li lbm 1 blok 18

8
1. Pemeriksaan kelenjar limfe pada abses submandibular KELENJAR GETAH BENING LEHER Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut: Gambar : Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher. 10 American Head and Neck Society and the AAO-HNS, membagi kelenjar limfe (getah bening) menjadi 6 regio, level I – VI. 13,14 Level IA : Submental Level IB : Submandibular Level II : Upper Jugular

Upload: lithaand

Post on 14-Jul-2016

435 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

lbm 1 blok 18

TRANSCRIPT

Page 1: LI LBM 1 Blok 18

1. Pemeriksaan kelenjar limfe pada abses submandibular

KELENJAR GETAH BENING LEHER

Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB

pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut:

Gambar : Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher. 10

American Head and Neck Society and the AAO-HNS, membagi kelenjar limfe (getah

bening) menjadi 6 regio, level I – VI. 13,14

Level IA : Submental

Level IB : Submandibular

Level II : Upper Jugular

Terletak di sepanjang vena jugularis bagian atas, tepatnya dimulai dari dasar tengkorak

sampai inferior os hyoid

Level III : Middle Jugular

Terletak dari os hyoid sampai kartilago krikoid

Level IV : Lower Jugular

Terletak dari kartilago krikoid sampai batas atas klavikula

Level V : Posterior Triangel Group (spinal accessory and supraclavicular nodes)

Page 2: LI LBM 1 Blok 18

Terletak di antara muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius. Level VA

dan VB dipisahkan oleh perpanjangan garis kartilago krikoid.

Lever VI : Anterior Compartment Group (pretracheal, paratracheal, precricoid)

Dari os hyoid sampai ke regio suprasternal.

Langkah- langkah dalam pemeriksaan kelenjar getah bening leher:15

1. Memperkenalkan diri dan inform consent terlebih dahulu kepada pasien

2. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air mengalir

3. Tanyakan kepada pasien bagian mana yang dianggap sakit oleh pasien dan

informasikan bahwa apabila pada pemeriksaan nanti ada rasa sakit yang dirasakan

pasien, maka pasien harus memberi tahu.

4. Posisikan pasien. Idealnya, pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan berdiri di

belakang pasien. Dan pasien diperiksa dalam posisi duduk.

5. Inspeksi

Kelenjar getah bening leher terletak di sepanjang bagian anterior dan posterior dari

leher tepat di bagian bawah dagu. Jika kelenjar getah bening cukup besar, dapat terlihat

adanya pembengkakan di bawah kulit dan lebih mudah lagi jika pembesarannya

asimetris (akan lebih mudah untuk melihat adanya pembesaran kelenjar getah bening

Gambar : Pembagian Level kelenjar getah bening leher

Page 3: LI LBM 1 Blok 18

jika hanya satu bagian saja yang membesar). 16

Hal-hal yang harus diperhatikan pada inspeksi:

Pembesaran kelenjar getah bening

Skar bekas operasi (cancer exision)

Massa yang jelas

6. Palpasi

Palpasi kelenjar getah bening harus menggunakan empat ujung-ujung jari karena ujung

jari adalah bagian yang paling sensitif. Palpasi dilakukan dengan membandingkan

antara bagian kiri dan kanan secara simultan, dari atas ke bawah dan dengan sedikit

tekanan.16

Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa berada dibelakang

penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala penderita condong ke depan sehingga

ujung-ujung jari-jari meraba di bawah tepi mandibula. Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi

ke sisi yang lain sehingga palpasi dapat dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun

yang profunda. Juga dapat dilakukan dengan palpasi bimanual. 15

Page 4: LI LBM 1 Blok 18

Gambar : Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular15

2. Bagaimana patogenesis kehilangan tulang alveolar dengan kondisi sistemik pasien

Mekanisme DM dengan kehilangan tulang alveolar terjadi karena kondisi hiperglikemia pada penderita DM akan memicu ganguan pada metabolisme dan kualitas tulang. Selain itu, kondisi hiperglikemia dapat mingkatkan fungsi osteoklas dan menurunkan fungsi osteoblast sehingga dapat memicu absorpsi tulang secara cepat.

Hiperglikemia dapat menginduksi produksi macrophage colony stimulating factor (MCSF), tumor necrosis factor (TNF)-α dan receptor activator of nuclear factor-κB ligand (RANKL), yang dapat memicu gangguan dalam proliferasi dan diferensiasi dari osteoblast dan osteoklas.

Pada jurnal “Osteoporosis in diabetes mellitus: Possible cellular and molecular mechanisms” diterangkan bahwa kondisi hiperglikemia akan meningkatkan jumlah osteoklas, TNF-, MCSF, RANKL yang semua komponen tersebut akan memicu peningkatan resorpsi tulang, sementara penurunan Osteoclastin, Osteonectin, penurunan proliferasi osteoblast, penurunan neovaskularisasi, peningkatan diferensiasi adiposit, peningkatan deposit sumsun tulang ,PPAR-, aP2, adipisin dan resistin serta penurunan diferensiasi osteoblast akan cenderung menurunkan kemampuan dalam pembentukan tulang atau remodeling tulang.

Diabetes mellitus dapat menyebabkan periodontitis melalui respon inflamasi yang berlebihan terhadap mikroflora yang berada pada jaringan periodontal. pembentukan (Advanced Glycation EndProducts) AGEs terjadi selama kelebihan kadar glukosa (Lamster et al, 2008). AGEs yang terbentuk akan berikatan dengan reseptor pada monosit dan marofag.

Interaksi AGE dengan reseptor tersebut pada sel inflamasi menghasilkan peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi seperti IL-1β dan TNF-α. Interaksi ini menyebabkan peningkatan IL-1β dan TNF-α dalam cairan krevikular gingiva pada penderita DM, dan memicu terjadinya peningkatan prevalensi dan keparahan penyakit periodontal pada penderita DM. selain itu, Fungsi sel neutrofil, monosit, dan makrofag, berubah pada penederita diabetes. Perlekatan, kemotaksis dan fagositosis dari neutrofil terganggu. Sehingga bakteri yang invasiv dan menyebabkan periodontitis tidak dapat dihambat. Hal ini akan memicu kerusakan jaringan periodontal lebih parah (Mealey, 2006). Kerusakan jaringan periodontal yang telah parah mengakibatkan resorpsi tulang alveolar. Hal ini terjadi akibat adalanya infeksi mikroorganisme yang tidak terkendali (Al-Emadi et al, 2006).

Invasi mikroorganisme secara progresif dapat menyebabkan kehilangan tulang alveolar akibat adanya destruksi jaringan periodontal yang parah (Mealey, 2006). Hal ini menyebabkan kondisi hilangnya tulang alveolar baik secara vertikal ataupun horizontal pada

Page 5: LI LBM 1 Blok 18

Hiperglikemi Hiperglikemi

Membentuk AGEs

menurunkan kemampuan dalam pembentukan tulang atau remodeling tulang

Meningkatkan jumlah osteoklas, penurunan Osteoclastin, Osteonectin, penurunan proliferasi

osteoblast, penurunan neovaskularisasi, peningkatan diferensiasi adiposit, peningkatan

deposit sumsun tulang ,PPAR-, aP2, adipisin dan resistin serta penurunan diferensiasi osteoblast

Menginduksi produksi MCSF, TNF-α, RANKL

Menyebabkan kehilangan tulang alveolar baik vertikal

maupun horizontal

berikatan dengan reseptor pada monosit dan marofag

Aktifasi osteoklas

menghasilkan peningkatan produksi sitokin pro-

inflamasi seperti IL-1β dan TNF-α

penderita DM akan menyebabkan mobilitas pada gigi secara keseluruhan baik disertai atau tidak disertain dengan adanya kerusakan pada gigi

3. Apa saja tindakan dan teknik bedah minor pada kasus4. Bagaimana penatalaksanaan kasus di skenario selain tindakan bedah5. Apakah perawatan bedah minor diatas harus menggunakan general anastesi

Kontraindikasi insisi abses dengan anestesi lokal :1.Abses yang berukuran besar.2.Abses yang letaknya cukup dalam di area yang sulit untuk dilakukan anestesi lokal. 3.Terdapat selulitis

6. Apakah ada efek medical compromised dalam penatalaksanaan lesi dan apa pertimbanganyaPasien dengan kondisi medik kompromais adalah seseorang dengan kondisi medis ataupun perawatan medis yang rentan terhadap infeksi maupun komplikasi serius (Marsh & Martin, 1999). Pasien medis kompromais adalah seseorang yang mengidap satu ataupun lebih penyakit dan sedang menjalani satu atau lebih medikasi sebagai

Page 6: LI LBM 1 Blok 18

perawatan penyakitnya tersebut (Ganda, 2008). Aspek khusus yang perlu diperhatikan adalah efek obat anestesi terhadap kondisi tersebut, potesi interaksi obat, serta kegawatdaruratan medis (Coulthard, et al., 2003).

Medically Compromised Patient Patient Assessment – Category I: Healthy patient – Category II: Medical conditions requiring schedule changes – Category III: Medical conditions requiring significant modifications in dental treatment – Category IV: Medical conditions requiring major modifications in dental treatment – Category V: Serious medical conditions

Systemic diseases include:1. cardiovascular diseases2. respiratory diseases3. liver diseases4. endocrine diseases5. renal diseases6. neurogenic diseases7. sexually transmitted diseases8. blood diseases

9. pregnancy & breast feeding