fungsi liver

55
FUNGSI LIVER Tujuan Pembelajaran 1. Menggambarkan karakteristik anatomi dan mikroskopi pada liver. 2. Mendiskusikan fungsi utama liver. 3. Menggambarkan prosedur-prosedur laboratorium yang digunakan pada evaluasi fungsi-fungsi liver. Menghubungkan prosedur-prosedur tadi dengan proses terjadinya penyakit. 4. Menggambarkan metodologi pada prosedur-prosedur laboratorium yang biasa digunakan pada evaluasi fungsi liver. 5. Mendefinisikan dan mengklasifikasikan penyakit kuning. Menggambarkan faktor patofiisiologi yang terdapat pada masing-masing klasifikasi tersebut. 6 Menggambarkan kerusakan ginjal yang dapat diketahui secara klinis dan melalui laboratorium dan

Upload: nazkasih

Post on 08-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

FUNGSI LIVER

FUNGSI LIVER

Tujuan Pembelajaran

1. Menggambarkan karakteristik anatomi dan mikroskopi pada liver.

2.Mendiskusikan fungsi utama liver.

3.Menggambarkan prosedur-prosedur laboratorium yang digunakan pada evaluasi fungsi-fungsi liver. Menghubungkan prosedur-prosedur tadi dengan proses terjadinya penyakit.

4.Menggambarkan metodologi pada prosedur-prosedur laboratorium yang biasa digunakan pada evaluasi fungsi liver.

5.Mendefinisikan dan mengklasifikasikan penyakit kuning. Menggambarkan faktor patofiisiologi yang terdapat pada masing-masing klasifikasi tersebut.

6Menggambarkan kerusakan ginjal yang dapat diketahui secara klinis dan melalui laboratorium dan menghubungkan hal-hal tersebut dengan patofisiologi kerusakan ginjal yang telah didiskusikan pada bab ini.

Uraian bab

Anatomi Liver

Pendahuluan

Lobule pada ginjal

Komponen subseluler pada hepatosit

Fungsi liver

Pendahuluan

Fungsi Metabolik

Metabolisme Karbohidrat

Metabolisme asam amino dan protein

Metabolisme lemak

Metabolisme bilirubin

Fungsi Detoksifikasi

Fungsi eksresi

Fungsi penyimpanan

Prosedur-prosedur secara analitik

Indikator dari fungsi metabolik

Serum albumin

Jangka waktu pada saat prothrombin bekerja

Serum lemak dan lipoprotein

Karbohidrat

Serum bilirubin

Identifikasi bilirubin berdasarkan metode Jendrassik-Grof

Identifikasi lapis tipis untuk menetukan konsentrasi bilirubin

Indikator dari detoksifikasi kerja hati dan eksresi

Plasma amonia

Tes Perubahan warna secara eksogen

Uji asam empedu

Uribilinogen feses dan urin

Identifikasi enzim

Aminotranferase

Gamma Gluamiltransferase

Alkali fosfatase

Leusin aminopeptidase dan 5- Nukleotidase

Laktat Dehidrogenase

Aplikasi secara klinik

Penyakit kuning

Prehepatik

Hepatik

Posthepatik

Neonatal

Penyakit bawaan dengan tertutupnya saluran empedu secara ekstrahepatik

Kekurangan sel darah merah yang terjadi secara hemolitik

Sirosis

Penyakit wilson

Defisiensi alpha-1-Antitripsin

Hemokromatosis

Hal-hal penting pada penyakit sirosis yang menyerang saluran empedu

Ketidaknormalan dari eksresi bilirubin

Sindrom Dubin-Johnson

Sindrom Rotor

Sindrom Najjar-Crigler

Penyakit Gilbert

Kondisi liver yang berlemak

Alkoholik

Sindrom Reye

Keadaan liver di masa kehamilan

Hepatitis

Hepatitis A

Hepatitis B

Hepatitis D

Hepatitis Non-A, Non-B

Hepatits yang disebabkan karena racun dan pengaruh obat

Hepatitis kronik

Kegagalan fungsi hati yang berbahaya

Neoplasma

Transplantasi hati

Anatomi LiverPendahuluan

Liver adalah organ yang kompleks dan dan luas terletak pada daerah kuadran kanan atas dari tubuh. Organ ini terletak di bawah diafragma dan berhubungan langsung dengannya dan liver dilindungi oleh tulang iga (rusuk) bagian bawah. Berat liver kurang lebih 2,5 % dari berat total orang dewasa. Beratnya yaitu antara 1200 sampai 1600 gram, berat ini terdistribusi tidak sama pada dua lobe oleh ligamen falciform, lobe kanan enam kali lebih luas daripada lobe kiri (gambar 15-1). Lobe kiri dan kanan tidak mempunyai fungsi yang signifikan, dan pada liver terjadi komunikasi yang bebas di semua bagian.

Liver adalah organ yang sangat berkaitan dengan pembuluh darah dengan kira-kira 1500 mL darah per menit yang melewatinya. Kerja liver unik dalam menerima dua jenis suplai darah. Darah yang kaya akan nutrien dan zat-zat lain yang diserap melalui daerah gastrointestinal dibawa ke liver melalui pembuluh portal. Walaupun pembuluh portal menyumbangkan 80 % total volume darah ke liver, tapi pembuluh ini hanya menyumbangkan 40 % oksigen. Arteri hepatik yang merupakan cabang dari abdominal aorta adalah penumbang utama darah yang mengandung banyak oksigen ke liver. Untuk menyempurnakan sirkulasi hepatik, darah dikeringkan dari liver dengan pembuluh yang memiliki sistem pengumpul yang mengosongkan diri ke pembuluh hepatik dan kemudian langsung menuju ke pembuluh vena cava inferior.

Anatomi eksretori dari liver dimulai dengan sistem yang bersifat mengumpulkan zat canaculli pada empedu. Pada bagian ini ada ruang kecil diantara hepatosit yang mengeluarkan hasil-hasil eksretori dari sel ke bentuk yang lebih besar dan dapat melewati pembuluh kecil, dan akhirnya zat-zat ini diubah menjadi pembuluh hepatik kiri dan pembuluh hepatik kanan. Dua pembuluh di atas bergabung membentuk pembuluh hepatik, yang mengangkut hasil-hasil sekresi dari liver. Saluran hepatik dan saluran cystic dari unit kantung empedu membentuk saluran utama empedu dan mengumpulkan hasil sekresi dari pencernaan yang kemudian dikeluarkan ke usus dua belas jari.

Liver lobule

Liver lobule adalah dasar unit mikroskopik pada liver dan unit ini bertanggungjawab pada semua proses metabolisme dan proses eksresi yang dilakukan liver. Tiap lobule tampak seperti bentuk heksagonal dengan empat sampai enam segitiga portal di sekelilingnya, beberapa kolom dari sel parencymall hepatik, sebuah sistem berhubungan pada jaringan sinusoid pembawa darah, dan sebuah pembuluh sentral yang terletak di tengah unit tersebut (Gambar 15-2). Tiap portal segitiga mengandung sebuah pembuluh portal cabang dan arteri hepatik dan saluran empedu. Darah dialirkan ke lobule melalui cabang dari pembuluh portal kemudian menuju ke arteri hepatik kemudian mengalir menuju sinusoid dan langsung menuju ke pembuluh sentral. Sinusoid adalah jaringan kapiler yang terbentang diantara pertalian sel parencymal hepatik. Jaringan di atas terhubung dengan dua jenis sel ------- sel epitel yang dimodifikasi dan sel ukuran besar (Macrophages) yang disebut kupffer sel.

Sel hepatik parenchymal atau hepatosit, membentuk fungsi-fungsi dari liver dan jaringan ini ditemukan di sekitar kolom-kolom sel dari pembuluh sentral langsung menuju ke sekeliling lobule. Hepatosit adalah sel-sel berukuran besar yang membentuk 80% dari volume jaringan otot liver. Sel hepatosit bekerja menghasilkan metabolit, berperan pada proses detoksifikasi, eksretori, dan fungsi sintetik yang berkaitan dengan liver dan hepatosit juga bertanggungjawab pada regenerasi dari bagian-bagian hati. Ada pertukaran bebas zat- zat diantara darah di dalam sinusoid dan hepatosit. Darah yang dikeringkan pembuluh sentral yang berasal dari lobule, dan pada akhirnya berhubungan dengan pembuluh hepatik dan pembuluh vena cava inferior. Sistem pengumpulan empedu pada lobule mengalir berlawan arah dengan arah aliran darah. Hasil-hasil eksresi dibentuk dari sel-sel parenchymal hepatik, yang dikeuarkan dari sel tersebut dan dikumpulkan pada saluran terkecil, yang disebut canaculli empedu. canaculli empedu terletak pada ruang diantara kumpulan hepatosit yang saling berhubungan untuk membentuk sistem saluran empedu yang lebih luas. Saluran empedu ini diubah menjadi saluran empedu interlobular dan saluran intrahepatik dan akhirnya membentuk saluran hepatik, yang mengeluarkan cairan empedu dari liver.

Sel-sel endhotelial adalah sel-sel pipih yang menghubungkan jaringan sinusoid dan berfungsi sebagai filter untuk mencegah masuknya masuknya molekul-molekul besar pada hepatosit. Jenis sel lain yang menghubungkan sinusoid adalah sel-sel ukuran besar (macrophage) yang teratur, yang disebut sel Kupffer. Sel sel ini aktif sebagai leukosit pelindung (phagocytes) yang memakan bakteri, menyimpan sel darah merah, racun-racun, pecahan-pecahan seluler dan zat-zat lain yang berasal dari aliran darah yang bergerak menuju sinusoid. Jenis sel lain yang terbentang di dalam sinusoid yang saling berhubungan di liver lobule adalah lipocyte, yang menyimpan lemak; fibroblast, yang menyokong struktur liver dan neuron, yang membentuk jaringan saraf unmyelinated dan merupakan bagian dari sistem saraf autonom.

Komponen subseluler pada hepatosit

Organel-organel yang berkaitan dengan sel parencymal hepatik bertanggungjawab pada fungsi individual yang dikendalikan oleh liver (Tabel 15-1). Aparatus golgi berperan sebagai agen yang membungkus dengan mengumpulkan dan menyalurkan lipoprotein dan glikoprotein dan juga berperan sebagai alat pada sekresi albumin dan bilirubin. Lisosom yang terdapat dalam sel mengandung enzim hidrolitik yang menguraikan zat dan membantu katabolisme zat seperti lipoprotein dan feritin dan juga berperan metabolisme besi, tembaga, dan pigmen empedu. Mikrobodi (peroksisom) yang terlibat dalam beberapa fungsi hepatosit, termasuk respirasi, lemak dan metabolisme purin, glukoneogenesis, dan detoksifikasi alkohol. Mitokondria adalah sumber penghasil energi dalam sel dan aktif khususnya pada saat fosforilasi oksidatif dan okisdasi asam lemak dan beberapa jenis proses metabolis lainnya. Retikulum endoplasma sistem sempit yang berkaitan dengan sitoplasma dalam sel dan kemungkinan terlibat baik langsung maupun tidak langsung pada setiap fungsi hepatosit. Retikulum endoplasma kasar maupun halus hadir dan berperan baik pada sel parencymal hepatik. Retikulum endoplasma kasar memiliki beberapa ribosom yang tersebar pada permukaannya dan ribosom ini terlibat dalam sintesis albumin, faktor koagulasi tertentu, kolesterol dan asam empedu dan metabolisme obat dan steroid. Retikulum endoplasma halus tidak mengandung ribosom tapi retikulum ini berhubungan dengan deposisi glikogen dan proses metabolisme yang lain.

Fungsi liver

Pendahuluan

Liver berperan dalam kerja yang bermacam-macam dan kompleks yang dikategorikan sebagai metabolisme, detoksifikasi, eksresi atau sekresi, dan fungsi penyimpanan. Diperkirakan kerja liver lebih dari 500 aktifitas terpisah, dan jika liver tidak berfungsi sama sekali, kematian akan terjadi dalam 10 jam. Tiap zat yang terserap dari jalur gastrotestinal terlebih dahulu harus melewati liver sebelum zat tersebut didistribusikan ke sirkulasi general, dan sebagian besar zat diubah bentuknya selama proses ini. Liver membuat dan mendistribusikan senyawa-senyawa yang menopang kehidupan dari material kasar yang diperoleh dari absorpsi, dan liver berperan sebagai benteng pelindung yang melindungi sirkulasi general dari zat-zat berbahaya. Liver bertindak sebagai media penyimpanan bagi beberapa zat dan melepaskan material yang tersimpan ketika tubuh membutuhkannya. Bahkan ketika liver tidak dapat menyimpan atau menggunakan sebuah senyawa. Liver dapat mempergunakan bagian tubuh lain untuk mempersiapkan zat tersebut dalam penggunaannya nanti. Liver dapat mengeksresi dan mensekresi beberapa zat dan liver menyediakan sebuah rute eliminasi dari tubuh untuk beberapa zat tersebut. Semua organ liver bersifat regeneratif dan liver mempunyai kapasitas penyimpanan yang luar biasa yang menjadikan liver mampu menyimpan 80 % hepatosit yang telah dihancurkan. Dari semua hal yang telah disebutkan bahwa fungsi hati untuk mempertahankan lingkungan yang konstan dalam tubuh, ternyata hanya merupakan sebgian kecil dari konstribusi liver bagi kesehatan tiap individu (tabel 15-2).

Fungsi Metabolik

Metabolisme karbohidrat

Liver mempunyai peranan penting dalam metaboisme berbagai zat yang berbeda seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam amino, serta bilirubin. Hal ini telah dijabarkan secara jelas dalam metabolisme karbohidrat. Liver bertanggungjawab pada produksi, katabolisme, dan penyimpnan glukosa, serta gula yang lain. Termasuk pencernaan secara oral dan absorpsi karbohidrat, glukosa yang kaya darah diterima dari portal sirkulasi. Liver dapat menggunakan glukosa untuk keperluan energi selulernya, atau glukosa dapat digunakan dalam sirkulasi jaringan di sekelilingnya untuk penggunaan sesegera mungkin. Liver juga dapat menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dalam liver, dan jaringan lain atau glukosa dapat dipersiapkan untuk penyimpanan permanen dalam bentuk jaringan adiposa melalui sintesis atau asam lemak bebas dan trigliserida. Cadangan glukosa yang siap dibutuhkan untuk menyediakan energi bagi kebutuhan metabolik, tapi hal ini jarang terjadi penguraian karbohidrat pada makanan. Pada saat puasa, liver menjadi kekuatan utama utuk mencegah level gula darah menjadi rendah (turun). Pada saat puasa, liver menguraikan glikogen yang disimpan (glikogenolisis). Ketika cadangan ini habis, liver membuat glukosa melalui glukoneogenesis menggunakan asam amino dari jaringan otot, gliserol diperoleh dari penguraian trigliserida pada jaringan adiposa, atau laktat atau piruvat yang disediakan oleh jaringan peripheral untuk membuat glukosa yang akan dipakai selama puasa. Kerja liver yang tampak adalah aturan sentral dalam mempertahankan kestabilan tingkat glukosa palsma dengan kemampuan liver menyimpan glukosa selama ketersediaannya ada, dan melepaskan glukosa tersebut dalam pembentukan energi.

Metabolisme asam amino dan protein

Liver adalah instrumen dalam metabolisme asam amino. Asam amino yang dibawa ke liver dari pembuluh portal mungkin menjadi protein, asam amino ini digunakan dalam sintesis senyawa yang mengandung nitrogen dalam jumlah kecil seperti kreatin, atau didegradasi menjadi molekul-molekul pembentuk dasar jika suplai asam amino jumlahnya lebih dari yang dibutuhkan. Asam amino terkadang digunakan dan terkadang juga tidak, dalam pembuatan substansi penting untuk tubuh. Liver juga mengatur jumlah dan jenis asam amino yang dibawa ke sirkulasi yang akan digunakan oleh jaringan-jaringan lain.

Liver adalah tempat utama dalam sintesis sebagaian besar protein plasma (Tabel 15-3). Liver menghasilkan albumin, alfa dan beta glubolin dan faktor I, II, III, V, VII, IX, dan X pada koagulasi. Protein-protein khusus seperti transferrin, haptoglobin, ceruplasmin dan beberapa reaktan yang digunakan pada fase penting juga dihasilkan oleh liver. Sebagian besar protein dibuat dari sebuah asam amino pada beberapa tempat di dalam liver untuk transpor pada sirkulasi. Protein yang akan dikirim dari sel liver telah dihubungkan pada protein sekretori. Protein kombinasi masuk melalui saluran pada mekanisme transpor retikulum endoplasma halus menuju aparatus golgi, ketika protein sekretori dipindahkan sebelum sekresi dari sel. Albumin dibuat dalam jumlah besar (antara 120 dan 200 mg/kg dari berat setiap hari) dengan bantuan retikulum endoplasma kasar dan dari jumlah sebagian besar persentasi dari kapasitas sintetik liver.

Metabolisme lemak

Liver dapat memaksimalkan metabolisme lemak dan lipoprotein yang bertanggungjawab pada transpor lemak. Liver mengunpulkan asam lemak bebas dari proses diet, asam lemak itu dilepaskan dari tempat penyimpanan lemak, dan asam lemak tersebut dibuat oleh liver lalu kemudian dihancurkan yang pada akhirnya akan menghasilkan asetil koenzim. Separuh zat tersebut dapat memasuki salah satu dari jalur metabolik untuk membentuk trigliserida, fosfolipid, atau kolesterol. Dengan kerja liver yang mengubah asam lemak bebas menjadi lemak, sebuah bentuk yang lebih stabil, energi yang berlebih pada proses ini dapat dihemat dan disimpan untuk penggunaan selanjutnya. Liver memproduksi kolesterol untuk membran sel, dan produk akhir pada metabolisme kolesterol, yang didalamnya termasuk adrenal kortikal hormon, estrogen dan asam empedu. Jumlah produksi koresterol endogen untuk 1,5 sampai 2,0 g per hari; rata-rata diet menghasilkan koresterol tersebut kurang dari 0,3 g per hari. Liver juga bertanggungjawab pada pembuangan kolesterol dan menjadi satu-satunya organ yang mampu mengurangi kolesterol dari tubuh dalam kuantitas gram melalui eksresi yang diubah menjadi feses. Lipoprotein dibutuhkan untuk membuat lemak yang tidak larut dalam air menjadi lebih larut, yang memungkinkan lemak terebut dapat diangkut ke sel yang lain. Karena liver menyediakan bagian apoprotein dari molekul lipoprotein, sintesis lipoprotein bergantung juga bergantung pada kemampuan liver untuk membuat apoprotein. Apoprotein dibuat pada ribosom yang berada pada retikulum endoplasma kasar dan berhubungan pada lemak yang berada pada retikulum endoplasama halus yang nanti akan disiapkan untuk sekresi.

Metabolisme bilirubin

Metabolisme bilirubin adalah aktifitas yang paling sering dihubungkan dengan liver. Liver adalah satu-satunya organ yang mempunyai kapasitas untuk membuang sisa produk kandungan darah dari dalam tubuh (gambar 15-3). Kira-kira 80% dari 250 sampai 300 mg yang terbentuk setiap hari yang berasal dari pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang mencapai masa 120 hari dan pada akhirnya hemoglobin mengalami degradasi. Sebanyak 20 % sisa dari bilirubin dimetabolisme oleh enzim asal setiap hari, dan protein lain yang mengandung heme, seperti sitokrom dan protein dari eritrosit yang telah dihancurkan sebelumya atau diproduksi secara tidak normal

Degradasi hemoglobin yang terjadi dalam sel pada sistem retikuloendotelial. Proses ini menghasilkan sebuah bagian globin, yang kemudian kembali ke bentuk satuan asam amino untuk digunakan kembali, molekul besi, yang dihubungkan dengan transferrin untuk transpor dan siklus balik ke hemoglobin dan molekul lain yang mengandung besi, serta produk buangan dari porifirin. Porifirin diubah menjadi biliverdin oleh kerja dari sebuah enzim, heme oksigenase, dan biliverdin segera dipengaruhi oleh enzim lain, bilirubin reduktase, yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin, sembilanpuluh lima persen dari bilirubin yang dihasilkan dapat kembali (reaksi bolak-balik), tapi siap untuk dipasangkan dengan albumin, dan pada bentuk ini bilirubin masuk pada sirkulasi melalui darah, pada akhirnya tiba di liver. Bentuk bilirubin ini disebut tidak terkonjugasi, atau bilirubin tidak langsung dan bentuk ini tidak larut dalam air. Sebanyak 5 % dari bilirubin sisa yang terbentuk dalam hal ini tidak bergabung dengan albumin, hal ini penting sebab bilirubin ini dapat menyeberang melewati membran sel. Bilirubin yang tidak melewati membran memiliki hubungan khusus dengan otak dan jaringan saraf, bilirubin ini beracun dan dalam jumlah besar dapat menyebabkan kerusakan otak

Liver sangat efisien dalam membersihkan bilirubin tidak terkonjugasi dari plasma. Setelah injeksi intravenous proses radiolabel pada bilirubin, 40 % dari dosis yang terinjeksi ada dalam liver selama 90 detik. Ketika bilirubin tiba pada sel liver, bilirubin mengalir pada ruang sinusoidal di liver lobule. Di beberapa tempat, bagian albumin diambil dari molekul bilirubin dan diletakkan pada sebuah protein pembawa, yang disebut ligandin. Ligandin mengantarkan bilirubin ke sel hepatik parencymal lalu ke mikrosom, dimana ligandin dihubungkan. Enzim UDP-glukuronil transferase mentransfer dua molekul asam glukuronik ke molekul bilirubin. Proses konjugasi merubah molekul bilirubin nonpolar ke molekul campuran polar non polar yang dapat melewati membran sel lipid. Sekarang bilirubin menjadi larut dalam air dan disebut teronjugasi atau bilirubin langsung. Sekarang bilirubin yang larut dalam air dapat dieksresi ke empedu canaliculi untuk dikeluarkan dari tubuh. Karena bilirubin terkonjugasi juga dapat direabsorbsi oleh hepatosit dan dilepaskan ke sistem sirkulasi, normalnya bilirubin terkonjugasi dalam jumlah kecil ditemukan dalam plasma. Sejak bilirubin tersebut larut dalam air, sejumlah bilirubin terkonjugasi dalam sirkulasi dapat juga dieksresi menjadi urin sebagai urin pada empedu. Setelah bilirubin terkonjugasi mencapai saluran penampung pada empedu, bilirubin ini tidak dapat melewati membran mucosal dan bilirubin tidak dapat lagi diabsorbsi. Bilirubin terkonjugasi dieksresi ke saluran hepatik dan bergabung dengan hasil sekresi dari kantung empedu melalui saluran cystic pada empedu dan kemudian dikeluarkan melalui saluran empedu utama menuju duodenum. Di duodenum, kerja bakteri mengakibatkan berkurangnya bilirubin dan menyatukan bilirubin menjadi kumpulan kromagen tidak berwarna yang disebut urobilinogen. Sebagian besar bentuk urobilinogen disekresi dalam feses, tapi kira-kira 20 % dari urobilinogen tersebut direabsorbsi oleh sirkulasi enterohepatic untuk didaur ulang pada liver kenudian dieksresikan kembali. Walaupun sebagian kecil dari urobilinogen yang terabsorbsi ini masuk pada sistem sirkulasi dan dieksresikan melalui urin, tapi jumlah ini kurang dari 2 % total produksi urobilinogen setiap hari. Sebuah fraksi bilirubin yang berbeda, yang hanya terlihat ketiak terjadi gangguan parah pada hepatik, disebut delta bilirubin. Delta bilirubin terhubung dengan bilirubin yang berbatasan secara kovalen dengan albumin. Bilirubin tersebut bereaksi hampir dengan semua metode laboratorium yang ada, dan reaksi sama persis dengan bilirubin terkonjugasi. Kerja dari albumin menjadikan delta bilirubin tidak larut, dan molekulnya menjadi terlalu besar untuk disaring oleh glomerulus. Karena itu, delta bilirubin tidak dieksresi melalui urin. Kehadiran dari fraksi delta bilirubin dapat menghitung keberadaan penyakit kuning yang mana urin bilirubin menghilang sebelum konsentrasi serum pada bilirubin terkonjugasi kembali ke keadaan normal.

Fungsi Detoksifikasi

Liver berfungsi sebagai pelindung pada sistem sirkulasi dari zat potensial yang berbahaya yang berasal dari jalur gastrotestinal. Fungsi detoksifikasi ini termasuk proses hidrolisis, hidroksilasi, oksidasi, reduksi, karboksilasi, dan demitilasi. Mekanisme ini dapat mengubah zat menjadi tidak beracun atau lebih larut dalam air dan karena itu menjadi lebih mudah dieksresi. Detoksifikasi pada obat adalah fungsi dari sistem metabolisme enzim obat pada sitokrom P450. sistem sitokrom P450 ditemukan dalam mikrosom pada hepatosit dan sistem ini memberi fasilitas pada transformasi obat agar eksresi produk akirnya dapat lebih baik dengan jalan berkonjugasi pada sebagian zat seperti glisin, glutationin, asam sulfat, asetat, atau asam glukonorik.

Liver juga penting untuk pengeluaran senyawa eksogen dan endogen yang berpotensi bersifat racun. Konjugasi pada bilirubin dengan asam glukorinik merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam proses pengeluaran blirubin. Proses ini tidak hanya membuat bilirubin lasrut dalam air dan dapat dieksresi melalui empedu dan urin, tetapi juga menjadikan bilirubin tidak dapat diserap oleh jalur gastrointestinal dan sistem empedu, maka proses ini tidak membahayakan. Amonia adalah zat normal yang diproduksi oleh kerja bakteri di dalam usus tapi dalam jumlah berlebih amonia bersifat racun yang dapat menyerang sistem saraf pusat. Liver adalah satu-satunya organ yang memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mengubah amonia menjadi urea sebagai zat yang tidak beracun. Etanol yang dikonsumsi, bahan dasar yang bersifat alkohol yang ditemukan dalam berbagai jenis makanan, dan alkohol endogen yang dibentuk dalam metabolisme berbagai senyawa harus diolah pada hati untuk mencegah kerusakan yang disebabkan zat racun dalam alkohol. Sebagian besar (90 % sampai 98 %) alkohol yang diserap oleh usus besar dibawa langsung ke liver; hanya 2 % sapami 10 % yang telah diolah oleh ginjal dan paru-paru. Liver menggunakan alkohol untuk diolah menjadi energi karena alkohol merupakan zat yang lebih cocok untuk tiga sistem enzim yang biasa digunakan dalam metabolisme alkohol. Tiga sistem tersebut adalah sistem alkohol dihidrogenase, sistem etanol oksidase, dan sistem katalase. Alkohol dikonversi menjadi asetaldehida kemudian menjadi asetat, dan dalam proses metabolisme yang cepat diubah menjadi karbondioksida dan air oleh jaringan disekitarnya.

Fungsi eksresi

Zat yang telah melalui proses detoksifikasi oleh liver harus dieksresi keluar dari tubuh untuk mencegah bahaya, hal ini berkaitan erat dengan fungsi detoksifikasi dan eksresi pada liver. Dari semua jalur yang ada pada empedu, jalur biliary adalah jalur yang paling sering digunakan untuk eliminasi larutan dari dalam tubuh. Lebih dari 3 liter cairan empedu diproduksi setiap hari, tetapi karena cairan ini direabsorbsi oleh sirkulasi enterohepatik dua sampai lima kali sehari, jumlah sebenarnya yang dieksresi setiap hari menjadi 1 liter. Empedu terdiri dari asam empedu terkonjugasi, fosfolipid, kolesterol, pigmen empedu, dan protein dalam jumlah kecil yang mengabsorsi air dan elektrolit dengan baik. Jalur eksresi empedu di atas mirip dengan jalur eksresi urin pada ginjal dimana cairan yang mengalir melewati sistem penyimpanan pada organ tubuh. Bilirubin terkonjugasi secara khusus dieksresi melalui empedu dan kolesterol dalam jumlah besar dapat dieksresi melalui empedu dengan mengubahnya menjadi asam lemak, asam cholic, dan asam chenodeoxycholic. Asam empedu kemudian mengalami konjugasi dengan glisin atau taurin, untuk membentuk garam empedu, yang dieksresi melalui sistem empedu melewati mekanisme transpor aktif menggunakan zat pembawa. Empedu juga membentuk fungsi pencernaan melalui proses ebsorbsi intestinal pada lipid dan vitamin yang larut dalam lemak.

Fungsi penyimpanan

Walaupun liver melakukan banyak fungsi, masih ada ruang diantara bagian dalam liver yang dapat berfungsi untuk menyimpan senyawa-senyawa penting. Untuk menyediakan sumber energi selama puasa. Liver dapat menyimpan energi dalam bentuk glikogen sampai 7% dari beratnya. Hampir 10 % kandungan besi yang terdapat dalam tubuh ada pada liver dalam bentuk ferritin, dan liver mempunyai ruang untuk menyimpan vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K dan jenis vitamin lain seperti B12. tembaga dan logam lain disimpan di liver dalam berbagai bentuk dan disimpan dalam jangka panjang di lisosom. Dalam jumlah tertentu, bilirubin secara normal disimpan di dalam sel liver yang sekelilingnya terikat dengan protein secara sistosolik. Ketika ada asam lemak secara berlebih, liver mengubah zat ini menjadi jaringan adiposa, yang merupakan bentuk trigliserida yang paling stabil yang dapat disimpan. Oleh karena itu, walaupun liver tidak menyimpan asam lemak, kerja liver mengubah asam ini menjadi bentuk lain yang dapat disimpan.

Prosedur-prosedur secara analitik

Tes laboratorium yang ideal, yang bersifat spesifik dan sensitif, dan mempunyai kapasitas untuk menggambarkan hal yang menakjubkan, dan hal-hal yang baru. Dalam funngsi liver yang telah kita bahas, tidak ada zat analit yang yang dapat menjelaskan keseluruhan fungsi tersebut. Untuk itu, profil liver telah dibuat untuk mengevaluasi beberapa fungsi utama dari liver dan untuk memungkinkan terjadinya pemahaman baru tentang bagaimana organ ini bekerja dengan baik. Profil liver atau susunannya, biasanya mempunyai empat sampai delapan tes laboratorium yang menggambarkan kemampuan liver dalam metabolisme, detoksifikasi dan eksresi zat. Tes ini membantu dalam diagnosa penyakit liver yang ada saat ini, membantu mengelompokkan berbagai penyakit liver, dan menjelaskan proses penyakit tersebut secara luas dan mendalam (Tabel 15-4).

Indikator dari fungsi metabolik

Sebagian besar dari profil liver mengandung satu atau lebih tes laboratorium yang mengevaluasi kemampuan liver, dalam proses metabolisme material. Sistesis protein adalah fungsi metabolik utama pada liver. Walaupun liver memproduksi hampir semua plasma protein. Pada proses determinasi albumin dan prothrombin meruapak informasi yang berguna tanpa harus menganalisa bahan dasar tiap jenis protein. Proses albumin dan prothrombin biasa pada tes yang menggambarkan pelepasan dan sintesis hepatik.

Serum albumin

Albumin secara kuantitatif merupakan protein utama yang sangat penting yang disintesis oleh liver dan merupakan indikator pada semua fungsi liver, tapi faktor selain gangguan liver dapat mengganggu konsentrasi albumin. Kondisi gizi pasien menjadi sangat penting ketika sintesis albumin tergantung pada tersedianya asam amino dari diet, terutama triptofan. Keseimbangan hormon, tekanan osmotik, dan fungsi ginjal juga dapat mempengaruhi konsentrasi albumin. Bagaimanapun, ketika liver mengalami gangguan, konsentrasi albumin menurun. Penurunan tidak dapat terlihat langsung, karena waktu paruh dari albumin kira-kira 20 hari. Hanya kira-kira 3 minggu setelah terjadinya proses penurunan konsentrasi, terlihat juga penurunan konsentrasi plasma. Kegunaan dari identifikasi tersebut lebih mengarah kepada evaluasi penyakit liver yang berbahaya daripada keadaan berbahaya yang ditimbulkan. Jika konsentrasi plasma albumin berkurang, liver mengalami degradasi fungsi untuk jangka waktu yang cukup lama. Untuk itu konsentrasi normal albumin tidak berpengaruh pada gangguan liver karena keadaan liver yang akut mungkin dapat terjadi.

Jangka waktu pada saat prothrombin bekerja

Kerja prothrombin biasanya ditentukan melalui evaluasi fungsi liver, tapi evaluasi ini tidak digunakan secara rutin pada analisa awal penyakit liver. Penentuan kerja prothrombin secara berurut berarti mengikuti pergerakan dari penyakit atau menentukan resiko pendarahan pada pasien. Sebuah kerja prothrombin menentukan jalur koagulasi ekstrinsik, jadi jika salah satu faktor yang dihasilkan oleh liver berkurang (faktor I, II, V, VII, IX, dan X), maka waktu kerja prothrombin menjadi lebih lama, karena liver merubah waktu paruh faktor koagulasi dari 6 jam menjadi 5 hari, pada masalah liver yang sulit jangka waktu kerja prothrombin secara tidak normal muncul pada awal kerja penyakit dan mungkin menjadi salah satu zat yang ditemukan pertama kali dalam analisis laboratorium yang menandakan tanda dari disfungsi liver. Waktu kerja prothrombin yang lebih lama dan peningkatan kerja liver yang tidak normal adalah tanda dari kegagalan kerja hati. Walaupun waktu kerja prothrombin yang diperpanjang tidak berhubungan langsung dengan penyakit liver, hal ini penting untuk mempelajari kapasitas sintesis pada liver.

Serum lemak dan lipoprotein

Ada beberapa ketidaknormalan pada metabolisme lipid dan lipoprotein dalam penyakit yang terjadi di liver. Pada sebuah pengamatan khusus terlihat peningkatan level asam lemak dan trigliserida, penurunan level dari ester kolesterol, dan disertai dengan perubahan pada konsentrasi lipoprotein. Ketidaknormalan tersebut dapapt dihubungkan dengan defisiensi dari enzim dasar penyusun liver Lesitin kolesterol asil transferase (LCAT) dan trigliserida hepatik lipase, LCAT mengkatalisis proses esterifikasi pada kolesterol, dan trigliserida lipase membersihkan plasma dari trigliserida. Ketika konsentrasi dari kedua enzim tersebut menjadi tidak normal, jelaslah bahwa konsentrasi dari produk akhir pada reaksi enzimatik tersebut menjadi tidak normal. Liver memproduksi dua jenis lipoprotein yaitu lipoprotein dengan massa jenis rendah (VLDL) dan lipoprotein dengan massa jenis tinggi (HDL), dan ketika liver mengalami gangguan maka konsentrasi dari tiap protein tersebut menurun. Walaupun hal-hal tersebut tidak berhubungan langsung dengan fungsi liver, munculnya ketidaknormalan pada lipoprotein, yang disebut lipoprotein X, dapat menjadi indikator yang spesifik dan sensitif pada gejala kolestasis. Lipoprotein X mengandung kolesterol bebas dan fosfolipid serta memiliki albumin sebagai apoprotein primernya. Pada sebuah studi ditemukan 99 % lipoprotein X pada jaringan tubuh pasien yang menderita kolestasis. Pada pasien yang tidak menderita kolestasis kehadirannya tidak mencapai 97 %.

Karbohidrat

Walaupun peraturan dari metabolisme karbohidrat pada liver sangat penting, tes laboratorium yang mengevaluasi metabolisme karbohidrat jarang digunakan untuk menggambarkan kerja liver. Konsentrasi karbohidrat dalam plasma sangat bergantung pada beberapa faktor seperti keadaan nutrisi, jadual makan, keseimbangan hormon, dan fungsi pankreas kesemuanya memberikan evaluasi tentang konsentrasi glukosa plasma yang tidak memberikan banyak pengaruh pada kualitas fungsi liver. Ketidaknormalan pada metabolisme karbohidrat yang terlihat ketika liver terganggu biasanya merupakan hal yang nonspesifik dan tidak penting.

Serum bilirubin

Sebuah identifikasi awal terhadap konsentrasi bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi merupakan pendekataan penting terhadap diagnosa penyakit kuning dan gangguan liver. Konsentrasi plasma bilirubin adalah hasil dari keseimbangan antara produksi bilirubin yang berasal dari penguraian hemoglobin dengan kapasitas liver untuk membesihkan bilirubin dari plasma. Jumlah rata-rata konsentrasi plasma dari total keseluruhan bilirubin pada remaja yang sehat kurang dari 1mg/dL, dengan kurang dari 0,8 mg/dL jenis bilirubin terkonjugasi dan kurang dari 0,2 mg/dL jenis bilirubin tidak terkonjugasi. Ketika konsentrasi total bilirubin meningkatkan melebihi batas yang diharapkan, sangat penting untuk menetapkan konsentrasi bilirubin terkonjugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi. Setiap identifikasi sangat membantu dalam klasifikasi hiperbilirubianemia secara luas. Ketika 50 % total dari bilirubin menjadi terkonjugasi maka hepirbilirubianemia terkonjugasi akan nampak, dan ketka 80 % total dari bilirubin menjadi tidak terkonjugasi maka hiperbilirubianemia tidak terkonjugasi akan nampak. Ketika bentuk utama dari bilirubin diketahui, sejarah pasein, tanda-tanda fisik yang ditemukan dan tes laboratorium yang lain, hal-hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab utama dari penyakit tersebut.

Identifikasi bilirubin berdasarkan metode Jendrassik-Grof

Berbagai metode yang digunakan saat ini untuk mengidentifikasi konsentrasi bilirubin plasma berdasarkan pada kopling diazo dari pigmen bilirubin pertama-tama ditemukan oleh Van Den Bergh dan Snapper pada tahun 1913. beberapa revisi dari prosedur yang asli telah dilakukan dan hasil modifikasi yaitu metode Jendrassik dan Grof sekarang direkomendasikan oleh komite nasional untuk standar laboratorium klinik (CCLS). Metode ini memberikan hasil yang dapat dipercaya sebagaimana yang ditetapkan pada metode referensi metode high performance liquid cromatography (HPLC) dari Lauff and colleagues. Metode Jendrassik-Grof mempunyai beberapa kelebihan daripada metode diazo sebelumya yang mana metode ini kurang sensitif pada variasi pH, protein dan konsentrasi hemoglobin pada sampel milik pasien, membentuk turbiditas minimal selama reaksi, cukup sensitif, membentuk warna yang dapat dilihat walaupun konsentrasi bilirubin rendah.

Dalam metode Jendrassik-Grof, pigmen bilirubin bereaksi dengan sebuah reagen diazo yang terdiri dari asam sulfanilik dalam asam klorida dan natrium nitrit. Menghasilkan warna karakterisitk purple-pink azobilirubin, yang dapat diukur secara spektrofotometri. Konsentrasi individual dari blirubin terkonjugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dapat dideterminasi dengan memperlakukan campuran pertama sampel pasien hanya dengan reagen diazo (asam sulfanilik diazo), dan memperlakukan campuran kedua dengan reagen diazo setelah melakukan langkah pretreatmen menggunakan sebuah reagen benzoat kafein sebagai akselerator. Dalam perlakuan dengan reagen diazo, hanya bentuk bilirubin larut dalam air yang bereaksi, menghasilkan bilirubin terkonjugasi yang dapat diukur. Penambahan reagen kafein benzoat mengakibatkan bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi larut dalam air dan bereaksi dengan reagen diazo untuk memberikan konsentrasi total bilirubin. Sepuluh menit setelah rekasi bilirubin dengan reagen diazo terjadi, larutan asam arkorbat, alkali tartrat, dan asam klorida encer ditambahkan pada campuran kedua reaksi. Reagen ini menghancurkan kelebihan reagen diazo dan mengubah pH dari asam ke basa, membuat hasil subjek yang berwarna pudar tercampur pada warna homogen pada sampel. Warna akhir biru hijau azobilirubin yang terbentuk kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Untuk menetapkan jumlah bilirubin tidak terkonjugasi, secara sederhana diperoleh dari pengurangan jumlah total konsentrasi bilirubin dengan bilirubin terkonjugasi.

Metode Jendrassik-Grof menggunakan sampel serum atau plasma yang sebaiknya bebas dari hemolisis dan lipemia. Hemolisis mengurangi reaksi bilirubin dengan reagen diazo, menghasilkan konsentrasi rendah yang palsu, dan lipemia menyababkan kesalahan pada pengukuran secara spektrofometrik. Bilirubin sensitif pada cahaya dan temperatur. Membiarkan serum atau plasma terkena fluorosen atau cahaya secara alami dapat mengurangi kadar bilirubin sekitar 10 % dalam 30 menit. Untulk itu, sebaiknya sampel dilindungi dari cahay sebelum dan selama proses analisa berlangsung. Metode ini juga dapat digunakan pada urin dan spesimen cairan tulang belakang. Sampel dapat disimpan dalam refrigerator (kulkas) selama lebih dari 1 minggu atau dalam freezer selama 3 bulan tanpa terjadi perubahan konsentrasi bilirubin yang signifikan. Tinadakan pencegahan dalam pengambilan dan penyimpanan sampel untuk analisis sangat baik dalam mengurangi kesalahan dalam metode ini.

Penyiapan standar bilirubin dengan hati-hati sangat diperlukan karena standar bilirubin tidak stabil dan dapat menjadi sumber kesalahan dalam metode ini. Standar sebaiknya dilindungi dari cahaya dan temperatur yang tinggi sebagaimana halnya sampel. Sangat penting untuk sering mengkalibrasi alat yang digunakan agar dapat menghasilkan hasil pengukuran yang akurat. Jika prosedur dilakukan dalam alat analisa yang bersifat berurutan, dapat terjadi penyimpangan yang signifikan dari standar aslinya selama proses analisa karena instrumen yang dipakai tidak dapat dikalibrasi ketika proses analisa tersebut telah dijalankan. Pada penyakit kuning yang disertai dengan gelaja hemolitik dan obstruktif, ketika jumlah normal dari biliverdin yang diproduksi meningkat, kesalahan lain dapat terjadi karena biliverdin tidak dapat beraksi dengan reagen diazo dan kadar bilirubin yang dihasilkan kurang dari yang diharapkan

Indikator dari detoksifikasi kerja hati dan eksresi

Plasma amonia

Dalam tes tambahan pada fungsi metabolik, sebuah gambaran liver dapat mengevaluasi kemampuan detoksifikasi dan identifikasi pada liver. Konsentrasi plasma amonia adalah sebuah gambaran penting untuk melihat kemampuan liver dalam mengubah produk antara amonia yang beracun menjadi urea dan kemudian mengeksresi urea tersebut. Amonia adalah produk normal yang dihasilkan dari kerja bakteri yang ada dalam jalur gastrotestinal. Pembuluh portal membawa amonia menuju liver, yang merupakan satu-satunya organ yang membutuhkan enzim untuk mensintesis urea. Urea dapat dengan mudah dieksresi oleh ginjal. Kadar plasma amonia yang meningkat berhubungan dengan penyakit liver lanjutan, koma, dan gejala neurologi lainnya. Walaupun penetapan kadar amonia hanya terbatas pada pasien yang diketahui mengidap penyakit hepatik, penetapannya dibutuhkan dalam pemeriksaan pasien yang koma, atau mereka yang mengalami gejala perubahan mental. Jika kadar amonia pasien meningkat, keterlibatan hepatik diindikasikan sebagai faktor pendukung.

Penetapan yang paling umu digunakan terhadap konsentrasi amonia dalam plasma adalah berdasarkan reaksi enzimatik berikut menggunakan glutamat dehidrogenase

NADP+ yang terbentuk dari konversi NADPH yang terukur pada panjang gelombang 340 nm. Metode ini terlihat akurat, tepat, mudah diautomasi dan menggunakan sampel volume dalam jumlah kecil.

Keakuratan dari konsentrasi amonia tergantung pada sampel yang terukur. Kontaminasi pada sampel amonia dapat disebabakan ketika pasien mengalami phlebotomist (pemotongan pembuluh darah), atau laboratorian merokok ketika sedang bekerja dengan sampel, ketika amonia dalam atmosfer terserap ke sampel, dan ketika teknik venipunkture dan penanganan serta penyimpanan sampel tidak efektif. Plasma dikumpulkan dalam EDTA, heparin, atau kalium oksalat lebih diutamakan karena sampel serum memiliki konsentrasi amonia yang lebih tinggi dan lebih bervariasi. Untuk meminimalkan kontaminasi udara ruangan yang mengandung uap amonia, untuk itu, sampel sebaiknya disimpan tabung. Sampel sebaiknya langsung disimpan di dalam es untuk mencegah metabolisme senyawa nitrogen yang lain menjadi amonia di dalam sampel. Konsentrasi amonia di dalam darah terlihat meningkat pada kisaran 0,017 g/mL setiap menit pada suhu 25C. Hemolisis yang terjadi di dalam sampel tidak diinginkan karena dapat meningkatkan kadar amonia di dalam sel darah merah 2,5 kali lebih tinggi daripada kadar amonia di dalam plasma. Jika proses analisa tidak dapat dilakukan secara cepat plasma sebaiknya dipindahkan dari sel kemudian dipindahkan ke dalam es. Sampel beku akan stabil dalam 24 jam. Umumnya kisaran konsentrasi plasma amonia adalah 15 sampai 45 g/dL (11 sampai 32 mol/L).Tes Perubahan warna secara eksogenTes Perubahan warna secara eksogen merupakan cara lama yang biasanya digunakan untuk menguji kemampuan detoksifikasi dan eksresi liver, pertama-tama Tes Perubahan warna menguji kemampuan liver untuk mengantarkan substansi eksogen menuju hepatosit, kemudian kemampuan liver dalam proses metabolisme zat tersebut, biasanya dengan proses konjugasi untuk membuat substansi tersebut labih larut dan akhirnya dieksresi menuju empedu. Tes ini dapat menyediakan gambaran sensitif tentang keseluruhan fungsional liver.Tes yang paling umum digunakan dalam Tes Perubahan warna ini adalah tes bromo sulfaphthalein, juga dikenal dengan BSP test. Tes satandar BSP termasuk injeksi intravenous dari dosis zat warna berdasarkan berat pasien. Tepat 45 menit kemudian spesimen darah diambil dan kandungan dari zat warna yang tersisa di identifikasi. Normalnya liver yang berfungsi normal memindahkan lebih dari 95 % zat warna dalam 45 menit dan menahan kurang dari 5 % zat warna dalam plasma. Ketika zat warna BSP hampir tidak berwarna dalam sebuah larutan asam dan berwarna ungu dalam larutan basa, identifikasi BSP di dalam sampel adalah sebuah proses sederhana dari penetapan absorban secara spektrofotometri pada sebuah sampel di dalam larutan basa dan membuat sebuah perbandingan dari identifikasi tersebut dalan sebuah kurva standar.Kesalahan yang umumnya terjadi di dalam tes ini adalah injeksi ke dalam pembuluh yang tidak sempurna yaitu dalam pemberian dosis zat warna yang tidak tepat, yang menghasilkan penurunan level yang salah, dan kalkulasi yang tidak benar terhadap jumlah zat warna yang terinjeksi. Kesalahan lain dapat terjadi di dalam tes ini jika dilakukan pada pasien yang telah mengkonsumsi obat tertentu atau pada pasien yang mengalami demam. Kedua situasi tersebut menghasilkan penurunan tingkat kesalahan yang nyata. Informasi yang disediakan dari tes ini terbatas karena tidak dipertimbangkannya faktor aliran darah hepatik, kapasitas penyimpanan dari zat warna BSP di dalam liver, atau sejumlah faktor nonhepatik yang dapat mempengaruhi hasil.Modifikasi dari tes ini yang mengukur zat warna tak tampak dari plasma adalah indikator yang lebih sensitif. Dalam modofokasi ini zat warna diatur dalam tes dasar, tapi sampel digambarkan dalam interval reguler setelah injeksi dan konsentrasi zat warna BSP diplotkan dalam kurva tak tampak. Tingkat zat warna yang dapat diterima liver, tingkat zat warna yang dapat kembali ke plasma, dan tingkat di mana zat warna dapat dieksresi ke empedu dapat diketahui dari kurva ini. Tes ini dapat mengakibatkan beberapa efek samping, dan beberapa pasien terlihat mengalami alergi terhadap zat warna; tetapi respon anafilaktik yang mengakibatkan kematian jarang terjadi.Tes indosianin hijau mirip dengan tes BSP terkecuali ada zat warna trikarbosianin yang tidak berhubungan dengan liver sebagaimana yang ada pada tes BSP, dan hampir semua zat yang diinjeksi dikembalikan ke dalam empedu. Karena dalam proses ini tidak ada resirkulasi enterohepatik dari zat warna, zat warna yang tidak tampak adalah fungi langsung dari aliran darah hepatik. Ketergantungan pada aliran darah hepatik menghasilkan penurunan tingkat kejelasan pada pasien dengan kondisi yang dipengaruhi oleh penurunan myocardial output. Dosis dari injeksi zat warna adalah 0,5 mg per kilogram berat badan dan normalnya fungsi liver dapat membersihkan 28 % dari zat warna setipa menit dari sirkulasi. Tes ini memiliki beberapa efek samping bagi pasien, dan produk akhir dapat diukur dengan densitometer dikromatik peka vibrasi, mengakibatkan berbagai teknik venipuntur tidak diperlukan lagi. Densitometer dikromatik peka vibrasi dihubungkan dengan telinga bagian luar, selama fotosel pertama mendeksi konsentrasi zat warna dan fotosel kedua mengimbangi perubahan dalam hematokrit, pemenuhan oksigen dan volume darah. Uji ini tidak bersifat invasive tapi sebuah evalusi yang akurat terhadap level arteri dengan menggunakan zat warna indosianin hijau.Kedua tes zat warna BSP dan indosianin hijau jarang digunakan karena masalah yang berhubungan dengan pengaturan substansi eksogen yang bekaitan erat dengan penyakit pasien. Pada saat ini, tes yang umum digunakan untuk menguji detoksifikasi dan eksresi berdasarkan penetapan substansi endogen yang diproduksi seperti bilirubin dan asam empedu

Uji asam empedu

Asam empedu mempunyai dua peran utama di dalam tubuh dan dibentuk secara khusus oleh liver. Zat ini adalah produk akhir dari metabolisme kolesterol dan memainkan peranan dalam semua pengolahan lipid, memberikan proses eliminasi kolesterol berlebih yang lebih efektif dan lipid yang lain melalui empedu. Asam empedu membantu mengontrol komposisi empedu dengan meningkatkan eksresi beberapa substansi seperti bilirubin, kolesterol, lechitin, dan air. Asam emepdu memilki resirkulasi enterohepatik yang luias, dan hampir 90 % empedu dieksresi kembali melalui liver. Asam empedu menyusun kelompok utama dari anion organik yang dikesresi oleh liver, dan kandungan berharga ditemukan dalam plasma jika liver mengumpulkan sesuatu atau fungsi eksresi rusak. Liver yang sehat dapat memindahkan asam empedu dari sirkulasi dengan efisiensi yang besar seperti yang terlihat dengan perbandingan konsentrasi normal garam empedu dalam empedu dengan konsentrasi garam tersebut dalam darah. Konsentrasi garam empedu empedu intestinal ditemukan dalam satuan konsentrasi miligram per mililiter dan ditemukan di sekeliling sirkulasi dalam jumlah mikrogram per mililiter, bahkan setelah waktu makan.

Metode penetapan asam ampedu yang dipakai saat ini berdasarkan pada kromatografi gas, metode enzimatik, atau immunoassay. Metode-metode ini akurat dan cukup sensitif untuk mengukur konsentrasi yang sangat kecil yang biasanya ditemukan dalam plasma. Konsentrasi yang ditemukan dalam spesimen ketika menjalani puasa lebih relevan dari spesimen acak atau spesimen yang diambil setelah makan malam dalam deteksi penyakit liver ringan. Konsentrasi serum asam empedu dalam variasi penyakit liver tetapi sangat membantu dalam pengenalan penyakit hepatobiliari dari hiperbiliruanemia bawaan atau hemolisis.

Uribilinogen feses dan urin

Bentuk dari kelompok senyawa tidak berwarna dikenal sebagai urobilinogen adalah hasil dari reduksi bilirubin terkonjugasi oleh bakteri secara normal yang terdapat di dalam usus. Senyawa ini siap dihidrogenasi menjadi urobilin, menghasilkan warna orange, dan campuran urobilinogen dan orubilin ditemukan dalam feses. Normalnya setiap orang mengeksresi 50 sampai 250 mg urobilinogen setiap 24 jam di dalam feses. Urobilinogen melewati sirkulasi enterohepatik, dengan sekitar 10 % sampai 20 % jumlah yang ditemukan dalam usus yang terserapSUMBER :1. Faulkner W, King JW: Liverl function. In Tietz NW (ed.): Fundamentals of Clinical Chemistry. Philadepia, WB Saundera, 1976, pp 281-292.

_1204711558.unknown