari sumber air
(sumur) yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Ny.Rodiah memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya di
rumah. Skor APGAR 10.
5. Review of System
Ny.Rodiah memiliki keluhan sesak nafas disertai bunyi “ngik-ngik”
dan batuk dengan dahak kental yang kambuh sedikitnya satu kali setiap
minggu apabila ia berada pada udara dingin, kelelahan dan terkena debu.
Keluhan memberat pada sore atau malam hari dan segera membaik bila ia
beristirahat dan menggunakan obat hisap. Tidak ada masalah pada
hubungan sosial di keluarga dan tempat kerjanya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Survei Umum
a. Kesadaran : Compos mentis, tidak tampak sakit
b. Tinggi badan : 153 cm
c. Berat badan : 49 kg
2. Tanda Vital
a. Denyut nadi : 67x/menit
b. Laju respirasi : 18x/menit
c. Tekanan darah : 110/80 mmHg
d. Suhu aksila : 36,3o C
3. Pemeriksaan Kulit
Tidak ada lesi pada wajah, kuku dalam batas normal (dbn), tidak ada lesi
kulit pada bagian tubuh lain, kulit dbn
4. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala : normosefal, wajah simetris
b. Mata : sklera ikterik (-/-), conjunctiva anemis (-/-)
c. Hidung : septum nasi dbn, sekret (-), concha dbn
d. Telinga : dbn
e. Gigi &Mulut : dbn, faring tidak hiperemis, T0/T0
f. Leher : kelenjar limfe dbn, kelenjar tiroid dbn
5. Pemeriksaan Thoraks
a. Inspeksi : bentuk thorax dbn, ukuran dbn, pengembangan dbn
b. Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri, pengembangan dbn
c. Perkusi : hipersonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi : “grkk grkk” pada SIC 2-3 pulmo dextra
6. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : bentuk abdomen dbn
b. Auskultasi : bising usus terdengar tiap 15 detik, tidak ada bruit
aorta dan bruit arteri.
c. Perkusi : timpani pada abdomen, pekak pada hepar
d. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
7. Pemeriksaan Ekstremitas
Dalam batas normal, sianosis (-), akral dingin (-), clubbing finger (-), CR
< 1 detik
D. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium.
III. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
A. Fungsi Holistik
Fungsi Biologis : Di dalam keluarga tersebut terdapat gejala-gejala
penyakit turunan, khususnya riwayat asma
Fungsi Psikologis : Hubungan antara anggota keluarga berjalan baik,
dan keluarga tersebut dapat memecahkan masalah
bersama.
Fungsi Sosial Ekonomi : Kondisi ekonomi keluarga menengah, karena
bentuk keluarga yang extended family sehingga
banyak kepala keluarga yang mencari nafkah
B. Fungsi Fisiologis
APGAR SCORE
Ibu Rodiah : 10
Interpretasinya, keluarga ini termasuk keluarga yang sehat secara fungsi
fisiologis. Setiap anggota keluarga dapat menjalankan fungsinya masing-masing
dan saling berdiskusi apabila terdapat masalah yang perlu diselesaikan secara
bersama-sama.
C. Fungsi Patologis
1. Fungsi ekonomi
a. Pemenuhan financial : penghasilan Ibu Rodiah ± Rp
500.000,00/bulan
b. Pemenuhank ebutuhan : sekunder
2. Fungsi edukasi
a. Semua anak sekolah : ya
b. Perencanaan khusus untuk anak sekolah : tidak
c. Dana khusus untuk pendidikan : tidak
d. Pendidikan paling tinggi : SMA/sederajat
D. Fungsi Keturunan
Genogram pada bab sebelumnya.
E. Fungsi Perilaku
Aspek ini meliputi pengetahuan tentang kesehatan, kesadaran akan pentingnya
kesehatan serta tindakan yang mencerminkan pola hidup sehat. Fungsi perilaku
pada keluarga tersebut cukup baik.
F. Fungsi Non-Perilaku
Aspek ini meliputi adanya kepedulian memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan tersedia di wilayah
tersebut, serta jarak rumah dengan puskesmas/ rumah sakit + 1 km.
IV. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
A. Faktor Risiko Internal
1. Pengetahuan
Pasien Bu Rodiyah pernah menginjak bangku sekolah hanya sebatas
SD. Mengenai penyakit Asma Bronkial, pasien memiliki pengetahuan tentang
asma karena keluarga pasien pernah mengalami sebelumnya. Tanda dari asma
itu sendiri adalah sesak nafas yang terjadi jika ibu rodiah kecapaian, terpapar
debu, asap obat nyamuk, serbuk sari ketika di luar, kondisi ibu yang kecapaian
dan ketika banyak pikiran.
2. Sikap
Bu Rodiyah memiliki sikap pperiang dan selalu membagi waktu dan
kesenangan bersama anggota keluarga. Jika ia memiliki suatu masalah, ia
akan menyampaikan keluarga layaknya teman, begitupun anggota
keluarganya kepada beliau. Meskipun terjadi suatu pertengkaran kecil dalam
rumah tangga, masalah itu akan diselesaikan langsung dan keluarga menjadi
harmonis kembali.
3. Tindakan
Tindakan yang dilakukan oleh Bu Rodiyah ketika keluhan sesak nafas
terjadi kembali berupa pemakaian glukokortikosteroid inhalasi yang tidak
pernah jauh dari jangkauannya. Obat bronkodilator seperti salbutamol juga
sudah tersedia didalam dompet obatnya. Selain itu, pasien juga mengkonsumsi
obat-obatan yang ia peroleh di puskesmas seperti Cetirizine 10 mg,
Ciprofloksasin 500 mg.
4. Keturunan
Bu Rodiyah memiliki factor resiko asma karena Kakek dari ibunya,
ibunya dan bibi pertamanya mempunyai penyakit asma. Bahkan Bibinya
sudah meninggal dunia dikarenakan mempunyai penyakit asma serta DM.
B. Faktor Risiko Eksternal
1. Lingkungan rumah keluarga
a. Letak rumah di daerah
Ibu Rodiah dan keluarga tinggal di pemukiman biasa dan masuk gang
kecil.
b. Bentuk bangunan
Bentuk bangunan rumah pasien tidak bertingkat.
c. Kepemilikan rumah
Rumah yang ditempati adalah milik pribadi.
d. Luas rumah
Luas rumah pasien beserta halaman belakang sekitar 24 ubin atau 336 m2.
e. Lantai rumah
Lantai rumah pasien menggunakan plester.
f. Dinding rumah
Dinding rumah terbuat dari kayu/non-permanen.
g. Atap rumah
Rumah pasien beratapkan bambu dan tanpa plafon.
h. Pembagian ruangan rumah
1) Ruang tamu berukuran2,5x4 m2
2) Ruang keluarga 4x5 m2
3) Ruang tidur berukuran 3x3 m2dengan jumlah sebanyak 3 buah.
i. Jendela rumah
Jendela rumah terdapat pada ruang tamu sebanyak 5 buah. Masing–
masing berukuran 1,15x 0,49 m yang setiap pagi dibuka.
j. Listrik di rumah
Pasien dan keluarga menggunakan listrik dirumah dengan daya 600 watt.
k. Lubang ventilasi
1) Ruang tamu : ada, ukuran 3x1 m2 dengan letak satu sisi.
2) Ruang makan : tidak ada
3) Ruang keluarga : tidak ada
4) Ruang tidur : ada, ukuran 1x1 m2, dengan letak satu sisi.
5) Bantuan untuk ventilasi didalam rumah pasien adalah dengan
menggunakan kipas angin yang berjumlah 2 buah.
6) Kelembaban rumah pasien terasa cukup lembab ditambah suasana
musim penghujan
7) Kesan ventilasi dalam rumah pasien adalah kurang baik.
l. Kebersihan dalam rumah
Kebersihan rumah terlihat cukup bersih, tidak ada debu di sudut rumah,
m. Tata letak barang-barang dalam rumah
Tata letak barang dalam rumah pasien cukup rapi.
n. Sumber air minum
Sumber air minum, mencuci, dan memasak menggunakan menggunakan
air dari sumur pompa.
o. Kamar mandi
Ibu Rodiah memiliki 1 kamar mandi dirumahnya. Ukuran kedua kamar
mandi 2x2 m2. Masing-masing kamar mandi memiliki jamban dengan
bentuk leher angsa. Pasien tidak memiliki septictank. Tempat
penampungan tinja dari kedua kamar mandi pasien adalah ke kolam ikan
dibelakang rumah pasien. Jaraknya kurang lebih 15 meter dari sumur
sebagai sumber air bersih.
p. Saluran pembuangan air limbah
Saluran pembuangan air limbah pasien mengalir ke kali yang terdapat
dibelakang rumah pasien.
q. Tempat sampah diluar rumah
Pasien memiliki tempat sempah diluar rumah dengan luas 1x1 m2 dengan
kondisi terbuka.
r. Jalan di depan rumah
Jalan didepan rumah pasien adalah jalan gang kecil.
s. Kandang binatang piaraan
Terdapat kandang kambing di pinggir rumah, namun kandang ini milik
tetangga. Kondisinya sedikit mengganggu, apalagi di dekat tempat
tersebut terdapat tempat untuk menjemur pakaian.
Gambar 2. Denah Rumah
2. Pelayanan kesehatan
Ibu Rodiah menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan langganan
berupa puskesmas dengan sumber pendanaan dari asuransi jamkesmas.
Seluruh keluarga Ibu Rodiah sudah terjamin oleh jamkesmas dan selama ini
tidak ada kesulitan biaya dalam masalah kesehatan.
V. Diagnostik Holistik dan Penanganan Komprehensif
A. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal
a. Keluhan Utama : Sesak nafas (Kontrol)
b. Keluhan Tambahan : Sakit kepala, sakit dada, Dada terasa berat
c. Ketakutan : Takut semakin sering, sesak nafas tidak
Terkontrol, Bibinya meninggal karena asma
d. Harapan : ingin cepat sembuh
e. Anxiety : khawatir akan mengganggu ujian
2. Aspek Klinis
a. Diagnosis definitif : Asma Bronkial Persisten Ringan
b. Diagnosis banding
1) Bronkitis akut
3. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik) sebagai Confounding Factors
a. Usia : 43 tahun
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Ras : Asia
d. Genetika : Kakek memiliki penyakit Asma dan
menurunkannya pada keluarganya
e. Perilaku individu sakit : Bekerja sebagai pembantu, sehingga
memungkinkan terpapar debu. Sering keluar rumah, sehingga terpapar
serbuk sari.
4. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Ekstrinsik) sebagai determinant factors
a. Perilaku sakit anggota keluarga lain
Anggota keluarga lain sangat peduli terhadap kesehatan ibu rodiah,
dibuktikan dengan bersihnya lingkungan dalam rumah untuk mengurangi
resiko terpapar debu sebagai pemicu asma. Selain itu, sang suami pun
selalu mengantarkan ibu ke puskesmas untuk control penyakit bu Rodiah.
b. Hubungan interpersonal
Hubungan antarpersonal di dalam keluarga sangat baik, karena tiap-tiap
personal saling mendukung dan menyayangi satu sama lain, dibuktikan
dengan skor APGAR mencapai nilai maksimal yaitu 10.
c. Sosial ekonomi
Keluarga pasien termasuk keluarga sosial ekonomi menengah ke bawah
dengan penghasilan Sekitar 400.000 - 700.000 rupiah untuk enam orang
anggota keluarga, ditambah pendapan dari menantunya yang nominalnya
tidak diberitahu.
d. Pendidikan
Pasien memiliki riwayat pendidikan terakhir SD, tidak melanjutkan
sekolah ke SMP ketika masa mudanya.
e. Lingkungan rumah
Rumah yang dihuni masih jauh dikatakan sebagai rumah sehat, karena
lantai rumah tersebut belum diberi keramik, dinding masih terbuat dari
kayu, atap yang terbuat dari bambu, dan saluran pembuangan limbah tinja
disalurkan kedalam kolam ikan yang terletak di rumahnya. Disebelah
kanan rumah terdapat kandang kambing yang kurang bersih.
f. Lingkungan lokal sekitar
Lingkungan tempat tinggal keluarga termasuk pemukinan biasa dan jauh
dari jalan raya. Aksesnya pun harus dilalui melewati jalan yang bisa
dilalui satu mobil dilanjut dengan jalan setapak.
5. Aspek skala skor (derajat keparahan penyakit)
Kondisi dari pasien masih baik dan bisa melakukan pekerjaan seperti
biasanya, baik selagi sakit maupun sebelum sakit. Hanya saja pekerjaan yang
terlalu berat harus dikurangi dan diistirahatkan ketika kecapaian karena dapat
memicu sesak nafas.
Tabel 2. Derajat Keparahan Penyakit (Kekalih, 2008)
B. Penanganan Komprehensif
Skala Aktivitas menjalankan fungsi Ketergantungan terhadap org lain
1 Melakukan pekerjaan seperti
sebelum sakit
Mandiri dalam perawatan diri dan
bekerja di dalam dan luar rumah
2 Pekerjaan ringan sehari-hari, di
dalam dan luar rumah
Aktivitas kerja mulai berkurang
3 Pekerjaan ringan dan bisa
melakukan perawatan diri
Pekerjaan ringan dan perawatan diri
masih dikerjakan sendiri
4 Perawatan diri hanya keadaan
tertentu, posisi duduk dan
berbaring
Tidak melakukan aktivitas kerja.
Perawatan diri oleh keluarga
5 Perawatan diri oleh orang lain,
posisi berbaring pasif
Sangat bergantung dengan orang lain
(misal tenaga medis)
VI. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Asma
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran
napas-saluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-
paru. Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas
penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma sangat terkait
dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak
semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang
mempunyai alergi menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan
hal ini membuat sulit bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran
napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak; adanya
sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran napas;
hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot
saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi
semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan
dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran
napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang
sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
B. Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan
dan bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar,
seperti yang dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari
Inggris, yakni:
1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan
disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap
orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi
tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki
tubuh, sistem ini akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan
berusaha menumpas sang penyerang. Dalam proses mempertahankan diri
ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya
temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-
bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya
(Hadibroto & Alam, 2006).
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik
biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang
kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru
(pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah
terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di
atas 30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah
penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk
menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita seseorang. Sering
indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada
satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis
ekstrinsik) yang kronis, pada saat menangani terjadinya serangan, dokter
akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor kecemasan dan rasa
panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat seseorang
harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik ini
meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan
tercatat, bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari
luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi
penderita. Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma
ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa
kanak-kanak sering tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung
menderita asma yang alergik, sebagai akibat kelemahan bawaan dari masa
kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi
kemunculan gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali
dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam
sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru
realatif menurun.
3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah
mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali
dalam seminggu. Faal paru menurun.
4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering
terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal
paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala
(Hadibroto & Alam, 2006):
1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi
tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari
80%.
2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak
nyaring, batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara
dan kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan
duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
C. Pencegahan Asma
Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha
meningkatkan cara penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu
penyakit biasa yang bisa dikendalikan. Namun, asma juga penyakit yang
bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya bisa membaik dan memburuk
dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering penanganannya harus
ditinjau ulang dan diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang efektif
antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal
ini sebaiknya sang pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:
1. Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang
menyangkut dirinya sendiri.
2. Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari
masing-masing obat.
3. Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma secara benar.
4. Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan.
5. Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan.\
6. Penulisan rencana tindakan (Action Plan).
Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang
memburuk, dan rencana ini harus dimiliki oleh setiap penderita asma.
Rencana tindakan menyesuaikan dengan tingakat keparahan gejala, sehingga
si penderita punya pegangan dalam usaha mengendalikan asmanya (Hadibroto
& Alam, 2006). Lengkapnya rencana ini bisa:
1. Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan
atau mengurangi, dan menambah obat-obatan yang digunakan.
2. Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien
tidak membaik.
3. Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih
awal memulai penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk,
untuk mencegah serangan yang lebih gawat.
4. Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi
penggunaan obat-obatan hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma
sudah terkendali.
5. Pengisian Buku Harian asma.
Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat
gejala-gejala asma, obat-obatan yang digunakan, dan catatan
prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala semuanya tercatat, sang
pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang mengindikasikan
bahwa asmanya mulai lepas kendali. Dengan demikian ia bisa
menyesuaikan pengobatannya berdasarkan Rencana Tindakan. Buku
Harian asma digunakan bersama dengan Rencana Tindakan, yang
disiapkan di bawah pengawasan dan persetujuan dokter yang merawat.
D. Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlahfaktor, antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel
mast pada interstisial paru, yang berhubungan eratdengan bronkiolus dan
bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi,
antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator (NIH, 2007).
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien,
faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek
edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam
lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas
terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus
yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin
yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam,
bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-
sel kunci dalam patogenesis asma (Rengganis, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma
dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi
melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa
menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan
CalcitoninGene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yangmenyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus,eksudasi
plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi (Baratawidjaja et al,
2006).
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya
hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektifberatnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara
digunakanuntuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain
dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik (Bernstein, 2003).
VII. PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibu Rodiah merupakan anak pertama dari tiga saudara dan saat ini berusia
43 tahun. Ibu Rodiah bekerja sebagai pembantu di suatu rumah dan berlatar
pendidikan SD. Ibu Rodiah didiagnosis Asma Bronkial Persisten Ringan di
Puskesmas Sokaraja II karena keluhan sesak nafas uyang ia derita.
Ibu Rodiah tinggal bersama keluarga besarnya, yaitu satu suami, 2 anak, 1
menantu dan 1 cucunya. Bapak Basir sebagai kepala keluarganya bekerja sebagai
pedagang ayam. Karakteristik keluarga beliau adalah Extended family yang
terdiri dari Bapa Basir dan Ibu rodiah yang tinggal bersama Yoniati dan Yuniarsih
(Anak), Supangat (Menantu) dan Flora mahardika Putri (cucu). Sedangkan satu
anak lainnya yang bernama Irfan tinggal di Yogyakarta bekerja sebagai penjag
tukang roti.
Ibu Rodiah mempunyai penyakit asma karena penyakit tersebut sudah
turun temurun di keluarga ibunya. Kakek dari ibunya mempunyai penyakit asma,
ibu dan adik pertama ibunya pun mempunyai asma. Selain itu, Ibu Rodiah juga
mempunyai riwayat Tb dengan pengobatan lengkap dan sudah sembuh.. Skor
APGAR keluarga Ibu Rodiah diperoleh nilai 10, angka tersebut menunjukkan
fungsi keluarga yang baik.
B. Saran
1. Ibu Rodiah jangan terlalu banyak kegiatan, apalagi kegiatan diluar rumah
karena beresiko terpapar serbuk bunga.
2. Ibu Rodiah rajin control dan minum obat agat penyakit asmanya tidak
bertambah berat.
3. Pembenahan rumah dengan mengganti dinding dengan dinding permanen,
mengganti atap dengan genting dan memberi keramik pada lantai rumah jika
mendapat reeki.
4. Keadaan rumah harus selalu bersih untuk mengurangi paparan debu.
5. Jangan pernah meninggalkan obat bronkodilator inhalasi ketika di rumah
ataupun diluar rumah
6. Pembentukan septictank agar pembuangan limbah tinja tidak tersalurkan pada
kolam
7. Pembersihan kandang kambing yang terdapat dipinggir rumah, bahkan
dipindahkan jauh dari lingkungan rumah ada rumah tidak terpapar kotoran
kambing