lapsus sefalgia udin
DESCRIPTION
sefalgiaTRANSCRIPT
CEPHALGIALaporan Kasus
Disusun untuk Melengkapi Tugas Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Ilmu
Kedokteran Klinik di Instalasi Rawat Darurat RSUD Blambangan
Disusun oleh :
Ahmad Syaifuddin
(101611101083)
Pembimbing :
dr. Andar Setyawan Sp.S
ILMU KEDOKTERAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
CEPHALGIA
I. Identitas Pasien
Nama : Nn. Safira
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : WNI
Alamat : Jln. Bunyu No 54 Lateng , Banyuwangi
No RM : 088160
Tanggal periksa : 22 Februari 2016
II. Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 Februari 2016.
Keluhan utama :
Riwayat penyakit :
Pasien mengeluhkan pusing dibagian kepala belakang
Pasien mengeluhkan kepalanya sering terasa sakit pada
bagian belakang, dan sering pusing. 3 bulan ini kambuh
lagi, kepala pasien sering pusing, badan sering lemas, dan
sering pingsan 5x dalam 1 bulan ini.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah 2 th yang lalu tertabrak sepeda, kepalanya
terbentur, kemudian tidak sadar dan dibawa ke UGD
RSUD Blambangan dan pulang.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
serupa dengan pasien.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 72x/menit
- Respirasi : 20x/menit
Status neurologis
Kesadaran : composmentis, GCS (Glasgow Coma Scale) : 4-5-6
Pada GCS ada skala penilaian:
Respon buka mata/Eye opening skala 1-4 (E)
Respon verbal terbaik 1-5 (V)
Respon motorik terbaik 1-6 (M)
TINGKAT KESADARAN (GCS) SKALA
1. Tanggapan Membuka Mata (E)
Spontan
Terhadap bicara
Terhadap nyeri
Tak ada tanggapan
4
3
2
1
2. Tanggapan Verbal (V)
Berorientasi
Bicara kacau/disorientasi
Kata-kata tak tepat/tidak membentuk kalimat
Bunyi tanpa arti (mengerang)
Tak ada jawaban
5
4
3
2
1
3. Tanggapan Motorik (M)
Menurut perintah
Melokalisir nyeri
Reaksi menghindar
Gerakan fleksi abnormal (dekortikasi)
Gerakan ekstensi (deserebrasi)
Tak ada gerakan
6
5
4
3
2
1
1) Kepala dan leher
a. Hidung : n. Olfactorius : Dbn
b. Mata : n. Opticus : Dbn
: n. Occulomotorius : Dbn
: n. Throclearis : Dbn
: n. Abducens : Dbn
c. Mulut : n. Trigeminus : Dbn
d. Wajah : n. Facialis : Dbn
e. Telinga : n. Vestibulocochlearis : Dbn
f. Leher : n. Glossopharyngeus : Dbn
: n. Vagus : Dbn
: n. Accesorius : Dbn
: n. Hypoglossus : Dbn
2) Thoraks
a. Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pulmo : tidak dilakukan pemeriksaan
3) Abdomen
a. Bising usus : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Hepar : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Pankreas : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Ginjal : tidak dilakukan pemeriksaan
4) Punggung : tidak dilakukan pemeriksaan
5) Ekstremitas
a. Gerakan
BBB BBB
BBB BBB
b. Kekuatan
555 555
555 555
Penilaian kriteria kekuatan otot, yaitu:
5: Normal
4: Melawan Gravitasi, tahanan cukup
3: Melawan Gravitasi, tahanan ringan
2: Gerak sendi, tidak bisa melawan gravitasi
1: Otot kontraksi, gerak sendi (-)
0: Plegi
c. Tonus
Normal Normal
Normal Normal
d. Trophi
Eutrophi Eutrophi
Eutrophi Eutrophi
e. Reflek
Reflek Fisiologis
Normorefleksi Normorefleksi
Normorefleksi Normorefleksi
Reflek patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
6) Spinal
Vegetatif
- BAK : tidak dilakukan pemeriksaan
- BAB : tidak dilakukan pemeriksaan
- Berkeringat : tidak dilakukan pemeriksaan
Sensibilitas : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi panoramik menunjukkan adanya impaksi gigi molar tiga rahang
atas pada sisi dekster dan impaksi molar tiga rahang bawah pada sisi dekster serta
sinister. Akar gigi molar tiga seluruhnya belum terbentuk sempurna.
Resume :
Anamnesa
Keluhan utama :
Riwayat penyakit :
Pasien mengeluhkan pusing dibagian kepala belakang
Pasien mengeluhkan kepalanya sering terasa sakit pada
bagian belakang, dan sering pusing. 3 bulan ini kambuh
lagi dan kumat-kumatan, badan sering lemas, dan sering
pingsan 5x dalam 1 bulan ini.
Pemeriksaan fisik
Vital sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Status neurologis
Kesadaran : composmentis, GCS (Glasgow Coma Scale) : 4-5-6
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi panoramik menunjukkan adanya impaksi gigi molar tiga rahang atas
pada sisi dekster dan impaksi molar tiga rahang bawah pada sisi dekster serta
sinister.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : cephalgia
Diagnosis topik : N trigeminal; gigi 18,38 dan 48 ( molar tiga)
Diagnosis etiologi : cephalgia et causa impacted teeth
TERAPI :
R/ Kutoin 100 mg No XV
∫ 2 d.d I
׀׀
R/ Proneuron No. XV
∫ 2 d.d I
׀׀
PEMBAHASAN
1. Definisi Sefalgia
Sefalgia adalah nyeri kepala, sensasi nyeri pada kepala yang dapat berupa
sensasi berdenyut, rasa terikat, tertusuk-tusuk, dan sebagainya. Nyeri kepala
adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh kepala dengan batas
bawah daerah dagu hingga daerah kepala belakang (daerah oksipital dan sebagian
tengkuk) (Syahrir, 2003).
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Smeltzer & Bare 2002).
Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan
di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Struktur bangunan peka
terhadap nyeri :
a. Bangunan intrakranial : meninges, terutama dura basalis dan meninges
yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak,
nervus trigeminus (N.V), nervus fasialis (N.VII), nervus glossofaringeus
(N.IX), nervus vagus (N.X)
b. Bangunan ekstrakranial : otot-otot oksipital,temporal dan frontal, kulit
kepala, periosteum, hidung, mata, telinga, vertebra servikal.
2. Etiologi
Nyeri kepala dapat ditimbulkan karena :
- Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
- Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti perdarahan subdural
- Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intracranial, edema
serebri, atau tekanan intracranial yang menurun secara tiba-tiba dan cepat.
- Gangguan pembuluh darah ekstrakranial , misalnya vasodilatasi (migraine
dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
- Penjalaran nyeri dari daerah mata (glaucoma,iritis), sinus (sinusitis), gigi-
geligi (pulpitis dan impaksi molar 3) dan daerah leher (spondiloartrosis
deformans servikalis)
- Ketegangan otot kepala-leher-bahu sebagai manifestasi psiko-organik pada
keadaan depresi dan stress.
3. Klasifikasi
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorder edisi 2
tahun 2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri kepala dibagi atas:
a. Nyeri kepala primer, meliputi:
- Migren
- Tension type headache atau Nyeri kepala tipe tegang
- Cluster headache atau Nyeri kepala klaster dan trigeminal autonomic
cephalgia
- Nyeri kepala primer lainnya.
b. Nyeri kepala sekunder, meliputi:
- Nyeri kepala berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher
- Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau servikal
- Nyeri kelainan berkaitan dengan kelainan non vascular intracranial
- Nyeri kepala berkaitan dengan infeksi
- Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan cranium, leher,
mata,telinga,hidung,sinus,gigi,mulut atau struktur fasial lainnya
- Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan psikiatrik
Klasifikasi Sefalgia menurut International Headache Society:
1. Migren
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Migren oftalmoplegik
Migren retina.
Sindrom periodik pada masa anak-anak yang menjadi prekursor atau
terkait dengan migren.
Gangguan migren yang tidak memenuhi semua kriteria di atas.
2. Sakit kepala tipe tension. Sakit kepala tipe tension episodik atau kronik.
3. Sakit kepala tipe klaster dan hemikrani paroksismal kronik.
4. Macam-macam sakit kepala yang tidak terkait dengan kelainan struktural.
Sakit kepala idiopatik seperti ditusuk-tusuk.
Sakit kepala akibat kompresi eksternal.
Sakit kepala yang distimulasi oleh dingin.
Sakit kepala ringan karena batuk.
Sakit kepala ringan karena latihan fisik.
Sakit kepala terkait dengan aktivitas seksual.
5. Sakit kepala yang berkaitan dengan trauma.
Sakit kepala akut pasca trauma.
Sakit kepala kronik pasca trauma.
6. Sakit kepala yang terkait dengan kelainan vaskular.
Gangguan serebrovaskular iskemik akut.
Hematom intrakranial.
Perdarahan subarakhnoid.
Unruptured vascular malformation
Arteritis
Sakit pada arteri karotis atau a.vertebralis.
Trombosis vena.
Hipertensi arterial.
Gangguan vaskular lainnya.
7. Sakit kepala terkait dengan kelainan intrakranial non-vaskular.
Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang tinggi
Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang rendah
Infeksi intrakranial.
Sarkoidosis dan penyakit inflamatorik non-infeksi.
Terkait dengan injeksi intratekal.
Neoplasma intrakranial.
Terkait dengan gangguan intrakranial lain.
8. Sakit kepala yang terkait dengan substansi tertentu atau efek withdrawalnya.
Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan akut suatu
substansi.
Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan kronik suatu
substansi.
Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan akut.
Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan kronik.
9. Sakit kepala yang terkait dengan infeksi selain di kepala. Infeksi virus,
bakteri atau lainnya.
10. Sakit kepala yang terkait dengan gangguan metabolik. Hipoksia,
hiperkapnia, gabungan hipoksia dan hiperkapnia, hipoglikemia, dialisis,d an
abnormalitas metabolik lainnya.
11. Sakit kepala atau sakit di area wajah yang terkait dengan gangguan pada
struktur kepala atau wajah. Gangguan pada mata, telinga, hidung dan sinus-
sinus, gigi, rahang, dan struktur terkait, serta gangguan pada
temporomandibular joint.
12. Neuralgia kranial, sakit di saraf batang badan.
4. Patofisiologi Cephalgia
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-
bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-
bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan
frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak
sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri
terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi
sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari
jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Perangsangan terhadap bangunan-
bangunan itu dapat berupa:
Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri
atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian
obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren
dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,
seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III
yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada
keadaan depresi dan stress.
5. Manifestasi Klinis Sefalgia
Sakit kepala sering muncul pada saat bangun tetapi hal ini dapat terjadi sewaktu-
waktu. Serangan migran klasik dapat dibagi dalam tiga fase :
1. Fase Aura Bila migren dihubungkan dengan aura, aura dapat lebih 30
menit dan dapat memberikan waktu yang cukup bagi pasien untuk
menentukan obat yang akan digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala-gejala lain dapat diikuti dengan adanya kesemutan perasaan
gatal pada wajah atau tangan sedikit pada ekstremitas dan pusing
2. Fase Sakit Kepala Pada saat gejala awal mulai berkurang, gejala ini diikuti
oleh sakit kepala dan berdenyut. Sakit kepala ini berat dan menjadikan
tidak mampu dan sering dihubungakan dengan fotofobia, mual muntah.
Durasi keadaan ini bervariasi dengan jarak beberapa jam dalam satu hari
atau sepanjang hari.
3. Fase Pemulihan Fase pemulihan adalah periode kontraksi otot leher dan
kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal.
Pembahasan Gigi Impaksi
1. Definisi
Gigi Impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup
pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi
tersebut (Alamsyah, 2005).
Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah pada gigi molar tiga. Hal
tersebut karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga
sering mengalami impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai.1
Hal itulah yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu seringnya molar ketiga
mengalami impaksi. Menurut Chu dkk yang dikutip oleh Alamsyah daan
Situmorang 28.3% dari 7468 pasien mengalami impaksi, dan gigi molar ketiga
mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82.5%) (Alamsyah, 2005).
Keluhan penderita bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya
terselip sisa makanan sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai
dengan pembengkakan dan pus (Tridjaja, 2011).
2. Etiologi Gigi Impaksi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain
jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu
yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit
oleh karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori
Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang
tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang
kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi
kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi (Chanda,
2007).
Menurut Berger (Tjiptono, 1989):
Kausa lokal
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
5. Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan gigi yang prematur
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi
8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena
inflamasi atau abses yang ditimbulkannya
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.
Kausa umum
1. Kausa prenatal
a. Keturunan
b. Miscegenation
2. Kausa postnatal
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada
anak-anak seperti :
a. Ricketsia
b. Anemi
c. Syphilis kongenital
d. TBC
e. Gangguan kelenjar endokrin
f. Malnutrisi
3. Kelainan pertumbuhan
a. Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau ketidakberesan dari
pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi susu dan tidak
erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi
supernumeri yang rudimeter.
b. Oxycephali
Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka belakang
sama dengan dua kali kakan atau kiri. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan rahang.
3. Dampak dan Keluhan yang Ditimbulkan
Gigi molar ketiga merupakan salah satu gigi yang paling banyak dibahas
dalam literatur kedokteran gigi, dan pertanyaan besar yang mengemuka adalah
apakah perlu untuk melakukan ekstraksi atau tidak perlu mendapatkan perhatian
khusus bagi profesional untuk memperdebatkan maneuver yang sangat
kontrovesial ini untuk merencanakan dan mempelajari subjek ini. Walaupun tidak
semua gigi molar ketiga menyebabkan masalah klinis dan patologis, tiap gigi
molar ketiga memiliki sebuah potensi yang besar untuk menyebabkan masalah
periodontal yang berhubungan dengan perikoronitis, karies molar, reabrsorbsi gigi
molar kedua, dan juga pembentukan kista dan tumor (Marzola, 2011).
Hampir satu abad lalu, gigi impaksi kadang-kadang menimbulkan keluhan
baik akut atau kronis maupun akut eksaserbasi, gejala simptomatik tersebut mula-
mula terjadi di daerah retromolar rahang bawah maupun rahang atas bahkan bila
menjalar dapat menyebabkan timbulnya keluhan umum yang bisa pula
mengganggu aktivitas penderita (Lukman,2004) .
Dampak dari adanya gigi impaksi molar ketiga adalah gangguan rasa sakit,
yang dimaksud dengan gangguan rasa sakit yang berasal dari reaksi radang pada
jaringan operkulum yang tampak hiperemi, bengkak dan rasa sakit bila ditekan.
Kesemuaanya itu merupakan gejala yang lazim disebut sebagai perikoronitis.
Keluhan sakit juga dapat timbul oleh karena adanya karies pada gigi molar tiga
rahang bawah (Astuti, 2002).
Kerusakan atau keluhan yang ditimbulkan dari impaksi dapat berupa:
1. Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi abses
dento-alveolar akut-kronis, ulkus sub-mukus yang apabila keadaan tubuh lemah
dan tidak mendapat perawatan dapat berlanjut menjadi osteomyelitis. Biasanya
gejala-gejala ini timbul bila sudah ada hubungan soket gigi atau folikel gigi
dengan rongga mulut.
2. Resorpsi gigi tetangga
Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal
gigi tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi tetangga
maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut. Misalnya gigi
terpendam molar ketiga dapat menekan molar kedua, kaninus dapat menekan
insisivus dua dan premolar. Premolar dua dapat menekan premolar satu.
Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga tersebut dapat berubah arah atau
posisi.
3. Kista
Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk perangsang
pembentukan
kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi
tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu menjadi
tidak sempurna dan dapat menimbulkan primordial kista dan folikular kista.
4. Rasa sakit
Rasa sakit dapat timbul bila gigi terpendam menekan syaraf atau menekan
gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam
deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit.
Rasa sakit dapat timbul karena :
a. Periodontitis pada gigi yang mengalami trauma kronis
b. Gigi terpendam langsung menekan nervus (Tjiptono, 1989).
Gigi molar ketiga dapat mengganggu fungsi pengunyah dan sering
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi
patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikuler, rasa sakit neurolgik,
perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan berdesakan gigi
anterior akibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Dapat pula terjadi periostitis,
neoplasma dan komplikasi lainnya.
Hubungan antara impaksi gigi molar tiga dengan cephalgia pada kasus
pasien
Gigi memiliki hubungan erat dengan syaraf, telah diketahui setiap gigi
memiliki percabangan syaraf yang saling berhubungan satu sama lain. Gigi
impaksi sering terasa sakit karena tidak dapat erupsi pada posisi yang seharusnya
dan menekan syaraf terdekatnya (Tjiptono, 1989). Penekanan syaraf tersebut
dapat mengakibatkan nyeri secara langsung pada syaraf kepala sehingga terjadilah
cephalgia atau nyeri kepala. Pada pasien tersebut gigi impaksi terjadi pada
maksila dan mandibula serta kanan dan kiri sehingga lokasi nyeri akan terasa
lebih luas karena syaraf yang terlibat lebih banyak dan terasa lebih berat,
kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor individu dalam menerima rangsang
nyeri.
Rasa nyeri juga dipengaruhi oleh beberapa hal:
1. usia
Ambang rangsang nyeri pada orang tua lebih tinggi daripada usia muda.
2. jenis kelamin
Nyeri lebih bnyak dialami dan lebih cepat pada perempuan daripada laki-
laki dengan perbandingan 5:4.
3. tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap
segala sesuatu yang datang dari luar, dimana pada seseorang dengan pendidikan
tinggi akan memberikan respon lebih rasional daripada yang berpendidikan
menengah atau rendah, yang selanjutnya akan menunjukkan kesadaran dan usaha
pencapaian atau peningkatan derajad kesehatan yang lebih baik pada yang
berpendidikan tinggi daripada yang berpendidikan menengah atau rendah.
4. tingkat kecemasan atau depresi
Faktor kecemasan akan menurunkan ambang rasa nyeri dan toleransi
terhadap nyeri. Antara kecemasan saling berkaitan dimana kecemasan dalam
derajat berat akan menimbulkan depresi.
5. pengalaman hidup
Kemampuan seseorang menerima pengalaman hidup sebagai suatu
kecemasan atau stress secara berlebihan atau secara rasional akan ditentukan dari
bagaimana orang sekitar menanggapinya. Bila ibunya mengalami cemas tinggi
maka sang anak juga akan mengalaminya.
6. pengalaman nyeri kepala sebelumnya.
Cephalgia yang dirasakan pasien ini adalah akibat adanya keempat gigi
molar tiga yang impaksi, oleh karena itu penatalaksanaan yang tepat adalah
dengan melakukan odontektomi pada gigi tersebut untuk menghilangkan gejala-
gejala sekunder yang dirasakan oleh pasien.
Terapi
a. Psikologis
- Konseling dan penanganan stress
- Terapi relaksasi
- Identifikasi pemicu cephalgia, misalnya impaksi molar 3 dirujuk ke dokter
gigi.
b. Farmakologis
- Terapi analgesik : proneuron, asam mefenamat
- Minor trankuilis : diazepam
- Antikonvulsan : kutoin
Daftar Pustaka
Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4.
Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahangbawah yang diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6.
Buzzi MG, Tassolrelli C, Nappi G. 2003. Peripheral and central activation of trigeminal pain pathways in migraine: data from experimental animal models. Cephalalgia;23(Suppl.l): 1-4.
Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksigigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007;6(2):65-6
Lukman D. Penentuan lokasi roentgnografi gigi impaksi. Journal of the Indonesian Dental Association 2004;54(1):10-13.
Marzola C, Comparin E, Filho JLT. Third molars classifications prevalence inthe cities of cunha pora, maravilha and palmitos in the northwest of santa catarina state in brazil. Available from: URL:http://www.actiradentes.com.br/revista/2007/textos/3RevistaATO-Prevalence_Third_Molars_Positions-2007.pdf
Accessed Juni 6, 2011.
Milanov I, Bogdanova D. 2003. Trigeminocervical reflex in patients with headache. Cephalalgia;23:33-38.
Sjahrir H, Nasution D, Rambe H. 1978. Prevalensi nyeri kepala paroksismal pada mahasiswa FK.USU Medan. Biennieal Meeting PNPNCh, Surabaya 1978.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
The International Classification of Headache Disorders,2nd Edition. 2004. Cephalalgia;42 Supplement.
Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2nd ed. Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148.
Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d
Desember 1993. 2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011.