fatty liver (perlemakan hati)

26
BAB I PENDAHULUAN Perlemakan hati nonalkoholik merupakan kondisi yang semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut. Spektrum penyakit perlemakan hati ini mulai dari perlemakan hati sederhana (simple steatosis) sampai pada steatohepatis nonalkoholik (NASH), fibrosis, dan sirosis hati. Setelah mendapat berbagai nama sperti penyakit Laennec nonalkoholik, hepatitis metabolik dan hepatitis diabetes, akhirnya steatohepatis nonalkohik seperti yang diperkenalkan Ludwig dan kawan-kawan melaporkan menjadi nama yang dipergunakan secara luas. Istilah tersebut muncul setelah Ludwig dan kawan-kawan melaporkan sekelompok pasien yang dapat dikatakan tidak mengkonsumsi alkohol tetapi memperlihatkan gambaran biopsi hati yang sulit dibedakan dengan hepatitis akibat alkohol. 1

Upload: marlon-worthington

Post on 08-Aug-2015

490 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik

TRANSCRIPT

Page 1: Fatty Liver (perlemakan Hati)

BAB I

PENDAHULUAN

Perlemakan hati nonalkoholik merupakan kondisi yang semakin disadari

dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut. Spektrum penyakit perlemakan

hati ini mulai dari perlemakan hati sederhana (simple steatosis) sampai pada

steatohepatis nonalkoholik (NASH), fibrosis, dan sirosis hati. Setelah mendapat

berbagai nama sperti penyakit Laennec nonalkoholik, hepatitis metabolik dan

hepatitis diabetes, akhirnya steatohepatis nonalkohik seperti yang diperkenalkan

Ludwig dan kawan-kawan melaporkan menjadi nama yang dipergunakan secara

luas. Istilah tersebut muncul setelah Ludwig dan kawan-kawan melaporkan

sekelompok pasien yang dapat dikatakan tidak mengkonsumsi alkohol tetapi

memperlihatkan gambaran biopsi hati yang sulit dibedakan dengan hepatitis

akibat alkohol.

1

Page 2: Fatty Liver (perlemakan Hati)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Sampai saat ini masih terdapat beberapa ketidaksepahaman dalam

terminologi penyakit perlemakan hati, misalnya mengenai pemilihan istilah

perlemakan hati nonalkoholik (Nonalkoholik Fatty Liver = NAFL) atau penyakit

perlemakan hati nonalkoholik (Nonalkoholik Fatty Liver Disease = NAFLD).

Pada umumnya disepakati bahwa NASH merupakan perlemakan hati pada tingkat

yang lebih berat.1

Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila kandungan lemak di hati lebih

dari 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati sangat sulit dan

tidak praktis, diagnosis dibuat berdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan hati,

yaitu ditemukannya minimal 5-10% sel lemak dari keseluruhan hepatosit.

Terdapat dua kelompok pola histologis dari NAFLD yaitu: 1) steatosis hati

atau perlemakan hati dan 2) steatohepatitis. Steatohepatitis didefinisikan sebagai

adanya steatosis hati dengan bukti adanya kerusakan sel, yaitu balooning atau

hialin Mallory dengan berbagai derajat inflamasi dan fibrosis periselular.

Inflamasi yang berhubungan dengan steatohepatitis biasanya ringan dan

terdistribusi terutama di daerah lobular.2

Kriteria lain yang juga sangat penting adalah pengertian nonalkoholik.

Batas untuk menyatakan seseorang minum alkohol yang tidak bermakna sempat

menjadi perdebatan, tetapi lebih bayak ahli menyepakati bahwa konsumsi alkohol

sampai 20 gram perhari masih bisa digolongkan sebagai nonalkoholik.1

2

Page 3: Fatty Liver (perlemakan Hati)

1.2. Epidemiologi

Dari banyak penelitian terbukti bahwa abnormalitas tes fungsi hati akibat

perlemakan hati maupun NASH merupakan kelainan yang sangat sering

ditemukan di masyarakat. Angka yang dilaporkan sangat bervariasi karena

metodologi survey yang berbeda-beda.

Prevalensi perlemakan hati nonalkoholik berkisar antara 15-20% pada

populasi dewasa di Amerika Serikat, Jepang, dan Italia. Diperkirakan 20-30%

diantaranya berada dalam fase yang lebih berat (NASH). Sebuah penelitian

terhadap populasi dengan obesitas di negara maju mendapatkan 60% perlemakan

hati sederhana, 20-25% NASH, dan 2-3% sirosis. Dalam laporan yang sama

disebutkan pula bahwa 70% pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami

perlemakan hati, sedangkan pada pasien dislipidemia angkanya sekitar 60%.

Di Indonesia penelitian mengenai perlemakan hati nonalkoholik masih

belum banyak. Lesmana melaporkan 17 pasien NASH rata-rata berumur 42 tahun

dengan 29% gambaran histologi hati menunjukkan steatohepatitis dengan fibrosis.

Sebuah studi populasi dengan sampel cukup besar oleh Hasan dan kawan-kawan

mendapatkan prevalensi perlemakan hati nonalkoholik sebesar 30,6%. Faktor

risiko penting yang dilaporkan adalah obesitas, diabetes melitus, dan

hipertrigliseridemia.

Steatohepatitis nonalkoholik dapat terjadi pada semua usia termasuk anak-

anak, walaupun penyakit ini dikatakan paling banyak pada dekade keempat dan

kelima kehidupan. Jenis kelamin yang dominan berbeda-beda dalam berbagai

penelitian, namun umumnya menunjukkan adanya predileksi perempuan, obesitas,

DM tipe 2, dan dislipidemia juga merupakan kondisi yang berkaitan dengan

perlemakan hati nonalkoholik. Walaupun demikian NASH dapat terjadi pada

individu yang tidak gemuk tanpa faktor risiko seperti di atas.

3

Page 4: Fatty Liver (perlemakan Hati)

1.3. Etiologi

Tabel 1. Penyebab Steatosis Makrovesikular

Penyebab Steatosis MakrovesikularResistensi insulin, hiperinsulinemia

Obesitas SentralDiabetes tipe 2

MedikasiGlukokortikoidEstrogenTamoxifenAmiodarone

NutrisionalKelaparanDefisiensi protein (Kwashiorkor)Defisiensi kolin

Penyakit hatiWilson diseaseHepatitis kronis C-genotipe 3Indian Childhood CirrhosisJejunoileal bypass

1.4. Patogenesis

Pengetahuan mengenai patogenesis NASH masih belum memuaskan. Dua

kondisi yang sering berhubungan dengan NASH adalah obesitas dan diabetes

melitus, serta dua abnormalitas metabolik yang sangat kuat kaitanya dengan

penyakit ini adalah peningkatan suplai lemak ke hati serta resistensi insulin.

Hipotesis yang sampai saat ini banyak diterima adalah the two hit theory yang

diajukan oleh Day and James, hit pertana terjadi akibat penumpukan lemak

hepatosit yang dapat terjadi karena berbagai keadaan, seperti dislipidemia,

diabetes melitus, dan obesitas. Seperti diketahui bahwa dalam keadaan normal,

asam lemak bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi darah arteri

dan portal. Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih

lanjut, seperti proses reesterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan dalam

pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh,

khususnya pada obesitas sentral, akan meningkatkan penglepasan asam lemak

bebas yang kemudian menumpuk di dalam hepatosit. Bertambahnya asam lemak

4

Page 5: Fatty Liver (perlemakan Hati)

bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatkan oksidasi dan esterifikasi

lemak. Proses ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan

mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit

kedua. Peningkatan stres oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi

insulin, peningkatan konsentrasi endotoksin di hati, peningkatan aktivitas un-

coupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P-450 2E1,

peningkatan cadangan besi dan menurunnya aktivitas antioksidan. Ketika stres

oksidatif yang terjadi di hati melebihi kemampuan perlawanan antioksidan, maka

aktivasi sel stelata dan sitokin proinflamasi akan berlanjut dengan inflamasi

progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan

Mallory, serta fibrosis. Meskipun teori two hit sangat popular dan dapat diterima,

agaknya penyempurnaan akan terus dilakukan karena makin banyak yang

berpendapat bahwa yang terjadi sesungguhnya lebih dari dua hit.

1.5. Perjalanan Penyakit

Perjalanan alamiah penyakit perlemakan hati nonalkoholik masih belum

jelas diketahui karena masih terbatasnya penelitian prospektif, tapi tampaknya

sangat dipengaruhi oleh derajat kerusakan jaringan. Selama ini disepakati bahwa

ada beberapa tingkat gambaran histologik sepanjang perjalanan alamiah penyakit

ini, yaitu perlemakan hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatitis yang disertai

fibrosis, dan sirosis. Terbukti pula bahwa setelah berkembang menjadi sirosis,

perlemakan sebaliknya makin menghilang.

Pada sebuah penelitian terhadap 257 orang pasien perlemakan hati

nonalkoholik yang dipantau selama 3,5 sampai 11 tahun melalui biopsi hati,

didapatkan 28% mengalami kerusakan hati progresif, 59% tidak mengalami

perubahan, dan 13% justru membalik. Pada beberapa kasus terlihat jelas

perkembangan mulai dari steatosis menuju steatohepatitis sampai akhirnya

menjadi sirosis hati.

Sampai saat ini risiko mortalitas pasien-pasien perlemakan hati

nonalkoholik masih menjadi kontradiksi. Studi oleh Prost dan kawan-kawan

membandingkan probabilitias kesintasan (survival) 30 pasien steatohepatitis

5

Page 6: Fatty Liver (perlemakan Hati)

nonalkoholik dengan kontrol yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya.

Ternyata kelompok pasien steatohepatitis nonalkoholik memiliki kesintasan yang

lebih pendek 5-10 tahun. Suatu penelitian retrospektif potong lintang melaporkan

11 kematian di antara 299 pasien (31%). Selanjutnya dalam studi lain didapatkan

hanya 1 kematian di antara 42 pasien selama pemantauan 4,5 tahun, sehingga

mendukung pendapat mortalitas yang rendah dari studi sebelumnya. Hasil

sebaliknya ditunjukkan beberapa penelitian terbaru. Studi terhadap 30 pasien

steatohepatitis nonalkoholik yang diikuti lebih dari 10 tahun, mendapatkan

kesintasan 5 tahun hanya 67% dan kesintasan 10 tahun 59%. Harus diingat bahwa

semua data dikumpulkan secara retrospektif dengan berbagai keterbatasan,

sehingga penelitian prospektif unutk menilai mortalitas masih sangat diperlukan.

Banyak faktor yang berperan dalam mortalitas pasien dengan perlemakan

hati nonalkoholik, seperti obesitas, diabetes melitus beserta komplikasinya,

komorbiditas lain yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hatinya sendiri.

Belum ada publikasi yang secara jelas menilai kontribusi faktor-faktor tersebut

terhadap kematian pasien, walaupun sebuah studi mendapatkan bahwa terjadinya

sirosis meningkatkan resiko relatif mortalitas.

Perbaikan histologik juga dapat terjadi, khususnya pada pasien-pasien

dengan fibrosis minimal. Setelah mengalami penurunan berat badan, hstologi hati

bisa membaik antara lain berupa berkurangnya inflamasi serta Mallory bodies,

sampai perbaikan firosis. Tentunya hal ini terjadi jika penurunan dilkukan secara

bertahap, karena terbukti bahwa kehilangan berat badan mendadak justru memicu

progresi penyakit bahkan sampai mengalami gagal hati.

1.6. Manifestasi Klinis

Sebagian besar pasien dengan perlemakan hati nonalkoholik tidak

menunjukkan gejala maupun tanda-tanda adanya penyakit hati. Beberapa pasien

melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan seperti

mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien, hepatomegali

merupakan satu-satunya kelainan fisik yang didapatkan. Umumnya pasien dengan

perlemakan hati nonalkoholik ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan

6

Page 7: Fatty Liver (perlemakan Hati)

pemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-up. Sebagian lagi datang dengan

komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan varises, atau bahkan sudah

berkembang menjadi hepatoma.

1.7. Diagnosis

Biopsi hati merupakan baku emas pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosis dan sejauh ini masih menjadi satu-satunya metoda untuk

membedakan steatosis nonalkoholik dengan perlemakan tanpa atau disertai

inflamasi. Masih menjadi perdebatan apakah biopsi hati perlu dilakukan sebagai

pemeriksaan rutin dalam proses penegakkan diagnosis perlemakan hati

nonalkoholik. Sebagian ahli mendukung dilakukannya biopsi karena pemeriksaan

histopatologi mampu menyingkirkan etiologi penyakit hati lain, membedakan

steatosis dari steatohepatitis, memperkirakan prognosis, dan menilai progresi

fibrosis dari waktu ke waktu. Alasan dari kelompok yang menentang biopsi hati

antara lain prognosis yang umumnya baik, belum tersedianya terapi yang benar-

benar efektif, dan risiko serta biaya dari tindakan biopsi itu sendiri. Oleh karenya

pemeriksaan radiologi dan kimia darah terus menerus diteliti dan dioptimalkan

sebagai metoda pemeriksaan alternatif yang bersifat non invasif.

1. Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang bisa secara akurat membedakan

steatosis dengan steatohepatitis, atau perlemakan hati nonalkoholik dengan

perlemakan hati alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang, konsentrasi AST,

ALT, atau keduanya merupakan kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang

paling sering didapatkan pada pasien-pasien dengan perlemakan hati

nonalkoholik. Beberapa pasien datang dengan enzim hati yang normal sama

sekali. Kenaikan enzim hati biasanya tidak melebihi empat kali (kurang dari 300

IU/L) dengan rasio AST:ALT kurang dari satu, tetapi pada fibrosis lanjut rasio ini

dapat mendekati atau bahkan melebih satu.1,2 Pelu menjadi perhatian beberapa

studi yang melaporkan bahwa konsntrasi AST dan ALT tidak memiliki korelasi

dengan aktivitas histologis, bahkan konsentrasi enzim dapat tetap normal pada

penyakit hati yang sudah lanjut. Pemeriksaan laboratorium lain seperti fosfatase

7

Page 8: Fatty Liver (perlemakan Hati)

alkali, -glutamiltransferase, feritin darah atau saturasi tranferin juga dapat

meningkat, sedangkan hipoalbuminemia, waktu protrombin yang memanjang, dan

hiperbilirubinemia biasanya ditemukan pada pasien yang sudah menjadi sirosis.

Dislipidemia ditemukan pada 21-83% pasien dan biasanya berupa

peningkatan konsentrasi trigliserida. Karena diabetes merupakan salah satu faktor

risiko perlemakan hati nonalkoholik, maka tidak jarang terdapat pula peningkatan

konsentrasi gula darah.

2. Evaluasi pencitraan

Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk mendeteksi perlemakan

hati. Agaknya ultrasonografi merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun CT dan

MRI juga dapat digunakan. Pada USG, infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan

peningkatan difus ekogenisitas (hiperekoik, bright liver) bila dibandingkan

dengan ginjal. Sensitifitas USG 89% dan spesifitasnya 93% dalam mendeteksi

steatosis. Terbukti ketiga teknik pencitraan di atas memiliki sensitifitas yang baik

untuk mendeteksi perlemakan hati nonalkoholik dengan deposit lemak di hati

melebih dari 39%, tetapi tidak satu pun dari ketiga alat tersebut dapat

membedakan perlemakan hati sederhana dari steatohepatitis.

Gambar 1. Gambaran USG steatohepatitis. Parenkim tampak hiperekogenik dibandingkan dengan ginjal.2

8

Page 9: Fatty Liver (perlemakan Hati)

Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkim hati dengan

densitas rendah yang bersifat difus pada CT, meskipun adakalanya berbentuk

fokal. Gambaran fokal ini dapat disalahartikan sebagai massa ganas di hati. Pada

keadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk membedakan nodul akibat keganasan

dari infiltrasi fokal lemak di hati.

Gambar 2. Gambaran CT steatohepatitis. (Kiri) Pada gambaran non-kontras, hati tampak lebih gelap dibandingkan limpa. (Kanan) dengan kontras.2

3. Histologi

Secara histopatologis, perlemakan hati nonalkoholik tidak dapat dibedakan

dengan kerusakan hati akibat alkohol. Gambaran biopsi hati antara lain berupa

steatosis, infitrasi sel radang, hepatocyte ballooning dan nekrosis, nukleus

glikogen, Mallory’s hyaline, dan fibrosis.

Ditemukannya fibrosis pada perlemakan hati nonalkoholik menunjukkan

kerusakan hati lebih lanjut dan lebih berat. Dari berbagai penelitian terhadap

gambaran histologi hati yang pernah dilakukan terlihat bahwa fibrosis dalam

berbagai derajat ditemukan pada hampir 66% kasus ketika diagnosis ditegakkan,

25% di antaranya dengn fibrosis berat (fibrosis septa atau sirosis) dan 14% sirosis

nyata.

9

Page 10: Fatty Liver (perlemakan Hati)

Gambar 1. (kiri atas) steatohepatitis makrovesikular (pewarnaan HE); (kanan atas) baloning dengan hialin Mallory dalam sel baloning (panah); (kiri bawah) badan Mallory diwarnai dengan

antibodi ubiquitin; (kanan bawah) perwarnaan Masson trichrome menunjukan fibrosis periselular terutama di daerah sentrilobular

Karakterisktik histologis perlemakan hati nonalkoholik adalah

ditemukannya perlemakan hati dengan atau tanpa inflamsi. Perlemakan umumnya

didominasi oleh gambaran sel makrovesikular yang mendesak inti hepatosi ke tepi

sel. Pada fase awal atau steatosis ringan, lemak ditemukan paada zona 3 hepatosit.

Inflamasi merupakan komponen dasar untuk menyatakan adanya steatohepatitis

nonalkoholik. Sel-sel inflamasi tersebut terdiri dari netrofil dan sel mononuklear

yang ditemukan pada lobulus-lobulus hati. Bila sel-sel inflamasi tidak ditemukan

berarti pasien masih berada dalam tahap perlemakan hati saja. Adanya badan

Mallory dan anak inti glikogen merupakan variasi dari gambaran steatohepatitis

nonalkoholik. Biasanya badan Mallory ini memiliki ukuran lebih kecil daripada

yang biasa ditemukan pada steatoheaptitis alkoholik.

10

Page 11: Fatty Liver (perlemakan Hati)

Tabel 2. Grading dan Staging perlemakan hati non-alkoholik

Grading untuk SteatosisGrade 1 <33% hepatosit terisi lemakGrade 2 33-66% hepatosit terisi lemakGrade 3 >66% hepatosit terisi lemak

Grading untuk steatohepatitisGrade 1, Ringan

Steatosis Didominasi makrovesikular, melibatkan hingga 66% dari lobulus

Degenerasi balon Kadangkala terlihat di zona 3 hepatosit

Inflamasi lobular Inflamasi akut tersebar dan ringan (sel PMN), kadangkala inflamasi kronik (sel MN)

Inflamasi portal Tidak ada atau ringanGrade 2, sedang

Steatosis Berbagai derajat, biasanya campuran makrovesikular dan mikrovesikular

Degenerasi balon Jelas terlihat dan terdapat di zona 3Inflamasi lobular Adanya sel PMN dikaitkan dengan

hepatosist yang mengalami degenerasi balon, fibrosis periselular, inflamasi kronik ringan mungkin ada

Inflamasi portal Ringan sampai sedangGrade 3, berat

Steatosis Meliputi >66% lobulus (panasinar), umumnya steatosis campuran

Degenerasi balon Nyata dan terutama di zona 3Inflamasi lobular Inflamasi akut dan kronik yang

tersebar, sel PMN terkonsentrasi di area zona 3 yang mengalami degenerasi balon dan firosis perisinusioidal

Inflamasi portal Ringan sampai sedangStaging untuk Fibrosis

Stage 1 Firosis perivenulaer zona 3, perisinusoidal, periselular, ekstensif atau fokal

Stage 2 seperti di atas, dengan fibrosis periportal yang fokal atau ekstensif

Stage 3 Fibrosis jembatan, fokal atau ekstensifStage 4 Sirosis

11

Page 12: Fatty Liver (perlemakan Hati)

Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai interpretasi

histopatologis steatohepatitis nonalkoholik. Kontroversi terutama mengemukan

dalam hal penentuan kriteria untuk membedakan perlemakan hati sederhana

dengan steatohepatitis nonalkoholik. Di samping itu, meskipun penilaian derajat

fibrosis hampir seragam, para ahli patologi seringkali tidak sepaham menyangkut

grading inflamasi. Klasifikasi dari Brunt merupakan kriteria histopatologis yang

banyak dipakai untuk menentukan derajat steatohepatitis nonalkoholik.

1.8. Penatalaksanaan

Sampai sekarang modalitas pengobatan yang terbukti baik masih terbatas.

belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif, strategi

pengobatan cenderung dilakukan dengan pendekatan empiris karena patogenesis

penyakit juga belum begitu jelas diketahui. Penelitian terapi medikamentosa

NASH yang dipublikasikan sebagian besar merupakan uji klinis tanpa kontrol.

penelitian yang menggunakan kontrol umumnya dilakukan terhadap pasien dalam

jumlah kecil atau bervariasi dalam menentukan kriteria steatoheaptitis dan

parameter keberhasilan. Oleh karena itu, pengobatan lebih ditujukan pada

tindakan untuk mengontrol faktor risiko, seperti memperbaiki resistensi insulin

dan mengurangi asupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian obat

yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor.

1. Pengontrolan Faktor Risiko

a. Mengurangi berat badan dengan diet dan latihan jasmani.

Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan mengurangi berat badan

merupakan terapi lini pertama bagi NASH. Target penurunan berat badan adalah

untuk mengoreksi resistensi insulin dan obesitas sentral, bukan untuk

memperbaiki bentuk tubuh. Penurunan berat badan secara bertahap terbukti dapat

memperbaiki konsentrasi serum aminotransferase (AST dan ALT) serta gambaran

histologi hati pada pasien dengan NASH. Erikson dkk melaporkan efek

penurunan berat badan pada tiga pasien yang sebelunya mengalami kelebihan

berat badan antara 50-60%. Ternyata semua mengalami perbaikan dengan

12

Page 13: Fatty Liver (perlemakan Hati)

konsentrasi enzin aminotransferase mendekati normal, dan dua pasien

menunjukkan normalitas histologi hati. Sebuah studi lain di Jepang yang

menggunakan intervensi diet dan olahraga untuk menurunkan berat badan juga

memberikan hasil yang sama. Perlu diperhatikan bahwa penurunan berat badan

terlalu drastis atau fluktuasi berat badan yang bolak-balik naik turun (sindrom yo-

yo) justru memicu progresi penyakit hati. Hal ini terjadi akibat meningkatkan

aliran asam lemak bebas ke hati sehingga peroksidasi lemak pun turut meningkat.

Sebaliknya penurunan berat badan bertahap ternyata tidak mudah dilakukan dan

seringkali sulit untuk dipertahankan.

Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi dalam usaha

mengurangi berat badan. Aktifitas fisik hendaknya berupa latihan yang bersifat

aerobik paling sedikit 30 menit sehari. Sangat penting untuk mencapai target

denyut nadi, tetapi tidak perlu manjalankan latihan yang terlalu berat.

Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan diet pada diabetes:

mengurangi asupan lemak total menjadi <30% dari total asupan energi,

mengurangi asupan asam lemak jenuh, mengganti dengan karbohidrat kompleks

yang mengandung setidaknya 15 gram serat kaya akan buah dan sayuran.

Walaupun dianjurkan untuk merujuk pasien kepada ahli gizi untuk mendapatkan

pengetahuan lebih rinci mengenai pengaturan diet, namun setiap dokter

diharapkan mampu memberikan informasi prinsip diet rendah lemak yang

sesungguhnya tidaklah terlalu rumit.

b. Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah

Setelah gagal dengan pengaturan diet dan latihan jasmani tidak jarang

pasien beralih kepada terapi pembedahan. Beberapa penelitian melaporkan

manfaat operasi beriatrik terhadap pasien dengan perlemakan hati. Terlihat adanya

perbaikan pada gambaran histologi hati serta parameter umum sindrom metabolik.

Sekali lagi harus diingat potensi timbulnya eksaserbasi steatohepatits pada

penurunan berat badan yang terlalu cepat.

13

Page 14: Fatty Liver (perlemakan Hati)

2. Terapi Farmakologis

a. Antidiabetik dan insulin sensitizer

Metformin meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan

produksi glukosa hati. Lin dkk menunjukkan perbaikan penyakit perlemakan hati

pada model hewan dengan NASH. Hal ini dianggap terjadi melalui penghambatan

TNF sehingga terjadi perbaikan insulin, downregulation konsentrasi UCP-2

messanger RNA di hati, dan penurunan pengikatan DNA oleh SREBP-1 pada

ekstrak hati tikus.

Penelitian lain dilakukan oleh Marchesini dkk. Empat belas pasien NASH

mendapat terapi metformin 3x500 mg/hari selama empat bulan dan sebagai

kelompok kontrol adalah 6 pasien NASH yang hanya mendapat terapi diet.

Didapatkan perbaikan konsentrasi rata-rata SGPT, peningkatan sensitifitas insulin,

dan penurunan volume hati pada pasien yang mendapatkan terapi metformin.

namun sayangnya, pada penlitian ini tidak dilakukan evaluasi histopatologis

setelah terapi.

Tiazolidindion adalah obat antidiabetik yang bekerja sebagai ligan untuk

PPAR dan memperbaiki sensitifitas insulin pada jaringan adiposa. Selain itu,

tiazolidindion juga menghambat ekspresi leptin dan TNF, konstituen yang

dianggap terlibat dalam patogenesis NASH. Terdapat 3 tiazolidindion yang telah

diproduksi. Pertama, troglitazon telah ditarik dari peredaran karena menyebabkan

kerusakan hati, termasuk beberapa kematian akibat penyakit hati. Caldwell dkk

menggunakan obat ini sebelum ditarik dari peredaran. Berdasarkan penelitiannya,

ditemukan normalisasi enzim tanpa perbaikan histologis pada 7 dari 10 pasien

NASH yang diterapi roglitazon selama 6 bulan. Kedua, rosiglitazon yang telah

diteliti selama setahun pada 25 pasien dengan NASH. Konsentrasi enzim-enzim

hati (AST, fosfatase alkali, dan -glutamil transpeptidase) membaik secara

bermakna seperti juga sensitifitas insulin. Biopsi hati yang dilakukan pasca terapi

menunjukkan adanya perbaikan derajat fibrosis sentrilobular. Adanya beberapa

kasus gangguan hati akibat rosiglitazon, diperlukan studi terkontrol lebih besar

untuk menilai manfaat dan keamanan obat ini. Obat ketiga adalah pioglitazon

yang paling tidak telah dilaporkan pada studi pendahuluan. Ketiganya

14

Page 15: Fatty Liver (perlemakan Hati)

membuktikan terjadinya perbaikan pada aminotransferase, dua penelitian juga

disertai perbaikan derajat steatosis dan nekroinflamasi. Sayangnya, penelitian

tersebut melibatkan sampel kecil, 80 pasien, sehingga dibutuhkan penelitian

lanjutan dengan sampel yang lebih besar.

b. Obat antihiperlipidemia

Studi menggunakan gemfibrozil menunjukkan perbaikan ALT dan

konsentrasi lipid setelah pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi

histologis tidak dilakukan. Uji klinis terhadap statin juga telah dilakukan. Sebuah

studi pendahuuan dengan sampel kecil memperlihatkan perbaikan parameter

biokimiawi dan histologi pada sekelompok pasien yanng mendapat atorvastatin.

Sebalikan studi lain menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara

kontrol dan pasien yang menggunakan berbagai jenis statin.

c. Antioksidan

Berdasarkan patogenesisnya, terapi antioksidan diduga berpotensi untuk

mencegah progresi steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis. Antioksidan

yang pernah dievaluasi sebagai alternatif terapi pasien perlemakan hati

nonalkoholik antara lain vitamin E (a-tokoferol), vitamin C, betain dan N-

asetilsistein. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa vitamin

E menghambat produksi sitokin oleh leukosit. Sementara itu uji klinis pada

manusia menunjukkan bahwa TGF-, memperbaiki inflamsi dan fibrosis, seperti

studi yang melibatkan 12 pasien dengan steatohepatitis berdasarkan biopsi dan 10

pasien dengan perlemakan hati yang mendapat vitamin E 300IU/hari selama

setahun. Tes fungsi hati menunjukkan perbaikan bermakna dibandingkan data

awal, sedangkan derajat steatosis, inflamasi dan fibrosis membaik atau tetap stabil

pada sembilan pasien dengan steatohepatitis yang menjalani biopsi hati ulangan

pasca terapi. Studi lain dilakukan terhadap 45 pasien dengan steatohepatitis

nonalkoholik yang menerima kombinasi vitamin E 1000 IU/hari dan vitamin C

1000 IU/hari atau plasebo selama enam bulan. Ternyata tidak terlihat perbedaan

bermakna antara kelompok kontrol dan plasebo dalam enzim-enzim hati, derajat

steatosis dan aktivitas nekroinflamasi. Untuk memastikan potensi efikasi vitamin

15

Page 16: Fatty Liver (perlemakan Hati)

E terhadap pasien perlemakan hati nonalkoholik masih diperlukan penelitian

terkontrol dengan jumlah lebih besar.

Betain berfungsi sebagai donor metil dalam pembentukan lesitin dalam

siklus metabolik metionin. Pada sebuat penelitian oleh grup dari klinis Mayo,

betain 20mg/hari diberikan ada delapan pasien dengan steatoheatitis nonalkoholik

selama 12 bulan. Pasca terapi terlihat perbaikan bermakna konsentrasi ALT,

steatosis, aktivitas nekroinflamasi dan firosis.

d. Hepatoprotektor

Ursodoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu dengan banyak

potensi, seperti efek imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi.

Pertama kali digunakan secara empiris pada seorang perempuan berusia 66 tahun

dengan steatohepatitis nonalkoholik yang menunjukkan normalisasi enzim

transaminase setelah terapi UDCA selama satu tahun. Sampai saat ini terdapat

empat uji klinis terbuka untuk menilai manfaat terapi UDCA pada pasien steato

hepatitis nonalkoholik. Pada sebuat studi pendahuluan terhadap 40 pasien yang

mendapat UDCA 13-15 mg/kg/hari selama satu tahun terbukti adanya perbaikan

ALT, fosfatase alkali, -GT, dan steatosis, tetapi tidak ada perbaikan bermakna

dalam derajat inflamasi dan fibrosis. Pada studi lain tes fungsi hati mengalami

perbaikan pada 13 pasien setelah mendapat UDCA 10mg/kg/hari selama 6 bulan.

Studi paling akhir menyangkut UDCA dilakukan terhadap 24 pasien dengan dosis

250 mg tiga kali sehari selama 6-12 bulan. Dilaporkan adanya perbaikan

konsentrasi aminotransferase dan petanda fibrogenesis.

16

Page 17: Fatty Liver (perlemakan Hati)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan I. Perlemakan hati nonalkoholik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar penyakit dalam. Jilid I, ed ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 695-701.

2. Sanyal AJ. Nonalcoholic fatty liver disease. In: Yamada T. textbook of gastroenterology. 5th edition, volume 1. Chichester: Wiley-Blackwell Publishing; 2009. p. 2274-2301.

3. Bacon BR. Genetic, metabolic, and infiltrative disease affecting the liver. In: Longo DL, Fauci AS. Harrison’s gastroenterology and hepatology. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2010. p. 439-438.

17