liver trauma
DESCRIPTION
laporan kasusTRANSCRIPT
LIVER TRAUMA
Anatomi Hepar
Anatomi hepar menurut Cantlie 1898, hepar di bagi menjadi 2 lobus, yaitu lobus
kanan dan lobus kiri. Berdasarkan drainase dari vena hepar Couinaud 1953 membagi hepar
menjadi, vena hepar kanan menjadi 2 lobus, posterolateral kanan ( segmen VI , VII ),
anteromedial kanan ( segmen V, VIII ). Vena hepar kiri menjadi anterior sector ( segmen III,
IV ) posterior sector ( segmen II ), vena cava inferior pada lobus Spigels ( segmen I ), setiap
segmen mempunyai masing – masing saluran empedu. Menurut Bucchter beratnya klasifikasi
trauma hepar berhubungan dengan segmen hepar yang mengalami trauma. Vena hepar
panjang 2 cm menuju vena cava inferior, vena cava inferior retrohepatik terletak di ventral , 8
– 10 cm, penting pada saat vascular kontrol. Vena portal mensulai 75% dari total hepatik
blood flow. Hepar terdiri dari 5 ligamen, coronary ligamen, ligamen triangular kiri, ligamen
falciform dan ligamentum teres.
Klasifikasi Trauma Hepar
Klasifikasi trauma pada hepar di diskripsikan sejak tahun 1989 dan di revisi terakhir
pada tahun 1994 oleh the American Association for the Surgery of Trauma ( AAST ).
Klasifikasi ini dipergunakan sebagai standar diskripsi pada trauma hepar oleh seluruh ahli
bedah trauma di dunia.
G R A D E GAMBARAN TRAUMA HEPAR
I HEMATOMA Subcapsular < 10 cm
LACERATION Capsular tear, tanpa perdarahan, < 1 cm dalam
II HEMATOMA Subcapsular 10 – 50 %, intra parenkim diameter < 10
LACERATION Capsular tear, perdarahan aktif, 1-3 cm dalam, panjang <
10 cm
III HEMATOMA Subcapsular > 50%, ruptur suscapsular hematome,
perderahan aktif, hematome intra parenkim > 10 cm
LACERATION > 3 cm dalam
IV HEMATOMA Ruptur intra parenkim dgn perdarahan aktif
LACERATION Disruption parenkim 25 – 75%, 1-3 lobus hepar,
Couinauds segmen dgn satu lobus
V LACERATION Disruption parenkim > 75%, > 3 lobus hepar, Couinauds
segmen dgn satu lobus
VASACULAR Trauma vena Juxtahepatic
VI VASCULAR Avulsi hepar
Initial Manajemen
Pada ruangan emergensi, initial manajemen pada trauma hepar adalah resusitasi
cairan, tindakan pembedahan apabila hipotensi persisten setelah resusitasi 2 liter cairan RL,
pada hemodinamik yang stabil di laukan CT Scan abdomen. Persiapkan serum tranfusi, fresh
frozen plasma, cryopresipitat, platelet pemakaian selimut hangat..
Diagnosis dan Assessment Pasien dengan Trauma Tumpul
Diagnosis ditegakkan dari mengetahui mekanisme trauma, terutama pada pasien
kecelakaan lalu lintas, mengemudi saat mabuk, ngebut dan tidak memakai sabuk pengaman.
Pasien dengan distensi abdomen dan hemodinamik tidak stabil setelah resusitasi segera di
lakukan pembedahan. Beberapa penunjang diagnosis yang bisa dipergunakan yaitu :
- Diagnosis Peritoneal Lavage ( DPL ), 30 tahun lalu merupakan initial assessment, 98%
akurat, cepat, bisa dengan local anastesi, bisa diaplikasikan pada pasien yg menburuk saat
observasi, pasien dibawah pengaruh alkohol, sedikit kontra indikasi dan sedikit komplikasi.
- Computed Tomographic Scanning ( CT Scan ), untuk mengetahui adanya cairan bebas atau
darah pada kavum abdomen, cedera pada solid organ, trauma pada retroperitoneum, pada
isolated trauma hepar, membutuhkan waktu 5 – 10 menit terutama pada pasien observasi
trauma tumpul dengan hemodinamik yang stabil.
- Ultrasonography ( USG ), untuk mengidentifikasi cairan bebas di cavum abdomen dalam
beberapa menit, 82% sensitiv, 99% spesifik dan 96% akurat.
- Laparoscopy sering dipergunakan pada pasien dengan stab wound atau gunshot.
Non Operatif Manajemen
Penanganan non operasi pada trauma hepar pada tahun 1988, 1000 pasien dan
berlangsung sukses 96% dengan minimal mortalitas dan morbiditas. Dengan panggunaan CT
Scan secara luas dapat mengetahui anatomi dan letak trauma, kuantitas dan derajat
perdarahan pada cavum peritoneum dan mengetahui trauma pada intra peritoneum dan
retroperitonium. Kriteria penanganan non operatif pada trauna hepar yaitu : hemodinamik
stabil, tidak ada tanda – tanda rangsangan peritoneum, dari hasil CT Scan grading trauma
minimal, tidak adanya hubungan antara trauma intra peritoneum dengan trauma
retroperitonium dari hasil CT Scan dan tidak memerlukan tindakan pembedahan.
Komplikasi
Pada truma tumpul hepar yang mendapatkan penanganan non operasi, sering terjadi
komplikasi seperti pada banyaknya pemberian tranfusi darah, Croce menyebutkan kebutuhan
tranfusi darah 2 kali dari pada penanganan dengan pembedahan, Lama rawat inap di ruangan
intensif sama dengan pasien yang di operasi. Komplikasi lain yaitu Budd-Chiari syndrome
( obtruksi outflow vena hepatic )
KOMPIKASI %
Perdarahan 3,3
Biloma 3,0
Abses 0,7
Trauma enteric 0,3
Hepatic-related injuries 0,3
CT scan ulang saat penanganan non operasi masih kontroversi, ada yang
menyebutkan 48-72 jam setelah trauma, 3 – 6 minggu kemudian. Ada juga yang
menyebutkan 24- 48 jam setelah trauma, 5 – 7 hari berikutnya, terakhir 1 bulan kemudian.
Pada pasien dengan trauma hepar bisa melakukan kegiatan olah raga 3 – 6 bulan setelah
trauma dengan penanganan non opeasi maupun penanganan dengan pembedahan.
Non operatif manajemen pada tauma tembus hepar
Penanganan non operatif pada trauma tembus hepar yaitu pada trauma hepar isolated
dengan hemodinamik yang stabil dan tidak ada trauma di tempat yang lain, perawatan standar
pada trauma tembus hepar adalah operasi namun penanganan non operatif hanya pada kasus
– kasus tertentu.
Operatif manajemen pada trauma komplek hepar grade III – V
Penanganan operatif dilakukan laparotomi explorasi dengan incise mid line, dilakukan
resusitasi intraoperatif dan definitive pembedahan untuk mengontrol perdarahan, perdarahan
sebagai trigger terjadinya hipotermia sistemik dan defek koagulopati, koreksi yang tidak
benar pada hipovolumia dan asidosis metabolic menimbulkan cardiac arrest dan kematian.
Penanganan terbaik pada trauma hepar grade III sampai V dengan 5 langkah yaitu: Portal
triad occlusion ( Pringle Maneuver ), Hepatotomi ( Finger Fracture Technique ) dan explorasi
laserasi pembuluh darah, saluran empedu langsung di ligasi atau di repair. Debridemen
jaringan hepar yang sudah mati, penempatan omental pedikel sehingga suplai darah sampai
pada lokasi trauma, drainage tertutup pada grade III – V
Metode hemostatis pada manajemen trauma hepar komplek
- The Finger Fracture Technique
Di gambarkan oleh Lin, dengan melakukan portal triad opcclusion dengan clamp
vascular atraumatik, dimana dilakukan incise kapsul Glissons pada lokasi trauma , terutama
pada trauma hepar grade III-IV.
- Deep liver suture
Tehnik repair hepar dengan primer heacting secara matras horizontal multiple yang
dalam atau primer heacting simple pada hepar yang sehat untuk meliputi jaringan hepar yang
mengalami trauma.
- Viable omental pack
Penggunaan omental pack di populerkan oleh Stone dan Lamb tahun 1975,
vaskularisasi dari omentum sebagai pack aoutologus untuk menghentikan perdarahan. Perlu
di evaluasi adanya leakage empedu dan laserasi hepar pada saat proses sintesis kolagen.
- Drain
Pemasangan drain pada trauma hepar sering dilakukan , walupun kompliksi yang
serng terjadi pada pemasangan drain adalah intra abdominal sepsis. Ada 2 tipe drain yaitu
sucsion tertutup ( Jackson-Pratt ) dan terbula ( Penrose )
- Reseksi hepar
Tindakn reseksi hepar dilakukan dengan pertimbangan, adanya kerusakan total dari
parenkim hepar, pada saat pengeluaran perihepatic packing, terdapat clean reseksi,
perdarahan, nekrosis atau formasi abses, pada trauma hepar yang berat dimana memerlukan
banyak klem atau hanya resesksi hepar yang bisa mengontrol perdarahan.
- Mesh hepatorrhaphy
Pemakaian absorbable mesh banyak pada trauma lien untuk mengontrol perdarahan.
Sekarang tehnik ini dipergunakan pada trauma hepar, bila dibandingkan dengan perihepatik
packing, mempunysi efek yang sama sebagai hemostatik efek sebagai tampon, tetapi tidak
menimbulkan abdominal kompartmen syndrome, tanpa menimbulkan komplikasi abses,
nekrosis, hematome atau bile leaks. Burnet menyatakan 94% survive, 6% meninggal. Bagian
yang adekuat di tampon adalah porta hepatic dan vena cava.
- Perihepatic packing
Degiannis menyebutkan bahwa perihepatik packing merupakan maneuver emergensi
yang sangat penting untuk live saving, disebutkan 67% pasien survive, 23% meninggal
karena sepsis, terutama pada pasien dengan trauma hepar grade IV dan V. Indikasi pada
tindakan periheptik packing antara lain : onset dari koagulopati intra operatif, trauma bilobar
dengan perdarahan yang tidak bisa dikontrol, hematome subcapsular yang luas atau rupture
yang luas, penghentian pembedahan oleh karena hipotermi, terjadinya maneuver yang salah
saat kontrol perdarahan atau pasien akan di rujuk ke pusat pananganan trauma level I. Tehnik
perihepatik packing, sama dengan tanpon langsung pada hepar yang mengalami trauma
dengan banyak lapisan pada bagian atas sampai ipsi lateral diapragma, sisipkan steri-dripes
untuk mencegah perlengketan packing dengan permukaan hepar. Perihepatik packing
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen sehigga perlu diperhatikan kapan
waktu yang tepat untuk mengeluarkan packing ini, tanda – tanda abdominal compartment
syndrome yaitu, distensi abdomen, peningkatan respirasi > 85 cm H2O dengan ventilasi,
oligo uri. Waktu terbaik adalah 24 – 36 jam. Sering menimbulkan komplikasi perihepatik
sepsis, abses formasion bila lebih dari 72 jam.
- Selectif hepatic artery ligation
Disebutkan bahwa ligasi arteri hepatic yang selektif sama dengan penanganan pasien
dengan hepatoseluler carsinoma, beberapa alasan mengapa ligasi arteri hepatic selektif
banyak ditolak yaitu : pada trauma hepar yang luas bisa ditangani dengan intra lobar
hemostasis selektif, ligasi arteri hepatic tidak efektif pada perdarahan di lobar branch vena
portal, pada pasien hipotensi menurunkan perfusi hepar sehingga menimbulkan iskemik
menjadi nekrosis dan sepsis.
- Fibrin glue
Tehnik hemostatik yang penting pada penanganan hepar, lien dan ginjal, adalah fibrin
glue. Yang merupakan campuran konsentrasi nonautologus fibrinogen dan factor pembekuan,
anti fibrinolisis dan aprotinin. Bagi ahli bedah trauma fibrin glue tidak hanya digunakan
sebagai kontrol perdarahan intraoperasi tetapi juga pada tehnik minimal invasive, dengan
komplikasi yang jarang.
Komplikasi
NO KOMPLIKASI
1 Rebleeding
2 Hemobilia
3 Hyperpyrexia
4 Abses intra abdominal
5 Fistel biliari
6 Fistel vena portal
Kematian
Kematian pada trauma hepar berhubungan dengan late post operatif sepsis, sekitar
10%. Dengan banyaknya modalitas terapi pada trauma hepar menurunka angka kematian
pasien .
ASSESSMENT DAN MANAGEMENT
TRAUMA HEPAR DAN BILIER
dr. I Made Adipta Adiputra
DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
I.ILMU BEDAH FK UNUD/RSUP DENPASAR
AGUSTUS 2008
BILIARY TRAUMA
Latar belakang
Trauma pada bilier dan traktus bilier ekstra hepatik bisa terjadi dari trauma
torakoabdominal (trauma tumpul atau penetrating) atau iatrogenik oleh karena kolesistektomi
laparoskopik.
Patofisiologi
Trauma abdomen pada kwadran kanan atas baik tumpul maupun penetrating
merupakan mekanisme injury yang menyebabkan biliary disruption yang memicu terjadinya
bile peritonitis. Regio retroduodenal dari bagian superior pancreas merupakan bagian yang
paling sering mengakibatkan biliary transaction dari trauma tumpul abdomen.Rata-rata
keterlambatan diagnose dilaporkan 9 hari dimana berkisar antara beberapa jam s/d 9
bulan.Perforasi atau avulsi gallbladder dari trauma tumpul torakoabdominal adalah sangat
jarang,dan trauma tembus lebih sering menyebabkan injuri dari gallbladder.
Frekuensi
Walaupun secara pasti tidak diketahui insiden kasus nonoperatif dari trauma
bilier,insiden trauma bilier isolated (tidak disertai trauma intraabdomen lain) adalah sangat
jarang.Kurang dari 40 kasus avulsi dari common bile duct oleh karena trauma tumpul
dilaporkan di USA per tahun,namun sangat sulit untuk mendiagnose.
Mortalitas/morbiditas
Mortalitas tergantung langsung dari keterlambatan dari diagnosis dan pengobatan
serta berat ringannya trauma.
Pasien trauma bilier yang cepat diketahui dan dapat penangan yang tepat dalam
beberapa jam dari trauma mempunyai mortality rate kurang dari 10 %,tetapi pasien
dengan trauma yang berat (extensive injuries) dan terlambat penangannya mempunyai
mortality rate mendekati 40%.
Kebanyakan morbiditas berkaitan dengan kebocoran bile pada traktus bilier
ekstrahepatik dan injuri vaskuler pada ligamen hepatoduodenal (arteri hepatica/vena
porta).
Jenis kelamin dan umur
Tidak ada predileksi jenis kelamin terjadinya trauma bilier dan dapat terjadi pada
semua umur.
History
Kecurigan trauma traktus bilier ekstrahepatik/bilier ketika pasien dengan mekanisme
injury yang signifikan pada daerah torakoabdominal terutama pada abdomen kanan atas.Jenis
trauma berupa KLL atau jatuh dari ketinggian.
Trauma tembus pada trauma bilier lebih jelas/nyata berdasarkan arah lintasan objek
dari luar (external trajectory) khususnya pada stab wounds.Pada trauma tembak abdomen
mempunyai arah lintasan peluru intraabdomen yang bervariasi sehingga patologi menjadi
kurang jelas.
Pasien dengan riwayat kolesistektomi laparoskopik merupakan pertimbangan penting
dalam mendiagnosis yang disebabkan oleh iatrogenik.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita trauma bilier/traktus bilier ekstrahepatik yang
disebabkan injury torakoabdominal antara lain sebagai berikut:
Tanda dini dari kebocoran bile (biliary leakage) sangat sulit diketahui pada
pemeriksan fisik.
Syok hipovolemik dapat terjadi dari peritonitis kimia yang hebat jika terjadi
keterlambatan diagnosis.Keadaan ini akan diikuti oleh syok septic oleh karena
pertumbuhan bakteri sekitar periode beberapa jam s/d hari,tetapi jika terjadi
kebocoran yang minimal tidak akan muncul syok dan tidak terdapat abdominal sign.
Jaundice biasanya terjadi 3-5 hari setelah trauma,bersamaan dengan clay colored stool
dan dark colored urine.
Terjadi distensi abdomen bersamaan dengan tanda-tanda dehidrasi dan low grade
sepsis bisa terjadi pada minggu pertama setelah trauma.
Observasi langsung dengan laparoskopi atau laparotomi digunakan cara untuk
mendiagnose trauma tembus bilier.
Ligamen hepatoduodenal dapat ditemukan kontusio,edema,klot atau terjadi
perdarahan aktif.
Tanda –tanda trauma bilier yang disebabkan operasi laparoskopi antara lain seperti
dibawah ini:
Diagnosis dari trauma bilier dibuat pada saat laparoskopi dengan observasi
langsung dimana terjadinya drainase biliary yang berlebihan dari porta hepatis
atau suspek jika terjadi kebocoran kontras pada saat kolangiografi intraoperatif.
Trauma bilier juga diketahui dari keluhan pasien berupa nyeri
perut,mual,peningkatan abdominal discomfort yang terjadi pada minggu pertama
setelah laparoskopi kolesistektomi.
Jaundice juga bisa terjadi.
Etiologi
Trauma tumpul (kecelakaan motor,jatuh dari ketinggian)
Trauma tembus abdomen bisa oleh simple direct force (tusuk pisau),atau yang
komplek,dan inderect injury (luka tembak)
Trauma oleh prosedur laparoskopi,misal trauma langsung oleh grasping
forceps,penggunaan elektro kauter dan diseksi sekitar porta hepar menyebabkan
robekan dinding common bile duct atau iskemi oleh karena striktur.Terjadi
transeksi pada common bile duct atau duktus hepatikus kanan akibat tidak
teridentifikasi critical view selama diseksi duktus cistikus.Penempatan klip yang
tidak tepat sehingga menyebabkan laserasi duktus bilier ekstrahepatik.Endoscopic
stenting pada biliary tree meningkatkan iatrogenic injury.
Pemeriksaan imaging
CT scan abdomen dapat mengevaluasi kuadran kanan atas pada kasus trauma tumpul.
Transabdominal sonografi sangat berguna untuk mengetahui kebocoran bile atau
dilatasi dari common bile duct
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) sangat berguna
mendiagnosis kasus yang suspek,tapi tidak begitu jelas pada kasus yang iatrogenik.
Percutaneus transhepatic cholangiography dapat menggambarkan anatomi pada kasus
yang sudah komplikasi.
USG intraoperatif dapat memberikan informasi penting yang dapat membantu
menentukan lokasi trauma yang tersembunyi,tetapi pemeriksaan ini sangat operator
dependent.
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat mendeteksi trauma
pancreatobiliary oleh karena trauma tumpul.
Prosudur
Pada pasien dengan trauma bilier yang disebabkan non-operatif,misalnya oleh karena
trauma torakoabdominal,DPL sangat berguna untuk mendeteksi bile atau nonclotitng blood
pada cairan peritonial.
Pada pasien dengan trauma laparoskopik maka sebaiknya dilakukan sphincterotomy
dari spingter oddi dan stenting akan sangat tepat.
Staging
Beberapa sistem klasifikasi injury telah dijelaskan untuk trauma bilier.Sebagian besar
dari klasifikasi tersebut menjelaskan klasifikasi trauma akibat iatrogenik oleh karena prosedur
kolesistektomi laparoskopik dan memberikan rekomendasi untuk pendekatan surgikal untuk
mengatasinya.
Tidak satupun dari klasifikasi dapat diterima secara universal,tetapi sistem klasifikasi
dari Bismuth dan Strasberg saat ini digunakan secara luas.
Table 1. Bismuth's Classification (1982)1
Type Criteria1 Low common hepatic duct stricture, with a length of the common hepatic
duct stump of >2 cm2 Proximal common hepatic duct stricture, with a hepatic stump length of
<2 cm3 Hilar stricture, no residual common hepatic duct, but the hepatic ductal
confluence is preserved4 Hilar stricture, with involvement of confluence and loss of communication
between right and left hepatic duct5 Involvement of aberrant right sectorial hepatic duct alone or with
concomitant stricture of the common hepatic duct
Table 2. Strasberg's Classification (1995)1
Type CriteriaA Cystic duct leaks or leaks from small ducts in the liver bedB Occlusion of a part of the biliary tree, almost invariably the aberrant right
hepatic ductsC Transection without ligation of the aberrant right hepatic ductD Lateral injuries to major bile ductsE Subdivided as per Bismuth's classification into E1 to E5
Mc Mahon et al,membagi trauma bilier menjadi :laserasi bile duct,transeksi atau
eksisi dan striktur bile duct.Dia membagi menjadi 2 bagian besar trauma bilier menjadi
trauma mayor dan minor.
Table 3. Definition of Major and Minor Bile Duct Injures by McMahon et al (1995)1
Type of Injury CriteriaMajor bile duct injury (at least one of the following present)
Laceration >25% of bile duct diameterTransection of common hepatic duct or common bile ductDevelopment of postoperative bile duct stricture
Minor bile duct injury Laceration of common bile duct <25% of diameterLaceration of cystic-common bile duct junction ("buttonhole tear")
Masih banyak system klasifikasi yang ada,beberapa dari klasifikasi tersebut termasuk
variasi tipe injuri bilier laparoskopik denga mencakup spectrum lesi yang terjadi.
Surgical care
1. Trauma tumpul bilier/traktus bilier ekstrahepatik (blunt)
Dilakukan refleksi komplit medial duodenum untuk mengeksflor system bilier
retroperitoneal dan mengidentifikasi jenis injury
Koledokoduodenostomi atau koledokoyeyenostomi adalah presedur
mandatory sekarang ini sebagai metode of treatment .Simple peribiliary
drainage tidak direkomendasikan saat ini oleh karena tingginya komplikasi
striktur dan mortality rate.
2. Trauma tembus bilier/traktus bilier ekstrahepatik (penetrating)
Dilakukan pembedahan eksflorasi pada pasien dengan trauma penetrasi yang
signifikan.Jika pasien dalam keadaan koagulopati,hipotermi,dam asidosis
lakukan damage control surgery dengan packing 4 kuadran kemudian
resusitasi di intensive care unit.
Lakukan control hepatoduodenal hemorage akut dengan kompresi ligamen
hepatoduodenal ( Pringle Manuver ).
Setelah kontrol proksimal dan distal dari ligament hepatoduodenal dicapai
kemudian dilakukan pemisahan bile duct,vena porta dan arteri hepatica untuk
mengidentifikasi injuri masing-masing struktur.
Jika duktus bilier transeksi komplit maka dilakukan anastomosis biliary
enteric (misalnya Roux-en-Y Choledocojejenostomy),jika terjadi partial
transected dari bile duct dilakukan primer repair jika dimungkinkan kemudian
mungkin diperlukan pemasngan T-tube .
Jika pasien tidak toleransi dilakukan operasi dengan prosedur yang
lama,pasang T-tube bridge antara ujung defek jika memungkinkan ,tetapi
untuk menghindari gejala sisa berupa striktur bilier rekurenharus dilakukan
operasi definitif setelah pasien stabil secara elektif.harus dilakukan operasi
definitif setelah pasien stabil secara elektif.Anastomesis antara gallbladder
dengan loop dari usus halus dengan ligasi pada proksimal dan distal pada
trauma common bile duct merupakan cara terbaik dan tepat saat ini.
3 Trauma laparoskopik bilier/ektrahepatik biliary tract injury
Injury minor duktal dimana secara anatomi duktus masih intak tanpa ada
keluhan striktur (mis. Lubang tangensial pada dinding samping dari bile duct
akibat injury iskemik,thermal injury).Spingterotomi dan stenting prosedur
sangat membantu mengontrol fistel bilier tetapi operasi rekonstruksi
diperlukan kemudian.
Injury mayor duktal pada common bile duct terjadi ketika segmen yang lebar
dari duktus terpotong,hancur atau oklusi oleh kesalahan prosedur klip.Secara
praktis semua injury ini memerlukan operasi repair formal.
4 Injuri gallbladder
Kolesistektomi merupakan operasi terbaik pada hampir semua injury pada
gallbladder tanpa memperhatikan mekanisme of injury.
Ketika terdapat injury pada organ lain atau hemodinamik yang tidak stabil
yang menghalangi kolesistektomi lakukan kolesistostomi.Prosedur ini
memerlukan pemasangan drain pada subhepatal space.Tube kolesistostomi
dapat dibuka setelah 1 bulan setelah hasil dari kolangiogram menunjukkan
normal biliary flow.
Primer suture repair dari gallbladder tidak direkomendasikan oleh karena
sangat tinggi kemungkinan terjadinya kebocoran bile.
Post operative
Diet
Pasien dengan operasi komplek bilier diberikan nutrisi melalui tube feeding
transpilorik yang dipasang intraoperatif.
Pasien darpat diberikan reguler diet setelah tidak terdapat postoperative ileus .
Aktivitas
Tidak ada pembatasan aktivitas yang diperlukan pada injuri sistem bilier/duktus bilier
ekstrahepatik yang isolated.
Perawatan poliklinis/follow up
Pemeriksaan yang terus menerus jangka lama diperlukan untuk mendeteksi striktur
bilier postoperatif dimana biasanya dideteksi dalam waktu 2 tahun.
ERCP merupakan pemeriksaan penunjang yang penting dalam menemukan striktur
traktus bilier ekstrahepatik.
Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi dari trauma itu sendiri atau penanganannya antara lain:
Bilomas : kebocoran bile yang menyebabkan penumpukan lokal dapat ditangani
dengan ERCP dan pemasangan stent untuk mendrainage bile ke duodenum dengan
atau tanpa perkutaneus drainage dengan bantuan image.
Fistula/abses : kebanyakan sembuh spontan setelah drainage adekuat.
Striktur : bisa menyebabkan komplikasi dini seperti kolangitis atau kronik liver
problem seperti sirosis bilier .Jika terdeteksi striktur dapat ditangani dengan ERCP
dan pemasangan stent.
Penyulit/pitfalls
Kegagalan mendiagnose dengan cepat dan tepat trauma bilier/extrahepatik bilier duct
oleh karena kasus yang jarang dengan gejala yang tidak jelas (vague) terutama pada injury
traktus bilier extrahepatik isolated yang disebabkan oleh mekanisme nonoperatif merupakan
suatu penyulit/pitfalls.Keterlambatan rata-rata dilaporkan terjadi 9 hari .
Pada pasien trauma tumpul torakoabdominal terjadi kegagalan mengevaluasi adanya
trauma yang berkaitan pada lig hepatoduodenal ( v.porta dan a.hepatika) merupakan pitfall
oleh karena injuri ini merupakan life threatening.
Pada operasi trauma traktus bilier extrahepatik,terjadi kekgagalan dari ERCP untuk
mengkonfirmasi terjadi kebocoran,mengidentifikasi site dan penyebab injury serta kegagalan
mendefinisikan rencana terapi merupakan pitfall.