lapsus sefalgia udin

29
CEPHALGIA Laporan Kasus Disusun untuk Melengkapi Tugas Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Ilmu Kedokteran Klinik di Instalasi Rawat Darurat RSUD Blambangan Disusun oleh : Ahmad Syaifuddin (101611101083) Pembimbing : dr. Andar Setyawan Sp.S

Upload: ahmad-syaifuddin

Post on 15-Jul-2016

51 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

sefalgia

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Sefalgia Udin

CEPHALGIALaporan Kasus

Disusun untuk Melengkapi Tugas Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Ilmu

Kedokteran Klinik di Instalasi Rawat Darurat RSUD Blambangan

Disusun oleh :

Ahmad Syaifuddin

(101611101083)

Pembimbing :

dr. Andar Setyawan Sp.S

ILMU KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2016

Page 2: Lapsus Sefalgia Udin

CEPHALGIA

I. Identitas Pasien

Nama : Nn. Safira

Usia : 14 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku Bangsa : WNI

Alamat : Jln. Bunyu No 54 Lateng , Banyuwangi

No RM : 088160

Tanggal periksa : 22 Februari 2016

II. Anamnesa

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 Februari 2016.

Keluhan utama :

Riwayat penyakit :

Pasien mengeluhkan pusing dibagian kepala belakang

Pasien mengeluhkan kepalanya sering terasa sakit pada

bagian belakang, dan sering pusing. 3 bulan ini kambuh

lagi, kepala pasien sering pusing, badan sering lemas, dan

sering pingsan 5x dalam 1 bulan ini.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien pernah 2 th yang lalu tertabrak sepeda, kepalanya

terbentur, kemudian tidak sadar dan dibawa ke UGD

RSUD Blambangan dan pulang.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

serupa dengan pasien.

III. Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

- Tekanan darah : 120/70 mmHg

- Nadi : 72x/menit

Page 3: Lapsus Sefalgia Udin

- Respirasi : 20x/menit

Status neurologis

Kesadaran : composmentis, GCS (Glasgow Coma Scale) : 4-5-6

Pada GCS ada skala penilaian:

Respon buka mata/Eye opening skala 1-4 (E)

Respon verbal terbaik 1-5 (V)

Respon motorik terbaik 1-6 (M)

TINGKAT KESADARAN (GCS) SKALA

1. Tanggapan Membuka Mata (E)

Spontan

Terhadap bicara

Terhadap nyeri

Tak ada tanggapan

4

3

2

1

2. Tanggapan Verbal (V)

Berorientasi

Bicara kacau/disorientasi

Kata-kata tak tepat/tidak membentuk kalimat

Bunyi tanpa arti (mengerang)

Tak ada jawaban

5

4

3

2

1

3. Tanggapan Motorik (M)

Menurut perintah

Melokalisir nyeri

Reaksi menghindar

Gerakan fleksi abnormal (dekortikasi)

Gerakan ekstensi (deserebrasi)

Tak ada gerakan

6

5

4

3

2

1

1) Kepala dan leher

Page 4: Lapsus Sefalgia Udin

a. Hidung : n. Olfactorius : Dbn

b. Mata : n. Opticus : Dbn

: n. Occulomotorius : Dbn

: n. Throclearis : Dbn

: n. Abducens : Dbn

c. Mulut : n. Trigeminus : Dbn

d. Wajah : n. Facialis : Dbn

e. Telinga : n. Vestibulocochlearis : Dbn

f. Leher : n. Glossopharyngeus : Dbn

: n. Vagus : Dbn

: n. Accesorius : Dbn

: n. Hypoglossus : Dbn

2) Thoraks

a. Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan

b. Pulmo : tidak dilakukan pemeriksaan

3) Abdomen

a. Bising usus : tidak dilakukan pemeriksaan

b. Hepar : tidak dilakukan pemeriksaan

c. Pankreas : tidak dilakukan pemeriksaan

d. Ginjal : tidak dilakukan pemeriksaan

4) Punggung : tidak dilakukan pemeriksaan

5) Ekstremitas

a. Gerakan

BBB BBB

BBB BBB

b. Kekuatan

Page 5: Lapsus Sefalgia Udin

555 555

555 555

Penilaian kriteria kekuatan otot, yaitu:

5: Normal

4: Melawan Gravitasi, tahanan cukup

3: Melawan Gravitasi, tahanan ringan

2: Gerak sendi, tidak bisa melawan gravitasi

1: Otot kontraksi, gerak sendi (-)

0: Plegi

c. Tonus

Normal Normal

Normal Normal

d. Trophi

Eutrophi Eutrophi

Eutrophi Eutrophi

e. Reflek

Reflek Fisiologis

Normorefleksi Normorefleksi

Normorefleksi Normorefleksi

Reflek patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan

6) Spinal

Page 6: Lapsus Sefalgia Udin

Vegetatif

- BAK : tidak dilakukan pemeriksaan

- BAB : tidak dilakukan pemeriksaan

- Berkeringat : tidak dilakukan pemeriksaan

Sensibilitas : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi panoramik menunjukkan adanya impaksi gigi molar tiga rahang

atas pada sisi dekster dan impaksi molar tiga rahang bawah pada sisi dekster serta

sinister. Akar gigi molar tiga seluruhnya belum terbentuk sempurna.

Resume :

Anamnesa

Keluhan utama :

Riwayat penyakit :

Pasien mengeluhkan pusing dibagian kepala belakang

Pasien mengeluhkan kepalanya sering terasa sakit pada

bagian belakang, dan sering pusing. 3 bulan ini kambuh

lagi dan kumat-kumatan, badan sering lemas, dan sering

pingsan 5x dalam 1 bulan ini.

Pemeriksaan fisik

Page 7: Lapsus Sefalgia Udin

Vital sign

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 72x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Status neurologis

Kesadaran : composmentis, GCS (Glasgow Coma Scale) : 4-5-6

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi panoramik menunjukkan adanya impaksi gigi molar tiga rahang atas

pada sisi dekster dan impaksi molar tiga rahang bawah pada sisi dekster serta

sinister.

DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis : cephalgia

Diagnosis topik : N trigeminal; gigi 18,38 dan 48 ( molar tiga)

Diagnosis etiologi : cephalgia et causa impacted teeth

TERAPI :

R/ Kutoin 100 mg No XV

∫ 2 d.d I

׀׀

R/ Proneuron No. XV

∫ 2 d.d I

׀׀

Page 8: Lapsus Sefalgia Udin

PEMBAHASAN

1. Definisi Sefalgia

Sefalgia adalah nyeri kepala, sensasi nyeri pada kepala yang dapat berupa

sensasi berdenyut, rasa terikat, tertusuk-tusuk, dan sebagainya. Nyeri kepala

adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh kepala dengan batas

bawah daerah dagu hingga daerah kepala belakang (daerah oksipital dan sebagian

tengkuk) (Syahrir, 2003).

Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Smeltzer & Bare 2002).

Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan

di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Struktur bangunan peka

terhadap nyeri :

a. Bangunan intrakranial : meninges, terutama dura basalis dan meninges

yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak,

nervus trigeminus (N.V), nervus fasialis (N.VII), nervus glossofaringeus

(N.IX), nervus vagus (N.X)

b. Bangunan ekstrakranial : otot-otot oksipital,temporal dan frontal, kulit

kepala, periosteum, hidung, mata, telinga, vertebra servikal.

2. Etiologi

Nyeri kepala dapat ditimbulkan karena :

- Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.

- Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti perdarahan subdural

- Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intracranial, edema

serebri, atau tekanan intracranial yang menurun secara tiba-tiba dan cepat.

Page 9: Lapsus Sefalgia Udin

- Gangguan pembuluh darah ekstrakranial , misalnya vasodilatasi (migraine

dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)

- Penjalaran nyeri dari daerah mata (glaucoma,iritis), sinus (sinusitis), gigi-

geligi (pulpitis dan impaksi molar 3) dan daerah leher (spondiloartrosis

deformans servikalis)

- Ketegangan otot kepala-leher-bahu sebagai manifestasi psiko-organik pada

keadaan depresi dan stress.

3. Klasifikasi

Berdasarkan The International Classification of Headache Disorder edisi 2

tahun 2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri kepala dibagi atas:

a. Nyeri kepala primer, meliputi:

- Migren

- Tension type headache atau Nyeri kepala tipe tegang

- Cluster headache atau Nyeri kepala klaster dan trigeminal autonomic

cephalgia

- Nyeri kepala primer lainnya.

b. Nyeri kepala sekunder, meliputi:

- Nyeri kepala berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher

- Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau servikal

- Nyeri kelainan berkaitan dengan kelainan non vascular intracranial

- Nyeri kepala berkaitan dengan infeksi

- Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan cranium, leher,

mata,telinga,hidung,sinus,gigi,mulut atau struktur fasial lainnya

- Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan psikiatrik

Klasifikasi Sefalgia menurut International Headache Society:

1. Migren

Migren tanpa aura

Migren dengan aura

Migren oftalmoplegik

Page 10: Lapsus Sefalgia Udin

Migren retina.

Sindrom periodik pada masa anak-anak yang menjadi prekursor atau

terkait dengan migren.

Gangguan migren yang tidak memenuhi semua kriteria di atas.

2. Sakit kepala tipe tension. Sakit kepala tipe tension episodik atau kronik.

3. Sakit kepala tipe klaster dan hemikrani paroksismal kronik.

4. Macam-macam sakit kepala yang tidak terkait dengan kelainan struktural.

Sakit kepala idiopatik seperti ditusuk-tusuk.

Sakit kepala akibat kompresi eksternal.

Sakit kepala yang distimulasi oleh dingin.

Sakit kepala ringan karena batuk.

Sakit kepala ringan karena latihan fisik.

Sakit kepala terkait dengan aktivitas seksual.

5. Sakit kepala yang berkaitan dengan trauma.

Sakit kepala akut pasca trauma.

Sakit kepala kronik pasca trauma.

6. Sakit kepala yang terkait dengan kelainan vaskular.

Gangguan serebrovaskular iskemik akut.

Hematom intrakranial.

Perdarahan subarakhnoid.

Unruptured vascular malformation

Arteritis

Sakit pada arteri karotis atau a.vertebralis.

Trombosis vena.

Hipertensi arterial.

Gangguan vaskular lainnya.

7. Sakit kepala terkait dengan kelainan intrakranial non-vaskular.

Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang tinggi

Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang rendah

Infeksi intrakranial.

Sarkoidosis dan penyakit inflamatorik non-infeksi.

Page 11: Lapsus Sefalgia Udin

Terkait dengan injeksi intratekal.

Neoplasma intrakranial.

Terkait dengan gangguan intrakranial lain.

8. Sakit kepala yang terkait dengan substansi tertentu atau efek withdrawalnya.

Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan akut suatu

substansi.

Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan kronik suatu

substansi.

Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan akut.

Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan kronik.

9. Sakit kepala yang terkait dengan infeksi selain di kepala. Infeksi virus,

bakteri atau lainnya.

10. Sakit kepala yang terkait dengan gangguan metabolik. Hipoksia,

hiperkapnia, gabungan hipoksia dan hiperkapnia, hipoglikemia, dialisis,d an

abnormalitas metabolik lainnya.

11. Sakit kepala atau sakit di area wajah yang terkait dengan gangguan pada

struktur kepala atau wajah. Gangguan pada mata, telinga, hidung dan sinus-

sinus, gigi, rahang, dan struktur terkait, serta gangguan pada

temporomandibular joint.

12. Neuralgia kranial, sakit di saraf batang badan.

4. Patofisiologi Cephalgia

Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-

bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-

bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan

frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak

sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri

terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi

sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari

jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Perangsangan terhadap bangunan-

bangunan itu dapat berupa:

Page 12: Lapsus Sefalgia Udin

Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.

Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau

setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.

Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,

penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri

atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.

Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi

umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan

metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian

obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi

serebrovasculer akut).

Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren

dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)

Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,

seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.

Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus

(sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III

yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.

Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada

keadaan depresi dan stress.

5. Manifestasi Klinis Sefalgia

Sakit kepala sering muncul pada saat bangun tetapi hal ini dapat terjadi sewaktu-

waktu. Serangan migran klasik dapat dibagi dalam tiga fase :

1. Fase Aura Bila migren dihubungkan dengan aura, aura dapat lebih 30

menit dan dapat memberikan waktu yang cukup bagi pasien untuk

menentukan obat yang akan digunakan untuk mencegah serangan yang

dalam. Gejala-gejala lain dapat diikuti dengan adanya kesemutan perasaan

gatal pada wajah atau tangan sedikit pada ekstremitas dan pusing

2. Fase Sakit Kepala Pada saat gejala awal mulai berkurang, gejala ini diikuti

oleh sakit kepala dan berdenyut. Sakit kepala ini berat dan menjadikan

Page 13: Lapsus Sefalgia Udin

tidak mampu dan sering dihubungakan dengan fotofobia, mual muntah.

Durasi keadaan ini bervariasi dengan jarak beberapa jam dalam satu hari

atau sepanjang hari.

3. Fase Pemulihan Fase pemulihan adalah periode kontraksi otot leher dan

kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal.

Pembahasan Gigi Impaksi

1. Definisi

Gigi Impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang

seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup

pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi

tersebut (Alamsyah, 2005).

Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal

tersebut karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga

sering mengalami impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai.1

Hal itulah yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu seringnya molar ketiga

mengalami impaksi. Menurut Chu dkk yang dikutip oleh Alamsyah daan

Situmorang 28.3% dari 7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar ketiga

mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82.5%) (Alamsyah, 2005).

Keluhan penderita bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya

terselip sisa makanan sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai

dengan pembengkakan dan pus (Tridjaja, 2011).

2. Etiologi Gigi Impaksi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain

jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu

yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit

oleh karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori

Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang

tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang

kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi

Page 14: Lapsus Sefalgia Udin

kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi (Chanda,

2007).

Menurut Berger (Tjiptono, 1989):

Kausa lokal

1. Posisi gigi yang abnormal

2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga

3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut

5. Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal)

6. Pencabutan gigi yang prematur

7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi

8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena

inflamasi atau abses yang ditimbulkannya

9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.

Kausa umum

1. Kausa prenatal

a. Keturunan

b. Miscegenation

2. Kausa postnatal

Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada

anak-anak seperti :

a. Ricketsia

b. Anemi

c. Syphilis kongenital

d. TBC

e. Gangguan kelenjar endokrin

f. Malnutrisi

3. Kelainan pertumbuhan

a. Cleido cranial dysostosis

Page 15: Lapsus Sefalgia Udin

Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau ketidakberesan dari

pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi susu dan tidak

erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi

supernumeri yang rudimeter.

b. Oxycephali

Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka belakang

sama dengan dua kali kakan atau kiri. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan rahang.

3. Dampak dan Keluhan yang Ditimbulkan

Gigi molar ketiga merupakan salah satu gigi yang paling banyak dibahas

dalam literatur kedokteran gigi, dan pertanyaan besar yang mengemuka adalah

apakah perlu untuk melakukan ekstraksi atau tidak perlu mendapatkan perhatian

khusus bagi profesional untuk memperdebatkan maneuver yang sangat

kontrovesial ini untuk merencanakan dan mempelajari subjek ini. Walaupun tidak

semua gigi molar ketiga menyebabkan masalah klinis dan patologis, tiap gigi

molar ketiga memiliki sebuah potensi yang besar untuk menyebabkan masalah

periodontal yang berhubungan dengan perikoronitis, karies molar, reabrsorbsi gigi

molar kedua, dan juga pembentukan kista dan tumor (Marzola, 2011).

Hampir satu abad lalu, gigi impaksi kadang-kadang menimbulkan keluhan

baik akut atau kronis maupun akut eksaserbasi, gejala simptomatik tersebut mula-

mula terjadi di daerah retromolar rahang bawah maupun rahang atas bahkan bila

menjalar dapat menyebabkan timbulnya keluhan umum yang bisa pula

mengganggu aktivitas penderita (Lukman,2004) .

Dampak dari adanya gigi impaksi molar ketiga adalah gangguan rasa sakit,

yang dimaksud dengan gangguan rasa sakit yang berasal dari reaksi radang pada

jaringan operkulum yang tampak hiperemi, bengkak dan rasa sakit bila ditekan.

Kesemuaanya itu merupakan gejala yang lazim disebut sebagai perikoronitis.

Keluhan sakit juga dapat timbul oleh karena adanya karies pada gigi molar tiga

rahang bawah (Astuti, 2002).

Kerusakan atau keluhan yang ditimbulkan dari impaksi dapat berupa:

1. Inflamasi

Page 16: Lapsus Sefalgia Udin

Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi abses

dento-alveolar akut-kronis, ulkus sub-mukus yang apabila keadaan tubuh lemah

dan tidak mendapat perawatan dapat berlanjut menjadi osteomyelitis. Biasanya

gejala-gejala ini timbul bila sudah ada hubungan soket gigi atau folikel gigi

dengan rongga mulut.

2. Resorpsi gigi tetangga

Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal

gigi tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi tetangga

maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut. Misalnya gigi

terpendam molar ketiga dapat menekan molar kedua, kaninus dapat menekan

insisivus dua dan premolar. Premolar dua dapat menekan premolar satu.

Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga tersebut dapat berubah arah atau

posisi.

3. Kista

Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk perangsang

pembentukan

kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi

tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu menjadi

tidak sempurna dan dapat menimbulkan primordial kista dan folikular kista.

4. Rasa sakit

Rasa sakit dapat timbul bila gigi terpendam menekan syaraf atau menekan

gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam

deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit.

Rasa sakit dapat timbul karena :

a. Periodontitis pada gigi yang mengalami trauma kronis

b. Gigi terpendam langsung menekan nervus (Tjiptono, 1989).

Gigi molar ketiga dapat mengganggu fungsi pengunyah dan sering

menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi

patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikuler, rasa sakit neurolgik,

perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan berdesakan gigi

Page 17: Lapsus Sefalgia Udin

anterior akibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Dapat pula terjadi periostitis,

neoplasma dan komplikasi lainnya.

Hubungan antara impaksi gigi molar tiga dengan cephalgia pada kasus

pasien

Gigi memiliki hubungan erat dengan syaraf, telah diketahui setiap gigi

memiliki percabangan syaraf yang saling berhubungan satu sama lain. Gigi

impaksi sering terasa sakit karena tidak dapat erupsi pada posisi yang seharusnya

dan menekan syaraf terdekatnya (Tjiptono, 1989). Penekanan syaraf tersebut

dapat mengakibatkan nyeri secara langsung pada syaraf kepala sehingga terjadilah

cephalgia atau nyeri kepala. Pada pasien tersebut gigi impaksi terjadi pada

maksila dan mandibula serta kanan dan kiri sehingga lokasi nyeri akan terasa

lebih luas karena syaraf yang terlibat lebih banyak dan terasa lebih berat,

kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor individu dalam menerima rangsang

nyeri.

Rasa nyeri juga dipengaruhi oleh beberapa hal:

1. usia

Ambang rangsang nyeri pada orang tua lebih tinggi daripada usia muda.

2. jenis kelamin

Nyeri lebih bnyak dialami dan lebih cepat pada perempuan daripada laki-

laki dengan perbandingan 5:4.

3. tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap

segala sesuatu yang datang dari luar, dimana pada seseorang dengan pendidikan

tinggi akan memberikan respon lebih rasional daripada yang berpendidikan

menengah atau rendah, yang selanjutnya akan menunjukkan kesadaran dan usaha

pencapaian atau peningkatan derajad kesehatan yang lebih baik pada yang

berpendidikan tinggi daripada yang berpendidikan menengah atau rendah.

4. tingkat kecemasan atau depresi

Page 18: Lapsus Sefalgia Udin

Faktor kecemasan akan menurunkan ambang rasa nyeri dan toleransi

terhadap nyeri. Antara kecemasan saling berkaitan dimana kecemasan dalam

derajat berat akan menimbulkan depresi.

5. pengalaman hidup

Kemampuan seseorang menerima pengalaman hidup sebagai suatu

kecemasan atau stress secara berlebihan atau secara rasional akan ditentukan dari

bagaimana orang sekitar menanggapinya. Bila ibunya mengalami cemas tinggi

maka sang anak juga akan mengalaminya.

6. pengalaman nyeri kepala sebelumnya.

Cephalgia yang dirasakan pasien ini adalah akibat adanya keempat gigi

molar tiga yang impaksi, oleh karena itu penatalaksanaan yang tepat adalah

dengan melakukan odontektomi pada gigi tersebut untuk menghilangkan gejala-

gejala sekunder yang dirasakan oleh pasien.

Terapi

a. Psikologis

- Konseling dan penanganan stress

- Terapi relaksasi

- Identifikasi pemicu cephalgia, misalnya impaksi molar 3 dirujuk ke dokter

gigi.

b. Farmakologis

- Terapi analgesik : proneuron, asam mefenamat

- Minor trankuilis : diazepam

- Antikonvulsan : kutoin

Page 19: Lapsus Sefalgia Udin

Daftar Pustaka

Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4.

Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahangbawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6.

Buzzi MG, Tassolrelli C, Nappi G. 2003. Peripheral and central activation of trigeminal pain pathways in migraine: data from experimental animal models. Cephalalgia;23(Suppl.l): 1-4.

Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksigigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007;6(2):65-6

Lukman D. Penentuan lokasi roentgnografi gigi impaksi. Journal of the Indonesian Dental Association 2004;54(1):10-13.

Marzola C, Comparin E, Filho JLT. Third molars classifications prevalence inthe cities of cunha pora, maravilha and palmitos in the northwest of santa catarina state in brazil. Available from: URL:http://www.actiradentes.com.br/revista/2007/textos/3RevistaATO-Prevalence_Third_Molars_Positions-2007.pdf

Accessed Juni 6, 2011.

Milanov I, Bogdanova D. 2003. Trigeminocervical reflex in patients with headache. Cephalalgia;23:33-38.

Sjahrir H, Nasution D, Rambe H. 1978. Prevalensi nyeri kepala paroksismal pada mahasiswa FK.USU Medan. Biennieal Meeting PNPNCh, Surabaya 1978.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

The International Classification of Headache Disorders,2nd Edition. 2004. Cephalalgia;42 Supplement.

Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed. Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148.

Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d

Page 20: Lapsus Sefalgia Udin

Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011.