lapsus prom okzzz

49
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Premature Rupture of Membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan aterm atau lebih dari 37 minggu, dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Valemhnska, 2009; Parry& Strauss, 1998). PROM merupakan salah satu komplikasi sering pada kehamilan, yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal serta maternal (Parry& Strauss, 1998).Kejadian PROM berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran, dan preterm terjadi 1% dari semuakehamilan, 70% kasus PROM terjadi pada kehamilan cukup bulan dan PROM merupakan penyebab kelahiranprematur sebanyak 30% (Gofar, 2010; Miller, 2009). Terjadinya ketuban yang pecah dalam proses persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pecahnya selaput ketuban juga berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Komplikasi yang disebabkan akibat PROM pada usia kehamilan, antara lain infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas

Upload: christopher-king

Post on 08-Aug-2015

71 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Prom Okzzz

1

BAB 1PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Premature Rupture of Membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban

sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan aterm atau lebih dari 37 minggu,

dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Valemhnska,

2009; Parry& Strauss, 1998). PROM merupakan salah satu komplikasi sering pada kehamilan,

yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal serta maternal (Parry& Strauss,

1998).Kejadian PROM berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran, dan preterm terjadi

1% dari semuakehamilan, 70% kasus PROM terjadi pada kehamilan cukup bulan dan PROM

merupakan penyebab kelahiranprematur sebanyak 30% (Gofar, 2010; Miller, 2009).

Terjadinya ketuban yang pecah dalam proses persalinan secara umum disebabkan

oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pecahnya selaput ketuban juga berkaitan

dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion,

korion, dan apoptosis membran janin. Komplikasi yang disebabkan akibat PROM pada usia

kehamilan, antara lain infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena

kompresi tali pusat, deformitas janin, gagalnya persalinan normal, atau meningkatnya insiden

seksio sesaria (Saifuddin, 2008).

Penegakan diagnosis pecahnya selaput ketuban pada kehamilan adalah dengan

adanya cairan ketuban di vagina.Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus

(Nitrazin test) yang menunjukkan perubahan warna menjadi warna biru. Selain itu, perlu

ditentukan pula usia kehamilan dan ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi. Penanganan pada

PROMtergantung pada diagnosis yang ditegakkan, yang terdiri dari penanganan konservatif

dan penanganan aktif (Saifuddin, 2008).

Page 2: Lapsus Prom Okzzz

2

1.Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM ?

2. Apakah penegakan diagnosisPROMpada pasien ini sudah tepat?

3. Apakah penatalaksanaan PROM pada pasien ini sudah tepat?

4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

5. Apakah alat kontrasepsi yag cocok digunakan untuk pasien ini ?

3. Tujuan

1. Mengetahui faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM.

2. Mengetahui penegakan diagnosis PROM pada pasien ini.

3. Mengetahui penatalaksanaan PROM pada pasien ini.

4. Mengetahui prognosis pada pasien ini.

5. Mengetahui alat kontrasepsi (KB) yang cocok digunakan untuk pasien ini.

4. Manfaat

Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter

muda mengenai PROM dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang,

penegakan diagnosis, penatalaksanaan, komplikasiserta monitoringPROM.

Page 3: Lapsus Prom Okzzz

3

Bab IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban

2.1.1 Anatomi Ketuban

Selaput ketuban secara mikroskopis terdiri dari lima lapisan. Lapisan terdalam yang

dibasahi cairan ketuban dibentuk oleh satu lapisan epithelial kuboidal yang melekat pada

membranbasalis yang melekat pada lapisan kompak aselular yang terdiri dari interstitial

kolagen.Di luar lapisan kompak ini terdapat lapisan sel mesenkimal.Lapisan terluar dari ketuban

adalah lapisan zona spongiosa.Lapisan terluar ketuban berhubungan langsung dengan lapisan

chorion.Umbilical amnion melapisi tali pusat (Parry & Strauss, 1998).

2.1.2 Fisiologi cairan Ketuban

Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7 atau ke-8

perkembangan janin. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion, berkembang menjadi

sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah. Cairan amnion pada keadaan

normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung

di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion

pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan

normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu

300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi

dibandingkan dengan janin sendiri (Parry& Strauss, 1998).

Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan

janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion merupakan perpanjangan dari

matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara janin dan cairan amnion. Pada

usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya

Page 4: Lapsus Prom Okzzz

4

janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan

permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa cairan amnion

berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk

bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan

trauma termal (Parry& Strauss, 1998). 

Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid

antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah

98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa

penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki fungsi

sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun

belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor

pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan usia kehamilan.

Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam pengembangan medikasi stem cell (Parry&

Strauss, 1998)

2.2 PROM (Premature Rupture of Membrane)

2.2.1 Definisi PROM

Ketuban pecah dini (Saifuddin, 2008) atau dikenal juga sebagai premature rupture of

membranes (PROM) adalah adanya ruptur dari membran fetus secara spontan sebelum onset

dari persalinan pada kehamilan aterm. Bila ruptur yang demikian terjadi sebelum kehamilan

aterm (sebelum usia 37 minggu gestasi), maka kondisi ini disebut sebagai preterm premature

rupture of membranes (PPROM) atau oleh Saifuddin (2008) disebut sebagai ketuban pecah dini

pada kehamilan premature. Hal ini berbeda dari keadaan normal dimana selaput ketuban akan

pecah dalam proses persalinan (Saifuddin, 2008).

2.2.2 Epidemiologi PROM

Page 5: Lapsus Prom Okzzz

5

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang

bervariasi.Insidensi PROM berkisar antara 8 – 10 % dari semua kehamilan. Hal yang

menguntungan dari angka kejadian PROM yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada

kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada

kehamilan tidak cukup bulan atau PROM pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua

kelahiran prematur (Parry& Strauss, 1998).

PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan

mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang

bulan.Pengelolaan PROM pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan

untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Parry& Strauss, 1998).

2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi PROM

Etiologi dari PROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998).Selain itu, yang

penting untuk diingat adalah meskipun dengan berbagai karaktersitik yang berbeda dari PROM

dan pecahnya membran fetus secara normal selama proses persalinan, hanya terdapat sedikit

bukti bahwa mekanisme yang terlibat didalamnya tidak identik. Hal ini menyebabkan dimulainya

suatu pandangan bahwa PROM merupakan presentasi dari akselerasi atau proses yang

berlebihan dari suatu mekanisme yang mengawali pecahnya ketuban secara spontan dalam

proses persalinan (Parry and Strauss, 1998).

Mekanisme ruptur dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan

melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan yang

berulang.Hal ini dapat dilihat berdasarkan kekuatan tegangan dari membran yang berkurang

pada spesimen yang didapatkan setelah persalinan dibandingkan dengan spesimen yang

didapatkan melalui sectio cesarean. Membran yang pecah secara dini, mengalami defek lokal

dibandingkan perlemahan kekuatan tegangan secara menyeluruh (Parry and Strauss, 1998).

Area sekitar daerah ruptur telah dideskripsikan sebagai “zona terbatas dengan morfologi yang

Page 6: Lapsus Prom Okzzz

6

terganggu secara ekstrim (restricted zone of extreme altered morphology)” yang ditandai

dengan pembengkakan dan ganguan pada jaringan kolagen fibrilar pada lapisan jaringan ikat

amnion (compact, fibroblast, spongy layers).Karena zona ini tidak meliputi seluruh tempat

terjadinya ruptur, maka, zona ini dapat muncul sebelum terjadinya pecah ketuban dan

melambangkan titik awal pecahnya ketuban (Parry and Strauss, 1998; Jazayeri 2010).

Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen abnormal dan

telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM.Cross-links kolagen, yang dibentuk

melalui beberapa seri reaksi yang diinisiasi enzim lysyl oxidase, meningkatkan kekuatan

regangan dari kolagen fibrilar. Enzim lysyl oxidase diproduksi oleh sel mesenkim dari amnion.

Lysyl oxidase merupakan enzim yang tembaga dependen, dimana ibu dengan PROM memiliki

konsentrasi tembaga yang lebih rendah dalam serum ibu dan serum tali pusat dibandingkan

dengan ibu yang dilakukan amniotomi dalam persalinan. Hal yang serupa terjadi pada wanita

yang memiliki konsentrasi ascorbic acid yang rendah, yang mana dibutuhkan untuk

pembentukan struktur triple helical dari kolagen, memiliki insidensi PROM yang lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu dengan konsentrasi ascorbic acid yang normal(Parry and Strauss,

1998; Medina, 2006).

Faktor lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko

terjadinya PPROM.Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi serum

ascorbic acid.Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein,

protein pengikat logam, dalam trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari

tembaga.Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa penurunan ketersediaan tembaga dan ascorbic

acid mungkin ikut berperan dalam pembentukan selaput ketuban yang abnormal pada perokok.

Secara keseluruhan, menurunnya cross-links dari kolagen, kemungkinan karena defisiensi

dalam diet ataupun gaya hidup dapat menjadi faktor resiko ibu untuk mengalami PROM (Parry

and Strauss, 1998).

Page 7: Lapsus Prom Okzzz

7

Faktor resiko lainnya adalah infeksi. Sebenarnya, telah lama diperdebatkan infeksi

intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM. Terdapat bukti tidak langsung

bahwa infeksi traktus genetalia mengawali pecah ketuban baik pada hewan dan manusia. Pada

penelitian menggunakan kelinci, inokulasi pada serviks dengan Escherichia coli (E. coli)

menghasilkan kultur cairan amnion yang positif pada 97% hewan coba dan persalinan preterm

pada separuh dari hewan coba. Sebagai perbandingan kontrasnya, inokulasi serviks dengan

salin tidak menyebabkan infeksi atau kelahiran preterm. Identifikasi mikroorganisme patologik

pada flora vagina ibu segera setelah terjadi pecah ketuban menyediakan bukti yang mendukung

konsep bahwa infeksi bakteri memiliki peranan dalam patogenesis PROM. Juga, data

epidemiologik menunjukkan hubungan antara kolonisasi traktus genetalia oleh streptococcus

grup B, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae,dan mikroorganisme yang

menyebabkan bakterial vaginosis (bakteri anaerobik vagina, Gardnerella

vaginalis,spesiesMobiluncus, dan mycoplasma genetalia) dengan peningkatan resiko PPROM.

Lebih lanjut lagi, pada beberapa penelitian dengan pengobatan antibiotik pada wanita yang

terinfeksi menurunkan insiden PPROM.Mekanisme pecah selaput ketuban dengan infeksi

intrauterin sebagai faktor resiko melibatkan beberapa mekanisme, yang mana setiap

mekanisme menginduksi degradasi dari matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang

biasanya terdapat sebagai normal flora vagina, termasuk Streptococcus grup B,

Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis,dan mikroorganisme yang menyebabkan

bakterial vaginosis mensekresi protease yang dapat mendegradasi kolagen dan melemahkan

keuatan regangan selaput ketuban.Selanjutnya, pada percobaan in vitro aktivitas proteolitik

matriks selaput ketuban dapat dihambat dengan pemberian antibiotik (Parry& Strauss, 1998).

Selain itu, respon inflamasi dari pasien juga ikut berperan sebagai mekanisme potensial

lainnya yang mungkin dapat memberikan sebagian penjelasan mengenai hubungan antara

infeksi bakteri pada traktus genetalia dan terjadinya PROM. Respon inflamasi pasien yang

diperantarai oleh neutrofil polimorfonuklear dan makrofag akan memproduksi sitokin, matrix

Page 8: Lapsus Prom Okzzz

8

metalloproteinase, dan prostaglandin pada daerah infeksi. Sitokin inflamasi, termasuk

interleukin-1 dan TNF α (tumor necrosis factor α), yang diproduksi oleh monosit yang

terstimulasi, akan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada level transkripsional dan

posttranslasi pada sel korion janin. Lebih lanjut, infeksi bakteri dan respon inflamasi pejamu

akan menginduksi produksi prostaglandin oleh selaput ketuban, yang mana dianggap

meningkatkan resiko terjadinya PPROM karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi

kolagen selaput ketuban. Strain tertentu dari bakteria vagina memproduksi fosfolipase A2 yang

melepaskan prekursor prostaglandin, arachidonic acid, dari membran fosfolipid amnion. Lebih

lanjut, seperti disebutkan diatas, respon imun pejamu terhadap infeksi bakteri termasuk

produksi sitokin oleh monosit teraktivasi yang meningkatkan produksi prostaglandin E2 oleh sel

korion. Peningkatan produksi prostaglandin E2 ini tampaknya melibatkan induksi

cyclooxygenase II, enzim yang mengubah arachidonic acid menjadi prostaglandin. Walaupun

pengaturan tepatnya dari sintesis prostaglandin E2 dalam hubungannya dengan infeksi bakteri

dan respon inflamasi pejamu tidak dipahami, dan hubungan langsung antara produksi

prostaglandin dan PROM tidak dapat dikembangkan, tetapi prostaglandin (khususnya

prostaglandin E2dan prostaglandin F2α) telah dianggap sebagai mediator dari persalinan pada

semua mamalia. Juga, diketahui bahwa prostaglandin E2 menyebabkan terhentinya sintesis

kolagen dalam selaput ketuban dan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblast

manusia (Parry and Strauss, 1998).

Komponen lainnya dari respon pasien terhadap infeksi adalah produksi

glukokortikoid.Pada kebanyakan jaringan kerja antiinflamasi dari glukokortikoid diperantarai

oleh supresi produksi prostaglandin.Walaupun demikian, secara berlawanan pada beberapa

jaringan, termasuk jaringan amnion, glukokortikoid menstimulasi produksi prostaglandin. Lebih

lanjut lagi, dexametason menurunkan sintesis dari fibronektin dan kolagen tipe II pada kultur

primer dari sel epitel amnion. Penemuan-penemuan ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa

Page 9: Lapsus Prom Okzzz

9

produksi glukokortikoid sebagai respon terhadap stress akibat infeksi mikroba memfasilitasi

terjadinya PROM (Parry and Strauss, 1998).

Selain hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, hormon juga ikut terlibat dalam proses

remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduksi. Hormon progesteron dan estradiol

berperan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan konsentrasi inhibitor

metalloproteinase jaringan pada fibroblast serviks dari kelinci. Konsentrasi progesteron yang

tinggi menurunkan produksi kolagenase pada fibroblast serviks hewan coba, meskipun

konsentrasi progesteron dan estradiol yang rendah menstimulasi produksi kolagenase pada

hewan coba dengan kehamilan. Relaxin, sebuah hormon protein yang meregulasi remodeling

dari jaringan ikat, diproduksi secara lokal oleh desidua dan plasenta, yang melawan efek inhibisi

dari estradiol dan progesteron dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 pada selaput

ketuban. Ekspresi dari gen relaxin meningkat sebelum onset persalinan dalam selaput ketuban

janin yang aterm. Berdasarkan penjelasan ini, adalah penting untuk mempertimbangkan peran

estrogen, progesteron, dan relaxin dalam proses reproduksi meskipun keterlibatan hormon-

hormon ini dalam proses pecah ketuban masih harus dijelaskan lebih lanjut (Parry and Strauss,

1998).

Overdistensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan multifetus

menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya

PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban menyebabkan terjadinya up-regulation dari

produksi beberapa faktor amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8. Peregangan

juga meningkatkan aktivitas MMP-1 selaput ketuban. Seperti telah disebutkan sebelumnya,

prostaglandin E2dapat meningkatkan iritabilitas uterus, menurunkan sintesis kolagen selaput

ketuban, dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3 oleh fibroblast, sedangkan interleukin-

8, yang diproduksi oleh sel amnion dan korion, adalah bersifat kemotaktik bagi neutrofil dan

dapat menstimulasi aktivitas kolagenase. Produksi interleukin-8, yang terdapat dalam

konsentrasi rendah pada cairan amnion selama trimester kedua tetapi pada kehamilan lanjut

Page 10: Lapsus Prom Okzzz

10

didapatkan dalam konsentrasi yang tinggi, dihambat oleh progesteron. Oleh karenanya,

produksi amnion berupa interleukin-8 dan prostaglandin E2 merupakan gambaran dari

perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dapat diinisiasi dengan kekuatan fisik

(peregangan membran), merekonsiliasi hipotesis pecah ketuban yang diinduksi secara mekanik

dan biokimia (Parry and Strauss, 1998; Medina, 2006).

2.2.4 Diagnosis PROM

Ibu harus selalu diperingatkan selama periode antepartum untuk mewaspadai keluarnya

cairan dari vagina dan untuk segera melaporkan kejadian ini.Hal ini penting, untuk kemudian

ditegakkannya segera diagnosis pecah ketuban karena 3 alasan.Pertama, bila bagian terbawah

janin (presentasi janin) belum terfiksasi pada pelvis, kemungkinan prolaps dan kompresi dari tali

pusat sangat meningkat. Kedua, persalinan mungkin akan segera terjadi bila kehamilan

mendekati atau telah mencapai usia aterm. Ketiga, bila persalinan tertunda setelah terjadinya

pecah ketuban, resiko infeksi intrauterin semakin meningkat seiring dengan peningkatan jarak

waktu dengan persalinan (Parry& Strauss, 1998; ).

Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan ketuban di

vagina (Saifuddin, 2008). Juga pada pemeriksaan inspekulo, didiagnosa dengan ditemukannya

genangan cairan amnion pada fornix posterior atau adanya cairan bening yang mengalir dari

canalis servikalis. Meskipun terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk

mendeteksi pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis tetap

tidak dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan pengukuran pH dari cairan vagina.

Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5, sedangkan cairan amnion

biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator nitrazine untuk mengidentifikasi

pecahnya ketuban merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes

diimpregnasi dengan pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina

diintepretasi dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah menjadi

Page 11: Lapsus Prom Okzzz

11

biru(Saifuddin, 2008). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah. Hasil tes positif

palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang

bersamaan, sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit

(American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists,

2007). Penggunaan antiseptik alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Saifuddin, 2008; Divisi

Fetomaternal, 2008).

Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina yang mengarah

pada adanya cairan amnion bukannya sekresi serviks. Cairan amnion akan mengkristal dan

membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi relatif dari natrium klorida, protein dan

karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein pada vagina juga telah digunakan untuk mengidentifikasi

adanya cairan amnion oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga dapat dilakukan

sesudah injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal amniosentesis

(Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan penggunaan ultrasound dimana

adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion (Saifuddin, 2008).

2.2.5 Penatalaksanaan

Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008, tata laksana Premature

Rupture of the Membrane:

- Induksi persalinan jika:

• 12 jam belum inpartu

• FWB baik

• Terdapat tanda infeksi intra uterin

• Tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan persalinan

• Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip

PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50 g/6 jam sampai PS>5

dilanjutkan oksitosin drip.

Page 12: Lapsus Prom Okzzz

12

- Berikan antibiotik Gentamycin 2x80 mg IV

Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam bebas panas, obat

tersebut antara lain:

• Ampicillin 3x1gr

• Gentamycin 2x80gr

• Metronidazole 3x500mg.

Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm, baik dengan atau tanpa

komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.Bila terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan

posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud.Kalau perlu

kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin.Tali

pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan

terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti

penisilin prokain 1,2 juta IU IM tiap 12 jam dan ampisilin 1 g peroral diikuti 500 mg tiap 6 jam

atau eritromisin dengan dosis yang sama. (Saifuddin, 2008; Bruce 2010).

Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan lakukan

akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban

pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan

skor pelvik lebih dari 5, seksio sesarea bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvik

kurang dari 5 (Saifuddin, 2008).

Induksi persalinan sendiri menggambarkan usaha menstimulasi kontraksi sebelum onset

persalinan spontan dengan ataupun tanpa adanya pecah ketuban. Indikasi dari induksi

persalinan adalah ketika keuntungan yang didapatkan, baik oleh ibu maupun fetus, melebihi

keuntungan yang didapatkan bila kehamilan dilanjutkan. Indikasinya termasuk kondisi yang

membutuhkan penanganan segera seperti ketuban pecah dengan korioamnionitis atau

preeklamsia berat. Indikasi yang lebih sering adalah PROM, hipertensi gestasional, status janin

Page 13: Lapsus Prom Okzzz

13

yang mengkhawatirkan, kehamilan posterm, dan berbagai kondisi medis ibu seperti hipertensi

kronis dan diabetes (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1999 dalam

Cunningham et al., 2010). Kontraindikasi dari induksi persalinan mirip dengan kontraindikasi

dari persalinan spontan. Faktor janin termasuk makrosomia, kehamilan kembar, hidrosefalus

berat, malpresentasi atau status janin yang mengkhawatirkan. Untuk beberapa faktor

kontraindikasi ibu berhubungan dengan tipe insisi uterin sebelumnya, panggul sempit atau

anatomi panggul yang berbeda, implatasi plasenta abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes

genital aktif atau kanker serviks (Saifuddin, 2008)

2.2.6 Komplikasi PROM

Setelah ketuban pecah normalnya segera disusul dengan persalinan. Pada kehamilan

aterm 90% persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah (Saifuddi, 2008). Sedangkan

berdasarkan Parry dan Strauss (1998) setelah terjadinya PROM, 70% ibu akan memulai

persalinan dalam 24 jam dan 95% dalam 72 jam. Dengan perkembangan klinis yang relatif

cepat kearah persalinan setelah terjadinya PROM, maka tujuan dari penanganan PROM

adalah meminimalkan resiko infeksi intrautein tanpa meningkatkan insidens sectio cesarian.

Karena, seperti telah dijelaskan sebelumnya, komplikasi yang mungkin timbul dari PROM

adalah infeksi maternal ataupun neonatal dan hipoksia karena kompresi tali pusat (Saifuddin,

2008; Bruce, 2010), meningkatnya insiden sectio cesarean, atau gagalnya persalinan normal.

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini yaitu dapat terjadi koriamnionitis

dan pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi

korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.

Korioamnionitis merupakan keadaan pada ibu di mana korion, amnion, dan cairan

ketuban terkena infeksi bakteri, yang merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin

(Saifuddin, 2008). Terdapat berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan

korioamnionitis. Rute dari infeksi termasuk ascendinginfection dari traktus genetalia bagian

Page 14: Lapsus Prom Okzzz

14

bawah, penyebaran hematogenous dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau

tuba fallopi, dan kontaminasi iatrogenik selama prosedur invasif. Dari semua ini,

ascendinginfection merupakan penyebab yang paling sering. Dimulai dengan masuknya

organisme yang menimbulkan infeksi awal pada korion dan desidua disekitarnya pada area

yang berada disekitar internal ostium. Hal ini dapat berkembang pada keterlibatan ketuban

pada seluruh ketebalannya (korioamnionitis). Organisme kemudian dapat menyebar sepanjang

permukaan korioamnion dan menginfeksi cairan amnion. Juga dapat terjadi penyebaran lebih

lanjut pada plasenta dan tali pusat (funitis) (Jazayeri, 2010).

Infeksi pada janin dapat terjadi sebagai hasil penyebaran secara hematogen, aspirasi,

penelanan atau kontak langsung lainnya dengan cairan amnion yang telah terinfeksi. Selain

infeksi, dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga

terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

oligohidramnion, yaitu semakin sedikit air ketuban, keadaan janin akan semakin gawat

(Saifuddin, 2008).

Page 15: Lapsus Prom Okzzz

15

BAB 3LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Reg :11076496

Nama :Ny. PWL

Umur :20

Pekerjaan :ibu rumah tangga

Pendidikan :9 tahun

Suami :Tn. S

Umur : 25 tahun

Pendidikan : 12 tahun

Pekerjaan :Pedagang

Alamat. : Desa Tasikmadu RT 02 RW 04 Lowokwaru Malang

Status : Menikah (1x)

Lama menikah: 3 tahun

Kehamilan : G2 P0000 Ab100 gr 34-36 minggu T/H

Riwayat KB : (-)

HPHT : 8 Maret 2012 ~ 34-36 minggu

Tgl MRS : 10/11/2012 jam 18.01

1. Subyektif

Keluhan utama: keluar cairan jernih dari jalan lahir

• 10 November 2012 pukul 09.00 pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir disertai

kenceng-kenceng tapi jarang. Pasien pergi ke bidan, diperiksa dalam (VT) pembukaan

Page 16: Lapsus Prom Okzzz

16

1 cm, ket (-), lalu dirujuk ke RSSA. Pasien berunding terlebih dahulu dengan suami dan

keluarga mengenai transportasi dan pembiayaan.

• 10 November 2012 pukul 17.30 pasien berangkat ke RSSA.

• Pasien mengetahui dirinya hamil saat telat haid 1 bulan (April 2012) dengan tes kencing

yang dilakukan sendiri, kemudian pasien periksa ke bidan.

• ANC dilakukan sebanyak 6 kali, pada bidan, terakhir tanggal 30 Oktober 2012.

• Ini adalah kehamilan kedua, kehamilan pertama abortus pada usia kehamilan 3 bulan,

tidak dikuret pada bulan Agustus tahun 2011.

• Riwayat anyang-anyangan (-), riwayat keputihan (+) sejak 1 minggu terakhir, warna

kekuningan, bau (+), gatal (+) pasien tidak berobat.

• Riwayat minum jamu, obat-obatan disangkal, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes.

3. Objektif

STATUS INTERNA

• Keadaan umum : baik

• Kesadaran : compos mentis

• Tinggi badan : 145 cm

• Berat badan : 50 kg

• Tensi : 110/70 mmHg

• Nadi : 80 x/menit

• RR : 20 x/menit

• Suhu rectal : 36,7 C

• Suhu axilla : 36,4 C

• Kepala dan leher : anemis – / – ,icterus – / –

pembesaran kelenjar leher – / –

• Thorax : jantung s1s2 tunggal, m(-)

Page 17: Lapsus Prom Okzzz

17

paru vv Rh - - Wh - -

vv - - - -

vv - - - -

• Abdomen : hepar/lien dalam batas normal, bising usus (+) normal

• Ekstremitas : anemis -/- , edema – / –

STATUS OBSTETRI

• Abdomen :

• Striae gravidarum, coklat dan retakan putih elastik

• Tinggi Fundus Uteri (TFU) : 26 cm

• Letak janin : letak bujur U

• Bunyi Jantung Anak (DJJ) : 160x / menit

• Taksiran Berat Janin (TBJ) : 2170 gram

• His : (+) jarang

• Genitalia Eksterna : tampak aliran ketuban (+)

• Inspekulo : aliran ketuban (+) dari OUE, tampak genangan cairan ketuban di forniks

posterior. Dengan pemeriksaan kertas lakmus : didapatkan perubahan warna

Pemeriksaan Dalam

- Pembukaan 1 cm

- Effacement 50%

- Hodge I

- Presentasi kepala

- Denominator masih tinggi

- Ketuban (-), jernih, bau (-),

- UPD~ batas normal

Page 18: Lapsus Prom Okzzz

18

Pelvic score

• Dilatasi = 0

• Effacement = 2

• Station = 0

• Posisi = 2

• Konsistensi = 2

Total = 6

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap Hb 10,30

Leukosit 16.92

PCV 32 %

Trombosit. 339.000

Urin Lengkap. pH. 6.5

Glukosa. Negatif

Protein. Trace

Keton. 3+

Bilirubin. Negatif

Urobilinogen. 3+

Nitrit. Negatif

Leukosit. Negatif

Darah. Negatif

40x

Page 19: Lapsus Prom Okzzz

19

Kristal. Ca Oksalat (+)

Bakteri. 249 x 103

Non Stressed TestCardiotocography (CTG)

• Baseline rate 160 bpm

• Variability 5 – 1 bpm

• Acceleration : (+)

• Decceleration : (-)

• Hasil - kesimpulan: normal

USG

• BPD. : 32.6

• AC. : 282

• FL. : 67.4

• EFW. : 2173 gr

• AFI. : 8.64

• Plasenta implantasi di corous posterior maturasi grade II

4. Assessment

G2 P0000 Ab100 gravida 34-36 mgg T/H

+ PPROM

5. Planning

2. PDx : USG fetomaternal jam kerja, kultur urine serviks jam kerja

Page 20: Lapsus Prom Okzzz

20

3. PTx : Usul perawatan konservatif

4. Bed Rest

5. Diet TKTP

6. Induksi maturasi paru dengan Dexamethason 2x16 mg IV selang 24

jam

7. Tokolitik kaltrofen supp II (k/p)

8. Terapi injeksi : gentamycin 2x80 mg

9. Terapi oral : asam mefenamat 3x500 mg, isoxuprin 3x1, roborantia

1x1

10. Jika perawatan konservatif gagal, pro expektatif pervaginam.

11. PMo : Vital Signs, keluhan subyektif, aliran ketuban, his, DJJ

12. T rect /3 j

13. Tanda-tanda infeksi intrauterine

14. KIE : Kondisi ibu, perawatan dan pengobatan, prognosis

15. Follow Up

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning

Page 21: Lapsus Prom Okzzz

21

11/11/2012

Pk 24.00

Kenceng-kenceng semakin sering.

KU : baik, CM

T : 120/80

N : 88x/menit

RR : 18x/menit

T rec : 36.7oC

T ax : 36.4oC

K/L : an -/-, ict -/-

Thorak :

c/ S1, S2 single,

regular

p/ Rh -, Wh -

Abd : TFU 26 cm,

letak bujur U , BJA :

160x, TBJ = 2170 g,

HIS (+) 10.3.30 /

sedang kuat

VT : 4 cm, eff 100%, H I, ketuban (-) jernih, presentasi kepala, denominator UUK jam 03.00, UPD ~dbn

G2 P0000 Ab 100 part 34-36 mgg T/H + Kala I fase aktif + partus prematurus + riwayat PPROM + perawatan konservatif gagal

PDx : -

PTx :

Evaluasi 2 jam lagi, pro

expectative per vaginam

P Mo:

Vital sign, keluhan, his,

DJJ, kemajuan persalinan

KIE :

Ibu dalam kondisi sudah inpartu, perawatan konservatif untuk mempertahankan kehamilan gagal direncanakan janin dilahirkan, kondisi janin bila lahir nanti masih prematur dan perlu perawatan khusus di ruang bayi.

16.

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning

Page 22: Lapsus Prom Okzzz

22

11/11/2012

Pk 02.00

Kencang-

kencang

teratur

KU : baik, CM

T : 120/70

N : 88x/menit

RR : 18x/menit

T rec : 36.7oC

T ax : 36.4oC

K/L : an -/-, ict -/-

Thorak :

c/ S1, S2 single, regular

p/ Rh -, Wh -

Abd : TFU 26 cm, letak

bujur U , BJA :

155x/menit (doppler),

TBJ = 2170 g, HIS

10.3.35/Kuat

VT : 8 cm, eff 100%, H I,

ketuban (-), jernih,

presentasi kepala,

denominator UUK jam

02.00, UPD ~dbn

G2 P0000 Ab 100 part 34-36 mgg T/H + Kala I fase aktif + partus prematurus + riwayat PPROM + perawatan konservatif gagal

PDx -

PTx:

Evaluasi 2 jam lagi

Pro expectative per vaginam

P Mo:

Vital signs, keluhan subyektif,

his, DJJ, kemajuan

persalinan.

P Ed : KIE

17.

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning

Page 23: Lapsus Prom Okzzz

23

11/11/2012

Pk 04.00

Kencang-kencang teratur

KU : baik, CM

T : 120/70

N : 88x/menit

RR : 18x/menit

T rec : 36.7oC

T ax : 36.4oC

K/L : an -/-, ict -/-

Thorak :

c/ S1, S2 single, regular

p/ Rh -, Wh -

Abd : TFU 26 cm, letak

bujur U , BJA :

160x/menit (doppler),

TBJ = 2170 g, HIS

10.3.40/K

VT : p : 8 cm, eff 100%, H III, ketuban (-), jernih, presentasi kepala, denominator UUK jam 01.00, UPD ~dbn

G2 P0000 Ab 100 part 34-36 mgg T/H + Kala I fase aktif + partus prematurus + riwayat PPROM + perawatan konservatif gagal

PDx : -

PTx:

Evaluasi 2 jam lagi

Pro expectative per vaginam

P Mo:

Vital sign, keluhan subjektif,

His, DJJ

Kemajuan Persalinan

P Ed : KIE

05.05. Lahir bayi perempuan, BB 2400 gram, PB 45 cm, AS 7-9

Laporan Tindakan Persalinan Kala II

Page 24: Lapsus Prom Okzzz

24

Tindakan Spontan Belakang Kepala, tanggal 11 November 2012 05.00 - 05.05 WDDO

G2 P0000 Ab 100 part 34-36 mgg T/H + Kala II+ partus prematurus + riwayat PPROM +

perawatan konservatif gagal

• Pasien ingin mengejan.

• Dilakukan VT, pembukaan lengkap, UUK jam 01.00, HIII.

• Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi.

• Bersamaan dengan his, ibu dipimpin mengejan (pada saat keala meregang

vulva, dilakukan episiotomi mediolateral.

• Dengan tangan kanan menahan perineum dan tangan kiri mengatur

defleksi kepala dan dengan subocciput di bawah simpisis sebagai

hipomoklion berturut- turut lahirlah ubun-ubun besar, rahim, mulut, dagu dan

akhirnya lahirlah seluruh kepala. Kepala mengadakan putar paksi luar, mulut

dan hidung bayi dibersihkan.

• Kepala dipegang secara biparietal ditarik curam ke bawah sampai bahu

depan lahir kemudian dielevasi sampai bahu belakang lahir lalu ditarik sesuai

arah sumbu panggul.

• Lahirlah bayi perempuan, BB 2400 gram, PB 45 cm, AS 7-9 pukul 05.05.

• Tali pusat diklem di dua tempat (5 cm dan 10 cm di atas abdomen bayi)

dipotong di tengah-tengahnha, bayi dirawat.

• Plasenta dilahirkan secara peregangan tali pusat terkendali, berat 500

gram, ukuran diameter 20 cm, tebal 2 cm, panjang tali pusat 50 cm.

• Eksplorasi jalan lahir, segmen bawah rahim, serviks, vagina didapatkan

luka episiotomi.

• Dilakukan penjahitan luka episiotomi.

Kala III : Tanggal 11/11/2012 pukul 05.15 plasenta dilahirkan secara spontan

dengan peregangan tali pusat terkendali, berat 500 gram, diameter 20

cm, tebal 2 cm, kalsifikasi (-), infark (-), panjang tali pusat 50 cm

Kala IV : 2 jam post partum: 11/11/2012 pukul 07.15

Page 25: Lapsus Prom Okzzz

25

Keluhan (-).

KU : baik, CM

TD : 120/70, N : 80x/menit, RR : 20x/menit

Perdarahan 100 cc

Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik

GE : luka jahitan + bertaut, perdarahan aktif tidak ada.

Page 26: Lapsus Prom Okzzz

26

BAB 4PEMBAHASAN

1. Faktor Predisposisi PROM

Prete

Etiologi dari PROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998).Mekanisme ruptur

dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan melemahnya membran secara

menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan yang berulang.melambangkan titik awal

pecahnya ketuban. Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen

abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PPROM.Faktor lainnya adalah

merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko terjadinya PPROM.Merokok

memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi serum ascorbic acid.Selain itu, kadmium

dalam tembakau telah terbukti meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam

trophoblast yang dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998).

Faktor resiko lainnya adalah infeksi.Sebenarnya, telah lama diperdebatkan infeksi

intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM. Mekanisme pecah selaput

ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor resiko melibatkan beberapa mekanisme, yang

mana setiap mekanisme menginduksi degradasi dari matriks ekstraseluler (Parry and Strauss,

1998)..

Overdistensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan multifetus

menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya

PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban menyebabkan terjadinya up-regulation dari

produksi beberapa faktor amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8(Parry and

Strauss, 1998)..

Pada pasien ini, dari data anamnesis didapatkan bahwa pasien sering megeluh

keputihan setiap hari sejak minggu ke-7 kehamilan hingga saat pasien datang untuk diperiksa di

Page 27: Lapsus Prom Okzzz

27

rumah sakit.Hal ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan

hygiene pasien yang kurang baik.Kemungkinan faktor predisposisi terjadinya PROM pada

pasien ini adalah disebabkan adanya infeksi.

4.2 Diagnosis PROM

Ketuban pecah dini atau dikenal juga sebagai premature rupture of membranes (PROM)

adalah adanya ruptur dari membran fetus secara spontan sebelum onset dari persalinan pada

kehamilan aterm(Saifuddin dkk., 2009).Penegakan diagnosis PROM pada pasien ini sudah

sesuai dengan teori karena berdasarkan data anamnesis didapatkan adanya cairanjernih keluar

dari jalan lahir, berjumlah banyak (± 1 gelas air mineral).Pada pasien ini, dari hasil pemeriksaan

tampak cairan jernih keluar dari OUE bertumpuk di fornix posterior.Cairan jernih tersebut seperti

kencing, namun tidak dapat ditahan dan bercampur darah.Pada pemeriksaanfisik didapatkan

selaput ketuban telah pecah, cairan bening di vagina,pemeriksaan pH dengan menggunakan

kertas lakmus (indikator nitrazine) menunjukkan perubahan warna kertas menjadi warna

biru.pembukaan 1 cm dan effacement 30%, serta kontraksi yang kurang adekuat. Hal ini

menunjukkan tidak adanya tanda-tanda inpartu (dari segi power dan passage)(Saifuddin dkk.,

2009).

Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan ketuban di

vagina (Saifuddin dkk., 2009). Juga pada pemeriksaan inspekulo, didiagnosa dengan

ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior atau adanya cairan bening yang

mengalir dari canalis servikalis. Pada pasien ini, dari hasil pemeriksaan tampak cairan jernih

keluar dari OUE bertumpuk di fornix posterior.

Meskipun terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk mendeteksi

pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis tetap tidak dapat

dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan pengukuran pH dari cairan vagina.

Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5, sedangkan cairan amnion

Page 28: Lapsus Prom Okzzz

28

biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator nitrazine untuk mengidentifikasi

pecahnya ketuban merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes

diimpregnasi dengan pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina

diintepretasi dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah menjadi

biru(Saifuddin dkk., 2009). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah. Hasil tes

positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat

yang bersamaan, sedangkan hasil negative palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu

sedikit (American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and

Gynecologists, 2007). Penggunaan antiseptic alkalin juga dapat menaikkan pH vagina

(Saifuddin dkk., 2009).

Perlu diperhatikn bahwa hasil tes kertas lakmus dapat terjadi hasil tes positif palsu

dengan adanya darah, semen, atau bakterial vaginosis pada saat yang bersamaan. Selain itu,

hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit (American Academy of

Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists, 2007). Penggunaan

antiseptik alkalin juga dapat meningkatkan pH vagina (Saifuddin dkk., 2009).

4.3 Penatalaksanaan PROM

Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008, tata laksana Premature

Rupture of the Membrane(PROM):

- Induksi persalinan jika:

• 12 jam belum inpartu

• FWB baik

• Terdapat tanda infeksi intra uterin

• Tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan persalinan

• Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip

Page 29: Lapsus Prom Okzzz

29

PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50 g/6 jam sampai PS>5

dilanjutkan oksitosin drip.

- Berikan antibiotik Gentamycin 2x80 mg IV

Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam bebas panas, obat

tersebut antara lain:

• Ampicillin 3x1gr

• Gentamycin 2x80gr

• Metronidazole 3x500mg.

Dari hasil pemeriksaan dalam pada tanggal 12 Mei 2011 jam 09.00, didapatkan

pembukaan: 1 cm, eff 30%, H 1, ketuban (-), jernih, presentasi kepala, denominator masih

tinggi, UPD dalam batas normal, sedangkan His belum adekuat dan NST dalam batas normal,

sehingga diberikan antibiotik gentamycin 80 mg iv dan dilakukan observasi terhadap pasien

tentang tanda-tanda inpartu atau pun tanda-tanda infeksi intra uterin. Penatalaksanaan ini, telah

sesuai dengan standar penatalaksanaan PROM di RSSA yaitu memberikan antibiotik profilaksis

pada kasus PROM dan melakukan observasi partus terhadap pasien.Lalu dilakukan rencana

pemeriksaan USG untuk mengetahui kondisi dari janin, placenta, dan sisa air ketuban yang

masih tersisa di dalam uterus.

Pada pukul 14.00, sebelum 12 jam pecah ketuban dilakukan evaluasi terhadap ibu dan

janin.Pada pemeriksaan fisik, didapatkan his adekuat. Pada pemeriksaan dalam didapatkan

pembukaan 4cm, eff 100%, H 1, ketuban (-), jernih, presentasi kepala, denominator masih

tinggi, UPD dalam batas normal, sehingga akhirnya di usulkan pro expectatice pervaginam..

Pada pukul 16.00, di evaluasi kembali untuk kemajuan persalinan.Pada pemeriksaan fisik,

didapatkan BJA dalam batas normal, dan his telah adekuat. Pada pemeriksaan dalam,

didapatkan pembukaan 8 cm, eff 100%, H III, ketuban (-), jernih, tidak berbau, presentasi

kepala, denominator UUK arah jam 01.00, UPD dalam batas normal.

Page 30: Lapsus Prom Okzzz

30

Pada pukul 16.40, persalinan telah memasuki kala II, dimana ibu ingin mengejan, his

adekuat, dan pada saat dilakukan pemeriksaan dalam, di dapatkan pembukaan lengkap, maka

ibu mulai dipimpin persalinan.Pada saat kala II berlangsung, untuk menghindari robekan pada

perineum yang lebih parah, maka dilakukan episiotomi.Pada pukul 16.45, bayi telah lahir,

kemudian dilanjutkan ke kala III, untuk persalinan placenta.

Setelah bayi lahir, diberikan suntikan oxytocin 10 IU (intramuskular) untuk membantu

kontraksi uterus.Setelah menunggu 5 menit, plasenta mulai dilahirkan secara peregangan tali

pusat terkendali.Tali pusat diregangkan dengan tangan kanan penolong, sambil dilakukan

penekanan di atas abdomen ibu untuk menahan fundus. Setelah tali pusat keluar dan plasenta

telah terlihat akan keluar, dengan kedua tangan penolong melakukan pengeluaran plasenta

dengan memutar plasenta tersebut secara perlahan hingga plasenta tersebut lahir seluruhnya.

Kemudian dilakukan eksplorasi ke dalam uterus untuk memeriksa bagian plasenta jika ada

yang tertinggal di dalam uterus, sambil terus dilakukan pemijatan uterus melalui bagian atas

abdomen untuk merangsang kontraksi uterus.Setelah eksplorasi selesai dilakukan, dilanjutkan

dengan penjahitan luka episiotomi.

Setelah bayi dan plasenta telah selesai dilahirkan, pasien diobservasi setiap 15 menit

pada jam pertama. Kemudian dilanjutkan observasi setiap 30 menit pada jam kedua. Observasi

dilakukan terutama pada keadaan umum ibu, adanya perdarahan dari jalan lahir, dan tanda vital

ibu.

Langkah persalinan yang dilakukan pada pasien ini telah sesuai dengan teori.

4.4 Prognosis

Prognosis pasien pada kasus ini baik, oleh karena penatalaksanaan yang diberikan

telah sesuai dengan teori dan pedoman untuk penatalaksanaan kasus PROM dan tidak

didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun bayi.

Page 31: Lapsus Prom Okzzz

31

4.5 Alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien

Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik pada saat pasca

persalinan maupun selanjutnya. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien terdapat riwayat

mengalami keputihan sejak kehamilan minggu ke-7 sampai pasien datang untuk melakukan

pemeriksaan di rumah sakit. Hal ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin

disebabkan hygiene pasien yang kurang baik. Sehingga diperlukan edukasi tentang pentingnya

hygiene pasien dan pemberian terapi di saat keputihan terjadi dan menimbulkan keluhan

berkepanjangan.

Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha

tersebut dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Kontrasepsi yang ideal harus

memenuhi syarat-syarat antara lain dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang

mengganggu kesehatan, daya kerja dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan

gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah

pelaksanaannya, murah, dan dapat diterima oleh pasangan yang bersangkutan (Saifuddin,

2008).

Pasien ini merupakan wanita berusia 18 tahun, menikah satu kali selama 1 tahun, dan

baru memiliki 1 orang anak dari kehamilan pertama. Kemungkinan pasangan tersebut masih

ingin memiliki anak. Namun, perlu diperhatikan jarak antara anak pertama dengan anak

berikutnya agar kasih sayang dan perhatian tetap dapat diberikan kepada anak secara

seimbang. Sehingga pasangan ini perlu menggunakan alat kontrasepsi yang tepat.

Alat kontrasepsi yang dapat menjadi pilihan dari segi keamanan dan efektifitas adalah

pil hormonal (membutuhkan keteraturan dalam penggunaannya) atau IUD.

Page 32: Lapsus Prom Okzzz

32

BAB 5PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Faktor predisposisi terjadinya PROM pada pasien ini adalah infeksi genital (vulvovaginitis).

2. Penegakan diagnosis PROM pada pasien ini sudah tepat. Dari anamnesa didapatkan

pasien merasakan adanya cairan jernih yang keluar dari jalan lahir tetapi tidak disertai

tanda-tanda inpartudan bayi dalam keadaan aterm. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

adanya cairan yang mengalir keluar dari OUE, tes lakmus merah berubah warna menjadi

biru, yang menunjukkan cairan bersifat basa.

3. Pilihan terapi pada pasien ini adalah dengan pemberian Gentamycin 80mg IV.

1. Prognosis pasien pada kasus ini baik, karena penatalaksanaan yang diberikan telah sesuai

dengan teori dan pedoman serta tidak didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu

maupun bayi.

5. Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik pada saat pasca

persalinan maupun selanjutnya. Pilihan alat kontrasepsi (KB) yang digunakan berdasarkan

segi keamanan dan efektifitasnya adalah pil hormonal dan IUD.

5.2 Saran

1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang hygiene supaya tidak

terjadi infeksi saat kehamilan.

2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang mengalami

(Premature Rupture of Membrane) PROM untuk segera ke tempat pelayanan kesehatan

untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Page 33: Lapsus Prom Okzzz

33

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, Elizabeth. 2010. Premature rupture of the Membrane.

http://www.compleatmother.com/prom.htm. Diakses 18 Mei 2011, pukul 20.20

Divisi Fetomaternal. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: Lab/SMF Obstetri-

Ginekologi FKUB/RSSA

Gofar, Abdul. 2010. Ketuban Pecah Dini. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/ketuban-

pecah-dini.pdf. Diakses 18 Mei 2011, pukul 20.20

Jazayeri, Alhazar. 2010. Premature Rupture of Membranes.

http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses padaDiakses 18

Mei 2011, pukul 20.20

Medina, Hill. 2006. Preterm Prematre Rupture of Membranes: Diagnosis and Management.

American Family Physician. http://www.aafp.org/afp. Diakses padaDiakses 18 Mei 2011,

pukul 20.20

Miller, Jekel. 2009. Epidemiology of Spontaneous Premature Rupture of Membranes: Factors in

Preterm Births. The Yale Journal of Biology and Medicine p241-

251.http://emedicine.medscape.com/article. Diakses 18 Mei 2011, pukul 20.20

Parry, S. dan Strauss, J. F. 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The New

England Journal of Medicine. 338:663-670.

http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses padaDiakses 18

Mei 2011, pukul 20.20

Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wikhjosastro, G. H.. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohadrjo. Edisi ke-4.Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohadrjo. Jakarta. p

Varney, Kriebs, Gegor. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Page 34: Lapsus Prom Okzzz

34

Velemhnska. 2009. Management of Pregnancy with Premature Rupture of Membrane (PROM).

Journal of Health Sciences Management and Public Health.

http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses padaDiakses 18

Mei 2011, pukul 20.20

Page 35: Lapsus Prom Okzzz

35