lia titip.doc

59
http://stiebanten.blogspot.com/2011/04/asuransi-syariah.html ASURANSI SYARIAH Blog My Campus April 28 undefined BAB I 1. Pengertian, Dasar Hukum, Sejarah dan Tujuan Berdiri Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang”. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi Syariah atau Takaful berasal dari akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, tafakul termasuk dalam barisan bina muta’aadi. Yaitu tafaa’ala, artinya saling menanggung. Dan ada juga yang meterjemahkannya dengan makna saling menjamin. Asuransi Syariah atau takaful menurut Juhaya S. Praja adalah “Saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul risiko itu dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masingmasing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang ditunjukkan untuk menanggung risiko tersebut.” Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan kehadiran perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal Al-Islami, Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg (1983), Islamic Takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat Al- takafol Al-Islamiah Bahrain, E.C. (1983),Takaful Malaysia (1985). Sedangkan di Indonesia, asuransi syariah merupakan sebuah

Upload: shizuka-dorayaki

Post on 15-Jan-2016

298 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LIA TITIP.doc

http://stiebanten.blogspot.com/2011/04/asuransi-syariah.html

ASURANSI SYARIAH Blog My CampusApril28 undefined

BAB I

1.  Pengertian, Dasar Hukum, Sejarah dan Tujuan BerdiriIstilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian

menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa

Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan

orang”. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi Syariah atau Takaful berasal dari

akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, tafakul termasuk dalam barisan bina

muta’aadi. Yaitu tafaa’ala, artinya saling menanggung. Dan ada juga yang

meterjemahkannya dengan makna saling menjamin. Asuransi Syariah atau takaful

menurut Juhaya S. Praja adalah “Saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga

antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul

risiko itu dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara

masingmasing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang ditunjukkan untuk menanggung

risiko tersebut.”

Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan

kehadiran perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal Al-Islami, Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg (1983), Islamic Takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat Al-takafol Al-Islamiah Bahrain, E.C. (1983),Takaful Malaysia (1985).

Sedangkan di Indonesia, asuransi syariah merupakan sebuah cita-cita yang telah

dibangun sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi modern yang siap

melayani umat Islam Indonesia dan bersaing denngan lembaga asuransi konvensional.

Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada akhir tahun 1994,

yaitu berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994, dengan

diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK

Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994. Melalui berbagai seminar nasional dan

setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT

Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari

1994. Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful

Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General Insurance). PT

Page 2: LIA TITIP.doc

Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh

Bapak Mar’ie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin

operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.

Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT

asuransi syariah “Mubarakah”(1997) dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi

konvensioanal seperti MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi

Bumi Putra (2003), Asuransi Sinar Mas Syariah (2004), Asuransi Tokio Marine Syariah

(2004). Sampai dengan Mei 29008, sudah terlahir 41 Perusahaan asuransi syariah di

Indonesia.

Dasar hukum yang terkait dengan asuransi syariah, yaitu  QS. al-Maidah (5):2 Allah

berfirman “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

Dalam sebuah hadis shahih rasulullah juga menyabdakan: “Perumpamaan orang-

orang yang mukmin dalam saling berempati, mengasihi, dan bersimpati diantara mereka

sama seperti satu tubuh yang jika salah satu anggota tubuh lainnya akan meresponnya

dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam.”( HR. Muslim).

1.    Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol

No. Dari Segi Konvensional Syariah

1. Konsep Perjanjian antara dua pihak atau

lebih, pihak penanggung

mengikatkan diri kepada tertanggung

dengan menerima premi asuransi,

untuk memberikan pergantian

kepada tertanggung.

Sekumpulan orang yang

saling membantu, saling

menjamin, dan bekerja

sama, dengan cara

masing-masing

mengeluarkan dana

tabarru’.

2. DPS (Dewan

Pengawas

Syariah)

Tidak ada, sehingga dalam

prakteknya bertentangan dengan

kaidah-kaidah syara’

Ada, yang berfungsi

mengawasi pelaksanaan

operasional perusahaan

agar terbebas dari

praktek-praktek

muamalah yang

bertentangan dengan

prinsip-prinsip syariah.

3. Akad Akad jual beli (akad gharar) Akad tabarru’ dan akad

Page 3: LIA TITIP.doc

tijarah (mudharabah,

wakalah, wadiah,

syirkah)

4. Jaminan/Risk

(Resiko)

Transfer of risk, dimana terjadi

transfer dari tertanggung kepada

penanggung

Sharing of risk, dimana

terjadi proses saling

menanggu antara satu

peserta dan peserta

lainnya (ta’awun)

5. Pengelolaan Dana Tidak ada pemisahan dana, yang

berakibat pada terjadinya dana

hangus (untuk produk saving life)

Pada produk-produk

saving (life) terjadi

pemisahan dana, yaitu

dana tabarru’ , sehingga

tidak mengenal dana

hangus. Sedangkan

untuk term insurance

(life) dan general

insurance semuanya

bersifat tabarru’.

6. Kemilikan Dana Dana yang terkumpul dari premi

peserta seluruhnya menjadi milik

perusahaan. Perusahaan bebas

menggunakan dan

menginvestasikan kemna saja.

Dana yang terkumpul

dari peserta dalam

bentuk iuran atau

kontribusi. Merupakan

milik peserta atau

(shahibul maal), asuransi

syariah hanya sebagai

pemegang amanah

(mudarib) dalam

mengelola dana

tersebut.

7. Sumber

pembayaran

Klaim

Sumber biaya klaim adalah dari

rekening perusahaan, sebagai

konsekuensi penangung terhadap

tertanggung. Murni bisnis dan tidak

ada nuansa syariah.

Sumber pembayaran

klaim diperoleh dari

rekening tabarru’ dimana

peserta saling

menanggung. Jika salah

Page 4: LIA TITIP.doc

satu peserta mendapat

musibah maka peserta

lainnya ikut menanggung

bersama resiko tersebut.

8. Keuntungan (profit

Share)

Keuntungan diperoleh surplus

underwrinting, komisi reasuransi,

dan hasil investasi seluruhnya

adalah keuntungan perusahaan.

Profit yang diperoleh dari

surplus

underwrinting,komisi re

asuransi, dan hasil

investasi bukan

seluruhnya menjadi milik

perusahaan tetapi

dilakukan bagi hasil

(mudharabah)

2.    Produk dan Mekanisme Operasional Asuransi Syariah

Produk – produk Asuransi Syariah:

A.   Asuransi Kerugian (General Insurance)

Adalah usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,

kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga timbul dari peristiwa

yang tidak pasti. Usaha Asuransi kerugian di Indonesia antara lain:

1. Asuransi Kebakaran

2. Asuransi Kendaraan Bermotor

3. Asuransi Kecelakaan

4. Asuransi Laut dan Udara

5. Asuransi Rekayasa

6. Asuransi Jiwa (Life Insurance)

Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang

dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang diasuransikan. Asuransi Jiwa

terbagi menjadi:

1. Asuransi Jiwa Biasa

2. Asuransi Rakyat

3. Asuransi Kumpulan

4. Asuransi Dunia Usaha

5. Asuransi Orang Muda

6. Asuransi Keluarga

Page 5: LIA TITIP.doc

7. Asuransi Kecelakaan

8. Asuransi Pendidikan

Di dalam operasioanal Asuransi Syariah yang sebenarny terjadi saling bertanggung jawab,

membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi

kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan

dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai

isi akta perjanjian.

B.   Peraturan Hukum yang Terkait dengan Asuransi Syariah

Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian  syariah di Indonesia masih

terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis

operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen

Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di

dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001

tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006

tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No.

52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi

syariah, Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi

dan reasuransi.

C.   Perkembangan dan Pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia

Pada saat ini perkembangan ekonomi yang berbasis syariah sedang diminati oleh

masyarakat karena banyak keuntungan yang didapat, maka dari itu didirikanlah asuransi-

asuransi syariah sebagai bentuk partisipasi dalam membangun perkembangan ekonomi

syariah.

Sampai saat ini asuransi syariah berkembang sangat pesat. Banyak asuransi

konvensioanal yang melahirkan unit atau cabang yang berbasis syariah dan beberapa

perusahaan yan sedang dalam persiapan untuk mendirikan asuransi islam baru.

Beriringan dengan perkembangan tersebut, perusahaan syariah yang telah ada saat ini

pada tanggal 14 Agustus 2003 yang lalu kemudian membentuk suatu wadah perkumpulan

atau asosiasi yaitu Asosiasi Asuransi Islam Indonesia ( AASI). AASi dibentuk selain

sebagai media komunikasi sesama anggota, juga secara eksternal sebagai wadah resmi

untuk mewakili asuransi islam baik kepada pemerintah, legislatif, maupun keluar negeri.

D.   Dampak Perkembangan Asuransi Syariah

Menurut sebagian pengamat ekonomi, khususnya ekonomi muslim saat ini masyarakat

dunia telah mengalami kejenuhan dengan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi

sosialis . Selain itu, dengan mengembangkan kedua sistem itu dunia semakin hari

Page 6: LIA TITIP.doc

semakin tidak teratur yang pada gilirannya melahirkan negara – negara yang semakin hari

semakin kaya disisi lain melahirkan negara – negara yang semakin miskin. Dengan kata

lain dengan menjalankan kedua sistem ekonomi tersebut akan melahirkan ketidak

seimbangan dalam perkembangan ekonomi.

Asuransi syariah dan lembaga-lembaga ekonomi syariah lainnya muncul sebagai bukan

hanya untuk meningkatkan ekonomi umatnya saja. Tetapi sekaligus menjadi solusi bagi

bangsa yang sedang terpuruk ini untuk bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang

bermartabat, tidak diperhamba bangsa-bangsa lain.

Berdirinya Asuransi Syariah jelas akan meningkatkan kesadaran berasuransi, sehingga

disamping ikut membangun untuk memperkuat sumber daya keuangan dalam negeri, juga

akan memberikan dampak kontraksi moneter untuk menahan laju inflasi. Dengan

optimalnya investasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah islam, maka akan

dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

3.Kendala dan Strategi Perkembangan Asuransi Syariah

Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadpi beberpa kendala, diantaranya :

1)   Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah

yang relative baru dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama

mereka kenal, baik nama dan operasinya.

2)      Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan

dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, dengan

produknya bank lebih lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan

masyarakat.

3)      Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih

dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya, diperlukan langkah – langkah

sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya

mencari masukan demi perbaikan system yang ada

4)      Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju

pertumbnuhan asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan

dengan kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga – lembaga pendidikan

untuk membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi syariah

Adapun strategi yang diperlukan untuk pengembangan asuransi syariah diantaranya

sebagai berikut :

1)      Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi

pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu

meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini,

Page 7: LIA TITIP.doc

misalnya mengenai apa asuransi syariah, bagaimana operasi asuransi syariah,

keuntungan apa yang di dapat dari asuransi syariah, dan sebagainya

2)      Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya

aspek syiar islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar islam tidak

hanya dalam bentuk normative kajian kitab misalnya, tetapi juga hubungan antara

perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini asuransi syariah sebagai

perusahaan yang berhubungan denganm masalah kemanusiaan (kematian,

kecelakaan, kerusakan dll), setidaknya dalam masalah yang berhubungan dengan

klaim nasabah asuransi syariah bias memberikan pelayanan yang lebih baik

dibandingkan dengan asuransi konvensional

3)      Dukungan dari berbagai pihak teruitama pemerinyah, ulama, akademis, dan masyarakat

diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi asuransi syariah. Hal

ini diperlukan selain memberikan control bagi asuransi syariah untuk berjalan pada system

yang berlaku, juga meningkatkan kemampuan asuransi syariah dalam menangkapa kebutuhan

dan keinginan masyarakat

Tabarru Asuransi Syariah Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang

Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah

Menimbang :

a. bahwa fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dinilai sifatnya masih sangat umum sehingga perlu dilengkapi dengan fatwa yang lebih rinci;

b. bahwa salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk asuransi;

c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk dijadikan pedoman.

Mengingat :

1. Firman Allah SWT, antara lain:

o Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS. al-Nisa’ [4]: 2).

o “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtera-an) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang

Page 8: LIA TITIP.doc

benar.” (QS. al-Nisa’ [4]: 9).

o “Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).

2. Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:

o “Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1).

o “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Nisa’ [4]: 58).

o “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. al-Nisa’ [4]: 29).

3. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain :

o “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah [5]: 2).

4. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah, antara lain:

o “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

o “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).

o “Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).

o “Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin ‘Amr bin Ash).

o “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).

o “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya).

5. Kaidah fiqh:

o “Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

o “Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”

Page 9: LIA TITIP.doc

o “Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”

Memperhatikan:

1. Pendapat para ulama, antara lain:

• Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).

• Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru’” dalam mazhab Malik. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud al-Ta’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, al-Ta’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).

• Hubungan hukum yang timbul antara para peserta asuransi sebagai akibat akad ta’min jama’i (asuransi kolektif) adalah akad tabarru’; setiap peserta adalah pemberi dana tabarru’ kepada peserta lain yang terkena musibah berupa ganti rugi (bantuan, klaim) yang menjadi haknya; dan pada saat yang sama ia pun berhak menerima dana tabarru’ ketika terkena musibah (Ahmad Salim Milhim, al-Ta’min al-Islami, h, 83).

2. Hasil Lokakarya Asuransi Syari’ah DSN-MUI dengan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia) tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H / 14-15 Juni 2005 M.

3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret 2006.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI SYARI’AH

Pertama : Ketentuan Umum

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:

• a. asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah;

• b. peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari’ah.

Kedua : Ketentuan Hukum

• 1. Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.

• 2. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.

Ketiga : Ketentuan Akad

1. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong¬ menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.

2. Dalam akad Tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya:

• a. hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu;

• b. hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok;

• c. cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;

• d. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Page 10: LIA TITIP.doc

Keempat : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru’

• 1. Dalam akad Tabarru’, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah.

• 2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, /ع متبَّر� له مؤم�ن ) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’- /ع متبَّر� .(مؤم�ن

• 3. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Kelima : Pengelolaan

• 1. Pembukuan dana Tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya.

• 2. Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’.

• 3. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.

Keenam : Surplus Underwriting

• 1. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:

o a. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.

o b. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.

o c. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.

2. Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad.

Ketujuh : Defisit Underwriting

• 1. Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman).

• 2. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.

Kedelapan : Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 23 Maret 2006 / 23 Shafar 1427 H

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua,DR. KH. M.A Sahal Mahfudh

Page 11: LIA TITIP.doc

SekretarisDrs. H.M. Ichwan Sam

http://asuransitakaful.net/landasan-syariah/tabarru-asuransi-syariah/

PEMASARAN DALAM PERSPEKTIF SYARIAH

2.1.      Sekilas UKM

Usaha Kecil Menengah atau UKM adalah suatu usaha yang merupakan salah satu bagian penting

dalam laju perekonomian suatu negara atau daerah. UKM ini juga sangat membantu negara /

pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit-unit

kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah

tangga. Selain dari itu, UKM juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan

usaha yang berkapasitas lebih besar. UKM ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh

informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah

dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus

dikembangkan untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut adalah :

a)   Membangun sistem promosi untuk penetrasi pasar, dan

b)   merawat jaringan pasar untuk mempertahankan pangsa pasar.

Aspek tersebutlah yang yang menjadi permasalahan mendasar yang sering dihadapi pemilik usaha

kecil. Untuk memajukan usaha kecil yang memiliki daya saing yang kuat adalah dengan

membangun strategi pemasaran yang baik dan tepat sasaran. Pemasaran merupakan upaya mengatur

strategi dan cara agar konsumen mau mengeluarkan uang yang mereka miliki untuk menggunakan

produk atau jasa yang dimiliki sebuah perusahaan, dalam hal ini usaha kecil dan menengah. Dengan

strategi pemasaran yang baik dan tepat sasaran ditambah dengan mengedepankan konsep spiritual,

posisi usaha kecil dan menengah menjadi kuat dan patut diperhitungkan dalam kegiatan ekonomi

nasional yang akhirnya membawa keuntungan bagi usaha tersebut.

Strategi pemasaran berkaitan erat dengan bagaimana cara meyakinkan pembeli / pelanggan

terhadap produk yang akan dijual. Untuk dapat meyakinkan pembeli, sipenjual harus memiliki

keyakinan bahwa produk yang dijual memang patut dibeli dan bermanfaat bagi sipembeli. Karena

itu perlu dipertimbangkan beberapa aspek dalam menentukan strategi pemasaran yang akan

dijalankan.

Berikut ini beberap tips dalam menentukan strategi pemasaran yang kami dapatkan dari beberapa

sumber, diantaranya adalah :

a)   Mendefinisikan Visi, Misi dan Tujuan Usaha Kecil

Membangun strategi pemasaran sebuah produk usaha kecil harus dimulai dari visi, misi dan tujuan

Page 12: LIA TITIP.doc

perusahaan yang jelas dan akan diarahkan kemana. Visi, misi dan tujuan dimulai dari level top

manajemen kemudian menurun ke level karyawan terendah. Di sinilah letak pentingnya seorang

pemimpin dalam sebuah usaha yang mampu menggerakan dan mampu memberikan motivasi

kepada pelaksana. Dalam konteks usaha kecil pemimpin usaha biasanya sekaligus pemilik usaha.

Visi, misi dan tujuan ini akan membantu kita menentukan strategi pemasaran seperti apa yang akan

diterapkan. Dengan tujuan yang jelas, strategi pemasaran yang diterapkan menjadi terukur, apakah

sesuai target pemasaran, gagal, perlu penyempurnaan dan lain-lain

b)   Menganalisa Faktor Eksternal Usaha Kecil

Selanjutnya setelah memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas, perlu dipertimbangkan beberapa

faktor eksternal atau faktor lingkungan bisnis yang ditekuni. Pemetaan kondisi ini akan

menghasilkan kekuatan dan kelemahan pesaing kita, sekaligus melihat aspek mana yang bisa

dijadikan sebagai keunggulan bersaing. Kebijakan dan aturan pemerintah juga perlu menjadi

pertimbangan dalam membangun strategi pemasaran. Faktor eksternal menjadi hal yang penting

untuk dipertimbangkan dalam menentukan strategi pemasaran karena banyak hal diluar diri kita

akan berpengaruh terhadap pemasaran yang dilakukan.

c)    Memahami Pelanggan

Konsumen atau pelanggan adalah basis atau target dari produk kita, maka memahami konsumen

atau pelanggan menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Pemahaman tentang konsumen, nilai-

nilai yang mereka anut, dan nilai tambah seperti apa yang diinginkan mereka akan sangat

membantu perusahaan dalam mendesain produk dan jasa yang dibutuhkan. Untuk memahami

pelanggan perlu dilakukan riset pemasaran. Riset pemasaran merupakan bagian dari strategi

pemasaran yang dilakukan dengan cara survey atau wawancara dengan calon-calon konsumen

mengenai apa harapan dan keinginan mereka tentang perusahaan, merupakan salah satu cara

memahami pelanggan.

d)   Menentukan Target Pasar

Menentukan target pasar yang sudah tertentu merupakan strategi pemasaran agar tidak salah

menjual produk pada orang yang tidak tepat. Salah satu permasalahan usaha kecil adalah kesulitan

untuk menentukan segmen pasar dari hasil produknya, apakah diperuntukkan bagi masyarakat kelas

menengah atas atau untuk menengah bawah. Bisnis Usaha kecil sejak awal harus menentukan

bisnisnya diarahkan untuk kelas mana. Dengan menentukan target pasar yang dituju, perusahaan

bisa memberikan satu nilai tambah yang menjadi pembeda dibandingkan dengan para pesaingnya.

Nilai tambah inilah yang disebut sebagai differensiasi. Dengan differensiasi yang kuat, bisa menjadi

senjata dalam menghadapi berbagai persaingan.

Page 13: LIA TITIP.doc

e)    Menganalisa Faktor Internal Usaha Kecil

Setelah peta kondisi eksternal sudah diperoleh , langkah selanjutnya adalah memikirkan kondisi

internal sebuah usaha, strategi apa yang akan dilakukan untuk mengelola perusahaan. Pola

pengelolaan strategi internal ini, dalam ilmu pemasaran sering disebut sebagai strategi 4 P yaitu

mengelola produk, harga, saluran distribusi dan promosi (product, price, place of distrbution,

promotion).

f)     Menawarkan Produk Yang Sesuai dengan Kebutuhan Pelanggan

Salah satu kunci membangun strategi pemasaran adalah menawarkan produk yang sesuai dengan

kebutuhan pelanggan. Sebagus apapun produk yang ditawarkan jika tidak sesuai dengan kebutuhan

pelanggan akan ditolak. Produk-produk perusahaan bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu produk

utama dan produk pendukung. Produk utama adalah kegiatan belajar mengajar dengan segala

prosesnya. Karena bukan barang jadi, proses kegiatan belajar mengajar adalah produk utama yang

melibatkan emosi dan perasaan dari peserta didik sebagai konsumen. Karena itu, agar produk utama

ini baik harus diciptakan pengalaman belajar mengajar yang menyenangkan.

Perusahaan harus menentukan produk apa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Survey

kebutuhan pelanggan perlu dilakukan agar produk yang diberikan sesuai dengan pilihan mereka.

g)   Menentukan Harga Produk

Setelah menentukan produk apa yang ingin ditawarkan, selanjutnya adalah menentukan berapa

harga yang harus dibayar oleh konsumen. Harga menjadi sesuatu yang cukup sensitif bagi

pelanggan, salah satu yang menjadi pertimbangan dalam membangun strategi pemasaran adalah

menentukan harga yang pas. Prinsip utama dalam menentukan harga adalah menghitung

keseluruhan biaya yang diperlukan. Dari situ, tinggal ditambahkan berapa persen laba yang ingin

diperoleh untuk kepentingan pengembangan dan penghitungan berapa tahun akan balik modal.

Dalam hal distribusi, perlu juga dipikirkan bagaimana produk yang kita buat akan sampai kepada

konsumen. Perlu dipikirkan apakah produk kita jual secara langsung atau dipercayakan kepada

distributor dan agen untuk penyebarannya. Yang penting adalah bagaimana produk tersebut bisa

sampai ke tangan konsumen.

h)   Promosi Produk

Salah satu faktor yang penting dalam pemasaran sebagai P yang terakhir dari 4P yaitu promosi.

Promosi adalah usaha-usaha sadar untuk melakukan sosialisasi, penerangan, dan pemberitahuan

kepada masyarakat tentang berbagai informasi, yang biasanya mengenai berbagai produk yang

Page 14: LIA TITIP.doc

ditawarkan. Aktivitas promosi melibatkan berbagai bentuk dan variasi yang sangat beragam.

Tinggal bagaimana para pengelola melakukan berbagai promosi kreatif sesuai dengan kebutuhan

dan anggaran promosi yang disediakan. Membuat kemasan produk yang baik dan menarik

merupakan salah satu bentuk promosi yang cukup baik dan efektif.

2.2.      Bank Syariah

Pada saat ini, perkembangan perbankan syariah sebagai bagian dari aplikasi sistem ekonomi syariah

di Indonesia telah memasuki babak baru. Pertumbuhan industri perbankan syariah telah

bertransformasi dari hanya sekedar memperkenalkan suatu alternatif praktik perbankan syariah

menjadi bagaimana bank syariah menempatkan posisinya sebagai pemain utama dalam percaturan

ekonomi di tanah air. Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama dan

pertama bagi nasabah dalam pilihan transaksi mereka. Hal itu ditunjukkan dengan akselerasi

pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia.

Perbankan sebagai salah satu pelaku bisnis tidak henti-hentinya berkompetisi untuk membuat

nasabahnya tetap setia pada produknya dan tidak berpaling ke produk lain. Salah satu kiat yang

diyakini dalam pemasaran sekarang untuk membuat nasabah setia adalah menciptakan sistem

layanan yang selalu mengarah kepada customer satisfaction.

Customer satisfaction atau kepuasaan pelanggan dapat didefinisikan sebagai perspektif pengalaman

nasabah setelah menggunakan suatu produk atau layanan jasa perbankan di sebuah bank. Kepuasan

dapat diartikan sebagai hasil dari penilaian atau persepsi nasabah bahwa produk atau jasa layanan

telah memberikan tingkat kenikmatan tertentu. Tingkat kenikmatan yang dimaksud adalah

kesesuaian antara apa yang dirasakan oleh nasabah dari pengalaman yang diperoleh dengan apa

yang diharapkan. Dengan demikian, dapat terjadi bahwa secara aktual, suatu produk dan jasa

layanan, menurut pihak bank mempunyai potensi untuk memenuhi harapan nasabah.

Strategi pemasaran yang bisa dilakukan oleh perbankan syariah dalam mengenalkan produknya dan

memperkuat eksistensinya diantaranya adalah :

a)   Menang Tanpa Bertempur

Bank syari’ah bisa melakukan “menang tanpa bertempur” dengan beberapa cara, seperti menyerang

bagian pasar yang selama ini terlayani oleh produk bank syari’ah maupun lembaga keuangan lain.

Dalam hal ini bank syari’ah bisa melakukannya dengan penyediaan pembiayaan bagi para

pengusaha kecil yang selama ini belum banyak tersentuh oleh bank syari’ah. Bank syari’ah juga

bisa menggarap pasar mengambang (floating market) yang mempunyai potensi sangat besar. Pasar

mengambang ini terdiri dari para nasabah rasional, bukan nasabah loyalis syariah. Bank syari’ah

dapat memperkenalkan keunggulan return yang kompetitif dari sistem bagi hasil yang berprinsip

keadilan. Return yang kompetitif ini tentu dapat menarik nasabah yang berpikir rasional dan

Page 15: LIA TITIP.doc

mengharap keuntungan yang tinggi. Dengan begitu bank syari’ah akan memperoleh pangsa pasar

yang lebih besar tidak hanya nasabah loyalis syariah saja.

b)   Menghindari Kekuatan Lawan dan Menyerang Kelemahannya

Kelemahan bank syari’ah adalah pada sisi modal atau aset, sehingga bank syari’ah harus

menghindari persaingan harga secara terbuka. Bank syari’ah tidak perlu terpancing dengan

pergerakan suku bunga konvensional dalam menentukan nisbah bagi hasilnya. Selain tidak sehat

dari aspek syariah, persaingan ini juga kan membahayakan kelangsungan aset bank syari’ah

Sebaliknya, bank syari’ah harus menyerang kelemahan pesaing dari aspek syariah yaitu, bunga

yang ribawi. Dengan kelemahan itu, bank syari’ah dapat terus menerus mempersoalkan hukum

bunga yang eksploitatif tersebut. Caranya dapat melalui sosialisasi fatwa MUI tentang keharaman

bunga atau dengan mengadakan kampanye anti bunga. Disamping itu, bank syari’ah juga harus

menonjolkan kekuatannya pada sistem bagi hasil yang lebih syar’i.

Penyerangan sisi oleh bank syari’ah, yaitu dengan cara terus membedakan diri dengan pesaing,

yaitu mengenai:

1. Konsep pengelolaan berdasarkan syariah yang bebas riba.

2.  Pengelola berperilaku dan berkomunikasi agamis serta banyak para marketer bank syari’ah yang

mempunyai hubungan yang sangat dekat secara psikologis dengan para nasabahnya.

3. Mengadakan pengajian rutin antar nasabah, pengelola, dan pengurus sebagai media promosi yang

tepat.

4.  Mengembangkan pola pembinaan dan pendampingan dengan membentuk kelompok-kelompok

binaan. Beberapa bank syari’ah menggunkan sistem tanggung renteng, yakni pembiayaan secara

kelompok sehingga pembiayaan yang macet bisa ditanggulangi.

Kondisi perekonomian seperti sekarang tentu membuat jalannya dunia usaha agak lambat, bank

syari’ah harus mampu memotivasi nasabahnya agar bangkit, sehingga nasabah tersebut

membutuhkan pembiayaan. Motivasi ini merupakan cara untuk menciptakan kebutuhan baru

sebagai salah satu upaya penyeragan sisi. Hal ini tidak akan disadari dan diduga sebelumnya oleh

pesaing.

c)    Menggunakan Pengetahuan dan Strategi

Bank syari’ah tidak boleh hanya mengandalkan informasi yang tersedia di publik atau pasar. Produk

bank syari’ah yang bagus saja tidak cukup menjamin untuk memenangkan persaingan, tetapi

diperlukan sebuah informasi tentang manuver pesaing melalui penggunaan intelejen pasar (spy)

yang sesuai dengan etika persaingan bisnis dan ajaran Islam. Dengan informasi dari mata-mata

(marketer), Bank syari’ah bisa menentukan strategi pemasaran yang cerdik, tanpa menimbulkan

Page 16: LIA TITIP.doc

konflik dan dengan biaya yang sehemat mungkin. Dengan informasi ini, bank syari’ah tidak akan

melakukan kesalahan dan kecolongan oleh manuver pesaing yang sebenarnya tidak perlu ditanggapi

disamping itu pula dengan penguasaan informasi bank syari’ah diharapkan bisa menerapkan strategi

yang lebih jitu dan menjalankan strategi tersebut secara efektif dan efisien.

Disamping itu bank syari’ah yang mempunyai informasi yang lengkap dapat mendahului pesaing

dalam melakukan manuver-manuver mengecoh perhatian pesaing, sehingga pesaing akan

kecolongan dan tidak menyadari strategi bank syari’ah. Bank syari’ah harus menyembuyikan

strategi yang akan digunakan dalam persaingan sehingga pesaing akan kesulitan dalam meramalkan

gerak kita. Dengan begitu bank syari’ah dapat mengalihkan perhatian pesaing dan membuat mereka

kewalahan dan kebingungan dalam menghadapi strategi bank syari’ah.

d)   Kecepatan dan Persiapan

Pemasaran bank syariah harus bergerak cepat untuk dapat menguasai persaingan. Bergerak dengan

cepat bukan berarti mengerjakan secara tergesa-gesa. Kenyataannya, kecepatan butuh persiapan

matang. Mengurangi waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan, mengembangkan produk,

dan layanan nasabah adalah hal utama. Memahami reaksi kompetitor potensial terhadap serangan

kita merupakan hal yang juga penting. Timing dan kecepatan sangat krusial dalam persaingan

lembaga keuangan Kemampuan membaca pasar dan meluncurkan produk secara cepat, biasanya

merupakan langkah utama dalam meraih mind share dan market share. Kecepatan ini mesti

dilakukan lewat persiapan yang matang dan membangun struktur tertentu yang cerdas, prospektif,

dan adaptif. Dalam meluncurkan produk baru, bank syari’ah harus mempunyai kecepatan

dibandingkan pesaing. Kecepatan itu juga harus diimbangi dengan persiapan yang matang atas

segala kemungkinan, sehingga bank syari’ah akan siap dalam menhadapi segala resiko yang

ditimbulkan dan produk yang diluncurkan itu tidak menjadi bumerang di kemudian hari.

Nasabah bank syari’ah yang sebagian besar pedagang kecil membutuhkan dana pembiayaan yang

dengan mudah dan cepat cair. Bank syari’ah harus mampu melakukan pelayanan itu secara cepat,

dalam hal ini bank syari’ah bisa membentuk kelompok-kelompok dalam pasar sehingga waktu

untuk menarik dan menyalurkan pada nasabah bisa dilakukan dengan waktu yang singkat dengan

biaya yang lebih sedikit Namun demikian, bank syari’ah harus tetap memperhatikan prinsip kehati-

kehatian dalam memberikan pembiayaan. Kepercayan dan kemitraan dengan nasabah merupakan

senjata ampuh.

e)    Membentuk Lawan

Sekarang co-marketing dan co-branding populer digunakan untuk menaikkan marketing

relationship, pelengkap produk dan pengalaman yang lain. Dalam melakukan aliansi, bank syari’ah

Page 17: LIA TITIP.doc

dapat membentuk jaringan sebagai wadah untuk bertukar pikiran dan informasi, saling membantu

dalam hal likuiditas, serta berkonsolidasi dalam menghadapi persaingan maupun menyelesaikan

konflik yang muncul antar bank syari’ah sendiri. Dengan adanya jaringan ini diharapkan posisi

tawar bank syari’ah di hadapan pemerintah maupun pesaing akan meningkat. Dengan posisi tawar

yang tinggi, bank syari’ah akan lebih mudah membatasi gerak pesaing. Gerak pesaing yang terbatas

akan memudahkan bank syari’ah untuk membuat pesaing melakukan persaingan sesuai aturan bank

syari’ah.

f)     Pemimpin Yang Berkarakter

Manajer bank syari’ah yang berkarakter akan mampu menciptakan suasana manajemen bank

syari’ah yang dapat menumbuhkan disiplin dan percaya diri pegawai dalam menjalankan strategi

pemasran yang telah ditetapkan. Seperti yang kita ketahui, kemampuan suatu bank syari’ah

mendorong inisiatif karyawannya merupakan hal yang amat penting. Hanya dengan demikianlah,

bank syari’ah tersebut bisa menyesuaikan strateginya, serta merespon lingkungan kompetensi yang

dinamis dan tuntutan nasabah yang semakin tinggi.  Sistem manajemen bank syari’ah juga harus

mendorong kreativitas pegawai dengan cara memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide atau

pendapat yang dapat membantu kinerja pemasaran bank syari’ah. Komunikasi ini penting dalam

bank syari’ah agar keharmonisan hubungan atasan dan bawahan bank syari’ah tetap terjaga.

2.3.      Asuransi Syari’ah

Pada saat ini perkembangan ekonomi yang berbasis syariah sedang diminati oleh masyarakat karena

banyak keuntungan yang didapat, maka dari itu didirikanlah asuransi-asuransi syariah sebagai

bentuk partisipasi dalam membangun perkembangan ekonomi syariah. Sampai saat ini asuransi

syariah berkembang sangat pesat. Banyak asuransi konvensioanal yang melahirkan unit atau cabang

yang berbasis syariah dan beberapa perusahaan yan sedang dalam persiapan untuk mendirikan

asuransi islam baru.

Asuransi syariah dan lembaga-lembaga ekonomi syariah lainnya muncul sebagai bukan hanya

untuk meningkatkan ekonomi umatnya saja. Tetapi sekaligus menjadi solusi bagi bangsa yang

sedang terpuruk ini untuk bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang bermartabat, tidak diperhamba

bangsa-bangsa lain.

Berdirinya Asuransi Syariah jelas akan meningkatkan kesadaran berasuransi, sehingga disamping

ikut membangun untuk memperkuat sumber daya keuangan dalam negeri, juga akan memberikan

dampak kontraksi moneter untuk menahan laju inflasi. Dengan optimalnya investasi yang dilakukan

sesuai dengan prinsip syariah islam, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara

maksimal.

Page 18: LIA TITIP.doc

Dalam perkembangannya, asuransu syariah menghadapi beberapa kendala yang masih ditemui

hingga saat ini, diantaranya adalah :

·      Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang

relative baru dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama mereka kenal, baik nama

dan operasinya.

·      Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan

masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, dengan produknya bank lebih lebih

banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan masyarakat.

·      Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih dalam

proses mencari bentuk. Oleh karenanya, diperlukan langkah – langkah sosialisasi, baik untuk

mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya mencari masukan demi perbaikan

system yang ada.

·      Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju

pertumbnuhan asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan

kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga – lembaga pendidikan untuk membuka atau

memperkenalkan pendidikan asuransi syariah

Adapun strategi yang diperlukan untuk pengembangan asuransi syariah diantaranya sebagai

berikut :

·      Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi

pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu meningkatkan

kualitas pelayanan kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini, misalnya mengenai apa asuransi

syariah, bagaimana operasi asuransi syariah, keuntungan apa yang di dapat dari asuransi syariah,

dan sebagainya.

·      Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya aspek syiar

islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar islam tidak hanya dalam bentuk

normative kajian kitab misalnya, tetapi juga hubungan antara perusahaan asuransi dengan

masyarakat. Dalam hal ini asuransi syariah sebagai perusahaan yang berhubungan denganm

masalah kemanusiaan (kematian, kecelakaan, kerusakan dll), setidaknya dalam masalah yang

berhubungan dengan klaim nasabah asuransi syariah bias memberikan pelayanan yang lebih baik

dibandingkan dengan asuransi konvensional.

·      Dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah, ulama, akademis, dan masyarakat

diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi asuransi syariah. Hal ini

diperlukan selain memberikan control bagi asuransi syariah untuk berjalan pada system yang

berlaku, juga meningkatkan kemampuan asuransi syariah dalam menangkapa kebutuhan dan

keinginan masyarakat.

Page 19: LIA TITIP.doc

2.4.      Pegadaian Syariah

Usaha Gadai Syariah diperlakukan sebagaimana pengelolaan sebuah perusahaan dengan sistem

modern yang dicerminkan dari penggunaan azas rasionalita, efisiensi dan efektivitas. Ketiga azas ini

diselaraskan dengan nilai–nilai Islam, sehingga dapat berjalan dengan manajemen perusahaan

secara keseluruhan.

Pembiayaan kegiatan dan pendanaan nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar

terbebas dari unsur riba, karena kegiatan pegadaian syariah termasuk dana yang disalurkan kepada

nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga yang dapat

dipertanggungjawabkan serta bekerjasama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya dan

oprasioanalnya dibawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah.

Beberapa prospek dari pegadaian syariah yang dapat disimpulkan diantaranya adalah :

·      Pasar bisnis micro finance di Indonesia sangat besar, sehingga peluang bisnis Perum

Pegadaian juga terbuka lebar.

·      Diversi vikasi usaha Perum Pegadaian yang banyak dapat diandalkan, sehingga

masyarakat mempunyai banyak pilihan untuk menggunakan jasa Perum Pegadaian.

·      Citra Perum Pegadaian di mata nasabah sudah semakin baik dan mengakarnya prinsip-

prinsip Islami sehingga nasabah diharapkan tetap loyal kepada Perum Pegadaian.

·      Harga emas Internasional sepanjang tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan,

sehingga mempengaruhi secara langsung terhadap pertumbuhan perkembangan omset usaha Perum

Pegadaian.

Adapun beberapa kendala yang dihadapi pegadaian syariah dalam operasionalnya yaitu :

·      Kurangnya tenaga professional di bidang ini.

·      Sulitnya memberikan pemahaman masyarakat tentang bahaya bunga dan riba.

·      Masih adanya anggapan masyarakat bahwa pegadaian syari’ah hanya diperuntukan bagi

umat Islam.

·      Belum banyaknya ketersediaan unit-unit pegadaian syari’ah.

Dari beberapa kendala tersebut maka dibutuhkan beberapa strategi pemasaran yang baik

diantaranya :

·      Melaksanakan program pemasaran secara terintegrasi yang melibatkan setiap pihak dan

event dalam Perum Pegadaian.

·      Melaksanakan program pemasaran secara terencana dan terukur dengan konsep yang

dirumuskan secara tepat serta pelaksanaannya yang dirancang secara teliti.

·      Melaksanakan program pemasaran yang dapat membangun image Perum Pegadaian

sebagai entitas yang kompeten.

Page 20: LIA TITIP.doc

·      Melaksanakan dan memperkuat program undian-undian nasabah berhadiah menarik.

·      Membuka Cabang/Unit Pelayanan Cabang (UPC) pada daerah-daerah yang potensial.

2.5.      Koperasi Syariah

Konsep pemasaran dalam koperasi syariah merupakan falsafah usaha yang menyatakan bahwa

banyaknya transaksi yang terjadi adalah syarat utama bagi kelangsungan sebuah Koperasi Syariah.

Untuk itu pemasaran ini diarahkan untuk mengetahui kebutuhan anggota, calon anggota dan

masyarakat sebagai pengguna Koperasi Syariah dan memenuhi kebutuhan tersebut sehingga akan

menghasilkan laba usaha. Langkah-langkah yang harus ditempuh antara lain dengan cara :

a. Menciptakan Manfaat

Pengertian dasar dalam menciptakan nilai ekonomi adalah yang memilih Skim yang tepat dalam

mendanai usaha anggota maupun masyarakat dengan tingkat margin, bagi hasil dan fee agen yang

kompetitif dan tren usaha, manfaat waktu, manfaat tempat, manfaat kepemilikan (kejelasan status),

dan manfaat informasi.

b. Pendekatan Komplementer

Pendekatan komplementer adalah pendekatan serba sistem yang mencakup kumpulan simpul-

simpul masyarakat yang melakukan tugas pemasaran, barang, jasa, ide dan faktor-faktor lingkungan

yang saling memberikan pengaruh, dan membentuk serta mempengaruhi hubungan Koperasi

Syariah dengan anggota, calon anggota ataupun masyarakatnya.

·      Pendekatan Produk Koperasi Syariah

Merupakan suatu pendekatan pada pemasaran yang melibatkan bagaimana sebuah produk Koperasi

Syariah yang dihasilkan dapat diterima dan dibutuhkan anggota, calon anggota dan masyarakat

pengguna. Proses dan organisasi yang digunakan disini dibuat untuk masing-masing produk yang

ditawarkan dan dihasilkan baik produk Unit sektor Riil maupun Unit Jasa Keuangan Syariah.

Mengingat pemasaran membutuhkan desain produksi, maka Produk Koperasi Syariah yang

dihasilkan sebaiknya didesain sedemikian rupa agar menarik peminat contohnya pada UJKS seperti

produk tabungan berjangka dinamakan : TASAKA (Tabungan Saleh Artha Berjangka) persis seperti

nama Kereta Eksekutif “Yogyakarta” atau untuk tabungan wadi’ah dinamakan TAWADHU

(Tabungan Wadhi’ah Umat) persis seperti sifat orang mu’min yang rendah hati. Kata-kata yang

dikenal masyarakat merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk lebih mengetahuinya

jasa Koperasi Syariah yang ditawarkan.

·      Pendekatan Lembaga

Pendekatan melalui lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran akan menciptakan

mekanisme pasar yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing lembaga. Lembaga-

lembaga yang terlibat antara lain :

Page 21: LIA TITIP.doc

1. Penyedia kebutuhan anggota, calon anggota dan masyarakat, dalam hal ini seperti Dealer

mobil/motor/ toko-toko elektronik

2. Suplier terhadap produk yang ditawarkan. Pengurus Koperasi Syariah hendaknya melihat tren

yang ada pada masyarakat maupun kebijakan moneter pemerintah serta situasi politik yang ada.

Pada tingkat ini produk-produk Koperasi Syariah dipesan dan harus didesain menurut kebutuhan

dan permintaan masyarakat luas.

3. Perantara dagang, dalam hal ini Koperasi Syariah memberikan reverensi produk-produk

unggulan yang dihasilkan baik jenis home industri, jasa-jasa, kerjasama atau sebagai agen. Untuk

selanjutnya dapat langsung menjualnya kepada anggota maupun masyarakat. Bila Koperasi Syariah

sebagai perantara Agen, dapat bertindak selaku perantara kepada konsumen akhir. Ataupun sebagai

pusat informasi pasar.

c. Pendekatan Serba Fungsi

Pendekatan ini tergantung pada produk yang ada dan kebiasaan dalam Jual Beli (Al Bai), Jasa

(Ijaroh) dan kerjasama usaha (Mudharabah atau Musyarakah). Dengan memperhatikan fungsi

pokok pemasaran antara lain:

1. Kemampuan menjual

Penjualan merupakan fungsi terpenting dalam pemasaran, karena menjadi tulang punggung sebuah

Koperasi Syariah. Untuk itu perlu berbagai macam cara untuk memajukan penjualan produk dan

jasa Koperasi Syariah. Akan tetapi perlu juga memperhatikan rambu syariah sebagaimana hadits

yang diiriwayatkan dari Hakim

bin Hizam bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Dua orang yang melakukan transaksi jual beli

berdasarkan pilihan selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya benar melakukan transaksi

dan membuat jelas segala sesuatu, maka keduanya mendapat berkah dari transaksi keduanya. Bila

keduanya bohong dan menyembunyikan

sesuatu, maka keberkatan keduanya dihapuskan ”

2. Desain Produk

     Dengan berbagai featur seperti hadiah payung, pulpen, bola dan sebagainya. Produk harus

didesain menarik dengan memberikan prototipeprototipe yang dapat diperlihatkan kepada anggota,

calon anggota dan masyarakat pengguna jasa Koperasi Syariah, sehingga dapat menarik perhatian.

3. Penentuan Harga Jual

Strategi harga sangat dibutuhkan sesuai dengan lingkungan persaingan dan segmen pasar. Strategi

yang paling umum adalah menggunakan “Cost-Plus Pricing Method” yaitu penentuan harga jual

Page 22: LIA TITIP.doc

dihitung berdasarkan total biaya dengan rumus : Total Harga Pokok + Marjin = Harga Jual.

Sementara untuk menentukan Total Biaya adalah : Biaya Tetap + Biaya Variabel = Total Biaya.

Namum demikian manajemen dapat melakukan langkah dengan melihat kompetiter yang ada

mengingat pasar Koperasi Syariah termasuk golongan ceruk pasar.

4. Promosi

Promosi dibutuhkan untuk memperluas jaringan keanggotaan yang berasal dari masyarakat luas,

disertai dengan informasi produk dan jasa Koperasi Syariah meliputi jenis produk pembiayaan

ataupun sektor riil dan sebagainya. Sebelum memutuskan promosi harus diputuskan segmen pasar

dan calon anggota pengguna jasa Koperasi Syariah.

5. Pembelian

Pembelian barang yang menjadi obyek pembiayaan Koperasi Syariah harus dipisahkan berdasarkan

jenis, kualitas, harga jual, merk maupun mekanisme pengirimannya. Pengelola Koperasi Syariah

harus aktif sehingga konsumen tidak lagi menunggu sampai barang itu ditawarkan kepadanya. Ia

akan melihat sumbernya dari siapa ia akan membeli.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang membeli

makanan, maka ia tidak menjualnya sampai ia menimbangnya.”.

6. Penyimpanan

Barang-barang yang dimiliki Koperasi Syariah setelah dipilah berdasarkan jenis dan kualitasnya

disimpan dalam penyimpanan yang aman. Penyimpanan ini juga memiliki alasan antara lain :

Menstabilkan harga, yaitu dengan jalan menimbun hasil komoditi pada saat hasil produk berlimpah

ruah, sehingga harganya rendah. Kemudian menjualnya pada waktu komoditi dibutuhkan.

Spekulasi, yaitu dengan menampung hasil produksi untuk dijual pada saat harga naik.

Menjaga kemungkinan terjadi pembelian dalam jumlah besar. Perlunya penyimpanan barang dan

jasa selama waktu antara dihasilkan dan dijual, kadang dalam fase penyimpanan perlu diadakan

pengolahan lebih lanjut contohnya pengadaan barangbarang produk retail atau eceran.

7. Perkuatan Pendanaan

Perkuatan Pendanaan ini merupakan sebuah fungsi untuk mendapatkan modal dari sumber ekstern.

Sumber-sumber tersebut antara lain : Lingkage dengan Bank Umum Syariah (BUS), Laba BUMN,

Proyek-proyek Pemerintah, dll. Yakni dengan market financing yang dimaksudkan fungsi mencari,

mengurus modal uang secara profit sharring ataupun revenue sharring dengan pihak-pihak tertentu

guna melancarkan transaksitransaksi pengalihan barang dari sumber tertentu kepada Koperasi

Syariah dilanjutkan ke anggotanya. Konsep Islam membenarkan pemberian imbalan atas modal

dengan tanggung jawab untuk memikul resiko kerugian. Seseorang dapat menginvestasikan modal

kedalam sebuah syirkah (perkongsian, kemitraan) berdasarkan modal kerja, atau keahliannya.

8. Penanggungan Resiko

Page 23: LIA TITIP.doc

Penanggungan resiko adalah fungsi untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan timbulnya

resiko dalam pemasaran seperti:

o   Resiko yang ditimbulkan oleh alam : banjir, penyakit, ombak.

o   Resiko yang ditimbulkan oleh manusia : Pencurian, perampokan dan Kebakaran.

o   Resiko yang ditimbulkan oleh pasar : Merosotnya harga.

o   Risiko Management adalah suatu cara bagaimana mengurangi atau menghindari kerugian

yang timbul karena rusaknya barang, penyusutan,hilangnya barang, atau turunnya harga sehingga

tidak mempengaruhi aktifitas usaha Koperasi Syariah.

9. Pengumpulan Informasi Pasar.

Keberadaan Koperasi Syariah diharapkan dapat terciptanya Business Centre dengan dilengkapi Unit

Jasa Keuangan Syariah (UJKS). Sehingga dapat diketahui Produk yang dihasilkan dan

keberadaannya dipasar. Kebutuhan Anggota, calon anggota dan masyarakat terhadap produk

tersebut, dengan indikasi serba mudah, serba murah, serba ada (One Stop Shopping shariah)

sehingga tercipta segmentasi pasar yang jelas.

Kelangkaan Suplai atas Dimand akan menyebabkan harga barang tidak stabil dan cenderung naik,

untuk menstabilkan harga dilakukan dengan mencari sumber dan informasi pasar sebanyak-

banyaknya.

d. Pendekatan Manajemen

Pendekatan ini menitik beratkan pada sisi manajerial yang mengambil keputusan-keputusan dalam

menentukan kebijakan pemasaran produk Koperasi Syariah sebagai suatu kerangka yang terdiri atas

variabel-variabel yang dapat dikontrol seperti : pemahaman produk yang dihasilkan, pengaturan

likuiditas, penentuan margin dan promosi, ditambah dengan variabel-variabel yang tidak dapat

dikontrol seperti : kompetiter yang ada, permintaan anggota, calon anggota dan masyarakat.

2.6.      Baitul Mal Wa Tamwil

Koperasi syariah atau akrab dikenal dengan sebutan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) mengalami

perkembangan cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul mal yang

dulunya sederhana pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi juga

mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat.

Selain itu, dengan kehadiran BMT di harapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan dana

untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas

riba/bunga, memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah, lembaga keuangan alternatif

yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan bebas riba/bunga, lembaga untuk memberdayakan

Page 24: LIA TITIP.doc

ekonomi ummat, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan produktivitas.

Dan untuk itu semua diperlukan strategi yang pas dalam pemasarannya, diantaranya adalah sebagai

berikut :

a.    Meluruskan Niat

Langkah pertama yang harus dilalui pengelola BMT sebelum memasarkan produknya adalah

dengan meluruskan niat, karena niat merupakan cermin perbuatan seseorang. Rasulullah SAW

bersabda :

“Sesungguhnya sahnya perbuatan ( amal ) itu tergantung pada niatnya”

Beberapa petunjuk praktis yang dapat dijadikan bahan rujukan para pengelola BMT dalam upaya

meluruskan niat, sebagai berikut :

·      Luruskan niat dengan selalu menyebut nama Allah SWT bahwa apa yang hendak

dilakukan dalam kerangka pemasaran produk BMT tidak lain semata-mata untuk mengharapkan

ridho-Nya.

·      Luruskan aniat dengan selalu mendekatkan tindakan dengan misi BMT yang telah

ditetapkan.

·      Luruskan niat dengan dilandasi keyakinan bahwa memasarkan produk bmt juga

merupakan salah satu bagian penting dari serangkaian perjuangan menegakkan hokum-hukum Allah

SWT di muka bumi (jihad fi Sabilillah) dan dakwah menuju jalan yamg benar.

·      Luruskan niat dengan menyatakan ikrar dalam hati hendak maksimal dalam

memasarkan produk BMT dan peantang menyerah menghadapi segala tantangan karena

pertolongan Allah SWT akan datang menyertai langkah-langkahnya.

b.    Perhatikan Ulama

Hal penting yang perlu diperhatikan pengelola BMT dalam memasarkan produknya adalah

melakukan kunjungan ke ulama dengan menjelaskan bahwa BMT di kelola dengan baik mengikuti

prinsip-prinsip syariah. Sekali-kali ajak mereka menengok BMT serta praktik pengelolaaan dana

dan program-program BMT. Perlu dipikirkan langkah-langkah strategis yang memungkinkan BMT

menjalin kerjasama dengan lembaga atau organisasisosial keagamaam yang berbeda di bawah

pengaruh (naungan) ulama antara lain ; produk-produk simpanan berbagi hasil BMT, Simpanan

Pendidikan untuk para santri, Simpanan Haji, Simpanan Qurban, Simpanan Iedul Fitri dan

simpanan lain yang dapat mengakses kebutuhan umat. Sebagai imbangan BMT perlu

mempertimbangkan pemberian bagi santri berprestasi / kurang mampu atau sumbangan sarana

ibadah.

c.    Memperluas Jaringan Kerjasama

Page 25: LIA TITIP.doc

Langkah berikutnya yang harus dilalui pengelola dalam memasarkan produknya adalah dengan

memperluas jaringan kerjasama saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) dengan berbagai

pihak, sepanjang tidak mengingkari prinsip-prinsip syariah yang sejak awal ditetapkan sebagai

landasan utama usaha BMT. Kerjasama ini dimungkinkan sebagai upaya BMT semakin kukuh di

masyarakat karena mengalirnya dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, antara lain ;

•   Para Aghniya yaitu orang-orang muslim yang memiliki kelebihan harta (surplus unit).

•   Pengusaha muslim yang jujur dan memiliki komitmen kuat terhadap pemberdayaan ekonomi

umat.

•   Perbankan Syariah, lokal maupun nasional, lembaga-lembaga mikro keuangan syariah lainnya,

lembaga permodalan, serta instansi pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam bidang

ekonomi dan bisnis.

•   Semua pihak yang memiliki komitmen sama dalam pemberdayaan ekonomi komponen mayoritas

bangsa yang banyak memiliki komitmen sama dalam pemberdayaan ekonomi komponen mayoritas

bangsa yang hidup di wilayah akar rumput (grass root).

d.    Jemput Bola

Sebagai lembaga keuangan yang belum lama lahir, BMT membutuhkan promosi dan sosialisasi

secara lebih optimal di masyarakat. Keaktifan pengelola dalam memasarkan produk BMT

merupakan komponen terpenting diantara komponen-komponen lainnya yang akan menentukan

tingkat keberhasilan lembaga. Salah satu cara efektif yang dapat di lakukan untuk mencapai target-

target pemasaran produk BMT di awal operasionalnya adalah dengan melakukan pendekatan “

jemput bola “ pendekatan ini dilakukan dengan cara petugas langsung mendatangi calon nasabah

petugas leluasa menjelaskan mengenai konsep keuangan syariah serta system dan prosedur

operasional BMT.

Dari perspektif syariah, jemput bola dapat pula dipahami sebagai upaya

BMT mengembangkan tradisi silatutahmi yang menurut Rosulullah SAW dapat menambah rezeki,

memanjangkan umur serta menjauhkan manusia dari dendam dan kebencian. Setelah keempat

pendekatan umur serta menjauhkan manusia dari di atas dilalui, selanjutnya perlu dikembangkan

strategis pemasaran di bawah ini;

·      Pengelola BMT harus mampu bertindak jujur, amanah, professional dibidangnya

dengan mewujudkan signifikasitransparansi dibidang manajemen. Keikhlasan menerima kritik dan

saran, bijaksana dalam mengambil segala keputusan penting, serta mampu memberikan pelayanan

terbaik kepada semua orang.

·      Memilih produk penghimpunan dana yang tepat dengan ukuran sederhana (mudah

dalam pemasaran, pengelolaan, maupun penerapannya sesuai prinsip-prinsip syariah), tidak terlalu

Page 26: LIA TITIP.doc

beresiko artinya dana tersebut dipercayakan penyimpanannya untuk jangka waktu relatif lama 1

sampai 2 th atau lebih dan besaran beban bagi hasil usaha ditentukan berdasarkan perhitungan yang

wajar namun tetap kompetitif. Mempunyai nilai jual yang tinggi maksudnya adalah bahwa produk

penghimpunan dana yang ditawarkan benar-benar menjawab kebutuhan konkret masyarakat kelas

menengah di bawah (defisit-units).

http://abahanom-kng.blogspot.com/2012/10/pemasaran-dalam-perspektif-syariah.html

SUMMARY, ANALISA DAN KOMENTAR SISTEM KEUANGAN

M

A

K

A

L

A

H

JUDUL : FAKTOR PENDUKUNG INSTITUSI

LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH

DIPRESENTASIKAN SEBAGAI TUGAS PADA

MATA KULIAH SISTEM FINANCIAL ISLAM

DOSEN PEMBIMBING: Prof. Dr. SOFYAN SYAFRI HARAHAP

Oleh : Ismul Azhari

Nim: 08 EKNI 1348

PASCA SARJANA IAIN SUMUT

2009-2010

FAKTOR PENDUKUNG INSTITUSI LEMBAGA KEUANGAN SARI’AHOleh : H. Jazuli Suryadhi [1]

PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian cepat, khususnya perbankan, asuransi dan pasar modal. Jika pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang tersebar di seluruh  Indonesia. Asset perbankan syari’ah ketika itu belum mencapai Rp 1 triliun, maka saat ini assetnya lebih dari Rp 22 triliun. Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994 hanya dua buah yakni Asuransi Takaful Keluarga dan Takaful Umum, kini telah berjumlah 34 lembaga asuransi syariah (Data AASI 2006)[2]. Demikian pula obligasi syariah tumbuh pesat

Page 27: LIA TITIP.doc

mengimbangi asuransi dan perbankan syariah.

1. Lembaga Pemberi Fatwa

Salah satu lembaga yang berwenang memberikan aturan/arahan selain lembaga yang dibentuk pemerintah adalah Majlis Ulama Indonesia dalam hal ini Dewan Syariah Nasional (DSN)

Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah (regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus  diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya memiliki landasan yang kuat secara syari’ah. Untuk itulah Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dilahirkan pada tahun 1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia.[3]

2. Kedudukan Fatwa

Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid (Al-Fatwa fi Haqqil ’Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid). Artinya, Kedudukan fatwa bagi orang kebanyakan, seperti dalil bagi mujtahid.[4]

Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi Islami yang tengah ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi syari’ah di Indonesia. Fatwa ekonomi syari’ah yang telah hadir itu  secara teknis menyuguhkan model pengembangan bahkan pembaharuan fiqh muamalah maliyah. (fiqh ekonomi) Secara fungsional, fatwa  memiliki fungsi Tabyin dan Tawjih. Tabyin artinya menjelaskan hukum yang merupakan regulasi praksis bagi lembaga keuangan, khususnya yang diminta praktisi ekonomi syariah ke DSN dan Taujih, yakni  memberikan guidance (petunjuk) serta pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma ekonomi syari’ah. [5]

Memang dalam kajian ushul fiqh, kedudukan fatwa hanya mengikat bagi orang yang meminta fatwa dan yang memberi fatwa. Namun dalam konteks ini, teori itu tidak sepenuhnya bisa diterima, karena konteks, sifat, dan karakter fatwa  saat ini telah berkembang dan berbeda dengan fatwa klasik. Teori lama tentang fatwa harus direformasi dan diperpaharui sesuai dengan perkembangan dan proses terbentuknya fatwa. Maka teori fatwa hanya mengikat mustaft (orang yang minta fatwa) tidak relevan untuk fatwa DSN.  Fatwa ekonomi syariah DSN saat ini tidak hanya mengikat bagi praktisi lembaga ekonomi syariah, tetapi juga bagi masyarakat Islam Indonesia, apalagi fatwa-fatwa itu kini telah dipositivisasi melalui Peraturan  Bank Indonesia (PBI). Bahkan DPR baru-baru ini, telah mengamandemen UU No 7/1989 tentang Perdilan Agama yang secara tegas memasukkan masalah ekonomi syariah sebagai wewenang Peradilan Agama.

Fatwa-fatwa ekonomi syari’ah saat di Indonesia dikeluarkan melalui proses dan formula fatwa kolektif, koneksitas dan melembaga yang disebut ijtihad jama’iy (ijtihad ulama secara kolektif), bukan ijtihad fardi (individu), Validitas jama’iy dan fardi jelas sangat berbeda. Ijtihad jama’iy telah mendekati ijma’. Seandainya hanya negara Indonesia yang ada di dunia ini, pastilah kesepakatan para ahli dan ulama Indonesia itu disebut Ijma’.

Fatwa dalam definisi klasik bersifat opsional ”ikhtiyariah” (pilihan yang tidak mengikat secara legal, meskipun mengikat secara moral  bagi  mustafti (pihak yang meminta fatwa), sedang bagi selain mustafti bersifat ”i’lamiyah” atau informatif yang lebih dari sekedar wacana. Mereka terbuka untuk mengambil fatwa yang sama atau meminta fatwa kepada mufti/seorang ahli yang lain.

Jika ada lebih dari satu fatwa mengenai satu masalah yang sama maka ummat boleh memilih mana yang lebih memberikan qana’ah (penerimaan/kepuasan)  secara argumentatif  atau secara batin. Sifat fatwa yang demikian membedakannya dari suatu putusan peradilan (qadha) yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak yang berperkara.

Page 28: LIA TITIP.doc

Namun, keberadaan fatwa ekonomi syari’ah yang dikeluarkan DSN di zaman kontemporer ini, berbeda dengan proses fatwa di zaman klasik yang cendrung individual atau lembaga parsial. Otoritas fatwa tentang ekonomi syari’ah di Indonesia, berada dibawah Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama Indonesia. Komposisi anggota plenonya terdiri dari para ahli syari’ah dan ahli ekonomi/keuangan yang mempunyai wawasan syari’ah. Dalam membahas masalah-masalah yang hendak dikeluarkan fatwanya, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) melibatkan pula lembaga mitra seperti Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dan Biro Syari’ah dari Bank Indonesia.

Fatwa dengan definisi klasik  mengalami pengembangan dan penguatan posisi dalam fatwa kontemporer yang melembaga dan kolektif di Indonesia. Baik yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI untuk masalah keagamaan dan kemasyarakatan secara umum, maupun yang dikeluarkan oleh DSN MUI untuk fatwa tentang masalah ekonomi syari’ah khususnya Lembaga Ekonomi Syari’ah. Fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI menjadi  rujukan yang berlaku umum serta mengikat bagi ummat Islam di Indonesia, khususnya secara moral. Sedang fatwa DSN menjadi rujukan yang mengikat bagi lembaga-lembaga keuangan syari’ah  (LKS) yang ada di tanah air, demikian pula mengikat masyarakat yang berinteraksi dengan LKS.

3. Kaedah dan Prinsip

Fiqh muamalah klasik yang ada tidak sepenuhnya relevan lagi diterapkan, karena bentuk dan pola transaksi yang berkembang di era modern ini demikian cepat. Sosio-ekonomi dan bisnis masyarakat sudah jauh  berubah dibanding kondisi di masa lampau. Oleh karena itu, dalam konteks ini diterapkan dua kaedah.

Pertama,

Al-muhafazah bil qadim ash-sholih wal akhz bil jadid aslah, yaitu, memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan membiarkan terus praktek yang telah ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkannya.

Kedua,

Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ’ala at-tahrim (Pada dasarnya semua praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya).

Selain itu para ulama berpegang kepada prinsip-prinsip utama muamalah, seperti; prinsip bebas riba, bebas gharar (ketidak-jelasan atau ketidakpastian) dan tadlis, tidak maysir (spekulatif), bebas produk haram dan praktek akad fasid/batil. Prinsip ini tidak boleh dilanggar, karena telah menjadi aksioma dalam fiqh muamalah.Formulasi  fatwa juga berpegang pada prinsip maslahah atau ”ashlahiyah”  mana yang maslahat atau lebih maslahat untuk dijadikan opsi yang difatwakan. Konsep maslahah dalam muamalah menjadi prinsip yang paling penting. Dalam ushul fiqh telah populer kaedah, ”Di mana ada mashlalah, maka di situ ada syariah Allah”. Watak maslahat syar’iyah antara lain berpihak kepada semua pihak atau berlaku umum, baik maslahat bagi lembaga syariah, nasabah, pemerintah (regulator) maupun masyarakat luas.

Kemaslahatannya tidak hanya diakui secara tanzhiriyah (perhitungan teoritis) tetapi juga secara tajribiyah (pengalaman empirik di lapangan). Karena itu untuk menguji shalahiyah  (validitas) fatwa, harus diadakan muraja’ah maidaniyah (pencocokan di lapangan) setelah berjalan waktu yang cukup dalam  implementasi fatwa ekonomi. Apakah kemaslahatan dalam tataran teoritis mendapatkan pembenaran dalam penerapannya di lapangan.

4. Peran Strategis Ulama

Sejarah mengenal ulama bukan semata sebagai sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Kualitas keilmuan para ulama telah mendorongmendorong mereka untuk aktif membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Terumuskannya system ekonomi Islam secara konseptual, termasuk system perbankan syariah, adalah buah dari kerja keras para ulama.

Page 29: LIA TITIP.doc

Sebelum perbankan konvensional dikenal, masyarakat sebenarnya telah melaksanakan transaksi berdasarkan muamalah Islam. Dalam pertanian dan perkebunan dikenal adanya istilah maro,nelu, dan sebagainya yang merupakan istilah lain dari bagi hasil. Hal demikian dimungkinkan dengan arahan dari para ulama masa lampau yang mengerti tentang pembagian hasil menurut ajaran Islam. Dalam kehidupan modern, sekali lagi, para ulama berperan untuk mewujudkan bank Islam seperti yang sekarang dikenal.

Para ulama yang berkompeten terhadap hukum-hukum syariah memiliki fungsi dan peran yang amat besar dalam perbankan syariah, yaitu sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN).

1. 1. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dwan Syariah Nasional.[6]

1. 2. Dewan Syariah Nasional (DSN)

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pulalah jumlah DPS yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersipat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional (DSN).

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi  Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Sekretaris (ex officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasioanal dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasioanl membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.

Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas syariah pada lembaga yang bersangkutan.

Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah

Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasioanl telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.[7]

Page 30: LIA TITIP.doc

Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasioanl dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. Secara garis besar, tugas dan mekanisme kerja DSN.

5. Produk Fatwa DSN

Sejak berdirnya tahun 1999, Dewan Syariah Nasional, telah mengeluarkan sedikitnya 47 fatwa tentang ekonomi syariah, antara lain, fatwa tentang; giro, tabungan, murabahah, jual beli salam, istishna’, mudharabah, musyarakah, ijarah, wakalah, kafalah, hawalah, uang muka dalam murabahah, sistem distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah, diskon dalam murabahah, sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, pencadangan penghapusan aktiva produktiv dalam LKS, al-qaradh, investasi reksadana syariah, pedoman umum asuransi syariah, jual beli istisna’ paralel, potongan pelunasan dalam murabahah, safe deposit box, raha (gadai), rahn emas, ijarah muntahiyah bit tamlik, jual beli mata uang, pembiayaan pengurusan haji di LKS, pembiayaan rekening koran syariah, pengalihan hutang, obligasi syariah, obligasi syariah mudharabah, Letter of Credit (LC) impor syariah, LC untuk export, sertifikat wadiah Bank Indoensia, Pasar Uang antar Bank Syariah, sertifikat investasi mudharabah (IMA), asuransi haji, pedoman umum penerapan prinsip syariah di pasar modal, obligasi syariah  ijarah, kartu kredit, dsb.[8]

Kesimpulan :

Keberadaan sebuah dewan syariah tentu saja sangat penting bagi sebuah lembaga, baik profit atau pun non profit.

Sebab pada saat ini, ada sekian banyak permasalahan yang bersifat syubhat dan kompleks, sehingga kita semua ini membutuhkan advisor / concelor yang terkait dalam masalah halal dan haram. Sedangkan tsaqafah dan wawasan umat Islam di negeri ini umumnya sangat kurang.

Kalau menemukan sekedar orang-orang yang punya semangat ke-Islaman atau pandai berceramah sehingga menarik pendengar, barangkali tidak terlalu sulit. Tetapi kalau menemukan ulama yang mendalami detail-detail masalah dari sudut pandang hukum Islam / syariah, tentu bukan hal yang sederhana. Sebab jumlah ulama yang ahli di bidang itu sangat sedikit, sedangkan kebutuhan atas jasanya sedemikian banyak.

Di sisi lain, dinamika aktifitas sehari-hari yang semakin cepat, maka keberadaan sebuah badan khusus yang menangani masalah syariah menjadi penting. Badan atau dewan ini kerjanya adalah melakukan pengawasan dan pengkajian tentang segala hal yang terkait dengan hukum Islam.

Sebuah perusahaan yang ingin dikelola dengan cara-cara yang Islami, tentu saja mutlak membutuhkan sebuah dewan syariah. Sebuah hotel yang ingin menerapkan identitas hotel Islami, mutlak membutuhkannya. Sebuah partai yang mengangkat diri sebagai partai Islam, juga mutlak wajib memiliki dewan syariah.

Adapun hukum apakah yang dipakai ? Jawabnya tentu hukum Islam. Sebab keberadaan dewan syariah itu bukan sebagai penasehat hukum positif, melainkan sebagai penasehan hukum Islam.

Prospek Ekonomi Syariah dan Kesejahteraan Umat

Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami. Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi umat di masa datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang menerapkan prinsip syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Di sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti jumlah kantor cabang bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang. Prospek perbankan syariah di masa depan

Page 31: LIA TITIP.doc

diperkirakan juga akan semakin cerah. Hal itu diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia, Burhadin Abdullah di sela-sela acara dialog ekonomi syariah di Jakarta pekan lalu. Burhanudin mengatakan bank-bank yang ada sekarang bisa memanfaatkan kebijakan dihilangkannya Batas Minimum Penyaluran Kredit (BMPK) untuk melakukan penyertaan pada bank lain.

Ini satu kesempatan bagi bank untuk membuka unit-unit syariah. Misalnya bank A yang merupakan bank konvensional, dia bisa melakukan penyertaan di bank syariah tanpa dibatasi oleh BMPK. Di masa lalu batasnya 10 persen, sekarang tidak ada lagi,” jelas Burhanudin.

Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengadung judi dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di dunia. Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market share asuransi konvensional.

Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan.

Bisa dibayangkan kesejahteraan yang bisa dinikmati umat jika penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup segala aktivitas ekonomi di Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka luas. Persoalannya sekarang, mampukah kita memanfaatkan peluang yang terbuka lebar itu.

Dukungan Pemerintah Belum Memadai

Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat hanya salah satunya. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada masa kampanye pemilu kemarin menyatakan mendukung ekonomi syariah, belum sepenuhnya mewujudkan dukungannya itu dalam bentuk program kerja tim ekonomi kabinetnya.

Berkaitan dengan hal itu, dalam di sela-sela sebuah acara dialog ekonomi syariah, praktisi perbankan syariah A. Riawan Amin mengatakan bahwa keberpihakan pemerintah terhadap ekonomi syariah sangat penting, karena hal ini bukan semata-mata menyangkut mayoritas umat Islam di Indonesia tapi berkaitan dengan masalah stabilitas ekonomi nasional.

Menurutnya, para ekonom yang ada di kabinet saat ini sebaiknya meninggalkan sistem ekonomi kapitalis dan mengikuti aturan main kapitalis, sehingga bisa keluar dari krisis. Riawan mengaku untuk saat ini para pelaku ekonomi syariah belum terlalu menuntut pemerintah untuk lebih berpihak pada sistem ekonomi syariah. ”Mereka mau mengerti saja, itu sudah bagus,” ujarnya. Meski demikian ada harapan dari sejumlah kementerian yang sudah menyatakan dukungannya terhadap sistem ekonomi syariah, antara lain dari Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN.

Kendala lainnya adalah masalah regulasi. Penerapan syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan membutuhkan regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan mereka untuk berekspansi bukan malah membatasi. Saat ini, peraturan tentang permodalan masih menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan penetrasi dan ekpansi pasar.

Page 32: LIA TITIP.doc

Kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa para pelaku ekonomi syariah masih menghadapi tantangan berat untuk menanamkan prinsip syariah sehingga mengakar kuat dalam perekonomian nasional dan umat Islamnya itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, Sudarman Lc., anggota DPRD I Banten dalam sebuah dialog ekonomi syariah beberapa waktu lalu mengingatkan, penerapan ekonomi syariah harus dipahami sebagai bagian integral dari penerapan syariat Islam secara kaffah. Penerapan hukum syariah dalam perekonomian tidak akan berhasil tanpa didukung penerapan hukum syariah di bidang yang lain. Teori dan sistem ekonomi syariah yang baik, bukan jaminan bagi penegakan perekonomian Islam kalau kaum muslimin sebagai pelaku ekonominya belum terlembagakan dengan baik.

Salah satu institusi keuangan syariah yang saat ini tengah berkembang adalah pasar modal syariah. Hal ini tidak lepas dari semakin berkembangnya industri keuangan syariah yang pertumbuhannya sangat cepat, terutama dalam satu dekade terakhir.

Menurut riset Bank Negara Malaysia (bank sentral Malaysia) tahun 2005, dana yang dimiliki umat Islam atau pelaku pasar Muslim di bursa-bursa di seluruh dunia, mencapai angka sekitar 1,3 triliun dolar AS. Sedangkan dana yang terhimpun di pasar keuangan Islam di seluruh dunia diperkirakan 230 miliar dolar AS, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12-15 persen per tahun. Kemudian, jumlah institusi keuangan syariah saat ini mencapai lebih dari 250 buah, tersebar di 75 negara. Sementara jumlah fund manager syariah tercatat lebih dari 100 buah institusi dengan total aset yang dikelola mencapai 5 miliar dolar AS.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa potensi dana yang dimiliki umat Islam sangat besar. Tingginya pertumbuhan pasar keuangan syariah juga didorong pembentukan berbagai macam lembaga keuangan tingkat internasional. Misalnya the Islamic Financial Services Boards (IFSB) yang terdiri atas berbagai bank sentral negara-negara Islam terkait, the International Islamic Financial Market (IIFM), dan the Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Organisasi terakhir berbasis di Bahrain, dan merupakan lembaga yang memiliki fokus pada pengembangan sistem akuntansi dan audit yang sesuai syariah dan dapat diterima secara internasional.

Kontribusi lembaga-lembaga tersebut sangat signifikan, sehingga diharapkan dapat menstimulasi institusi-institusi keuangan syariah lainnya, termasuk di Indonesia, untuk terus dapat mengembangkan dirinya.

Belajar dari Malaysia

Pepatah mengatakan ”pengalaman adalah guru terbaik”. Demikian pula dalam membangun dan mengembangkan sistem pasar keuangan syariah. Kita membutuhkan pengalaman negara lain sebagai cermin langkah dan strategi yang akan dikembangkan. Salah satu negara yang dikenal sebagai pioner pengembangan pasar keuangan syariah adalah Malaysia.

Sejak Kementerian Keuangan Malaysia mengeluarkan Capital Market Masterplan pada tahun 2001 yang memuat 13 rekomendasi untuk menjadikan Malaysia sebagai international centre bagi industri keuangan syariah, pertumbuhan pasar keuangan Islam Malaysia menunjukkan kinerja luar biasa. Sebagai contoh, jumlah saham yang tercatat di bursa syariah mencapai 816 buah pada tahun 2005, naik sebesar 4,9 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai angka 778 saham. Persentase saham syariah mencapai 82,5 persen dari total keseluruhan saham yang listed di bursa pada tahun 2005, atau meningkat 80,8 persen dari tahun sebelumnya, dengan kapitalisasi pasar yang mencapai 64 persen.

Prestasi lainnya, 36 persen dari total equity fund di seluruh dunia tercatat di bursa syariah Malaysia, dengan nilai 1,8 miliar dolar AS (dari total 5 miliar dolar AS). Hal tersebut mengindikasikan pasar modal syariah Malaysia telah mendapatkan kepercayaan yang kuat dari investor. Bahkan, Komisi Sekuritas Malaysia telah menggandeng Dow Jones dengan memperkenalkan Dow Jones-RHB Islamic Malaysia Index untuk mengintegrasikan pasar domestik dengan pasar internasional. Dengan performance seperti itu, wajarlah jika kemudian banyak negara Muslim mencoba mengikuti jejak

Page 33: LIA TITIP.doc

Malaysia.

DAFTAR PUSTAKA

Sjafi’I, Antonio, Bank Sjariah dari teori ke praktek, cet. I , Jakarta: Tazkia Cendekia-Gema Insani Pers, 2001.

Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, cet. I , Aqsa Publishing / Paradigma, 2007.

Remy Syahdeni, Sutan, DR. Prof. Perbankan Islam (dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia) , cet. 2, Grafiti, 2005.

Silaturrahim Nasional Kedua, 30-31 Agustus 2004 Graha Wisata Mahasiswa, Jakarta:  Rasuna Said, 2004.

http://www.media-indonesia.com

ANALISA DAN KOMENTAR :

Dalam analisa dan komentar pada makalah ini,  penulis ingin menegaskan tentang pengembangan lembaga keuangan Syariah menuju pemberdayaan ekonomi rakyat. Analisa dan komentar ini di uraikan secara sistematik dan konseptual sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang sisi-sisi pengembangan lembaga keuangan Syariah tersebut..

Sebelum memberikan komentar selanjutnya penulis ingin memberikan summary atau ringkasan dari artikel atau makalah di atas menurut hasil analisa penulis:

Dalam artikel ini dibicarakan tentang sejumlah alasan mengapa institusi keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami. Oleh karenanya perlu adanya lembaga yang mendampingi lembaga keuangan syari’ah tersebut seperti; Ulama yang menguasai ilmu syariat sehingga mampu menghasilkan fatwa-fatwa yang valid dan akurat.

Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi Islami yang tengah ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi syari’ah di Indonesia. Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku.

Para ulama yang berkompeten terhadap hukum-hukum syariah memiliki fungsi dan peran yang amat besar dalam perbankan syariah, yaitu sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Fungsi utama para ulama yang yang tergabung dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS) Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam.

Lembaga Pemberi Fatwa adalah salah satu lembaga yang berwenang memberikan aturan/arahan selain lembaga yang dibentuk pemerintah adalah Majlis Ulama Indonesia dalam hal ini Dewan Syariah Nasional (DSN)

Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid (Al-Fatwa fi Haqqil ’Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid). Artinya, Kedudukan fatwa bagi orang kebanyakan, seperti dalil bagi mujtahid.

3. Kaedah dan Prinsip

Fiqh muamalah klasik yang ada tidak sepenuhnya relevan lagi diterapkan, karena bentuk dan pola transaksi yang berkembang di era modern ini demikian cepat. Sosio-ekonomi dan bisnis masyarakat sudah jauh  berubah dibanding kondisi di masa lampau.

Page 34: LIA TITIP.doc

Ada kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam menyikapi sosio-ekonomi dan bisnis masyarakat yang berubah-berubah agar relevan dengan bentuk dan pola transaksi yang berkembang di era modern ini yaitu:

Pertama,

Al-muhafazah bil qadim ash-sholih wal akhz bil jadid aslah, yaitu, memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan membiarkan terus praktek yang telah ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkannya.

Kedua,

Al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ’ala at-tahrim (Pada dasarnya semua praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya).

4. Peran Strategis Ulama

Para Ulama mempunyai peran yang sangat strategis karena sepanjang sejarah ulama dikenal bukan semata sebagai sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Kualitas keilmuan para ulama telah mendorongmendorong mereka untuk aktif membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Terumuskannya system ekonomi Islam secara konseptual, termasuk system perbankan syariah, adalah buah dari kerja keras para ulama.

Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dwan Syariah Nasional.

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasioanl membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.

Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas syariah pada lembaga yang bersangkutan.

Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah

Sejak berdirnya tahun 1999, Dewan Syariah Nasional, telah mengeluarkan sedikitnya 47 fatwa tentang ekonomi syariah, antara lain, fatwa tentang; giro, tabungan, murabahah, jual beli salam, istishna’, mudharabah, musyarakah, ijarah, wakalah, kafalah, hawalah, uang muka dalam murabahah, sistem distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah, diskon dalam murabahah, sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, pencadangan penghapusan aktiva produktiv dalam LKS, al-qaradh, investasi reksadana syariah, pedoman umum asuransi syariah, jual beli istisna’ paralel, potongan pelunasan dalam murabahah, safe deposit box, raha (gadai), rahn emas, ijarah muntahiyah bit tamlik, jual beli mata uang, pembiayaan pengurusan haji di LKS, pembiayaan rekening koran syariah, pengalihan hutang, obligasi syariah, obligasi syariah mudharabah, Letter of Credit (LC) impor syariah, LC untuk export, sertifikat wadiah Bank Indoensia, Pasar Uang antar Bank Syariah, sertifikat investasi mudharabah (IMA), asuransi haji, pedoman umum penerapan prinsip syariah di pasar modal, obligasi syariah  ijarah, kartu kredit, dsb.

Page 35: LIA TITIP.doc

Selanjutnya mengenai pengembangan lembaga keuangan syariah menuju pemberdayaan ekonomi rakyat bahwa pada dasarnya perbuatan muamalat yang ditujukan untuk kebaikan hubungan berekonomi sesama manusia harus mengandung ciri untuk kemaslahatan umum. Oleh karena itu seharusnya kita melihat kehadiran sistem syariah dalam transaksi antar individu dan lembaga harus kita tempatkan dalam kontek pasar, yaitu karena adanya kebutuhan dan ketersediaan serta dipilih atas dasar pertimbangan rasional dan moral untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera lahir dan batin. Karena perekonomian syariah dilandasi atas prinsip kesempurnaan kehidupan diantara kebutuhan lahiriah dan rohaniah dalam bertransaksi sesama hamba Allah maupun lembaga yang mereka buat, maka kerelaan atau “ridho” menjadi fundamen dasar setiap transaksi dua pihak atau lebih.

Perdebatan ekonomi syariah sering dipersempit dalam konteks pada “bunga bank” sebagai riba atau bukan, sementara dimensi lain selain “riba” kurang diberikan pembahasan secara seimbang. Selain “riba” terdapat dua aspek penting yakni unsure ada tidaknya judi atau “maisir” yang sangat berkaitan dengan aspek resiko dan ketidakpastian serta ada tidaknya unsur kecohan (tipuan) yang dikenal sebagai hal yang mengandung unsur “gharar”. Ketiga unsur yang menjadi dasar perbuatan transaksi atau “baia” mempunyai arti yang penting untuk menilai subtansi suatu transaksi dapat digolongkan memenuhi syarat syariah atau tidak.

Pengkajian ekonomi syariah secara umum masih didominasi oleh kupasan dari dimensi “fiqih” dan ”administrasi pembangunan” bukan kupasan ilmu ekonomi dan nilai subtansi ajaran islam dalam menjelaskan perilaku individu muslim sebagai pelaku ekonomi. Padahal beberapa kajian empiris oleh para ahli ekonomi juga telah banyak menemukan adanya perbedaan perilaku masyarakat muslim yang tercermin dalam tingkah laku ekonominya (Metwali). Tantangan besar bagi para ekonom adalah terus mengkaji kedudukan moral ekonomi islam atau sistem ekonomi syariah dan bagaimana interaksi dengan sistem yang lain dalam dunia global.

Apabila kita simak secara mendalam ajaran berekonomi dalam Al-qur’an dilandasi oleh suatu sikap bahwa tiada pemisahan antara ekonomi dan keberagamaan seseorang. Mencari nafkah adalah bagian dari ibadah dan tiada pemisahan antara agama dan kehidupan dunia. Dari titik tolak ini akan melahirkan dua konsekuensi yaitu : pertama, perlunya pembentukan sikap oleh seorang individu akan penguatan hidup dan pencarian kebaikan di dunia atau dalam hubungannya dengan bumi dan alam; kedua, soal pemilihan pribadi, sampai dimana batas dan tujuannya.

Konsekuensi dasar pertama memerlukan pada sikap keharusan hidup bersahaja yang menjadi dasar hidup seorang muslim untuk menghindari sikap hidup yang boros dan bermewah-mewahan. Dengan demikian prinsip kemanfaatan didasarkan atas pemenuhan kesejahteraan lahiriyah dan rohhaniah.

Jika prinsip ekonomi syariah sebagai dasar muamalat, maka seharusnya kita jangan buru-buru terpaku pada institusi. Institusi dengan berbagai karakter dan prinsip yang mengawal prakteknya pada akhirnya akan memberikan pilihan kepada masyarakat selaku pengguna untuk memilihnya. Dalam jual beli seorang calon pembeli mempunyai kesempatan untuk melakukan “khiyar” atau memilih. Pilihan dalam hal jasa institusi sudah barang tentu selain pertimbangan rasional juga atas dasar kaidah-kaidah syariah yang bersumber dari Wahyu Illahi yang ditujukan bagi kebaikan umat manusia.

II. Peran Strategis Kelembagaan Keuangan Syariah dalam

Pemberdayaan UKM

Mengenai peran penting UKM dalam menyangga kehidupan ekonomi kita sudah tidak ada keraguan lagi, baik dilihat dari dukungan politik maupun reliatas kehidupan perekonomian kita karena unit-unit UKM lah tempat mereka bekerja dan meningkatkan taraf kehidupan mereka. Namun patut disadari bahwa lebih dari 97% usaha kecil kita adalah usaha mikro yang omsetnya berada dibawah Rp. 50 juta pertahun dan sering terabaikan oleh pelayanan perbankan komersial biasa. UKM dalam dirinya adalah produsen bagi barang dan jasa tetapi juga pasar bagi produkproduk jasa untuk mendukung kegiatan usahanya. Oleh karena itu thema pengembangan lembaga keuangan syariah ini

Page 36: LIA TITIP.doc

menjadi penting ketika kita menyadari keterkaitan pembiayaan dan pembangunan UKM.

Di sisi lain dalam persefektif pengertian UKM yang dianut oleh UU 9/1995 juga termasuk sektor jasa keuangan yang dilaksanakan dengan mengambil kegiatan di sektor perbankan, perkreditan dan jasa keuangan lainnya. Dalam kaitan ini maka bertambah lagi dimensi yang harus kita lihat. Dalam persfektif hubungan ini, Perbankan dengan pengembangan usaha berskala kecil dan menengah. Demikian pula dalam kontek Badan Hukum Koperasi juga dapat menjalankan usaha pembiayaan dalam sistem syariah.

Dalam kontek institusi, kita posisi penting perbankan dan LKM syariah dalam pengembangan UKM di Indonesia. Sebagaimana dimaklumi sektor usaha UKM pada umumnya berada di sektor tradisional dengan perkiraan resiko yag tidak lazim tersedia pada pengalaman perbankan konvensional. Sementara sistem bagi hasil justru menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Maka amatlah tepat jika format pengembangan lembaga keuangan dan Perbankan Syariah dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan UKM. Dilihat dari pelakunya sistem perbankan syariah memberikan keyakinan lain akan terjaminya keamanan batin mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang tentu memperkuat tingkat pengharapan dan keyakinan mereka akan keberhasilan usahanya.

Ekonomi syariah sangat pas untuk bisnis yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar, apalagi apabila berhasil dibangun keterpaduan antara fungsi jaminan dan usaha yang memiliki resiko. Oleh karena itu berbagai dukungan untuk mendekatkan UKM dengan perbankan syariah adalah sangat penting dan salah satu strateginya adalah bagimana kita mampu menjalin keterpaduan sistem keuangan syariah. Hal inilah yang harus kita cari jawabnya. Keterpaduan sistem keuangan syariah menjadi unsur penting dalam menjadikan LKsyariah menjadi efektif, memiliki kemaslahatan tinggi terutama dalam kontek globalisasi dan otonomi daerah.

Sebagaimana sistem konvensional dalam sistem keuangan syariah juga terdapat pelaku kecil dan menengah, termasuk perbankan. Dengan demikian kerjasama dan keterkaitan antara perbankan syariah skala besar dan bank syariah skala kecil dan menengah harus mendapatkan perhatian. Lebih jauh akan menjadi semakin produktif apabila peran lembaga keuangan Syariah Non-Bank juga mendapat perhatian yang sama. Dari berbagai data yang disajikan oleh BPS, sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, adalah sektor yang paling produktif disbanding sektor lainnya, bahkan tidak ada perbedaan nilai tambah/tenaga kerja antara LK kecil dan besar.

III. Format Pengembangan LKM Syariah

Dalam sejarah perkembangannya di Indonesia sudah dapat mengembangkan berbagai macam LK-syariah yaitu bank syariah; “LKM”-syariah, Gadai syariah, Asuransi syariah, dan Koperasi syariah. Dalam rumpun LKM-syariah yang non bank telah berkembang tiga model : BMT (Baitulmal Wa Tamwil) yang menyatukan Baitul Mal dan Baitul Tamwil; BTM (Baitul Tamwil) yang menyempurnakan “Sponsored Financial Institution” dan “sirhkah”. Ketiga model ini ada telah berkembang dan kebanyakan sudah mengambil bentuk “Badan Hukum” koperasi dan hanya sebagai kecil yang tidak terdaftar dalam format perijinan dan pendaftaran institusi keuangan di Indonesia.

LK-syariah sekarang sudah menjadi nama dari institusi keuangan, sehingga secara legal sudah terbuka untuk dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia, bahkan perusahaan asing. Jika syariah menjadi “Brand” dan orang yang percaya kepada Brand menjadikan konsumen fanatik, maka LK-syariah adalah lading investasi sektor keuangan yang menjanjikan. Maka sebentar lagi perdebatan format LKS berubah menjadi kancah perdebatan pasar biasa. Sangat boleh jadi akan muncul pertanyaan mengapa lembaga yang bukan berbasis islam juga menjual produk syariah ? Sehingga sebenarnya LK-syariah saja belum menyelesaikan persoalan membangun sistem ekonomi yang islami.

Meskipun Fatwa MUI sudah dikeluarkan tugas pencerahan tentang kedudukan moral islam dalam berekonomi masih akan semakin diperlukan. Pertanyaan dasar apakah konsep bunga sebagai harga uang juga berlaku bagi “nisbah bagi hasil” dalam sistem syariah. Bagaimana jika nisbah bagi hasil

Page 37: LIA TITIP.doc

secara mengejutkan berlipat dibanding bunga komensional ?. Apa masih memenuhi kaidah “Baia” yang dapat dicerna oleh akal sehat (tiada agama tanpa akal). Harus dipikirkan pula jika dalam perebutan pasar LK-konvensional dapat merubah persyaratan akad semakin dekat dengan moral islam. Sehingga unsur “ridho” menonjol dan prinsip tidak boleh mengambil keuntungan atas kerugian orang lain dikembangkan. Apakah dalam kedudukan seperti itu fatwa masih mempunyai kedudukan yang sama ? Inilah pekerjaan berat para ekonom untuk ikut menyumbangkan pikirannya agar tidak terjadi jalan buntu. Pada dasarnya ilmu ekonomi juga berkembang diluar batas neo classic yang relevan dengan prinsip-prinsip berekonomi secara islami. Mengenai kritik terhadap ekonomi neo classic di Indonesia sudah sering kita dengar1, namun penjelasan cara pandang dan pengembangan kerangka analisa baru yang dianggap sesuai juga masih terbatas.

Format pengembangan LKM syariah ke depan harus bertumpu pada basis kewilayahan atau daerah otonom, karena tanpa itu tidak akan ada sumbangan yang besar dalam membangun keadilan melalui pencegahan pengurasan sumberdaya dari suatu tempat secara terpusat pada “the capitalist sector”. Bentuk LKM menurut hemat penulis harus berjenjang, pada basis paling bawah kita butuh LKM-informal yang hak hidupnya dapat diatur oleh PERDA. Pada skala ekonomi kaum yang layak berusaha, baru membangun format koperasi dan pemusatan pada tingkat daerah otonom dalam bentuk bank khusus, sehingga secara hirarki dapat dilihat seperti bangunan pyramid. Pada skala yang lebih tinggi BPRS dan kaum pemilik modal dapat bersatu dalam bank umum syariah yang berfungsi sebagai APPEX Bank.

Dukungan pengaturan kearah itu sudah sangat terbuka dan sebagian sedang dipersiapkan. Secara umum pada saat ini tidak ada halangan untuk mengembangkan LKM-syariah. Dan pilihan kelembagaan yang sesuai tergantung pada keputusan para pemodal dan prinsip akan pengembangannya.

IV. Kebijakan dan Program Pemberdayaan Koperasi dan UKM

Visi kita ke depan dalam pemberdayaan UKM adalah terwujudnya UKM yang menjadi pemain utama arus perkonomian nasional yang mandiri dan berdaya saing dalam menghadapi persaingan global.

Secara khusus peran pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya UKM yang paling mendasar adalah menyediakan kerangka regulasi yang menjamin lapangan permainan yang sama atau level playing field. Sehingga pengaturan harus menjamin persaingan yang sehat dan apa yang dapat dilakukan usaha lain juga terbuka bagi UKM. Dan dalam persfektif otonomi daerah terdapat masalah keterpaduan yang harus terus menerus dikembangkan. Pada akhirnya UKM sebagai pelaku bisnis akan berada dalam lingkup pembinaan di daerah, kecuali pengaturan di enam bidang. Koordinasi lintas sektor dan dengan daerah akan menjadi agenda penting untuk mewujudkan harmonisasi pengaturan dan prosedur perijinan pada berbagai tingkatan agar mampu mendorong pertumbuhan UKM. Bagaimana program pemberdayaan UKM dan koperasi dijabarkan dapat digambarkan dalam 7 butir berikut ini.

1. Pengembangan Kebijakan Pemberdayaan KUKM

Program ini dimaksudkan sebagai upaya untuk penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi KUKM. Dalam kenyataannya persoalan iklim bagi KUKM seringkali sangat terkait atau tergantung dengan sektor lainnya. Oleh sebab itu perlu dukungan penciptaan iklim yang kondusif melalui dukungan kebijakan-kebijakan yang responsive terhadap persoalan dan kepentingan KUKM, sehingga KUKM dapat tumbuh dan berkembang baik dari sisi lembaga maupun usahanya. Sedangkan koordinasi diperlukan untuk mensinergikan dan memadukan berbagai kebijakan dan program agar berjalan padu dan berkelanjutan, bersama-sama dengan stake holders, dalam upaya untuk lebih memantapkan pencapaian hasil yang optimal dalam pemberdayaan KUKM.

2. Revitalisasi Kelembagaan Koperasi

Page 38: LIA TITIP.doc

Program ini dimaksudkan untuk menumbuhkan koperasi yang sesuai dengan jatidiri koperasi, dengan menerapkan nilai-nilai dan prinsip perkoperasian. Di dalam pengembangan koperasi juga didorong berkembangnya koperasi yang dijalankan dengan sistem bagi hasil akan pola pembagian sistem syariah. Penyempurnaan UU yang ada dalam perkiraannya juga sudah menampung hal itu.

3. Peningkatan Produktivitas KUKM

Program ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan produktif KUKM sehingga tumbuh dan berkembangnya wirausaha-wirausaha yang berkeunggulan kompetitif dan memiliki produk yang berdaya saing melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan mutu, dan lain-lain.

4. Pengembangan Sentra/Klaster UKM dan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi KUKM

Program ini dimaksudkan untuk menjaga dinamika perkembangan sentra menjadi klaster bisnis UKM melalui perkuatan dukungan finansial dan non finansial. Diharapkan sentra-sentra yang ada selanjutnya dapat berkembang menjadi pusatpusat pertumbuhan, dan menjadi penggerak atau lokomotif dalam pengembangan ekonomi lokal. Keberadaan BDS diharapkan dapat memberikan layanan kepada UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan sumberdaya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas. Pelayanan jasa BDS sesuai bidang yang dikuasai dengan pendekatan best practises, dan berorientasi pada pasar, cekatan (responsiveness) dan inovatif. Disamping dukungan BDS, maka penumbuhan sentra juga didukung dengan perkuatan finansial yaitu melalui penyediaan modal awal dan padanan bagi KSP/USP-Koperasi di sentra.

5. Pemberdayaan dan Penataan Usaha Mikro/Sektor Informal

Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan memperkuat keberadaan serta peran usaha mikro dan sektor informal terutama pedagang kaki lima (PKL) di perkotaan, perkuatan usaha mikro pada daerah pasca kerusuhan, bencana alam, dan kantong-kantong kemiskinan.

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan melalui program ini, antara lain dukungan iklim kepastian usaha dan perlindungan melalui penerbitan Perda, dukungan perkuatan permodalan melalui dana bergulir, sarana usaha, pelatihan, bimbingan manajemen, sosialisasi, dan monitoring dan evaluasi.

6. Pengembangan Lembaga Diklat SDM KUKM

Program ini bertujuan untuk mengintensifkan peranan lembaga-lembaga diklat bagi peningkatan kualitas SDM KUKM yang berada di masyarakat, di bidang peningkatan keterampilan, manajerial, perkoperasian dan kewirausahaan yang responsif terhadap tuntutan dunia usaha dan perubahan lingkungan strategis

7. Penguatan Jaringan Pasar Produk KUKM

Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi KUKM dalam memperluas akses dan pangsa pasar melalui pengembangan dan penguatan lembaga pemasaran KUKM, serta pengembangan jaringan usaha termasuk kemitraan, dengan memanfaatkan teknologi (teknologi informasi). Bagian dari kemitraan adalah bentuk-bentuk kerjasama yang inovatif, dengan prinsip yang saling menguntungkan antara KUKM dengan usaha besar. Termasuk dalam kegiatan ini adalah memperkuat jaringan warung masyarakat kedalam pola grosir, sehingga dapat memperkuat daya tawar dalam pengadaan produknya serta dapat diefektifkan sebagai outlet dan sekaligus inlet dari produk-produk KUKM.

Diakhir komentar penulis ini dapat dinyatakan bahwa pengembangan model ekonomi islami harus menjadi agenda pengkajian yang terus menerus oleh ekonom dan ulama untuk menemukan prinsip-prinsip berekonomi yang baik demi kebaikan hidup umat manusia. Pengembangan LKsyariah penting, tetapi belum menjadi jaminan untuk mewujudkan system perekonomian yang islami. Sistem LKM-syariah terpadu yang berbasis daerah otonom akan menjamin kinerja yang efektif dan adil bagi pemberdayaan ekonomi rakyat.

Page 39: LIA TITIP.doc

[1] Mahasiswa (S2) Magister Study Islam (Konsentrasi Ekonomi Islam) Universitas Islam Indonesia Jogjakarta, Stap Direktorat Kemahasiswaan Universitas Mercu Buana Jakarta, Ketua Yayasan Pendidikan Islam Syifa Fikriya Cikande Serang Banten

[2] http://www.media-indonesia.com

[3] Antonio Sjafi’I, Bank Sjariah dari teori ke praktek, Tazkia Cendekia-Gema Insani Pers, Jakarta, 2001, cetakan 1.

[4] Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Aqsa Publishing / Paradigma, tahun 2007 cetakan 1, hal 7

[5] Antonio Sjafi’I, Bank Sjariah dari teori ke praktek, Tazkia Cendekia-Gema Insani Pers, Jakarta, 2001, cetakan 1.

[6] Antonio Sjafi’I, Bank Sjariah dari teori ke praktek, Tazkia Cendekia-Gema Insani Pers, Jakarta, 2001, cetakan 1. hal, 233

[7] Antonio Sjafi’I, Bank Sjariah dari teori ke praktek, Tazkia Cendekia-Gema Insani Pers, Jakarta, 2001, cetakan 1. hal 234

[8] Remy Syahdeni, Sutan, DR. Prof. Perbankan Islam (dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia) Grafiti, cetakan 2, tahun 2005, halaman 27.