lingua stba lia jakarta (volume 4, no. 1, januari 2005)

Upload: ppm-stba-lia-jakarta

Post on 01-Jun-2018

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    1/77

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    2/77

    I

    SSN 1412-9183

    Volume Nomor

    1

    Januari 2005

    LH,AH

    LINGUA

    PUSATPENEUI1AN

    DAN

    PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

    SEKOLAH11NGG IBAHASAASING UAJAKARrA

    Penasihat

    SlIdibyoSiyam MA.

    PenanggungJawab

    Dr. EkayalliRM.L. Tobillg

    Penyunting Penyelia

    Dr.

    Kazuko Budimnn.

    Penyunting Pelak

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    3/77

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    4/77

    ISSN 4 ·9183

    Volume

    4 Nomor 1 Januari

    2 5

    Jendela

    JlIRN L

    fLHr H

    LrNGli

    DAFfARlSI

    Kendala

    Budaya dalam PeneIjemahan

    dan Slrategi Pemecahannya

    iana Kartika

    KesulitanPemakaian Aspek

    Te 1m

      TeAm

    dan ·Te Oial

    Jurusan

    Bahasa Jepang

    SI1lA UA Jakarta

    Tatal aryati

    KonsteJasi

    Waama Mistisisme

    di Media

    assa

    Indonesia: Sebuah

    Budaya

    RinieHandayanie

    Pe1engkap

    dan

    Ajung: PerlJedaannya dalam

    Frnsa Nominal Bahasa Inggris

    Gunawan

    Widi

    yanto

    Temporalitas Modalitas Aspektualitas dan

    Aksionalitas

    Ka tubi

    Pedoman Penulisan Jumal Dmiah lINt UA

    \ u

    1-18

    19··33

    34-43

    44

      55

    56-69

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    5/77

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    6/77

    Ada dua

    hal

    yang muncul dal

    am

    terbitan volume

    TV

    nomor, I, Januari

    2005 ini : linguistik dan budaya. Tampak menarik jika membahas hal-hal

    tersebut karena disadari benar bahwa kehidupan manusia tidak akan terlepas

    dari keduanya.

    Lima artikel dalam jurmil kali

    ini

    berbubungan dengan kedua hal

    tersebut. Anikel pertama berjudul Keodala Budaya dalam Penerjemaban dan

    Strategi Pemecahannya Tajuk ini membahas hubungan antara bahasa dan

    budaya, kategori budaya, dan strategi mengatasinya dalam penerjemaban. Teon

    yang dipakai untuk menganalisis masalah tersebut berasal dari pemikiran

    Beekman dan Calow. Buku yang diambil sebagai contoh kajian adalah Burung

    Bunmg Manyar karya Y.B. Mangunwijaya.

    Kesulitan Pemakaian Aspek -   e fm Te Am dan Te Okll Mahasiswa

    Jurusan Bahasa Jepang STBA LlA Jakarta merupakan judul kedua. Pemakaian

    aspek-aspek tersebut dipandang menyutitkan bagi sebagian besar mahasiswa

    Jurusan Bahasa Jepang STBA LIA Jakarta, terutama jika peruakainnya

    bersamaan dengan kata kerja transiti dan intransitif yang mengikutinya. Hal ini

    disebabkan oleh ketumpangtindihan pemahaman kata ketja tersebut dan

    pemaknaan konteks kalimat secara }ceseluruhan berdasarkan kaidab dan budaya

    Jepang.

    Berikutnya adalah Konstelasi Wacana Mistisisme di Media Massa

    Indonesia: Sebuah Kajian Budaya . Telaaban ini bertitik tolak dan berlatar

    belakang kebudayaan serta mistisisme dalam budaya Indonesia . Tayangan

    mistis yang sering ditampilkan di TV sepertinya suguban sangat menarik untuk

    Jendela

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    7/77

    pemirsa. Bahkan, tayangan mistis t id ak lagi mendominasi pada jam-jam tayang

    malam atau hari-hari tertentu, tetapi merebak sampai jam-jam yang dianggap

    tidak sibuk. Hal in i dilakukan para penyaji siaran karena waktu yang selama ini

    jadi andalan tidak cukup untuk menampilkan berbagai tanyangan mistis lainnya.

    Teori X-berpaJang sebagi elaborasi dari teon tata bahasa strukur frasa

    meojadikan kerangka acuan dalam tulisan keempat yang berjudul Pelengkap

    dan Ajung: Perbedaannya da lam Frasa Nominal Bahasa

    n

    ggris . Untuk

    membedakan pelengkap dan ajung digunakan lima kriteria, yaitu (1) perangkat

    makna, (2) ketaksaan, (3) keberulangan, (4) ekstraposisi, dan (5) pengedepanan.

    Masalah kewaktuan merupakah judul penutup, Temporaiitas, Modalitas,

    Aspektualit

    as

    , dan Aksionalitas . Penempatan unsur kala be rdasarkan ciri

    semantis tersebut menurut tata bahasa jelas berbeda. Walaupun terdapat

    perbedaan, keempat konsep tersebut masih ada keterkaitannya.

    Agar diperoleh informasi secara komprehensif tentang kelima artikel

    tersebut,

    si

    lakan Anda pabami melalui

    NG

    U terbitan akhir tahun 2005

    ini

    Semoga berguna.

    Redaksi

    n

    lendcla

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    8/77

    KEND L BUDAYA D L M PENERJEM H N D N STR TEGI

    PEMEC H NNY

    Diana Kartika

    Fakultas Sas/ra, Universitas Bung Halta, Padang

    Abstrak

    TIdak dapat disangkal bahwa. ada hubungan yang erat antara bahasa dan budaya, baik

    hubungan koordinatif maupun subordinatif. Karena ilu, dalam bahasa terkandung beroagai

    kategori budaya. Hal itu menimbuLkall pcnnasaJahan dalam penerjemahan karena perbcdaan

    sistcm bahasa

    dan

    budaya dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Tulisan ini hauya

    mcmbahas kategori budaya yang sering menimbulkan masalah dalam penerjemahan dan

    strategi mengatasinya. Stratcgi \Ilama yang dibahas dalam tulisan ini bcranjak

    da i

    pemikir:lIl

    Beckman

    dan

    Calow. Contoh-contoh diambil dati buku

    Burung-Burung Manyar

    tulisan

    YB.

    Mangunwijaya yang diteljcmahkan kc dalam bahasa Jepang

    Arashi

    no Naka no

    Manyar

    Megumi

    Funachi

    Hasil anal isis menunjukkan bahwa. strategi yang dilawarkan Beekman

    dan

    Calow mcmang masih perIu dipadukan dcngan pemikiran palmr lain unluk mcnyclcsaikan

    sem  l

    3

    persoalan pcncarian padanan yang berkaitan dengan aspek kebudayaan.

    Kala kunci: kebudayaan, strategi,

    padanan

    Abstract

    There is a strong relationship between language and culture in coordinative or sub·

    ordinative way; therefore language contains many culture categories. This causes problems in

    translation since there is always a difference between language and culture system of the

    source language and

    of

    the largel language. This essay focuses only on the culture category

    that frequently yields problems in translalion along with the strategy to cope with

    it

    The main

    strategy discussed in this essay is based on the point

    of

    view ofBeekman nd Calow. Samples

    arc taken from Burung-Bunmg Alanyar , a novel

    by

    Y.

    B

    Mangunwijaya, which is translated

    info Aroshi no Naka no Manyar by Megumi Funachi.

    The

    resull

    of

    he analysis shows that

    Beekman and Calow s strategy should still be combined with other concepts ofother experts in

    order

    to

    solve all the problems offinding synonyms related

    to

    aJpects ofculture.

    culture, strategy, synonym.

    1

    endahuluan

    Bahasa merupakan sarana kita dalam berinteraksi sosial. Ketika

    digunakan dalam konteks komunikasi, babasa dikendalai oleh kebudayaan

    dalam cam yang sangat kompleks. Kata·kata yang diujarkan oleh seseorang

    K

    e nd.oI

    . Budaya da

    l . ,

    Pc:nerjenahan dan Stro1egi i'eme (Dioruo Kor1.ilal )

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    9/77

    mengacu kepada pengalaman umum yang ada dalam pikirannya. Kata-kata

    yang digunakan untuk mengungkapkan fakta, gagasan, atau peristiwa yang

    dapat dikomunLkasikan karena bahasa mengacu kepada cadangan pengetahuan

    tentang dunia yang sarna-sarna diketahui penutur-petutur. Kata-kata juga

    merefleksikan sikap, kepercayaan, dan sudut pandang penutur. Berkaitan

    dengan hal itu, Claire Krarnsch 2000: 3) menyatakan bahasa merupakan

    pengungkap realitas budaya.

    Akan tetapi anggota masyarakat atau kelornpok sosial tidak hanya

    mengungkapkan pengaJaman, tetapi juga menciptakan pengaiaman meiaiui

    bahasa. Bahasa memberi makna kepada pengalaman manusia melalui medium

    yang dipilih untuk berkomunikasi satu dengan yang lain, misalnya berbicara

    di

    te epon

    atau bersemuka, menulis surat atau mengirim surat elektronik e-mail),

    membaca surat kabar atau menginterpretasikan bagan. Cara-cara seseorang

    menggunakan ujaran lisan, tulisan , atau medium visual itu sendiri menciptakan

    makna yang dapat dipahami bagi keiompok mereka, misalnya melalui nada

    suara, intonasi, gaya percakapan, gestur, dan ekspresi rnuka. Melalui unsur

    verbal dan nonverbal itulah, menurut Kram

    sc

    h 2000: 3), bahasa mewujudkan

    realitas budaya.

    Bahasa sebagai sistem tanda tampak memiliki nilai budaya sendiri.

    Penutur mengidentifikasi mereka sendiri yang lain melalui pemakaian

    bahasanya. Mereka memandang bahasa sebagai simbol identitas sosial mereka.

    Larangan pemakaian bahasa seringkali dirasakan oleh penuturnya sebagai

    penolakan kelompok sosial mereka dan budaya mereka. Untuk itu, Kramsch

    2000: 3) menyebut bahasa menyimbolkan realitas budaya.

    Berdasar hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang

    erat antara bahasa dan budaya. Konteks budaya tersebut seringkali berkait erat

    dengan konteks sosial. Karena itu, tidak mengherankan jika hubungan antara

    2

    1- 18

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    10/77

    budaya dan bahasa itu tidak haoya dikaji dalam disiplin ilmu linguistik

    antropologi, tetapi juga dikaji dalam sosiolinguistik, yang juga menekankan

    kajiannya pada aspek sosial dari guyub tutur (speech community).

    Tidaklah berlebihan jika din

    ya

    takan bahwa bahasa merupakan cermin

    kebudayaan. Kata-kata atau ungkapan yang mewakili suatu konsep dari suatu

    bahasa tertentu sukar dicarikan padanannya yang identik dalam bahasa lain

    karena kata atau konsep itu menggambarkan perilaku masyarakat pemakainya.

    Ada makna tertentu di dalam suatu masyarakat tertentu tidak terdapat dalam

    masyarakat lain yang berbeda kebudayaannya. Dalam kebudayaan yang

    serumpun pun

    hal itt

    dapat terjadi.

    Melihat kenyataan seperti itu, tidak dapat disangkal lagi bahwa

    menerjemabkan bukan sekadar meogaliban bahasa yang satu ke bahasa lain.

    Hal

    itu berarti faktor kebudayaan harus turut diperhitungkan dalam tindak

    menerjemahkan. Babkan, dalam beberapa hal rasanya tidak mungkin terjadi

    tindak menerjemahkan karena perbedaan budaya yang sangat tajam.

    Contohnya ialah kata

    village

    tidak dapat diterjemahkan menjadi

    kampung,

    meskipun kedua kata itu dalam beberapa hal dapat dianggap sebagai

    terjemahan yang sepadan. Dalam

    Webster s New World Dictionary (1991:

    1488), Village

    berarti 1a)

    a group

    o

    houses in the country larger than a hamlet

    and smaller than a

    city

    or

    fown

    b)

    sllch a community incorporated as a

    municipality;

    c)

    the people

    oj

    a village, collectively; villagers;

    2)

    a group or

    cluster

    oj

    the habitations

    o

    animals or bird. Sementara itu, kata kampung

    dalam bahasa Indonesia berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia 1994: 438)

    berarti

    n

    kelompok rumah yang rnerupakan bagiao kota biasanya dihuni

    orang berpenghasiian rendah); 2 desa; dusun;

    n

    kesatuan administrasi

    terkecil yang menernpati wilayah tertentu, terletak di bawah kecamatan; 4a

    terbelakang belum modern); berkaitan dengan kebiasaan di kampung; kolot.

    Kend l. Budoya dll.. rn Ptneljemahan din

    SU

    o

    l.egi

    PemecAh .. nyo (OIa . 1(0,1"11"')

    3

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    11/77

    Berdasar konsep yang dijabarkan itu, tampak jauh sekah konsep kampung

    dengan

    village

    meskipun ada sebagian keci yang sarna, Akan letapi, tetap saja

    keduanya tidak akan sepadan penuh.

    Pada masa lalu masalah penerjemahan yang disebabkan oleh faktor

    kebudayaan memang kurang mendapat perhatian. E.

    A.

    Nida dalam Dell

    Hymes 1964: 90) menyatakan bahwa pengabaian faktor kebudayaan dalam

    pokok bahasan terjemahan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,

    penerjemahan yang dilakukan saat itu adalah penerjemahan di anlara bahasa-

    bahasa Indo-Eropa, yang kebudayaannya relalif homogen. Kedua,

    penerjemahan yang dilakukan kebanyakan dari sebuah bahasa yang mewakili

    kebudayaan yang sederhana ke bahasa yang mewakili kebudayaan yang

    kompleks. Ketiga., penerjemahan di masa lalu cenderung mengaburkan atau

    menghilangkan fitur-fitur kebudayaan yang terlibat dalam penerjemahan, dan

    kala-kata yang dibahas semata-mata ditinjau dari

    sudUl

    psikologi

    s,

    bukaonya

    dipahami sebagai unsur kcbudayaan sos ial. Keempat, perhatian yang diberikan

    cenderung lebih bcsar kepada faktor stilistika dan kesastraan sehingga ada

    kesan bahwa penerjemaban pada dasarnya adalah seni, bukan ilmu.

    Akan tetapi kini aspek budaya dalam terjemaban menjadi sesuatu hal

    yang justru menarik perhatian orang yang berkecimpung dalarn dunia

    penerjemaban. Hal itu tampak dalam tulisan. Basil Hatim 200 I: 18) yang

    menyatakan bahwa berdasarkan teori sosiolinguistik terjemahan karya pakar

    berkebangsaan Amerika dan penerjemah InjiJ, Eugene Nida, menyatakan ada

    aspek lain dalam studi penerjemahan. Nida menekankan hubungan antara

    bahasa, budaya, dan masyarakat. 1a

    pun membahas pemanfaatan analisis

    linguistik untuk studi penerjemahan. Hal itu berarti bahwa dalam studi

    penerjemaban yang selama ini terfokus pada makna dan struktur linguistik

    4

    LfNCNAVoI.4No.l.Jorruoci200S J U

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    12/77

    perlu diperlebar wilayah jaogkauannya melalui analisis vanasl faktor

    kontekstual, termasuk aspek budaya.

    Jadi setiap bahasa menggambarkan sebuah peradaban dan untuk

    memahami suatu bahasa secara menyeluruh berarti kita barus memahami pula

    kebudayaan masyarakat penutur bahasa tersebut. Jika

    hal

    itu dikaitkan dengan

    masalah penerjemahan, dapat dinyatakan bahwa masa

    Jab

    penerjemahan

    muncul tidak hanya antarbahasa, tetapi juga disebabkan konsep penerjemahan

    kegiatan antarbudaya. Berdasar

    hal

    itu, sangat nyata bahwa aspek kebudayaan

    dalam terjemahan menarik untuk dibahas karena aspek budaya temyata

    menjadi salah satu kendala dalam penerjemahan di sam ping kendala karena

    perbedaan sistem bahasa.

    Masalah yang dibahas dalam tulisan

    ini

    dapat dirumuskan dalam bentuk

    pertanyaan sebagai berikut. Pertama, bidang kebudayaan apakab yang

    seringkal i menyulitkan penerjemab dalam mencari padanannya? Kedua,

    bagaimana altematif yang mungkin dapat di lakukan penerjemah dalam

    menghadapi teks yang mengandung berbagai aspek budaya agar mendapatkan

    padanan yang tepat? Hal itu perlu dibahas karena masalah yang

    sui

    it bagi

    penerjemah ialah menemukan padanan leksikal untuk berbagai kategori budaya

    sumber yang tidak dikenal dalam budaya bahasa sasaran.

    Contoh-contoh dalam tulisan

    ini

    diambil dari buku Burung Bunmg

    Manyar

    yang selanjutnya disingkat

    B8M

    , yang ditulis oleh YB.

    Mangunwijaya dan terjemahannya dalam bahasa Jepang

    Arashi no Naka no

    Manyar

    yang selanjutnya disingkat ANM) oleh Megumi Funacru. Karena it

    u

    dalam tuli san ini contoh-contoh dalam bahasa Indonesia dianggap sebagai

    bahasa sumber selanjutnya disingkat Bsu) dan terjemahannya dalam bahasa

    Jepang disebut bahasa sasaran selanjutnya disingkat Bsa).

    5

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    13/77

    2. Sekilas te  tang K tegori Budaya

    Nida 1969: 91) menyatakan adanya lima bidang yang seringkali sukar

    ditemukan padanannya dalam penerjemahan. KeJ ima bidang itu

    ia

    lah I)

    ekologi, 2) kebudayaan material, 3) kebudayaan sosial, 4) agama atau

    bu

    daya religius, dan 5) bahasa. Hal yang berbeda dikemukakan Newmark,

    meskipun dia mengakui bahwa pendapatnya mengadaptasi pemikiran Nida

    dalam pengategorian budaya. Newmark 1988: 95) menyatakan babwa ada

    lima kategori budaya yang menjadi kendala dalam penerjemahan sebuah teks,

    yaitu ekologi, 2) budaya material artefak), yang mencakupi a) makanan,

    b) pakaian, c) perumahan dan perkotaan, dan d) transportasi, 3) budaya

    sosial, 4) organisasi, adat istiadat, aktiv

    it

    as , konsep, yang mencakupi a)

    politik dan administrati f, b) religius, c) artistik, dan 5) gestur dan keb iasaan.

    Masing-masing kategori budaya itu dapat dibahas secara singkat sebagai

    berikut.

    Keragaman ekologis dari sualu daerah ke daerah lain dianggap masalah

    dalam menerjemahkan karena penerjemah harus mencari padanan ya ng

    memiliki fitur-fitur ekologis yang sarna. Perbedaan ekologis menuntut banyak

    penyesuaian , tetapi seringkali padanan yang dianggap sudah tepal itu tidak

    memi liki ciri-ciri semantis yang bellar-be

    ll

    ar sarna. Jika suatu daerah tidak

    memiliki ciri topografis tertentu, penerjemab su lit menemukan padanan

    yang sesuai dengan ciri topografis daerah lain Misalnya, masyarakat

    di

    daerab

    tropis seringkali su lit memahami makna kata

    esert

    padang pasir). Nida

    menunjukkan bahwa ciri ekologis tenentu seperti mUSlm dan bukit dengan

    berbagai ukuran mungkin tidak dapat dipabami secara denotatif maupun

    figuratif daJ

    am

    penerjemahan. N

    am

    un kini teJevisi tUfUt memaink an peranan

    penting dalam penyebaran h

    al

    seperti itu

    di

    se luruh penju

    ru

    dunia. Dengan

    menonton televisi, seseorang dapat mengenal berbagai ciri ekologis da

    ri

    6

    I- IS

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    14/77

    berbagai penJuru dunia, yang mungkin tidak akan pernah dilihatnya secara

    langsung.

    Masalah penerjemahan yang berkaitan dengan kebudayaan material

    seringkaJi dianggap lebih rumit dibandingkao dengan penerjemahan yang

    berkaitan dengan cifi ekologis. Kebudayaao material dapat ditemukan dalam

    semua kebudayaao. Kebudayaan material bersifat konkret karena berupa semua

    hasil fis

    ik

    dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam

    masyarakat dan berupa benda-benda yang dapat difaba, dilihat, dan difoto

    Koentjaraningrat 1986: 188). Berbeda dengan Newmark, yang memennci

    kebudayaan material ke daJam empat golongan yang lebili kecil ,

    Koentjaraningrat 1986: 343) mengemukakan adanya delapan unsur

    kebudayaan fisik material) yang universal , yakni

    (I) alat-alat produktif, yaitu alat-alat untuk mengerjakan suatu pekerjaan,

    mulai dari alat-alat sederhana seperti alal-alat yang terbuat dari batu

    sampai aJat-alat yang kompleks seperti alat untuk menenun;

    2) senjata, yaitu alat yang dapat dipakai menurut fungsi dan lapangao

    pemakaiannya, misalnya, senjata tusuk, senjata lempar, senjata

    penolak, senjata untuk berburu, dan senjata untuk berkelahi dan

    berperang;

    3) wadah, yaitu alat atau terupat untuk menimbun, memuat, dan

    menyimpan barang;

    4) alal-alat menyalakan api ;

    5) makanan, yaitu yang dapal dipandang dari segi tujuan konsumsinya,

    yakni makanan food), minuman beverages), bumbu-bumbuao

    spices),

    dan bahan-baban yang dipakai untuk kenikmatan saja

    stimulants),

    dari segi bahan mentah dan dari segi tekoologi

    pengolahan

    daD penyajiannya;

    Kend

    al

    . Buday. dal . mPalerjemah.n dan

    StcOltgi

    PerMCah nn

    y

    (D lono Kartlka)

    7

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    15/77

    (6) pakaian dan perhiasan, yaitu yang dapat digolongkan dari segi fungsi

    dan pemakaiannya, misalnya sebagai alat untuk menahan pengarub

    alam dan pakaian sebagai perhiasan badan;

    (7) tempat perlindungrul dan peru mahan, yaitu yang dapat d

    ip

    andang dari

    segi bahan baku, teknologi pembuatan, dan dari segi pemakaiannya;

    (8) transportasi, yaitu dari yang paling sederhana, seperti kereta

    yang ditarik oleh kuda sampai yang paling canggih seperti pesawat

    ulang-alik, yang dapat dipandang dari segi jenis dan bentuknya.

    Kebudayaan material diungkapkan dengan unsur leksikal bahasa yang

    berkategori nomina, yang secara semantis masuk ke dalam kategori seman tis

    tidak bemyawa dan mengacu kepada sebagai hasil fisik dari

    aktivitas, perbuatan, dan karya manusia, yang dibutuhkan dan diberi nama oleh

    pemilik kebudayaannya. Karena itu, kebudayaan material, baik dalam bahasa

    Indonesia maupun dalam bahasa Jepang, diungkapkan dalam unsur leksikal

    atau kata, yang dapat menyampaikan informasi secara faktual melalui rujukan

    ke

    benda tak bemyawa.

    Dalam mempertimbangkan kebudayaan sosial, harus dibedakan antara

    masalah denotatif dan konotatif dari penerjemahan. Hal itu mengingat ada

    banyak konsep pekerjaan yang dapat menunjukkan konotasi kelas sosial. Pada

    kebudayaan sosial berupa kesenangan, banyak aktivitas permainan yang tidak

    ditemukan dalam budaya

    lain

    Kompleksitas organisasi merupakan masalah yang senng barns kita

    hadapi dalam menerjemahkan. Kehidupan sosi

    al

    dan politik dari sebuah

    negara direfleksikan dalam istilah institusionainya, misalnya berkaitan dengan

    penamaan kepala negara, nama parJcmen, kabinet, nama kementerian, dan

    sebagainya.

    Di

    samping itu , ada pula istilah historis, istiJah internasional,

    istilah reUgius, dan istilab artistik yang harus dipertimbangkan betul-betul

    8

    WJCjU Vol

    . 4 No I, Janu ; 2005

    18

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    16/77

    dalam penerjemahan. Oalam hal religius, misalnya, istilah-istilah yang

    digunakan untuk mengacu kepada masalah ketuhanan kerap menimbulkan

    kesulitan karena istilah-istilah tersebut memiliki konotasi yang berbeda dalam

    masyarakat.

    Untuk gestur dan kebiasaan, ada pembedaan antara deskripsi dan fungsi

    yang dapat membuat terjadinya salah komunikasi karena adanya pe rbedaan

    dari satu budaya ke budaya lai

    n.

    Misalnya memberi acungan jempol menandai

    hal yang bagus; mencium jari-jari telapak

    Langan

    menandai penghormatan;

    tersenyum kecil ketika ada yang meninggal; semua itu dapat terjadi dalam

    beberapa budaya, tetapi tidak dalam budaya lain.

    3. Strategi untu

    Mengalas

    i

    Kenda

    la Budaya

    Untuk mengatasi kendala penerjemahan akibat kendala budaya, ada

    beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh para penerjemah berdasar

    pendapat para pakar penerjemahan.

    Menu

    ru

    t Nida (1964: 109), gejala lain daJam padanan unsur leksikal,

    di

    antaranya unsur kebudayaan, adalah dengan pemadanan berkonteks contextual

    conditioning) dan pemadanan bercatatan. Pemadanan berkonteks adalah

    penempatan informasi dalam konteks agar maknanya jelas bagi penerima

    informasi. Dalarn penerjemahan penting juga diperhatikan prinsip komunikasi

    bahwa semakin kaya konteks suatu berita (yang berupa kalimat), semakin

    kecil kemungkinan salah informasi. Contohnya ialah keju camembert sebagai

    padanan

    camembert.

    Oi sini kata

    keju

    merupakan tambahan penjelasan yang

    tidak ada dalam Tsu. Contoh dalarn terjemahan Indonesia-Jepang adalah:

    Sekali Jagi

    dua penggoreng Onde-Onde

    itu tertawa terkikik-kikik. 88M

    2001: 15  .

    Futari no Onde-Onde age gashi syokunin wa

    mata

    Kendala

    Bud.y.

    dolam P .... jenuhon don

    Str.t.gi

    Pomo.,.honny K. rtlltJo )

    9

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    17/77

      uaorang onde-onde goreng kue tukang o sekal i la

    gi

    ketatamashiku waratta. ANM 23).

    terkikik-kikik

    tertawa

    Keterangan:

    age

    gereng),

    gashi

    kue),

    3yokunin

    tukang)

    Karena orang Jepang tidak akan tahu bahwa

    onde-onde

    adalah sejenis kue

    sehingga penerjemah menambahkan katagashi artinya kue).

    Sementara itu, pemadanan bercatatan berlaku, misalnya, dalam

    penerjemahan kata atau ungkapan yang padanan leksikalnya sarna sekali tidak

    ada dalam Bsa seperti kata-kata kebudayaan. Pemadanan bercatatan dapat

    dilakukan dengan memberi catatan kaki atau catatan akbir. Dengan demikian,

    pada pemadanan bercatatan

    ini

    penerj emah mengambil langsung kata asmg

    dengan tambahan keterangan dalam bentuk catatan. Contehnya ialah

    Raden Mas Sinyo mau

    ,pekuk

    eoak? BBM

    2001

    : 7)

    Kata

    spekuk

    pada kalimat tersebut diterjemahkan dalam teks tetap kata

    spekuk,

    tetapi diberi catatan akhir, yaitu

    b unlllkuhen

    no

    you

    ni sou wo

    k s nele

    y if

    kasi. Kue lapis

    1 mo

    ill, yang artinya seperti baul11ukuhen nama kue Jepang)

    yang berlapis-lapis dan bertingkat-tingkat. Kue itu dipanggang dan disebutjuga

    \rue lapis.

    Menurut Beekman dan Callow 1974: \91--211), ada tiga alternatif

    dasar yang dapat dipilih penerjemah untuk .menemukan ungkapan sepadan

    dalam Bsa, ya itu 1) padanan dengan memodifikasi kata generik dengan frasa

    deskriptif, 2) padanan dengan memodifikasi kata asing, dan 3) padanan

    dengan pengganti kebudayaan.

    Oi

    samprng itu, ada satu strategi lagi yang

    dapat digunakan untuk mengatasi kendaJa budaya dalam penerjemahan, yaitu

    memparafrasakan kata budaya itu. Keempat strategi utama tersebut dapat

    diuraikan dengan contoh-contoh sebagai berikut.

    10

    LtNC;lIli VoL4 No. I, /an\l n 2005 I_ IS

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    18/77

    1 Pa

    danan den

    ga

    n

    memodifikas

    i ka ta gen

    erik

    Padanan dengan memodifLkasi kata generik ini dapat dilakukan dengall

    berbagai cara, yakni memodifLkasi kata generik dengan membuat eksplisit

    bentuknya, memodifikasi kata generik dengan membuat eksplisit fuogsinya,

    memodifikasi kata generik deogan membuat eksplisit bentuk dan fungsinya,

    dan memodiftkasi kata generik dengan perbandingan.

    a Modifikasi kata generik dengan membuat eksplisit bentuknya

    (1) bidang benda-benda basil kebudayaan

    Contohnya adalah

    ... tolong semprong itu,

    yu

    . (BBM 2001:1 1)

    sono

    hi huki

    dake totte okuonasai. (ANM: \8)

    itu apl tiup bambu ambiJ tolong

    Kata

    semprong

    yang dalam KBB I (1994: 908) bermakna I)

    fabullg

    kaca pelll/tup nyala lampu; corong lampu; (2) salung api; (3) salung

    asap; (4) teropong atau keker. Pada konteks di atas, semprong

    bermakna 'salung api' dan diterjemahkan menjadi hibukidake yang

    menekankan bentuknya, yaitu bambu untllk menyalakan api.

    (2) bidang seni

    Contohnya adaJ

    ah

    Tak mengira burung-burung sehitam itu bisa begitu luwes seperti

    penari serimpi kalau sedang kiprah dan membuat gerak terbang

    melingkar .(BBM 2001 :20)

    kururi kururi to Surimubi no odori ko no you n

    berputar - putar 0 Surimubin 0 tari anak 0 seperti 0

    sinayaka na ugoki de wa wo egaite tobu

    Ker.dtJ. Bud.yo d.lom Pone.jemohAndln Stralegi (Dian. Kartllao)

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    19/77

    12

    lincah 0 gerakan 0 lingkaran 0 memggambarkan terbang

    towa maa.   (ANM 29)

    o

    0

    Kata

    kiprah

    daJam bidang seni tari pada contoh

    di

    atas, yang

    diterjemahkan menjadi sinayaka na ugoki de wa wo egaite tobu

    Terjemahannya dalam bahasa Jepang menekankan bentuk gerakan yang

    lincah berputar-putar, yakni wa wo egai/e.

    (3) bidafig tata boga

    Contohnya ialah pada kalimat

    Dan takir itu di.isilah oleh Mbok Naya'barang seperempat gengam biji

    wijen, yang seharusnya digunakan uotuk melapis

    onde onde ceplus

    yang sedang mereka goreng .(BBM 2001 :20)

    Naya oba wa lma

    ageteiru kashi

    O

    Naya tante 0 sekarang sedang digoren g kue 0

    mabusu tame no goma wo, (ANM 17)

    tabur untuk 0 wlJen o

    Pada contoh itu,

    onde onde cep/os

    dipertegas dalam terjemahannya

    dengan mengeksplisitkan bentuk

    dan

    asal bahannya, yakni

    kashi

    i

    mabusu tame no goma ( rue

    yang ditaburi wijen

    di

    atasnya),

    b.

    Modiftkasi kata generik dengan membuat eksplisit fungsinya

    Contohnya iaJah terjemahan kalimat :

    UNQUA vol 4 No , 1, /1ZI\Wl2 00S 1- 18

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    20/77

    "Betapa sangat paham be

     

    au

    tentangprimbon-primbon

    Jawa dan segala

    jenis ilmu klenik (BBM 200 1: 7)

    Ano kata w nante yoku Jawa ggyomi no uranai

    itu orang 0 alangkah sangat Jawa kalender 0 ramal an

    wo gozonji darou. (ANM: 13)

    o tahu akan

    Pada terjemahan itu tampak bahwa penerjemah menjelaskan fungsi

    primbon atau kalender Jawa untuk meramal.

    c.

    Modifikasi kata generik dengan membuat ekspLis it bentuk dan

    fungsinya

    Contohnya ialah penerjemahan kalimat

    "Sikap wakil Mahkota, Dr. Beel, begitu kaku seperti baldak klompen

    negerinya, bahkan kasar sebenarnya, tak sopan".(BBM 2001: 92)

    Jlyou dairi no dokutul bini no laido no kyoukou sa

    wa

    kare no bokoku

    no sabo no youda.

    (ANM: 116)

    sabo= scpatu buatan kayu

    Pacta terjemahan kata baldak, penerjemah membuat eksplisit bentuk

    kata

    bakiak dan

    fungsinya, yaitu sepatu buatan dari kayu.

    d. Modifikasi kata generik dengan perbandingan

    "Tak bisa lain selain menangis Atik ketika itu, dan kue cu cur ... BBM

    2001: 18)

    " .. ohasan

    no

    amai okashi mo,

    tante 0

    malU

    s kue Juga

    Ker.dolo Bodoya dol PMetjemlb.n din

    rltegi

    D Iona K..-tika)

    13

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    21/77

    mitu mame f ll lapioka mo , . .. (ANM: 27)

    roadu

    kaeang

    ala

    tapioka juga

    Pada penerjemahan itu , tampak bahwa

    kue cucur

    diterjemahkan dengan

    perbandingan, yakni tapioka ala kaeang madu mitu m me f ll

    tapioka).

    Pemilihan empat pemodifikasian itu dalam penerjemahan sangat

    bergantung pada cara kata yang

    bendak.

    diterjemahkan dipakai dalam Tsu.

    Artinya, jika aspek bentuk merupakan unsur yang sangat dipentingkan dalam

    makna asalnya, maka unsur bentuk harus dimasukkan dalam terjemabannya.

    Sementara itu, jika unsur fungsi yang merupakan unsur yang dipentingkan

    dalam Tsu, maka unsur fungsi harus diperhitungkan penerjemah dengan

    memasukkan ke dalam modifikasi.

    Jika penerjemah memiJih strategi modifikasi dalam penerjemahan,

    diharapkan modifikasi tidak berlebihan atau terlalu panjang sehingga justru

    sulit dipahami pembaca dalam Bsa. Pemodifikasian yang terlalu rumit dapat

    menjadikan teks Bsa menjadi lebih sulit dipahami . Hal

    tu

    bertentangan dengan

    maksud semula dari pemodofikasian, yakni membantu pembaca memahami

    teks sumber.

    2

    adanan

    dengan memodifikasi

    kata

    asing

    Harus dibedakan kata asing dan kata pinjaman. Kata asing mengaeu

    kepada kata yang berasal dari bahasa lain dan tidak dikenal oleh kebanyakan

    penutur Bsa. Sementara itu, kata pinjaman lazirnnya sudah dikenal oleh

    penutur dalam Bsa meskipun kata tersebut juga dipinjam dari bahasa asing.

    14

    LINf tJ

    V

    ol

    4 No 1,lonuan200} 1

     

    8

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    22/77

    Jika penerjemah menggunakan strategi

    ml,

    perlu dipahami oleb

    penerjemah bahwa untuk membantu pembaca

    (a) kata asing harns ditambah dengan suatu penggolong classifier) yang

    menjelaskan apakah kata tersebut merupakan nama orang, kota, negara,

    atau sungai. Contohnya ialah kata

    Chigira

    diterjemahkan menjadi

    orang

    y ng

    bernama Chigira;

    (b) kata asing dapat dimodifikasi seperti diterapkan untuk kata generik,

    yaitu dengan modiftkasi yang mengkhususkan bentuk dan fungsi atau

    keduanya.

    Contohnya ialah kata

    sarong

    yang tidak ada dalam bahasa Jepang.

    Karena itu, diperlukan penjelasan lagi setelah kata itu

    di

    sehutkan dalam

    Bsa. Kata

    sarung, mi

    salnya, diterjemahkan menjadi

    oinori no tame ni t likoli sarullg toiu nuno

    sembayang 0 uotuk 0 memakai Sarung disebut kain

    Pada terjemahannya itu tampak bahwa kata

    sarung

    diterjemabkan menjadi

    sarung dan dijelaskan fungsinya, yaitu kain uotuk sembahyang.

    3. Padanan dengan pengganti kebudayaan

    Ada unsur leksikal kebudayaan yang tidak dapat diterjemahkan dengan

    kedua strategi di atas.

    Un

    sur leksikal yang masuk kelompok

    iui

    harus diberi

    padanan kata yang tidak sarna persi s tetapi ada dalam bahasa sasaran. Rujukan

    ke dunia nyata dari kebudayaan bahasa sasaran menggantikan rujukan yang

    terdapat dalam bahasa sumber. Contohnya ialah

    Kend.

    l

    Buday. d.

    lun

    Penetjemohon on Strltegi Pemecohonnya (D' 

    '

    KlrtJkJo)

    15

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    23/77

      Dan pernah sesudah menang eurang gobag sodor la memaksakan

    hadiah ciuman (BBM 200 I : 23).

    Ttsudattaka kare wa .lin

    fori

    oni

    Dulu dia (Iaki-laki) 0 teritori ambil hantu

    de gornakasite katta ato, houbi toshite

    o berbuat curang menang setelah hadiah sebagai

    kisu

    wo

    kyosei shita. (ANM : 32)

    elUman 0 pemakusaan melakukan

    Gobag sodor

    diterjemahkan rnenjadi

    l n tori oni

    yakni perrnaman

    perebutan wilayah. Padahal, gobag sodor adalah permainan lari dan

    menyusup yang terkenal bagi anak-anak Ja

    wa

    dan t

    id

    ak sarna dengan

    Jin tori oni.

    4.

    Padan m dengan parafra

    s

    Ada unsur leksikal Tsu yang secara semant.is dapat dikatakan sebagai

    unsur leksikal yang kompleks. Untuk mempertahankan maknanya daJam Tsa,

    padanannya dapat dieari dengan menguraikan komponen makna kata itu dalam

    bentuk frasa. Contohnya ialah

    o

    long biting itu. (2001: I I  .

    Take higo de tomete okure na.

    Bambu kecil 0 menyemat tolong 0

    16 U/J4UA Vol . 4

    No

    . I,Januar:i2005 1_

    18

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    24/77

    Pada contoh tersebut, kata

    biting

    diterjemahkan dengan diparafrasa,

    yaitu bambu yang dipotong d

    an

    dibelab kecil kecil untuk menyemat

    dauD atau pembungirus.

    Sebenarnya, ada banyak strategi yang biasa digunakan oleh penerjemah

    dalam menghadapi kendala budaya seperti yang dikemukakan oleh Larson

    I984) dan Baker I992). Akan tetapi, karena pendapat kedua pakar tersebut

    merupakan bentuk pengembangan dari pendapat Beekman dan Callow,

    pendapat Larson dan Baker tidak dipaparkan di sini. Namun pendapat Larson

    dan Baker juga sangat perlu dipahami oleh para penerjemah karena strategi

    yang mereka kembangkan sangat rinei.

    3. enlltup

    Banyak strategi yang dapat dipilih oleh penerjemah dalam

    menerjemahkan teks yang sangat berkaitan dengan aspek budaya. Akan tetapi

    perlu dipahami bahwa penerjemahan unsur leksikal kebudayaan

    ti

    dak banyak

    bergantung pada konteks situasional dan ling

    ui stik, tetapi lebih banyak

    bergantung pada pembaca sasaran pakar, berpendidikan, dan

    ti

    dak tabu

    ioformasi) dan latar kontekstual pembaca sasaran

    itu

    Newmark 1988: 102).

    Berdasar

    hal

    itu, betapa pentingnya penerjemah memahami konsep audience

    design

    yakni menetapkan dan merancang siapa calon pembaca terjemahan kita

    dan apa tujuan kita menerjemabk

    an

    teks yang bersangkutan. Dengan

    memahami konsep

    audience design

    penerjemah dapat memilih padanan yang

    tepat.

    Kendlla 8udayAdlIam Pcnerjcmahandan

    Slrategi

    Dlon. rtlb)

    17

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    25/77

    D FT R

    PUST K

    Baker, Mona. 1992. In Others Words: A Coursebook on Translation. London:

    Routledge.

    Beekman,

    1

    John Callow. 1974. Translating

    the

    Word oj God USA:

    Zonderfan Publishing House .

    Hatim, Basil. 2001.

    Teaching

    nd

    Researching Translation.

    Harlow: Pearson

    Education Ltd.

    Koentjaraningrat. 1986. Pellgantar

    mu

    Anfropologi Edisi Keenam. Jakarta:

    Aksara B

    aru

    .

    Kramsch, Claire. 2000. Language and Culture. Oxford: Oxford University

    Press.

    Krech, David, Richard S. Crutchfield, dan Wgerton L. Ballachey_ 1962.

    Individual in Society.

    Tokyo: McGraw-Hili Kogakusha.

    Larson, L.M. 1984. Meaning Based Trans/alion: A Guide to Cross Language

    Equivalenc

    e

    New York: University Press

    of

    America.

    Newmark, Peter. 1988.A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall.

    Nida, E.A Charles R. Taber 1969. Th e

    Th

    eory nd Practice of Translation.

    Leiden: E 1

    .

    Brill.

    Nida, E.A. 1964 Linguistic and Etnology Translation Problems  . Dalam

    Dell Hymes (Ed.).

    Language nd Culture in Society: A Reader on

    Linguistics ndAnthropology.

    New York: Harper

    Row.

    Simatupang, Maurits D.

    S

    2000. Pengantar Teor; Terjemahan. Jakarta: Dirjen

    Dikti.

    18 UNQUA VoJ

    . 4No.l. lanuui20051 - 18

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    26/77

    KESULITAN PEMAKAIAN ASPEK

    TE

    fRU --TE ARU

    DAN TE OKU

    MAHASISWA

    JURUSAN BAHASA JEPANG STBA

    LIA JAKARTA

    Tatat Haryati

    StatPengajarSekolah Tinggi Bahasa Asing LlA Jakarta

    Abstrak

    Aspek te iru, te aru dan te oku mcrupakan aspek bahasa Jepang yang sulit

    diterapkan ol

    ch

    para mahasiswa STBA LIA. Kesulitan ilu muncul bersamaan dengan

    pemahaman kala kerja inlransilif dan transitif yang mengikutinya. Untuk mengetahui jenis

    kesulitan dan kesalahan pcmakaiannya disebarkan angke pada mahasiswa program strata

    sa lu

    dan diploma liga mulai daTi semester tiga sampai semester tujuh sebanyak liga puluh orang.

    Sebagai hasilnya, mahasiswa mengalami kesuiilan dalam menempatkan aspek lersebul sceara

    tepat dalam sebuah kalimal. Hal ini disebabkan olch bcbcrapa hal seperti ketumpangtindihan

    pemahaman kata kerja intransitif dan transitif sehingga salah memasangkan aspek-aspek

    tersebul. Selain ilU para mahasiswa kurang memahami konteks kalimal berdasarkan kaidah

    bahasa dan budaya lepang. Kesulitan berikutnya berasal d

    ari

    kesalahan memaknai konteks

    kalimat secara keseluruhan.

    Kala kunci: aspek, -te iru, -te aru, te oku, transitif, intransitif

    Abstract

    The aspects ofJapanese Language are difficult to be applied by STBA

    UA

    students are -te iru

    and te aru. The difficulties emerge along with the understanding

    of

    intransitive and transitive

    verbs to which they follow. To fmd out the kinds ofstudents' difficulties and the error usage of

    those aspects, questionaires have been spread to 30 sl/ldents of SI and D3 program. The

    method used

    is

    descriptive analysis. Tile result shows, students had difficulties

    in

    approprialely

    placing the aspects

    in

    a sentence. These are caused by several things, such as overlapping of

    understanding

    th

    e transitive and intransitive verbs so that they really could not match the

    aspects

    te

    iru

    WId te

    aru. Besides, the students did not really understand the COntext of the

    sentence based on the language structure and Japanese culture. The next dificulties come from

    the error analysis in translating context

    of

    the sentence as a whole.

    Kata kunci: aspect, -te iru,

    -Ie

    aru, te oku, transitive, intransitive

    1 1

    endahuluan

    Aspek

    Ie iru

    dan

    Ie aru

    dalam bahasa Jepang adaJah salah sa

    tu

    aspek

    yang digunakan untuk menunjukkan keadaan. Pemakaian aspek te

    iru

    dan Ie

    aru oleh pembelajar bahasa Jepang, khususnya mahasiswa di Jurusan Bahasa

    Jepang STBA LlA, merupakan hal yang mudah diingat, tetapi sulit diterapkan

    dalam percakapan sehari-hari sehingga jarang terdcngar mahasiswa lingkat

    K.sulitan

    j,...,

    - Ie ru. dan

    .

      1: Mah swI Jurusan Sahsa Jepang SllJA LIA J kar1a

    (Tala H.ol'} ati)

    19

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    27/77

    menengah atau ianjutan, apalagi tingkat pemula, yang menggunakan aspek

    tersebut. Kalaupun ada beberapa mahasiswa yang menggunakan aspek

    tersebut, pemakaiannya terbaiik sehingga arti yang dihasilkan dari kalimat

    tersebut menjadi terbalik atau aneh.

    Kendala yang dihadapi mahasiswa tersebut seringkali terbawa terus

    sampaJ ke tingkat menengah dan ianjutan waiaupun pengenalan aspek ini

    sudah diberikan

    di

    tingkat dasar. Beberapa mahasiswa dianggap memahami

    pemakaian aspek Ie irll -Ie arll dan - Ie oku tetapi mengalami kendala dalam

    penerapannya. Kesulitan tersebut bertambah pada saat harus berhadapan

    dengan jenis kata kerja yang mengikutinya. Akibatnya, para mahasiswa enggan

    menggunakan ketiga aspek tersebut dan merasa lebih aman menggunakan

    ungkapan lain yang sepadan untuk menunjukkan makna yang sedikit mirip.

    1.2 Tujuan Penelitian

    Penelitian

    Jnl

    bertujuan untuk mencan kendala dan sebab

    permasaiahan yang dihadapi mahasiswa dalam menggunakan aspek yang

    menunnjukkan kondisi dan persiapan. Diharapkan setelah mengetahui sebab-

    sebab permasalahan tersebut berikut kendala-kendalanya, para pengajar,

    khususnya pengajar di tingkat dasar

    dan

    menengah, dapat mempersiapkan diri

    untuk menyeiesaikan kesulitan dan permasalahan yang dibadapi mahasiswa

    sehingga tingkat kesalahan mahasiswa dapat diminimalisasi.

    1.3

    Metode Pene

    l

    it

    i

    an

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mctode deskriptif

    analitis, yang ditempuh melalui tahap pengumpulan, klasiftkasi, dan anal isis

    data berupa angket yang berisikan kesalahan pemakaian aspek - Ie iru -Ie aru

    dan Ie oku. Penggunaan metode deskripsi analisis dimaksudkan untuk

    20

    LINGU Vol. 4 No. L

    Ja l\lari

    200$ 19 33

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    28/77

    mengetahui pemakaian ketiga aspek tersebut sebagai tolok ukur tingkat

    pemabaman mahasiswa.

    Lembar soal yang terdiri atas sepuluh rumpang kalimat pertanyaan

    dibagikan pada beberapa mahasiswa. Pemilihan rumpang kalimat didasarkan

    pada rata-rata kesalahan mahasiswa dalam percakapan sehari-hari dan

    anggapan beberapa pengajar keterampilan berbahasa. Data yang terkumpul

    diolah dengan cara mengklasifikasikan has il isian mahasiswa pada beberapa

    kelompok kesalahan. Berdasarkan kelompok kesalahan tersebut ditarik

    beberapa kemungkinan kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memahami

    ketiga aspek tersebut sehingga menimbulkan kesalahan pemakaian.

    Paparan beberapa kesalahan dan kemungkinan-kemungkinan kesulitan

    yang dialami mahasiswa dalam penelitian ini bersifat sementara dan sederhana.

    Pemecahan terhadap kendala yang dihadapi mahasiswa dan kunei jawaban dari

    semua permasalahan kebahasaan yang muneul terkait dengan berbagai aspek

    lainnya dalam bahasa Jepang sehingga memerlukan penelitian yang lebih

    lanjut.

    2.0

    ngumpulan ata

    Data terkumpulkan melalui pembagian angket pada mahasiswa

    program strata satu dan diploma tiga

    mu

    lai semester tiga. Pemelihan tersebut

    karena pembelajaran aspek - te iru Ie aru dan Ie oku mulai didapatkan

    mahasiswa pada semester tiga. Berdasarkan kedua program itu didapat tiga

    puluh mahasiswa yang mewakili enam kel

    as

    Para mahasiswa diberi angket

    berupa sepuluh rumpang kalimat yang mengandung ketiga aspek di atas.

    Angket yang telah teri

    si

    dianalisis untuk dikelompokkan pada beberapa

    kesalahan yang dilakukan mahasiswa. Kesalahan-kesalahan tersebut

    K ..

    u

    li

    t ...

    PemtJ:ai

    . ·· to

    QI t d ... _

    ' otv

    Mahos[swa 1uru...

    B.hosalcpana

    smA LIA Jilkort.

    (To tat Hoty>lll)

    2 1

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    29/77

    diklasifikasikan lagi menjadi beberapa kemungkinan kesulitan yang dihadapi

    mabasiswa.

    3.0 Kerangka Teori

    3

     1

    un

    gsi dan Pemakaian

    As

    pek

    te

    iru dan Ie aru dalam Bahasa

    Jep

    an

    g

    Dalam huku Minna no Nihongo, buku teks tata bahasa pegangan

    mahasiswa dan pengajar, kesejajaran makna aspek

    Ie

    iru dan Ie

    m

    secara

    garis besar adalab sebagai berikut.

    22

    I .

    Ie

    iru

    Fungsi dan pemakaian aspek

    Ie im

    dalam kalimat adalah untuk

    menunjukkan

    a. DOllsa no keizokll keberJangsungan suatu perbuatan)

    omah : He

    ya

    ni tegami 0 kaite iru

    Menulis sural

    di

    kamar.)

    Shacho

    wa

    kaigishilsu de Matsumoto san to hanashite im.

    Bapak Direktur sedang berbicara dengan Tuan Matsumoto

    di ruang rapat.)

    b. Kekka no olllai, Zanzan kondisi saat

    in

    i merupakan hasil dari suatu

    perbuatan atau kejadian di

    waktu

    Cantoh: Mado ga aile im. JeodeJa terbuka.)

    Garasu ga warele iru Kaca Pecah.)

    c. Shuukanlekina

    Ko;

    matawa Dekigolono Kurikaeshi

    perbutaan yang

    menjadi kebiasaan atau perbuatanlkejadian yang diulang-ulang).

    Contoh berikut memperlihatkan hal it

    u

    Mai asa jogingu wo shite iru

    Setiap har; jogging.)

    WJC tlA

    Vol 4 No . I.

    J J U n

    l oos 19_

    13

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    30/77

    lndoneshia daigaku t t kayotte

    1m.

    (Kuliah di Universitas Indonesia.)

    Keliga fungsi di alas, salah satu fungsi - te ro yang sering disejajarkall

    dengan

    - le

    a, 1/

    adalah fungsi

    te

    m

    yang kedua, yaitu kondisi saat ini

    yang merupakan hasil dari perbuatan atau kejadian sebelumnya. Fungsi

    kedua - Ie m menunjukkan keadaan yang merupakan basil suatu

    perubahan. Aspek

    'KK

    intransitif Ie

    iro'

    menyatakan bahwa foIcus

    pembicaraan bukan pada pelaku, melainkan pada hasil perbuatan.

    Contoh:

    a) Pasokon ga kowarete ite, fsukaenai.

    (pC itu tidak bisa digunakan karena rusak.)

    b) Kagi

    ga

    kakatte

    ite,

    hairenai.

    (Tidak bisa masuk karena pintunya terkunci.)

    c Eakon

    ga

    kiete illl{lsU kara, tsukele kudasai.

    (Tolong hidupkan AC karena mati.)

    d

    Fukuro ga yahurete

    imasu

    kara, kaete kudasai.

    (Tolong gauti kantong ini karena sobek.)

    Kata kerja intransitif Ie

    lro di

    atas (kowarete

    ile

    rusak '. kakatte

    ile-

     terkunci ,

    dele

    imasu mati', dan

    yaburele

    imasu-sobek) menjadikan

    makna kalimat terfokus pada hasil perbuatan pelaku sebingga terjadi

    kondisi rusak, terkunci, mati, dan sobek. Kondisi tersebut terjadi bokan

    disebabkan oleh kehendak atau tujuan pelaku perbuatan, tetapi terjadi

    karena proses alam. Kondisi itu masih tetap berlangsung sampai

    sekarang. Walaupun demikian, makna tujuan dapat juga dibasi lkan dari

    kalimat yang dibangun oteh kata kerja iutransitif

    Ie

    ro jika dikaitkan

    dengan jenisnya.

    Ke lIlJta

    ll P.emakoian Aspe.k I.

    ; '

    .

    .

    t an.o

    .

    dan

    o

    Mahasiswa Junu.an a . han Jepa i STaA LIA

    Jalwta

    (fotat Horyatl)

    23

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    31/77

    24

    Adapun

    JeOlS

    kata kerja intransitif yang dimaksud adalah sebagai

    berikut.

    a.

    Ishitekina jidollshi

    (kata intransitif yang mengandung

    kehendak)

    Ishii/ekina jidollshi

    adalah kata kerja intransitif yang mengandung

    kehendak pelaku. Beberapa contoh kata kerja intransitif jenis ini

    adalah

    nem

    tidur

     , h lm

    masuk

     , be

    rkumpul , kekkon

    sum

    menikah , suwanl duduk .

    Contoh: 70ire ni dareka g Iwitte iru

    (Ada seseorang di dalam toilet.)

    Kata kerja intransitif

    hai/te ru

    dalam kalimat di atas

    men

    gandung

    makna kehendak pelaku perbuatan.

    b.

    Hiishitekina jidoushi (kata kerja intransitif yang tidak mengandung

    kehendak) adalab kata kerja intransitif yang tidak mengandung

    kehendak pelaku. Beberapa Kata kerja intransitif yang dapat

    digolongkan ke dalam jenis

    ini

    adalah

    shimarll

    tertutup , ku

    terbuka ,

    warem

    pecab ,

    hajimam

    m

    ulai ,

    kiem

    mati . Kata kerja

    intransitif jenis ini berpasangan dengan kata kerja transitif

    (selanjutnya disebut kata kerja transitif), seperti berikut jni

    Doa g shimatte iru

    (pintu tertutup)

    Kata kerja intransitif shimaffe ro di atas tidak mengandung makna

    kehendak pelaku perbuatan. Khusus untuk kata kerja intransitif

    hairu

    masuk dapat bermakna kehendak atau tidak berkehendak bergantung

    pada konteks kalimat. Contohnya seperti berikut

    ini

    Kaban ni han

    g

    haitte iru (Ada buku dalam las)

    Toire ni dare ka

    g

    Iwitte iru

    (Ada seseora

    ng

    dalam toilet)

    LlN jUA

    VoI.4No.].Jonuorl2005 ]9-33

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    32/77

    Kedua

    kal

    imat tersebut memang menunjukkan kondisi, tetapi dal

    aro

    kalimat

    kaban nl hon

    ga

    haitte iru

    tidak ada kehendak dad subjek

    kalimat, yaitu hon ' buku' , sedangkan kalimat loire

    n;

    dare kaga haUte

    fro

    mengandung kehendak subjek kalimat yang berupa

    dare ka

    ga

    ' seseorang' .

    2 Ie aru

    Aspek ini menunjukkan suatu keadaan yang terus berLangsung

    sebagai akibat dari perbuatan yang dilandasi oleh maksud alau

    keinginan seseorang. Sebagian besar konteks berupa persiapan lerhadap

    sesualu. Aspek KK transitif Ie a' menyatakan bahwa fokus

    pembicaraan terletak pada hasil perbuatan yang diJatarbelakangi oleh

    tujuan pelaku perbuatan, seperti contoh

    be

    rikut i

    ni

    .

    a Mou, hikouki wa

    youyaku

    shite

    aru.

    (pesawat sudah dipesan.)

    h PatU

    no

    tameni

    nomimono ga

    katie

    am

    (Minuman dibeli untuk pesta.)

    c

    Shinsellna

    kuuki

    ga hairuyoltn;, mado ga

    akete

    am

    (Jendela dibuka supaya udara segar bisa masuk.)

    Ketiga kalimat di atas rnenunjukkan suatu kondisi yang di lakukan dengan

    maksud tertentu sehingga dilakukan persiapan. Selain mengandung makna

    'persiapan

    ',

    Ie aru juga dipakai untuk menunjukkan suatu keadaan yang

    dibiarkan apa adanya sebagai basil dari suatu perbuatan, misalnya

    a Asoko ni afarashii hon ga sutete aru.

    (Ada buku baru yang terbuang di

    sana)

    h Kokuban ni itazuraga/ri ga

    kaite

    am

    (Ada

    tul

    isan

    kOtOT

    di papan tulis.)

    Kaulit.\n

    Pc

    makai

    ln rupe

    l: t

    . ;  ', .. . ....

    dan - I. ob Mah. .

    sw.

    JeptJ13 STBA LIA JoI< n.o

    ( hUll fu ry.11)

    5

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    33/77

    3.2 Kata Kerja lntransitif yang Tidak Memiliki Pas

    ang

    an

    Kata kerja intransitif sebagian besar memi Liki pasangan dengan kata

    ke rja transitif Sebagai contoh

    denki ga keshite aro

    berpasangan dengan

    denki

    ga kiete iro, eakon ga tsukete aro

    dengan

    eakon ga suite iro.

    Nam un, ada

    beberapa kata kerja transitif ya ng tidak memiliki pasangan dengan kata kerja

    intransitif, seperti kaku menulis , ok1l meletakkan , dan sutenl membuang .

    Beberapa Kata yang tidak memiliki pasangan tersebut apabila dipasangkan

    dengan aspek

    - Ie aro

    memiliki makna dibiarkannya kondisi te rseb ut apa

    adanya, seperti contoh berikut in i.

    a

    Tsukue

    no

    ue ni hon ga

    oUe m.

    (Suku tergeletak

    di

    atas mej a.)

    b) KYOllShi sll n; gomi ga sutete am .

    Sampah berserakan di dal

    am

    kelas.)

    c

    How

      ilo

    boodo n; shirase ga ka

    if

    e ru .

    (Tertulis pengumuman

    di

    papan tulis.)

    Makna tergeletak, berserakan, dan tertulis merupakan kondisi yang dibiarkan

    seperti asalnya.

    3.3 Kemiripan Makna anta ra te m dan

    I

    e oku

    Aspek laio yang sering

    di

    jadikan kendala oleh mahasiswa

    adalah - te oku

    yang memiliki kemiripan makna dengan

    as

    pek

    -

    Ie

    am.

    Aspek -

    Ie

    ni

    me

    nunjukkan kondisi, sedangkan -

    Ie oku me

    ounjukkan perbuatan.

    (Isarna lori,

    Ni

    hongo Buopo Eosbuu, Te

    nsu

    -Asupekuto)

    -Ie

    oku

    biasanya juga

    digunakan untuk mengungkapkan keheodak pembicara dalam meminta toloog

    atau mengajak Lawan bicara untuk melakukan suatu perbuatan, sepe rt i contoh

    be

    rikut

    in

    i.

    a Ashita kara ishogashiku nam node, yasunde oku.

    26

    LlNC;lI

    Vol . 4

    No

    .

    I.

    lnUari 2 S 19 33

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    34/77

    · (Beristirahat dulu, karena besok mulai sibuk.)

    b Raishuu patti ga aru kara heya

    0

    souji shite oku.

    (Membersihkan kamar karena minggu depan akan diadakan

    pesta.)

    c)

    Gogo kara okyakusan ga kuru node ryouri 0 tSlikutte

    OkOIl

    (Mempersiapkan masakan karena sore nanti akan datang

    tamu.)

    Perbedaan makna

    e

    am dan Ie oku terletak pada perbuatan dan hasil

    perbuatan pelaku, contohnya

    a)

    Ryokou 110 jl1mb; ga shite ar t

    (Keperluan perjalanan siap.)

    =ryoukou no j1lmb;

    0

    mou shita (Sudah mempersiapkan

    keperluan.)

    b)

    Ryoukou no jumbi 0 shite okll.

    (Mempersiapkan keperiuan

    perjaianan.)

    atau ryollkou no jumbi 0 mada shite inaf (Belum

    mempersiapkan keperluan perjalanan.)

    Aspek -te ani tidak dapat digabung dengan bentuk perintah dan ajakan karena

    menunjukkan keadaan, sedangkan ajakan dan perintah merupakao perbuatan,

    misalnya

    a)

    Ryokou no jl1mbi 0 shile oile kudasai.

    (Tolong siapkan keperluan perjaJanan.)

    Bukan Ryokou no jl1mb; ga shite atte kudosoi .

    (Tolong siap keperluan perjalanan.)

    b Ryokou

    nojumbi 0

    shite okimasltou ka .

    (Mari kita persiapkao keperluan perjalaoao nanti.)

    Bukan Ryokou no jumbi 0 shite arimasltou ka.

    (MaTi

    siap keperluao perjalanan nanti.)

    Kesul,lan f>errtahi Aspok -u ' .. . U ll . don _I o.t.. Mahaoi. wa luru.an Baha • /epang STBA LIA Jakan.

    (h l l Ha ' Y li)

    27

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    35/77

    c) Ryokou no jumbi 0 shite okou .

    (Akan saya siapkan keperluan perjalanan nanti.)

    Bukan Ryokou no jumbi

    0

    shite roll

    .

    (Akan siap keperluan perjaianan nanti.)

    4.0 Analisis dan Temuan

    Contoh kesalahan pemakaian - Ie iru dan - Ie aru yang dilakukan

    mahasiswa berikut merupakan hasil analisis angket yang disebarkan pada

    mahasiswa mulai dari semester tiga sampai dengan semester tujuh. Penyebaran

    angket dilakukan secara acak. Jumlah responden sebanyak 52 orang.

    Beberapa kesalahan di atas

    ada1ah

    sebagai be

    ri

    kut.

    1. Ketumpangtindihan kata kerja intransitif dan kata kerja transi

    tu

    Tuntutan untuk menghafal pasangan kata kerja intransitif dan kata kerja

    transitif secara bersamaan dengan arti yang mirip memberatkan

    mahasiswa, sehingga sering digunakan secara terbalik jika harns

    digabungkan dengan e

    iru

    atau Ie aru.

    Contoh:

    Ju

    gy

    oll ga mOl hajimele iru.

    Scbarusnya Jugyou ga mOil hajimatte iru.)

    Gokusei

    g modo atsumellui

    Kuliah sudah memulai.)

    (Kuliah sudah dimulai .)

    Siswa bclum

    mengumpulkan.)

    Scharusnya

    Gakusei go mada alsumarufla;.

    (Siswa bdurn bcrkumpul.)

    2 Kesalahan pemasangan bentuk Ie im dan e ro

    2

    Ketentuan penggabungkan pasangan kata kerja intransitif dengan e iru

    dan kata kerja transitif dengan Ie

    aru

    sering membingungkan mahasiswa

    sehingga pemakaiannya sering terbalik, misalnya

    kienJ keshUe bukan kiele aru .

     

    keshite int.

    kakaru kakent

    hukan

    kakalte

    ro

    kakefe iru.

    WJ

    QU Vel. 4

    N

    . I. JanUM 2005 19_ 33

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    36/77

    Kaigishitsu no kagi ga kakete iru.

    Seharusnya

    Kaigishi/su no kagi ga kakatte irulkakete aru)

    (Ruang rapat terkunciJdikunci.)

    Heya no denki ga kesltite iru.

    Sebarusnya Heya no denki ga kiete iruikes/tile lIru)

    (Lampu kamar padamJdipadarukao.)

    3. Kesalahan pemahaman konteks kalimat

    Mahasiswa cenderung menggunakan kata kerja i.ntransitif kata kerja

    transitif + e am/  e iru sesuai dengan pemahaman bahasa pertamanya,

    bahasa Indonesia, sehingga penafsiran kalimat yang sesuai dengan kondisi

    bahasa Jepang terabaikan. Akibatnya makna kalimat bergeser.

    Contoh:

    X) Pasokon ga kowoshite

    am

    pC

    merusakkan.)

    Seharusnya

    Pasokon ga koware/e iru

    pC rusak .)

    (X) Sumimasen, okarisltita kamera ga kowarete shimaimashita.

    (Maaf,

    kam

    era yang saya p

    in

    jam

    waktu

    itu rusak.)

    Sebarusnya

    Sumimasen, okari

    shi

    ta kamera wo kowasltite shimaimashita.

    (Maaf, saya telah merusakkan kamera yang dipinjam waktu itu.)

    Walaupun kedua kalimat tersebut

    di

    atas dari sudut tata bahasa betul, tetapi

    tidak tepat dengan latar budaya Jepang. Kalimat yang salah (X )

    rnengandung makna bahwa, pembicara melepaskan tanggung jawabnya

    yang telah merusakkan kamera, sedangkan kalimat di bawahnya --I) justru

    menunjukkan rasa tanggung jawab pembicara yang telab merusakkan

    kamera.

    4. Tidak memahami makoa kalimat secara keseluruhan

    Mahasiswa cenderung tidak memperhatikan dan memahami konteks

    kalimat secara keseJuruban, misalnya

    Kt.lIlht n PemokMan Aspck-I. '   .

    I<

    WII.

    dan -I lulU Soh . . Jopo.na: STllA LlA Jakan o

    r.t.ot

    Haryal\)

    29

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    37/77

    Kitte ga hatte arimasu kara hatte kara dashite kudasai.

    Tolong poskan surat ini setelah ditempeli perangko karena akan

    tertempel.)

    Seharusnya

    Kitte ga htltle arimasen kara hatte kara dashife

    kudasai.

    Tolong poskan surat

    ini

    setelah ditempeli perangko karena belum

    terte

    mp

    el.)

    A:

    A

    denki ga kiete imasu ne

    Jampunya

    mali

    , ya?)

    B nakutemo akarui 10 omalie s kki keshite

    arlin

    desu.

    Saya rasa tak dinyalakan pun sudah terang karena itu tadi

    akan dimatikan)

    Seharusnya nakutema akarui to omalle stlkki keshitllll desu.

    Saya rasa tak dinyalakan pun sudah terang karena itu tadi saya

    matikan.)

    5,0 Simpulan

    dan Saran

    Beberapa simpulan yang diuraikan bersifat sementara dan belum dapat

    dijadikan sebagai kunci jawaban dari semua permasalahan yang muncul

    berkaitan dengan pemakaian aspek - te iru ,

    t

    e aru, dan

    te

    oku. Walaupun

    demikian, beberapa

    hal

    penting sebagai simpulan dari kajian

    ini

    adalah sebagai

    berikut.

    3

    I. Kesulitan pemakaian aspek

    Ie

    im

    dan

    Ie

    ro

    yang dialami mahasiswa

    se

    bagian besar berawal dari tuotutan untuk menghafal pasangan kata

    kerja intransitif dan kata kerja transitif dalam kuantitas yang banyak

    secara bersamaan. Tuntutan hafalan mati ini menyebabkan mahasiswa

    lINQUA Vol

    . 4

    No

    . I. JanlWi 2005 1

      33

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    38/77

    sering tidak memperhatikan konteks dalam pemakaian kedua aspek

    tersebut.

    2. Pemahaman aspek Ie im yang tampak seogaja disejajarkan dengan Ie

    m

    dalam

    bal

    makna yang menunjuk pada kondisi yang berkelanjutan

    menyebabkan kebingungan mahasiswa apabila ditambah jenis kata

    kerja yang mengikutinya. Padahal fungsi Ie im sudah dipeJajari jauh

    sebelumnya. Alangkah baiknya pada saat pertama kali memperkenaJkan

    aspek Ie iru disinggung pula gambaran fungsinya yang lain. Dengan

    pembekalan pengetabuan dasar tersebut diharapkan mahasiswa tidak

    kagel

    saat harus menggabungkannya dengan kata kerja intransitif

    3.

    Beberapa kesalahan mahasiswa disebabkan ol

    eh

    ketidakmatangan

    dalam pemahaman bentuk-bentuk kal imat lain dalam bahasa Jepang.

    Dengan demikian, pada saat mengetahui pola

    kaJ

    imat baru tidak

    memperhatikan konteks kalimat secara keseluruhan.

    4. Latar budaya Jepang mempengaruhi penyusunan penyusunan kalimat

    karena itu, ada baiknya diselipkan dalam pengajaran tata bahasa

    sehingga mahasiswa dapat memaknai kalimat sesuai dengan kaidah-

    kaidah budaya yang me latarbelak.anginya.

    5. Kendala yang dialami mahasiswa dalam pemakaian aspek

    Ie

    iru dan -

    Ie

    ru

    yang menunjukkan kondisi berlanjut dalam pemakaian aspek Ie

    oku

    yang mempunyai kemiripan makna dengan aspek Ie

    ru

    .

    K

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    39/77

    DAFfAR PUSTAKA

    Yone, Tanaka, Minna

    no

    Nihongo. 3A Corpo ration, Tokyo, 2000

    Hiroshi, Matsuoka,

    Nihongo. Bunpo Hando Bukku,

    3A Corporation, Tokyo,

    2000

    Setsuko, Ando, Nihongo Bunpou Enshuu, }idoushi- Tadoushi-Shieki-Ukemi-

    BoiSlI, Tokyo, 2001

    Isao, lori , Nihongo Bunpou Enshuu, ljkan

    0

    Arawasu Hyogen, Tensu

    ASlipekuto, Tokyo, 2003

    Yuriko, Sunakawa, Nihongo Bunpoll Serufu Masutaa-Shirizu 2, Suru-Shita-

    Shife 1ru, Tokyo, 1986

    \:

    0

    it'

    0

    Lampiran

    I . Anda hendak memasukkan buku ke dalam tas. Namun, tas tersebut sudah

    penuh sehingga tidak muat lagi.

    2. Anda sedang membersihkan kelas bersama ternan-ternan, tong sampah

    sudah penuh.

    oj l:f::: =t -? l:fv' G,

    3. Pintll terkunci sehingga Anda tidak dapat masuk kamar.

    -C

    ,

    0

    4. Konser akan dimulai pukul 20 .00. Saat

    ini

    pukul 20.15, padahal Anda

    masih

    di

    tempat

    parkir.

    32

    LlNaU

    Vol,

    4 No. .lonulri 20IH

    19-33

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    40/77

    s. Semua orang sudah

    be

    rkwnpul. Mari kita

    mulaL

    6. Katanya akan ada reuni Iho. Hari dan tanggaloya sudab ditentukan belum,

    ya?

    7. Anda ingin menggunakan komputer, tetapi ru sak dan tidak dapat

    digunakan.

    8. Kamera yang Anda pinjam rusak karcna keceroboban An da sendi

    ri

    . Anda

    akan mengatakan.

    9.

    Saat ternan Anda akan masuk ruangan, lampu ruangan telah Anda matikan

    karena Anda anggap sudab terang.

    10. Anda meminta ternan Anda mempersiapkan keperluan perjalanan.

    MrrO)l I 1iin

    Kcsuhtan

    Pemahian

    Aspek

    _t

    .

    jTll.

    · · to

    TIl. don_I

    .

    o t

    Matwi WI lulU '

    BohlSa

    lcpang

    SlBA

    LlA

    hl

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    41/77

    KO

    NS

    TELAS I WACANA MlSTISISM Dl MEDIA MASSA INDONESIA,

    SEBUAH KAJlAN BUDAYA

    Rinie Handayanie

    Stal

    Pe

    ngajar

    Bah

    asa lnggris

    Sekolah

    T

    in

    gg;

    Baha

    sa As

    in

    g LIA Jakarta

    II is not h

    ow

    things are in the world that

    is

    mystical, but thai

    it

    exisls.

    (Wittgestein)

    Abslrak

    Maraknya mistisismc di media massa Indonesia mcrupakan h

    al

    yang menarik untuk

    dikaji . Di tengah timbul tenggclamnya ikon-ikon budaya, mulai dari bcragam goyang dangdul

    Itin

    gga kontes olah vokal, tayangan mi stisisme dapat dianggap komoditas dengan daya jual

    yang palillg laku

    d n

    tahnll lama. Gejala ini secam mudah dapal dilihal dari makin maraknya

    tayallgau berbau misti s hadir

    di

    media massa dengan bcbcrapa variasinya, scrta frekucn

    si

    pella

    ya

    ngan di med ia elektronik

    ya

    ng scmakin meningkat. Ke

    be

    rhasilan mi stisisme sebagai

    scbua

    ll

    komodilas media massa dapat dilacak mulai dari pcrkcmbangan, mina masyarakat

    terhada

    pn

    ya, hingga modoflkasi penyajimmya.

    Ka

    la ku

    nci

    : konstelasi, wacana, mistisme, media massa

    Abstrad

    I

    Rp.ing

    Human

      Framm ( /9QR) argues thatmy.dici wl1

    .ruppo.H?d

    la .rulfp.r

    fo rm a lack

    of

    rationality. The condition of defiCiency in rationality does not make mysticism

    unpopular

    in

    Indonesia. Press

    put

    numeorus accounts on the issue, society is getling more and

    more absorbed with the phenomenon. The paper will analyze the the growing phenomenon

    in

    Indonesian mass media, depict the modifications

    of

    discourse ol1mysficism, and the force that

    keep mysticism remains attractive in

    fhe

    eye ofsociety.

    Keyword: discourse, mysticism, mass media

    Pe rkembangan Tayangan M istisisme di Media Massa Indonesia

    Pada awalnya radio menjadi salah satu ·media

    ma

    ssa yang paling sering

    menjual tayangan berbau misti

    s.

    Format

    ta

    yangan yang disampaikan biasanya

    dalam b

    en

    t

    uk

    drama, cerita pendek hingga cerita bersambun

    g.

    Cerita biasanya

    dikai tkan dengan epik cerita kepa

    hl

    awanan dirangkai dengan bumbu

    percintaan, misalnya Saur Sepuh dan Tutur TinuJar . Hal-hal yang bersifat

    gaih dan supranatural sudah tentu menjadi pemikat utama.

    34

    UN UAVol. 4 No . I. Jan

    U ri

    200S .l4--43

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    42/77

    Hal yang serupa juga terjadi pada koran dan beberapa majaJah.

    Menariknya terjadi pergeseran format tayangan pada media massa eetak.

    ApabiJa pada awalnya kemasan biasanya hadir

    daJam

    bentuk eerpen dan

    eerber

    kini

    pembaea dapat menjumpai komoditas mistis tersebut

    dib

    adirkan

    IUelalui bentuk iklan ulasan aeara televisi sampai anikel berita. Pada tataran

    ini tidak saja terjadi diversifikasi komoditas mistisisme tetapi juga kolaborasi

    media. Media massa eetak tidak lagi hadiI sebagai pelengkap daJam

    kapasitasnya sebagai saraoa penyampai tetapi juga sebagai penggerak ulama

    perdagangan komoditas mistisisme di Indonesia apaJagi kini semakin banyak

    penerbitan yang menyaj ikan beragam tema yang uniknya masih menyertakan

    mistisisme sebagai pemikatnya. Media eetak: yang meogangkat lema

    keagamaan misalnya tidak malu-malu lagi mepermasaJahkan mistisisme dan

    menempatkannya sebagai fenomena keberagamaan di Indonesia. Hal ini

    semakin dipandaog lurnrah ketika pada saat yang sarna media eetak yang

    memang mengusung mistisisme sebagai aeuan formatnya yang menyertakan

    aspek agama dalam penerbitannya.

    Dalam sebuah kesempatan ditemukan isi sebuah majalah yang

    mengupas dunia mistis. Dalam majalah tersebut mendapatkan berita dan

    ik

    lan

    mengenai mistisisme tetapi juga ditemukan rubrik mengenai sufi bahkan

    anikel mengenai seksualitas. Untuk artikel yang terakhir ini media eetak yang

    menjual seksualitas sebagai komoditas dagang utama pun tidak ketinggalan

    mengambit materi mistisisme ke dalamnya. Sudah tidak terhitung berapa

    banyak eerita alau artikel berita yang mengangkat kaitan aotara dunia gaib dan

    seksualitas contobnya saja eerita mengenai Nyi Rore Kidul dan Nyi Pelet.

    Dengan kemampuao modiftkasi inil

    ab

    tayangan mistisisme masih

    merajai media massa Indonesia lainnya seperti internet. Internet telab menjadi

    saraoa disemmasi waeana mistisisme yang efektif. Internet kini dipenuhi situs-

      5

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    43/77

    situs yang menawarkan beragam cerita misteri. Para pengunjung dapat dengan

    bebas menyumbangkan ceritanya, memberi peringkat pada cerita yang masuk

    sambil memuaskan gairah mereka terhadap dunia gaib. Lewat internet kita

    dapat mengakses berita, bahkan surat pembaca di berbagai media massa eetak

    yang berkaitan dengan mistisisme. Internet pun mampu menghadirkan efek

    visual, berupa gambar, foto sampai materi bergerak, yang sangat berpengaruh

    dalam membangun ketegangan dunia mistis. Oi samping itu, menjadi sarana

    beriklan dengan segmen yang lebili terarah serta membuat mistisisme

    merambah jaub dunia di luar media massa. lklan Telkom Flexi di internet yang

    menawarkan cerita misteri dalam Jayanannya membuat penetrasi pasar

    komoditas mistisisme makin mudah.

    Tidak berlebihan jika televisi dianggap merupakan sarana yang paling

    diminati seka

    ligus paling ampuh bagi para penjual komoditas mistisisme.

    Televisi mencakup seluruh kemampuan media massa dalam mengbadirkan

    greget komoditasnya akibat daya jangkaunya yang lebih luas, tampilan lebih

    menarik dan

    menghibur, sena perangkat teknologi yang lebih membantu dalam

    mem visualkan konsep-konsep mistisisme. Pada awalnya tayangan bernuansa

    misteri yang paling berpengaruh bagi masyarakat Indonesia tidaklah banyak,

    dan biasanya bukan merupakan produksi Indonesia. Ambil contob film seri X

    Files dengan ungkapannnya yang terkenal saat itu the truth is out there ,

    telah berhasil menguasai pasar penikmat cerita misteri lebih jauh melalui

    penerbitan novel-novel dan film layar lebarnya, Keberhasilan televisi sebagai

    sarana tayangan komoditas mistisisme terlihat dari ban yak indikator. Frekuensi

    penayangan program-program misteri semakin meningkat. Ap abila pada

    awalnya beberapa program tersebut hanya badir sekali dalam seminggu, kini

    mereka hadir menjadi setidaknya dua kali dalam semioggu. Jam tayang pun

    bervariasi, tidak hanya terbatas pada Kamis malam setelah pukul sembilan.

    36

    UN ;tJA

    VoL 4 No . 1 J nu ari 200S 34 43

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    44/77

    Penayangan juga d   akukan di hari lainnya pada waktu yang variatif, mu l

    ai

    siang sampai tengah malam. Kemasanya juga mengalami peniogkatan yang

    mencol

    ok

    Sebelumnya bentuk tayangan berkisar pada tantangan

    me

    ngadu

    keberanian menghadapi duoia gaib serta per

    ja

    lanan mencari mahluk gaib. Kini

    terdapat tayangan yang me nampilkan upaya untuk berburu dan menantang,

    hingga mengusir

    ma

    hluk-mahluk gaib dari tempat-tempat tertentu. Sinetron

    yang mengangkat dunia gaib semakio meningkat jumlahnya. Bahkan sinetron

    yang ditayaogkan dalam rangka memperingati bulan Ramadhao pun tidak

    ketinggalan menyertakan cerita mistis di dalamnya.

    Modifikasi Wa

    c

    ana

    Mistisisme di Media Massa Indonesia

    Kemajemukan format komoditas mistisisme sangat menarik untuk

    dikaji karena pada dasarnya yang dijual ol

    eh

    beragaro med ia massa adalah satu

    hal wacana pesona dunia gaib yang penuh misteri dan tidak pernah habis

    untuk dijelajahi. Erich Fromm (1998 : 159) rnengungkapkan bahwa mistisisme

    seringkali disamakao dengan mis tifi kasi, sebuah konsep yang tidak memiliki

    kejeJasan rasionaL Pembaca d

    an

    penikmat dagangan mistis selalu menyimp

    an

    gairah untuk rnenjelajahi dunia yang dianggap masih penuh dengan pertanyaan

    yang tidak tetjawab. Akan tetapi, para produsen komoditas mistisisme harus

    pandai meramu bentuk sajian agar konsumen tidak merasa bosan. Melihat tidak

    menyurutoya animo masyarakat terhadap tayangan mistisisme di media massa

    serta demam penggunaan kata "penaropakan" atau "Uka-Uka" di tengah

    masyarakat dapat disimpulkan bahwa produsen telah berhasil melaksanakan

    tugasnya.

    Para produsen tidak hanya berhasil memikat dan mempertahankan

    minat masyarakat, tetapi Juga berhasil membentuk wacana beragam

    mengenainya. Pengetahuan baru telah dibentuk dan didiseminasikan oleh

    Konold ;

    W.e

    .... Mi,w,isme di Media

    Mas

    done";:. Sebuah Kajian Buday. (Rin _ HOhd.ya"I_)

    37

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    45/77

    media massa elektronik dan cetak, masyarakat disadari atau tidak telah

    bersesuaian dengan wacana tersebut

    dan

    menganggapnya sebagai pengetahuan

    yang benar. Gejala ini sesuai dengan konsep powerllmow edge Michele

    Foucault ketika kebenaran merupakan sebuah kesepakatan yang timbul dari

    relasi kekuasaan dalam masyarakat. Pengetahuan dianggap benar berdasarkan

    konsensus masyarakat pengonsumsi wacana. Foucau lt lebih lanjut memahami

    keajegan wacana yang juga dipahamnya sebagai bentuk pengetahuan yang

    spesifik) sebagai sebuah upaya modifikasi pengetahuan tiada henti. Modifikasi

    inilah yang menurut saya sedang terjadi dalam kontelasi wacana mistisisme

    di

    media masssa Indonesia. Modiflkasi membuat pengonsumsi wacana

    dihadapkan

    pad

    a beragam format komoditas mistisisme.

    Setelah melihat perkembangan mistisisme

    di

    media massa pada bagian

    tulisan sebelumnya, didapati Janggengnya pengetahuan spesifik dan

    terbentuknya beberapa wacana barn mengenai mistisisme. Wacana yang telah

    lama hadir dan bertahan adalah bahwa mistisisme memiliki keterkaitan dengan

    agama, dalam

    ha

    l ini yang paling sering diacu adalab agama Islam. Selain

    mengambil contoh majaJah yang mengusung tema misteri sembari

    menyandingkan artikel sufi pada bagian awal tulisan, juga ingin menghadirkan

    contoh deretan ulama yang sering dihadirkan dalam berbagai penayangan

    program misteri

    di

    televisi. Tidak menjadi masalah apakah para ulama dan

    ustaz tersebut bersesuaian ataupun berseberangan dengan materi tayangan

    karena kehadiran mereka telab mengkaitkan ikon Islam dan mistisisme. Tidak

    hanya itu, paranormal yang dihadirkan dalam acara biasanya hadir dalam

    format kostum yang mengindikasikan keislaman mereka, misalnya dengan

    mengenakan baju koko, peci, sorban,

    dan

    tasbih. Ketika melakukan tugasnya,

    mereka pun menggunakan

    lTasa

    dan kalimat yang lazim dalam agama Islam.

    38

    UNQU Vel 4

    No

    l. Ianuari 200S 34 43

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    46/77

    Karena dianggap memiliki keterkaitan deogan Islam , dihadirkanlah

    waeana lainnya, yaitu mistisisme bukan lagi menjadi ha l yang tabu

    dibiearakan, Mistisisme menjadi sesuatu yang lazim uotuk disimak dan

    diakrabi karena agama Islam (yang dianut mayoritas penduduk Indonesia)

    mengakui keberadaannya, langsung tidak langsung. Islam bahkan dijadikan

    sebagai panduan da lam menghadapi dunia gaib. l il diteliti lebih jauh, ada

    beragam waeana mengenai keterkaitan Islam dan mistisisme. Namun waeana

    dominan menguasai med ia massa dan mereduksi eara pandang masyarakat.

    Wacana lain yang telah lama berkembang adalah bahwa mistisisme erat

    hubungannya dengan seksualitas. Beberapa eontoh majalah dengan tema

    misteri yang menyertakan tips seksualitas da lam penerbitannya. Wacana ini

    makin berkembang dengan maraknya iklan yang menawarkan alternatif

    pengobatan mistis

    un

    tuk mengatasi masal

    ah

    seksualitas manusia. Berkenaan

    deogan hal ini. mistisisme sering dikaitkan dengan upaya uotuk menciptakan

    dan mempertahankao daya tarik fisik pria dan perempuan. Namun, di media

    massa Indonesia wacana dominan yang hadir adalah hubungan antara daya

    tarik

    fis

    ik perempuan dengan mistisisme. Tentu saja wacana mistisisme

    semakin membuat keberadaan perempuan dihargai dari keindahao fisikoya

    saJa.

    Wacana mistisisme merupakan suatu hal yang

    me

    nakutkan merupakan

    pengetahuan yang cukup lama bertahan da lam masyarakat. Indikatornya adalab

    masih tingginya rasa takut dan kecemasan masyarakat terhadap apa yang

    mereka anggap sebagai mahluk gaih. Didapati anak·anak pun

    mu

    l

    ai

    ketakutan

    apabi la ditinggal send irian berada dalam ruangan gelap , pergi ke kamar mandi,

    se

    rta

    mu

    l

    ai

    mencemaskan banyak hal. Ketika bermain kosa kata, mereka pun

    menyertakan ka ta-kata "uji nyali", "paraooid", dan "di sioi ada setan " sambil

    menirukan 1atar musik tayangan

    unia Lain

    di Trans TV. Nuansa seram

    39

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    47/77

    tayangan misteri dibangun sedemikian rupa melalui diksi, ilustrasi, tata cahaya,

    tata suara, berpakaian, bertindak, sampai cara berbicara. Suatu ketika peserta

    uji oyali

    unia Lain

    berdialog dengan pembawa acara dan menceritakan

    pengalamanoya

    sa

    mbil tertawa. Uniknya pembawa acara tidak merespon rasa

    Jucu (sekaligus takut) peserta tantangan dengan meoampilkan ekspresi muka

    serius, tanpa tersenyum sedik it pun seolah-olah ingin menampilkan keseriusan

    acara tersebut, dan pentingnya masalah yang dihadapi

    di

    dalamnya, pemirsa

    seakan-akan diberitahu pakem yang berlaku dalam mistisisme adalah tidak

    adanya kelucuan dalam berhubungan dengan dunia gaib. Apalagi sering kali

    ditampilkan peserta yang akhirnya mengakui keberadaan makhluk gaib setelah

    sebelumnya mereka tidak mempercayainya. Rasa takut dikomodiftkasi terus-

    menerus sehingga wacana mistisisme se lalu terkait dengan kengerian dan

    kecemasan manusia sambil memarjinalkan perasaan lain yang sebenarnya

    mungkin saja dial ami masyarakat dalam berhuhungan dengan dunia gaib.

    Tayangan-tayangan misteri juga membentuk wacana bahwa mistisisme

    memang dekat dengan kehidupao sehari-hari masyarakat dan bukan hanya

    m

    ili

    k kalangan sosial tertentu. Dihadirkannya para selebriti yang dianggap

    public figure seolah-olah menghapus batas kelompok miskin dan kaya dalam

    masyarakat. Para selebriti ya ng ketakutan menjadi kenikmatan tersendiri bagi

    masyarakat Indonesia yang sering dirinya dengan mereka.

    Selebriti orang biasa dan membantu sebagian masyarakat untuk

    merasa sederajat dengan mereka, lepas dari perbedaan taraf bidup mereka.

    Dengan kata lain, mistisisme telah menjadi kobesi sosial masyarakat Indonesia.

    Format penyampaian materi daJam bentuk berita, baik yang badir

    mel alui media cetak maupun elektronik, telah membentuk sebuah pengetahuan

    bahwa mistisisme adalah sesuatu yang nyata, Jayak diperhincangkao, ilmiah,

    bahkan identik dengan Indonesia. Wacana ini melengkapi kontelasi wacana

    40 Vol. 4 No. I Januari

    34-43

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    48/77

    yang telah berkembang sebelumnya mengenai Indonesia dalam kaitannya

    dengan dukun santet, ritual budaya , pemujaan roh sampai zairab kubur. Namun

    wacana seperti ini akan sangat dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak yang

    memiliki stereotip tentang ketimuran dan tahayul. Dalam sudut pandang kritik

    orientalisme, stereotip tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan keberadaan

    barat yang pada akhirnya dibuat tampak lebih superior dari timur .

    Minat

    terhadap Mistisisme

    Melihat keberadaan, pengaruh, dan perkembangan mjstisisme tersebut

    kiranya menarik untuk meneliti penyebab·penyebab lain dari populernya

    komoditas misteri tersebut

    di

    Indonesia. Freud ([2003]:90-·91) dalam

    Totem

    and

    Taboo

    mengungkapkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki keinginan

    untuk menguasai segaJa sesuatunya

    di

    dunia, mulai dari manusia lain, benda·

    benda hingga arwah arwab. Pendapat ini sangat mendukung fenomena

    maraknya tayangan mistisisme di Indonesia. Para penooton, pembaca, dan

    pengonsumsi cerita mistis seperti tidak: ada hentinya untuk selalu mencari tabu

    keberadaan dunia gaib. Dengan pengetahuan, manusia memiliki kekuatan

    untuk berhubungan dan mengendalikan lingkungannya.

    Stehr (1998) dalam he

    Fragility

    of odem

    Societies

    menggunakan

    pendapat Max Weber untuk menjeiaskan adallya upaya rasionalisasi dalam

    setiap lapisan kebudayaan dan masyarakat. Hal ini pulalah yang tetjadi di

    Indonesia, masyarakat yang dalam bahasa Stehr

    rationalizing the irralionaf',

    mencoba membuat sesuatu yang misterius dan menakutkan menjadi sesuatu

    yang lebih dipahami dan dikuasai.

    Kesulitan hidup dapat merupakan faktor pencetus masyarakat untuk

    menggandrungi mistisisme. Walaupun pada akhirnya, jika dilihat lebih lanjut,

    tayangan·tayangan tersebut tidak mengutamakan mistisisme sebagai salusi

    Kannel Wacan. M..mlSmedi Media M In

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    49/77

    kehidupan manuSla. Akan tetapi, mistisisme mampu membawa sebagian

    masyarakat untuk sejenak melupakan hidup yang mereka derita. Pada saat yang

    sarna mereka dibuat berharap mendapat keberuntungan seperti yang diraih

    peserta yang berhasil lulus dalam adu keberanian berhadapan dengan dunia

    gaib.

    Adanya program kompetis juga merupakan fakto r yang membuat

    masyarakat tetap menaruh minat pada tayangan-tayangan mistisisme. Menurut

    Russel (1996: 19 persaingan telah ada sejak kehadiran manusia

    di

    muka bumi,

    dan manusia tidak akan mampu hidup tanpanya. Persaingan merupakan

    aktivitas paling serius dan tidak dapat

    di hi

    langkan. Karena itu dicari cara untuk

    membuatnya tidak lebih berbahaya. Tantangan dalam tayangan mistisisme

    selain menjual ketegangan, kengerian, dan kelucuan, juga merupakan upaya

    pemuasan nafsu manusia dalam berkompetisi dengan cara yang dianggap tidak

    terlalu berbahaya. Namun, kepuasan penikmat misteri tidak berbanding lurus

    dengan keamanan peserta. Sering kali peserta yang menyerah pada tantangan

    keberanian ditangani terlambat sehingga menyebabkan kerugian fisik dan

    mental para peserta

    uji

    keberanian.

    Kompetisi juga bisa merupakan arena kontestasi kelruasaan power).

    Kekuasaan yang dimaksud dapat dalam bentuk pencapaian ekonomi, yakni

    dengan me raih sejumJah uang jika berhasil tantangan. Kekuasaan

    juga dapat berupa pengetabuan, dan misteri yang menjadi lebih sedikit

    misterius. Kekuasaan juga dapat berupa pengukuhan keberadaan dan

    kemampuan pese

    rt

    a dalam mengbadapi lingkungannya.

    Merebaknya tayangan mistisisme mencerminkan kondis sosial

    masyarakat kila. Kegandrungan masyarakat terbadap tayangan sejenis

    ini

    mencerrninkan kurang kritisnya sikap mereka terhadap berbagai wacana yang

    dibangun lewat mistisisme. Oi

    5 S

    lain, kegandrungan tersebut

    42 UNGL A Vol.

    I No

    . I. Janulri 2005 34- -43

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    50/77

    mengindikasikan adaoya harapan masyarakat untuk dapat lebih mampu

    menangani

    li

    ogkungannya, menghapus sebaoyak mungkin misteri dalam

    kehidupan mereka.

    DAFfAR

    PUSTAKA

    Freud, Sigmund. Totem

    and

    Taboo

    Some Points

    o

    Agreement between

    th

    e

    Mental Lives

    o

    Savages and Neurotics

    Terj

     

    Inggris. London, New

    York: Routledge, 2003

    Fromm, Erich.

    On

    Being Human

    New York: Continuum, 1998.

    Russel, Bertrand. Authority and

    the

    Individual London. New York:

    Routledge. 1996

    Sther, Nico.

    The Fragility o Modern Societies Knowlegde and Risk in

    the

    Information Age London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage. 1998

    Kon.s te &s. Wac ... Misti.iome di Modi. M lnd i. Scbulh Kajian Buday. Rlnie th lRdayanle)

    43

  • 8/9/2019 LINGUA STBA LIA Jakarta (Volume 4, No. 1, Januari 2005)

    51/77

    PELENGKAP

    DAN

    AJUNG:

    PERBEDAANNYA DALAM FRASA

    NOMINAL

    BAHASA INGGRIS

    Gunawan Widiyanto

    PPPG Bahasa Depdilmas

    Abstrak

    Tulisan ini berusaha melukiskan perbedaan antara [rasa preposisionai yang berfungsi

    sebagai pelcngkap dan ajung, urutannya dan konsekuensi akibat dati perbcdaan tcrsebur dalam

    konstruksi frasa nominal bahasa Inggris. Ajung mcrupakan sebuah kelcrangan yang

    mcnjelaskan nomina inti. Untuk mengupas permasalahan, digunakan teori X-berpalang sebagai

    elaborasi daTi leori tata bahasastruktur frasa. Untuk membcdakan peJengkap dengan ajung,

    digunakan lima kriteria